penunjukan Mukti Ali untuk memimpin Departemen Agama itu dimaksudkan sebagai langkah Orde Baru untuk mengadakan restrukturisasi dan reorientasi
kebijakan di Departemen Agama tersebut dengan keahliannya dalam bidang ilmu-ilmu agama, Mukti Ali dianggap sebagai orang yang berkompeten
menjalankan maksud dan tugas-tugas tersebut. Satu tahun setelah Pemilu pertama Orde Baru, 28 Maret 1973, ia diangkat kembali sebagai Menteri Agama dalam
Kabinet Pembangunan II.
83
Ia juga dikenal sebagai orang yang cukup lihai dan cenderung mengintrodusir gagasannya sedemikian rupa sehingga relatif tindak
menimbulkan perlawanan dari kalangan yang tidak sepaham dengannya. Dengan kata lain, dalam melakukan pembaruan dan gagasannya tersebut tidak dengan
provokatif dan gegap gempita atai berapi-api, melainkan dengan pendekatan ilmiah namun selalu konsisten dengan nilai-nilai agama.
B . Latar Belakang Eksternal
1. Gambaran Umum kehidupan keagamaan
Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi tingkah laku dan pola pikir Mukti Ali yang kompleks adalah kondisi keagamaan bangsa Indonesia. Suatu hal
yang sulit dihindari dalam dinamika pemikiran keagamaan di Indonesia adalah ketegangan-ketegangan, bahkan seringkali muncul konflik yang mengiringi
perkembangan pemikiran itu. Disatu pihak, ketegangan dan konflik muncul karena mempertahankan doktrin suatu agama dalam situasi dunia yang selalu
berubah, dan dilain pihak karena sosiologis. Ketegangan antara doktrin agama yang sakral dan dunia yang dianggap profan, merupakan persoalan yang tidak
pernah selesai dimanapun, terutama dalam masyarakat agama yang sedang mengalami modernisasi.
84
83
Ali Mu ha if, Prof. Dr. A. Mukti Ali: Modernisasi Politik Keagamaan Orde baru, h. 284
84
Fachry Ali, Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, Rekonstruksi Pemikiran islam Indonesia Masa Orde Baru Bandung: Mizan, 1986, h. 9. Modernisasi maksudnya adalah
penerapan pengetahuan ilmiah yang ada kepada semua aktivitas, semua bidang kehidupan atau kepada semua aspek masyarakat. Lihat, J.W. Schoorl, Modernisasi, Pengantar Sosiologi
Pembangunan Negara-negara Berkembang, terj. R.G Soekadijo Jakarta: Gramedia, 1982, h. 4. Menurut Harun Nasution, modernisasi dalam masyarakat Barat mengandung arti pikiran, aliran,
gerakan, dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, institusi lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern. Lihat, Harun Nasution, Pembaruan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan
Tentu hal tersebut menjadi tantangan bagi umat beragama, serta umat Islam khususnya, untuk mengkaji kembali agama yang normatif, dalam arti tidak
hanya menekankan apa yang seharusnya menurut ajaran, tetapi selalu terkait dengan peradaban manusia sebagai pembuktian historis perwujudan norma-norma
ajaran tersebut. Di samping itu, disadari bahwa, kondisi keagamaan tersebut sedikit banyaknya dipengaruhi oleh latarbelakang masing-masing umat beragama,
baik muslim maupun non-muslim. Sebagaimana dijelaskan Ira M. Lapidus bahwa komunitas keagamaan muslim Asia Tenggara cenderung pada desentralisasi.
Kehidupan keagamaan terbentuk mengitari tokoh- tokoh perorangan ulama‟, wali,
thariqat, sufi dan mazhab ulama dan disana tidak ada komunitas kesukuan yang signifikan.
85
Dalam konteks Islam di Indonesia, dinamika dan adu kekuatan antara konservatisme dengan progresivisme merupakan agenda laten umat Islam
sepanjang sejarah. Walaupun demikian, dalam dua dasawarsa terakhir, semangat, arah dan corak pemikiran Islam Indonesia mencapai kemajuan yang amat
mengesankan dalam banyak hal. Antara lain pelibatan ilmu-ilmu empiris dalam menerjemahkan pesan Islam untuk situasi sosial umat. Perkembangan ini
menunjukkan pergeseran bentuk pemikiran Islam yanng bercorak teosentris ke arah yang antroposentris, suatu perkembangan yang mencari keseimbangan antara
kesalehan individual dan kesalehan sosial dan struktural.
86
Selanjutnya, para tokoh pembaruan Islam di Indonesia berusaha mengembangkan gagasan tersebut sesuai
dengan keahlian dan obsesinya dalam program dan kegiatan masing-masing.
Gerakan Jakarta: Bulan Bintang, 1975, cet, I, h. 9. Sedangkan dalam Islam, kata tersebut artinya adalah upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan reinterpretasi terhadap pemahaman,
pemikiran, dan pendapat tentang masalah ke-Islaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman. Menurut Nurcholish Madjid, modernisasi
identik dengan rasionalisasi , yaitu proses perombakan pola ppikir dan tata kerja lama yang tidak ‘a liah rasional, dan menggantinya dengan pola pikir dan tata kerja baru yang ‘a liah. Lihat,
Nurcholish Madjid, Islam: Kemodrenan dan Ke-Islaman, Bandung: Mizan, 1993, cet. V, h. 172. Adapun bagi Mukti Ali, usaha modernisasi tersebut dilakukan dalam rangka pemurnian dan
penerapan ajaran Islam dalam masyarakat sepenjang tidak bertentangan dengan teks Alquran yang jelas dan Hadis yang sahih. Lihat. A. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini,
Jakarta: Rajawali, 1987, h. 258
85
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam Jakarta: Rajawali Press, 1999, h. 836.
86
Ko a uddi Hidayat, Pembaruan Islam: dari Dekonstruksi ke Kekonstruksi dala Ulu u Qu a , No. Vol. VI,
5, h.
Sebagaimana diketahui, tercatat nama-nama penting yang dikenal sebagai pelopornya, diantaranya adalah Mukti Ali. Merupakan lulusan madsarah
dan pesantren yang menuntut ilmu agama mula-mula ke negara-negara Arab atau islam tetapi kemudian melanjutkan studi pascasarjananya ke Eropa.
87
Ia mengabdikan hidupnya dalam bidang pembarauan pemikiran keagamaan serat
memperoleh kesempatan untuk berkenalan dengan metode berpikir ilmiah Barat. Dalam konteks pembaruan pemikiran keagamaan, Mukti Ali lebih menekankan
pendekatan yang bersifat scientific-cum-doctrinaire, dengan perngetian lain bahwa, memadukan pendekatan normatif dengan historis-sosiologis-antropologis-
psikologis. Obsesinya adalah ingin membangkitkan dialog antaragama dalam rangka menghilangkan kecurigaan. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan
tentang agama lain untuk menumbuhkan toleransi serta berusaha menumbuhkan sikap terbuka terhadap perbedaan agama.
2. Gambaran Umum Kehidupan Sosial Politik