Analisis teks makna kerukunan antarumat beragama dalam piagam madinah

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

Taufik Nur Rohman

NIM: 1110051000144

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIFHIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2015 M


(2)

ANALISIS TEKS MAIOIA KERUKUNAN ANTARUMAT BERAGAMA

DALAN{ PIAGAN{ MADINAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ihnu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi {Jntuk Memenuhi Persyaratan Meraih

Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

TAUFIK NUR ROHMAN

NIM : 1l10051000144

Dosen Pembimbing

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAh{

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIYERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

.IAKARTA 2015


(3)

pada Tanggal 30 Juni 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Korn.I) pada program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

lakarta,2 Juli 2015 Sidang Munaqasah,

Sekretaris Merangkap Anggota

Saprudin. S.Pd

NIP: 19680609199108100

I

Anggota

Pembimbing NIP: 19670906199403 1002

31996031001 NIP: 197704242007 102002


(4)

2. 1.

LEMBAR PERNYAT,A.AN

Dengan ini menyatakan bahwa saya :

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan meraih gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

di

Univei:sitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Jika dikemudian hari terbukti karya

ini

hasil jiplakan hasil karya orang

lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku

di

Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Mei 2015


(5)

i

Kerukunan berasal dari kata rukun artinya baik dan damai, tidak bertentangan. Sedangkan merukunkan berarti mendamaikan, menjadikan bersatu hati. Melihat keadaan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama, tidaklah heran jika kerukunan antarumat beragama menjadi hal yang sangat penting. Kerukunan antarumat beragama telah ada sejak zaman Nabi Muhammad dengan dibuatnya suatu piagam yang bernama Piagam Madinah.

Dari uraian di atas, timbul beberapa pertanyaan. Bagaimana relevansi Piagam Madinah bagi kerukunan antarumat beragam di Indonesia? Bagaimana konstruksi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial yang ada pada pasal Piagam Madinah?

Kerukunan antarumat beragama di Indonesia masih banyak menyisakan masalah. Kasus-kasus yang muncul terkait dengan hal ini belum bisa terhapus secara tuntas. Kasus Ambon, Kupang, Poso, dan lainnya masih menyisakan masalah, ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara dan memanaskan suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat tentang kerukunan antarumat beragama perlu ditinjau ulang. Langkah-langkah antisipatif demi damainya kehidupan umat beragama di Indonesia sangat diperlukan, seperti memahami lagi lebih dalam isi Piagam Madinah seperti yang telah dicontohkan Nabi Muhammad 14 abad yang lalu.

Teori yang digunakan adalah analisis wacana model Teun Van Dijk. Analisis wacana merupakan salah satu bentuk alternatif untuk menganalisis pesan

dalam media. Analisis wacana lebih menekankan kepada pertanyaan “bagaimana”

dari pesan atau teks komunikasi. Van Dijk menggambarkan analisis wacana dalam tiga dimensi, yaitu konstruksi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial.

Dalam hal ini penulis menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk membedah atau menganalisis suatu pesan. Penelitian dengan metode ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau mebuat prediksi.

Dalam membedah lebih jauh tentang pasal di Piagam Madinah yang berhubungan dengan makna kerukunan antarumat beragama, diuraikan analisis teksnya, kognisi sosialnya, serta konteks sosialnya. Analisis teksnya adalah delapan prinsip dalam Piagam Madinah yang mana tiga diantaranya mengandung makna kerukunan antarumat beragama yaitu prinsip yang mengandung makna persatuan dan kesatuan, persamaan dan keadilan, serta kebebasan beragama. Kognisi sosialnya adalah melihat sejarah terbentuknya Piagam Madinah. Konteks sosialnya adalah melihat Piagam Madinah bisa terjadi dalam artian sebab musababnya.

Jadi dapat disimpulkan dengan adanya penetian ini, penulis ingin melihat bagaimana nilai-nilai kerukunan antarumat beragama saat dulu Piagam Madinah itu dibuat, melihat relevansinya bagi kerukunan antarumat beragama di Indonesia saat ini. Serta juga untuk melihat seberapa pantas Piagam Madinah dapat menjadi acuan untuk penataan kerukunan hidup antarumat beragama di Indonesia.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim...

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT. Dzat pencipta alam semesta. Rasa syukur tiada henti penulis panjatkan kehadirat-Nya karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam juga senantiasa tercurah kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqomah dalam menjalankan sunnahnya.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari arahan, bimbingan, dorongan dan bantuan dari berbagai pihak yang penuh keikhlasan, baik fisik maupun psikis, secara moril maupun materil yang banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. Karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Bapak Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D, selaku Wadek I, Ibu Dr. Roudhonah, M.A selaku Wadek II, dan juga Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wadek III.

2. Bapak Rachmat Baihaky, M.A, selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan Ibu Fita Faturrokhmah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

3. Bapak Kholis Ridho, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan memberi masukan-masukan dalam penulisan skripsi ini.


(7)

iii

5. Seluruh staff dan karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dalam hal administrasi selama perkuliahan dan penelitian skripsi ini.

6. Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB), khususnya kepada Ubaidillah. MA, yang di sela kesibukannnya menyempatkan diri untuk menjadi narasumber dalam penelitian ini.

7. Orang tua penulis, Ayah Jamadi dan Ibu Nurhayati, Nenek Tukinem, Nenek Kemi,Kakek H. Ramelan, Kakek Atmowiyono , dan Ibu keduaku Ibu Dum yang telah memberikan banyak membantu, serta keluarga penulis lainnya yang amat dicintai. Terima kasih atas pengorbanan yang tak

ternilai, do’a yang tak henti, air mata serta kasih sayang tulus yang

diberikan hingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Dan untuk adik penulis Sharhan Benarivvo R yang selalu memberikan keceriaan kepada penulis disetiap harinya.

8. Saudara M.Imron S.Kom.i beserta keluarga yang banyak membantu penulis baik tenaga,moril dan materil semoga bisa melanjutkan S2 amiien ya robbal alamin

9. Saudara Robby “karjo” Hakiardi S.Kom.I yang sering menemani penulis mencari data rujukan terima kasih atas bantuannya bro..

10.Zaidatul Khoironi yang setia menemani dan menyemangati penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah menyatukan kita dalam keberkahan.


(8)

iv

11.Sahabat-sahabat di Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam angkatan 2010, khususnya rekan-rekan kelas E,Imron, Iman, Malik, Ahmad Fadhilah,Asep Sahroni, Azan, Kemal, Apriansyah, Tanto, FadlyHilyatul Aulia, Firda, Zahra, Naziah, Astuti, Siti Sudusiah, Roby, Ababil, Andiserta teman-teman yang lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, semoga persahabatan dan tali silaturrahmi kita akan terus terjalin. Terima kasih atas dukungan dan semangatnya sehingga skripsi ini dapat selesai.

12.Keluarga besar KKN “INSTAN” Kampung Babakan, Garut 2013. Terima

kasih atas ilmu dan pengalamannya.

13.Serta pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada mereka semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, terdapat banyak kekurangan dan kesalahan sehingga besar harapan penulis bagi segenap pembaca untuk memberikan masukan yang lebih baik. Akhir kata, terima kasih atas semua kerja samanya dan mohon maaf atas semua salah dan khilaf.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh..

Jakarta, 26Juni 2015


(9)

v

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Batasan dan Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Metodologi Penelitian ... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 16

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II LANDASAN TEORITIS ... 18

A. Pengertian Analisis Wacana... 18

B. Analisis Wacana Teun A. Van Djik ... 24

C. Kerukunan Umat Beragama di Indoesia ... 28

D. Pengertian Ruang Lingkup Piagam Madinah ... 37

BAB III GAMBARAN UMUM PIAGAM MADINAH ... 40

A. Pengertian Piagam Madinah ... 40

B. Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 47

A. Teks Piagam Madinah ... 47

B. Analisis Teks Makna Kerukunan Umat Beragama Dalam Piagam Madinah ... 48

C. Kognisi Sosial Piagam Madinah ... 71

D. Konteks Sosial Piagam Madinah ... 74

E. Relevansi Piagam Madinah Bagi Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia ... 76

BAB V PENUTUP ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN


(10)

vi

DAFTAR T ABEL

Tabel 1.1 Skema Analisis Van Dijk ... 13

Tabel 2.1 Elemen – Elemen Dalam Struktur Teks Wacana Van Dijk ... 27

Tabel 4.1 Struktur Makro ... 48

Tabel 4.2 Super Struktur (Skematik) ... 57

Tabel 4.3 Semantik ... 61

Tabel 4.4 Tabel Latar ... 62

Tabel 4.5 Tabel Detil ... 63

Tabel 4.6 Tabel Maksud ... 65

Tabel 4.7 Tabel Sintaksi ... 66


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Kerukunan berasal dari kata rukunartinya baik dan damai, tidak bertentangan. Sedangkan merukunkan berarti mendamaikan, menjadikan bersatu hati. Kata rukun berarti perkumpulan yang berdasar tolong-menolong dan persahabatan. Namun dengan demikian kerukunan harus diwujudkan bukan dengan sifat verbalistik atau sebatas pembicaraan saja melainkan dengan perwujudan yang nyata sebagai refleksi dari ajaran agama yang kita anut. Dengan begitu kerukunan yang harus terwujud adalah kerukunan yang tidak membatasi ruang gerak keagaamaan .1

Kerukunan yang terwujud dalam keseimbangan yang dinamisjuga mengandung arti adanya kesadaran di dalam diri manusia untuk saling menerima perbedaan-perbedaan yang ada, dan saling menghargai masing-masing potensi yang ada dalam diri manusia. Tanpa mencela apalagi sampai menimbulkan konflik yang berakibatkan pada ketidak-rukunan dalam kehidupan umat beragama.Kerukunan yang di kembangkan dalam konteks persatuan dan kesatuan adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di dalam Negara

1


(12)

2

Kesatuan Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila.2

Kerukunan adalah suatu kebutuhan pokok dalam hidup baik dalam bermasyarakat atau dalam ruang lingkup pemerintahan. Oleh karenanya, pemeliharaan kerukunan adalah tugas bersama. Dalam konteks kehidupan beragama, kerukunan adalah tanggung jawab bersama umat beragama. Tanpa upaya bersama (sinergi) itu beban pemeliharaan kerukunan sulit diterapkan. Maka dari itu sebaiknya dalam menghadapi kondisi ini peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemerintah sangat dibutuhkan.

