Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Hama Brontispa longissima (Gestro.)
Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi dari hama perusak pucuk kelapa
adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insecta

Ordo

: Coleoptera

Famili


: Chrysomelidae

Genus

: Brontispa

Spesies

: Brontispa longissima Gestro.
a. Telur
Telur Brontispa longissima berwarna coklat, berbentuk pipih dan

diletakkan dalam rantaian pendek 2-4 butir, kadang-kadang satu per satu pada
daun muda yang belum terbuka dengan bentuk telur pipih jorong, panjang 1,4 mm
dan lebar 0,5 mm.Seekor kumbang betina dapat bertelur sebanyak kurang lebih
120 butir. Stadia telur lamanya berkisar 4-7 hari (Hosang dan Tumewan, 2005)

Gambar 1. Telur Brontispa longissima
Sumber: Foto Langsung


Universitas Sumatera Utara

b. Larva
Larva berbentuk pipih panjangnya 8-10 mm, berwarna kuning.Sisi badan
berbulu pendek dan ekornya berkait seperti huruf U. Memiliki 4 sampai 6 instar.
Larva

dewasa

panjangnya

10-12

mm.

Stadium

larva


23-45

hari

(Hosang dkk, 2006).
Larva akan mengalami pergantian kulit sebanyak 4 kali.Kalau diperhatikan
dengan seksama larva brontispa longissima akan selalu bergerak (berjalan) kearah
muka (depan).Brontispa longissima mengalami perkembangan yang cepat pada
musim kemarau (Kartasapoetra, 1987).

Gambar 2. Larva Brontispa longissima
Sumber: Foto Langsung

c. Pupa
Pupa berbentuk pipih, berukuran panjang 9-10 mm, lebar 2mm, berwarna kuning,
pada ujung abdomen juga berkait model huruf U seperti pada larva. Lama
perkembangan masa pupa 4-5 hari. Pupa terletak secara bebas diantara lembaran
daun yang masih menggulung. Secara terbatas, pupa mampu berpindah dengan
cara berguling diantara permukaan lembaran daun. (Setyamidjaja, 1991).


Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Pupa B. longissima Gestro.
Sumber: B2P2TP (2012).

d. Imago
Imago dan larva sangat takut akan cahaya, karena itu hama ini aktif pada
malam hari. B. longissima terdapat sepanjang tahun dengan perkembangbiakan
yang paling baik pada musim kemarau (Muniappan, 2002).
Kumbang dewasa bentuknya pipih berukuran panjang 10-12 mm ,
kepalanya berwarna kuning- coklat. Antenanya hitam sedangkan thoraksnya
berwarna kuning. Stadium imago berkisar 75-90 hari (Suhardiyono, 1995).
Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi tingkat perkembangan
popolasi hama B. longissima . Suhu optimal perkembangan dan reproduksi
B. longissima pada kisaran 240- 280 C (Zong, 2005).

Gambar 4. Imago Brontispa longissima
Sumber: Foto Langsung

Universitas Sumatera Utara


Gejala Serangan
Kumbang tersebut bisa ditemukan pada bagian dalam lipatan pinak daun
atau di antara pinak-pinak daun dan menggerek lapisan epidermis sehingga
menimbulkan bercak-bercak cokelat memanjang dalam suatu garis lurus. Garisgaris tersebut sejajar satu dengan lainnya dan serangan terus menerus
menyebabkan bercak-bercak ini kemudian menyatu sehingga daun kelihatan
mengeriput dan setelah pelepah terbuka penuh daun kelihatan seperti terbakar.
Kumbang betina akan bertelur dan

menghasilkan

berkembang

imago. Seluruh tahap perkembangan hama

menjadi

pupa

dan


larva,

kemudian

larva

tersebut dapat ditemukan di satu tanaman. Kumbang dan larva merupakan tahap
perkembangan hama yang merusak. Gejala serangan yang ditimbulkan oleh
kumbang

sama

dengan

gejala

yang

dihasilkan


akibat

gerekan

larva

(B2P2TP, 2012)
Tanaman yang diserang B. longissima menjadi lebih peka terhadap
kekeringan dan penyakit. Apabila serangan berlangsung lama maka hama ini
menghambat pertumbuhan tanaman kelapa, menurunkan produksi bahkan
menimbulkan kematian tanaman.Serangan ringan menyebabkan kerusakan daun
yang tidak terlalu parah dan penurunan produksi tidak begitu nyata
(Deptan, 2006)
Diperkirakan dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah serangan hama tersebut
akan mengalami penurunan produksi kelapa secara drastis dan apabila tidak ada
langkah penaggulangan dan pengendalian yang serius akan mengakibatkan
kerugian

yang


cukup

besar

karena

tanaman

tidak

menghasilkan

(Hosang dkk, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5. Gejala SeranganBrontispa longissima
Sumber: Foto Langsung


