Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif
Sejarah Indonesia 191
Sedangkan landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pembukaan Undang-Undang Dasar UUD 1945 alinea
pertama “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan” dan alinea keempat”…. dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial….”.
Tujuan politik luar negeri bebas aktif adalah untuk mengabdi kepada tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
alinea keempat yang menyatakan: “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial….”
Kemudian agar prinsip bebas aktif dapat dioperasionalisasikan dalam politik luar negeri Indonesia, maka setiap periode pemerintahan menetapkan landasan
operasional politik luar negeri Indonesia yang senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan nasional.
Sejak awal kemerdekaan hingga masa Orde Lama, landasan operasional dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif sebagian besar dinyatakan
melalui maklumat dan pidato-pidato Presiden Soekarno. Beberapa saat setelah kemerdekaan, dikeluarkanlah Maklumat Politik Pemerintah tanggal
1 November 1945 yang isinya adalah; politik damai dan hidup berdampingan secara damai; tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain;
politik bertetangga baik dan kerjasama dengan semua negara di bidang ekonomi, politik dan lain-lain; serta selalu mengacu pada piagam PBB dalam
melakukan hubungan dengan negara lain.
Selanjutnya pada masa Demokrasi Terpimpin 1959-1965 landasan operasional politik luar negeri Indonesia adalah berdasarkan UUD 1945 yang terdapat
dalam pembukaan UUD 1945 alinea pertama, pasal 11 dan pasal 13 ayat 1 dan 2 UUD 1945, Amanat Presiden yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi
Kita” pada 17 Agustus 1959 atau dikenal sebagai “Manifesto Politik Republik Indonesia”.
Amanat Presiden itu sendiri kemudian dijadikan sebagai Garis Besar Haluan Negara. Berkaitan dengan kebijakan politik luar negeri, Manifesto tersebut
memuat tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek, yaitu :
192 Kelas XII SMAMA
Tudjuan djangka pendek jaitu melandjutkan perdjuangan anti imperialisme ditambah dengan mempertahankan kepribadian Indonesia di tengah-
tengah tarikan-tarikan ke kanan dan ke kiri jang sekarang sedang berlaku kepada negara kita dalam pergolakan dunia menudju kepada suatu
imbangan baru. Sementara dalam djangka pandjang di bidang luar negeri, Revolusi Indonesia bertudjuan melenjapkan imperialisme di mana-mana,
dan mentjapai dasar-dasar bagi perdamaian dunia jang kekal dan abadi. Menurut Manipol, diplomasi jang sesuai dengan fungsinja sebagai art
jang berhubungan dengan tjara melaksanakannja harus tidak mengenal kompromi, harus radikal dan revolusioner.
Panitia Penulisan Sedjarah Departemen Luar Negeri,, 1971 . Jakarta: Deplu, 1971, hlm.259
Tujuan jangka pendek dan jangka panjang tidak terlepas dari sejarah Indonesia, sebagai bangsa yang pernah mengalami penjajahan. Walaupun Indonesia
sudah merdeka, perjuangan untuk melenyapkan imperialisme belum berakhir, sebab negara-negara yang dianggap imperialis dan kolonialis Barat, masih
ada dan berusaha menanamkan pengaruhnya. Indonesia berusaha pula menghindari dari keberpihakan pada dua blok yang bersengketa dan masuk
menjadi anggota Non Blok.
Pedoman Pelaksanaan Manifesto PolitikManipol Indonesia berdasarkan pada amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960 yang terkenal dengan nama
“Djalanja Revolusi Kita”, yang menetapkan penegasan mengenai cara-cara pelaksanaan Manipol di bidang politik luar negeri. Politik luar negeri Indonesia
tidak netral, tidak menjadi penonton dan tidak tanpa prinsip. Politik bebas tidak sekedar “cuci tangan”, tidak sekedar defensif, tapi aktif dan berprinsip
serta berpendirian.
Manipol, Djarek Djalanja Revolusi Kita, merupakan embrio kelahiran serta doktrin baru, yaitu dunia tidak terbagi dalam Blok Barat , Blok Timur dan Blok
Asia AfrikaBlok ketiga. Akan tetapi dunia terbagi menjadi dua Blok yang saling bertentangan yaitu New Emerging Forces Nefos dan Old Established
ForcesOldefos.
Nefos merupakan kekuatan-kekuatan baru yang sedang bangkit. Sementara Oldefos merupakan kekuatan-kekuatan lama yang sudah mapan. Doktrin Nefos
dan Oldefos menjadi dasar politik luar negeri anti imperialis dan kolonialis yang lebih militan. Soekarno mewujudkan gagasan Nefos dan Oldefos itu
dengan suatu strategi diplomasi yang agresif dan konfrontatif dengan negara- negara Barat.