Melihat keadaan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama tidaklah heran maka tidak jika banyak terjadi peleburan budaya,keadaan masyarakat yang terdiri dari berbagai kepentingan dan kebudayaan yang berbeda-beda yang melebur dan membentuk satu kesatuan yang mempunyai tujuan dan cita-cita yang sama atau biasa disebut sebagai

Plural Society merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap terjadinya pluralitas sukubangsa di Indonesia.3

Konsep tentang plural society pada mulanya diperkenalkan oleh Furnival (1940).4 Menurut Furnival, ciri utama masyarakat majemuk adalah kehidupan masyarajat berkelompok-kelompok yang berdampingan secara fisik, tetapi mereka terpisah-pisah karena perbedaaan sosial dan tidak bergabung dalam sebuah unit politik. Sebagai seorang sarjana yang pertama

2

Weinata Sairin, Kerukunan Umat Beragama Pilar Utama Kerukunan Berbangsa, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2011), h. 1-2.

3

Dr. Aloliliweri, M. S. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 2011), h. 166

44


(13)

kali menemukan istilah ini, ia merujuk pada masyarakat Indonesia di zaman kolonial sebagai contoh yang klasik. Masyarakat Hindia Belanda waktu itu terpisah-pisah dalam pengelompokkan komunitas yang didasarkan pada ras, etnik, ekonomi dan agama. Tidak hanya antara kelompok yang memerintah dan yang diperintah dipisahkan oleh ras yang berbeda tetapi masyarakatnya juga secara fungsional terbelah dalam unit-unit ekonomi, seperti antara pedagang Cina, Arab dan India (Foreign Asiatic) dengan kelompok petani bumi putra. Menurutnya, masyarakat dalam unit-unit ekonomi ini hidup menyendiri (exclusive) pada lokasi-lokasi permukiman tertentu dengan sistem sosialnya masing-masing.5

Pemisahan kelompok-kelompok masyarakat ini dapat juga disebabkan karena perbedaan agama (seperti Katolik dan Protestan di Irlandia), dan kasta (tinggi dan rendah di Italia). Tetapi diasumsikan bahwa kepentingan untuk memonopoli sumber-sumber ekonomi (economic resources) merupakan sebab utama dari pemisahan (segregasi) ini. Dengan kata lain, kepentingan ekonomi dipertajam dan dilanggengkan oleh perbedaan ras, etnik, agama, hukum, politik dan nasionalisme.6

Menurut Prof. Usman Pelly seorang pakar komunikasi, menjelaskan tentang konsep masyarakat majemuk sebagai berikut,

“ Pelly mempertanyakan bahwa apakah konsep masyarakat majemuk Furnival masih dapat dipertahankan validitasnya di saat sekarang di mana telah terjadi perubahan-perubahan fumdamental akibat laju

5

Dr. Aloliliweri, M. S. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, h. 167

6


(14)

4

permbangunan.”7

Di Eropa, persoalan hubungan agama dan non-agama secara paradigmatik dapat di katakan berakhir ketika sekularisme dijadikan sebagai model baru hubungan antara agama dan dunia. Gerakan sekularisme menjadikan manusia bebas dari intervensi agama dalam mengurusi persoalan

dunianya. Agama kemudian di “karantina” dalam wilayah pribadi.8

Fenomena seperti itu tidak lepas dari sejarah kelam Eropa pada abad pertengahan dimana gereja atas nama agama begitu berkuasa dan bahkan bertindak sewenang-wenang atau melegitimasi tindakan sewenang-wenang raja dengan dalil-dalil agama yang bersifat absolut. Kaum gereja memanipulasi agama untuk kemudian melakukan tindakan-tindakan yang justru bertentangan dengan nilai agama.kaum gereja dengan kekuasaannya yang suci telah membuat manusia Eropa menjadi kerdil dan tak memiliki hak untuk bersuara karena semuanya akan di pangkas dengan dalil doktrin yang merupakan titah Tuhan yang transenden.9 Walaupun pada akhirnya paham ini hancur dengan munculnya paham sekularisme yaitu bentuk kekecewaan terhadap kristen pada saat itu dan terpecahnya agama kristen menjadi dua paham yang berbeda dan runtuhnya otoritas gereja dalam kehidupan masyarakat eropa pada waktu itu.

Sejarah Eropa Kristen tentunya berbeda dengan sejarah Islam yang hadir dengan upaya damai tanpa ada paksaan bahkan mengajak umat

7

Dr. Aloliliweri, M.S. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, h.167

8

Dr. Aloliliweri, M. S. Gatra-gatra Komunikasi Antarbudaya, h. 167-168

9

Didin Nurul rosidin, MA, Mengelola Konflik Membangun Damai, (Semarang: WMC, 2007) cet ke-1 h 185


(15)

Islam untuk hidup berdampingan dalam kehidupan yang tercermin dalam Piagam Madinah. Sejarah Islam, sebagaimana sejarah tiap umat, dapat dibagi dalam tiga periode yaitu periode klasik, periode pertengahan dan periode modern. Pada periode klasik merupakan masa ekspansi, integrasi dan masa keemasan.Pada periode pertengahan disebut fase kemunduran dalam hal ini desentralisasi dan disintegrasi semakin meningkat. Pada periode modern terjadi banyak penyimpangan – penyimpangan yang mendorong munculnya para penggagas dan pembaharu muslim yang berusaha menyadarkan terhadap penyimpangan yang telah di lakukan.10

Sejarah menunjukan bahwa Nabi Muhammad dan umat Islam kurang lebih 13 tahun di Mekkah terhitung sejak pengangkatan Muhammad SAW sebagai Rasul, belum mempunyai kekuatan dan kesatuan politik yang menguasai suatu wilayah. Umat Islam menjadi satu komunitas yang bebas dan merdeka setelah pada tahun 622 M hijrah ke Madinah, kota yang sebelumnya disebut Yastrib. Kalau di Mekkah mereka sebelumnya merupakan umat lemah yang tertindas, di Madinah mereka mempunyai kekuatan yang baik dan segera menjadi umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri11

Madinah menyimpan pesan, pengalaman, dan sejarah. Ketiga hal tersebut terangkum dalam Piagam Madinah. Piagam membuktikan salah satu esensi dalam Islam adalah perdamaian dan persaudaraan.Bagi sebagian umat

10

Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta:UI-Press, 1985) cet ke-5, h. 56.

11

Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: UI-Press, 1996).


(16)

6

Islam, piagam ini merupakan inspirasi untuk memperjuangkan hak-haknya dalam jalur politik. Bahkan mereka menganggapnya sebagai prototip dari politik Islam yang bersifat adihulung.12 Sebab piagam tersebut meneguhkan posisi Islam sebagai agama yang menerima perbedaan dan menjadikan kebhinekaan sebagai kekuatan untuk membangun sebuah komunitas yang kuat, bermartabat, dan menjunjung tinggi keadaban.13

Di Madinah terdapat model penataan dan pengendalian sosial yang dilakukan oleh Nabi bersama para penduduk Mekkah (Muhajirin) dan para penduduk Madinah (Anshar) dengan tidak memihak satu sama lain,suatu perjanjian yang memuat nilai-nilai persahabatan antara Muhajirin dan Anshar sebagai komunitas Islam di satu pihak dan antara kaum muslimin dan kaum Yahudi serta sekutu-sekutu mereka di pihak lain. Nilai yang menyatukan agar mereka terhindar dari pertentangan suku serta bersama-sama mempertahankan keamanan kota Madinah dari serangan musuh untuk hidup berdampingan secara damai sebagai inti dari persahabatan.14Oleh karena itu Piagam Madinah yang dibuat untuk mempersatukan kelompok-kelompok sosial di Madinah menjadi suatu ummah dan mengakui persamaaan hak-hak mereka untuk kepentingan bersama merupakan suatu contoh yang sangat baik sejarah hidup manusia untuk membangun masyarakat yang bersifat majemuk. Menurut peneliti gagasan atau ketetapan yang ada dalam Piagam Madinah

12

Adihulung adalah seni budaya yang bernilai tinggi (KBBI)

13

Zuhairi Misrawi, Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad SAW, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009), h. 293-294.

14

J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Al-Qur‟an, (Jakarta: PT Rajagrapindo Persada, 1994), cet ke-1, h. 113.


(17)

mempunyai relevansi yang kuat dalam perkembangan dan keinginan masyarakat internasional khususnya Indonesia.

Melihat kerukunan antarumat beragama di Indonesia masih banyak menyisakanmasalah. Kasus-kasus yang muncul terkait dengan halini belum bisa terhapussecara tuntas. Kasus Ambon, Kupang, Poso, dan lainnya masih menyisakanmasalah ibarat api dalam sekam yang sewaktu-waktu siap membara danmemanaskan suasana di sekelilingnya. Hal ini mengindikasikan bahwapemahaman masyarakat tentang kerukunan antarumat beragama perlu ditinjauulang.Banyaknya konflik yang melibatkan agama sebagai pemicunya menuntutadanya perhatian yang serius untuk mengambil langkah-langkah yangantisipatif demi damainya kehidupan umat beragama di Indonesia pada masa-masa mendatang. Jika hal ini diabaikan, dikhawatirkan akan muncul masalahyang lebih berat dalam rangka pembangunan bangsa dan negara di bidangpolitik, ekonomi, keamanan, budaya, dan bidang-bidang lainnya.

