PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI MULSA IN SITU DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

(1)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI MULSA

IN SITU DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

(Skripsi)

Oleh

ARIE SYAPUTRA

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

i

ABSTRAK

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI MULSA

IN SITU DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

Oleh

ARIE SYAPUTRA

Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan. Tanah ultisol adalah tanah yang pada umumnya mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi.

Olah tanah konservasi (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah) menjadi alternatif penyiapan lahan yang dilaporkan dapat mempertahankan produktivitas tanah tetap tinggi. Salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan olah tanah konservasi adalah pemberian bahan organik dalam bentuk mulsa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen terhadap laju dekomposisi mulsa in situ dan produksi tanaman jagung selama musim tanam pada percobaan plot jangka panjang tahun 2011. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan disusun secara faktorial 3x3 dengan 4 ulangan. Faktor pertama adalah sistem olah tanah (T) terdiri dari tanpa olah tanah (T0), olah tanah minimum (T1), dan olah tanah intensif (T2). Faktor kedua adalah pemupukan nitrogen (N) terdiri dari pemupukan 0 kg N ha-1 (N0), 100 kg N ha-1 (N1), dan 200 kg N ha-1 (N2). Data yang diperoleh akan diuji homogenitas dengan uji Bartlett dan aditivitas dengan uji Tukey, kemudian dilakukan analisis ragam. Perbandingan nilai tengah pengamatan menggunakan uji BNJ taraf 5 %.


(3)

ii

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecepatan dekomposisi mulsa in situ sistem olah tanah intensif (T2) dan sistem olah tanah minimum (T1) nyata lebih tinggi dari pada sistem tanpa olah tanah (T0) pada pengamatan minggu ke-2. Pada minggu ke-10 kecepatan dekomposisi mulsa pada sistem olah tanah intensif (T2) nyata lebih tinggi dari pada sistem olah tanah minimum (T1) dan sistem tanpa olah tanah (T0). Sedangkan antara olah tanah intensif (T2) dan olah tanah minimum (T1) adalah sama. Pemupukan nitrogen dosis tinggi (200 kg N ha-1) nyata menurunkan laju dekomposisi mulsa in situ.

Produksi jagung tertinggi terdapat pada sistem olah tanah minimum (T1) sebesar 5,89 ton ha-1, sama dengan sistem tanpa olah tanah (T0). Sedangkan produksi terendah terdapat pada sistem olah tanah intensif (T2) sebesar 4,38 ton ha-1. Pemupukan nitrogen dosis tinggi (200 kg N ha-1) nyata meningkatkan produksi tanaman jagung sebesar 5,82 ton ha-1.


(4)

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI MULSA

IN SITU DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

Oleh

ARIE SYAPUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi Bidang Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(5)

Judul Skripsi : PENGARUH SISTEM OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG

TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI MULSA IN SITU DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

Nama Mahasiswa : Arie Syaputra NPM : 0514031001 Program Studi : Ilmu Tanah Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. Ir. M.A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D. NIP. 19500716 197603 1 002 NIP. 196104191985031004

2. Ketua Bidang Ilmu Tanah

Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc. NIP 196305091987032001


(6)

MENGESAHKAN

1. Penguji

Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc. ………

Ir. M.A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D. ……… Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. K.E.S. Manik, M.S. ....…………

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Arie Syaputra, dilahirkan di Pekon Balak tanggal 24 April 1987, sebagai anak keempat dari empat bersaudara, pasangan H. Abidin Gani dan Hj. Lelawati.

Penulis memulai jenjang pendidikan pada tahun 1991 di TK Dharmawanita Batu Brak hingga 1993. Sekolah dasar (SD) diselesaikan di SDN 1 Pekon Balak pada tahun 1999, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Batu Brak Lampung Barat yang diselesaikan pada tahun 2002, dan Sekolah Menengah Umum (SMU) di SMUN 1 Liwa Lampung Barat yang diselesaikan pada tahun 2005.

Tahun 2005 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung, diterima melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB). Pada tahun 2010 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di PT. Great Giant Pineaple (GGP) yang bertempat di Terbanggi, Lampung Tengah.

Sejak tahun 2006 penulis tergabung dalam organisasi pecinta alam dan lingkungan hidup (GUMPALAN FP UNILA). Periode 2006-2007 penulis aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(8)

KARYA INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA

AYAHANDA DAN IBUNDA TERSAYANG


(9)

viii

SANWACANA

Puji dan syukur tak henti-hentinya penulis panjatkan kepada Allah SWT sebagai sumber segala pengetahuan dan berkah atas semua kebenaran, yang telah memberikan nikmat iman dan Islam-Nya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi berjudul Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Terhadap Laju Dekomposisi Mulsa In Situ dan Produksi Tanaman Jagung (zea mays L.) Di Tanah Ultisol sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc., selaku dosen pembimbing utama yang telah banyak meluangkan waktu, membimbing, memberikan saran serta motivasi selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Bapak Ir. M. A. Syamsul Arif, M.Sc., Ph.D. selaku dosen pembimbing kedua atas pengarahan, bimbingan dan motivasi selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. K.E.S. Manik, M.S., selaku penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku pembimbing akademik untuk semua bimbingan dan nasehat serta motivasi yang telah diberikan.


(10)

ix

5. Ibu Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M.S., M.Agr.Sc. selaku Ketua Bidang Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

7. Seluruh dosen dan staf Bidang Ilmu Tanah Jurusan Agroteknologi Universitas Lampung atas seluruh ilmu pengetahuan dan bantuan yang diberikan selama perkuliahan.

8. Orang tua serta keluarga besarku yang selalu senantiasa memberikan doa, dukungan moral, perhatian, dan semangat yang tak terbatas bagi keberhasilanku.

9. Ketut Ailend Aurora atas waktu, nasehat, bantuan dan semua fasilitas yang diberikan kepada penulis.

10.Seluruh teman-teman Bidang Ilmu tanah, khususnya keluarga besar angkatan 2005, Defri, Fikar, Fajrin, Ayu, Yuni atas semua bantuan yang diberikan kepada penulis.

11.Keluarga besar Gumpalan FP Unila atas semua filosofi hidup yang diajarkan.

Penulis menyadari, bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan untuk menyempurnakan tulisan ini. Semoga karya tulis ini dapat memberi manfaat yang baik bagi semua.

Bandar Lampung, 7 November 2012


(11)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kerangka Pemikiran... 4

D. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Jagung ... 9

B. Sistem Pengolahan Tanah ... 10

C. Pengaruh Pupuk Nitrogen Terhadap Dekomposisi dan Produksi Tanaman ... 12

D. Serasah Tanaman Sebagai Mulsa... 14

E. Dekomposisi Bahan Organik ... 17

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 21

B. Alat dan Bahan ... 22

C. Metode Penelitian ... 22

D. Pelaksanaan Penelitian ... 22

E. Pengamatan ... 24

1. Dekomposisi Mulsa In situ ... 24


(12)

xi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan... 26

1. Laju Dekomposisi Mulsa In situ ... 26

2. Produksi Jagung ... 30

B. Pembahasan... 31

1. Laju Dekomposisi Mulsa In situ ... 31

2. Produksi Jagung ... 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 36

B. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Skema kerangka pemikiran pengaruh sistem olah tanah dan Pemupukan nitrogen jangka panjang terhadap laju dekomposisi mulsa In situ dan produksi tanaman jagung (Zea mays L.)

di tanah ultisol ... 8 2. Posisi peletakan kantong sampel gulma pada petak percobaan ... 24 3. Pola dekomposisi serasah gulma in situ pada perlakuan sistem olah

tanah dan pemupukan nitrogen ... 29 4. Tata letak penelitian pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan

nitrogen jangka panjang terhadap laju dekomposisi mulsa in situ dan


(14)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai lingkungan. Jagung tumbuh baik di wilayah tropis, dari dataran rendah sampai ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), dengan curah hujan tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

Tanah ultisol adalah tanah berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (> 2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat (Musa et al., 2006). Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Pulung, 2009).