Baculovirus oryctes
Karakteristik Baculovirus oryctes
Sampai saat ini sekitar 700 virus telah berhasil di isolasi dan di
identifikasikan dari serannga dan binatang artropoda lainnya. Virus-virus
artropoda sebagian besar masuk dalam enam genus virus yaitu Poxvirus,
Iridiovirus, Enterovirus, Rhabdovirus dan Baculovirus. Dari enam genus
Baculovirus yang terpenting karena di dalamnnya terdapat termasuk kelompok
virus terbesar yaitu NPV (Nucleopolyhedrosivirus) (Untung, 2001)
Pada Tahun 1988 telah dilakukan penyebaran alami B. oryctes di lima
kecamatan di Kabupaten Lumanjang dan Jombang dalam rangka meneliti
penanggulangan Oryctes rhinoceros pada tanaman kelapa. Penelitian ini
dilakukan yaitu dengan cara menginokulasi virus terhadap kumbang sehat.
Kemudian

kumbang

yang

terinfeksi


virus

disebar

di

lapangan

(Munaan, A.,dkk, 1996)

Universitas Sumatera Utara

Teknologi pengendalian O.rhinoceros telah tersedia dan lebih banyak
ditekankan pada pemanfaatan musuh alami antara lain B. oryctes dan
Metarhizium anisopliae. Keberhasilan pemanfaatan Baculovirus telah banyak
diteliti baik di Indonesian maupun diluar negeri. Aplikasi virus telah dilakukan
dengan meneteskan cairan virus ke mulut kumbang dewasa , kemudian di lepas di
lapangan sehingga menularkan virus ke kumbang lainnya (Mawikere dkk, 2007).
Persentase mortalitas larva O. rhinoceros tertinggi terdapat pada perlakuan
suspensi larva O. rhinoceros terinfeksi Baculovirus 40 larva/ 1 liter air sebesar

48,00 %, dan terendah pada perlakuan kontrol dan suspensi larva O. rhinoceros
terinfeksi Baculovirus 5 larva/liter air yaitu sebesar 4,00 %.Gejala larva yang
terserang yaitu kulit tubuhnya tampak membengkak, berwarna coklat kemerahan
dan mudah pecah (Silitonga, 2013).
Ciri-Ciri Serangga Yang Terinfeksi Baculovirus oryctes
Apabila virus telah masuk kedalam tubuh serangga polihedra NPV akan
larut dan pecah serta melepaskan partikel-partikel virus yang kemudian memasuki
sel-sel bagian perut serangga dan kemudian memperbanyak diri. Larva yang
terserang baculovirus mempunyai gejala seperti kulit tubuhnya tampak
membengkak, kulit larva berwarna merah, rapuh, dan mudah pecah, sehingga
jaringan tubuh menjadi hancur dan bewarna kehitaman (Uhan, 2006).
Serangga yang terserang Baculovirus oryctes dapat di lihat dari gejala
serangan antara lain semakin malas bergerak, bergerak ke pucuk tanaman,serta
posisi tubuh seperti patah dan menggantung pada bagian tanaman. Selain itu virus
juga dapat masuk ketubuh serangga sewaktu meletakkan telur atau melalui bagian
tubuh yang terluka yang mungkin oleh serangan musuh alami. Virus juga dapat

Universitas Sumatera Utara

ditransmisikan dari induk yang telah terinfeksi pada keturunannya melalui telur
(Untung, 2001).
Mekanisme Infeksi dan Penyebaran Baculovirus oryctes
Virus masuk ke dalam tubuh serangga melalui makanan, masuk ke dalam
pencernaan dan larut di dalamnya. Selanjutnya menyerang sel-sel pencernaan
dan jaringan lainnya, serta berkembang biak di dalamnya. Sel yang terinfeksi
rusak, serangga mati diikuti dengan gejala kerusakan bagian integument.Cairan
tubuh yang mengandung inclusion body keluar dari tubuh serangga dan menyebar
di pertanaman. Pada kondisi tertentu Baculovirus berbentuk partikel akan tetapi
bila kondisi berubah maka bentuknya pun berubah menjadi bulatan kecil
(Crowford ,1998).
B.oryctes memulai siklus infeksi

