3 digunakan adalah sampel teoritis, yaitu menentukan sampel berdasarkan
kepentingan peneliti untuk menemukan suatu teori. Sampel dalam penelitian ini adalah informan sebagai sumber data yang berjumlah 11 orang. Sampel ini
ditentukan berdasarkan kepentingan penelitian untuk membangun suatu teori atau disebut sampel teoritis theoretical sampling Glaser dan Strauss:1967, Strauss
dan Corbin: 1998. Teknik pemilihan sampel dilakukan dengan metode bola salju snawball sampling. Dalam hal ini, peneliti hanya menentukan informann kunci,
sedangkan informan-informan lainnya dipilih berdasarkan rujukan informan sebelumnya. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan kajian dokumen.
Data tersebut dianalisis berdasarkan model analisis data konstruktivisme dengan melalui transkripsi data, interpretasi data melalui pengkodean terbuka open
coding, pengkodean beralas axial coding, dan pengkodean terseleksi selective coding. Pembentukan teori penelitian dilakukan dengan membuat analisis data
komparatif berdasarkan tema-tema dan kategori inti yang dihasilkan dari proses pengkodean,
komparasi berdasarkan
teori pengindeksan,
dan komparasi
berdasarkan tujuan penelitian. Penelitian ini dilakukan di lokasi yang berbeda, yaitu Perpustakaan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Masjid Istiqlal Pusat Perpustakaan Islam Indonesia, dan Perpustakaan Umum Islam Iman Jama Jakarta Selatan.
D. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, peneliti menemukan beberapa fenomena yang berkaitan kegiatan klasifikasi yang dilakukan oleh para
pengindeks sebagai berikut. 1.
Rekonstruksi Makna Teks Dokumen Kegiatan klasifikasi pada dasarnya merupakan merupakan suatu proses
merekonstruksi makna teks dokumen, dan pemberian simbol terhadap makna teks suatu dokumen. Sebagai proses rekonstruksi makna teks, klasifikasi merupakan
proses yang kompleks dan memiliki karakteristik personal yang unik. Hasil penelitian ini didapat dari penjelasan di dalam kategori inti baik yang menyangkut
tahapan di dalam kegiatan klasifikasi yang dilakukan oleh para pengindeks, kesulitan di dalam klasifikasi, dan pilihan-pilihan atau keputusan-keputusan yang
diambil para pengindeks di dalam menghadapi masalah klasifikasi, serta keterlibatan unsur fisik dan psikis pengindeks di dalam klasifikasi.
Sebagai suatu proses, pemaknaan teks dokumen dilakukan melalui kegiatan
pemilahan, pembacaan, penelaahan, penafsiran, dan pengambilan kesimpulan terhadap makna utama teks dokumen. Makna utama dari teks
dokumen ini disebut subjek dokumen. Dalam teori klasifiaksi, kegiatan ini sering disebut dengan kegiatan analisis subjek, yaitu kegiatan menentukan subjek
dokumen Taylor, 1999, Beghtol, 1986, Vickery: 1985. Subjek dokumen merupakan deskripsi dari makna utama teks dokumen. Menurut Chan 1994,
kegiatan analisis subyek ini merupakan suatu proses intelektual, yaitu menentukan isi dan mengindentifikasi konsep-konsep utama di dalam suatu dokumen. Dalam
hal ini suatu dokumen dikenali ciri-ciri isinya ; mengenai apa aboutness suatu
4 dokumen. Selanjutnya berdasarkan hasil pemaknaan teks atau analisis subyek ini,
pengindeks melakukan pengelompokkan dokumen, dan memberikan notasi dokumen sebagai simbol makna teks dokumen. Kegiatan pemberian simbol
makna teks ini disebut dengan kegiatan penerjemahan translation Rowley, 1993.
Langkah-langkah dalam proses pemaknaan teks dokumen digambarkan sebagai berikut.
Gambar 4.1. Kegiatan dalam Proses Pemaknaan Teks Proses pemaknaan teks dokumen seperti digambarkan di atas diawali
dengan kegiatan pemilahan dokumen. Pemilahan dokumen ini merupakan bagian dari
strategi pengindeks
dalam pemaknaan
teks dokumen
berdasarkan kemampuan yang dimiliki dan analisis awal terhadap teks dokumen. Teks
dokumen berbahasa asing merupakan hambatan tersendiri bagi pengindeks. Demikian pula, adanya dokumen-dokumen yang memiliki makna yang bias atau
multi interpretasi juga dipandang sulit sehingga pengindeks menunda proses pemaknaan.
