Pengaruh Biaya Kepatuhan Dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak (Survey Pada KPP Di Kanwil Jawa Barat I)

(1)

(2)

PENGARUH BIAYA KEPATUHAN DAN PENAGIHAN PAJAK

TERHADAP PENERIMAAN PAJAK

(Survey Pada KPP di Kanwil Jawa Barat I)

THE INFLUENCE OFCOMPLIANCECOSTSAND

TAX COLLECTION TOTAXREVENUE

(Survey of Small Taxpayers In West Java I)

RahmatSusanto 21108033 SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(3)

(4)

ABSTRAK

Biaya kepatuhan adalah biaya – biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak dalam memenuhi persyaratan kewajiban perpajakannya. Biaya kepatuhan untuk

direct money cost, dan time cost, masih cukup tinggi sehingga memberatkan wajib pajak. penagihan pajak yang belum optimal menjadi penyebab utama sulitnya pengumpulan penerimaan pajak. Penerimaan negara dari sektor pajak merupakan salah satu komponen penting dalam rangka kemandirian pembiayaan pembangunan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh biaya kepatuhan dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Kanwil Jabar I. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif. Untuk mengetahui pengaruh biaya kepatuhan dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak digunakan uji statistik. Pengujian statistik yang digunakan adalah uji asumsi klasik, analisis korelasi, analisis regresi linier berganda, koefisiensi determinasi dan uji hipotesis yang dibantu menggunakan software SPSS 18 for windows

Hasil Penelitian menunjukan bahwa Biaya Kepatuhan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Jawa Barat I masih cukup tinggi. Biaya kepatuhan berpengaruh terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Jawa Barat I. Artinya semakin tinggi biaya kepatuhan maka akan berdampak terhadap penurunan penerimaan pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Jawa Barat I. Sedangkan untuk Penagihan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Jawa Barat I sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan undang – undang yang berlaku meskipun belum optimal. Penagihan pajak berpengaruh dan signifikan terhadap peningkatan penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Wilayah Jawa Barat I. Artinya jika penagihan pajak dilakukan dengan baik maka akan berdampak postif terhadap peningkatan penerimaan pajak.


(5)

the requirements of the tax obligations. Direct compliance costs to cost money, and time cost, is still high enough to burden the taxpayer. Tax collection is not optimal to be the main cause of the difficulty of collecting tax revenue. State revenues from the tax sector is one important component of development financing in order to self-sufficiency.

The purpose of this study to determine the influence of compliance cost and tax collection to tax revenue in west java I. The method used in this research is descriptive method and verifikatif. To determine the influence of the cost of tax compliance and collection of tax revenue used statistical tests. Statistical test used is the classical assumption test, correlation analysis, multiple linear regression analysis, determination coefficient and hypothesis test using SPSS software assisted 18 for windows

Research results indicate that compliance costs on the Tax Office Primary Areas of West Java, I was still quite high. Cost of compliance effect on tax revenue to the Tax Office Primary Areas of West Java I. This means that the higher the compliance costs will likely be detrimental to the decline in tax revenues in the Tax Office Primary Areas of West Java I. As for the Billing Tax on Tax Office Primary Areas of West Java, I've done in accordance with the provisions of laws - laws that apply even if not optimal. Tax collection and a significant effect on the increase in tax revenues in the Tax Office Primary Areas of West Java I. This means that if the tax collection done well it will impact positively on increasing tax revenue.


(6)

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis menyusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di Kanwil Jabar I yang berjudul “Pengaruh Biaya Kepatuhan dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama di Kanwil Jabar I”. Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh progran studi Strata 1 pada program studi Akuntansi Fakultas Ekonomi diUniversitas Komputer Indonesia.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan penelitian ini masih banyak kekurangannya, mengingat keterbatasan kemampuan, pengalaman dan pengetahuan penulis, baik dalam hal penyajian maupun dalam penggunaan tata bahasa. Tetapi penulis berupaya menyusun sebaik mungkin dengan harapan penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Selama penyusunan penelitian ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa petunjuk, bimbingan, pengarahan, maupun bantuan moril dan materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini dengan segenap ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu :


(7)

ii

Universitas Komputer Indonesia.

3. Sri Dewi Anggadini, SE.,M.Si, Selaku Ketua Program Studi Akuntansi

4. Dr. Ely Suhayati, SE,.M.Si.,Ak Selaku Dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu guna membimbing, mengarahkan, dan memberikan petunjuk yang sangat berharga demi selesainya penyusunan penelitian ini.

5. Seluruh Staff Dosen Pengajar UNIKOM yang telah membekali penulis dengan pengetahuan.

6. Segenap Pimpinan dan Staff KPP di Kanwil Jawa Barat I yang telah memberikan waktu, tenaga dan bantuannya yang berharga untuk memberikan kesempatan kepada penulis dalam melakukan penelitian.

7. Segenap Pimpinan dan Staff Direktorat Jendral Pajak Kantor Wilayah Jawa Barat I, yang telah memberikan ijin penulis untuk melakukan penelitian.

8. Kedua Orang tuaku yang tercinta dan Istriku yang selalu memberikan doa dengan penuh kasih sayang, keikhlasan dan kesabaran serta pengorbanan yang tiada henti mendorong dan selalu memberi semangat penulis untuk menyelesaikan laporan Skripsi ini.

9. Untuk sahabat-sahabatku Reza Meiriyadhi F, Dickie anggara, Neti Wiparti, Riski Raspati, terima kasih atas semangat, dukungan dan canda tawa yang diberikan selama ini.


(8)

iii

10. Teman-teman satu bimbingan yang selalu memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

11. Semua teman-teman kelas 4 ak-1 dan Kelas Konsentrasi Pajak terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

12. Seluruh pihak-pihak yang telah membantu penyusunan penelitian ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas jasa semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan penelitian ini.

Wassalamua’laikum Wr. Wb.

Bandung, Juli 2012 Penulis

Rahmat Susanto NIM : 21108033


(9)

iv PERNYATAAN KEASLIAN

MOTTO ABSRACT ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 7

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 7

1.2.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 7

1.3.1 Maksud Penelitian ... 7

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.4.1 Kegunaan Praktis ... 8

1.4.2 Kegunaan Akademis ... 8

1.5 Lokasi Dan Waktu Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka ... 11

2.1.1 Biaya Kepatuhan ... 11

2.1.1.1 Pengertian Biaya Kepatuhan ... 11

2.1.1.2 Indikator Biaya Kepatuhan ... 11

2.1.2 Penagihan Pajak ... 12

2.1.2.1 Pengertian Penagihan Pajak ... 12

2.1.2.2 Tindakan Penagihan Pajak ... 13

2.1.2.3 Indikator Penagihan Pajak ... 26

2.1.3 Penerimaan Pajak ... 29

2.1.3.1 Pengertian Penerimaan Pajak... 29

2.1.3.2 Indikator Penerimaan Pajak ... 29


(10)

v

2.2 Kerangka Pemikiran ... 31

2.2.1 Keterkaitan Antar variable ... 31

2.2.2 Biaya Kepatuhan Terhadap Penerimaan Pajak ... 31

2.1.3 Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak ... 32

2.3Hipotesis ... 33

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian ... 34

3.2Metode Penelitian ... 34

3.2.1 Desain Penelitian ... 35

3.2.2 Operasionalisasi Variabel……… ... 37

3.2.3 Sumber dan Teknik Penentuan Data ... 39

3.2.3.1 Sumber Data ... 39

3.2.3.2 Teknik Penentuan Data... 42

3.2.4 Prosedur Pengumpulan Data ... 42

3.2.4.1 Uji Validitas ... 43

3.2.4.2 Uji Reliabilitas ... 45

3.2.4.3 Uji MSI ... 47

3.2.5 Rancangan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 48

3.2.5.1 Rancangan Analisis ... 48

3.2.5.2 Pengujian Hipotesis ... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ... 62

4.1.1 Sejarah Perusahaan ... 62

4.1.2 Struktur Organisasi Perusahaan ... 66

4.1.3 Job Description... 67

4.1.4 Aktivitas Perusahaan ... 70

4.2 Karakteristik Responden ... 71

4.3 Analisis deskriptif ... 74

4.3.1 Analisis Biaya Kepatuhan ... 75

4.3.2 Analisis Penagihan Pajak ... 82

4.3.3 Analisis Penerimaan Pajak ... 93

4.4 Analisis Verifikatif ... 94

4.4.1 Pengaruh Biaya Kepatuhan Terhadap Penerimaan Pajak ... 94

4.4.2 Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak ... 94

4.4.3 Pengaruh X1 Dan X2 Terhadap Y ... 96

4.4.4 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ... 96

4.4.5 Hasil Pengujian Asumsi Regresi... 97

4.4.6 Hasil Analisis Korelasi Parsial ... 102

4.4.7 Hasil Analisis Korelasi Ganda ... 105


(11)

vi

5.2 Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115

KUISIONER ... 117

LAMPIRAN-LAMPIRAN LAIN ... 126


(12)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang- Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Rochmat Soemitro, 1991). Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan (Suryadi, 2006). Sedangkan penerimaan pajak menurut (Zain, 2005), Penerimaan pajak merupakan gambaran partisipasi masyarakat dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan negara.

