Kekuasaan dan Kekerasan Rangkuman

2.6 Kekuasaan dan Kekerasan

Dalam upaya mempertahankan kekuasaan, orang mulai membedakan dirinya dari kelas-kelas sosial yang lainnya. Hal itu sebagai bentuk strategi kekuasaan. Haryatmoko, 2003:13 Oleh sebab itu pilihan jenis makan, cara makan, dan jumlahnya menentukan diri dari kelas sosial yang mana. Simbol-simbol banyak digunakan untuk membedakan dari kelompok yang lainnya. Kelas dominan jelas akan membedakan dirinya dengan kelas borjuasi kecil dan kelas populer. Semakin modal yang dimiliki semakin banyak, pembedaan diri akan terwujud dengan mudah. Akhirnya hal tersebut akan melahirkan kekerasan yang tidak kasat mata atau bisa disebut kekerasan simbolis. Kekerasan itu berlangsung karena ketidaktahuan dan pengakuan dari yang ditindas. Dalam cerpen “Ayam,” kekerasan dilakukan oleh penyair kepada orang- orang yang tinggal di pinggir sungai dan kepada ibu-ibu yang biasa membuat kopi atau minuman untuk pegawai kantor yang berisi para seniman. Dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” kekerasan dilakukan oleh para penyair kepada pelacur tua dengan tuduhan-tuduhannya dan obyek candaan mereka. Dalam cerpen “Tahi,” kekerasan dilakukan oleh tokoh yang memberikan tahi kepada sahabatnya untuk di makan. Walaupun itu berawal dari candaan namun itu bisa menjadi simbol tentang bagaimana dia memperlakukan atau mengerjai sahabatnya.

2.7 Rangkuman

Hasil analisis untuk permasalah modal dari ketiga cerpen tersebut menunjukkan bahea modal ekonomi tiap-tiap orang atau kelompok masyarakat sangat beragam. Cerpen-cerpen tersebut lebih menonjolkan modal ekonomi dalam bentuk uang. Bagaimana digambarkan dengan uang orang bisa membeli dan membayar, bahkan memberi. Kemudian modal sosial tidak ditunjukkan dengan adanya pendidikan yang lebih baik ketimbang tokoh yang memiliki modal sosial kurang baik. Selain itu juga ditunjukkan perbedaan posisi mereka dengan relasi yang mereka dalam lingkungan sosial. Lalu modal budaya lebih tinggi masih peduli dengan tokoh yang tidak memiliki modal budaya cukup baik. Sikap-sikap tersebut sangat menunjukkan bagaimana kelompok dengan modal budaya lebih kuat bisa menentukan nasib kelompok-kelompok dengan modal budaya yang kurang baik. Kelompok tersebut memegang peranan. Selanjutnya ketiga cerpen SCB memang tidak ditunjukkan dengan sangat kuat bentuk modal simboliknya. Cerpen SCB lebih mengedepankan simbol- simbol yang terlihat biasa namun hal itu sanggup membedakan antara kelompok yang satu dengan yang lainnya, antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.Hal-hal yang menonjol ditunjukkan adalah adanya perbedaan tempat tinggal, makanan, dan hobi dari tiap-tiap orang ataupun kelompok masyarakat. Walaupun begitu sudah sangat jelas perbedaan modal simbolik yang ada dan ditampilkan dalam cerpen-cerpen tersebut. Hasil analisis kelas dari ketiga cerpen tersebut kelas dominasi ditandai dengan kepemilikan uang dan posisi mereka dalam masyarakat. Mereka bisa bebas bertindak untuk melakukan dominasi yang sebenarnya juga tidak mereka sadari. Dominasi-dominasinya juga nampak dalam tindakan mereka terhadap tokoh lainnya. Mereka seperti memegang kendali terhadap semua hal yang ada. Dari ketiga cerpen tersebut, kelas borjouis kecil ditunjukkan dengan adanya perjuangan yang mereka lakukan untuk mendapatkan posisi yang lebih baik. Walaupun mereka juga bisa merasakan apa yang kelas bawahnya alami. Mereka masih berusaha untuk menjadi normal seperti yang dilakukan oleh orang- orang pada umumnya. Ketiga cerpen SCB tersebut menggambarkan bagaimana kelas populer hampir tidak memiliki modal-modal yang seperti dijabarkan oleh Pierre Bourdieu. Sehingga mereka tidak berdaya ketika harus berhadapan dengan kelas yang dominan. Mereka hanya bisa pasrah menerima apa yang meraka dapatkan dari kelas dominan. Dalam cerpen “Suatu Malam Suatu Warung,” sebenarnya ada perlawanan namun tokoh kelas populer tetap tidak sanggup menghadapi kelas dominan karena merea kalah dalam segala modal. Hasil analisis arena yang ada di dalam ketiga cerpen tersebut bisa dikategorikan dalam kelompok besar yaitu arena sosial di dalam masyarakat menengah yang hidup di perkotaan. Kehidupan-kehidupan biasa dalam keseharian yang mempertemukan berbagai kalangan ditonjolkan di dalam cerpen SCB tersebut. Bab ini merupakan kajian struktur yang membahas karya dengan menganalis modal, kelas, habitus, arena, kekerasan dan kekuasaan. Dari hasil analisis strukturasi kekuasaan di atas, sudah terlihat munculnya kekerasan simbolik. Selanjutnya pembahasan mengenai kekerasan simbolik dalam cerpen SCB tersebut akan dibahas di dalam bab III. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III KEKERASAN SIMBOLIK