Meskipun demikian, sekalipun kegiatan pemilahan ini sering dilakukan pengindeks dalam kegiatan pemaknaan teks dokumen, akan tetapi tidak semua
dilakukan pengindeks melakukannya. Oleh karena itu, pemilahan dokumen bersifat personal atau perorangan. Artinya, pemilahan dokumen sangat tergantung
dari individu pengindeks. Keterbatasan bahasa dan sifat teks dokumen yang dipandang sulit oleh pengindeks didasarkan atas pandangan individu pengindeks.
Hal ini karena setiap pengindeks memiliki kemampuan bahasa asing yang beragam. Demikian pula pandangan terhadap dokumen yang sulit juga tidak sama
antara satu pengindeks dengan pengindeks lainnya. Dalam proses pemaknaan teks dokumen, keterbatasan ini berpengaruh terhadap pengindeks dalam melakukann
pemaknaan teks dokumen.
Berikut ini adalah skema bagaimana proses pemilahan dilakukan oleh pengindeks dalam kegiatan klasifikasi.
5 Gambar 4.2
Proses Pemilahan Dokumen Dalam Pemaknaa Teks Gambar
tersebut menunjukkan
bahwa dalam
kegiatan pemilahan
dokumen, terdapat dua pola, yaitu pemilahan berdasarkan bahasa dan isi dokumen. Informan yang melakukan pemilahan berdasarkan bahasa dokumen
karena dokumen berbahasa Indonesia dipandang lebih mudah sehingga akan diklasifikasi terlebih dahulu. Dokumen berbahasa asing seperti bahasa Inggris
dan bahasa Arab ditangguhkan untuk berikutnya. Khusus untuk dokumen berbahasa Arab, terdapat informan yang menyatakannya diklasifikasi oleh orang.
Adapun pemilahan dokumen berdasarkan isi dilakukan dengan melihat dan memilih dokumen yang dipandang mudah. Dokumen yang mudah diklasifikasi
lebih dahulu, dan dokumen yang sulit dikerjakan kemudian.
Selain itu, pemaknaan teks dokumen pada dasarnya juga merupakan proses yang kompleks, karena melibatkan aspek-aspek fisik dan psikis atau mental
pengindeks. Proses pemilahan, pembacaan, penelaahan, penafsiran, dan penarikan kesimpulan menunjukkan bahwa dalam pemaknaan teks, pengindeks tidak hanya
menggunakan kekuatan fisik dan inderawi, akan tetapi juga kemampuan intelektual melalui proses penalaran.
Proses pemaknaan teks sebagai proses yang kompleks yang melibatkan aspek fisik dan mental pengindeks diungkapkan oleh informan 1 sebagai berikut :
“Keseluruhan dulu, lihat judul, daftar isi, kadang-kadang kita mengambil kesimpulan jugakan, akhirnya yang pentingkan arah isi, mengarah 1 subyek, kita
6 ambil satu kalau mengarahnya ini, daftar isi aspeknya banyakkan, kita ambil
tabel tambahan gitu” Uraian tersebut menggambarkan bahwa kompleksitas dalam proses
pemaknaan teks dokumen ditandai dengan adanya keterlibatan intelektual pengindeks dalam memahami teks dokumen. Keterlibatan intelektual pengindeks
tidak hanya pada tingkat pemahaman terhadap teks dokumen, akan tetapi juga pada tingkat penafsiran. Bahkan, untuk sampai pada keputusan makna utama
suatu teks dokumen, diperlukan kerangaka berfikir logis melalui kegiatan penalaran.
Tingkat penalaran
ini ditunjukkan dengan kegiatan penarikan kesimpulan yang didahului oleh kegiatan analisis terhadap bagian-bagian teks
dokumen, baik teks dari judul, daftar isi, bahkan bagian isi dengan membaca bab per bab dari suatu teks dokumen Hood :1990. Baco 1985 menambahkan
perlunya membaca sebagian atau seluruh isi buku jika beberapa sumber yang dimaksud tersebut belum dapat digunakan untuk menentukan subyek dokumen.
Oleh karena tingkat intelektual memiliki peran yang penting dalam proses pemaknaan teks dokumen, keragaman tingkat dan latar belakang intelektual
pengindeks berpengaruh terhadap proses pemaknaan yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap hasil pemaknaan yang dilakukan. Dengan kata lain,
karakteristik
intelektual individu
pengindeks berpengaruh terhadap proses
pemaknaan teks dokumen. Somadikarta 1998, misalnya, menyebutkan pentingnya penguasaan pengetahuan tentang teori pengindeksan agar dapat
melakukan pemaknaan dengan baik, terutama tentang teori analisis subjek.