(15)

2

Olah tanah konservasi (olah tanah minimum dan tanpa olah tanah) menjadi alternatif penyiapan lahan yang dilaporkan dapat mempertahankan produktivitas tanah tetap tinggi (Brown et al., 1991, Wagger dan Deton, 1991, Suwardjo et al., 1989 dalam Dariah, 2009). Namun demikian terdapat beberapa hasil penelitian yang melaporkan terjadinya penurunan hasil tanaman akibat olah tanah konservasi atau tidak mempengaruhi hasil tanaman (Rao dan Dao, 1991 dalam Rachman et al., 2004). Hal yang menentukan keberhasilan olah tanah konservasi adalah pemberian bahan organik dalam bentuk mulsa yang cukup (Rachman et al., 2004). Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi laju pemadatan tanah.

Pada sistem olah tanah konservasi, tanah diolah seperlunya saja atau bila perlu tidak diolah sama sekali, dan mulsa dari residu tanaman sebelumnya dibiarkan menutupi permukaan lahan minimal 30%. Pertanian konservasi menerapkan olah tanah konservasi (conservation tillage) dalam bentuk olah tanah minimum (OTM), tanpa olah tanah (TOT) dan pemanfaatan mulsa (Utomo, 1990).

Menurut Purwowidodo (1983), mulsa adalah bahan yang digunakan atau dihamparkan di atas tanah yang menutupi permukaan tanah untuk menghindari kehilangan air akibat penguapan, menjaga kelembaban dan suhu tanah, dan untuk menekan pertumbuhan gulma. Berdasarkan asal bahan mulsa dapat dikelompokkan menjadi mulsa alami dan mulsa buatan. Serasah tanaman termasuk kedalam mulsa alami yang jika dihamparkan di atas permukaan tanah akan berpengaruh baik terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.


(16)

3

Keberhasilan produksi tanaman jagung pada tanpa olah tanah dan olah tanah minimum dapat dipengaruhi oleh laju dekomposisi mulsa yang digunakan pada tanah. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi mulsa untuk keberhasilan produksi tanaman yaitu dengan mengetahui jenis, ukuran bahan mulsa dan sistem pengolahan tanah yang tepat, dan pemupukan nitrogen. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi meliputi faktor bahan organik dan faktor tanah. Faktor bahan organik meliputi komposisi kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin dan ukuran bahan. Sedangkan faktor tanah meliputi temperatur, kelembaban, tekstur, struktur, suplai oksigen, reaksi tanah, ketersediaan hara terutama N, P ,K, dan S (Hanafiah, 2005).

Diduga bahwa faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi proses dekomposisi mulsa dan produksi tanaman jagung. Berdasarkan permasalahan tersebut maka perlu diketahui pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang terhadap laju dekomposisi mulsa in situ dan produksi tanaman jagung (Zea mays L.) di tanah ultisol.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem olah tanah dan pemberian pupuk nitrogen terhadap laju dekomposisi mulsa in situ dan produksi tanaman jagung selama musim tanam pada percobaan plot jangka panjang tahun 2011.


(17)

4

C. Kerangka pemikiran

Teknik budidaya tanaman yaitu suatu teknik upaya pemanfaatan lahan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas tanaman serta memperbaiki karakteristik lingkungan. Dengan demikian diharapkan kerusakan lahan dapat ditoleransi, sehingga sumberdaya tersebut dapat dipergunakan secara lestari. Teknik budidaya tanaman meliputi berbagai macam diantaranya melalui pengolahan tanah dan pemupukan.

Sistem pengolahan tanah terdiri dari tanpa olah tanah (T0), olah tanah minimum (T1) dan olah tanah intensif (T2). Menurut Utomo (2006) pengolahan tanah secara konvensional (intensif) pada mulanya bersifat positif, sebab dengan pengolahan tanah intensif mineralisasi bahan organik meningkat dan tanah menjadi gembur. Dalam jangka panjang, pengolahan tanah dengan cara ini cenderung mempercepat kerusakan tanah seperti mengurangi kandungan bahan organik tanah, meningkatnya erosi, memadatkan tanah, meningkatkan emisi CO2, dan mengurangi mikroba tanah (Umar, 2004). Untuk itu diperlukan sistem olah tanah berkelanjutan.

Setiap upaya pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat tanah. Niswati et al., 1998 dalam Kirana, (2010) melaporkan bahwa pada olah tanah konservasi, jumlah mesofauna tanah nyata lebih banyak daripada olah tanah intensif. Diduga bahwa dengan adanya sisa-sisa tumbuhan di permukaan tanah yang dapat berfungsi sebagai sumber pakan bagi berbagai jenis fauna tanah. Selain itu, keadaan ini dapat juga disebabkan oleh tidak terganggunya tanah pada olah tanah konservasi sehingga mesofauna tanah jumlahnya lebih banyak.


(18)

5

Buckman & Brady, 1982 dalam Anonim (2011) menyatakan bahwa organisme tanah berperan penting dalam mempercepat penyediaan hara dan juga sebagai sumber bahan organik tanah. Mikroorganisme tanah sangat nyata perannya dalam hal dekomposisi bahan organik pada tanaman tingkat tinggi. Dalam proses dekomposisi sisa tumbuhan dihancurkan atau dirombak menjadi unsur yang dapat digunakan tanaman untuk tumbuh. Mikroorganisme perombak bahan organik ini terdiri atas fungi dan bakteri. Pada kondisi aerob, mikroorganisme perombak bahan organik adalah fungi saja sedangkan pada kondisi anaerob sebagian besar perombak bahan organik adalah bakteri (Noor, 2004 dalam Anonim, 2011). Fungi berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik untuk semua jenis tanah.

Nitrogen (N) adalah unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium dan nitrat. Sumber nitrogen tidak diperoleh dari mineral dan batuan, tetapi berasal dari hasil pelapukan bahan organik, dari udara melalui fiksasi nitrogen oleh mikroorganisme baik yang bersimbiosis dengan akar tanaman legum seperti bakteri Rhizobium atau tidak seperti bakteri Azotobakter dan Clostridium.

Hubungan antara karbon dan nitrogen dalam tanah sangat penting. Hubungan ini dikenal dengan istilah C/N. Ratio karbon dan nitrogen (C/N) mempunyai arti penting, misalnya apakah terjadi kompetisi antara mikroorganisme tanah dan tanaman terhadap kebutuhan unsur hara nitrogen. Selanjutnya C/N berguna untuk mengetahui tingkat pelapukan dan kecepatan dekomposisi bahan organik serta ketersediaannya unsur nitrogen dalam tanah (Bachtiar, 2006 dalam Fauzi, 2008).


(19)

6

Masalah timbul bila kandungan bahan organik yang terurai itu sedikit, karena mikroorganisme mungkin akan kekurangan nitrogen dan bersaing dengan tanaman untuk memperoleh nitrogen apa saja yang tersedia dalam tanah.

Nitrogen (N) harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula yang hidup bebas. Mikroba penambat N simbiotik antara lain Rhizobium. Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya Azospirillum dan Azotobacter. Mikroba penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja, sedangkan mikroba penambat N non-simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis tanaman (Isroi, 2008 dalam Anonim, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian jangka panjang selama 21 tahun (1987 - 2008) menunjukkan bahwa produksi jagung tanpa olah tanah (T0) pada dosis 200 kg N ha-1 mencapai 5,5 ton ha-1, sedangkan olah tanah intensif (T2) 5,3 ton ha-1 dan olah tanah minimum (T1) 5,2 ton ha-1 (Utomo, 2004).