Untuk mewujudkan pemasukan pajak ke dalam kas negara, maka dibutuhkan biaya-biaya, yang dalam literatur perpajakan disebut sebagai tax operating cost, yang terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk memungut pajak yang disebut sebagai administrative cost dan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya yang disebut compliance cost atau biaya kepatuhan (Safri Nurmantu, 2008).

Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983, dan sejak saat itulah Indonesia menganut sistem self assessment (Zain, 2005). Wajib pajak mendapatkan beban berat, karena harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam surat pemeberitahuannya, menghitung dasar pengenaan pajaknya,


(13)

mengkalkulasi jumlah pajak yang terhutang dan melunasi pajak yang terutang (Zain, 2005).

Dalam meningkatkan penerimaan pajak Wajib Pajak merupakan salah satu aspek penting dan merupakan tulang punggung penerimaan pajak, semua kegiatan wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya telah diatur dalam Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan (KUP), hal tersebut tentunya sebagai upaya dari Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat pada umumnya dan Wajib Pajak pada khususnya tentang pajak dan betapa pentingnya pajak bagi suatu Negara dan juga semua masyarakatnya (Zain, 2005). Atas hal tersebutlah diharapkan masyarakat sadar akan pajak, dan tentunya diperlukan kesadaran yang tinggi dari wajib pajak untuk membayarkan pajak kepada Negara sebagai salah satu bentuk kontribusi dan bentuk kepatuhan Wajib Pajak untuk membayar pajak (Zain, 2005).

Dengan pajak sebagai salah satu pos penerimaan Negara diharapkan banyak pembangunan dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan Negara Sehingga pajak memiliki dua fungsi pajak yaitu fungsi Budgeter (Sumber Keuangan Negara) dan

Reguler (Fungsi Mengatur) ( Siti kurnia Rahayu, 2010). Fungsi budgeter berfungsi Sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas Negara yang dilakukan system pemungutan berdasrkan undang – undang perpajakn yang berlaku, sedangkan fungsi regular berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau untuk melaksanakan kebijakan yang ditetapkan Negara dalam dibidang ekonomi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu ( Siti kurnia Rahayu, 2010).


(14)

3

Penerimaan Pajak pada tahun 2011 tidak sesuai dengan target yang dicapai, dirjen pajak mengakui penerimaan pajak pada semester pertama 2011 tidak mencapai target yang ditetapkan, target yang ditetapkan tersebut merupakan target yang dibuat oleh DJP, Masalah ini di akibatkan ada kecenderungan penerimaan pajak sering meleset, namun DJP optimistis dengan adanya Survey Pajak Nasional (SPN) akan memicu penerimaan pajak yang lebih besar, karena 75 persen penerimaan negara berasal dari sektor pajak (Fuad Rahmany, 2011). Jadi dengan adanya SPN ini nantinya kita bisa memantau para Wajib Pajak (WP), realisasi penerimaan pajak per 5 Agustus 2011 telah mencapai Rp466 triliun. Sedangkan target penerimaan pajak pada APBNP 2011 sebesar Rp 878,7 triliun (Fuad Rahmany, 2011).

Salah satu faktor yang menyebabkan peneriman pajak tidak sesuai target yaitu

biaya kepatuhan, itu dibuktikan dengan kondisi biaya kepatuhan pajak terendah yang

dapat ditekan biaya-biaya kepatuhan untuk direct money cost, time cost, dan

psycological cost masih timbul yang relatif lebih besar dibandingkan dengan biaya

kepatuhan pajak di negara lain (Adinur, 2008). Masih menurut (Adinur, 2008),

mengatakan intervensi yang dilakukan untuk menekan biaya kepatuhan pajak hanya

mengangkat tingkat kepatuhan paling tinggi pada level 70,15 %. Ini menjelaskan


(15)

mendasar dan komprehensif, karena faktor "trade off" antara biaya dan kepatuhan

yang melekat dapat mempengaruhi penerimaan pajak.

Selain faktor biaya kepatuhan pemerintah juga menemui masalah besar saat menagih wajib pajak,Seharusnya petugas pajak wajib menagih pajak kepada semua wajib pajak, tugas ini semakin penting karena jumlah wajib pajak di Indonesia akan semakin banyak, salah satu indikatornya adalah produk domestik bruto per kapita yang mencapai 2.500 dollar AS, bahkan dapat mencapai 5.000-6.000 dollar AS per kapita. penagihan pajak yang belum optimal menjadi penyebab utama sulitnya mengumpulkan penerimaan pajak pada tahun 2011 ( Sri Mulyani, 2011).

Agar penerimaan pajak pada tahun 2011 sesuai dengan target maka Direktorat Jenderal Pajak akan mengintensifkan penagihan pajak hingga pemblokiran rekening bank bagi wajib pajak individu dan perusahaan yang membandel, langkah ini dilakukan hingga akhir tahun 2011 sebagai upaya mencapai target penerimaan pajak (Dedi Rudaedi, 2011). Pemblokiran memang sudah biasa dilakukan karena itu terbukti efektif meningkatkan keberhasilan penagihan piutang bagi pengemplang pajak dengan pemblokiran tersebut, wajib pajak hanya dapat menyetor uang ke bank, tetapi tidak dapat menariknya (Dedi Rudaedi, 2011). Dengan koordinasi bersama bank-bank terkait, maka wajib pajak baru bisa menarik dana dari bank jika sudah membayar pajak (Dedi Rudaedi, 2011).

Selain melakukan penagihan pajak dan pemblokiran rekening wajib pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga akan melakukan sensus pajak, dengan harapan


(16)

5

dapat meningkatkan penerimaan pajak yang stabil dan berkesinambungan (Agus Martowardojo, 2011). Sensus Pajak pada dasarnya merupakan program ekstensifikasi yang proaktif, proaktif adalah petugas pajak mendatangi subjek pajak secara langsung di lokasi tempat usaha dan/atau tempat tinggal mereka dengan tujuan melakukan pendataan kondisi umum tentang wajib pajak, termasuk pemenuhan kewajiban perpajakannya, sekaligus memberikan himbauan dan penyuluhan tentang tata cara membayar dan melaporkan pajaknya (Agus Martowardojo, 2011). Hasil dari kegiatan sensus Pajak ini diharapkan dapat melengkapi database tentang profil Wajib Pajak yang selanjutnya dapat bermanfaat bagi DJP untuk mendorong peningkatan kepatuhan kewajiban membayar pajak bagi semua pihak baik orang pribadi maupun badan usaha yang telah mampu membayar pajak (Agus Martowardojo, 2011). Dengan demikian, penerimaan negara dapat ditingkatkan jumlahnya agar semakin besar kemampuan Pemerintah untuk membangun infrastruktur, menyediakan pelayanan umum yang berkualitas, membangun lebih banyak lagi gedung sekolah dan pelayanan kesehatan dalam rangka meningkatkan kecerdasan dan tingkat kesehatan masyarakat (Agus Martowardojo, 2011).

Dikarenakan penerimaan pajak belum sesuai target maka Dirjen pajak (DJP) akan melakukan sosialisasi untuk membangun kepercayaan dari wajib pajak untuk kembali percaya jika semua uang yang dibayarkan oleh wajib pajak tidak ada satu pun yang hilang (Fuad Rahmany, 2011 ). Saat ini, jumlah wajib pajak badan usaha tercatat hanya 460.000 yang menyerahkan Surat Pemberitahuan (SPT) atau sekitar empat persen dari 22 juta badan usaha yang tercatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS),


(17)

sedangkan wajib pajak perorangan masih sekitar 8,5 juta orang atau sekitar 20 persen yang menyerahkan SPT dari kemungkinan 55 juta orang (Fuad Rahmany, 2011 ). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan meyakinkan bahwa semua uang yang telah di setorkan oleh wajib pajak sudah dimasukan ke kas negara (Fuad Rahmany, 2011 ).

Selain melakukan langkah langkah diatas Direktorat Jenderal Pajak juga akan melakukan sejumlah langkah untuk mengamankan penerimaan pajak pada tahun 2011 yang berdasar APBN sebesar Rp 878,7 triliun (Dedi Rudaedi, 2011). Dengan langkah-langkah pengamanan penerimaan pajak dan ditambah dukungan kinerja maksimal dari seluruh pegawai Ditjen Pajak, maka potensi penerimaan pajak dapat dilakukan secara optimal, Langkah pengamanan penerimaan pajak ini meliputi pengawasan yang lebih intensif terhadap Wajib Pajak Bendahara, melalui pengawasan penyerapan pagu Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), realisasi belanja yang dipertanggungjawabkan pada bulan Desember 2011, dan pengawasan pemotongan/pemungutan dan penyetoran pajak yang dilakukan bendahara tersebut (Dedi Rudaedi, 2011). selain itu Ditjen Pajak juga melakukan penagihan aktif terhadap wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak. Ditjen Pajak juga mengoptimalkan pemanfaatan data internal maupun eksternal seperti data yang telah tersedia dalam basis data Ditjen Pajak (Dedi Rudaedi, 2011).