Adanya perubahan zaman seperti sekarang ini seharusnya meningkatkankesadaran masyarakat kita akan arti penting persatuan dan kesatuan. Akantetapi kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Era reformasi membawadampak kebebasan yang kurang terkontrol. Hal ini akan sangat berbahayaketika terjadi di tengah-tengah bangsa yang tingkatheterogenitasnya cukuptinggi seperti Indonesia.15

Rakyat Indonesia mencita-citakan suatu masyarakat yang cinta damai dandiikat oleh rasa persatuan nasional untuk membangunsebuah negara yang

15


(18)

8

majemuk. Persatuan ini tidak lagi membeda-bedakan agama, etnis, golongan,kepentingan, dan yang sejenisnya. Oleh karena itu, konsep yang cocok untukkonteks Indonesia adalah konsep masyarakat madani.16

Sebagai konstitusi yang dibuat oleh negarawan yang berkedudukan sebagai Rasul, Piagam Madinah tentu sarat dengan nilai-nilai kebenaran mutlak, disamping memuat nilai moralitas dan hukum produk manusia.17 Negara Indonesia juga memiliki sebuah konstitusi yakni pancasila yang berlandaskan UUD 1945. Seperti halnya Piagam Madinah yang dibentuk oleh kaum muslimin, sebagian besar orang yang membentuk Pancasila dan UUD 1945 juga adalah dari umat Islam.18 Kedua konstitusi tersebut sangat menarik untuk dikaji secara serempak berdasarkan pertimbangan bahwa konstitusi merupakan bagian yang sangat penting dalam hidup bermasyarakat dan dari konstitusi pula dapat diketahui bentuk dan corak suatu pemerintahan dalam sebuah negara.

Piagam Madinah dan UUD 1945 sama-sama memuat ketentuan tentang dasar kerukunan hidup beragama. Yang artinya para pemeluk agama yang berbeda harus hidup berdampingan secara damai. Agama yang berbeda tidak boleh dijadikan penghalang bagi kerukunan hidup di tengah masyarakat.19 Mengingat jumlah pemeluk agama di Indonesia jauh lebih besar dari zaman berlakunya Piagam Madinah, dan agama yang di anut bangsa Indonesia lebih banyak, serta sesuai dengan kemajuan kondisi zaman

16

Marzuki, Kerukunan Antarumat Beragama Dalam Wacana Masyarakat Madani, h. 2 17

Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, hal.4

18

Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, hal.5

19


(19)

serta tempat, adalah merupakan hal wajar dan perlu bila pengaturan dan pembinanaan kerukunan hidup beragama lebih terinci dan lebih intensif dibanding dengan pada masa berlakunya Piagam Madinah.

Melihat subtansi kerukunan yang ada dalam Pancasila masih bersifat global maka penulis berinisiatif untuk membandingkan relevansi kerukunan antaruamat beragama yang ada dalam Piagam Madinah yang sudah bersifat universal dan terperinci dengan Pancasila yang masih bersifat substansial. Oleh karena itu berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mengambil

judul “Analisis Teks Makna Kerukunan Antarumat Beragama dalam

Piagam Madinah”.

B. Pmbatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Merujuk pada latar belakang diatas, maka penulis membatasi penelitian pada pesan teks yang mengandung makna kerukunan antarumat beragama dalam setiap pasal-pasal yang terdapat di dalam Piagam Madinah. Yaitu pasal-pasal yang merujuk pada Persatuan dan Kesatuan, Persamaan dan Keadilan dan Kebebasan Beragama.

2. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini tidak keluar dari konteks pembahasan, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana kontruksi teks, kognisi sosial dan konteks sosial yang ada pada pasal Piagam Madinah?


(20)

10

b. Bagaimana relevansi Piagam Madinah bagi kerukunan antarumat beragama di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan penelitiannya sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui Bagaimana pesan teks yang mengandung unsur kerukunan antarumat beragama dalam setiap pasal pada Piagam Madinah.

b. Untuk mengetahui bagaimana relevansi Piagam Madinah bagi kerukunan antarumat beragama di Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yang ditinjau dari segi akademis dan segi praktis adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan tambahan refrensi atau informasi dan toeri-teori bagi studi-studi selanjutnya khususnya mahasiswa dakwah, komunikasi yang mepelajari tentang komunikasi antar agama dan budaya melihat masih sedikitnya mahasiswa yang meneliti isi pesan yang mengandung makna kerukunan dalam hidup beragama dalam Piagam Madinah diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu


(21)

tentang komunikasi yang mencakup ruang lingkup antar agama dan budaya.

b. Manfaat Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

bagi para da‟i, aktivis dakwah serta memberikan masukan terhadap

perkembangan kurukan antarumat beragama yang dinaungi oleh Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kementerian Agama Republik Indonesia. Kemudian memberikan inspirasi bagi para da‟i dalam kegiatan dakwahnya, yang tidak hanya dilakukan diatas mimbar atau di dalam masjid saja, tetapi juga dapat dilakukan melalui komunikasi antar agama dan kehidupan masyarakat beragama. Dan semoga penelitian inidapat memberi pengetahuan mengenai kerukunan umat beragama serta dapat memenuhi kebutuhan spiritual khalayak dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menggali isi atau makna pesan simbolik dalam sebuah buku atau hasil karya lainnya. Dengan penelitian analisis konten, peneliti mengkaji pasal-pasal yang ada dalam Piagam Madinah dengan memperhatikan konteks yang terjadi di Madinah pada waktu itu sehingga diperoleh pemahaman yang tepat. Penelitian ini


(22)

12

memakan waktu enam bulan yaitu dari tanggal 21 November 2014 s.d 21 Mei 2015, selama enam bulan tersebut penulis melakukan dua kali wawancara dengan pihak PKUB yang diwakili oleh Kasubag Bidang Kerukunan Antarumat Beragama yaitu bapak Ubaidillah. MA. Objek penelitian terfokus pada pasal-pasal dalam Piagam Madinah yang mengatur masalah kerukunan antarumat beragama, baik hubungan antara sesama Muslim maupun antara umat Islam dengan umat lain. Aturan-aturan ini kemudian dikaitkan dengan kondisi keberagamaan di Indonesia yang sangat majemuk dan ditopang oleh keberagaman etnis, budaya, bahasa, kepentingan politik, dan lain-lain. Data penelitian diperoleh dari pasal-pasal yang ada dalam Piagam Madinah. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah pasal-pasal yang mengatur kerukunan antarumat beragama.

Penelitian deskriptif kualitatif merupakan bagian dari penelitian kualitatif. Deskriptif kualitatif merupakan metode yang digunakan untuk membedah suatu fenomena di lapangan. Penelitian deskriptif kualitatif adalah metode yang menggambarkan dan menjabarkan temuan di lapangan. Metode deskriftif kualitatif hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian degan metode ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.20

Penelitian deskriptif ditujukan untuk mengumpulkan informasi secara aktual dan terperinci, mengidentifikasikan masalah, membuat

20

Jalaluddin, Rakhmat.. Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya: 2007)h.47


(23)

perbandingan atau evaluasi, dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.

Dalam skripsi ini, penulis menggunakan analisis wacana. Analisis wacana merupakan salah satu bentuk alternatif untuk menganalisis pesan dalam media selain analisis isi kuantitatif. Perbedaan antara analisis isi kuantitatif dengan analisis wacana ialah bahwa analisis isi kuantitatif lebih menekankan kepada pertanyaan “apa” sedangkan analisis wacana menekankan kepada pertanyaan “bagaimana” dari pesan atau teks komunikasi.

Van Dijk menggambarkan wacana dalam tiga dimensi, yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Alasan penulis menggunakan tiga dimensi tersebut karena sangat untuk model penelitian teks Piagam Madinah yang sedang di teliti. Bila digambarkan maka skema penelitian ini dan metode yang bisa dilakukan dalam kerangka Van Dijk adalah sebagai berikut:

Tabel

Skema Analisis Wacana Van Dijk21

Struktur Metode

Teks:

Menganalisis bagaimana strategi wacana yang dipakai untuk menggambarkan seseorang atau peristiwa tertentu.

Critical Linguistic:  Tematik  Skematik  Semantik  Sintaksis  Stilistil

21


(24)

14

 Retotis Kognisi Sosial:

Menganalisa bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan, dan ditafsirkan dengan memasukan informasi yang digunakan utuk menulis dari suatu wacana tertentu.

Interview atau wawancara dalam hal ini karena keterbatasan untuk meneliti kognisi sosial yang ada pada Piagam Madinah penulis tidak banyak mencantumkan tentang kognisi sosial. Kognisi sosial dalam penelitian ini di tinjau dari pandangan Suyuthi J Pulungan dalam buku Piagam Madinah ditinjau dari Al-Qur‟an. Konteks Sosial:

Menganalisa bagaimana wacana menggambarkan teks dan konteks secara bersamaan dalam suatu proses komunikasi

Studi Pustaka

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi teks/ document research. Observasi teks dalam hal ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu teks berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan sasaran utama dalam analisis, sedangkan data sekunder diperlukan guna mempertajam analisis data primer sekaligus dapat dijadikan bahan pelengkap atau pembanding.

1. Data Primer (primary-sources) yaitu, teks Piagam Madinah yang berasal dari berbagai sumber buku.

2. Data Sekunder (secondary-soures) yaitu, berupa buku-buku dan tulisan lain berkaitan dengan masalah yang menjadi objek studi ini Diantaranya :


(25)

a. Masyarakat Madinah Pada Masa Rasulullah, Karya Aqram Dhiya Umari

b. Piagam madinah dan undang-undang dasar 1945 kajian perbandingan tentang dasar hidup bersama dalam masyarakat yang majemuk Karya Ahmad Sukarjda

c. Prinsip-prinsip pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari pandangan al-Qur'an karya Suyuth. J . Pulungan

d. Hidup beragama : dalam sorotan UUD 1945 dan piagam madinah Karya Aksin Wijaya

e. Strategi Rasulullah Menghadapi Ulah Yahudi karya DR.Musthafa Kamal Wasfi

f. Jurnal-jurnal tentang Piagam Madinah dan Komunikasi

3. Teknik Analisa Data

Analisis wacana lebih memuat kepada isi pesan yang akan diteliti, data-data akan disesuaikan dengan metode yang digunaka Teun A. Van Dijk, yaitu meneliti dari analisis teks, kognisi sosial dan konteks sosial. Data-data tersebut merupakan data yang terdapat dalam Piagam Madinah, kemudian akan ditafsirkan oleh peneliti dengan disesuaikan pada kerangka dalam analisis wacana.

4. Teknik Penulisan

Dalam penulisan ini,penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan Disertasi) CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,2007,Cet. Ke-2.