Secara umum penelitian ini akan mengetahui pengaruh sistem olah tanah terhadap laju dekomposisi mulsa in situ dan produksi tanaman jagung berdasarkan perlakuan pengolahan tanah yang berbeda-beda. Skema dalam kerangka pemikiran ini dapat dilihat dalam Gambar 1.


(20)

7

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Laju dekomposisi mulsa pada sistem olah tanah intensif (T2) lebih tinggi dari pada sistem olah tanah minimum (T1) dan tanpa olah tanah (T0).

2. Laju dekomposisi mulsa pada pemupukan 200 kg N ha-1 lebih tinggi dari pada pemupukan 100 kg N ha-1 dan tanpa pemupukan N.

3. Produksi jagung yang ditanam pada sistem olah tanah minimum (T1) dan tanpa olah tanah (T0) lebih tinggi dari pada olah tanah intensif (T2).

4. Produksi jagung pada sistem olah tanah yang dipupuk 200 kg N ha-1 lebih tinggi dari pada 100 kg N ha-1 dan tanpa pemupukan N.

5. Terdapat interaksi antara sistem pengolahan tanah dan pemupukan N terhadap laju dekomposisi dan produksi jagung.


(21)

8

Gambar 1. Skema atau alur kerangka pemikiran pengaruh sistem olah tanah dan pemupukan nitrogen jangka panjang terhadap laku dekomposisi mulsa in situ dan produksi tanaman jagung (Zea mays. L.) di tanah ultisol.

Teknik Budidaya Tanaman

Sistem Olah Tanah Pemupukan unsur

hara Nitrogen (N)

Olah Tanah Minimum

(T1)

Peningkatan Aktifitas Mikroorganisme dan Biomasa

Tanah dan N tersedia Pemupukan Unsur hara N Jangka

Panjang

(N1= 100 kgN ha-1; N2=200 kgN ha-1)

1. Laju Dekomposisi Mulsa In Situ 2. Produksi Jagung

Tanpa Olah Tanah

(T0)

Olah Tanah Intensif

(T2)

Perubahan Sifat-Sifat Tanah (Biologis,Fisika,Kimiawi)


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Jagung

Tanaman jagung termasuk kelas monocotyledone, ordo graminae, familia graminaceae, genus zea, species Zea mays L. (Insidewinme, 2007 dalam Rosalyne, 2010). Jagung tergolong tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman jagung sebagai tanaman C4, antara lain daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien dalam penggunaan air (Goldsworthy dan Fisher, 1980 dalam Rosalyne, 2010).

Tanaman jagung mempunyai akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar kait atau penyangga. Akar seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan pertumbuhan akar seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10 buku, semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup jagung. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar jagung terdiri atas 52 % akar adventif seminal dan 48 % akar nodal. Akar kait atau penyangga


(23)

10

adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan air (Subekti et al., 2007).

Tanaman jagung tumbuh optimal pada tanah yang gembur, drainase baik, dengan kelembaban tanah cukup, dan akan layu bila kelembaban tanah kurang dari 40 % kapasitas lapang, atau bila batangnya terendam air. Pada dataran rendah, umur jagung berkisar antara 3-4 bulan, tetapi di dataran tinggi di atas 1000 mdpl berumur 4-5 bulan. Umur panen jagung sangat dipengaruhi oleh suhu, setiap kenaikan tinggi tempat 50 meter dari permukaan laut, umur panen jagung akan mundur satu hari (Hyene, 1987 dalam Iriany et al., 2007).

B. Sistem Pengolahan Tanah

Pengelolaan sumberdaya lahan untuk mendukung pertanian berkelanjutan perlu diawali dengan kegiatan persiapan lahan melalui teknologi olah tanah dan sistem budidaya pertanian untuk mengurangi pengaruh buruk dari pengolahan tanah biasa dan tetap mempertahankan kondisi tanah agar dapat ditanami dan teknologi olah tanah tersebut merupakan komponen penting dalam pembangunan pertanian (Alfons, 2006).

Pengolahan tanah merupakan proses mekanik terhadap tanah yang diperlukan untuk menciptakan keadaan tanah yang lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Pengolahan tanah konvensional (traditional tillage) berupa pencangkulan sedalam 15-20 cm sebanyak dua kali diikuti penggarukan sampai rata. Hal ini memerlukan


(24)

11

waktu, tenaga dan biaya yang besar. Pengolahan tanah lebih dari satu kali disertai dengan selang waktu tertentu dapat menekan pertumbuhan gulma, sebab setiap pengulangan pengolahan tanah akan membunuh gulma yang telah tumbuh. Saat dilakukan pengolahan tanah, lahan dalam keadaan terbuka, tanah dihancurkan oleh alat pengolah sehingga agregat tanah mempunyai kemantapan rendah, tetapi jika pada saat tersebut terjadi hujan, tanah dengan mudah dihancurkan. Dengan demikian Mursito dan Kawiji, (2007) dalam Rosalyne (2010) mengatakan tujuan pengolahan tanah untuk memberikan lingkungan tumbuh yang optimum bagi perkecambahan benih dan perkembangan akar tanaman, mengendalikan gulma dan memungkinkan infiltrasi air, sehingga air tersedia bagi tanaman.

Olah tanah konservasi merupakan teknologi penyiapan lahan yang berwawasan lingkungan. Utomo (1995) mendefinisikan olah tanah konservasi (OTK) sebagai suatu cara pengolahan tanah yang bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi optimum, namun tetap memperhatikan aspek konservasi tanah dan air. Pada sistem OTK, tanah diolah seperlunya saja atau bila perlu tidak sama sekali, dan mulsa dari residu tanaman sebelumnya dibiarkan menutupi permukaan lahan minimal 30%. Sistem olah tanah yang masuk dalam rumpun OTK antara lain olah tanah bermulsa (OTB), olah tanah minimum (OTM) dan tanpa olah tanah (TOT) (Utomo, 1990). Dengan adanya mulsa in situ, aliran permukaan dan erosi tanah dapat ditekan sehingga bahan organik tanah dan kesuburan tanah dapat meningkat (Utomo, 2004). Selanjutnya Sarno (2006) mengatakan dengan meningkatnya kesuburan tanah pada sistem olah tanah konservasi erat kaitannya dengan adanya pendaurulangan internal hara


(25)

12

melalui pemanfaatan gulma in situ dan pencucian hara. Dengan demikian sistem olah tanah berpengaruh nyata terhadap hasil produksi tanaman.

C. Pengaruh Pupuk Nitrogen Terhadap Dekomposisi dan Produksi Tanaman

Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan akar, tetapi kelebihan nitrogen yang terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan pada tanaman. Pengaruh Nitrogen terhadap proses dekomposisi bahan organik adalah terletak pada perbandingan C/N. Jika perbandingan C/N tinggi, maka aktivitas mikroba akan lambat dan diperlukan beberapa siklus mikroorganisme untuk menyelesaikan dekomposisi/degaradasi bahan organik, sehingga waktu dekomposisi akan semakin lama (Murbandono, 1999).

Tanaman umumnya menyerap unsur N dalam bentuk NO3- dan NH4+ dari dalam tanah. Sumber N utama tanah adalah bahan organik yang melalui proses dekomposisi menghasilkan NH4+ dan NO3-. Selain itu, N dapat juga bersumber dari atmosfer 78 % N, masuk ke dalam tanah melalui curah hujan (8-10 % N tanah), penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme tanah baik secara simbiosis dengan tanaman maupun yang hidup bebas (Nyakpa et al., 1988).