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul:

PENGARUH BIAYA KEPATUHAN DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK ”


(18)

7

1.1 Latar belakang Penelitian

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

1. Biaya kepatuhan untuk direct money cost, dan time cost, masih cukup tinggi sehingga memberatkan bagi wajib pajak

2. Penagihan pajak yang belum optimal menjadi penyebab utama sulitnya pengumpulan penerimaan pajak

3. Penerimaan pajak pada tahun 2011 belum mencapai target

1.2.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh Biaya Kepatuhan terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil Jabar I

2. Bagaimana pengaruh penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil Jabar I

3. Bagaimana Pengaruh biaya kepatuhan dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil Jabar I, baik secara parsial maupun simultan

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Mengumpulkan data dan informasi yang terkait dengan biaya kepatuhan dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil Jabar I


(19)

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sebera besar pengaruh Biaya Kepatuhan terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil Jabar I

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil Jabar I.

3. Untuk Mengetahui seberapa besar pengaruh biaya kepatuhan dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil Jabar I, baik secara parsial maupun simultan.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada organisasi tentang Pengaruh biaya kepatuhan dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak.

1.4.2 Kegunaan Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan, informasi, dan pengetahuan tentang pengaruh Pengaruh biaya kepatuhan dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil Jabar I

1. Bagi Perkembangan Ilmu

Dapat menjadi referensi ilmiah tentang Pengaruh Biaya Kepatuhan dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP di Kanwil Jabar I


(20)

9

2. Bagi Penulis

Peneliti mengharapkan hasil penelitian dapat bermanfaat dan selain itu untuk menambah pengetahuan, dan juga memperoleh gambaran langsung bagaimana Pengaruh Biaya Kepatuhan dan Penagihan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP di Kanwil Jabar I.

3. Bagi Peneliti lain

Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi untuk perbaikan atau pengembangan materi bagi peneliti lain yang ingin mengakaji di bidang atau masalah yang sama.

4. Bagi Instansi

Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan solusi bagi Kantor Pelayanan Pajak untuk lebih meningkatkan kinerjanya secara optimal dan memberikan kepuasan bagi wajib pajak.

1.5Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Tabel 1.1

KPP di Wilayah Kota Bandung

\

Kantor Pajak Wilayah Kota Bandung (KANWIL JABAR I) 1 Kantor Pelayanan Pajak Tegal Lega

2 Kantor Pelayanan Pajak Majalaya 3 Kantor Pelayanan Pajak Karees 4 Kantor Pelayanan Pajak Cicadas 5 Kantor Pelayanan Pajak Madya 6 Kantor Pelayanan Pajak Sumedang 7 Kantor Pelayanan Pajak Soreang 8 Kantor Pelayanan Pajak Cibeunying 9 Kantor Pelayanan Pajak Bojonagara 10 Kantor Pelayanan Pajak Cimahi


(21)

1.5.2 Waktu Penelitian

Adapun waktu Penelitian dari mulai pengumpulan data sampai dengan penyusunan, dimulai pada tanggal 12 Maret s/d 12 Juli 2012 .

Tabel 1.2 Waktu Penelitian

Mar-12 Apr-12 Mei-12 Jun-12 Jul-12 Agust-12

Tahap Persiapan :

1. Bimbingan dengan dosen pembimbing 2. Membuat outline dan proposal skripsi 3.Mengambil formulir penyusunan skripsi 4.Menentukan tempat penelitian

Tahap Pelaksanaan :

1. Mengajukan outline dan proposal skripsi 2.Meminta surat pengantar ke perusahaan 3.Penelitian di perusahaan

4.Penyusunan skripsi

Tahap Pelaporan :

1.Menyiapkan draft skripsi 2.Sidang akhir skripsi

3.Penyempurnaan laporan skripsi 4.Penggadaan skripsi

I

Tahap Prosedur Bulan

II


(22)

11

BAB II

Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Biaya Kepatuhan

2.1.1.1 Pengertian Biaya kepatuhan

Menurut Sandford dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:150) adalah sebagai berikut :

“Biaya kepatuhan adalah biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam memenuhi persyaratan Perpajakan yang dikenakan pada mereka oleh hukum dan otoritas tertentu. Pendapatan, atas pembayaran aktual pajak dan atas biaya distorsi yang melekat dalam sifat pajak.”

Menurut John L. Turner et all dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:150) adalah sebagai berikut :

“biaya kepatuhan merupakan biaya yang dikenakan tehadap wajib pajak, diluar pajak itu sendiri misalnya biaya belajar tentang pajak, pengarsipan, mempersiapkan berkas pajak membuat kesepakatan dengan auditor, menengahi kesalah pahaman yang terjadi dengan pejabat perpajakan dan sebagainya.”

Dari kedua definisi, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

“ Biaya kepatuhan adalah keseluruhan biaya – biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak daam memenuhi persyaratan perpakannya.”

2.1.1.2 Indikator Biaya Kepatuhan

Menurut Sandford dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:151) Biaya Kepatuhan di bagi menjadi tiga yaitu sebagai berikut :


(23)

1. Direct money cost

“Biaya yang berhubungan dengan perhitungan pajak, biaya pengarsipan (kuitansi-kuitansi, tanda terima, dan catatan-catatan penting), biaya penyelesaian penulisan berkas pajak pendapatan, biaya konsultan pajak, dan biaya tak terduga (surat-menyurat, telepon, perjalanan dan komuniasi dengan pejabat perpajakan), biaya pengumpulan, pembayaran , dan penghitungan pajak produk, pendapatan perusahaan, dan gaji karyawan.”

2. Time costs,

Biaya belajar karyawan.Untuk menghitung pembiayaan ini, kita juga harus memperhitungkan opportunity costs-biaya yang digunakan jika tidak ada pajak. Waktu yang terpakai untuk membaca formulir SPT dan buku petunjuknya, waktu untuk berkonsultasi dengan konsultan pajak, serta waktu yang terpakai untuk pergi dan pulang ke kantor pajak .Waktu untuk menyetorkan pajak, dan sebagainya.

3. Psychic or psychological cost

Kecemasan karena telah melakukan tax evasion.Juga rasa cemas dan rasa keingintahuan Wajib Pajak timbul pada saat-saat menunggu hasil pemeriksaan atau hasil pengajuan keberatan dan banding.

2.1.2 Penagihan pajak

2.1.2.1 Pengertian Penagihan Pajak

Menurut Rochmat Soemitro dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:196) adalah sebagai berikut :

“Penagihan pajak merupakan perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan undang – undang khususnya mengenai pembayaran pajak”


(24)

13

Menurut Moeljhadi dalam Siti Kurnia Rahayu (2010:197) adalah sebagai berikut :

“Penagihan adalah serangkaian tindakan dari aperatur jenderal, berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik sebagian atau seluruhnya kewajiban perpajakan yang menurut undang-undang perpajakan yang berlaku berlaku.” Sedangkan Penagihan Pajak menurut Mardiasmo (2003:45) adalah sebagai berikut :

“Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi Utang Pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disista.” Dari definisi diatas maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

“Penagihan pajak adalah tindakan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan undang – undang khususnya mengenai pembayaran pajak”.

2.1.2.2 Tindakan Penagihan Pajak

Penagihan pajak dapat dilakukan dengan 2 langkah, sebagai berikut:

1. Penagihan Pajak Pasif

Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan STP, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK. Keberatan, dan Surat Putusan Banding, yang menyebabkan pajak terutang lebih besar.


(25)

Jika dalam jangka waktu 30 hari sejak diterbitkannya surat-surat di atas, Wajib Pajak tidak melunasi utang pajaknya, yang tertera pada masing-masing surat di atas, maka kepadanya akan dilakukan penagihan pajak aktif.

a. Surat Tagihan Pajak

Pengertian Surat Tagihan Pajak menurut Cyrus Sihaloho (2002:18) adalah sebagai berikut:

“Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.”

Sedangkan Surat Tagihan Pajak menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:186) adalah sebagai berikut:

“Surat Tagihan Pajak adalah untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.”

Adapun fungsi Surat Tagihan Pajak menurut Cyrus Sihaloho (2002:42) adalah sebagai berikut :

1. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak. 2. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa denda dan atau bunga.

3. Sarana untuk menagih pajak.

Penerbitan Surat Tagihan Pajak menurut Cyrus Sihaloho (2002:41) adalah sebagai berikut :

1. Pajak pada tahun berjalan tidak atau kurang bayar.

2. Berdasarkan penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran akibat salah tulis dan atau salah hitung.

3. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga. 4. Pengusaha yang dikenakan pajak tidak melapor untuk dikukuhkan sebagai PKP.


(26)

15

5. Pengusaha yang tidak atau bukan PKP membuat Faktur Pajak.

6. PKP tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi faktur pajak dengan lengkap.

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

Menurut Mardiasmo (2005:26) definisi SKPKB adalah sebagai berikut : “Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan yang diterbitkan untuk menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.”

Sedangkan definisi SKPKB menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:180) adalah sebagai berikut :

“Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang harus dibayar.”