(26)

16

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah membandingkan penelitian yang dilakukan dengan penelitian yang sebelumnya. Namun, dari judul-judul yang ada, baik di perpustakaan utama UIN Syarif hidayatullah Jakarta maupun di perpustakaaan ilmu dakwah dan ilmu komunikasi, belum di

temukan judul penelitian skripsi mengenai “Analisis Wacana Makna

Kerukunan Antarumat Beragama dalam Piagam Madinah”.

Ada beberapa judul skripsi penelitian terkait dengan penelitian ini yang mengenai piagam madinah. Supaya lebih jelas bahwa penelitian tidak sama dengan penelitian sebelumnya, maka disini peneliti mencoba menulis beberapa judul skripsi mengenai piagam madinah dalam konteks kerukunan umat beragama

Dan skripsi yang peneliti temukan antara lain :

Skripsi yang pertama dengan judul. Pendidikan Multikultural dalam Piagam Madinah oleh Fauzan mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012. Sedangkan persamaan yang peneliti teliti adalah pada objek ilmunya yaitu Piagam Madinah,

sedangkan perbedaannya adalah pada objek penelitiannya,jika fauzan pada pendidikan multikultural maka peneliti tentang konteks kerukunan umat beragama.

F. SistematikaPenulisan

Sebagai gambaran secara menyeluruh dari sisi skripsi ini yang akan memudahkan bagi pembaca untuk memahami, penulis memberikan


(27)

sistematika beserta penjelasan secara garis besarnya bahasan dalam skripsi ini terdiri dari lima bab yang mempunyai kaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Merupakan bab pendahuluan yang meliputi beberapa sub bab yang menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan skripsi, metode pengumpulan data, metode analisis data dan sistematika penulisan.

Bab II LandasanTeori

Bab ini memuat tentang pengertian analisis wacana, analisis wacana Teun A Van Djik, kerukunan umat beragama di Indonesia, pengertian dan ruang lingkum Piagam Madinah.

Bab III Gambaran Umum

Berisikan gambaran umum Piagam Madinah yang terdiri dari pengertian Piagam Madinah, sejarah terbentuknya piagam madinah, dan isi piagam madinah.

Bab IV Hasil dan Temuan

Pada bab ini berisi tentang hasil dan temuan terdiri dari Pesan Teks yang Mengandung Unsur kerukunan Antarumat Beragama dalam Setiap Pasal pada Piagam Madinah dan Relevansi Piagam Madinah bagi Kerukunan Antarumat Beragama di Indonesia

Bab V Penutup dan Saran

Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dibahas, peneliti juga meberikan saran-saran dari permasalahan yang dibahas.


(28)

18

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Analisis Wacana 1. Analisis

Analisis adalah merangkum sejumlah data besar data yang masih mentah menjadi informasi yang dapat diinterpretasikan. Kategorisasi atau pemisahan dari komponen-komponen atau bagian-bagian yang relevan dari seperangkat data juga merupakan bentuk analisis membuat data-data tersebut mudah diatur. Semua bentuk analisis berusaha menggambarkan pola-pola secara konsisten dalam data sehingga hasilnya dapat dipelajari dan diterjemahkan dengan cara yang singkat dan penuh arti.

Macam-Macam analisis

a. Analisis isi pesan (content analisis)

Analisis isi pesan adalah suatu tahap dari pemrosesan informasi yang menyangkut isi-isi komunikasi yang di transformasikan melalui aplikasi yang sistematik dan objektif menurut ketentuan kategorisasi ke dalam data yang dapat di interpretasikan dan di bandingkan.22

b. Analisis domain

Digunakan untuk menganilisis gambaran objek penelitian secara umum atau ditingkat permukaan, namun relatif utuh tentang objek penelitian tersebut. Analisis domain ini amat terkenal sebagai

22

Andi Bulaeng, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer, (Yogyakarta: ANDI Yogyakarta), 2004, h.164.


(29)

tehnik yang dipakai dalam penelitian ini hanya ditargetkan untuk memperoleh gambaran seutuhnya dari objek yang diteliti tanpa harus diperinci secara detail unsur-unsur yang ada dalam keutuhan objek penelitian tersebut.23

Dalam hubungan bagaimana peneliti menggunakan tehknik Analisis domain, ada enam langkah yang saling berhubungan, sebagai berikut :

1. Memilih pola hubungan semantik tertentu atas dasar informasi- informasi atau fakta yang tersedia dalam catatan harian peneliti di lapangan.

2. Menyiapkan kerja analisis domain.

3. Memilih kesamaan-kesamaan data dari catatan harian peneliti di lapangan.

4. Mencari konsep-konsep induk dan ketegori-kategori simbolis dari domain tertentu yang sesuai dengan suatu pola hubungan semantik.

5. Menyusun persamaan-persamaan struktural untuk masing-masing domain.

6. Membuat daftar keseluruhan domain dari seluruh data yang ada.24

c. Analisis taksonomik

Secara keseluruhan, tehknik taksonomik menggunakan

“pendekatan non kontras antara elemen”. Tehknik ini terfokus pada

domain-domain tertentu, kemudian memilih domain tersebut menjadi sub-sub domain serta bagian-bagian yang lebih khusus dan terperinci yang umumnya merupakan rumpun yang memiliki kesamaan.25

23

Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial, Format-Format kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: AUP), 2001, h. 293.

24

Sanipah Faisal, Penelitian Kualitatif, (Malang: YA3 Malang), 1990, h. 97.

25

Burhan Bungin, Alasisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2003, h. 90.


(30)

20

d. Analisis komponensial

Analisis ini berbeda dengan analisis takstonomi yang menggunakan “pendekatan non kontras antar elemen”. Analisis komponensial adalah teknik analisis yang cukup menarik dan mudah dilakukan karena menggunakan “pendekatan kontras antar elemen”.

Analisis komponensial digunakan dalam analisis kualitatif untuk menganalisis unsur-unsur yang memiliki hubungan-hubungan yang kontras satu sama lain dalam domain-domain yang telah ditentukan untuk dianalisis secara lebih terperinci.26

e. Analisis Komparatif Konstan

Analisis ini adalah yang paling ekstrim menetapkan strategi analisis dekskriptif. Dikatakan ekstrim karena teknik ini betul-betul menerapkan logika infduktif dalam analisisnya. Hal tersebut jarang kita jumpai dalam penelitian-penelitian sosial. Esensinya bahwa Analisis Komperatif adalah teknik yang digunakan untuk membandingkan kejadian-kejadian yang terjadi disaat peneliti menganalisa kejadian tersebut dan dilakukan secara terus menerus sepanjang penelitian itu dilakukan.27

26

Burhan Bungin, Alasisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2003, h. 95.

27

Burhan Bungin, Alasisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 2003, h. 100-101.


(31)

2. Wacana

Secara etimologi, wacana berasal dari bahasa Sansekerta

wac/wak/vak. Artinya „berkata‟ atau „berucap‟. Kata ana yang berada

dibelakang adalah bentuk sufiks (akhiran) yang bermakna „membedakan‟ (nominalisasi). Kemudian kata tersebut mengalami perubahan menjadi wacana. Jadi kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan.28 Namun, istilah wacana diperkenalkan dan digunakan oleh para linguis di Indonesia sebagai terjemahan dari istilah bahasa Inggris discourse sendiri berasal dari bahasa Latin discurcus (lari kesana kemari). Kata ini diturunkan dari kata dis (dan/dalam arah yang berbeda) dan kata curerre

(lari).29

Sedangkan secara terminologi, istilah wacana memiliki arti yang sangat luas. Luasnya makna wacana tersebut, mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, dan sastra.30

Dengan demikian, kata wacana dapat diartikan sebagai perkataan atau tuturan. Dalam kamus besar bahasa Jawa kuno Indonesia karangan Wojowasito terdapat kata waca berarti baca, wacaka berarti mengucapkan dan kata wacana berarti perkataan.31

28

Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Framming, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) Cet. Ke-4, h. 48.

29

Dede Oetomo, Kelahiran dan Perkembangan Analisis Wacana, (yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 3.

30

Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Framming, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) Cet. Ke-4, h. 47.

31

Mulyana, Kajian Wacana: Metode dan Aplikasi Prinsip-Prinsip Analisis Wacana, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), h. 170.


(32)

22

Analisis wacana atau discourse analysis adalah suatu cara atau metode untuk mengkaji wacana yang terdapat atau terkandung di dalam pesan-pesan komunikasi baik secara tekstual maupun konstektual. Analisis wacana berkenaan dengan isi pesan komunikasi, yang sebagian diantaranya berupa teks.32 Di samping itu, analisis wacana juga dapat memungkinkan kita melacak variasi cara yang digunakan oleh komunikator (penulis, pembicara, sutradara) dalam upaya mencapai tujuan atau maksud-maksud tertentu melalui pesan-pesan berisi wacana-wacana tertentu yang disampaikan. Analisis wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penulisannya hanya kepada soal kalimat dan barulah belakangan ini sebagai ahli bahasa perhatiannya kepada penganalisisan wacana.33

Meskipun pendefinisian mengenai wacana kenyataannya memang berbeda-beda sesuai dengan perspektif teori yang digunakan, pada umumnya disepakati bahwa wacana sebenarnya adalah proses sosiokultural sekaligus juga proses linguistik.

Seperti yang banyak dilakukan dalam penelitian organisasi pemberitaan selama dan sesudah tahun 1960-an, analisis wacana menekankan

pada “How the ideological significance of news is part and parcel of the

methods used to process news” (bagaimana signifikasi ideologis merupakan bagian dan mejadi paket metode yang digunakan untuk memproses media).

32

Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: Lkis, 2007), h. 170.

33


(33)

“Kata wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut saat ini selain demokrasi, hak asasi manusia, masyarakat sipil dan lingkungan hidup. Akan tetapi seperti umumnya banyak kata, semakin tinggi disebut dan dipakai kadang bukan semakin jelas, tetapi semakin membingungkan dan rancu, ada yang mengartikan wacana sebagai unit bahasa yang lebih besar dari

kalimat”.34

Menurut Collins English Dictionary, wacana adalah komunikasi verbal sebagai ucapan dan percakapan. Sedangkan menurut J.S. Badudu wacana merupakan rentetetan kalimat yang menghubungkan proposisi yang satu dengan proposisi yang lainnya, membentuk satu kesatuan sehingga terbentuklah makna yang serasi di antara kalimat-kalimat itu35

Van Djik menyatakan bahwa wacana itu sebenarnya adalah bangun teoritis yang abstrak (The abstract theoritical construct) dengan begitu wacana belum dapat dilihat sebagai perwujudan wacana adalah teks.36 Dalam artian wacana belum bisa diartikan sebagai bentuk suatu analisis wacana teks.