Hasil penelitian ini menegaskan kembali bahwa kegiatan klasifikasi sebagai proses pemaknaan teks merupakan proses intelektual, yaitu proses yang
melibatkan aspek kognitif atau intelektual pengindeks yang Beghtol: 1986, Chan : 1994, Khanna dan Vohra :1996. Proses intelektual digambarkan dengan
kegiatan membaca, memahami, menelaah, menafsirkan, dan menarik kesimpulan dari makna teks dokumen untuk mendapatkan makna utama atau subjek. Proses
penarikan kesimpulan ini diungkapkan Van Dijk, seperti dikutip Beghtol 1986, dilakukan secara bottom-up, yaitu bahwa proses analisis subyek melibatkan
kemampuan seseorang di dalam mereduksi atau mengambil informasi di dalam suatu teks dokumen dalam rangka memperoleh konsep-konsep yang terkandung di
dalam dokumen mengenai apa
a document’s aboutness. Dengan demikian, menurut Van Dijk, kemampuan mengingat memory dan menganalisi secara
makro terhadap teks diperlukan oleh seorang pengindeks.
2. Interakasi Tekstual dan Kontekstual dalam Pemaknaan Teks Dokumen
Selain sebagai proses intelektual, kompleksitas dari proses pemaknaan juga dapat dipandang sebagai bentuk interaksi, yaitu interaksi pengindeks dengan
teks dokumen, dan interaksi pengindeks dengan realitas di luar teks dokumen. Dengan kata lain, proses pemaknaan teks dalam kegiatan klasifikasi merupakan
proses interaksi tekstual dan interaksi kontekstual.
7 Kegiatan pemaknaan teks dokumen dalam kegiatan klasifikasi pada
dasarnya merupakan kegiatan pengindeks dalam memahami teks dokumen untuk menemukan makna utama suatu dokumen. Pengindeks berupaya merekonstruksi
makna teks-teks yang terdapat di dalam dokumen, dan makna-makna lainnya di luar teks dokumen melalui serangkaian interaksi dan penggunaan alat-alat bantu
pemaknaan. Rekonstruksi makna tersebut dimaksudkan untuk menghasilkan makna utama suatu teks dokumen. Dalam kegiatan klasifikasi, makna utama dari
teks
dokumen disebut
dengan subjek
dokumen. Subjek dokumen ini
menggambarkan mengenai apa dokumen tersebut. Untuk mencapai makna utama atau subjek dokumen, pengindeks membaca, menelaah, dan menfasirkan teks
dokumen untuk memperoleh pemahaman tentang makna teks. Selanjutnya, pengindeks menganalis lebih lanjut dengan cara menarik kesimpulan makna
utama dari teks dokumen. Makna utama ini dihasilkan dari analisis terhadap makna-makna yang terdapat dalam teks dokumen. Dalam kegiatan klasifikasi
kegiatan ini disebut dengan kegiatan analisis konseptual.
Di samping itu, untuk mencapai makna utama atau subjek dokumen, pengindeks seringkali melakukan komunikasi dengan lingkungan sekitar, dan atau
menggunakan alat bantu tertentu. Bentuk komunikasi dengan lingkungan tersebut berupa kegiatan bertanya, diskusi, atau konsultasi. Dalam proses pemaknaan teks,
terutama jika mengalami hambatan, pengindeks sering bertanya, atau berdiskusi dengan rekan kerja. Bahkan, pengindeks juga melakukan konsultasi dengan orang
yang dipandang ahli dalam suatu bidang ilmu untuk menanyakan makna teks dokumen, baik orang yang berada di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya.
Pengindeks juga mempelajari latar belakang pengarang atau pembuat teks untuk memahami teks dokumen. Latar belakang pengarang atau pembuat teks
berpengaruh terhadap teks karya yang dibuat atau disusunnya. Dengan demikian, pengetahuan latar belakang pengarang membantu pengindeks dalam memahami
makna utama teks dokumen. Dalam hal ini biasanya pengindeks memerlukan sumber biografi untuk mengetahui riwayat hidup si pengarang atau pembuat teks
dokumen.
Berikut ini adalah gambar bagaimana interaksi terjadi dalam proses pemaknaan teks dokumen dalam kegiatan klasifikasi.
Gambar 4.3 Proses Interaksi dalam Pemaknaan Teks
8 Gambar tersebut menunjukkan proses pemaknaan teks dokumen oleh
pengindeks dalam kegiatan klasifikasi. Proses pemaknaan teks dokumen dilakukan melalui kegiatan interaksi dengan teks dokumen dan realitas lainnya di
luar teks dokumen. Meskipun demikian, proses pemaknaan tersebut berpusat pada pengindeks sebagai pelaku atau pemakna teks dokumen. Oleh karena itu kegiatan
interaksi yang dilakukan berdasar pada karakteristik personal yang dimiliki oleh pengindeks. Interaksi dengan teks dan realitas di luar teks pada dasarnya
merupakan upaya pengindeks dalam merekonstruksi makna yang terkandung dalam teks dokumen untuk menghasilkan suatu kesimpulan tentang makna utama
atau isi pokok suatu dokumen. Dalam gambar tersebut, pengindeks tidak saja berinteraksi dengan teks dokumen, tetapi juga dengan berinteraksi dengan
lingkungan dan skema klasifikasi.