dengan menuju saluran midgut dan

melakukan perbanyakan partikel virus , lalu empat jam setelah infeksi mengendap
pada bagian memnbran plasma. Tujuh samapai duabelas jam virus menyebar ke
saluran yang belum terinfeksi lalu mengambil kendali sistem pencernaan.
Akhirnya pada lima sampai sebelas hari akan menunjukkan gejala infeksi
(Jayawardena, 2013).
Proses masuknya B. oryctes ke tubuh serangga sampai dipenuhinya sel- sel
tubuh serangga oleh virus berjalan antara 4- 21 hari, tergantung dari jenis
baculovirus, jenis serangga inang, jenis instar serta suhu. Penyebaran virus dapat
melalui berbagai cara dan dipengaruhi banyak faktor antara lain. Virus telah
berada di tanaman dan telah dapat disebarkan oleh angin dan hujan serta beberapa
jenis predator termasuk burung dan parasitoid dapat juga menjadi agensia
penyebaran virus (Untung, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Penyebaran B.oryctessangat cepat terjadi musim hujan(Desember- Januari)
hal ini didukung dengan musim kawin dan bertelurnya hama sehinggga
hama – hama yang telah terinfeksi oleh Baculovirus oryctes juga terkena pada
lawan jenis dan telur – telur yang dihasilkan. Adapun metode yang yang biasa
digunakan yaitu dengan oral and swim method of inoculation (Gopal dkk,2002).
JamurMetarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin
Karakteristik M. anisopliae (Metch.) Sorokin
M. anisopliae dahulu dikenal dengan nama Entomophthora anisopliae,
yaitu jamur patogen tanah.Penggunaan M. anisopliae sebagai agen hayati
mengendalikan

serangga

pada

tahun

1879,

ketika

Elie

Metchnikoff

menggunakannya dalam mengendalikan kumbang gandum, Anisoplia austriaca.
Selanjutnya digunakan untuk mengendalikan kumbang bit gula, Cleonus
punctiventris. Jamur ini digolongkan ke dalam kelas Hypomycetes, Metarhizium
anisopliae

dikategorikan

sebagai

“green

muscardine

fungus”

karena

menghasilkan koloni yang berwarna hijau (Cloyd, 2003).
Persentase kematian Wereng Batang Cokelat (WBC) pada hari ke-2
sebesar 70% pada konsentrasi 108 suspensi M. anisopliae isolat CE 3 Muara
Bogor. Dengan perkembangan lebih lanjut miselium berwarna hijau menyelimuti
permukaan WBC. Virulensi jamur M. anisopliae sangat bervariasi pada serangga
hama ,baik serangga hama menggigit-mengunyah, penusuk, dan penghisap
(Setiawan, A. 2012).
Pada awal pertumbuhan, koloni jamur berwarna putih, kemudian berubah
menjadi hijau gelap dengan bertambahnya umur koloni. Miselium berdiameter
1,98 – 2,97 µm, konidia tersusun dengan tegak, berlapis dan bercorak yang

Universitas Sumatera Utara

dipenuhi dengan konidia bersel satu berwarna hialin, berbentuk bulat silinder
dengan ukuran 9 µm (Prayogo dkk, 2005).
Pada umumnya M. anisopliae masuk ke dalam tubuh serangga melalui
spirakel dan pori-pori tubuh. Ketika berada di dalam tubuh serangga, jamur
menghasilkan cabang-cabang hifa yang tumbuh secara pesat dan mendapatkan
sumber makanan dari dalam tubuh serangga tersebut. Pertumbuhan hifa berlanjut
hingga tubuh serangga diselimuti oleh miselia. Ketika jaringan tubuh serangga
telah dikonsumsi, jamur merusak lapisan kutikula dan menghasilkan konidia,
yang membuat bagian tubuh serangga muncul seperti benang-benang halus.
M. anisopliae menghasilkan

konidia pada kondisi tingkat kelembaban yang

rendah (˂ 50%). Selain itu, M. anisopliae mendapatkan asupan nutrisi dari lipid di
jaringan kutikula. jamur ini menghasilkan metabolit sekunder, seperti destruksin
yang dimiliki oleh ngengat dan larva (Cloyd, 2003).

Konidia
Konidiofor

Gambar 6. Konidia M. anisopliae
Sumber : http://www.mikrofungi.truman.edu
Ciri-Ciri Serangga Yang Terinfeksi M. anisopliae
Hama yang terinfeksi M. anisopliae akan mengalami perubahan warna
menjadi coklat kehitaman, mengkerut, dan ditumbuhi hifa jamur berwarna hijau .
Serangga yang terserang jamur M. anisopliae memperlihatkan perubahan warna
tertentu seperti warna merah muda dan merah (Thalib dkk. 2012).