Sebuah kalimat bisa terungkap bukan hanya karena ada orang yang mebentuknya dengan motivasi atau kepentingan subjektif tertentu. Terlepas dari apa pun motivasi ata kepentingan orang ini, kalimat yang dituturkannya tidaklah dapat dimanipulasi semau-maunya oleh yang bersangkutan. Kalimat itu hanya dibentuk, hanya akan bermakna selama ia tunduk pada sejumlah “aturan” gramatika yang berada di luar kemauan, atau kendali si pembuat kalimat. Aturan-aturan kebahasan tidak dibentuk secara individual oleh

34

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 237.

35

Abdul Rani, Analisis Wacana Sebuah Kajian (Malang: Bayu Media, 2004), h. 4.

36


(34)

24

penutur yang bagaimana pun pintarnya. Bahasa selalu menjadi milik bersama diruang publik.37

Adapun Samsuri, sebagaimana dikutipAlex Sobur juga berpendapat bahwa wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, baik komunikasi lisan dan tulisan, yang terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian antara yang satu dengan yang lain.38 Komunikasi dapat menggunakan bahsa lisan, dapat dapat pula memakai bahasa tulisan.

Dari segi analisisnya, ciri dan sifat wacana itu dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat;

b. Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks, teks, dan situasi

c. Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tuturan melalui intepretasi semantik;

d. Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindakan berbahasa;

e. Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional.39

B. Analisis Wacana Teun A. Van Dijk

Model analisis wacana van Dijk sebenarnya diadopsi dari pendekatan lapangan psikologi sosial, terutama untuk menjelaskan struktur dan proses terbentuknya suatu teks.

37

Abdul Rani, Analisis Wacana Sebuah Kajian (Malang:,2004), h. 5.

38

Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Framming, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) Cet. Ke-4, h. 10.

39

Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Framming, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) Cet. Ke-4, h. 49-50.


(35)

a. Teks

Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasatkan pada analisis atau teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Van Dijk melihat suatu wacana terdiri atas berbagai struktur atau tingkatan, yang masing-masing bagian saling mendukung Van Dijk membaginya dalam tiga tingkatan.40

1) Struktur Makro. Ini merupakan makna global atau umum dari suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.

2) Superstruktur adalah kerangka suatu teks: bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh. Adapun yang diamati adalah lead, atau teras berita, background atau latar belakang cerita, ulasan, kutipan dan sebagainnya.

3) Struktur Mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase yang dipakai dan sebagainya.

Untuk memperoleh gambaran struktur teks dalam model van Dijk, berikut gambaran singkat dalam struktur teks model Van Djik :

1. Tematik, secara harfiah berarti tema, tema adalah suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui tulisannya.

2. Skematik, menggambarkan bentuk wacana umum yang disusun dengan sejumlah kategori seperti pendahuluan, isi, penutup, kesimpulan, dan sebagainya. Struktur ini merupakan satu kesatuan yang mendukung gagasan utama dalam berita. Pemuatan story/body

juga merupakan strategi penulis membentuk pemaknaan terhadapa peristiwa yang dilakukan dengan menonjolkan bagian tertentu dan menyembunyikan bagian yang lain.

40

Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Framming, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) Cet. Ke-4, h. 73.


(36)

26

3. Semantik, adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna lesikal maupun makna gramatikal. 41 Menggambarkan bentuk wacana umum dengan kategori latar, detail, dan maksud.

4. Sintaksis, merupakan struktur teks yang dalam pengemasaannya menentukan koherensi dan kata ganti yang digunakan dalam kalimat. Koherensi adalah pertalian atau jalinan antar kata atau kalimat dalam teks.

5. Stilistik, yaitu cara yang digunakan oleh penulis untuk menyatakan maksud dengan menggunakan bahasa sebagai sarana.

6. Retoris adalah gaya yang di ungkapkan ketika seseorang berbicara atau menulis yang memiliki fungsu persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu disampaikan kepada khalayak.

Van dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Kalau digambarkan maka struktur teks sebagai berikut:42

Gambar Struktur teks

Struktur Makro

Makna globa dari suatu teks yang diamati dari topik atau tema yang di angkat dari sudut teks

Superstruktur

Kerangka suatu teks, seperti bagaimana pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan

Struktur mikro

Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks

b. Kognisi Sosial

Struktur ini menekankan pada bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan, kemudian ditampilkan dalam suatu model. Proses terbentuknya teks pada tahap ini memasukan informasi yang digunakan untuk menulis dari suatu wacana.

41

Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Framming, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) Cet. Ke-4, h. 78.

42


(37)

c. Konteks Sosial

Konteks sosial adalah faktor-faktor yang mempengaruhi cerita atau teks yang berasal dari luar. Menurut van Dijk struktur ini melihat bagaimana teks dihubungkan lebih jauh dengan struktur sosial dan pengetahuan yang berkembang dalam publik atas suatu wacana. Konteks sosial berusaha memasukan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa.

Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah analisis sosial. Wacana adalah bagaiam dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis intertekstual dengan meneliti bagaimana wacana tentang sesuatu di produksi dan di kontruksi dalam masyarakat.43

Berikut penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam struktur teks wacana Van Dijk.44

Tabel

Elemen-elemen dalam struktur teks wacana Van Dijk Struktur wacana Hal yang diamati Elemen Sruktur makro Tematik

Tema atau topik yang dikedepankan dalam suatu teks media dan kita

Topik

Superstruktur Bagaimana bagian dan urutan media dan kita dikemaskan dalam teks media dan kia utuh

Skema

43

Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 271.

44

Alex Sobur, Analisis Teks Media, Suatu (Bandung: PT Remaja Rosdakarya) Cet. Ke-1, h. 74.


(38)

28

Struktur mikro Semantik makna yang ingin ditekankan dalam suatu teks media dan kita, misal dengan memberi detil pada suatu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil sisi lain

Latar, detil, maksud

Struktur mikro Sintaksis

Bagaimana kalimat (bentuk, susunan yang dipilih)

Bentuk kalimat koheransi, kata ganti

Struktur mikro Stilistik

Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks media dan kita

Leksikon

Struktur mikro Retoris

Bagaimana dengan cara penekanan dilakukan

Grafis, metafora, ekspresi

C. Kerukunan Umat Beragama di Indonesia 1. Definisi Kerukunan

Secara etimologis kata kerukunan berasal dari bahasa arab, yaitu “ruknun” yang berarti tiang, dasar, sila. Jamak dari ruknunialah “arkaan

yang berarti bangunan sederhana yang terdiri atas berbagai unsur. Jadi, kerukunan itu merupakan satu kesatuan yang terdiri atas berbagai unsur yang berlainan dan setiap unsur tersebut saling menguatkan.45

45

H. Said Agil Husin Al Munawar, Fikih Hubungan Antar Agama, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), h. 4.


(39)

Kerukunan juga dapat diartikan sebagai kehidupan bersama yang diwarnai oleh suasana baik dan damai. Hidup rukun berarti tidak bertengkar, melainkan bersatu hati, dan sepakat dalam berfikir, dan bertindak demi mewujudkan kesejahteraan bersama. Di dalam kerukunan semua orang bisa hidup bersama tanpa kecurigaan, dimana tumbuh semangat dan sikap saling menghormati dan kesediaan untuk bekerja sama demi kepentingan bersama.46

Sementara kaitan sosial, rukun diartikandengan adanya yang satu mendukung keberadaan yang lain.47 Dengan demikian kerukunan dalam konteks sosial merupakan norma yang sepatutnya diinplementasikan agar terwujudnya masyarakat madani yang saling peduli dan mendukung eksistensi masing-masing elemen masyarakat.

2. Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama

Kerukunan antaruma beragama di Indonesia termasuk salah satu masalah yang mendapat perhatian penting dari pemerintah. Masalah kerukuan hidup antarumat beragama mempunyai kaitan yang besar dengan usaha pembangunan. Dengan adanya kerukunan antarumat beragama akan menjamin dan terpelihara stabilitas sosial untuk keberhasilan serta memperlancar pembangunan. Jika kita tidak dapat menjaga kerukunan umat beragama tentu akan terpengaruh pada stabilitas sosial.48

46

M. Zainuddin Daulay, Mereduksi Eskalasi Konfil Antarumat Beragama di Indonesia, (Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Departemen Agama RI, 2001), h. 67.

47

Hamka Haq, Jaringan Kerja Sama Antarumat Beragama: Dari Wawancara ke Aksi Nyata, (Jakarta: Titahandalusia Press, 2002), h. 54.

48

H. Alamsjah Ratu Perwiranegara, Pembinaan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta: Departemen Agama RI, 1982), h. 46.


(40)

30

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas berbagai suku bangsa, agama dan golongan yang memiliki watak sosial yang berbeda satu dengan yang lainnya. Atas kesadaran dari diri masing-masing untuk hidup berbangsa, bertanah air dan berbahasa satu, masyarakat Indonesia yang beragam suku, agama, ras, dan antar golongan seharusnya melakukan integrasi nasional untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang berBhineka Tunggal Ika.49 Integrasi nasional adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi satu keseluruhan yang lebih utuh, atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa.50

Oleh karena itu masyarakat Indonesia harus memaklumi dengan kemajemukan harus diantisipasi dengan penguatan etika-moral bangsa, dengan mengembangkan semangat kerukunan dan memantapkan tatanan integrasi nasional.51 Dengan kerukunan, akan terpelihara stabilitas sosial yang akan memperlancar pembangunan.

Sebernarnya setiap kerukunan umat beragama khususnya umat Islam pasti memiliki kecintaan terhadap negaranya. Mereka menginginkan negeri ini tetap menjadi negara yang adil dan makmur, aman, tenteram, damai dalam naungan keridhaan Ilahi. Dan toleransi adalah sikap hidup

49Musbir Ibrahim Meuraxa, “Etika Islam dalam Kebijakan Pambinaan Kerukunan Umat Beragama, vol XI, no. 1 (2011), h. 1.

