Tekstualitas dan Kontekstualitas Pemaknaan Teks Dokumen Dalam Kegiatan Klasifikasi di Perpustakaan

(1)

Tekstualitas dan Kontekstualitas Pemaknaan Teks Dokumen Dalam Kegiatan Klasifikasi di Perpustakaan

---

Oleh

Ulfah Andayani, M. Hum

Pustakawan Muda UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Abstract

This study is aimed to explore a process of library classification. As a part of information organization, library classification prepares a systematic organization of k nowledge in order to access information easily and accurately. In this case, an indexer or classifier analyze the document and translate the result of analyzing into indexing language. To analyze the document, an indexer attemps to construct and find the meaning of the text of document by reading, understanding, and interpreting the text of document. Afterward, a n indexer withdraws the conclussion of the main meaning of the document. The main meaning of the text of document is a subject of the document. In addition, to achieve a subject of the document, an indexer is affected not only by the individual or personal characteristics but also by external factor such as team work ing, the expert on certain subject, classification scheme, facilities of indexing, and work ing standard.

A. Pendahuluan

Tulisan ini merupakan hasil penelitian terhadap kegiatan klasifikasi yang dilakukan oleh pengindeks di perpustakaan. Kegiatan klasifikasi merupakan bagian dari kegiatan organisasi informasi (Lancaster :1975, Doyle : 1976), yang dilakukan melalui dua tahap utama, yaitu kegiatan penentuan subjek dokumen atau disebut analisis subjek, dan kegiatan penerjemahan hasil analisis ke dalam bahasa indeks.

Klasifikasi ini pada dasarnya dilakukan dengan proses mencari dan menemukan makna teks dokumen melalui kegiatan analisis subjek. Dalam kegiatan klasifikasi, dokumen dengan judul yang sama atau judul berbeda tetapi memiliki subjek yang sama akan memiliki notasi yang sama. Dengan kata lain, klasifikasi terhadap dokumen-dokumen koleksi perpustakaan harus dilakukan secara konsisten untuk menjamin akses terhadap informasi secara cepat dan akurat. Konsistensi dalam klasifikasi dokumen diperlukan agar dokumen-dokumen yang memiliki kesamaan subjek mendapat notasi yang sama, dan terkumpul dalam satu kelompok dalam penyusunannya di rak (Akers : 1954, Kumar: 1996). Dokumen-dokumen lainnya yang memiliki subjek yang berkaitan juga akan ditempatkan secara berdekatan. Konsistensi ini akan memberikan peluang bagi pemustaka untuk menemukan banyak pilihan dokumen yang dengan


(2)

subjek yang sama, dan subjek-subjek lainnya yang berkaitan pada saat temu kembali dokumen.

Meskipun demikian, pada kenyataannya, tidak semua dokumen yang memiliki kesamaan subjek terkumpul dalam satu jajaran karena adanya perbedaan notasi yang diberikan pengindeks pada saat melakukan klasifikasi dokumen. Berdasarkan studi yang dilakukan di beberapa perpustakaan, terdapat beberapa dokumen yang sama memiliki notasi yang berbeda. Menurut hemat penulis, adanya perbedaan ini memerlukan kajian lebih lanjut mengingat perbedaan notasi dokumen dapat menimbulkan hambatan dalam akses informasi di perpustakaan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui proses pemaknaan teks dokumen dalam kegiatan klasifikasi di perpustakaan sehingga dapat menimbulkan notasi yang berbeda. Dalam kajian ini, penulis menggunakan sudut pandang atau pendekatan konstruktivisme untuk memahami proses pemaknaan teks dokumen dalam kegiatan klasifikasi. Pendekatan konstruktivisme dimaksud adalah menemukan jawaban-jawaban terhadap masalah yang diteliti berdasarkan pandangan-pandangan pengindeks dalam melakukan kegiatan klasifikasi.

B. Permasalahan

Permasalahan penelitian adalah adanya inkonsistensi dalam kegiatan klasifikasi dokumen. Inkonsistensi ini ditandai dengan adanya perbedaan notasi terhadap dokumen-dokumen yang memiliki kesamaan subjek yang menyebabkan tersebarnya dokumen-dokumen tersebut pada saat dijajarkan di rak. Padahal, menurut Gates (1994), seharusnya suatu sistem klasifikasi harus diorganisasikan di mana suatu bahan dari satu subjek dapat ditemukan pada satu tempat. Dengan kata lain, klasifikasi diperlukan untuk mengorganisasikan dokumen berdasarkan karakteristik makna yang dikandungnya. Dokumen-dokumen yang memiliki makna yang sama akan memiliki notasi yang sama,sehingga akan terkumpul pada satu tempat di dalam jajaran koleksi.

Perbedaan notasi ini tidak terlepas dari kegiatan pemaknaan teks dokumen yang dilakukan oleh pengindeks pada saat melakukan kegiatan klasifikasi. Pada dasarnya, inkonsistensi dalam klasifikasi ini merupakan bentuk distorsi makna yang diakibatkan kesalahan atau keterbatasan pengindeks pada saat memahami teks dokumen. Kesalahan atau ketidakakuratan dalam pemaknaan teks dokumen dalam kegiatan klasifikasi dapat menghambat akses informasi. Oleh karena itu maka menjadi sangat penting untuk mengetahui bagaimana proses pemaknaan teks itu dilakukan, mengapa terjadi perbedaan notasi terhadap dokumen-dokumen yang memiliki kesamaan subjek, dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengindeks sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan notasi.

C. Metodologi

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan atau metode penelitian kualitatif dengan menggunakan model penelitian grounded theory.

Pemilihan metode ini didasarkan pada tujuan penelitian yang dilakukan, yaitu membangun teori berdasar pandangan informaan (baca, Krefting :1990, Dyers: 2002, Mulyana :2001, Moeloeng : 2002, dan Natsir ,1988 ) Sampel yang


(3)

digunakan adalah sampel teoritis, yaitu menentukan sampel berdasarkan kepentingan peneliti untuk menemukan suatu teori. Sampel dalam penelitian ini adalah informan sebagai sumber data yang berjumlah 11 orang. Sampel ini ditentukan berdasarkan kepentingan penelitian untuk membangun suatu teori atau disebut sampel teoritis (theoretical sampling) (Glaser dan Strauss:1967, Strauss dan Corbin: 1998). Teknik pemilihan sampel dilakukan dengan metode bola salju (snawball sampling). Dalam hal ini, peneliti hanya menentukan informann kunci, sedangkan informan-informan lainnya dipilih berdasarkan rujukan informan sebelumnya. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan kajian dokumen. Data tersebut dianalisis berdasarkan model analisis data konstruktivisme dengan melalui transkripsi data, interpretasi data melalui pengkodean terbuka (open coding), pengkodean beralas (axial coding), dan pengkodean terseleksi (selective coding). Pembentukan teori penelitian dilakukan dengan membuat analisis data komparatif berdasarkan tema-tema dan kategori inti yang dihasilkan dari proses pengkodean, komparasi berdasarkan teori pengindeksan, dan komparasi berdasarkan tujuan penelitian.

Penelitian ini dilakukan di lokasi yang berbeda, yaitu Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Masjid Istiqlal (Pusat Perpustakaan Islam Indonesia), dan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama Jakarta Selatan.

D. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan beberapa fenomena yang berkaitan kegiatan klasifikasi yang dilakukan oleh para pengindeks sebagai berikut.

1. Rekonstruksi Makna Teks Dokumen

Kegiatan klasifikasi pada dasarnya merupakan merupakan suatu proses merekonstruksi makna teks dokumen, dan pemberian simbol terhadap makna teks suatu dokumen. Sebagai proses rekonstruksi makna teks, klasifikasi merupakan proses yang kompleks dan memiliki karakteristik personal yang unik. Hasil penelitian ini didapat dari penjelasan di dalam kategori inti baik yang menyangkut tahapan di dalam kegiatan klasifikasi yang dilakukan oleh para pengindeks, kesulitan di dalam klasifikasi, dan pilihan-pilihan atau keputusan-keputusan yang diambil para pengindeks di dalam menghadapi masalah klasifikasi, serta keterlibatan unsur fisik dan psikis pengindeks di dalam klasifikasi.

Sebagai suatu proses, pemaknaan teks dokumen dilakukan melalui kegiatan pemilahan, pembacaan, penelaahan, penafsiran, dan pengambilan kesimpulan terhadap makna utama teks dokumen. Makna utama dari teks dokumen ini disebut subjek dokumen. Dalam teori klasifiaksi, kegiatan ini sering disebut dengan kegiatan analisis subjek, yaitu kegiatan menentukan subjek dokumen (Taylor, 1999, Beghtol, 1986, Vickery: 1985). Subjek dokumen merupakan deskripsi dari makna utama teks dokumen. Menurut Chan (1994), kegiatan analisis subyek ini merupakan suatu proses intelektual, yaitu menentukan isi dan mengindentifikasi konsep-konsep utama di dalam suatu dokumen. Dalam hal ini suatu dokumen dikenali ciri-ciri isinya ; mengenai apa (aboutness) suatu


(4)

dokumen. Selanjutnya berdasarkan hasil pemaknaan teks atau analisis subyek ini, pengindeks melakukan pengelompokkan dokumen, dan memberikan notasi dokumen sebagai simbol makna teks dokumen. Kegiatan pemberian simbol makna teks ini disebut dengan kegiatan penerjemahan (translation) (Rowley, 1993).

Langkah-langkah dalam proses pemaknaan teks dokumen digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.1. Kegiatan dalam Proses Pemaknaan Teks

Proses pemaknaan teks dokumen seperti digambarkan di atas diawali dengan kegiatan pemilahan dokumen. Pemilahan dokumen ini merupakan bagian dari strategi pengindeks dalam pemaknaan teks dokumen berdasarkan kemampuan yang dimiliki dan analisis awal terhadap teks dokumen. Teks dokumen berbahasa asing merupakan hambatan tersendiri bagi pengindeks. Demikian pula, adanya dokumen-dokumen yang memiliki makna yang bias atau multi interpretasi juga dipandang sulit sehingga pengindeks menunda proses pemaknaan.

Meskipun demikian, sekalipun kegiatan pemilahan ini sering dilakukan pengindeks dalam kegiatan pemaknaan teks dokumen, akan tetapi tidak semua dilakukan pengindeks melakukannya. Oleh karena itu, pemilahan dokumen bersifat personal atau perorangan. Artinya, pemilahan dokumen sangat tergantung dari individu pengindeks. Keterbatasan bahasa dan sifat teks dokumen yang dipandang sulit oleh pengindeks didasarkan atas pandangan individu pengindeks. Hal ini karena setiap pengindeks memiliki kemampuan bahasa asing yang beragam. Demikian pula pandangan terhadap dokumen yang sulit juga tidak sama antara satu pengindeks dengan pengindeks lainnya. Dalam proses pemaknaan teks dokumen, keterbatasan ini berpengaruh terhadap pengindeks dalam melakukann pemaknaan teks dokumen.

Berikut ini adalah skema bagaimana proses pemilahan dilakukan oleh pengindeks dalam kegiatan klasifikasi.


(5)

Gambar 4.2

Proses Pemilahan Dokumen Dalam Pemaknaa Teks

Gambar tersebut menunjukkan bahwa dalam kegiatan pemilahan dokumen, terdapat dua pola, yaitu pemilahan berdasarkan bahasa dan isi dokumen. Informan yang melakukan pemilahan berdasarkan bahasa dokumen karena dokumen berbahasa Indonesia dipandang lebih mudah sehingga akan diklasifikasi terlebih dahulu. Dokumen berbahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Arab ditangguhkan untuk berikutnya. Khusus untuk dokumen berbahasa Arab, terdapat informan yang menyatakannya diklasifikasi oleh orang. Adapun pemilahan dokumen berdasarkan isi dilakukan dengan melihat dan memilih dokumen yang dipandang mudah. Dokumen yang mudah diklasifikasi lebih dahulu, dan dokumen yang sulit dikerjakan kemudian.

Selain itu, pemaknaan teks dokumen pada dasarnya juga merupakan proses yang kompleks, karena melibatkan aspek-aspek fisik dan psikis atau mental pengindeks. Proses pemilahan, pembacaan, penelaahan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan menunjukkan bahwa dalam pemaknaan teks, pengindeks tidak hanya menggunakan kekuatan fisik dan inderawi, akan tetapi juga kemampuan intelektual melalui proses penalaran.

Proses pemaknaan teks sebagai proses yang kompleks yang melibatkan aspek fisik dan mental pengindeks diungkapkan oleh informan 1 sebagai berikut :

“Keseluruhan dulu, lihat judul, daftar isi, kadang-kadang kita mengambil kesimpulan jugakan, akhirnya yang pentingkan arah isi, mengarah 1 subyek, kita


(6)

ambil satu kalau mengarahnya ini, daftar isi aspeknya banyakkan, kita ambil tabel tambahan gitu”

Uraian tersebut menggambarkan bahwa kompleksitas dalam proses pemaknaan teks dokumen ditandai dengan adanya keterlibatan intelektual pengindeks dalam memahami teks dokumen. Keterlibatan intelektual pengindeks tidak hanya pada tingkat pemahaman terhadap teks dokumen, akan tetapi juga pada tingkat penafsiran. Bahkan, untuk sampai pada keputusan makna utama suatu teks dokumen, diperlukan kerangaka berfikir logis melalui kegiatan penalaran. Tingkat penalaran ini ditunjukkan dengan kegiatan penarikan kesimpulan yang didahului oleh kegiatan analisis terhadap bagian-bagian teks dokumen, baik teks dari judul, daftar isi, bahkan bagian isi dengan membaca bab per bab dari suatu teks dokumen ( Hood :1990). Baco (1985) menambahkan perlunya membaca sebagian atau seluruh isi buku jika beberapa sumber yang dimaksud tersebut belum dapat digunakan untuk menentukan subyek dokumen.

Oleh karena tingkat intelektual memiliki peran yang penting dalam proses pemaknaan teks dokumen, keragaman tingkat dan latar belakang intelektual pengindeks berpengaruh terhadap proses pemaknaan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap hasil pemaknaan yang dilakukan. Dengan kata lain, karakteristik intelektual individu pengindeks berpengaruh terhadap proses pemaknaan teks dokumen. Somadikarta (1998), misalnya, menyebutkan pentingnya penguasaan pengetahuan tentang teori pengindeksan agar dapat melakukan pemaknaan dengan baik, terutama tentang teori analisis subjek.