Dalam gambar tersebut juga menunjukkan adanya dua pola hubungan, atau interaksi yaitu hubungan timbal balik, dan hubungan searah. Hubungan
antara pengindeks dengan teks dokumen, pengindeks dengan lingkungan, pengindeks dengan skema, dan skema dengan teks dokumen menunjukkan
hubungan timbal balik. Antar pengindeks dengan teks dokumen terjadi hubungan timbal balik, yaitu bahwa di dalam proses pemaknaan teks dokumen, di satu sisi
pengindeks melakukan penelaahan terhadap dokumen melalui kegiatan membaca judul, daftar isi, dan lain-lain untuk menentukan subyek dokumen, sementara pada
sisi lain, teks dokumen mempengaruhi pengindeks di dalam menentukan subyek dokumen. Interaksi pengindeks dengan teks dokumen digambarkan secara timbal
balik karena pada dasarnya dalam pemaknaan teks dokumen, tidak hanya pengindeks yang aktif membaca, menelaah, dan menafsirkan teks dokumen, akan
tetapi sesungguhnya teks-teks dokumen juga menginspirasi pengindeks dalam penentuan makna. Teks sebagai kumpulan simbol-simbol sesunggunya juga
memiliki makna. Untaian kata dalam teks dokumen pada dasarnya memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi pengindeks.
Selain berinteraksi dengan teks dokumen, pengindeks juga berinteraksi dengan lingkungan, terutama dengan rekan kerja dan atau orang yang dipandang
ahli. Interaksi ini bersifat timbal balik karena terjadi tanya jawab, diskusi, dan konsultasi. Dalam hal ini tidak hanya pengindeks yang mengajukan pertanyaan
atau mengkonsultasikan tentang makna teks dokumen, akan tetapi pendapat- pendapat rekan kerja atau ahli dibidang ilmu juga mempengaruhi keputusan
pengindeks dalam pemaknaan teks dokumen.
Pengindeks dan skema klasifikasi juga terjadi hubungan timbal balik, yaitu bahwa pengindeks menetapkan notasi dokumen dengan menggunakan skema
klasifikasi, dan struktur skema yang dapat mempengaruhi pilihan notasi pengindeks untuk suatu dokumen. Untuk kasus notasi yang multi interpretasi
seperti terjadi di dalam kasus politik Islam dan Islam dan Politik merupakan gambaran bagaimana interaksi antara pengindeks dengan skema itu terjadi.
Di samping itu, interaksi timbal balik juga terjadi antara makna teks dokumen dengan skema klasifikasi. Interaksi dimaksud adalah bahwa dalam
batas-batas tertentu suatu skema klasifikasi disusun berdasarkan makna-makna teks dokumen, dan makna-makna teks dokumen dalam skema mencerminkan
9 perkembangan makna-makna teks dokumen. Skema klasifikasi menggambarkan
pembagian ilmu pengetahuan beserta aspek-aspek kajiannya. Pembagian ini pada dasarnya juga berasal dari dokumen-dokumen yang ada. Dalam kegiatan
klasifikasi terjadi pencocokan antara dokumen isi dokumen dengan skema klasifikasi, apakah subyek atau isi dokumen tercakup di dalam skema, dan
sebaliknya. Apakah skema yang ada mengakomodasi subyek-subyek dokumen yang diklasifikasi atau tidak. Pengindeks dalam hal ini pada dasarnya adalah
perantara antara dokumen dengan skema.
Fasilitas atau sarana prasarana dalam proses pemaknaan teks merupakan alat bantu yang digunakan. Fasilitas dan lingkungan kerja hanya berpengaruh
terhadap pengindeks di dalam proses pemaknaan teks dokumen. Fasilitas atau sarana pra sarana tidak mempengaruhi dokumen dan skema di dalam proses
klasifikasi. Adanya katalog yang baik tidak mempengaruhi isi dokumen., atau skema yang ada. Adanya katalog yang baik dapat membantu pengindeks di dalam
mengecek apakah suatu dokumen telah ada di dalam koleksi perpustakaan atau tidak sehingga dapat menghindari duplikasi di dalam klasifikasi. Demikian pula
lingkungan kerja yang nyaman, dan tenang akan sangat membantu atau mendukung pengindeks di dalam menelaah dokumen dalam analisis subyek.
Selain itu, pengindeks yang memiliki keterbatasan bahasa dapat menggunakan kamus untuk memahami makna harfiah teks dokumen, menggunakan sarana
bibliografii untuk mencari apakan teks dokumen yang sama pernah diklasifikasi atau tidak, dan pengindeks juga perlu menelusuri sumber biografi untuk
mengetahui latar belakang keahlian atau keilmuan pembuat teks dokumen pengarang yang dapat membantu dalam pemaknaan teks dokumen.