Dari kedua definisi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa SKPKB diterbitkan untuk menentukan :

a. Besarnya jumlah pajak yang terutang b. Jumlah kredit pajak

c. Jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak

d. Besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang harus dibayarnya

SKPKB diatur dalam pasal 13 UU KUP yang dapat diterbitkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sesudah saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak.


(27)

Berdasarkan system self assessment yang dianut Undang-undang perpajakan, bahwa setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang terutang berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Penerbitan SKPKB akan diikuti dengan sanksi administrasi yang bisa berupa denda maupun kenaikan.

Sanksi administrasi dapat berupa denda sebesar 2% sebulan (maksimum 24 bulan), dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar besarnya pajak yang terutang, maka wajib pajak masih harus membayar kekurangan pembayaran sekaligus denda administrasinya sesuai SKPKB.

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

Menurut Mardiasmo (2005:27) definisi SKPKBT adalah sebagai berikut : “Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.”

Sedangkan menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:182) definisi SKPKBT adalah sebagai berikut:

“Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat keputusan yang menentukan tambahan atau jumlah pajak yang telah ditetapkan SKPKBT baru akan diterbitkan kalau sebelumnya pernah diterbitkan ketetapan pajak, SKPKBT ini merupakan koreksi atas SKP sebelumnya.”


(28)

17

Dari kedua definisi di atas, maka dapat disimpulan bahwa seperti halnya SKPKB, maka SKPKBT dapat dikeluaran apabila :

1. Berdasarkan data baru dan atau data yang semula belum terungkap, menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.

2. Ditemukan lagi data yang semula belum terungkap pada saat penerbitan SKPKBT. Dengan demikian SKPKBT dapat diterbitkan lebih dari 1 kali.

SKPKBT menetapkan sanksi yang digunakan yaitu berupa sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Jangka waktu penerbitan SKPKBT adalah 10 tahun sesudah saat pajak terutang, berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.

d. Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak yang terutang bertambah

Menurut Liberti Pandiangan (2008:116) definisi surat keputusan keberatan adalah sebagai berikut :

“Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap Surat Ketetapan Pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak menyebabkan pajak yang terutang bertambah.”

Hal keberatan ini diatur dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

e. Putusan Banding yang menyebabkan pajak terutang bertambah

Menurut Liberti Pandiangan (2008:117) definisi Putusan Banding adalah sebagai berikut :


(29)

“Putusan banding adalah peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak menyebabkan pajak terutang bertambah.”

f. Surat Keputusan Pembetulan yang mengakibatkan pajak terutang bertambah

Menurut Liberti Pandiangan (2008:116)definisi Surat Keputusan Pembetulan adalah sebagai berikut :

“Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan untuk membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak atau Surat Tagihan Pajak yang mengakibatkan pajak terutang bertambah.”

2. Penagihan secara aktif

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, apabila jumlah utang pajak yang tercantum pada STP, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK. Keberatan, dan Surat Putusan Banding setelah 1 bulan belum atau kurang bayar, maka akan diikuti dengan tindakan paksa sampai penyitaan. Perlu diketahui bahwa Undang-undang KUP No. 16 Tahun 2000 mendefinisikan penagihan pajak dalam arti sempit, yaitu hanya meliputi penagihan pajak aktif. Sebagai tambahan, sebagian besar aturan mengenai penagihan pajak aktif ini diatur dalam undang tersendiri, yaitu Undang-undang No. 19 Tahun 2000 tentang perubahan atas Undang-Undang-undang No. 19 Tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.


(30)

19

a. Surat Teguran

Menurut Rusjdi (2005:22)definisi Surat Teguran adalah sebagai berikut: “Surat Teguran adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk mengatur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.” Surat Teguran dikeluarkan oleh Kepala KPP segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran dari jumlah pajak yang masih harus dibayar (Pasal 1 angka (2) KPJP No. 20/Pj/1995 tanggal 23 Februari Jo Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE. 13/Pj. 75/1998 tanggal 20 November 1998). Dalam jangka waktu 21 hari setelah Surat Teguran, Wajib Pajak atau penanggung pajak harus melunasi pajaknya (Pasal 26 KMK No. 561/KMK. 04/2000) tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus dan Pelaksanaan Surat Paksa tanggal 26 Desember 2000).

Menurut Mardiasmo (2003:45)definisi Pejabat Pajak adalah sebagai berikut : “Pejabat Pajak adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut Undang-undang dan peraturan daerah.”

Dalam hal ini Menteri Keuangan berhak menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak pusat.Kepala Daerah berwenang menunjuk Pejabat untuk penagihan pajak daerah.


(31)

Menurut Mardiasmo (2003:46) definisi Jurusita Pajak adalah sebagai berikut : “Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan.”

Adapun Tugas Jurusita Pajak menurut Mardiasmo (2003:46) adalah sebagai berikut :

1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. 2. Pemberitahuan Surat Paksa.

3. Melaksanakan Penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak berwenang memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan objek sita di tempat usaha, di tempat kedudukan, atau di tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita. Dalam melakukan penyandraan jurusita bekerjasama dengan POLRI untuk menahan penanggung pajak sampai penanggung pajak melunasi utang pajaknya.

b. Surat Paksa

Menurut Mardiasmo (2003:47)definisi surat paksa adalah sebagai berikut : “Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.Surat paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.”


(32)

21

Sedangkan menurut Rusjdi (2005:33) definisi Surat Paksa adalah sebagai berikut:

“Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.”

Dari kedua definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa surat paksa digunakan untuk melakukan penagihan atas utang pajak dan biaya-biaya penagihannya.

Menurut Mardiasmo (2003:47) Surat Paksa sekurang-kurangnya meliputi adalah sebagai berikut :

1. Nama Wajib pajak, atau Nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak 2. Dasar penagihan

3. Besarnya utang pajak 4. Perintah untuk membayar.

Menurut Mardiasmo (2003:47) Surat Paksa akan diterbitkan apabila sebagai berikut :

1. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

2. Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus 3. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam

keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan.Sedangkan dalam hal Wajib Pajak dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau likuidator.


(33)

Catatan untuk wajib pajak :

1. Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa.

2. Pelaksanaan Surat Paksa tidak dapat dilanjutkan dengan penyitaan sebelum lewat 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan.

c. Penyitaan

Menurut Mardiasmo (2003:48) definisi Penyitaan adalah sebagai berikut : “Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.”

Sedangkan menurut Rusjdi (2005:33) definisi Penyitaan adalah sebagai berikut:

“Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.”

Dari kedua definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penyitaan merupakan tindakan yang dilakukan dalam rangka untuk menguasai barang milik wajib pajak yang di dasari oleh peraturan perundang-undangan.

Apabila utang pajak tidak dilunasi penanggung pajak dalam jangka waktu 2 kali 24 jam setelah Surat Paksa diterbitkan. Pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak disaksikan oleh


(34)

23

sekurang-kurangnya 2 orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Jika menurut jurusita barang yang disita telah mencapai nilai pajak terutangnya, maka penyitaan akan dihentikan. Barang yang telah disita akan disegel oleh jurusita dan disimpan ditempat penyimpanan. Setiap melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, dan saksi-saksi.

Menurut Mardiasmo (2003:49) barang yang disita adalah sebagai berikut : 1. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka,

tabungan, saldo rekening Koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau

2. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.

Penyitaan tidak dapat dilaksanakan terhadap barang yang telah disita Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Terhadap barang yang telah disita tersebut, Jurusita Pajak menyampaikan Surat Paksa kepada Pengadilan Negeri atau instansi lain yang berwenang. Pengadilan Negeri dalam sidang berikutnya menetapkan barang tersebut sebagai jaminan pelunasan utang pajak. Sedangkan instansi lain yang berwenang, menentukan pembagian hasil penjualan barang tersebut berdasarkan ketentuan hak mendahului Negara untuk tagihan pajak, dan dapat dilakukan penyitaan dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak terutang.

Sedangkan menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:200) barang yang tidak boleh disita adalah sebagai berikut :

a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapan yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.


(35)

b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan 1 bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah.

c. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara. d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan

alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kenudayaan keilmuan.

e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah diatas Rp. 20.000.000

f. Peralatan yang menjadi tanggungannya.

d. Pengumuman Lelang

Menurut Mardiasmo (2003:50) definisi Pengumuman Lelang adalah sebagai berikut :

“Pengumuman lelang adalah pengumuman melaksanakan lelang apabila setelah pelaksanaan penyitaan ternyata penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya.”

Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah pengumuman lelang melalui media massa. Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 hari setelah penyitaan.Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 kali. Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp. 20.000.000,00 tidak harus diumumkan melalui media massa.

e. Pelelangan

Setelah 14 hari diumumkannya pelelangan oleh fiskus, akan tetapi penanggung pajak juga belum melunasi pajak terutangnya maka akan diadakan penjualan barang yang disita.


(36)

25

Menurut Mardiasmo (2003:50) definisi Lelang adalah sebagai berikut:

“Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.”

Sedangkan menurut Erly Suandy (2002:55) definisi Lelang adalah sebagai berikut :

“Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat atau calon pembeli.”

Dari kedua definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Lelang dilakukan di muka umum, dengan penawaran harga baik lisan maupun tulisan dengan pengumpulan calon peminat.

Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang.

Hasil lelang digunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum di bayar, dan sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% dari pokok lelang.Dan secara tidak lelang biaya penagihan pajak ditambah 1% dari hasil penjualan. Besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp. 50.000,00 untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan Rp. 100.000,00 untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.


(37)

Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan oleh Pejabat walaupun barang yang akan dilelang masih ada. Sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang.

Catatan Bagi Wajib Pajak :

1. Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak belum memperoleh keputusan keberatan.

2. Lelang tetap dapat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penaggung Pajak. 3. Lelang tidak dilaksanakan apabila Penaggung Pajak telah melunasi utang

pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasarkan putusan pengadilan, atau putusan badan peradilan pajak, atau objek lelang musnah.

2.1.2.3 indikator penagihan pajak

Penjelasan mengenai pajak pasif menurut Early Suandi (2000:34) adalah sebagai berikut :

Penagihan Pajak pasif terdiri dari indikator: 1. Surat Tagihan Pajak (STP)

adalah surat yang dikeluarkan untuk menagih pajak dengan mengenakan sanksi berupa bunga atau denda.


(38)

27

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar.

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya

Penagihan Pajak Aktif terdiri dari indikator :

Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini Fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan atau surat ketetapan pajak tetapi akan diikuti dengan tindak sita, dan dilanjutkan dengan pelaksanaan lelang. Penagihan pajak aktif terdiri dari Surat Teguran, Surat Paksa, Penyitaan, Pelelangan, Penagihan Seketika dan Sekaligus, Penghapusan Piutang Pajak dan daluwarsa Penagihan Pajak Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2007:43).

Penjelasan mengenai Penagihan pajak aktif menurut Wirawan B. Ilyas dan Richard Burton (2007:43) adalah sebagai berikut :

Penagihan Pajak aktif terdiri dari indikator : 1. Surat Teguran

Merupakan surat peringatan untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran sebagai awal


(39)

tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilakukan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam surat ketetapan pajak. Penerbitan Surat Teguran dalam undang-undang tidak diatur secara khusus dalam satu bagian tersendiri.

2. Surat Paksa

Merupakan surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Ada 3 (tiga) hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa (SP) yaitu :

1. Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo dan telah diterbitkan Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.

2. Bahwa terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus.

3. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat Paksa akan disampaikan kepada Penanggung Pajak paling lambat setelah 21 (dua pulu satu) hari setelah Surat Teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan. Apabila Surat Paksa diterbitkan kurang dari 21 (dua puluh satu) hari setelah Surat Teguran diterbitkan maka Surat Paksa menjadi batal.


(40)

29

2.1.3Penerimaan Pajak

2.1.3.1 Pengertian Penerimaan Pajak

Menurut Suryadi (2006) definisi Penerimaan pajak adalah sebagai berikut : “Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan Negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan.”

Sedangkan menurut Zain (2005) definisi Penerimaan pajak adalah sebagai berikut :

“Penerimaan pajak merupakan gambaran partisispasimasyarakat dalam pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan Negara .apabila kontribusi penerimaan pajak semakin besar terhadap pembangunan, hal tersebut berarti bahwa pajak yang telah dipungut dari masyarakat akan dikembalikan secara tidak langsung kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan sarana dan prasaran public, menyediakan lapangan kerja, memberikan rasa aman dan nyaman.”

2.1.3.2 Indikator Penerimaan Pajak

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:27) terdapat beberapa faktor yang berperan penting dalam memepengaruhi dan menentukan optimalisasi pemasukan dana ke kas negara melalui pemungutan pajak yaitu sebagai berikut:

1. Kepastian Peraturan Perundang-Undangan dalam Bidang Perpajakan.

Secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang demi tercapainya keadilan dalam pengutan pajak.Namun, keberadaan undang-undang saja tidaklah cukup.Undang-undang haruslah jelas, sederhana dan mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak. Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran pajak itu sendiri. Di sisi lain, pembayar pajak akan merasa bahwa sistem pemungutan sangat berbelit-belit dan cenderung merugikan dirinya sebagai pembayar pajak

2. Kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan undang – undang perpajakan

Kebijakan pemerintah dalam mengimplementasikan undang – undang perpajakan merupakan suatu cara atau alat pemerintah di bidang perpajakan yang memiliki


(41)

suatu sasaran tertentu atau untuk mencapai suatu tujuan tertentu di bidang sosial dan ekonomi.

3. Sistem administrasi perpajakan yang tepat

Administrasi perpajakan hendaklah merupakan prioritas tertinggi karena kemampuan pemerintah untuk menjalankan fungsinya secara efektif bergantung kepada jumlah uang yang dapat diperolehnya melalui pemungutan pajak.

4. Pelayanan

menekankan bahwa kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah beserta aparat perpajakan merupakan hal yang sangat penting dalam upaya optimalisasi penerimaan pajak.

5. Kesadaran dan Pemahaman warga Negara

Rasa nasionalisme tinggi, kepedulian kepada bangsa dan Negara, serta tingkat pengetahuan perpajakan masyarakat yang memadai, maka secara umum akan makin mudah bagi wajib pajak untuk patuh kepada peraturan perpajakan.

6. Kualitas petugas pajak

Kualitas petugas pajak sangat menentukan efektifitas undang – undang dan peraturan perpajakan. Petugas pajak memiliki reputasi yang baik sepanjang yang menyangkut kecakapan teknis, efisien, dan efektif dalam hal kecepatan, tepat dan keputusan yang adil.

2.1.4 Hasil Penelitian Sebelumnya

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Noor Sharoja Sapiei dan Mazni Abdullah (2008) menganalisis biaya kepatuhan pajak penghasilan pribadi di Spanyol menggunakan wawancara wajah dan menemukan bahwa biaya kepatuhan mewakili 3,3 persen sebagai penerimaan pajak.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Allers (1994; 1995) menyimpulkan biaya kepatuhan dari pajak penghasilan orang pribadi dan pajak kekayaan di Belanda menggunakan tatap muka wawancara dan drop-off kuesioner. Allers menyimpulkan bahwa biaya kepatuhan untuk pajak penghasilan pribadi mewakili 1,4 persen sebagai penerimaaan pajak.


(42)

31

Sedangkan penelitian dilakukan oleh Slemord (2005) menyimpukan bahwa total biaya kepatuhanuntuk individu sebesar hingga US $ 85 miliar pada tahun 2004 yang mewakili 11,1% dari pendapatan pajak orang pribadi sebagai penerimaan pajak.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulan bahwa biaya kepatuhan berpengaruh terhadap penerimaan pajak yaitu rata – rata sebesar 0,52%

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Zakiah M Syahab dan Hantoro Arief, (2008) menemukan bahwa Penagihan Pajak dan Surat Paksa pajak berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP pratama kanwil DJP Jakarta Pusat.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Riskon Ginting, (2006) yang berjudul pengaruh pemberian surat penagihan terhadapap pembayaran tunggakan pajak penghasilan menemukan bahwa wajib pajak lebih banyak melunasi hutang pajaknya setelah diberikan surat teguran yaitu 95% dan sebagian lagi melunasi setelah diterbitkan surat paksa.

2.2 Kerangka pemikiran

2.2.1 Biaya kepatuhan terhadap Penerimaan Pajak

Biaya Kepatuhan adalah biaya – biaya yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak dalam menyelenggarakan kewajiban perpajakannya. Untuk mewujudkan pemasukan pajak ke dalam kas negara, maka dibutuhkan biaya-biaya, yang dalam literatur perpajakan disebut sebagai tax operating cost, yang terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk memungut pajak yang disebut sebagai


(43)

memenuhi kewajiban perpajakannya yang disebut compliance cost atau biaya kepatuhan (Safri Nurmantu, 2008).

2.2.2 Penagihan pajak terhadap penerimaan pajak

Penagihan pajak merupakan perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan undang – undang khususnya mengenai pembayaran pajak

Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak,upaya penagihan dilakukan dengan memperhatikan optimalisasi jumlah wajib pajak yang ditagih. Optimalisasi tersebut dimaksudkan agar dapat menghasilkan penerimaan pajak dan juga mempertimbangkan segi keadilan dalam memperlakukan wajib pajak.Oleh sebab itu, diupayakan agar setiap wajib pajak akan mendapatkan giliran untuk diperiksa dalamr angka menguji pemenuhan kewajiban perpajakannya. Jika wajib pajak setelah ditagih pun belum memenuhi penagihan pajak maka KPP berhak menagih dengan surat paksa pajak sesuai dengan hukum perpajakan Asri Harahap (2004).

2.2.3 Paradigma Penelitian

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Pemikiran

Biaya Kepatuhan

(X1) Penerimaan Pajak (Y)

Penagihan Pajak (X2)


(44)

33

2.3 Hipotesis

Hipotesis penelitian merupakan dugaan sementara yang digunakan sebelum dilakukannya penelitian.

Menurut Umi Narimawati (2008:63) definisi Hipotesis adalah sebagai berikut:

“Hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang masih kurang atau kesimpulan yang masih belum sempurna”.