Hasil penelitian ini menegaskan kembali bahwa kegiatan klasifikasi sebagai proses pemaknaan teks merupakan proses intelektual, yaitu proses yang melibatkan aspek kognitif atau intelektual pengindeks yang ( Beghtol: 1986, Chan : 1994, Khanna dan Vohra :1996). Proses intelektual digambarkan dengan kegiatan membaca, memahami, menelaah, menafsirkan, dan menarik kesimpulan dari makna teks dokumen untuk mendapatkan makna utama atau subjek. Proses penarikan kesimpulan ini diungkapkan Van Dijk, seperti dikutip Beghtol (1986), dilakukan secara bottom-up, yaitu bahwa proses analisis subyek melibatkan kemampuan seseorang di dalam mereduksi atau mengambil informasi di dalam suatu teks dokumen dalam rangka memperoleh konsep-konsep yang terkandung di dalam dokumen mengenai apa (a document’s aboutness). Dengan demikian, menurut Van Dijk, kemampuan mengingat (memory) dan menganalisi secara makro terhadap teks diperlukan oleh seorang pengindeks.

2. Interakasi Tekstual dan Kontekstual dalam Pemaknaan Teks Dokumen

Selain sebagai proses intelektual, kompleksitas dari proses pemaknaan juga dapat dipandang sebagai bentuk interaksi, yaitu interaksi pengindeks dengan teks dokumen, dan interaksi pengindeks dengan realitas di luar teks dokumen. Dengan kata lain, proses pemaknaan teks dalam kegiatan klasifikasi merupakan proses interaksi tekstual dan interaksi kontekstual.


(7)

Kegiatan pemaknaan teks dokumen dalam kegiatan klasifikasi pada dasarnya merupakan kegiatan pengindeks dalam memahami teks dokumen untuk menemukan makna utama suatu dokumen. Pengindeks berupaya merekonstruksi makna teks-teks yang terdapat di dalam dokumen, dan makna-makna lainnya di luar teks dokumen melalui serangkaian interaksi dan penggunaan alat-alat bantu pemaknaan. Rekonstruksi makna tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan makna utama suatu teks dokumen. Dalam kegiatan klasifikasi, makna utama dari teks dokumen disebut dengan subjek dokumen. Subjek dokumen ini menggambarkan mengenai apa dokumen tersebut. Untuk mencapai makna utama atau subjek dokumen, pengindeks membaca, menelaah, dan menfasirkan teks dokumen untuk memperoleh pemahaman tentang makna teks. Selanjutnya, pengindeks menganalis lebih lanjut dengan cara menarik kesimpulan makna utama dari teks dokumen. Makna utama ini dihasilkan dari analisis terhadap makna-makna yang terdapat dalam teks dokumen. Dalam kegiatan klasifikasi kegiatan ini disebut dengan kegiatan analisis konseptual.

Di samping itu, untuk mencapai makna utama atau subjek dokumen, pengindeks seringkali melakukan komunikasi dengan lingkungan sekitar, dan atau menggunakan alat bantu tertentu. Bentuk komunikasi dengan lingkungan tersebut berupa kegiatan bertanya, diskusi, atau konsultasi. Dalam proses pemaknaan teks, terutama jika mengalami hambatan, pengindeks sering bertanya, atau berdiskusi dengan rekan kerja. Bahkan, pengindeks juga melakukan konsultasi dengan orang yang dipandang ahli dalam suatu bidang ilmu untuk menanyakan makna teks dokumen, baik orang yang berada di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya. Pengindeks juga mempelajari latar belakang pengarang atau pembuat teks untuk memahami teks dokumen. Latar belakang pengarang atau pembuat teks berpengaruh terhadap teks karya yang dibuat atau disusunnya. Dengan demikian, pengetahuan latar belakang pengarang membantu pengindeks dalam memahami makna utama teks dokumen. Dalam hal ini biasanya pengindeks memerlukan sumber biografi untuk mengetahui riwayat hidup si pengarang atau pembuat teks dokumen.

Berikut ini adalah gambar bagaimana interaksi terjadi dalam proses pemaknaan teks dokumen dalam kegiatan klasifikasi.


(8)

Gambar tersebut menunjukkan proses pemaknaan teks dokumen oleh pengindeks dalam kegiatan klasifikasi. Proses pemaknaan teks dokumen dilakukan melalui kegiatan interaksi dengan teks dokumen dan realitas lainnya di luar teks dokumen. Meskipun demikian, proses pemaknaan tersebut berpusat pada pengindeks sebagai pelaku atau pemakna teks dokumen. Oleh karena itu kegiatan interaksi yang dilakukan berdasar pada karakteristik personal yang dimiliki oleh pengindeks. Interaksi dengan teks dan realitas di luar teks pada dasarnya merupakan upaya pengindeks dalam merekonstruksi makna yang terkandung dalam teks dokumen untuk menghasilkan suatu kesimpulan tentang makna utama atau isi pokok suatu dokumen. Dalam gambar tersebut, pengindeks tidak saja berinteraksi dengan teks dokumen, tetapi juga dengan berinteraksi dengan lingkungan dan skema klasifikasi.

Dalam gambar tersebut juga menunjukkan adanya dua pola hubungan, atau interaksi yaitu hubungan timbal balik, dan hubungan searah. Hubungan antara pengindeks dengan teks dokumen, pengindeks dengan lingkungan, pengindeks dengan skema, dan skema dengan teks dokumen menunjukkan hubungan timbal balik. Antar pengindeks dengan teks dokumen terjadi hubungan timbal balik, yaitu bahwa di dalam proses pemaknaan teks dokumen, di satu sisi pengindeks melakukan penelaahan terhadap dokumen melalui kegiatan membaca judul, daftar isi, dan lain-lain untuk menentukan subyek dokumen, sementara pada sisi lain, teks dokumen mempengaruhi pengindeks di dalam menentukan subyek dokumen. Interaksi pengindeks dengan teks dokumen digambarkan secara timbal balik karena pada dasarnya dalam pemaknaan teks dokumen, tidak hanya pengindeks yang aktif membaca, menelaah, dan menafsirkan teks dokumen, akan tetapi sesungguhnya teks-teks dokumen juga menginspirasi pengindeks dalam penentuan makna. Teks sebagai kumpulan simbol-simbol sesunggunya juga memiliki makna. Untaian kata dalam teks dokumen pada dasarnya memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi pengindeks.

Selain berinteraksi dengan teks dokumen, pengindeks juga berinteraksi dengan lingkungan, terutama dengan rekan kerja dan atau orang yang dipandang ahli. Interaksi ini bersifat timbal balik karena terjadi tanya jawab, diskusi, dan konsultasi. Dalam hal ini tidak hanya pengindeks yang mengajukan pertanyaan atau mengkonsultasikan tentang makna teks dokumen, akan tetapi pendapat-pendapat rekan kerja atau ahli dibidang ilmu juga mempengaruhi keputusan pengindeks dalam pemaknaan teks dokumen.

Pengindeks dan skema klasifikasi juga terjadi hubungan timbal balik, yaitu bahwa pengindeks menetapkan notasi dokumen dengan menggunakan skema klasifikasi, dan struktur skema yang dapat mempengaruhi pilihan notasi pengindeks untuk suatu dokumen. Untuk kasus notasi yang multi interpretasi seperti terjadi di dalam kasus politik Islam dan Islam dan Politik merupakan gambaran bagaimana interaksi antara pengindeks dengan skema itu terjadi.