3. Faktor-Faktor dalam Pemaknaan Teks Dokumen
Kegiatan klasifikasi sebagai suatu kegiatan pemaknaan teks melibatkan empat faktor utama, yaitu pengindeks, teks dokumen, skema pedoman, dan
lingkungan dan atau fasiitas klasifikasi.Faktor-faktor tersebut berperan atau berpengaruh terhadap proses dan hasil dari kegiatan klasifikasi
Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi pemaknaan teks dalam kegiatan kalsifikasi dapat dibedakan ke delam dua kategori, yaitu faktor
internal faktor yang berasala dari pengindeks dan faktor eksternal faktor yang berasalk dari luar diri pengindeks. Kedua faktor tersebut saling berkaitan dalam
proses pemaknaan teks dokumen.
a Faktor Internal Pengindeks
Seperti dikemukakan di atas, proses pemaknaan teks dokumen memiliki sifat personal yang unik. Artinya, perbedaan individual dan sifat subjektifitas
pengindeks berpengaruh terhadap proses dan hasil pemaknaan yang dilakukan pengindeks. Karakteristi pengindeks yang mempengaruhi proses pemaknaan teks
mencakup empat faktor, yaitu pendidikan, wawasan atau keahlian di bidang ilmu, pengalaman kerja, dan kemampuan pendukung pengindeksan seperti penggunaan
10 kamus, penggunaan komputer, penggunaan sumber bibliografi, dan sumber
biografi. Faktor-faktor tersebut, terutama faktor latar belakang pendidikan pengindeks dan pengalaman kerja sangat mempengaruhi pemaknaan teks
dokumen.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, pengaruh faktor internal dalam proses pemaknaan teks dokumen dapat dilihat dari gambar berikut ini.
Gambar 4.4 Pengaruh Individu Pengindeks Dalam Pemaknaan Teks
Berdasarkan gambar tersebut, pemaknaan teks dokumen sebagai proses
intelektual dipengaruhi aspek-aspek yang mencakup tingkat dan latar belakang pendidikan, minat keilmuan, dan pengalaman kerja. Pada tingkat pendidikan,
semakin tinggi tingkat pendidikan pengindeks, ia semakin mengetahui wawasan disiplin ilmu dan aspek-aspek kajiannya yang membantunya dalam memahami
teks dokumen. Dengan demikian, pengindeks dapat lebih baik dalam melakukan pemaknaan teks dokumen. Sedangkan pada aspek latar belakang pendidikan,
pengindeks yang memiliki latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan secara formal
memiliki penguasaan
teori pengindeksan
yang lebih
baik yang
berpengaruh pada pengetahuan tentang pembagian kelas dan subdivisi suatu disiplin ilmu, maupun teknik dan prosedur dalam kegiatan pemaknaan teks
dokumen. Selain itu, pengindeks dengan latar belakang pendidikan ilmu perpustakaan juga dipandang dapat melakukan analisis teks dokumen secara lebih
cepat, rinci, dan teliti sehingga hasil analisis dapat lebih mewakili makna teks
11 dokumen. Dengan demikian, latar belakang pendidikan formal bidang ilmu
perpustakaan membantu proses pemaknaan yang dilakukan. Selain itu, minat keilmuan atau wawasan bidang ilmu juga membantu
dalam proses pemaknaan. Pengindeks yang memiliki latar belakang keilmuan lain di luar ilmu perpustakaan dipandang lebih mengetahui rincian di bidang ilmunya
sehingga ia lebih memahami teks dokumen ketika melakukan klasifikasi. Berbeda dengan pengindeks yang tidak memiliki latar belakang keilmuan bidang lain,
proses pemaknaan teks dipengaruhi oleh faktor subjektifitas.
Pada aspek pengalaman kerja, pengindeks yang memiliki pengalaman kerja yang lama dan sering melakukan kegiatan klasifikasi, ia akan memiliki
wawasan ilmu pengetahuan yang lebih luas, dan lebih trampil serta cepat dalam melakukan
klasifikasi. Apalagi
jika pengindeks
memiliki latar
belakang pendidikan ilmu perpustakaan, ia dapat lebih memahami proses pemaknaan teks
dokumen yang mendukung kegiatan klasifikasi.
Meskipun demikian, berdasarkan kategorisasi terhadap tema-tema penelitian, didapatkan kategori inti bahwa pada umumnya para pengindeks
mempunyai keterbatasan kemampuan pengetahuan yang bersifat teoritis mengenai pengindeksan. Kategori inti ini dihasilkan dari beberapa tema penelitian, terutama
yang dihasilkan dari hasil wawancara. Keterbatasan pengetahuan dapat dilihat dari pengakuan informan sendiri maupun dari analisis terhadap jawaban-jawaban yang
dikemukakan oleh informan.