50Musbir Ibrahim Meuraxa, “Etika Islam dalam Kebijakan Pambinaan Kerukunan Umat Beragama, vol XI, no. 1 (2011), h. 2.

51Musbir Ibrahim Meuraxa, “Etika Islam dalam Kebijakan Pambinaan Kerukunan Umat Beragama, vol XI, no. 1 (2011), h. 2.


(41)

umat Islam yang sebagaimana di contohkan Nabi Muhammad agar tetap hidup rukun.52

Salah satu usaha pemerintah pada masa lalu adalah merukunkan intern umat beragama, antarumat umat beragama dan umat beragama dengan pemerintah. Dengan dicanangkannya trilogi kerukunan seperti itu hilanglah sesuatu yang selama ini dapat memisahkan anatara orang atau kelompok yang berbeda pendapat.53

3. Kerukunan Intern Umat Beragama

Kehidupan Intern umat beragama masih sering kali terdapat masalah-masalah yang dapat menimbulkan perpecahan intern umat beragama. Di sini diperlukan pembinaan kerukunan intern umat beragama oleh pemuka agama agar pertentangan yang terjadi tidak menimbulkan perpecahan antara pengikutnya.54 Segala persoalan yang terjadi hendaknya diselesaikan dengan kekeluargaan dan sikap saling mementingkan toleransi terhadap sesamanya.

Kerukunan intern umat beragama, lebih khususnya umat Islam yang telah tumbuh dan berkembang perlu dilestarikan agar Ukhuwah Islamiyah benar-benar menjadi kenyataan, sehingga perbedaan pemahaman agama tidak lagi menjadi pemisah dalam pergaulan di

52Musbir Ibrahim Meuraxa, “

Etika Islam dalam Kebijakan Pambinaan Kerukunan Umat Beragama, vol XI, no. 1 (2011), h. 2.

53 Syamsul Bahri “Peranan Agama dan Adat dalam Melestarikan Kerukunan Umat Beragama, “ vol XI , No. 1 (Januari-Juni 2001), h. 41.

54


(42)

32

tengah masyarakat dan tidak lagi menganggap orang yang tidak sepaham sebagai orang lain atau orang yang diasingkan.55

Perbedaan pemahaman terhadap ajaran agama itu adalah suatu ajaran yang wajar. Tetapi dalam Islam tidak dibenarkan jika memaksakan orang lain harus menerima sebagaimana yang harus dipahaminya itu.56 Sebaiknya, sebagai umat Islam seharusnya melakukan cara-cara yang lebih halus dan lembut pada orang-orang yang tidak sepaham dan tidak memaksakan orang lain untuk sepaham dengan kita, karena Indonesia merupakan masyarakat majemuk sehingga wajar jika satu dengan lainnya berbeda pendapat asalkan masih dalam kaidah Islam. Jika memang sudah melenceng dari ajaran Islam itu yang menjadi tugas umat untuk memberitahu dan meluruskan kepada sesama umat Islam untuk kembali kepada jalan yang benar dan diridhai Allah SWT

4. Kerukunan Antaumat Beragama

Masalah kehidupan beragama di masyarakat merupakan masalah peka. Sebab terjadinya suatu masalah sosial akan menjadi sangat rumit, jika masalah tersebut menyangkut pula masalah agama dan kehidupan beragama.

Keputusan menteri agama nomor 70 tahun 1978 tentang Pedpman Penyiaran Agama merupakan aturan permainan bagi penyiaran dan

55 Syamsul Bahri “Peranan Agama dan Adat dalam Melestarikan Kerukunan Umat Beragama, “ vol XI , No. 1 (Januari-Juni 2001), h. 42.

56Musbir Ibrahim Meuraxa, “Etika Islam dalam Kebijakan Pambinaan Kerukunan Umat Beragama, vol XI, no. 1 (2011), h. 42


(43)

pengembangan agama di Indonesia demi terciptanya kerukunan hidup antarumat beragama, persatuan bangsa, stabilitas, dan ketahanan nasional.

Dengan dikeluatkannya keputusan Menteri Agama tersebut bukan berarti membatasi untuk memeluk dan melaksanakan agama masing-masing. Tetapi disini memberikan pedoman dan untuk melindungi hak kebebasan memeluk agama yang di anut warga Indonesia sebagaimana dalam pasal UUD 1945.

Kemudian agar pelaksanaan pedoman penyiaran agaman dapat berjalan tertib ditetapkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1979, tentang Tata Cara Pelaksanaan Penyiaran Agama dan Bantuan Negeri kepada Lembaga Keagamaan Indonesia.57

5. Kerukunan Antarumat Beragama dengan Pemerintah

Seiring dengan dinamika kehidupan yang terus berjalan dan semakin berkembang. Serta semakin kompleksnya persoalan kerukunan umat beragama, pemerintah akan terus berupaya mengembangkan kebijakan yang bertujuan untuk membangun keharmonisan hubungan di antara semua umat beragama, pemerintah akan terus berupaya mengembangkan kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Agama, pada awalnya adalah sosialisasi prinsip dasar

57Syams Bahri Peranan Agama dan Adat dalam Melestartikan Kerukunan Umat beragama Hal.42


(44)

34

kerukunan yaitu tidak saling mengganggu antar kelompok-kelompok agam yang berbeda-beda..58

Antarumat beragama dan pemerintah seharusnya ditemukan apa yang saling diharapkan keduanya untuk dilaksanakan bersama. Pemerintah mengharapkan tiga prioritas nasional yang diharapkan umat beragama dapat berpartisipasi aktif dan positif dalam rangka pembinaan kehidupan beragama yaitu pemantapan ideologi pancasila, memantapkan stabilitas dan ketahanan nasional serta sukses pembangunan nasional.59

Dengan tiga prioritas nasional tersebut, diharapkan umat beragama dan pemerintah berpartisipasi aktif dan positif dalam usaha membudayakan Pancasila, memantapkan stabilitas dan ketahanan nasional, serta melaksanakan pembangunan nasional yang berkesinambungan.

6. Mewujudkan Kerukunan Antarumat Beragama Di Indonesia

Indonesia sebagai salah satu masyarakat yang pluralistik baik dari segi etnis, budaya, suku, adat istiadat, bahasa maupun agama. Dari segi agama, sejarah telah membuktikan bahwa hampir semua agama, khususnya agama-agama besar, Islam, Kristen, Hindu, dan Budha dapat berkembang subur dan terwakili aspirasinya di Indonesia.60 Karena itu sikap religiousitas, saling menghormati dan toleransi sangat dibutihkan agar tetap terjalin kerukunan di Indonesia.

58

Muhaimin AG., Damai di Dunia Damai untuk Semua Perspektif Berbagai Agama (Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004), h. 18.

59

Muhaimin AG., Damai di Dunia Damai untuk Semua Perspektif Berbagai Agama, h. 52 60

Jasmadi, Membangun Relasi Antar Umat Beragama, (Refleksi Pengalaman Islman di Indonesia),” vol 5, no. 2 (juli 2010), h. 166.


(45)

Beberapa sikap religiousitas pemelik agama dalam mengembangkan dan membangun hubungan umat beragama untuk mewujudkan kerukunan antarumat berama diantaramya:

a. Membangun sikap toleransi beragama

Dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, hubungan antarumat beragama menjadi suatu hak yang tidak dapat dipisahkan. Hubungan antar sesama pemeluk tidak dapat terlepas dari kebutuhan sosial untuk memenuhi hidupnya. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya toleransi. Toleransi merupakan salah satu ajaran penting dalam Islam. Ada banyak kisah toleransi yang ditorehkan umat Islam, termasuk di Indonesia.61 Toleransi adalah pemberian kebebasan kepada sesama manusia dan masyarakat untuk menjalankan keyakinannya atau mengatur hidupnya dan menentukan nasibnya masing-masing, selama di dalam menjalankan dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan syarat-syarat harus terciptanya ketertiban.dan pedoman dalam masyarakat.62

b. Membangun sikap keterbukaan (tepo Saliro)

Salah satu sikap yang harus dimiliki oleh seorang untuk menjaga kerukunan antarumat beragama adalah adanya sikap untuk mengakui keberadaan pihak lain. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk memilih agama dan keyakinannya. Hubungan antar pemeluk agama akan dapat terjalin dengan baik, jika masing masing memiliki sikap keterbukaan untuk menerima pihak lain ke dalam

61“Toleransi: Mayoritas dan Minoritas,”

Harian Republika, 21 Juni 2012

62


(46)

36

komunitas kita. Sikap terbuka ini akan menjadi sarana untuk menegakkan kerukunan hidup beragama, dan dilaksanakan juga oleh setiap pemeluk agama, sehingga hubungan antarumat beragama tidak ada rasa saling mencurigai, dan rasa permusuhan di antara pemeluk agama lain.63

c. Membangun Kerjasama Antar Pemeluk Agama

Sesuatu yang tidak dapat dipisahkan pula dalam kehidupan masyarakat adalah adanya kerjasama dan interaksi sosial. Dengan adanya kerjasama dan interaksi sosial sesama manusia ataupun sesama pemeluk agama akan lebih mempererat hubungan bersama, sehingga manusia dapat mempertahankan hidupnya. Dalam konteks ini interaksi sosial pun berhak melakukannya, karena lebih menjadi kodrat hidup, memenuhi kebutuhan primernya, hubungan ini tidak mengenal lintas batas agama, etnis, dan kebangsaan. Maka lahirlah kerjasama.

d. Membangun Dialog Antarumat Beragama

Untuk mengembangkan etika dan kultur kerukunan umat beragama dapat dilakukan melalui dialog antar agama. Menurut Azyumardi Azra terdapat lima bentuk dialog yang dapat dilakukan, yaitu:64

1) Dialog perlementer (parlimentary dialogue), yakmi dialog yang melibatkan ratusan peserta. Dalam dialog dunia global, dialog ini

63

Jasmadi, Membangun Relasi Antar Umat Beragama, h. 169.

64


(47)

paling awal diprakarsai oleh World‟s Parliment of Religious pada tahun 1893 di Chicago.