Di samping itu, interaksi timbal balik juga terjadi antara makna teks dokumen dengan skema klasifikasi. Interaksi dimaksud adalah bahwa dalam batas-batas tertentu suatu skema klasifikasi disusun berdasarkan makna-makna teks dokumen, dan makna-makna teks dokumen dalam skema mencerminkan


(9)

perkembangan makna-makna teks dokumen. Skema klasifikasi menggambarkan pembagian ilmu pengetahuan beserta aspek-aspek kajiannya. Pembagian ini pada dasarnya juga berasal dari dokumen-dokumen yang ada. Dalam kegiatan klasifikasi terjadi pencocokan antara dokumen (isi dokumen) dengan skema klasifikasi, apakah subyek atau isi dokumen tercakup di dalam skema, dan sebaliknya. Apakah skema yang ada mengakomodasi subyek-subyek dokumen yang diklasifikasi atau tidak. Pengindeks dalam hal ini pada dasarnya adalah perantara antara dokumen dengan skema.

Fasilitas atau sarana prasarana dalam proses pemaknaan teks merupakan alat bantu yang digunakan. Fasilitas dan lingkungan kerja hanya berpengaruh terhadap pengindeks di dalam proses pemaknaan teks dokumen. Fasilitas atau sarana pra sarana tidak mempengaruhi dokumen dan skema di dalam proses klasifikasi. Adanya katalog yang baik tidak mempengaruhi isi dokumen., atau skema yang ada. Adanya katalog yang baik dapat membantu pengindeks di dalam mengecek apakah suatu dokumen telah ada di dalam koleksi perpustakaan atau tidak sehingga dapat menghindari duplikasi di dalam klasifikasi. Demikian pula lingkungan kerja yang nyaman, dan tenang akan sangat membantu atau mendukung pengindeks di dalam menelaah dokumen dalam analisis subyek. Selain itu, pengindeks yang memiliki keterbatasan bahasa dapat menggunakan kamus untuk memahami makna harfiah teks dokumen, menggunakan sarana bibliografii untuk mencari apakan teks dokumen yang sama pernah diklasifikasi atau tidak, dan pengindeks juga perlu menelusuri sumber biografi untuk mengetahui latar belakang keahlian atau keilmuan pembuat teks dokumen (pengarang) yang dapat membantu dalam pemaknaan teks dokumen.

3. Faktor-Faktor dalam Pemaknaan Teks Dokumen

Kegiatan klasifikasi sebagai suatu kegiatan pemaknaan teks melibatkan empat faktor utama, yaitu pengindeks, teks dokumen, skema (pedoman), dan lingkungan dan atau fasiitas klasifikasi.Faktor-faktor tersebut berperan atau berpengaruh terhadap proses dan hasil dari kegiatan klasifikasi

Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi pemaknaan teks dalam kegiatan kalsifikasi dapat dibedakan ke delam dua kategori, yaitu faktor internal (faktor yang berasala dari pengindeks) dan faktor eksternal (faktor yang berasalk dari luar diri pengindeks). Kedua faktor tersebut saling berkaitan dalam proses pemaknaan teks dokumen.

a) Faktor Internal Pengindeks

Seperti dikemukakan di atas, proses pemaknaan teks dokumen memiliki sifat personal yang unik. Artinya, perbedaan individual dan sifat subjektifitas pengindeks berpengaruh terhadap proses dan hasil pemaknaan yang dilakukan pengindeks. Karakteristi pengindeks yang mempengaruhi proses pemaknaan teks mencakup empat faktor, yaitu pendidikan, wawasan atau keahlian di bidang ilmu, pengalaman kerja, dan kemampuan pendukung pengindeksan seperti penggunaan


(10)

kamus, penggunaan komputer, penggunaan sumber bibliografi, dan sumber biografi. Faktor-faktor tersebut, terutama faktor latar belakang pendidikan pengindeks dan pengalaman kerja sangat mempengaruhi pemaknaan teks dokumen.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pengaruh faktor internal dalam proses pemaknaan teks dokumen dapat dilihat dari gambar berikut ini.

Gambar 4.4 Pengaruh Individu Pengindeks Dalam Pemaknaan Teks

Berdasarkan gambar tersebut, pemaknaan teks dokumen sebagai proses intelektual dipengaruhi aspek-aspek yang mencakup tingkat dan latar belakang pendidikan, minat keilmuan, dan pengalaman kerja. Pada tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan pengindeks, ia semakin mengetahui wawasan disiplin ilmu dan aspek-aspek kajiannya yang membantunya dalam memahami teks dokumen. Dengan demikian, pengindeks dapat lebih baik dalam melakukan pemaknaan teks dokumen. Sedangkan pada aspek latar belakang pendidikan, pengindeks yang memiliki latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan secara formal memiliki penguasaan teori pengindeksan yang lebih baik yang berpengaruh pada pengetahuan tentang pembagian kelas dan subdivisi suatu disiplin ilmu, maupun teknik dan prosedur dalam kegiatan pemaknaan teks dokumen. Selain itu, pengindeks dengan latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan juga dipandang dapat melakukan analisis teks dokumen secara lebih cepat, rinci, dan teliti sehingga hasil analisis dapat lebih mewakili makna teks


(11)

dokumen. Dengan demikian, latar belakang pendidikan formal bidang ilmu perpustakaan membantu proses pemaknaan yang dilakukan.

Selain itu, minat keilmuan atau wawasan bidang ilmu juga membantu dalam proses pemaknaan. Pengindeks yang memiliki latar belakang keilmuan lain di luar ilmu perpustakaan dipandang lebih mengetahui rincian di bidang ilmunya sehingga ia lebih memahami teks dokumen ketika melakukan klasifikasi. Berbeda dengan pengindeks yang tidak memiliki latar belakang keilmuan bidang lain, proses pemaknaan teks dipengaruhi oleh faktor subjektifitas.

Pada aspek pengalaman kerja, pengindeks yang memiliki pengalaman kerja yang lama dan sering melakukan kegiatan klasifikasi, ia akan memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang lebih luas, dan lebih trampil serta cepat dalam melakukan klasifikasi. Apalagi jika pengindeks memiliki latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan, ia dapat lebih memahami proses pemaknaan teks dokumen yang mendukung kegiatan klasifikasi.

Meskipun demikian, berdasarkan kategorisasi terhadap tema-tema penelitian, didapatkan kategori inti bahwa pada umumnya para pengindeks mempunyai keterbatasan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis mengenai pengindeksan. Kategori inti ini dihasilkan dari beberapa tema penelitian, terutama yang dihasilkan dari hasil wawancara. Keterbatasan pengetahuan dapat dilihat dari pengakuan informan sendiri maupun dari analisis terhadap jawaban-jawaban yang dikemukakan oleh informan.