Walaupun unsur N tanah dapat tersedia secara alami, akan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Oleh karena itu perlu penambahan unsur N dari luar dalam bentuk pupuk seperti Urea, ZA dan dalam bentuk pupuk kandang


(26)

13

ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1992). Pemberian pupuk N dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Hasil penelitian Hartoyo et al., (1997) dalam Kirana (2010) menunjukkan bahwa pemberian pupuk urea dalam bentuk prill dan tablet dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum, dan bobot kering pupus serta bobot kering tanaman saat panen, banyaknya malai per tanaman, banyaknya gabah per malai, persentasi gabah isi, dan bobot 1000, dan hasil padi IR 64 kering giling. Begitu juga penelitian Banuwa et al., (1993) dalam Kirana, (2010) pemupukan N memberikan tanggapan tanaman yang semakin baik, dengan semakin tinggi dosis yang digunakan, pertumbuhan dan hasil serta serapan N total tanaman jagung semakin meningkat secara konsisten.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian jangka panjang selama 21 tahun (1987 - 2008) yang menunjukkan bahwa produksi jagung TOT pada dosis 200 kg N ha-1 mencapai 5,5 ton ha-1, sedangkan OTI 5,3 ton ha-1 dan OTM 5,2 ton ha-1. Sebaliknya pada tanpa N, produksi jagung TOT hanya 3,3 ton ha-1, sedangkan OTI 3,5 ton ha-1 dan OTM 3,1 ton ha-1 (Utomo, 2004). Pada perlakuan tanpa N, adanya mulsa dengan C/N tinggi (alang-alang bercampur dengan berangkasan jagung dan gulma) pada TOT memacu proses imoblisasi N sehingga akan mengurangi ketersediaan N bagi tanaman. Sebaliknya pada perlakuan N optimum, adanya tambahan N dari pupuk dapat meningkatkan ketersediaan N dan sekaligus mengurangi dampak imobilisasi N. Selain itu, meningkatnya kelembaban tanah TOT akibat adanya mulsa juga memacu serapan hara, sehingga dapat meningkatkan produksi jagung (Utomo, et al., (1989). Dengan demikian jelaslah bahwa pemberian pupuk N berpengaruh signifikan terhadap hasil produksi tanaman jagung.


(27)

14

Menurut Hakim et al., (1986), nitrogen dapat hilang dari dalam tanah melalui beberapa cara, yaitu: (1) menguap ke udara, (2) tercuci bersama air drainase, (3) terfiksasi oleh mineral, dan (4) terangkut pada saat panen. Kehilangan dalam bentuk gas/menguap dapat terjadi setiap waktu, yaitu berupa N2, N2O, NO dan NH3. Dalam Leonawaty, (2010) Buckman dan Brady (1982), menyatakan bahwa dalam keadaan umum tanah, dinitrogen oksida (N2O) ialah gas yang paling banyak hilang, nilai pH diatas 7 mendorong hilangnya N dalam bentuk unsur, dan nilai pH dibawah 6 meningkatkan hilangnya N dalam bentuk nitrogen monoksida (NO).

Gejala kekurangan nitrogen akan terlihat pada seluruh tanaman yang dicirikan oleh perubahan warna dari hijau pucat ke kuning-kuningan, terutama pada daun. Bila tampak pada sebelah bawah dari daun tua yang berubah warna menjadi kuning terutama pada ujungnya. Pada tanaman padi-padian, warna kuning ini dimulai dari ujung dan terus menjalar ke tulang dan daun di tengah, kulit biji mengerut dan berat biji rendah (Hakim et al., 1986).

D. Serasah Tanaman Sebagai Mulsa

Tindakan pengembalian sisa-sisa tanaman yang tidak bernilai ekonomis ke dalam tanah merupakan bagian dari daur unsur hara tanaman. Pengembalian ini dapat berupa pembenaman sisa tanaman, atau disebarkan pada permukaan tanah sebagai mulsa (Leiwakabessy, 1980 dalam Santoso, 1987). Pemberian mulsa bertujuan untuk : (1) melindungi agregat tanah dari daya rusak butiran hujan, (2) meningkatkan penyerapan air oleh tanah, (3) mengurangi volume dan kecepatan


(28)

15

aliran permukaan, (4) memelihara temperatur dan kelembaban tanah, (5) memelihara kandungan bahan organik, dan (6) mengendalikan pertumbuhan gulma (Purwowidodo, 1983).

Mulsa juga mempengaruhi tanah karena dekomposisi bahan organiknya. Adanya sisa-sisa tanaman sebagai mulsa memungkinkan kegiatan biologi tanah lebih besar. Peningkatan aktivitas biologi tanah memungkinkan terbentuknya pori makro yang lebih banyak serta sumbangan bahan organik tanah, sehingga akan meningkatkan stabilitas struktur tanah, memperbaiki aerasi, dan mempertahankan permeabilitas tanah tetap baik (Russel, 1968 dalam Santoso, 1987).

Dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah, serta pemanfaatannya untuk tanaman, pemberian mulsa disertai pengolahan tanah, dapat meningkatkan pertumbuhan dan penyebaran menyamping akar yang lebih baik (Chaudari dan Prihar, 1973 dalam Tim Fakultas Pertanian Unila, 1981). Pertumbuhan dan penyebaran akar yang lebih baik akan meningkatkan penyerapan unsur hara asalkan cukup kelembaban tanahnya (Leiwakabessy, 1980 dalam Santoso, 1987). Maka jelaslah bahwa pemberian mulsa akan meningkatkan penyerapan unsur hara.

Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Peranan bahan organik ada yang bersifat langsung terhadap tanaman, tetapi sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat


(29)

16

dan ciri tanah. Pengaruh bahan organik terhadap sifat fisik tanah adalah memantapkan agregat tanah, kemampuan menahan air meningkat. Sedangkan pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan KTK tanah, unsur N, P, S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme sehingga terhindar dari pencucian, pelarut sejumlah unsur hara dari mineral oleh asam humus. dan pengaruhnya terhadap biologi tanah yaitu meningkatkan jumlah dan aktivitas organisme tanah dan dekomposisi bahan organik semakin meningkat (Hakim et al., 1986).

Kehilangan unsur hara dari daerah perakaran juga merupakan fenomena umum pada sistem pertanian dengan masukan rendah. Pemiskinan hara terjadi utamanya pada praktek pertanian di lahan yang miskin atau agak kurang subur tanpa diiringi dengan pemberian masukan pupuk buatan maupun pupuk organik yang memadai. Termasuk dalam kelompok ini adalah kehilangan bahan organik yang lebih cepat dari penambahannya pada lapisan atas. Dengan demikian terjadi ketidakseimbangan masukan bahan organik dengan kehilangan yang terjadi melalui dekomposisi yang berdampak pada penurunan kadar bahan organik dalam tanah. Tanah-tanah yang sudah mengalami kerusakan akan sulit mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat-sifat tanah yang sudah rusak memerlukan perbaikan agar tanaman dapat tumbuh dan berproduksi kembali secara optimal.

Penyediaan hara bagi tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk baik organik maupun anorganik. Pupuk anorganik dapat menyediakan hara dengan cepat. Namun apabila hal ini dilakukan terus menerus akan menimbulkan kerusakan tanah. Hal ini tentu saja tidak menguntungkan bagi pertanian yang


(30)

17

berkelanjutan. Meningkatnya kemasaman tanah akan mengakibatkan ketersediaan hara dalam tanah yang semakin berkurang dan dapat mengurangi umur produktif tanaman (Suryani, 2007).