Keterbatasan pengetahuan teoritis tentang pengindeksan ini dapat dilihat dari jawaban informan 2 sebagai berikut :
“karena walaupun beliau [A] tidak bekerja sebagai pengindeks, tapi beliau kan punya pengalaman, terus di bidang itu beliau juga memahami, beliau
juga dilatar belakangi pendidikan perpustakaan. Jadi beliau saya rasa juga lebih bisalah dari saya “
Jawaban informan 2 tersebut di samping menunjukkan pentingnya pengetahuan teoritis di bidang perpustakaan terutama yang berkaitan dengan
pengindeksan, juga memberikan gambaran bahwa informan merasa kurang pengetahuan teoritisnya mengenai pengindeksan. Ini merupakan pengakuan yang
dikemukakan oleh pengindeks berkenaan dengan kekurangannya dalam hal teori pengindeksan.
Keterbatasan pengetahuan teori pengindeksan ini juga dapat dilihat dari jawaban-jawaban informan berkenaan dengan kesulitan di dalam menentukan
suatu subyek. Istilah teori pengindeksan yang dimaksud oleh penulis adalah teori yang digunakan di dalam kegiatan pengindeksan terutama teori yang berkenaan
dengan analisis subyek seperti pengetahuan tentang konsep disiplin, fenomena, dan bentuk serta konsep jenis-jenis subyek. Dengan demikian teori pengindeksan
di sini adalah berkaitan dengan pengetahuan mengenali jenis-jenis subyek dan menentukan subyek dokumen.
Kesulitan di dalam menentukan subyek antara lain dikemukakan oleh informan sebagai berikut :
12 “… Susah itu gimana ya, kadang-kadanag isinya banyak gitu, nggak
satu subyek misalnya., banyak bercampur, kalau mau diambil ke sini yang lebih banyak tapi yang ini juga banyak…. “
Pada bagian lain kesulitan menentukan subyek juga terjadi pada dokumen yang isinya sangat umum, seperti diungkapkan sebagai berikut :
“….ada juga yang mebahas satu hal tapi umum gitu lho, jadi kita mau dikelompokkan ke mana gitu karena dia membahasnya umum,…. Kadang-kadang
saya susah untuk mengelompokkan ini masuk ke mana, bingung kadang-kadang masih.. ya namanya juga masih belum ahli banget, masih belajar gitu…”
Jawaban yang dikemukakan oleh informan tersebut menunjukkan bahwa pengindeks kurang mengenali tentang jenis-jenis subyek di dalam teori
analisis subyek sehingga pengindeks kesulitan di dalam menentukan subyek dokumen yang mempunyai dua subyek atau lebih. Kesulitan-kesulitan di dalam
menentukan subyek dokumen seperti yang dikemukakan oleh informan 2 juga
terjadi pada pengindeks lainnya seperti informan 3, 4, 5, 6, dan 8. Faktor internal lain yang berpengaruh terhadap proses pemaknaan tek
dokumen adalah kemampuan pendukung.Kemampuan lain yang berpengaruh terhadap pemaknaan teks adalah kemampuan bahasa, kemampuan komunikasi,
kemampuan menemukan dan menggunakan sumber, dan kemampuan teknis yang mendukung kegiatan klasifikasi seperti penguasan komputer.
Perlunya kemampuan
pendukung diungkapkan informan sebagai berikut:
“Kebetulan saya juga nggak nguasai bahasa Arab kan gitu, kalau yang bahasa Inggris kan kita bisa rujukkan ke sini menunjuk DDC 20 kalau yang
bahasa Arab kami minta ditranslate teman yang ada di majelis ulama karena kami disini kan nggak ada yang ahli bahasa Arab gitu, kalau nanya D kejauhan,
jadi cari teman yang dekat di sini.
Dari jawaban informan tersebut menunjukkan bahwa bahasa masih merupakan faktor yang penting dalam pengindeksan, akan tetapi kebanyakan
pengindeks mengaku terbatas dalam penguasaan bahasa. Baik pengetahuan pengindeksan, pengetahuan mengenai disiplin ilmu
dan cakupannya, serta penguasaan bahasa merupakan faktor yang dapat mempengaruhi di dalam kegiatan klasifikasi. Kesalahan-kesalahan di dalam
pengindeksan atau terjadinya perbedaan di dalam hasil pengindeksan dapat diakibatkan karena keterbatasan pengindeks terhadap beberapa kualifikasi
tersebut.
13 b
Faktor Eksternal Selain karakter internal pengindeks, faktor lainnya di luar pengindeks juga
berpengaruh terhadap pemaknaan teks dokumen. Faktor eksternal yang
berpengaruh dalam proses pemaknaan teks dokumen meliputi rekan kerja teman sejawat, adanya Ahli bidang ilmu, fasilitas atau sarana yang tersedia, skema
klasifikasi yang digunakan, dan organisasi atau pedoman atau standar kerja.