Berdasarkan pernyataan diatas disimpulkan bahwa hipotesis penelitian dapat diartikan sebagai jawaban sementara yang harus diuji dan dibuktikan kebenarannya, maka untuk memperoleh jawaban yang benar dari hipotesis penulis yang telah disebut pada kerangka penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Biaya Kepatuhan berpengaruh terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil

Jabar I

2. Penagihan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil Jabar I

3. Biaya kepatuhan dan penagihan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak pada KPP di Kanwil Jabar I ,baik secara parsial maupun simultan


(45)

34

Objek penelitian menurut Husein Umar (2005:303) dalam Umi Narimawati (2011:29) adalah sebagai berikut:

“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek penelitian, Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan, Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika dianggap perlu.”

Dari Pengertian Diatas, Maka Objek dari Penelitian ini adalah Biaya Kepatuhan, Penagihan pajak, dan Penerimaan Pajak.

3.2 Metodelogi Penelitian

Menurut Umi Narimawati (2008:127)metode penelitian adalah sebagai berikut : “Metode penelitian merupakan cara penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu.”

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif dan metode verifikatif.

Menurut Sugiyono dalam Umi Narimawati (2011:29) metode deskriptif adalah sebagai berikut :

“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas”.


(46)

35

Tujuan metode deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Metode verifikatif menurut Mashuri (2008:45) dalam Umi Narimawati (2011:29) adalah sebagai berikut :

“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan.”

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan deskriptif yang bersifat kuantitatif yang hasilpenelitian diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulannya. artinya penelitiandiolah dengan menekankan analisisnya pada data-data numeric (angka) sehinggadiketahui hubungan yang signifikan pada variabel tersebut dan memperjelas objekyang diteliti dengan adanya penelitian.

3.2.1 Desain Penelitian

Desain penelitian dilakukan agar penelitian yang dilakukan dapat berjalan baik dan sistematis.Desain penelitian merupakan hal yang penting karena dapat dijadikan pedoman dalam memlakukan penelitian.

Desain Penelitian menurut Moh. Nazir dalam Umi Narmawati (2011:30) adalah:

“Desain Penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian.”


(47)

Langkah-langkah desain penelitian menurut Umi Narimawati (2011:30) adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan permasalahan sebagai indikasi dari fenomena penelitian, selanjutnya menetapkan judul penelitian.

2. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi. 3. Menetapkan rumusan masalah.

4. Menetapkan tujuan penelitian.

5. Menetapkan hipotesis penelitian, berdasarkan fenomena dan dukungan teori. 6. Menetapkan konsep variabel sekaligus pengukuran variabel penelitian yang

digunakan.

7. Menetapkan sumber data, teknik penentuan sampel dan teknik pengumpulan data. 8. Melakukan analisis data.

9. Menyusun pelaporan hasil penelitian.

Berikut ini penjelasan mengenai langkah-langkah desain penelitian :

1. Menetapkan permasalahan sebagai indikasi dari fenomena penelitian, selanjutnya menetapkan judul penelitian.

Penerimaan Pajak pada tahun 2011 tidak sesuai dengan target yang dicapaiYaitu, realisasi penerimaan pajak per 5 Agustus 2011 telah mencapai Rp466 triliun. Sedangkan target penerimaan pajak pada APBNP 2011 sebesar Rp878 triliun. 2. Mengidentifikasi permasalahan yang terjadi.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penerimaan pajak. Dalam penelitian ini yang diambil adalah Biaya Kepatuhan dan Penagihan Pajak.

3. Menetapkan rumusan masalah.

Dalam penelitian ini rumusan masalahnya yaitu seberapa besar pengaruh Biaya kepatuhan dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pajak di KPP Wilayah Bandung.

4. Menetapkan tujuan penelitian.

Tujuan penelitian dalam penelitian ini yaitu ingin menganalisis seberapa besar pengaruh Biaya kepatuhan dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pajak di KPP Wilayah Bandung.

5. Menetapkan hipotesis penelitian, berdasarkan fenomena dan dukungan teori. Hipotesis dalam penelitian ini Biaya kepatuhan dan penagihan pajak yang berpengaruh terhadap penerimaan pajak pajak di KPP Wilayah Bandung.

6. Menetapkan konsep variabel sekaligus pengukuran variabel penelitian yang digunakan.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Biaya kepatuhan dan penagihan pajak, sedangkan yang menjadi variabel terikatnya adalah Penerimaan pajak.


(48)

37

7. Menetapkan sumber data, teknik penentuan sampel dan teknik pengumpulan data. Dalam penelitian ini menggunakan data Primer dan sekunder yaitu berupa kuisoner dan data wajib pajak yang terdaftar di KPP wilayah Bandung, teknik penentuan sampelnya terdiri dari populasi dan sampel. Populasi dan sampelnya sama, yaitu KPP Wilayah Bandung, teknik pengumpulan datanya di dapat dari kuisoner.

8. Melakukan analisis data.

analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif (metode deskriptif) dan analisis kuantitatif (metode verifikatif).

9. Menyusun pelaporan hasil penelitian.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat digambarkan dengan desain penelitian ini yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.1 Desain Penelitian Tujuan Penelitian Desain Penelitian Jenis Penelitian Metode yang di gunakan Unit Analisis Time Horizon

T – 1 Descriptive Descriptive

dan Survey

KPP Pratama

Cross Sectional

T – 2 Descriptive Descriptive

dan Survey

KPP Pratama

Cross Sectional

T – 3 Descriptive Descriptive

dan Survey

KPP Pratama

Cross Sectional

T – 4, 5, 6 Descriptive & Verificative Descriptive & Explanatory Survey KPP Pratama Cross Sectional

Sumber: Umi Narimawati (2008:18)

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan jenis dan indikator dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian ini yaitu:


(49)

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).Sesuai dengan judul yang peneliti ajukan, maka yang menjadi variabel bebas yaitu Biaya Kepatuhan dan Penagihan Pajak.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.Maka variabel dependen dalam penelitian ini yaitu penerimaan pajak pada KPP wilayah jawa barat I.

Tabel 3.2

Operasional Variabel Penelitian

Variabel Konsep Indikator Skala No Kuisioner

Biaya Kepatuhan

(x1)

biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam memenuhi persyaratan Perpajakan yang dikenakan padamereka oleh hukum danotoritas tertentu.pendapatan,atas

pembayaran aktualpajak danatas biaya distorsi yang melekat dalam sifat pajak.

1.Direct money cost

2. Time cost, Ordinal

1, 2, 3, 4, 5, 6, 7

Penagihan Pajak

(X2)

Penagihan pajak merupakan perbuatan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, karena wajib Pajak tidak mematuhi ketentuan undang – undang khususnya mengenai pembayaran pajak.

1. STP, 2. SKPKB, 3. SKPKBT,

4. Surat Paksa 5. Surat

Teguran

Ordinal

8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,16,17,18 , 19,20,21, 22 Penerimaan Pajak (Y)

Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan Negara yang dominan baik untuk belanja rutin maupun pembangunan

Realisasi Penerimaan

Pajak


(50)

39

3.2.3 Sumber dan teknik Penentuan Data 3.2.3.1Sumber Data

Sumber data dibagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan data sekunder yaitu berupa laporan keuangan.

Definisi data primer dan data sekunder menurut Jonathan Sarwono (2006:209) adalah sebagai berikut:

“Data primer berupa teks hasil wawancara dan diperoleh melalui wawancara dengan informan yang sedang dijadikan sampel dalam penelitiannya. Data dapat direkam atau dicatat oleh peneliti.”

Sedangkan definisi data sekunder menurut Jonathan Sarwono (2006:209) adalah sebagai berikut :

“Data sekunder berupa data-data yang sudah tersedia dan dapat diperoleh oleh peneliti dengan cara membaca, melihat atau mendengarkan. Data ini biasanya berasal dari data primer yang sudah diolah oleh peneliti sebelumnya.

3.2.4 Teknik Penentuan Data

Sebelum menentukan penentuan data yg akan dijadikan sampel, terlebih dahulu dikemukakan tentang populasi dan sampel.

a. Populasi


(51)

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.”

Berdasarakan pengertian tersebut maka populasi dalam penelitian ini adalah 10 KPP di Kanwil Jawa Barat I

b. Sampel

Menurut Sugiono (2011:118) Definisi sampel adalah sebagai berikut :

“Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sesuai dengan pengertian ini maka, pengambilan sampel harus diperhatikan agar pemilihan sample tersebut dapat benar- benar sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian dan dapat mewakili populasi. Sampel merupakanbagian dari populasi yang menjadi unit pengamatan sebuah penelitian.Penelitian ini teknik sampling yang akan digunakan adalah yang bersifat homogen yaitu keseluruhan individu yang menjadi anggota populasi, memiliki sifat- sifat yang relative sama satu samalainnya. Ciri utama dari

homogen adalah tidak ada perbedaan hasildari jumlah tes yang berbeda.Berdasarkan pertimbangan tersebut maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 10 KPP yang terdaftar di Kanwil Jawa Barat I.

Teknik sampling merupakan cara pengumpulan data yang sifatnya tidak menyeluruh yaitu tidak mencakup seluruh objek penelitian, akan tetapi hanya sebagian saja dari jumlah populasi yang ada pengambilan sampel ini memungkinkan penulis untuk melakukan perhitungan statistic untuk menentukan kedua variable yang akan diteliti.

