200 Kelas XII SMAMA
Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru berkaitan dengan sikap konfrontasi penuhnya terhadap imperialisme dan kolonialisme. Doktrin
itu mengatakan bahwa dunia terbagi dalam dua blok, yaitu “Oldefos” Old Established Forces dan “Nefos” New Emerging Forces. Soekarno
menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan di dunia pada dasarnya akibat dari pertentangan antara kekuatan-kekuatan orde lama Oldefos dan
kekuatan-kekuatan yang baru bangkit atau negara-negara progresif Nefos. Imperialisme, kolonialisme, dan neokolonialisme merupakan paham-paham
yang dibawa dan dijalankan oleh negara-negara kapitalis Barat. Dalam upayanya mengembangkan Nefos, Presiden Soekarno melaksanakan Politk
Mercusuar bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang mampu menerangi jalan bagi Nefos di seluruh dunia. Salah satu tindakan usaha penguatan
eksistensi Indonesia dan Nefos juga dapat dilihat dari pembentukan poros Jakarta – Peking yang membuat Indonesia semakin dekat dengan negara-
negara sosialis dan komunis seperti China.
Faktor dibentuknya poros ini antara lain, pertama, karena konfrontasi dengan Malaysia menyebabkan Indonesia membutuhkan bantuan militer dan logistik,
mengingat Malaysia mendapat dukungan penuh dari Inggris, Indonesia pun harus mencari kawan negara besar yang mau mendukungnya dan bukan sekutu
Inggris, salah satunya adalah China. Kedua, Indonesia perlu untuk mencari negara yang mau membantunya dalam masalah dana dengan persyaratan yang
mudah, yakni negara China dan Uni Soviet.
Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin juga ditandai dengan usaha keras Presiden Soekarno membuat Indonesia semakin dikenal di dunia
internasional melalui beragam konferensi internasional yang diadakan maupun diikuti Indonesia. Tujuan awal dari dikenalnya Indonesia adalah mencari
dukungan atas usaha dan perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan Irian Barat. Namun seiring berjalannya waktu, status dan prestis menjadi
faktor-faktor pendorong semakin gencarnya Soekarno melaksanakan aktivitas politik luar negeri ini. Efek samping dari kerasnya usaha ke luar Soekarno ini
adalah ditinggalkannya masalah-masalah domestik seperti masalah ekonomi. Soekarno beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi pada fase awal berdirinya
suatu negara adalah hal yang tidak terlalu penting. Beliau beranggapan bahwa pemusnahan pengaruh-pengaruh asing baik itu dalam segi politik, ekonomi
maupun budaya adalah hal-hal yang harus diutamakan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi domestik. Soekarno dengan gencar melancarkan
politik luar negeri aktif namun tidak diimbangi dengan kondisi perekonomian
GDODPQHJHUL\DQJSDGDNHQ\DWDQQ\DPRUDWPDULWDNLEDWLQÀDVL\DQJWHUMDGL
Sejarah Indonesia 201
secara terus-menerus, penghasilan negara merosot sedangkan pengeluaran untuk proyek-proyek Politik Mercusuar seperti GANEFO Games of The
New Emerging Forces dan CONEFO Conference of The New Emerging Forces terus membengkak. Hal inilah yang pada akhirnya menjadi salah satu
penyebab krisis politik dan ekonomi Indonesia pada masa akhir pemerintahan Demokrasi Terpimpin.
4. Politik Luar Negeri Indonesia Pada Masa Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola hubungan luar negeri Indonesia. dalam segala bidang. Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia
lebih memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan secara baik, tanpa adanya stabilitas politik
keamanan dalam negeri maupun di tingkat regional. Pemikiran inilah yang mendasari Presiden Soeharto mengambil beberapa langkah kebijakan politik
luar negeri polugri, yaitu membangun hubungan yang baik dengan pihak- pihak Barat dan “good neighbourhood policy” melalui Association South East
Asian nation ASEAN. Titik berat pembangunan jangka panjang Indonesia saat itu adalah pembangunan ekonomi, untuk mencapai struktur ekonomi
yang seimbang dan terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat, pada dasawarsa abad yang akan datang. Tujuan utama politik luar negeri Soeharto pada awal
penerapan New Order tatanan baru adalah untuk memobilisasi sumber dana internasional demi membantu rehabilitasi ekonomi negara dan pembangunan,
serta untuk menjamin lingkungan regional yang aman yang memudahkan Indonesia untuk berkonsentrasi pada agenda domestiknya.