Keterbatasan pengetahuan teoritis tentang pengindeksan ini dapat dilihat dari jawaban informan 2 sebagai berikut :

“karena walaupun beliau [A] tidak bekerja sebagai pengindeks, tapi beliau kan punya pengalaman, terus di bidang itu beliau juga memahami, beliau juga dilatar belakangi pendidikan perpustakaan. Jadi beliau saya rasa juga lebih bisalah dari saya “

Jawaban informan 2 tersebut di samping menunjukkan pentingnya pengetahuan teoritis di bidang perpustakaan terutama yang berkaitan dengan pengindeksan, juga memberikan gambaran bahwa informan merasa kurang pengetahuan teoritisnya mengenai pengindeksan. Ini merupakan pengakuan yang dikemukakan oleh pengindeks berkenaan dengan kekurangannya dalam hal teori pengindeksan.

Keterbatasan pengetahuan teori pengindeksan ini juga dapat dilihat dari jawaban-jawaban informan berkenaan dengan kesulitan di dalam menentukan suatu subyek. Istilah teori pengindeksan yang dimaksud oleh penulis adalah teori yang digunakan di dalam kegiatan pengindeksan terutama teori yang berkenaan dengan analisis subyek seperti pengetahuan tentang konsep disiplin, fenomena, dan bentuk serta konsep jenis-jenis subyek. Dengan demikian teori pengindeksan di sini adalah berkaitan dengan pengetahuan mengenali jenis-jenis subyek dan menentukan subyek dokumen.

Kesulitan di dalam menentukan subyek antara lain dikemukakan oleh informan sebagai berikut :


(12)

“… Susah itu gimana ya, kadang-kadanag isinya banyak gitu, nggak satu subyek misalnya., banyak bercampur, kalau mau diambil ke sini yang lebih banyak tapi yang ini juga banyak…. “

Pada bagian lain kesulitan menentukan subyek juga terjadi pada dokumen yang isinya sangat umum, seperti diungkapkan sebagai berikut :

“….ada juga yang mebahas satu hal tapi umum gitu lho, jadi kita mau

dikelompokkan ke mana gitu karena dia membahasnya umum,…. Kadang-kadang

saya susah untuk mengelompokkan ini masuk ke mana, bingung kadang-kadang masih.. ya namanya juga masih belum ahli banget, masih belajar gitu…”

Jawaban yang dikemukakan oleh informan tersebut menunjukkan bahwa pengindeks kurang mengenali tentang jenis-jenis subyek di dalam teori analisis subyek sehingga pengindeks kesulitan di dalam menentukan subyek dokumen yang mempunyai dua subyek atau lebih. Kesulitan-kesulitan di dalam menentukan subyek dokumen seperti yang dikemukakan oleh informan 2 juga terjadi pada pengindeks lainnya seperti informan 3, 4, 5, 6, dan 8.

Faktor internal lain yang berpengaruh terhadap proses pemaknaan tek dokumen adalah kemampuan pendukung.Kemampuan lain yang berpengaruh terhadap pemaknaan teks adalah kemampuan bahasa, kemampuan komunikasi, kemampuan menemukan dan menggunakan sumber, dan kemampuan teknis yang mendukung kegiatan klasifikasi seperti penguasan komputer.

Perlunya kemampuan pendukung diungkapkan informan sebagai berikut:

“Kebetulan saya juga nggak nguasai bahasa Arab kan gitu, kalau yang bahasa Inggris kan kita bisa rujukkan ke sini (menunjuk DDC 20) kalau yang bahasa Arab kami minta ditranslate teman yang ada di majelis ulama karena kami disini kan nggak ada yang ahli bahasa Arab gitu, kalau nanya D kejauhan, jadi cari teman yang dekat di sini.

Dari jawaban informan tersebut menunjukkan bahwa bahasa masih merupakan faktor yang penting dalam pengindeksan, akan tetapi kebanyakan pengindeks mengaku terbatas dalam penguasaan bahasa.

Baik pengetahuan pengindeksan, pengetahuan mengenai disiplin ilmu dan cakupannya, serta penguasaan bahasa merupakan faktor yang dapat mempengaruhi di dalam kegiatan klasifikasi. Kesalahan-kesalahan di dalam pengindeksan atau terjadinya perbedaan di dalam hasil pengindeksan dapat diakibatkan karena keterbatasan pengindeks terhadap beberapa kualifikasi tersebut.


(13)

b) Faktor Eksternal

Selain karakter internal pengindeks, faktor lainnya di luar pengindeks juga berpengaruh terhadap pemaknaan teks dokumen. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam proses pemaknaan teks dokumen meliputi rekan kerja (teman sejawat, adanya Ahli bidang ilmu, fasilitas atau sarana yang tersedia, skema klasifikasi yang digunakan, dan organisasi atau pedoman atau standar kerja.

Berikut ini adalah gambaran proses pemaknaan teks dokumen yang dipengaruhi oleh realitas di luar pengindeks, yaitu baik berupa rekan kerja atau orang yang dipandang ahli. Dalam hal ini keputusan pengindeks dalam memberikan makna teks dokumen dipengaruhi oleh hasil komunikasi atau interaksi dengan lingkungan luar.

Gambar 4.5

Proses Pemaknaan Dokumen Dalam Pemaknaan Teks

Berdasarkan gambar tersebut, proses pemaknaan teks dokumen baik pada tahap analisis teks dokumen maupun simbolisasi makna teks atau pembuatan


(14)

notasi dokumen dipengaruhi oleh realitas di luar pengindeks. Dalam analisis teks dokumen, terdapat dokumen yang dipandang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding dokumen lainnya, dan adanya subjek-subjek atau makna utama dokumen yang tidak terdaftar dalam skema klasifikasi. Dalam analisis teks dokumen yang sulit, keputusan pengindeks dipengaruhi oleh orang lain. Perbedaan orang yang diminta pendapatnya mengenai suatu subyek dapat menghasilkan hasil analisis yang berbeda. Sedangkan pada kegiatan simbolisasi makna teks dokumen, ketersedian subjek atau makan dalam skema klasifikasi berpengaruh terhadap makna teks dokumen yang dipilih. Pengindeks dapat

menggunakan makna „khusus‟ yang dihasilkan dalam proses pemaknaan, dan

konsekwensinya ia menambahkan makna tersebut pada skema dengan disertai

simbol atau notasinya. Atau, pengindeks memilih makna „umum‟ atau yang

mendekati dengan makna yang dihasilkan dari proses pemaknaan yang terdapat dalam skema. Dalam hal ini pengindeks tidak menambahkan makna teks dalam skema, tetapi mengambil makna yang paling dekat atau lebih umum.

Rekan kerja merupakan orang yang paling dekat dengan lingkungan pengindeks. Jika terjadi masalah atau kesulitan dalam klasifikasi, maka rekan kerja merupakan orang pertama sebagai tempat bertanya atau kawan diskusi untuk mencari jawaban atau pemecahan masalah.Dalam hal ini tingkat senioritas dan otoritas menentukan terhadap keputusan yang dipilih oleh pengindeks dalam pemaknaan teks dokumen.

Aspek senioritas ini diakui oleh informan 1 bahwa ia merasa harus bertanya dengan staf perpustakaan lain jika menghadapi kesulitan dalam menentukan subyek di dalam bidang tertentu. Hal ini diungkapkan informan 1 sebagai berikut:

“ yang lebih senior dari saya, G, kadang-kadang ke A dari segi agama, dia lebih kuat karena dia berasal dari Ushuluddin kalau nggak salah.”

Ungkapan informan tersebut menunjukkan tingkat senioritas dan otoritas keilmuan menjadi pertimbangan bagi pengindeks dalam pemaknaan teks

dokumen.

Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap pemaknaan teks dokumen adalah berupa fasilitas atau sarana pengindeksan. Pengindeks menggunakan kamus bahasa untuk membantu memahami teks dokumen, menggunakan sarana bibliografi untuk mencari dokumen yang sama yang telah diklasifikasi orang lain, menggunakan sumber biografi untuk meneliti latar belakang penulis / pengarang dokumen. Sarana penelusuran baik dalam bentuk katalog atau lainnya merupakan sarana yang penting di dalam klasifikasi. Sarana penelusuran ini dapat digunakan untuk menelusur suatu dokumen apakah telah ada di dalam koleksi perpustakaan atau tidak. Dengan demikian keberadaannya termasuk nomor klasifikasinya dapat diketahui sehingga terjadinya dua notasi yang berbeda untuk dokumen yang sama dapat dihindari.


(15)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat petunjuk bahwa sarana yang ada kurang mendukung atau kurang efektif sehingga masih terdapat notasi yang berbeda untuk satu dokumen yang sama.

Berikut ini adalah gambar penggunaan alat bantu dalam pemaknaan teks. Alat bantu ini merupakan sarana yang digunakan pengindeks dalam proses pemaknaan teks.

Gambar 4.6 Penggunaan Alat Bantu Dalam Pemaknaan Teks

Selain itu, dalam kegiatan klasifikasi, hasil pemaknaan teks oleh pengindeks akan dicocokkan atau diadptasikan skema klasifikasi. Jika hasil pemaknaan tersebut sesuai dengan skema, maka pengindeks akan langsung memberikan notasi sebagai simbol subjek / isi dokumen. Jika hasil pemaknaan tidak sesuai (tidak terdapat dalam skema) maka pengindeks menambahkan hasil pemaknaan tersebut dalam skema, atau ia memilih pada makna (subjek yang


(16)

lebih umum). Dengan demikian, skema yang digunakan pengindeks juga berpengaruh terhadap pemaknaan teks.

Berikut ini digambarkan bagaimana penggunaan skema dapat mempengaruhi makna teks dokumen.

Gambar 4.7 Penggunaan Skema Klasifiaksi Dalam Pemaknaan Teks

Berdasarkan penelitian, didapatkan bahwa skema klasifikasi yang ada atau digunakan oleh para pengindeks kurang akomodatif terhadap kebutuhan pengguna atau pengindeks yang berpotensi mempengaruhi proses dan hasil pemaknaan teks dokumen seperti digambarkan di atas. Hal ini dapat dilihat dari pengakuan informasn sebagai berikut.


(17)

“ada beberapa subyek yang belum ada, misalnya gender,…. Waktu itu belum ada masuk, dan kayaknya sekarang juga belum ada ya. Feminisme juga…. Apakah feminisme dengan gender berbeda ?….. saya juga nggak tahu apakah kloning ada, tapi beberapa waktu yang lalu kan belum…..”

Di samping itu, skema yang ada juga masih menimbulkan interpretasi ganda untuk beberapa subyek. Berdasarkan temuan hasil klasifikasi terhadap beberapa dokumen di tiga lokasi seperti disebutkan dalam masalah penelitian, terdapat dokumen yang sama tetapi memiliki notasi yang berbeda di masing-masing lokasi penelitian. Di tiga lokasi penelitian, dokumen tentang Islam dan politik, dan politik Islam mempunyai notasi yang berbeda-beda. Di lokasi C misalnya, dokumen tentang Islam dan politik, dan politik Islam dikelompokkan ke dalam 2X0.32, di lokasi A dikelompokkan ke 2X6.2, dan di lokasi B dua notasi tersebut masih saling dipertukarkan, bahkan masih terdapat notasi yang menggunakan 297.

Masih adanya interpretasi ganda ini dapat dilihat dari beberapa jawaban informan sebagai berikut :

Informan 3 :

“Makanya kita pilih salah satu kan? Kita berprinsip pilih salah satu yang penting konsisten, jangan sampai suatu saat yang ini suatu saat yang itu yang mengakibatkan tersebarnya subyek yang berdekatan di rak. Sudahlah nggak apa-apa walau pun mungkin secara subsatansi dari notasi mungkin salah gitu ya, tapi nggak apalah yang penting berdekatan dan orang mudah akses,intinya kan gitu aja kan ?”.

Beberapa hal tersebut di atas menunjukkan bahwa terdapat indikasi masalah yang berkaitan dengan skema yang dapat menimbulkan kesalahan atau perbedaan di dalam hasil klasifikasi. Berkenaan dengan hal ini, menurut Soekarman dan Tairas (1993: 51) terdapat beberapa kemungkinan masalah yang akan dihadapi oleh pengindeks ketika menggunakan suatu skema dalam pemaknaan teks. Masalah-masalah tersebut antara lain berkenaan dengan

kemungkinan adanya „bentrok‟ dengan notasi lain, terdapat subyek-subyek yang tidak terdapat di dalam indeks, dan ada istilah-istilah yang terdapat di dalam indeks tetapi tidak terdapat di dalam bagan.

Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap pemaknaan teks adalah berkenaan dengan standar kerja. Berdasar penelitian yang dilakukan tidak terdapat standar kerja tertulis yang dijadikan pedoman oleh pengindeks dalam kegiatan klasifikasi. Karenanya, dalam kegiatan klasifikasi, pengindeks sering bersifat subjektif berdasar kecenderungan masing- masing.

Berdasarkan hasil penelitian, pengindeks pada tahap individu maupun lembaga tidak memiliki mekanisme kerja yang terorganisasikan. Seorang pengindeks akan bekerja sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya. Tidak ada rambu-rambu atau ketentuan khusus yang bersifat tertulis yang dijadikan sebagai pedoman di dalam pengindeksan. Tidak adanya mekanisme kerja yang


(18)

baik ini ditunjukkan pada beberapa hal seperti terungkap dari tema-tema penelitian sebagai berikut.

1) Adanya penggunaan sumber-sumber yang bervariasi di antara pengindeks

2) Adanya pola alur kerja yang beragam yang dilakukan oleh pengindeks di dalam proses klasifikasi

3) Tidak adanya pedoman khusus secara tertulis yang dapat dijadikan acuan di dalam kegiatan klasifikasi

E. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, penulis kemukakan bahwa pemaknaan teks dalam kegiatan klasifiaksi di perpustakaan dilakukan dengan cara mereknstruksi kembali makna teks dokumen melalui interaksi tekstual dan kontekstual. Artinya, dalam pemaknaan teksi, pengindeks berinteraksi dengan teks dokumen melalui kegiatan pembacaan, pemahaman, penelaahan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan untuk menacapai makna utama teks dokumen. Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan proses intelektual pengindeks, dan karenanya keragaman latar belakang dan kemampuan intelektual pengindeks berpengaruh terhadap pemaknaan teks yang dilakukan. Dengan demikian, pemaknaan teks dokumen merupakan proses intelektual yang bersifat personal.

Selain itu, pengindeks juga berinteraksi dengan realitas lainnya di luar teks dokumen yang mencakup rekan kerja, orang / ahli di bidang ilmu, dan skema klasifiaksi. Pengindeks juga memerlukan sarana bantu dan system organisasi kerja yang standar agar diperoleh konsistensi dalam pengindeksan. Factor-faktor ini mempengaruhi proses pemaknaan teks yang dilakukan pengindeks yang pada akhirnya dapat berpengaruh pada hasil pemaknaan teks yang berupa notasi.