Sejarah Indonesia 193
Pada masa Orde Baru, landasan operasional politik luar negeri Indonesia kemudian semakin dipertegas dengan beberapa peraturan formal, diantaranya
adalah Ketetapan MPRS no. XII MPRS1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang penegasan kembali landasan kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia. TAP
MPRS ini menyatakan bahwa sifat politik luar negeri Indonesia adalah:
1. Bebas aktif, anti-imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
2. Mengabdi kepada kepentingan nasional dan amanat penderitaan rakyat.
Selanjutnya landasan operasional kebijakan politik luar negeri RI dipertegas lagi dalam Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973, yang berisi:
1. Terus melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan mengabdikannya kepada kepentingan nasional, khususnya pembangunan
ekonomi;
2. Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah VLD7HQJJDUDGDQ3DVL¿NDUDWD\DVHKLQJJDPHPXQJNLQNDQQHJDUD
negara di wilayah ini mampu mengurus masa depannya sendiri melalui pembangunan ketahanan nasional masing-masing, serta memperkuat
wadah dan kerjasama antara negara anggota perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara;
3. Mengembangkan kerjasama untuk maksud-maksud damai dengan semua negara dan badan-badan internasional dan lebih meningkatkan
peranannya dalam membantu bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya tanpa mengorbankan kepentingan dan kedaulatan
nasional.
Ketetapan-ketetapan MPR era Orde Baru dijabarkan dalam pola umum pembangunan jangka panjang dan pola umum pelita dua hingga enam, pada
intinya menyebutkan bahwa dalam bidang politik luar negeri yang bebas dan aktif diusahakan agar Indonesia dapat terus meningkatkan peranannya
dalam memberikan sumbangannya untuk turut serta menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil dan sejahtera. Namun demikan, menarik untuk dicatat
bahwa TAP MPR RI No. IVMPR1973 berbeda dengan TAP MPRS tahun 1966. Perbedaan ini seiring dengan pergantian pemerintahan dari Soekarno
ke Soeharto, sehingga konsep perjuangan Indonesia yang selalu didengung- dengungkan oleh Soekarno sebagai anti-kolonialisme dan anti-imperialisme
194 Kelas XII SMAMA
tidak lagi memunculkan dalam TAP MPR tahun 1973 di atas. selain itu, sosok politik luar negeri Indonesia juga lebih difokuskan pada upaya pembangunan
bidang ekonomi dan peningkatan kerjasama dengan dunia internasional.
Selanjutnya TAP MPR RI No. IVMPR1978, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga telah diperluas, yaitu ditujukan untuk kepentingan
pembangunan di segala bidang. Realitas ini berbeda dengan TAP-TAP MPR sebelumnya, yang pada umumnya hanya mencakup satu aspek pembangunan
saja, yaitu bidang ekonomi. Pada TAP MPR RI No. IIMPR1983, sasaran
SROLWLN OXDU QHJHUL ,QGRQHVLD GLMHODVNDQ VHFDUD OHELK VSHVL¿N GDQ ULQFL Perubahan ini menandakan bahwa Indonesia sudah mulai mengikuti dinamika
politik internasional yang berkembang saat itu.
Pasca-Orde Baru atau dikenal dengan periode Reformasi yang dimulai dari masa pemerintahan B.J. Habibie sampai pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono secara substansif landasan operasional politik luar negeri Indonesia dapat dilihat melalui: ketetapan MPR No. IVMPR1999 tanggal 19 Oktober
1999 tentang garis-garis besar haluan negara dalam rangka mewujudkan tujuan nasional periode 1999-2004. GBHN ini menekankan pada faktor-faktor
yang melatarbelakangi terjadinya krisis ekonomi dan krisis nasional pada 1997, yang kemudian dapat mengancam integrasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia NKRI. Diantaranya adanya ketidakseimbangan dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi yang demokratis dan berkeadilan. Oleh karena
itu, GBHN juga menekankan perlunya upaya reformasi di berbagai bidang, khususnya memberantas segala bentuk penyelewengan seperti korupsi, kolusi,
dan nepotisme serta kejahatan ekonomi dan penyalahgunaan kekuasaan.
Selanjutnya ketetapan ini juga menetapkan sasaran-sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri, yaitu:
1. menegaskan kembali pelaksanaan politik bebas dan aktif menuju pencapaian tujuan nasional;
2. ikut serta di dalam perjanjian internasional dan peningkatan kerja sama untuk kepentingan rakyat Indonesia;
3. memperbaiki performa, penampilan diplomat Indonesia dalam rangka suksesnya pelaksanaan diplomasi pro-aktif di semua bidang;
4. meningkatkan kualitas diplomasi dalam rangka mencapai pemulihan HNRQRPL\DQJFHSDWPHODOXLLQWHQVL¿NDVLNHUMDVDPDUHJLRQDO
dan internasional;
Sejarah Indonesia 195
5. mengintensifkan kesiapan Indonesia memasuki era perdagangan bebas;
6. memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga; 7. mengintensifkan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam
kerangka ASEAN dengan tujuan memelihara stabilitas dan kemakmuran di wilayah Asia Tenggara.
Ketetapan MPR diatas, secara jelas menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, berorientasi untuk kepentingan nasional,
menitikberatkan pada solidaritas antarnegara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa, menolak segala bentuk penjajahan serta
meningkatkan kemandirian bengsa dan kerjasama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
TUGAS Buatlah rangkuman materi tentang landasan ideal, konstitusional dan
operasional politik luar negeri indonesia.