Bahan organik yang berasal dari sisa tanaman mengandung bermacam macam unsur hara yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman jika telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Sisa tanaman ini memiliki kandungan unsur hara yang berbeda kualitasnya tergantung pada tingkat kemudahan dekomposisi serta mineralisasinya. Unsur hara yang terkandung dalam sisa bahan tanaman baru bisa dimanfaatkan kembali oleh tanaman apabila telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi (Suryani, 2007).

E. Dekomposisi Bahan Organik

Menurut Djuarnani et al., (2008), dekomposisi bahan organik adalah perubahan secara fisik maupun kimiawi yang sederhana oleh mikroorganisme tanah (bakteri, fungi, dan mikroorganisme tanah lainnya). Beberapa faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik diantaranya :

(1). Ukuran Bahan

Bahan yang berukuran kecil akan cepat didekomposisi karena luas permukaannya meningkat dan mempermudah aktivitas mikroorganisme perombak. Ukuran bahan mentah yang terlalu kecil akan menyebabkan rongga udara berkurang sehingga timbunan menjadi lebih mampat dan pasokan oksigen ke dalam timbunan akan semakin berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang, mikroorganisme yang ada di dalamnya tidak bisa bekerja secara optimal.


(31)

18

(2). Rasio C/N

Rasio C/N bahan organik merupakan faktor penting dalam proses dekomposisi. Hal ini karena dekomposisi tergantung pada kegiatan mikroba yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi. Jika rasio C/N tinggi, maka aktivitas biologi mikroorganisme untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos rendah sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu yang rendah. Jika rasio C/N terlalu rendah (kurang dari 30), kelebihan N yang tidak dipakai oleh mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatilasi sebagai amonia atau terdenitrifikasi.

(3). Kelembaban dan Aerasi

Laju dekomposisi bahan organik bergantung pada kelembaban dan aerasi yang mendukung aktivitas mikroorganisme. Kelembaban bahan kompos dapat berkisar antara 40-100 % .

(4). Mikroorganisme

Proses dekomposisi tergantung pada berbagai macam jasad renik. Menurut Gaur (1980) proses biodegradasi ini dilakukan oleh sekelompok mikroorganisme heterotrofik yang berbeda, diantaranya ialah bakteri, fungi, actinomycetes dan protozoa. Pada tahap mesofilik terdapat fungi dan bakteri yang memproduksi asam, tetapi pada saat suhu naik lebih dari 400 C, kedudukannya digantikan oleh bakteri, actinomycetes dan fungi termofilik. Bakteri termofilik kelihatannya tidak begitu penting dalam mendegradasikan selulosa dan lignin, tetapi penting dalam mendegradasikan protein, lipid dan hemiselulosa (Gaur, 1980). Dilihat dari fungsinya, mikroorganisme mesofilik yang hidup pada temperature rendah


(32)

(10-19

450 C) berfungsi untuk memperkecil ukuran partikel bahan organik sehingga luas permukaan bahan bertambah dan mempercepat proses dekomposisi. Sementara itu, bakteri termofilik yang hidup pada temperatur tinggi (45-650 C) yang tumbuh dalam waktu terbatas berfungsi untuk mengonsumsi karbohidrat dan protein sehingga bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat.

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia (Kononova, 1961 dalam Suryani, 2007). Komposisi jaringan tumbuhan sebagai sumber bahan organik rata-rata 75 % tersusun dari air. Padatan sekitar 25 % dari hidrat arang (60 %), protein (10 %), lignin (10-30 %) dan lemak (1-8 %). Ditinjau dari susunan unsur, karbon merupakan bagian yang terbesar yaitu 44 %, kemudian oksigen 40 %, hidrogen dan abu masing-masing sekitar 8 %. Walaupun kadar abu yang terdiri dari berbagai unsur itu hanya sekitar 8 %, tetapi mereka memiliki peranan yang sangat penting. Unsur-unsur C, H, dan O yang mendominasi bahan kering tanaman tidak dapat bereaksi tanpa adanya unsur N, P, K, Ca, Mg, dan unsur-unsur mikro lainnya (Hakim et al., 1986).

Karbohidrat tersusun dari C, H, dan O mulai dari bentuk gula sedrhana sampai selulosa. Lemak merupakan gliserida dan asam lemak seperti butirat, stearat, oleat dan lain-lain. Lignin yang ditemukan dalam jaringan tua juga tersusun dari C, H, dan O dalam bentuk struktur lingkaran. Protein merupakan senyawa paling


(33)

20

kompleks yang tersusun dari C, H, O, N, P, S, Fe dan beberapa unsur lainnya (Hakim et al., 1986).


(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang yang telah berlangsung sejak tahun 1987. Pola tanam yang diterapkan adalah serealia (jagung dan padi gogo) dan legum (kedelai, kacang tanah dan kacang hijau), kemudian lahan diberakan pada tahun 2008. Pemupukan N hanya dilakukan pada tanaman serealia dengan dosis antara 0-200 kg N ha-1. Pada musim tanam ke-17 (tahun 1997) dan 28 (tahun 2002) telah dilakukan pengolahan tanah kembali pada petak tanpa olah tanah dan olah tanah minimum, karena telah terjadi penurunan produksi yang disebabkan oleh pemadatan tanah. Akibat adanya penurunan pH tanah, sehingga pada musim tanam ke-31 (tahun 2004) semua petak perlakuan diberikan kapur pertanian (CaCO3) dengan dosis 4 ton ha-1.

Penelitian ini merupakan penelitian tahun ketiga dari tiga tahun penelitian Hibah Kompetisi. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Mei 2011 di kebun percobaan Politeknik Negeri Lampung. Analisis sampel bahan organik dan produksi tanaman dilakukan di laboratorium Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(35)

22

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, timbangan, parang, arit, karung, petakan kayu 1x1 m, kertas amplop, pinset. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu gulma, stremin, jarum jahit, benang nilon.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan disusun secara faktorial 3x3 dengan 4 ulangan. Secara keseluruhan penelitian ini terdiri dari 36 satuan percobaan. Faktor pertama adalah sistem olah tanah yaitu tanpa olah tanah (T0), olah tanah minimum (T1), dan olah tanah intensif (T2). Sedangkan faktor kedua adalah pemupukan nitrogen dengan dosis 0 kg N ha-1 (N0), 100 kg N ha-1 (N1), dan 200 kg N ha-1 (N2).

Selanjutnya data yang diperoleh akan diuji homogenitas uji Bartlett dan aditivitas dengan uji Tukey, kemudian dilakukan analisis ragam. Analisis lanjutan dengan menggunakan uji BNJ taraf 5 %.

D. Pelaksanaan Penelitian

Pada tahun 2011, pelaksanaan penelitian diawali dengan pengambilan sampel gulma yang tumbuh secara alami pada lahan penelitian. Sampel gulma yang diambil kemudian dioven selama tiga hari pada suhu 700 C. Selanjutnya sampel dimasukkan pada kantong-kantong yang terbuat dari streamin, masing-masing kantong diisi dengan sampel gulma sebanyak 5 gram berat kering.