F. Daftar Pustaka

Akers, Susan Grey. 1954. Simple Library Cataloging. Chicago: ALA, 1954. Batjo, Abdul Aziz. 1985. Klasifikasi Islam : Adaptasi Klasifikasi Persepuluhan

Dewey dan Perluasan 297. Jakarta: Pusat Perpustakaan Islam Indonesia.

Beghtol, Clare. 1986. “Bibliographic Classification theory and text linguistics : aboutness analysis, intertextuality and the cognitive act of classifying

documents”. Journal of Documentation. Vol. 42 (No. 2)

Chan, Lois Mai. 1994. Cataloging and Classification : An Introduction. Second edition. New York: McGraw-Hill.

Daily, Jay E. 1971. “Classification and Categorization”. Dalam Subject and Information Abalysis. Edited by Eleanor D. Dym. 1985. New York: Marcel Dekker.


(19)

Dewey, Melville. 1971. Dewey Decimal Classification and Relative Index Edition 18. New York: Forest Press.

Dewey, Melville. 1989. Dewey Decimal Classification and Relative Index Edition 20. New York: Forest Press.

Doyle, Lauren B. 1976. Information Retrieval and Processing. Los Angeles: Melville Publishing.

Eryono, M. Kailani. 1989. Daftar Tajuk Subjek Islam dan Sistem Klassifikasi Islam : Adaptasi dan perluasan DDC seksi Islam. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama RI.

Eryono, M. Kailani. 1999. Pengolahan Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka

Eryono, M. Kailani dan Abdul Aziz Batjo. 1991. Pedoman Perpustakaan Masjid. Jakarta: Pusat Perpustakaan Islam Indonesia

Foskett, A.C. 1996. Subject Approach to Information. London: Library Association.

Gates, Jean Key. 1994. Guide to the Libraries and Information Sources. Seventh edition. New York: McGraw-Hill.

Hicks, Carol E. , James E. Rush, & Suzanne M. Strong. 1977. “Content Analysis”. Dalam Subject and Information Abalysis. Edited by Eleanor D. Dym. 1985. New York: Marcel Dekker.

Hjorland, Birger. 1992.”The Concept of subject in information science”. Journal of Documentation. Vol. 48 (No. 2).

Hunter, Eric J dan KGB Bakewell. 1991. Cataloguing. London : Library Association Publishing.

Kao, Mary Liu. 1995. Cataloging and Classification for library technicians. New York: The Hawart Press.

Khanna, J.K & R. Vohra.1996. Handbook of library classification systems. New Delhi : Beacon Books.

Krefting, Laura. 1991. “Rigor in qualitative research: the assessment of trustworthiness”. The American Journal of Occupational Therapy. Vol 45 ( No. 3)


(20)

Kumar, Krishan. 1996. Theory of Classification. New Delhi : Vikas Publishing House.

Lancaster, F.W. 1979. Information Retrieval System: Characteristics, Testing and Evaluation, New York: Wiley.

Marcella, Rita & Robert Newton. 1994. A New Manual of Classification.

Hampshire, England : Gower.

Minichiello, Victor. 199?. In-depth interviewing : principles, techniques, analysis. USA: Longman.

Moeloeng, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mudjia Raharjo. 2008. Dasar –Dasar Hermeneutika Anatar Intensionalisme dan Gadamerianisme. Yogyakarta; Ar Ruzz Media.

Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Myers, Micvhael D. 2002. Qualitative Research in Information Science. 8 Nopember 2002. http://www.qual.auckland.ac.nz/

Rowley, Jennifer. 1992. Organizing Knowledge : An Introduction to Information Retrieval. Vermont, USA: Asghate.

Soekarman & J.N.B. Tairas. 1993. Klassifikasi bahan pustaka tentang Indonesia menurut DDC. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia.

Somadikarta, L.K. 1998. Titik Akses dalam organisasi informasi di Perpustakaan, Jurusan Ilmu Perpustakaan. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Star, Susan Leigh. 1996. “Grounded Classification : Grounded Theory and

Faceted Classification”. http://alexia.lis.uiuc.edu/~ start/gt.html

Taylor, Arlene G. 1999. The Organization of Information. Englewood, Colorado: Libraries Unlimited.

Vickery, BC. “Analisis of Information”. Dalam Subject and Information Abalysis. Edited by Eleanor D. Dym. 1985. New York: Marcel Dekker.

Wynar, Bohdan S. 1992. Introduction to cataloging and classification. Englewood, Colorado : Libraries Unlimited.


(21)

(1)

lebih umum). Dengan demikian, skema yang digunakan pengindeks juga berpengaruh terhadap pemaknaan teks.

Berikut ini digambarkan bagaimana penggunaan skema dapat mempengaruhi makna teks dokumen.

Gambar 4.7 Penggunaan Skema Klasifiaksi Dalam Pemaknaan Teks

Berdasarkan penelitian, didapatkan bahwa skema klasifikasi yang ada atau digunakan oleh para pengindeks kurang akomodatif terhadap kebutuhan pengguna atau pengindeks yang berpotensi mempengaruhi proses dan hasil pemaknaan teks dokumen seperti digambarkan di atas. Hal ini dapat dilihat dari


(2)

“ada beberapa subyek yang belum ada, misalnya gender,…. Waktu itu belum ada masuk, dan kayaknya sekarang juga belum ada ya. Feminisme juga…. Apakah feminisme dengan gender berbeda ?….. saya juga nggak tahu apakah kloning ada, tapi beberapa waktu yang lalu kan belum…..”

Di samping itu, skema yang ada juga masih menimbulkan interpretasi ganda untuk beberapa subyek. Berdasarkan temuan hasil klasifikasi terhadap beberapa dokumen di tiga lokasi seperti disebutkan dalam masalah penelitian, terdapat dokumen yang sama tetapi memiliki notasi yang berbeda di masing-masing lokasi penelitian. Di tiga lokasi penelitian, dokumen tentang Islam dan politik, dan politik Islam mempunyai notasi yang berbeda-beda. Di lokasi C misalnya, dokumen tentang Islam dan politik, dan politik Islam dikelompokkan ke dalam 2X0.32, di lokasi A dikelompokkan ke 2X6.2, dan di lokasi B dua notasi tersebut masih saling dipertukarkan, bahkan masih terdapat notasi yang menggunakan 297.

Masih adanya interpretasi ganda ini dapat dilihat dari beberapa jawaban informan sebagai berikut :

Informan 3 :

“Makanya kita pilih salah satu kan? Kita berprinsip pilih salah satu yang penting konsisten, jangan sampai suatu saat yang ini suatu saat yang itu yang mengakibatkan tersebarnya subyek yang berdekatan di rak. Sudahlah nggak apa-apa walau pun mungkin secara subsatansi dari notasi mungkin salah gitu ya, tapi nggak apalah yang penting berdekatan dan orang mudah akses,intinya kan gitu aja kan ?”.