Universitas Sumatera Utara

Infeksi jamur tersebut teramati secara visual yaitu diawali dengan
kematian serangga pada tujuh hingga sepuluh hari setelah aplikasi. Kemudian
tubuh serangga terinfeksi tampak diselimuti miselium dan konidia yang awalnya
berwarna putihlalu berangsur-angsur menjadi kehijauan. Patogenisitas jamur
terhadap inang target meningkat bila kelembaban udara mencapai 100%
(Sayuthi 2011).
Mekanisme Infeksi dan Penyebaran Metarhizium anisopliae
Serangga yang mati disebabkan oleh jamur ditandai dengan tubuh lunak
dan memiliki integumen yang rapuh. Hal ini disebabkan konidia jamur yang
melekat pada kutikula telah berhasil melakukan penetrasi. Konidia yang melekat
pada

kutikula

berkecambah

membentuk

hifa

penetrasi.

Hifa

penetrasi

menghasilkan sejumlah enzim di antaranya, enzim lipase, protease dan kitinase
yang mampu mendegradasi kutikula. Selanjutnya, konidia akan berkembang di
dalam hemocoel dengan menyerap hemolimf dan menghasilkan destruksin yang
dapat mengakibatkan kematian. Beberapa hari setelah mati, tubuh mulai mengeras
dan kaku (Rustama dkk.,2008).
Terdapat empat tahap etiologi penyakit serangga yang disebabkan oleh
jamur. Tahap pertama adalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur
dengan tubuh serangga inang. Tahap kedua yaitu proses penempelan dan
perkecambahan propagul jamur pada integumen serangga. Tahap ketiga yaitu
penetrasi dan invasi pada tubuh serangga. Keempat adalah destruksi pada titik
penetrasi dan terbentuknya blastospora yang kemudian beredar ke dalam
hemolimf dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya
(Prayogo dan Suharsono, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Secara morfologis, semua konidia homogen dengan berbagai ukuran dari
konidia tunggal sampai konidia yang bergerombol selain adanya kelompok hifa
yang menunjukkan tahapan perkembangan konidia pada kutikula serangga. Tanda
adanya hifa yang menetrasi tubuh serangga banyak dijumpai pada bagian
abdomen (Suryadi dan Kadir, 2007).
Ukuran konidia yang lebih besar mengandung banyak enzim, sementara
enzim sangat dibutuhkan untuk proses perombakan dan proliferasi konidia dalam
pembentukan tabung kecambah. Berbagai enzim yang dimiliki oleh jamur ini
berkaitan erat dengan daya kecambah maupun periode waktu kecambah konidia.
Semakin tinggi daya kecambah konidia dan semakin cepat waktu yang dibutuhkan
konidia untuk berkecambah akan sangat menentukan tingkat keberhasilan proses
infeksi pada inang karena semakin terhindar dari faktor-faktor lingkungan yang
kurang mendukung bagi proses patogenesis. Kedua karakter jamur tersebut di
lapangan sangat menentukan bagi keberhasilan proses penetrasi ke organ inang
(Prayogo, 2012).
Penyebaran dan infeksi jamur sangat di pengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain,

kepadatan inang, kesediaan konidia, cuaca terutama angin dan

kelembaban. Kelembaban tinggi dan angin kencang sangat membantu dispersi
konidia dan pemerataan infeksi patogen pada seluruh individu (Untung, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Dampak beberapa Fungisida terhadap Pertumbuhan Koloni Jamur Metarhizium Anisopliae (Metch) Sorokin di Laboratorium

2 66 101

Uji Efektifitas Metarrhizium anisopliae (Mecsth) Sorokin dan Beberapa Pelarut Terhadap Mortalitas Oryctes rhinoceros Linn di Laboratorium

0 38 104

Uji Efektivitas Beuveria bassiana (Balsamo) vuillemin dan Metarhizium anisopliae var anisopliae Terhadap Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) Di Laboratorium

5 64 58

Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

0 0 12

Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

0 0 2

Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

0 0 4

Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

0 0 3

Uji Efektivitas Suspensi Baculovirus oryctes Dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin Terhadap Brontispa longssima Gestro (Coleoptera: Chrysomelidae Di Laboratorium)

0 0 21

Dampak beberapa Fungisida terhadap Pertumbuhan Koloni Jamur Metarhizium Anisopliae (Metch) Sorokin di Laboratorium

0 0 11

DAMPAK BEBERAPA FUNGISIDA TERHADAP PERTUMBUHAN KOLONI JAMUR Metarhizium anisopliae (Metch) Sorokin DI LABORATORIUM SKRIPSI YONATHAN ALFONSO SITUMORANG

0 0 12