(36)

23

Pada saat 2 minggu sebelum melakukan penanaman lahan disemprot menggunakan herbisida Roundup dengan dosis 6,0 L ha-1 dicampur dengan Rhodiamine 1,0 L ha-1 untuk menghilangkan gulma yang tumbuh, dan kemudian gulma tersebut digunakan sebagai mulsa untuk perlakuan tanpa olah tanah (T0) dan olah tanah minimum (T1). Tahap selanjutnya adalah pengolahan tanah. Pada petak olah tanah intensif, semua serasah tanaman dan gulma akan dibersihkan dan disingkirkan dari petak percobaan, kemudian lahan diolah dengan pencangkulan dua kali sedalam 0-20 cm. Pada petak olah tanah minimum (T1), gulma akan dikored dan dikembalikan ke petak percobaan sebagai mulsa, sedangkan pada petak tanpa olah tanah, lahan tidak diolah sama sekali, tetapi semua serasah tanaman dan gulma yang mati langsung digunakan sebagai mulsa. Setelah dilakukan pengolahan tanah, masing-masing petak percobaan diberikan 5 buah kantong yang berisi sampel gulma. Kantong tersebut diletakkan secara acak pada setiap petak percobaan dalam radius 1x1 m (Gambar 2). Pada petak olah tanah intensif (T2) sampel gulma dibenamkan kedalam tanah sedalam 5 cm. Sedangkan pada petak tanpa olah tanah (T0) dan olah tanah minimum (T1) sampel gulma diletakkan di permukaan tanah sebagai mulsa.

Tanaman jagung yang digunakan adalah jagung hibrida varietas Pioneer 21, dengan jarak tanam 75x25 cm, dengan satu benih per lubang tanam. Penyulaman dilakukan setelah seminggu penanaman bila ada benih yang tidak tumbuh. Pada saat tanaman jagung berumur 1 minggu, diberikan pupuk urea dengan dosis 0 kg N ha-1, 100 kg N ha-1 dan 200 kg N ha-1, SP-18 (18% P2O5) dengan dosis 100 kg ha-1 dan KCl (60% K) dengan dosis 50 kg ha-1. Pupuk Urea diberikan secara 2 tahap dengan rincian sepertiga dosis diberikan pada saat tanaman jagung berumur


(37)

24

1 minggu dan sisanya pada saat pertumbuhan vegetatif maksimum ketika tanaman jagung berumur antara 45-52 hari.

2 m

4 m

Gambar 2. Posisi peletakan kantong sampel gulma pada setiap petak percobaan. x = posisi kantong sampel gulma

E. Pengamatan

1. Dekomposisi Mulsa In situ

Untuk mengetahui kecepatan dekomposisi, dilakukan pengamatan dengan metode analisis bobot kering gulma di dalam kantong streamin berukuran 10x10 cm. Setiap 2 minggu, masing-masing satu sampel gulma diangkat dari setiap petak percobaan. Selanjutnya sampel gulma dibersihkan dari tanah secara hati-hati dengan menggunakan pinset. Kemudian sampel gulma dioven selama tiga hari pada suhu 700 C. Setelah itu sampel gulma ditimbang untuk mengetahui bobot yang terdekomposisi.

2. Produksi Tanaman Jagung

Produksi tanaman jagung dipanen pada setiap petak percobaan dan disisakan dua baris tanaman terluar dalam tiap petak percobaan. Jagung yang telah dipanen

x x x x x


(38)

25

kemudian dipipil. Hasil pipilan kemudian diukur kadar airnya dengan alat pengukur kadar air otomatis, setelah itu kadar air pipilan dikonversi menjadi kadar air 14 % dengan rumus :

(100 – a)

Berat jagung pada kadar air 14 % = x berat total pipilan saat panen (100 – b)

Keterangan :

a : Nilai kadar air saat panen

b : Nilai kadar air yang dikehendaki (14%) 100 : Angka persentase maksimum


(39)

37

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kecepatan dekomposisi mulsa in situ sistem olah tanah intensif (T2) dan sistem olah tanah minimum (T1) nyata lebih tinggi dari pada sistem tanpa olah tanah (T0) pada pengamatan minggu ke-2. Pada minggu ke-10 kecepatan dekomposisi mulsa pada sistem olah tanah intensif (T2) nyata lebih tinggi dari pada sistem olah tanah minimum (T1) dan sistem tanpa olah tanah (T0). Sedangkan antara olah tanah intensif (T2) dan olah tanah minimum (T1) adalah sama.

2. Pemupukan nitrogen dosis tinggi (200 kg N ha-1) menurunkan laju dekomposisi mulsa in situ.

3. Produksi jagung tertinggi terdapat pada sistem olah tanah minimum (T1) sebesar 5,89 ton ha-1, sama dengan sistem tanpa olah tanah (T0). Sedangkan produksi terendah terdapat pada sistem olah tanah intensif (T2) sebesar 4,38 ton ha-1.

4. Pemupukan nitrogen dosis tinggi (200 kg N ha-1) nyata meningkatkan produksi tanaman jagung yaitu sebesar 5,82 ton ha-1.

5. Tidak terdapat interaksi antara sistem pengolahan tanah dan pemupukan N terhadap laju dekomposisi mulsa in situ dan produksi jagung.


(40)

37

B. Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai pengaruh sistem olah tanah dan pemberian pupuk nitrogen terhadap laju dekomposisi mulsa in situ dan produksi tanaman jagung sebagai bahan referensi lebih mendalam bagi penelitian selanjutnya.


(41)

38

DAFTAR PUSTAKA

Alfons, J.B. 2006. Peranan Teknologi Olah Tanah Konservasi Mendukung Pertanian Berwawasan Agribisnis. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, Ambon. 15 hlm.

Anonim, 2011. Peran Mikroorganisme Dalam Mendekomposisi Bahan Organik.

http://bianconeri16.blogspot.com/2010/06/peran-mikroorganisme-dalam.html. Diakses tanggal 15 November 2011.

Anonim, 2012. Unsur Hara Nitrogen. http://www.silvikultur.com/Unsur_Hara Nitrogen.html. Diakses tanggal 13 Juni 2012.

Arifiantari, P.N., M. Handajani, dan T. Sembiring. 2012. Pengaruh Rasio C/N Terhadap Degradasi Material Organik Dalam Sampah Pasar Secara Anaerob. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung. http://jujubandung.com/2012/06/10/pengaruh-rasio-cn-terhadap -degradasi-material-organik-dalam-sampah-pasar-secara-anaerob-2/. Diakses 9 November 2012.

Dariah, A. 2009. Konservasi Tanah Pada Lahan Tegalan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. 144 hlm.

Djuarnani, N. Kristiani dan B. S. Setiawan, 2008. Cara Cepat Membuat Kompos. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 60 hlm.

Fauzi, A. 2008. Analisa Karbon Unsur Hara Bahan Organik Dan Nitrogen Dalam Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau. Tugas Akhir. Program Studi Diploma 3 Kimia Analis. Universitas Sumatera Utara. Medan. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13837/1/09E00402.pdf. Diakses 15 November 2011.

Gaur, A. C. 1980. Improving soil fertility through organik recycling: fundamental of composting. Project Field Document (13). FAO/UNDP Regional Project RAS/75/004. P 7-14.

Hakim, N., Y. Nyakpa, A.M Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Diha, B.H Go dan H.H Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 490 hlm.


(42)

39

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 126 hlm.

Hidayati, Y. A., dan H. Yurmiati. 2008. Evaluasi Produksi dan Penyusutan Kompos dari Feses Kelinci pada Peternakan Rakyat. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. 57 hlm.

Iriany, R. N., M. Yasin H.G., dan Andi Takdir M. 2007. Jagung : asal, sejarah, evolusi, dan taksonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Maros. 15 hlm.

Irwanto, A. 2008. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Urea Tambahan Pada Produksi dan Kualitas Benih Jagung (Zea mays L.) Varietas Lamuru. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 54 hlm.

Kirana, A. 2010. Pengaruh Sistem Olah Tanah Konservasi dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-MIK) dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Ultisol. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 71 hlm.

Leonawati, V. 2010. Pemanfaatan Pupuk Kandang Untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Nitrogen Pada Tanaman Padi Sawah (oryza sativa l.). Skripsi. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. 62 hlm.

Mulyani, M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 71 hlm.