Berikut ini adalah gambaran proses pemaknaan teks dokumen yang dipengaruhi oleh realitas di luar pengindeks, yaitu baik berupa rekan kerja atau
orang yang dipandang ahli. Dalam hal ini keputusan pengindeks dalam memberikan makna teks dokumen dipengaruhi oleh hasil komunikasi atau
interaksi dengan lingkungan luar.
Gambar 4.5 Proses Pemaknaan Dokumen Dalam Pemaknaan Teks
Berdasarkan gambar tersebut, proses pemaknaan teks dokumen baik pada
tahap analisis teks dokumen maupun simbolisasi makna teks atau pembuatan
14 notasi dokumen dipengaruhi oleh realitas di luar pengindeks. Dalam analisis teks
dokumen, terdapat dokumen yang dipandang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding dokumen lainnya, dan adanya subjek-subjek atau makna utama
dokumen yang tidak terdaftar dalam skema klasifikasi. Dalam analisis teks dokumen yang sulit, keputusan pengindeks dipengaruhi oleh orang lain.
Perbedaan orang yang diminta pendapatnya mengenai suatu subyek dapat menghasilkan hasil analisis yang berbeda. Sedangkan pada kegiatan simbolisasi
makna teks dokumen, ketersedian subjek atau makan dalam skema klasifikasi berpengaruh terhadap makna teks dokumen yang dipilih. Pengindeks dapat
menggunakan makna „khusus‟ yang dihasilkan dalam proses pemaknaan, dan konsekwensinya ia menambahkan makna tersebut pada skema dengan disertai
simbol atau notasinya. Atau, pengindeks memilih makna „umum‟ atau yang mendekati dengan makna yang dihasilkan dari proses pemaknaan yang terdapat
dalam skema. Dalam hal ini pengindeks tidak menambahkan makna teks dalam skema, tetapi mengambil makna yang paling dekat atau lebih umum.
Rekan kerja merupakan orang yang paling dekat dengan lingkungan pengindeks. Jika terjadi masalah atau kesulitan dalam klasifikasi, maka rekan
kerja merupakan orang pertama sebagai tempat bertanya atau kawan diskusi untuk mencari jawaban atau pemecahan masalah.Dalam hal ini tingkat senioritas dan
otoritas menentukan terhadap keputusan yang dipilih oleh pengindeks dalam pemaknaan teks dokumen.
Aspek senioritas ini diakui oleh informan 1 bahwa ia merasa harus bertanya dengan staf perpustakaan lain jika menghadapi kesulitan dalam
menentukan subyek di dalam bidang tertentu. Hal ini diungkapkan informan 1 sebagai berikut:
“ yang lebih senior dari saya, G, kadang-kadang ke A dari segi agama, dia lebih kuat kar
ena dia berasal dari Ushuluddin kalau nggak salah.” Ungkapan informan tersebut menunjukkan tingkat senioritas dan otoritas
keilmuan menjadi pertimbangan bagi pengindeks dalam pemaknaan teks dokumen.
Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap pemaknaan teks dokumen adalah berupa fasilitas atau sarana pengindeksan. Pengindeks menggunakan
kamus bahasa untuk membantu memahami teks dokumen, menggunakan sarana bibliografi untuk mencari dokumen yang sama yang telah diklasifikasi orang lain,
menggunakan sumber biografi untuk meneliti latar belakang penulis pengarang dokumen. Sarana penelusuran baik dalam bentuk katalog atau lainnya merupakan
sarana yang penting di dalam klasifikasi. Sarana penelusuran ini dapat digunakan untuk menelusur suatu dokumen apakah telah ada di dalam koleksi perpustakaan
atau tidak. Dengan demikian keberadaannya termasuk nomor klasifikasinya dapat diketahui sehingga terjadinya dua notasi yang berbeda untuk dokumen yang sama
dapat dihindari.
15 Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat petunjuk bahwa
sarana yang ada kurang mendukung atau kurang efektif sehingga masih terdapat notasi yang berbeda untuk satu dokumen yang sama.
Berikut ini adalah gambar penggunaan alat bantu dalam pemaknaan teks. Alat bantu ini merupakan sarana yang digunakan pengindeks dalam proses
pemaknaan teks.