Beberapa hal tersebut di atas menunjukkan bahwa terdapat indikasi masalah yang berkaitan dengan skema yang dapat menimbulkan kesalahan atau perbedaan di dalam hasil klasifikasi. Berkenaan dengan hal ini, menurut Soekarman dan Tairas (1993: 51) terdapat beberapa kemungkinan masalah yang akan dihadapi oleh pengindeks ketika menggunakan suatu skema dalam pemaknaan teks. Masalah-masalah tersebut antara lain berkenaan dengan

kemungkinan adanya „bentrok‟ dengan notasi lain, terdapat subyek-subyek yang tidak terdapat di dalam indeks, dan ada istilah-istilah yang terdapat di dalam indeks tetapi tidak terdapat di dalam bagan.

Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap pemaknaan teks adalah berkenaan dengan standar kerja. Berdasar penelitian yang dilakukan tidak terdapat standar kerja tertulis yang dijadikan pedoman oleh pengindeks dalam kegiatan klasifikasi. Karenanya, dalam kegiatan klasifikasi, pengindeks sering bersifat subjektif berdasar kecenderungan masing- masing.

Berdasarkan hasil penelitian, pengindeks pada tahap individu maupun lembaga tidak memiliki mekanisme kerja yang terorganisasikan. Seorang pengindeks akan bekerja sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya. Tidak ada rambu-rambu atau ketentuan khusus yang bersifat tertulis yang dijadikan sebagai pedoman di dalam pengindeksan. Tidak adanya mekanisme kerja yang


(3)

baik ini ditunjukkan pada beberapa hal seperti terungkap dari tema-tema penelitian sebagai berikut.

1) Adanya penggunaan sumber-sumber yang bervariasi di antara pengindeks 2) Adanya pola alur kerja yang beragam yang dilakukan oleh pengindeks di

dalam proses klasifikasi

3) Tidak adanya pedoman khusus secara tertulis yang dapat dijadikan acuan di dalam kegiatan klasifikasi

E. Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, penulis kemukakan bahwa pemaknaan teks dalam kegiatan klasifiaksi di perpustakaan dilakukan dengan cara mereknstruksi kembali makna teks dokumen melalui interaksi tekstual dan kontekstual. Artinya, dalam pemaknaan teksi, pengindeks berinteraksi dengan teks dokumen melalui kegiatan pembacaan, pemahaman, penelaahan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan untuk menacapai makna utama teks dokumen. Kegiatan-kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan proses intelektual pengindeks, dan karenanya keragaman latar belakang dan kemampuan intelektual pengindeks berpengaruh terhadap pemaknaan teks yang dilakukan. Dengan demikian, pemaknaan teks dokumen merupakan proses intelektual yang bersifat personal.

Selain itu, pengindeks juga berinteraksi dengan realitas lainnya di luar teks dokumen yang mencakup rekan kerja, orang / ahli di bidang ilmu, dan skema klasifiaksi. Pengindeks juga memerlukan sarana bantu dan system organisasi kerja yang standar agar diperoleh konsistensi dalam pengindeksan. Factor-faktor ini mempengaruhi proses pemaknaan teks yang dilakukan pengindeks yang pada akhirnya dapat berpengaruh pada hasil pemaknaan teks yang berupa notasi.

F. Daftar Pustaka

Akers, Susan Grey. 1954. Simple Library Cataloging. Chicago: ALA, 1954. Batjo, Abdul Aziz. 1985. Klasifikasi Islam : Adaptasi Klasifikasi Persepuluhan

Dewey dan Perluasan 297. Jakarta: Pusat Perpustakaan Islam Indonesia.

Beghtol, Clare. 1986. “Bibliographic Classification theory and text linguistics : aboutness analysis, intertextuality and the cognitive act of classifying

documents”. Journal of Documentation. Vol. 42 (No. 2)

Chan, Lois Mai. 1994. Cataloging and Classification : An Introduction. Second edition. New York: McGraw-Hill.

Daily, Jay E. 1971. “Classification and Categorization”. Dalam Subject and Information Abalysis. Edited by Eleanor D. Dym. 1985. New York:


(4)

Dewey, Melville. 1971. Dewey Decimal Classification and Relative Index Edition 18. New York: Forest Press.

Dewey, Melville. 1989. Dewey Decimal Classification and Relative Index Edition 20. New York: Forest Press.

Doyle, Lauren B. 1976. Information Retrieval and Processing. Los Angeles: Melville Publishing.

Eryono, M. Kailani. 1989. Daftar Tajuk Subjek Islam dan Sistem Klassifikasi Islam : Adaptasi dan perluasan DDC seksi Islam. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Agama Departemen Agama RI.

Eryono, M. Kailani. 1999. Pengolahan Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas Terbuka

Eryono, M. Kailani dan Abdul Aziz Batjo. 1991. Pedoman Perpustakaan Masjid. Jakarta: Pusat Perpustakaan Islam Indonesia

Foskett, A.C. 1996. Subject Approach to Information. London: Library Association.

Gates, Jean Key. 1994. Guide to the Libraries and Information Sources. Seventh edition. New York: McGraw-Hill.

Hicks, Carol E. , James E. Rush, & Suzanne M. Strong. 1977. “Content Analysis”. Dalam Subject and Information Abalysis. Edited by Eleanor D. Dym. 1985. New York: Marcel Dekker.

Hjorland, Birger. 1992.”The Concept of subject in information science”. Journal of Documentation. Vol. 48 (No. 2).

Hunter, Eric J dan KGB Bakewell. 1991. Cataloguing. London : Library Association Publishing.

Kao, Mary Liu. 1995. Cataloging and Classification for library technicians. New York: The Hawart Press.

Khanna, J.K & R. Vohra.1996. Handbook of library classification systems. New Delhi : Beacon Books.

Krefting, Laura. 1991. “Rigor in qualitative research: the assessment of trustworthiness”. The American Journal of Occupational Therapy. Vol 45 ( No. 3)


(5)

Kumar, Krishan. 1996. Theory of Classification. New Delhi : Vikas Publishing House.

Lancaster, F.W. 1979. Information Retrieval System: Characteristics, Testing and Evaluation, New York: Wiley.

Marcella, Rita & Robert Newton. 1994. A New Manual of Classification. Hampshire, England : Gower.

Minichiello, Victor. 199?. In-depth interviewing : principles, techniques, analysis. USA: Longman.

Moeloeng, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mudjia Raharjo. 2008. Dasar –Dasar Hermeneutika Anatar Intensionalisme dan Gadamerianisme. Yogyakarta; Ar Ruzz Media.

Mulyana, Deddy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Myers, Micvhael D. 2002. Qualitative Research in Information Science. 8 Nopember 2002. http://www.qual.auckland.ac.nz/

Rowley, Jennifer. 1992. Organizing Knowledge : An Introduction to Information Retrieval. Vermont, USA: Asghate.

Soekarman & J.N.B. Tairas. 1993. Klassifikasi bahan pustaka tentang Indonesia menurut DDC. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia.

Somadikarta, L.K. 1998. Titik Akses dalam organisasi informasi di Perpustakaan, Jurusan Ilmu Perpustakaan. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Star, Susan Leigh. 1996. “Grounded Classification : Grounded Theory and

Faceted Classification”. http://alexia.lis.uiuc.edu/~ start/gt.html

Taylor, Arlene G. 1999. The Organization of Information. Englewood, Colorado: Libraries Unlimited.

Vickery, BC. “Analisis of Information”. Dalam Subject and Information Abalysis. Edited by Eleanor D. Dym. 1985. New York: Marcel Dekker. Wynar, Bohdan S. 1992. Introduction to cataloging and classification.


(6)