2) Dialog kelembagaan (Institutional Dialogue), yakni dialog di anatara wakil-wakil intitusional berbagai organisasi agama. Dialog kelembagaan ini seperti yang di lakukan melalui Wadah Musyawarah Antarumat Beragama oleh majlis agama yakni MUI. 3) Dialog teologi (Theological Dialogue), yakni mencakup

pertemuan-pertemuan reguler maupun untuk membahas persoalan teologis dan filosofis, seperti dialog ajaran tentang kerukunan antarumat beragama, melalui konsep ajaran sesuai dengan agama masing-masing.

4) Dialog dalam masyarkat (Dialogue in Community), dan diallog kehidupan (Dialogue of Life), dialog dalam kategori ini pada umumnya ialah penyelesaian pada hal-hal praktis dan aktual dalam kehidupan. Seperti pemecahan masalah kemiskinan, masalah pendidikan.

5) Dialog kerohanian (Spiritual Dialogue), dialog ini bertujuan untuk menyuburkan dan memperdalam kehidupan spiritual diantara berbagai agama.65

D. Pengertian dan Ruang Lingkup Piagam Madinah

Kata piagam dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan dengan surat resmi yang berisi pernyataan tentang suatu hal.66 Sedangkan menurut

65

Jasmadi, Membangun Relasi Antar Umat Beragama, h. 171-172.

66

Tim Penyusun Kamus Besar Bahas Indonesia Departemen Penidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta, Balai Pustakan, 1990), Cet ke-2, h. 680


(48)

38

William H, Harris and Judith S, Levey, The New Colombia Encyclopedia, piagam merupakan suatu dokumen yang menjamin hak-hak, kekuasaan-kekuasaan, dan kewajiban-kewajiban tertentu, baik piagam badan yang memerintah suatu negara, piagam universitas, piagam badan hukum, maupun piagam yang memberikan kekuasaan kepada suatu masyarakat.67

Setelah menetap di Yastrib Nabi Muhammad membuat perjanjian terulis atau piagam kesepakatan dengan penduduk Yastrib dan sekitarnya.68 Para ahli menyebut Piagam Madinah ini dengan istilah yang bermacam-macam, Montgomery Watt menyebutnya dengan the constitution of Madina. Nicholson menyebutnya Charter, Majid Khuddari menggunakan perkataan

Treaty, Philips K Hitti menyebutnya Agreement, dan Zainal Abidin Ahmad memakai perkataan Piagam sebagai terjemahan dari al-shahifah, Nama al-shahifah merupakan yang disebut dalam naskah Piagam Madinah itu sendiri. Dalam pada itu kata kitab lebih menunjuk pada tulisan (tentang suatu hal).69

Padanan istilah constitution yang dalam bahasa Indonesia menjadi

“konstitusi” atau jika disederhanakan menjadi “undang-undang daspar”.

Secara lesikal Indonesia ia berarti segala ketentuan atau aturan mengenai ketatanegaraan (undang-undang dasar dan sebagainya), atau undang-undang dasar suatu negara.70

67

William H, Harris and Judith S, Levey, The New Colombia Encyclopedia (Colombia University Press New York & London, 1975), h. 514.

68

Muhamad Husain Haikal, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 2005), Cetke-30, h. 202.

69

Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: UI Press, 1995), cet ke-1, h. 2.

70

Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: UI Press, 1995), cet ke-1, h. 475.


(49)

Kata ini bahkan disebut sebanyak delapan kali dalam teks piagam. Perkataan charter sesungguhnya identik dengan piagam dalam bahasa Indonesia, sedangkan perkataan treaty dan agremeent lebih berkenaan dengan isi piagam atau charter itu. Namun fungsinya sebagai dokumen resmi yang berisi pokok-pokok pedoman kenegaraan menyebabkan piagam itu tepat juga sebagai konstitusi, seperti yang dilakukan oleh Montgomery Watt ataupun seperti yang dilakukan oleh Zainal Abidin Ahmad seperti di atas. Para pihak yang di dalam piagam yang berisi perjanjian ini ada tiga belas, yaitu komunitas yang disebut secara eksplisit dalam teks piagam. Secara keseluruhan, Piagam Madinah itu berisi 47 pasal ketentuan.71

Piagam Madinah adalah piagam yang tertulis pertama dalam sejarah umat manusia yang dapat dibandingkan dengan pengertian konstitusi dalam arti modern adalah Piagam Madinah. Piagam ini dapat dibuat atas persetujuan bersama antara umat Islam yang di wakili Nabi Muhammad SAW dengan wakil-wakil penduduk Kota Madinah tak lama setelah beliau hijrah dari Makkah ke Yastrib, nama kota Madinah sebelumnya, pada tahun 622 M banyak buku yang menggambarkan Piagam Madinah, kadang-kadang disebut konstitusi Madinah.

71

Jimly Asshidiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), cet ke-1, h. 18.


(50)

40

BAB III

GAMBARAN UMUM PIAGAM MADINAH

A. Pengertian Piagam Madinah

Piagam Madinah atau dalam bahasa aslinya Ash-Shahifah Al-Madinah

adalah sebuah perjanjian yang telah dirumuskan oleh Nabi Muhammad

Shalallahu Alaihi Wasalam untuk mengatur hubungan antara warga masyarakat di Madinah yaitu dari kalangan Muslim, Nasrani dan Yahudi.

Tidak lama sesudah hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW, membuat suatu piagam politik untuk mengatur kehidupan bersama di Madinah yang dihuni oleh beberapa golongan. Ia memandang perlu meletakkan aturan pokok tata kehidupan bersama di Madinah, agar terbentuk kesatuan hidup diantara seluruh penghuninya. Kesatuan hidup yang baru dibentuk dipimpin oleh Muhammad SAW, sendiri dan menjadi yang berdaulat. Dengan demikian di Madinah Nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rasul Allah, tapi juga mempunyai sifat kepala negara.

Tidaklah sama pendapat dan penilaian yang diberikan oleh para ahli terdapat naskah penting yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad itu. Tetapi dalam satu hal pendapat mereka bersamaan, ialah naskah itu adalah susatu dokumen politik yang paling lengkap dan paling tua umurnya di dalam sejarah.

Menurut W. Montgomery Watt dalam bukunya “Muhammad et


(51)

Mecca” (Oxford, 1953) tidak kurang pula jasanya mempopulerkan piagam itu sebagai suatu Konstitusi, yang dinamakannya sebagai “The Constitution of

Medina” (konstitusi Madinah). dengan membagi Konstitusi itu kepada

Mukaddimah dan pasal 47.72

Sedangkan Dr. Ahmad Ibrahim Syarif mengartikan Piagam Madinah dengan “Shahiefah”, sebagaimana yang terdapat dalam bukunya yang berjudul “Pembentukan Negara Yastrid”, yang berbunyi:

“Nabi Muhammad telah memuat suatu „Undang-Undang Dasar‟ untuk

mengatur kehidupan umum di Madinah dan meletakkan dasar-dasar hubungan antara Madinah dengan tetangga-tetangganya. Undang-undang dasar ini menunjukkan suatu kemampuan yang besar dalam segi perundang-undangan dan suatu keahlian yang dalam tentang keadaan serta memahami betul akan situasi di zaman itu dan undang-undang dasar itu terkenal dengan

nama “Shahiefah”.73

Majid Khadduri mengatakan piagam itu sebagai “treaty” (perjanjian)

yang mengacu pada isi naskah tersebut, dalam bukunya “War and Peace in

the Law of Islam” dengan menamakan piagam itu dengan “Tripartile Agreement” (perjanjian segi tiga), yaitu perjanjian antara kaum Muhajirin, Anshar, dan kaum Yahudi.74

Beberapa alasan dikemukakan mengapa para ahli sejarah menamakan Piagam Madinah dengan berbagai macam nama yaitu, disebut piagam (charter) karena isisnya mengakui hak-hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan berpendapat dan kehendak umum warga Madinah supaya keadilan terwujud dalam kehidupan mereka, mengatur kewajiban kemasyarakatan semua golongan, menetapkan pembentukan persatuan dan

72

H. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Nabi Muhammad SAW: Konstitusi Negara Tertulis yang Pertama di Dunia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973) h. 74-75.

73

H. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Nabi Muhammad SAW: Konstitusi Negara Tertulis yang Pertama di Dunia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973) h. 85.

74

H. Zainal Abidin Ahmad, Piagam Nabi Muhammad SAW: Konstitusi Negara Tertulis yang Pertama di Dunia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1973) h. 67


(52)

42

kesatuan semua warga. Disebut “Konstitusi” (constitution) karena di

dalamnnya terdapat prinsip-prinsip untuk mengatur kepentingan umum dan dasar-dasar sosial politik yang bekerja untuk membentuk suatu masyarakat dan pemerintah sebagai wadah penduduk Madinah yang majemuk.

Walaupun disebut dengan nama-nama yang berbeda (charter, perjanjian, konstitusi maupun shahifat) tapi bentuk dan muatannya itu tidak menyimpang dari pengertian tersebut di atas.75

Kitab-kitab Islam selalu menanamkan piagam itu dengan “Ahdun Nabi bil Yahudi” (perjanjian Nabi dengan kum Yahudi) atau dengan “Ahdun Bainal Muslimin wal Yahudi” (perjanjian antara kaum Muslimin dan kaum

Yahudi).

Oleh karena itu padangan mereka bersifat keagaman semata-mata (agamis), maka perjanjian itu diartikan sebagai suatu hubungan anatar pemeluk Islam dengan pemeluk-pemeluk agama lain. Sebab piagam tersebut dijadikan bukti adanya sifat kesabaran dan toleransi Islam terhadap pemeluk-pemeluk agam lainnya.76

B. Sejarah Terbentuknya Piagam Madinah

Madinah menyimpan pesan, pengalaman, dan sejarah. Ketiga hal tersebut terangkum dalam Piagam Madinah. Piagam ini banyak diperbincangkan orang, baik kalangan Muslim maupun kalangan

75

J. Shuyuthi Pulungan, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah ditinjau dari Pandangan Al-Qur‟an, (PT: Raja Grapindo Persada, 1996), cet ke 2, h. 113-114.

76


(53)

Muslim. Piagam ini telah membuktikan salah satu esensi dalam Islam adalah perdamaian dan persaudaraan.