Gambar 4.6 Penggunaan Alat Bantu Dalam Pemaknaan Teks Selain itu, dalam kegiatan klasifikasi, hasil pemaknaan teks oleh
pengindeks akan dicocokkan atau diadptasikan skema klasifikasi. Jika hasil pemaknaan tersebut sesuai dengan skema, maka pengindeks akan langsung
memberikan notasi sebagai simbol subjek isi dokumen. Jika hasil pemaknaan tidak sesuai tidak terdapat dalam skema maka pengindeks menambahkan hasil
pemaknaan tersebut dalam skema, atau ia memilih pada makna subjek yang
16 lebih umum. Dengan demikian, skema yang digunakan pengindeks juga
berpengaruh terhadap pemaknaan teks. Berikut
ini digambarkan
bagaimana penggunaan
skema dapat
mempengaruhi makna teks dokumen.
Gambar 4.7 Penggunaan Skema Klasifiaksi Dalam Pemaknaan Teks Berdasarkan penelitian, didapatkan bahwa skema klasifikasi yang ada
atau digunakan oleh para pengindeks kurang akomodatif terhadap kebutuhan pengguna atau pengindeks yang berpotensi mempengaruhi proses dan hasil
pemaknaan teks dokumen seperti digambarkan di atas. Hal ini dapat dilihat dari pengakuan informasn sebagai berikut.
17 “ada beberapa subyek yang belum ada, misalnya gender,…. Waktu itu
belum ada masuk, dan kayaknya sekarang juga belum ada ya. Feminisme juga…. Apakah feminisme dengan gender berbeda ?….. saya juga nggak tahu
apakah kloning ada, tapi beberapa waktu yang lalu kan belum…..” Di samping itu, skema yang ada juga masih menimbulkan interpretasi
ganda untuk beberapa subyek. Berdasarkan temuan hasil klasifikasi terhadap beberapa dokumen di tiga lokasi seperti disebutkan dalam masalah penelitian,
terdapat dokumen yang sama tetapi memiliki notasi yang berbeda di masing- masing lokasi penelitian. Di tiga lokasi penelitian, dokumen tentang Islam dan
politik, dan politik Islam mempunyai notasi yang berbeda-beda. Di lokasi C misalnya, dokumen tentang Islam dan politik, dan politik Islam dikelompokkan ke
dalam 2X0.32, di lokasi A dikelompokkan ke 2X6.2, dan di lokasi B dua notasi tersebut masih saling dipertukarkan, bahkan masih terdapat notasi yang
menggunakan 297.
Masih adanya interpretasi ganda ini dapat dilihat dari beberapa jawaban informan sebagai berikut :
Informan 3 : “Makanya kita pilih salah satu kan? Kita berprinsip pilih salah satu yang
penting konsisten, jangan sampai suatu saat yang ini suatu saat yang itu yang mengakibatkan tersebarnya subyek yang berdekatan di rak. Sudahlah nggak apa-
apa walau pun mungkin secara subsatansi dari notasi mungkin salah gitu ya, tapi nggak apalah yang penting berdekatan dan orang mudah akses,intinya kan gitu
aja kan ?”. Beberapa hal tersebut di atas menunjukkan bahwa terdapat indikasi
masalah yang berkaitan dengan skema yang dapat menimbulkan kesalahan atau perbedaan di dalam hasil klasifikasi. Berkenaan dengan hal ini, menurut
Soekarman dan Tairas 1993: 51 terdapat beberapa kemungkinan masalah yang akan dihadapi oleh pengindeks ketika menggunakan suatu skema dalam
pemaknaan teks. Masalah-masalah tersebut antara lain berkenaan dengan
kemungkinan adanya „bentrok‟ dengan notasi lain, terdapat subyek-subyek yang tidak terdapat di dalam indeks, dan ada istilah-istilah yang terdapat di dalam
indeks tetapi tidak terdapat di dalam bagan.
Faktor lainnya yang berpengaruh terhadap pemaknaan teks adalah berkenaan dengan standar kerja. Berdasar penelitian yang dilakukan tidak terdapat
standar kerja tertulis yang dijadikan pedoman oleh pengindeks dalam kegiatan klasifikasi. Karenanya, dalam kegiatan klasifikasi, pengindeks sering bersifat
subjektif berdasar kecenderungan masing- masing.
Berdasarkan hasil penelitian, pengindeks pada tahap individu maupun lembaga tidak memiliki mekanisme kerja yang terorganisasikan. Seorang
pengindeks akan bekerja sesuai dengan pengetahuan dan kemampuannya. Tidak ada rambu-rambu atau ketentuan khusus yang bersifat tertulis yang dijadikan
sebagai pedoman di dalam pengindeksan. Tidak adanya mekanisme kerja yang
18 baik ini ditunjukkan pada beberapa hal seperti terungkap dari tema-tema
penelitian sebagai berikut. 1
Adanya penggunaan sumber-sumber yang bervariasi di antara pengindeks 2
Adanya pola alur kerja yang beragam yang dilakukan oleh pengindeks di dalam proses klasifikasi
3 Tidak adanya pedoman khusus secara tertulis yang dapat dijadikan acuan di
dalam kegiatan klasifikasi
E. Kesimpulan