Murbandono, L. 1999. Membuat Kompos. Penerbar Swadaya. Jakarta. 60 hlm. Musa, L., Mukhlis, Rauf, A. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Tanah (Fuindamentals of

Soil Science). Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. 124 hlm.

Nyakpa, M.Y., M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 258 hlm.

Parkinson, D. 1998. Linkage between resourceh availability, microorganisms, and soil invertebrates. Agriculture, Ecosystem, and Environment, 24: 21-23. Parman, S., A. Marvelia, dan S. Darmayanti. 2006. Produksi Tanaman Jagung

Manis (Zea mays L. Saccharata) yang Diperlakukan Dengan Kompos Kascing dengan Dosis yang Berbeda. Universitas Diponegoro. Semarang. 18 hlm.

Pulung, M.A. 2009. Pupuk dan Pemupukan. Bahan Ajar. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 45 hlm.


(43)

40

Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dewa Ruci Press. Jakarta. 161 hlm.

Rachman, A., A. Dariah, dan E. Husen. 2004. Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. 204 hlm. Rindyastuti, R. A.S. Darmayanti. 2010. Komposisi Kimia dan Estimasi Proses

Dekomposisi Serasah 3 Spesies Familia Fabaceae di Kebun Raya Purwodadi. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi. Purwodadi. 98 hlm.

Rosalyne, I. 2010. Pengaruh Pengolahan Tanah Terhadap Keragaman dan Kelimpahan Gulma serta Pertumbuhan dan Produksi Jagung Pada Jarak Tanam Yang Berbeda. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. 132 hlm.

Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Diterjemahkan oleh Johara T. Jayadinata. Penerbit ITB. Bandung. 397 hlm.

Santoso, Y. 1987. Pengaruh Berbagai Macam dan Cara Pemberian Serasah Tanaman Terhadap Kecepatan Dekomposisi dan Bahan Organik Tanah Selama Pertumbuhan Jagung Pada Tanah Typic Fragiudults. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 52 hlm.

Sarno, 2006. Pengaruh Pengapuran Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung pada Tanah yang Diperlakukan Dengan Sistim Olah Tanah Jangka Panjang. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 89 hlm.

Subekti, N. A., Syafruddin, R. Efendi, dan S. Sunarti. 2007. Jagung : Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Maros. 28 hlm.

Suryani, A. 2007. Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk Dengan Berbagai Bahan Organik Dalam Bentuk Kompos. http://www.damandiri.or.id/file/ anisuryaniipbbab2.pdf. diakses tanggal 6 Maret 2011.

Tim Fakultas Pertanian Unila. 1980/1981. Pengaruh Pengolahan Tanah dan Pemberian Serasah Terhadap Produksi Jagung. Laporan. Fakultas Pertanian Unila. Bandar lampung. 41 hlm.

Umar, I. 2004. Pengelolaan Tanah Sebagai Suatu Ilmu : Data, Teori, dan Prinsif-prinsif. Makalah Pribadi Sains Program Pasca Sarjana/S 3. Institut Pertanian Bogor. 13 hlm.

Utomo, M., H. Suprapto dan Sunyoto. 1989. Influence of tillage and nitrogen fertilization on soil nitrogen, decomposition of alang-alang (imperata cylindrica) and corn production of alang-alang land. Pp 367-373 In:


(44)

41

Nutrient Management For Food Crop Production in Tropical Farming System. Heide, J. V. D. (eds). Institute For Soil Fertility (IB) and Universitas Brawijaya. Haren, Netherlands. Pp 373.

Utomo, M. 1990. Budidaya Pertanian Tanpa Olah Tanah, Teknologi Untuk Pertanian Berkelanjutan. Direktorat Produksi Padi dan Palawija. Departemen Pertanian RI. Jakarta.

Utomo, M. 1995. Kekerasan Tanah dan Serapan Hara Tanaman Jagung Pada Olah Tanah Konservasi Jangka Panjang. J. Tanah Tropika. 1;1-7

Utomo, M. 2004. Olah tanah konservasi untuk budidaya jagung berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional IX Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Gorontalo, 6-7 Oktober, 2004.

Utomo, M. 2006. Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung. Bandar lampung. 25 hlm.

Utomo, M., H. Buchari dan I. S. Banuwa. 2010. Peran olah tanah konservasi jangka panjang dalam mitigasi pemansan global: penyerapan karbon, pengurangan gas rumah kaca dan peningkatan produktivitas lahan. Usulan Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Bandar Lampung. 21 hlm.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kecepatan dekomposisi mulsa in situ sistem olah tanah intensif (T2) dan sistem olah tanah minimum (T1) nyata lebih tinggi dari pada sistem tanpa olah tanah (T0) pada pengamatan minggu ke-2. Pada minggu ke-10 kecepatan dekomposisi mulsa pada sistem olah tanah intensif (T2) nyata lebih tinggi dari pada sistem olah tanah minimum (T1) dan sistem tanpa olah tanah (T0). Sedangkan antara olah tanah intensif (T2) dan olah tanah minimum (T1) adalah sama.

2. Pemupukan nitrogen dosis tinggi (200 kg N ha-1) menurunkan laju dekomposisi mulsa in situ.

3. Produksi jagung tertinggi terdapat pada sistem olah tanah minimum (T1) sebesar 5,89 ton ha-1, sama dengan sistem tanpa olah tanah (T0). Sedangkan produksi terendah terdapat pada sistem olah tanah intensif (T2) sebesar 4,38 ton ha-1.

4. Pemupukan nitrogen dosis tinggi (200 kg N ha-1) nyata meningkatkan produksi tanaman jagung yaitu sebesar 5,82 ton ha-1.

5. Tidak terdapat interaksi antara sistem pengolahan tanah dan pemupukan N terhadap laju dekomposisi mulsa in situ dan produksi jagung.


(2)

B. Saran

Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai pengaruh sistem olah tanah dan pemberian pupuk nitrogen terhadap laju dekomposisi mulsa in situ dan produksi tanaman jagung sebagai bahan referensi lebih mendalam bagi penelitian selanjutnya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alfons, J.B. 2006. Peranan Teknologi Olah Tanah Konservasi Mendukung Pertanian Berwawasan Agribisnis. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, Ambon. 15 hlm.

Anonim, 2011. Peran Mikroorganisme Dalam Mendekomposisi Bahan Organik.

http://bianconeri16.blogspot.com/2010/06/peran-mikroorganisme-dalam.html. Diakses tanggal 15 November 2011.

Anonim, 2012. Unsur Hara Nitrogen. http://www.silvikultur.com/Unsur_Hara Nitrogen.html. Diakses tanggal 13 Juni 2012.

Arifiantari, P.N., M. Handajani, dan T. Sembiring. 2012. Pengaruh Rasio C/N Terhadap Degradasi Material Organik Dalam Sampah Pasar Secara Anaerob. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung. http://jujubandung.com/2012/06/10/pengaruh-rasio-cn-terhadap -degradasi-material-organik-dalam-sampah-pasar-secara-anaerob-2/. Diakses 9 November 2012.

Dariah, A. 2009. Konservasi Tanah Pada Lahan Tegalan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. 144 hlm.

Djuarnani, N. Kristiani dan B. S. Setiawan, 2008. Cara Cepat Membuat Kompos. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 60 hlm.

Fauzi, A. 2008. Analisa Karbon Unsur Hara Bahan Organik Dan Nitrogen Dalam Tanah Perkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau. Tugas Akhir. Program Studi Diploma 3 Kimia Analis. Universitas Sumatera Utara. Medan. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/13837/1/09E00402.pdf. Diakses 15 November 2011.

Gaur, A. C. 1980. Improving soil fertility through organik recycling: fundamental of composting. Project Field Document (13). FAO/UNDP Regional Project RAS/75/004. P 7-14.