Bagi sebagian umat Islam, piagam ini merupakan inspirasi untuk memperjuangkan hak-haknya dalam jalur politik. Bahkan mereka menganggapnya sebagai prototip dari politik Islma yang bersifat adihulung. Sebab piagam tersebut meneguhkan posisi Islam sebagai agama yang menerima perbedaan dan menjadikan kebhinekaan sebagai kekuatan untuk membangun sebuah komunitas yang kuat, bermartabat, dan menjunjung tinggi keadaban.

Fakta sejarah Piagam Madinah telah menegaskan perbedaan yang sangat mendasar dengan pandangan dan sikap politik sebagian kelompok yang selama ini mengampanyekan penegakan Syariat Islam dalam ranah politik, terutama dalam konteks penegakkan hukum pidana Islam. Piagam Madinah secara eksplisit tidak merekomendasikan penegakkan hukum Islam di tengah kemajuan kelompok.

Maka dari itu, mereka yang selama ini mengusung penegakkan Syariat Islam dalam ranah politik bukanlah sebuah manigestasi dari Piagam Madinah. Mereka hakikatnya mengembangkan politik ala kerajaan Arab Saudi. Dalam pengalaman periode Nabi hingga Dinasiti Ottoman, penegakan Syariat Islam dalam ranah politik hampir tidak pernah terdengar.77

Mula-mula Nabi mengajarkan Islma di Mekkah dengan cara sembunyi-sembunyi. Ketika itu orang-orang Islam yang jumlahnya sedikit,

77

Zuhairi Misrawi, Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad SAW, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara, 2009), h. 293-294.


(1)

M

Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela (menerima diat). Segenap orang beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22

٢٢ MلاٚMاثذذِMشصٕيMْاMشخلآاMَٛيٌاٚMللهاتMِٓآٚMحفيذصٌاMٖز٘MٝفMاّتMشلأMِٓإٌّMًذيMلاMٗٔاٚM.

شصٔMِٓMٗٔاٚMحيٚإـي .يذعلاٚMفشصMِٕٗMزخإـيلاٚMحِايمٌاMَٛيMٗثضغٚMاللهMحٕعٌMٗيٍعMْافMٖاٚآMٚاMٖ

Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya penyesalan dan tebusan.

Pasal 23

٢٣ ٍُعٚMٗيٍعMاللهMٍٝصMذّذِMٌٝاٚMًجٚضعMاللهMٌٝاMٖدشِMْافMئيشMِٓMٗيفMُرفٍرخاMاِّٙMُىٔاٚM.

Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.

Pasal 24

٢٤ ٓيتساذِMاِٛاMداِMٓيِٕإٌّاMعِMْٛمفٕيMدٛٙيٌاMْاٚM.

Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan. Pasal 25

٢٥ اِٛMُٕٙيدMٓيٍّغٌٍّٚMُٕٙيدMدٛٙيٌٍMٓيِٕإٌّاMعِMحِاMفٛعMيٕتMدٛٙيMْاٚM. MِٓMلااMُٙغفٔاٚMُٙيٌ

.ٗريتMً٘اٚMٗغفٔMلااMخذٛـيMلاMٗٔافMُثاٚMٍُظ M


(2)

Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Karena akan merusak diri dan keluarga.

Pasal 26

٢٦ فٛعMٕٝتMدٛٙيٌاِMًثِMساجٌٕاMٕٝتMدٛٙيٌMْاٚM. Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 27

٢٧ عMٕٝتMدٛٙيٌاِMًثِMزشذٌاMٕٝتMدٛٙيٌMْاٚM. فٛ

Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Pasal 28

٢٨ فٛعMٕٝتMدٛٙيٌاِMًثِMجذعاعMٕٝتMدٛٙيٌMْاٚM.

Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Pasal 29

٢٩ فٛعMٕٝتMدٛٙيٌاِMًثِMُشجMٕٝتMدٛٙيٌMْاٚM.

Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Pasal 30

٣١ فٛعMٕٝتMدٛٙيٌاِMًثِMطٚلااMٕٝتMدٛٙيٌMْاٚM.

Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Pasal 31

٣١ ثاٚMٍُظMِٓلااMفٛعMٕٝتMدٛٙيٌاِMًثِMحثٍعثMٕٝتMدٛٙيٌMْاٚM. .ٗريتMً٘اٚMٗغفٔلااMخذٛيMلاMٗٔافMُ

Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Pasal 32

0 . ُٙغفٔMأوMٗثٍعثMٓطتMٕٗفجMْاٚ


(3)

Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf.

Pasal 33

٣٣ حثيطشٌاMٕٝثٌMْاٚM. M

ُثلااMْٚدMشثٌاMْاٚMفٛعMٕٝتMدٛٙيٌاِMًثِ

Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf. Pasal 34

٣٤ ُٙغفٔأوMٗثٍعثMيٌاِٛMْاٚM.

Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah). Pasal 35

٣٥ ُٙغفٔأوMدٛٙيMحٔاطتMْاٚM. Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi).

Pasal 36

٣٦ MٗٔاٚMحشجMساثMٍٝعشجذٕيMلاMٗٔاٚMٍُعٚMٗيٍعMللهاىٍصMذّذِMْراتMلااMُِٕٙذداMجشخيMلاMٗٔاٚM.

.از٘شتاMٍٝعMاللهMْاٚMٍُظMِٓMلااMٗريتMً٘اٚMهرفMٗغفٕثفMهرفMِٓ Tidak seorang pun dibenarkan (untuk berperang), kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak boleh dihalangi (menuntut pembalasan) luka (yang dibuat orang lain). Siapa berbuat jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali ia teraniaya. Sesunggunya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.

Pasal 37

٣٧ Mٖز٘Mً٘اM بسادMِٓMٍٝعشصٌٕاM ُٕٙيتMْاٚMُٙرمفٔMٓيٍّغٌّاMٍٝعٚMُٙرمفٔMدٛٙيٌاMٍٝعMْاٚM.

.ٍَٛظٌٍّMشصٌٕاMْاٚMٗفيٍذـتMؤشِاMُثأيMٌُMٗٔاٚMُثلااMْٚدMشثٌاٚMحذيصٌٕاٚMخصٌٕاMُٕٙيتMْاٚMحفيذصٌا Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh


(4)

piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya.

Pasal 38

٣٨ .ٓيتساذِMاِٛMاداِMٓيِٕإٌّاMعِMْٛمفٕيMدٛٙيٌاMْاٚM. Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan.

Pasal 39

٣٩ .حفيذصٌاMٖز٘Mً٘لااٙفٛجMَاشدMبشثيMْاٚM. Sesungguhnya Yatsrib itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.

Pasal 40

٤١ .ُثالاٚMساضِMشيغMظفٌٕاوMساجٌاMْاٚM.

Orang yang mendapat jaminan (diperlakukan) seperti diri penjamin, sepanjang tidak bertindak merugikan dan tidak khianat.

Pasal 41

٤١ اMْراتMلااMحِشدساجذMلاMٗٔاٚM. اٍٙ٘

Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya. Pasal 42

٤٢ MاللهM ٌٝاM ٖدشِM ْافM ٖداغفM فاخيM ساجرشاٚM زذدM ِٓM حفيذصٌاM ٖز٘M ً٘اM ٓيتM ْاوM اِM ٗٔاٚM .

.ٖشتاٚMحفيذصٌاMٖز٘MٝفMاِMٝمذاMٍٝعMاللهMْاٚMٍُعٚMٗيٍعMللهاىٍصMذّذِMٌٝاٚMًجٚضع Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 43

٤٣ ا٘شصٔMِٓMلاٚMشيشلMساجذلاMٗٔاٚM.


(5)

Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka.

Pasal 44

٤٤ .بشثيMُ٘دMِٓMٍٝعMشصٌٕاMُٕٙيتMْاٚM.

Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib.

Pasal 45

٤٥ MًثِMٌٝاMاٛعدMاراMُٙٔاٚMٗٔٛغثٍيٚMٗٔٛذٌاصيMُٙٔافM)ٗٔٛغثٍيٚ(MٗٔٛذٌاصيMخٍصMٌٝاMاٛعدMاراٚM.

.ٍُٙثلMٜزٌاMُٕٙتاجMِٓMُٙرصدMطأاMًوMٍٝعMٓيذٌاMٝفMبسادMِٓMلااMٓيِٕإٌّاىٍعMٌُٙMٗٔافMهٌر Apabila mereka (pendukung piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian serta melaksankan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban) masing-masing sesuai tugasnya.

Pasal 46

٤٦ Mً٘اMِٓMٓغذٌاMشثٌاMعِMحفيذصٌاMٖز٘Mً٘لااِMًثِMٍٝعMُٙغفٔاٚMُٙيٌاِٛMطٚلااMدٛٙيMْاٚM.

MْٚدMشثٌاMْاٚMحفيذصٌاMٖز٘ .ُثلاا

Kaum Yahudi Al-‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan (pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.


(6)

Pasal 47

٤٧ Mاز٘MيٛذيMلاMٗٔاٚMٖشتاٚMحفيذصٌاMٖز٘MٝفMقذصاMٍٝعMاللهMْاٚMٗغفٔMٍٝعلااMةعاوMةغىيMلاٚM.

.ُثآٚMٌُاظMْٚدMبارىٌا M

MٝمذاٚMشتMٌّٓMساجMاللهMْاٚMُثاٚMٍُظMِٓMلااMحٕيذٌّاتMِٓآMذعلMِٓٚMِٓآMجشخMِٓMٗٔاٚ

ٍُعٚMٗيٍعMاللهMٍٝصMاللهMيٛعسMذّذِٚ Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar (bepergian) aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat. Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad Rasulullah SAW

MصMٝٔاثـٌاMءضجٌاM.َ.صMيثٌٕاMجشيعMباروMِٓMفطرمِ 111

-111 M MذثعMذّذِMٝتأ(Mَاش٘Mٓتلا

MحٕعMٝفٛرٌّاM)هٍـٌّا 412

M .ـ٘

Dikutip dari kitab Siratun-Nabiy saw., juz II, halaman 119-133, karya Ibnu Hisyam (Abu Muhammad Abdul malik) wafat tahun 214 H.