mengevaluasi supervisi pendidikan, yaitu pendekatam berdasarkan kriteria dan pendekatan yang berdasarkan norma.
1. Pendekatan evaluasi berdasarkan kriteria
Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini mendasarkan diri pada ukuran mutlak. Istilah lain pendekatan ini adalah “Criterion
Reverence Evaluation Approach”. Pendekatan ini menjelaskan bahwa sebelum supervisor mengadakan evaluasi ia telah menentukan
patokan atau kriteria sebagai ukuran keberhasilan pelaksanaan supervisi pendidikan. Patokan ini telah dipegang teguh sebelumnya
sehingga penentuan keberhasilan pelaksanaan program supervisi pendidikan didasarkan pada patokan atau kriteria ini.
Sebagai contoh supervisor menetapkan bahwa hasil evaluasi nanti, apabila seseorang telah mencapai skor 65 ke atas, maka dapat
dikatakan bahwa pelaksanaan supervisinya berhasil, sedangkan apabila mencapai skor 64 ke bawah, maka dapat dikatakan Bahwa
pelaksanaan supervisinya tidak berhasil. Contoh lain misalnya supervisor membuat kelas interval dengan skor-skor hasil evaluasinya
seperti berikut ini. a. Skor 00
- 20
adalah sangat kurang b. Skor 21
- 40
adalah kurang c. Skor 41
- 60
adalah cukup d. Skor 61
- 80
adalah baik e. Skor 81
- 100 adalah sangat baik
Begitulah seterusnya Supervisor bisa membuat bersama stafnya tentang kriteria yang akan digunakan dalam mengevaluasi supervisi
pendidikan. Tetapi yang perlu diingat oleh supervisor adalah bahwa patokan atau kriteria telah dibuat sebelumnya terus dipegang teguh
24
secara murni sebab ciri itulah yang berhasil pada pendekatan evaluasi berdasarkan kriteria.
2. Pendekatan evaluasi berdasarkan norma.
Pendekatan ini disebut juga “Norm reference Evaluation Approch”. Pendekatan menggunakan ukuran yang relatif. Hasil nilai yang
diperoleh untuk aktivitas tertentu berasal dari pengolahan skor-skor dengan norma tertentu. Pendekatan ini digunakan apabila menilai
lebih dari satu supervisor, sehingga dapat membandingkan hasil evaluasi seseorang dengan hasil evaluasi orang lain. Dari sini dapat
diketahui kedudukan seseorang dalam keseluruhan teman lainnya. Nilai seseorang belum dapat diketahui sebelum dicari rata-rata skor
kelompok, kemudian skor masing-masing orang dibandingkan dengan skor rata-rata itu. Biasanya skor rata-rata ini digunakan untuk
menentukan nilai sedang atau batas nilai keberhasilan seperti nilai 6 dalam skala 1 – 100.
Sebagai contoh adalah sebuah evaluasi yang skor maksimalnya 50. Berarti apabila berhasil mutlak akan mendapatkan skor 50.
setelah dikumpulkan hasil penilainnya diketemukan hasil tertinggi dan hasil terendah 20, semua skor yang diperoleh ini sesuai dengan
jumlah yang di nilai di jumlahkan yang kemudian di bagi jumlah responden yang dinilai. Hasil pembagian tersebut adalah 23. Berarti
responden yang mendapatkan skor 25 akan memperoleh nilai 6, sedangkan untuk nilai responden lainnya tinggal menyesuaikannya,
misalnya dengan membaca skala interval seperti berikut: a. Skor 39 - 42
akan mendapatkan nilai 10 b. Skor 35 - 38
akan mendapatkan nilai 9 c. Skor 31 - 34
akan mendapatkan nilai 8
25
d. Skor 27 - 30 akan mendapatkan nilai 7
e. Skor 23 - 26 akan mendapatkan nilai 6
f. Skor 19 - 22 akan mendapatkan nilai 5
g. begitulah seterusnya
Contoh di atas adalah jalan termudah. Namun sebenarnya pendekatan norma dalam penilaian dapat dilakukan melalui nilai-nilai
baris skor-skor mentah, dapat melihat ranking, Kemudian dicari mean atau rata-rata hitung serta standar deviasinya. Setelah ini ditentukan
skor standar sehingga dari skor standar ini dipindahkan ke nilai, yang menggambarkan kualitas.
Selanjutnya ditinjau dari cara menggambarkan hasilnya ada dua cara, yaitu bisa berupa penilaian kuantitatif dan Penilaian Kualitatif.
Dengan cara penilaian kuantitatif, cara penilaian ini hasilnya di wujudkan dalam bentuk angka-angka hasil penilaian ini sudah
menggambarkan kualitas dari apa yang telah di nilai. Jadi bukan lagi berupa skor mentah yang baru menggambarkan hasil pengukuran
yang menunjukkan frekuensi atau jumlah. Sedangkan dengan cara penilaian ini hasilnya di wujudkan dalam bentuk pernyataan dengan
kata-kata. Misalnya: Baik, cukup kurang sangat kurang dan sebagainya. Biasanya cara penilaian kualitatif ini akan lebih obyektif
apabila didasarkan atas pengolahan data yang berupa angka juga Sebab tidak mudah begitu saja mengatakan baik apabila tidak
didasari oleh data tertentu. Begitu pula kreteria “Baik” itu harus jelas mengapa dikatakan demikian.
26
C. Kriteria Evaluasi Program Supervisi Pendidikan