Hakim, N., Y. Nyakpa, A.M Lubis, S.G Nugroho, M.R Saul, M.A Diha, B.H Go dan H.H Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 490 hlm.


(4)

Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 126 hlm.

Hidayati, Y. A., dan H. Yurmiati. 2008. Evaluasi Produksi dan Penyusutan Kompos dari Feses Kelinci pada Peternakan Rakyat. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung. 57 hlm.

Iriany, R. N., M. Yasin H.G., dan Andi Takdir M. 2007. Jagung : asal, sejarah, evolusi, dan taksonomi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Maros. 15 hlm.

Irwanto, A. 2008. Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Urea Tambahan Pada Produksi dan Kualitas Benih Jagung (Zea mays L.) Varietas Lamuru. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 54 hlm.

Kirana, A. 2010. Pengaruh Sistem Olah Tanah Konservasi dan Pemupukan Nitrogen Jangka Panjang Terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah (C-MIK) dan Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Ultisol. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 71 hlm.

Leonawati, V. 2010. Pemanfaatan Pupuk Kandang Untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Nitrogen Pada Tanaman Padi Sawah (oryza sativa l.). Skripsi. Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. 62 hlm.

Mulyani, M. 1999. Pupuk dan Cara Pemupukan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 71 hlm.

Murbandono, L. 1999. Membuat Kompos. Penerbar Swadaya. Jakarta. 60 hlm. Musa, L., Mukhlis, Rauf, A. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Tanah (Fuindamentals of

Soil Science). Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. 124 hlm.

Nyakpa, M.Y., M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong, dan N. Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 258 hlm.

Parkinson, D. 1998. Linkage between resourceh availability, microorganisms, and soil invertebrates. Agriculture, Ecosystem, and Environment, 24: 21-23. Parman, S., A. Marvelia, dan S. Darmayanti. 2006. Produksi Tanaman Jagung

Manis (Zea mays L. Saccharata) yang Diperlakukan Dengan Kompos Kascing dengan Dosis yang Berbeda. Universitas Diponegoro. Semarang. 18 hlm.

Pulung, M.A. 2009. Pupuk dan Pemupukan. Bahan Ajar. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 45 hlm.


(5)

Purwowidodo. 1983. Teknologi Mulsa. Dewa Ruci Press. Jakarta. 161 hlm.

Rachman, A., A. Dariah, dan E. Husen. 2004. Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. 204 hlm. Rindyastuti, R. A.S. Darmayanti. 2010. Komposisi Kimia dan Estimasi Proses

Dekomposisi Serasah 3 Spesies Familia Fabaceae di Kebun Raya

Purwodadi. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi.

Purwodadi. 98 hlm.

Rosalyne, I. 2010. Pengaruh Pengolahan Tanah Terhadap Keragaman dan Kelimpahan Gulma serta Pertumbuhan dan Produksi Jagung Pada Jarak Tanam Yang Berbeda. Tesis. Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan. 132 hlm.

Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Diterjemahkan oleh Johara T. Jayadinata. Penerbit ITB. Bandung. 397 hlm.

Santoso, Y. 1987. Pengaruh Berbagai Macam dan Cara Pemberian Serasah Tanaman Terhadap Kecepatan Dekomposisi dan Bahan Organik Tanah Selama Pertumbuhan Jagung Pada Tanah Typic Fragiudults. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 52 hlm.

Sarno, 2006. Pengaruh Pengapuran Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung pada Tanah yang Diperlakukan Dengan Sistim Olah Tanah Jangka Panjang. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. 89 hlm.

Subekti, N. A., Syafruddin, R. Efendi, dan S. Sunarti. 2007. Jagung : Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Maros. 28 hlm.

Suryani, A. 2007. Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk Dengan Berbagai Bahan Organik Dalam Bentuk Kompos. http://www.damandiri.or.id/file/ anisuryaniipbbab2.pdf. diakses tanggal 6 Maret 2011.

Tim Fakultas Pertanian Unila. 1980/1981. Pengaruh Pengolahan Tanah dan

Pemberian Serasah Terhadap Produksi Jagung. Laporan. Fakultas

Pertanian Unila. Bandar lampung. 41 hlm.

Umar, I. 2004. Pengelolaan Tanah Sebagai Suatu Ilmu : Data, Teori, dan Prinsif-prinsif. Makalah Pribadi Sains Program Pasca Sarjana/S 3. Institut Pertanian Bogor. 13 hlm.

Utomo, M., H. Suprapto dan Sunyoto. 1989. Influence of tillage and nitrogen fertilization on soil nitrogen, decomposition of alang-alang (imperata cylindrica) and corn production of alang-alang land. Pp 367-373 In:


(6)

Nutrient Management For Food Crop Production in Tropical Farming System. Heide, J. V. D. (eds). Institute For Soil Fertility (IB) and Universitas Brawijaya. Haren, Netherlands. Pp 373.

Utomo, M. 1990. Budidaya Pertanian Tanpa Olah Tanah, Teknologi Untuk Pertanian Berkelanjutan. Direktorat Produksi Padi dan Palawija. Departemen Pertanian RI. Jakarta.

Utomo, M. 1995. Kekerasan Tanah dan Serapan Hara Tanaman Jagung Pada Olah Tanah Konservasi Jangka Panjang. J. Tanah Tropika. 1;1-7

Utomo, M. 2004. Olah tanah konservasi untuk budidaya jagung berkelanjutan. Prosiding Seminar Nasional IX Budidaya Pertanian Olah Tanah Konservasi. Gorontalo, 6-7 Oktober, 2004.

Utomo, M. 2006. Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan. Universitas Lampung. Bandar lampung. 25 hlm.

Utomo, M., H. Buchari dan I. S. Banuwa. 2010. Peran olah tanah konservasi jangka panjang dalam mitigasi pemansan global: penyerapan karbon, pengurangan gas rumah kaca dan peningkatan produktivitas lahan. Usulan Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Bandar Lampung. 21 hlm.


Dokumen yang terkait

Efisiensi Pemupukan P Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung(Zea mays L.)pada Tanah Andisol dan Ultisol

3 65 51

Pengaruh Interaksi Pemberian Serasah Tanaman Kedelai dan Dolomit Terhadap P-Tersedia dan Serapan-P Tanaman Jagung (Zea mays) Pada Tanah Ultisol

3 37 85

Waktu dan Jarak Tanam Tanaman Jagung (Zea mays L.) Terhadap Pertumbuhan dan produksi Kacang Tanah ( Arachis hypogea L.).

0 46 79

Tanggap Tanaman Jagung ( Zea mays L ) Terhadap Pemupukan P dan Kotoran Ayam Pada Tanah Ultisol Asal Mancang Kabupaten Langkat

7 53 66

Perubahan Beberapa Sifat Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Ultisol Akibat Pemberian Limbah PKS dan Cacing Tanah

2 41 58

Ketersediaan Hara-P Dan Respon Tanaman Jagung (Zea Mays L) Pada Tanah Ultisol Tambunan-A Akibat Pemberian Guano Dan Mikroorganisme Pelarut Fosfat (MPF)

0 25 49

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP N-TOTAL DAN NITRAT TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI KEBUN PERCOBAAN POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

2 30 60

PENGARUH SISTEM TANPA OLAH TANAH DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP RESPIRASI RIZOSFER DAN NON RIZOSFER PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)

0 3 37

PENGARUH OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP TOTAL BAKTERI TANAH PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG DI TANAH ULTISOL

0 2 10

PENGARUH SISTEM OLAH TANAH KONSERVASI DAN PEMUPUKAN NITROGEN JANGKA PANJANG TERHADAP BIOMASA KARBON MIKROORGANISME TANAH (C-MIK) DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH ULTISOL

0 2 18