Metode penarikan sample yang digunakan mengacu kepada pendekatan Slovin , pendekatan ini dinyatakan dengan rumus sebagia berikut :


(52)

41

= 1 +

Ket : n = jumlah sampel N= jumlah polulasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel dalam penelitian ini di ambil nilai e = 0.1 (10%)

N = 100

n 2

) 1 , 0 ( 100 1 100   n ) 01 , 0 ( 100 1 100   n 1 1 100   n 2 100 

n = 50

Berdasarkan perhitungan diatas maka penulis menetapkan anggota sampel yang digunakan dalam metode penelitian ini adalah 50 sampel.

Populasi dalam penelitian ini adalah KPP Kanwil Jabar 1. Untuk menjawab variabel penelitian dibutuhkan populasi untuk masing-masing variabel. Variabel biaya kepatuhan dan penagihan pajak diisi oleh responden untuk menjawab kuesioner variabel tersebut, karena berskala ordinal. Sedangkan varibel penerimaan pajak berskala rasio berupa data penerimaan pajak terdiri dari 1 periode yaitu tahun 2011.


(53)

Dalam penelitian ini, metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode ”Random Sampling”, karena tidak semua populasi di jadikan sampel maka, sampel yang digunakan ialah sampel acak.

3.2.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang berhubungan dengan penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik : 1. Penelitian Lapangan (Field Research)

a. Metode pengamatan (Observasi), yaitu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap objek yang sedang diteliti, diamati atau kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam penulisan laporan ini, penulis mengadakan pengamatan langsung pada KPP Pratama di Wilayah Bandung. b. Wawancara (Interview), yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh

dengan cara tanya jawab langsung dengan pihak- pihak yang terkait langsung dan berkompeten dengan permasalahan yang penulis teliti.

c. Kuesioner, suatu cara pengumpulan data dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden.

2. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi kepustakaan atau studi literatur dengan cara mempelajari, meneliti, mengkaji serta menelah literatur berupa buku-buku (text book), peraturan perundang-undangan, majalah, surat kabar, artikel, situs web dan penelitian-penelitian sebelumnya yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti. Studi kepustakaan ini bertujuan untuk


(54)

43

memperoleh sebanyak mungkin teori yang diharapkan akan dapat menunjang data yang dikumpulkan dan pengolahannya lebih lanjut dalam penelitian ini.

3.2.4.1 Uji Validitas

Menurut Husein Umar (1998: 195) untuk menguji tingkat validitas instrumen dalam penelitian digunakan teknik analisis Koefisien Korelasi Produk-Moment Pearson (Pearson Product-Moment Corelation Coeficient) dengan rumus sebagai berikut:

Sumber : Umi Narimawati (2010:42) Dimana:

rxy : Koefisien korelasi Pearson antara item instrumen yang akan digunakan dengan variabel yang

bersangkutan

X : Skor item instrumen yang akan digunakan

Y : Skor semua item instrumen dalam variabel tersebut n : Jumlah responden .

Tabel 3.3

Standar Penilaian Untuk Validitas Category Validity

Good 0,50

Acceptable 0,30

Marginal 0,20

Poor 0,10

Sumber: Barker et al, 2002:70

Untuk menguji valid tidaknya suatu alat ukur digunakan pendekatan secara statistika, yaitu melalui nilai koefisien korelasi skor butir pernyataan dengan skor total. Jika diperoleh nilai koefisien korelasi lebih dari 0,30 maka pernyataan tersebut dinyatakan valid dan apabila < 0,30 berarti data tersebut dapat dikatakan tidak valid.

 

 

 

xy

2 2

2 2

n

xy

x

y

r

n

x

x

n

y

y

 

 

 

 


(55)

Hasil uji validitas untuk setiap butir kuesioner dari variabel Biaya Kepatuhan dan Penagihan Pajak dalam penelitian ini, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Variabel Biaya Kepatuhan

No Pernyataan

Kuesioner Nilai Korelasi Nilai Batas Keterangan 1 0.590 0,3 Valid 2 0.605 0,3 Valid 3 0.589 0,3 Valid 4 0.655 0,3 Valid 5 0.611 0,3 Valid 6 0.686 0,3 Valid 7 0.614 0,3 Valid

Sumber : Lampiran Data yang diolah 2012

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Instrumen Penelitian Variabel Penagihan Pajak

No Pernyataan

Kuesioner Nilai Korelasi Nilai Batas Keterangan 1 0.743 0,3 Valid 2 0.676 0,3 Valid 3 0.464 0,3 Valid 4 0.494 0,3 Valid 5 0.409 0,3 Valid 6 0.647 0,3 Valid 7 0.672 0,3 Valid 8 0.651 0,3 Valid 9 0.649 0,3 Valid 10 0.677 0,3 Valid 11 0.744 0,3 Valid 12 0.799 0,3 Valid 13 0.597 0,3 Valid 14 0.555 0,3 Valid 15 0.760 0,3 Valid


(56)

45

Hasil pada tabel di atas menunjukan bahwa untuk 7 item pernyataan kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel Biaya Kepatuhan dan untuk 15 item pernyataan kuesioner yang digunakan untuk mengukur variabel Penagihan Pajak, diperoleh semua item memiliki nilai korelasi skor item pernyataan dengan total skor untuk masing-masing variabel lebih dari 0,3. Sehingga disimpulkan bahwa item pernyataan yang digunakan valid dan dapat digunakan dalam analisis data selanjutnya.

3.2.4.2Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas instrumen dalam penelitian ini akan dilakukan secara internal. Teknik yang digunakan untuk menguji keandalan kuesioner pada penelitian iniadalah metode split-half dari Spearman-Brown menurut Sugiono (2009:126) dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Butir-butir instrument di belah menjadi dua kelompok yaitu kelompok instrument ganjil dan genap.

2. Skor untuk masing-masing pertanyaan pada tiap belahan dijumlahkan sehingga menghasilkan dua skor total untuk masing-masing responden.

3. Mengkorelasikan skor total satu dengan skor total dua dengan analisis korelasi

4. Mencari reliabilitas untuk keseluruhan pertanyaan dengan rumus Spearman Brown sebagai berikut:


(57)

Keterangan :

ri = reliabilitas internal seluruh instrumen

rb = korelasi product moment antara belahan pertama dan kedua.

Tabel 3.6

Standar Penilaian Untuk Reliabiltas Category Reliability

Good 0,80

Acceptable 0,70

Marginal 0,60

Poor 0,50

Sumber: Barker et al, 2002:70

Selain valid instrumen penelitian juga harus andal, keandalan instrumen menjadi indikasi bahwa responden konsisten dalam memberikan tanggapan atas pernyataan yang diajukan. Seperti yang dikemukakan Barker et al (2002:70) sekumpulan butir pernyataan yang mengukur variabel dapat diterima jika memilki koefisien reliabilitas lebih besar atau sama dengan 0,70.

Hasil dari uji reliabilitas berdasarkan pada rumus split-half diperoleh sebagai berikut:

Tabel 3.7

Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Penelitian

Variabel Indeks

Reliabilitas

Nilai kritis Keterangan

Biaya Kepatuhan 0.754 0,70 Reliabel Penagihan Pajak 0,880 0,70 Reliabel

b b i

r

r

r

1

.

2


(58)

47

Nilai reliabilitas butir pertanyaan pada kuesioner yang sedang diuji lebih besar dari 0,70, hal menunjukan bahwa butir kuesioner memiliki keandalan yang tinggi.

3.2.4.3Uji MSI

karena data yang didapat dari kuesioner merupakan data ordinal, sedangkan untuk menganalisis data diperlukan data interval, maka untuk memecahkan persoalan ini perlu ditingkatkan skala pengkurannya menjadi skala interval melalui “Methode Of Successive Interval (MSI)”. Menurut Hays (1969:39) dalam Umi Narimawati (2010:47), langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1) “Mengolah data

a. Ambil data ordinal hasil kuesioner

b. Untuk setiap pertanyaan, hitung proporsi jawaban untuk setiap kategori jawaban dan hitung proporsi kumulatifnya.

c. Menghitung nialai Z (table distribusi normal) untuk setiap proporsi kumulatif. Untuk data >30 dianggap mendekati luas daerah dibawah kurva normal.

d. Menghitung nilai densitas untuk setiap proporsi kumulatif dengan memasukan nilai Z pada rumus distribusi normal.

e. Menghitung nilai skala dengan rumus Methode Of Successive Interval (MSI)

sebagai berikut :

Means of interval = (Density at Lower Limit) – (Density at Upper Limit)

(Area Under Upper Limit) – (Area Under Lower Limit)

Dimana:

Means of interval : Rata-rata interval

Density at lower limit : Kepadatan batas bawah

Density at upper limit : Kepadatan batas atas

Area under upper limit : Daerah dibawah batas atas

Area under lower limit : Daerah dibawah batas bawah

f. Menentukan nilai transformasi (nilai untuk skala interval) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(59)

Nilai Transformasi = Nilai Skala + │Nilai Skalaminimum│+1

Untuk mengetahui pengaruh Biaya Kepatuhan dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak pada kantor pelayanan pajak di kanwil Jawa Barat I digunakan analisis sebagai berikut :

3.2.5 Rancangan analisis dan Pengujian hipotesis 3.2.5.1 Rancangan Analisis

Menurut Sugiyono (2010:13) Rancangan analisis merupakan proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh. Peneliti melakukan analisa terhadap data yang telah diperoleh dengan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.