Berikut pernyataan Presiden Soeharto mengenai politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
“ Bagi Indonesia, politik luar negerinya yang berprinsip non-Blok tidak identik dengan tidak adanya keterlibatan. Itulah alasannya mengapa Indonesia
lebih suka mengatakannya sebagai politik luar negeri yang bebas dan aktif karena politik luar negeri kita tidak hampa, mati, atau tidak berjalan.
Politik luar negeri Indonesia adalah bebas di mana Indonesia bebas dari ikatan apapun juga, baik itu dalam secara militer, politik ataupun secara
ideologis bahwa Indonesia benar-benar terbebas dari berbagai masalah atau peristiwa dengan tidak adanya pengaruh dari pihak manapun, baik
secara militer, politis, ataupun secara ideologis.” Kumpulan Pidato Presiden Soeharto, http:kepustakaan-presiden.pnri.go.idspeech
202 Kelas XII SMAMA
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, dalam bidang politik luar negeri, kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih menaruh perhatian khusus terhadap
soal regionalisme. Para pemimpin Indonesia menyadari pentingnya stabilitas regional akan dapat menjamin keberhasilan rencana pembangunan Indonesia.
Kebijakan luar negeri Indonesia juga mempertahankan persahabatan dengan pihak Barat, memperkenalkan pintu terbuka bagi investor asing, serta bantuan
pinjaman. Presiden Soeharto juga selalu menempatkan posisi Indonesia sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan kebijakan luar negerinya tersebut,
seperti halnya pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Beberapa sikap Indonesia dalam melaksanakan politik luar negerinya antara lain; menghentikan konfrontasi dengan Malaysia. Upaya mengakhiri
konfrontasi terhadap Malaysia dilakukan agar Indonesia mendapatkan kembali kepercayaan dari Barat dan membangun kembali ekonomi Indonesia melalui
investasi dan bantuan dari pihak asing. Tindakan ini juga dilakukan untuk menunjukkan pada dunia bahwa Indonesia meninggalkan kebijakan luar
negerinya yang agresif. Konfrontasi berakhir setelah Adam Malik yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Luar Negeri menandatangani Perjanjian
Bangkok pada tanggal 11 Agustus 1966 yang isinya mengakui Malaysia sebagai suatu negara.
Selanjutnya Indonesia juga terlibat aktif membentuk organisasi ASEAN bersama dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina. Dalam
pembentukan ASEAN Indonesia memainkan peranan utama dalam pembentukan organisasi ASEAN. ASEAN merupakan wadah bagi politik luar
negeri Indonesia. Kerja sama ASEAN dipandang sebagai bagian terpenting dari kebijakan luar negeri Indonesia. Ada kesamaan kepentingan nasional
antara negara-negara anggota ASEAN, yaitu pembangunan ekonomi dan sikap non komunis. Dengan demikian, stabilitas negara-negara anggota
ASEAN bagi kepentingan nasional Indonesia sendiri sangatlah penting. ASEAN dijadikan barometer utama pelaksanaan kerangka politik luar negeri
Indonesia. Berbagai kebutuhan masyarakat Indonesia coba difasilitasi dan dicarikan solusinya dalam forum regional ini. Pemerintahan Soeharto coba
membangun Indonesia sebagai salah satu negara Industri baru di kawasan Asia Tenggara, sehingga pernah disejajarkan dengan Korea Selatan, Taiwan,
dan Thailand sebagai macan-macan Asia baru. Di samping itu, politik luar negeri Indonesia dalam forum ASEAN, juga untuk membentuk citra positif
Indonesia sebagai salah satu negara yang paling demokratis dan sangat layak bagi investasi industri.