1. Analisis Kualitatif

Menurut Sugiyono (2010:14)definisi analisis kualitatif adalah sebagai berikut : “Metode penelitian kualitatif itu dilakukan secara intensif, peneliti ikut berpartisipasi lama dilapangan, mencatat secara hati-hati apa yang terjadi, melakukan analisis reflektif terhadap berbagai dokumen yang ditemukan dilapangan, dan membuat laporan penelitian secara mendetail.”

Menurut Umi Narimawati (2010:45) langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian kualitatif adalah sebagai berikut :

1) “Setiap indikator yang dinilai oleh responden, diklasifikasikan dalam lima alternatif jawaban dengan menggunakan skala ordinal yang menggambarkan peringkat jawaban.

2) Dihitung total skor setiap variabel/subvariabel = jumlah skor dari seluruh indikator variabel untuk semua responden.


(60)

49

4) Untuk mendeskripsikan jawaban responden, juga digunakan statistik deskriptif seperti distribusi frekuensi dan tampilan dalam bentuk tabel ataupun grafik grafik dengan bantuan software Excell dan SPSS.

5) Untuk menjawab deskripsi tentang masing-masing variabel penelitian, di gunakan rentang kriteria penilaian sebagai berikut :

% Skor aktual = Skor aktual x 100% Skor ideal

Sumber : Umi Narimawati (2008:42) Keterangan:

a. Skor aktual adalah jawaban seluruh responden atas kuesioner yang telah diajukan. b. Skor ideal adalah skor atau bobot tertinggi tertinggi dikalikan dengan jumlah

pertanyaan kuesioner dikalikan dengan jumlah responden, atau semua responden diasumsikan memilih jawaban dengan skor tertinggi”.

Penjelasan bobot nilai skor aktual dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.8

Kriteria Persentase Tanggapan Responden

No % Jumlah Skor Kriteria

1 20,00% – 36,00% Sangat Rendah/ Tidak Baik 2 36,01% – 52,00% Rendah/ Kurang Baik 3 52,01% – 68,00% Cukup Tinggi/ Cukup Baik 4 68,01% – 84,00% Tinggi/ Baik 5 84,01% – 100% Sangat Tinggi/ Sangat Baik Sumber : Umi Narimawati (2010:46)

2. Analisis Kuantitatif

Menurut Sugiyono (2010:31) definisi analisis kuantitatif adalah sebagai berikut :

“Dalam penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik.Statistik yang digunakan dapat berupa statistik deskriptif dan inferensial/induktif.Statistik inferensial dapat berupa statistik parametris dan statistik nonparametris.Peneliti menggunakan statistik inferensial bila penelitian dilakukan pada sampel yang dilakukan secara random.Data hasil analisis selanjutnya disajikan dan diberikan pembahasan.Penyajian data dapat berupa tabel, tabel ditribusi frekuensi, grafik garis, grafik batang, piechart

(diagram lingkaran), dan pictogram.Pembahasan hasil penelitian merupakan penjelasan yang mendalam dan interpretasi terhadap data-data yang telah disajikan.”


(1)

Teori Penghubung

Biaya Kepatuhan

Untuk mewujudkan pemasukan pajak ke dalam kas negara, maka dibutuhkan biaya-biaya, yang dalam literatur perpajakan disebut sebagai tax operating cost, yang terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk memungut pajak yang disebut sebagai administrative cost dan biaya-biaya yang

dikeluarkan oleh wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya yang disebut compliance cost atau biaya kepatuhan (Safri Nurmantu, 2008).

Penagihan Pajak

Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak,upaya penagihan dilakukan dengan memperhatikan optimalisasi jumlah wajib pajak yang ditagih.

Optimalisasi tersebut dimaksudkan agar dapat menghasilkan penerimaan pajak dan juga mempertimbangkan segi keadilan dalam memperlakukan wajib

pajak.Oleh sebab itu, diupayakan agar setiap wajib pajak akan mendapatkan giliran untuk diperiksa dalamr angka menguji pemenuhan kewajiban

perpajakannya. Jika wajib pajak setelah ditagih pun belum memenuhi

penagihan pajak maka KPP berhak menagih dengan surat paksa pajak sesuai dengan hukum perpajakan. Asri Harahap, (2004)


(2)

OBJEK DAN METODE ANALISIS

Objek penelitian Objek penelitian ini berfokus pada Biaya Kepatuhan, Penagihan Pajak dan Penerimaan Pajak .

Metode Analisis Analisis Regresi Linear

Untuk mengetahui sejauh mana hubungan yang diperkirakan antara pengaruh Biaya Kepatuhan dan

penagihan pajak terhadap penerimaan pajak


(3)

HASIL PEMBAHASAN

Biaya kepatuhan (X1) terhadap penerimaan Pajak (Y)

Biaya Kepatuhan berpengaruh negatif terhadap penerimaan

pajak di KPP wilayah Jawa Barat 1. Itu terlihat dari hasil

tanggapan responden untuk indikator

direct money cost

yaitu sebesar 66.5% sedangkan untuk indikator

time

cost/indirect cost

yaitu sebesar 66.3% . hal tersebut

menunjukan bahwa biaya kepatuhan di KPP wilayah Jawa

Barat 1 masihcukup tinggi (berada pada interval

52%-68%). Artinya jika Biaya Kepatuhan semakin tinggi maka

akan berdampak pada penurunan penerimaan pajak di KPP

wilayah Jawa Barat 1


(4)

Penagihan Pajak (X2) Terhadap Penerimaan Pajak (Y)

penagihan pajak berpengaruh positif dan

signifikan terhadap penerimaan pajak di Kantor

Pelayanan Pajak Kanwil Jabar 1, meskipun

penagihan pajak belum optimal tetapi

penagihan pajak dinilai sudah memberikan

pengaruh yang baik dalam upaya agar wajib

pajak memenuhi kewajiban perpajakannya.

Artinya jika penagihan pajak dilakukan dengan

baik maka akan berdampak positif terhadap


(5)

SARAN

Sebaiknya biaya kepatuhan pajak dapat ditekan seminimal mungkin

supaya mendapatkan tingkat Penerimaan pajak yang maksimal.

Ditjen pajak harus melakukan penagihan pajak secara aktif terhadap

wajib pajak yang masih memiliki tunggakan pajak. Dan

memberikan sanksi yang tegas terhadap wajib pajak yang masih

memiliki tunggakan pajak dan terhadap petugas pajak yang masih

belum bekerja secara maksimal juga harus diberikan sanksi yang

tegas.

Untuk mengamankan penerimaan pajak dari tahun ke tahun

pemerintah harus melakukan langkah – langkah yang efektif salah

satunya yaitu menekan biaya kepatuhan seminimal mungkin agar

mendapatkan penerimaan pajak yang maksimal, selain itu

pemerintah harus mengoptimalkan penagihan pajak supaya tidak

ada lagi wajib pajak yang menunggak pajak sehingga target


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh penagihan pajak dan kepatuhan wajib pajak terhadap penerimaan pajak : (studi kasus pada KPP Kanwil Jawa Barat I)

6 57 102

Pengaruh Penagihan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Implikasinya terhadap Penerimaan Pajak (Survey pada KPP Wilayah DJP Jawa Barat I)

5 19 50

Pengaruh Sistem Modernisasi Administrasi Perpajakan Dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada KPP Di Kanwil Jawa Barat I)

2 35 96

Penagihan Pajak Dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Tunggakan Pajak (Survey Pada 10 Kantor Pelayanan Pajak Pratama Di Kanwil Jawa Barat I)

1 8 84

Pengaruh Penagihan Pajak Terhadap Pelunasan Tunggakan Pajak Dan Implikasinya Pada Penerimaan Pajak (Survey Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Kanwil Jawa Barat I)

1 43 77

Pengaruh Pemeriksaan Pajak dan Pelaksanaan Penagihan Pajak dan Penerimaan Pajak (Survey pada KPP yang terdaftar di Kanwil DJP Jawa Barat I)

0 4 1

Pengaruh Sistem Informasi Dan Biaya Kepatuhan Terhadap Penerimaan Pajak (Survey Pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Di Kanwil Jawa Barat I)

6 52 57

Pengaruh Penagihan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Tunggakan Pajak (Studi Kasus Pada KPP Pratama Kanwil Jawa Barat I)

5 36 51

Pengaruh Pajak Pertambahan Nilai Terhadap Kepatuhan Perpajakan Dan Implikasinya Pada Penerimaan Pajak (Survey Pada KPP Yang Terdaftar Di Kanwil Jawa Barat 1)

2 13 91

Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Survey Pada 5 KPP Pratama Di Kanwil Jawa Barat I)

2 21 43