Universitas Kristen Maranatha
dalam hukum pengawasan konstruksi dan pertanggungjawaban hukum penyedia jasa konstruksi berdasarkan aturan perundang-undangan yang
berlaku. b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi
penulis dan mahasiswa fakultas hukum pada umumnya mengenai peran pemerintah dalam melakukan pengawasan serta pertanggungjawaban penyedia
jasa konstruksi. 2. Secara Praktis
a. Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberi pengetahuan khusus bagi penulis secara pribadi untuk menambah keterampilan dalam melakukan
kegiatan penulisan hukum. b. Penulis berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi aparat penegak hukum
sebagai masukan serta pengembangan konsep penyelesaian permasalahan di bidang jasa konstruksi
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerangka konseptual dan kerangka teoritis.
a. Kerangka Konseptual Indonesia adalah negara hukum sehingga, segala sesuatu yang dilaksanakan oleh
penyedia jasa konstruksi harus berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 3 UUD 1945.
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kerangka konseptual dalam penelitian ini guna untuk menyelesaikan permasalahan hukum yakni peran pemerintah dalam
melaksanakan pengawasan konstruksi berkaitan dengan ijin-ijin yang telah di
Universitas Kristen Maranatha
berikan kepada penyedia jasa konstruksi serta pertanggungjawaban hukum terhadap penyedia jasa konstruksi atas ambruknya jembatan Kutai Kartanegara.
1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi Undang-undang ini secara ekplisit menjelaskan mengenai keseluruhan terkait
dengan jasa konstruksi baik sebagai penyedia jasa konstruksi maupun sebagai pengguna jasa konstruksi. Pasal 23 Udang-undang Jasa Konstruksi, yang
mengatakan bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-
masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran.
Adapun yang dimaksud dengan kontrak kerja konstruksi dikemukakan dalam Pasal 1 ayat 5 UU JK, yaitu keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan
hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
2 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Peraturan pemerintah ini menjelaskan mengenai kontrak kerja konstruksi pada dasarnya dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam pekerjaan konstruksi, yang
terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Pasal 1 ayat 1, 2, dan ayat 3. Ayat 1 Peraturan
Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 menjelaskan mengenai pelelangan umum, yaitu suatu pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman
secara luas. Ayat 2 menjelaskan mengenai pelelangan terbatas, yaitu suatu pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh penyedia jasa yang
dinyatakan telah lulus prakualifikasi. Ayat 3 menjelaskan mengenai pelelangan
Universitas Kristen Maranatha
langsung, yaitu suatu pengadaan jasa konstruksi tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas.
Perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi terdapat di dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 yang secara ekplisit menjelaskan
mengenai persyaratan, diantaranya : 1 Diumumkan secara luas melalui media massa sekurang-kurangnya satu
media cetak; 2 Peserta yang berbentuk badan usaha atau usaha perseorangan harus sudah
diregustrasi pada lembaga; dan 3 Tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau
usaha orang perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh 4 lembaga.
3 Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan politik Indonesia, asas-asas
ini kemdian muncul dan dimuat dalam suatu undang-undang, yaitu UU No. 281999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme KKN. Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung
tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
5
Dalam Bab III Pasal 3 UU No. 281999 menyebutkan asas-asas umum penelenggaraan negara meliputi:
5
Lutfi Effendi, S.H., M.HUM, Pokok-Pokok Hukum Administrasi. Malang: Bayumedia Publishing, 2004. hal. 85
Universitas Kristen Maranatha
1 Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. 2 Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian,
dan keseimbangan
dalam pengendalian
penyelenggara negara. 3 Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. 4 Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan
atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. 5 Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban penyelenggara negara. 6 Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7 Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil
akhir dari
kegiatan penyelenggara
negara harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku.
6
4 Peraturan Kementerian Pekerjaan Umum Nomor 24PRTM Tahun 2007 Pedoman teknis izin mendirikan bangunan gedung.
6
Ibid.
Universitas Kristen Maranatha
Izin Mendirikan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh
Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, danatau merawat bangunan gedung
sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 5 Peraturan Tentang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004
Bab VII tentang perencanaan pembangunan daerah pada pasal 150 dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah disusun perencanaan pembangunan
daerah menjadi satu kesatuan dalam system perencanaan pembangunan nasional dan disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. 6 Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 8 Tahun 1996 Tentang Ijin
Mendirikan Bangunan; Pasal
4 Perda
Nomor 8
Tahun 1996
menyatakan Setiap
PengusahaPemilikBadan Hukum atau Perorangan untuk dapat mendirikan
bangunan dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai harus
terlebih dahulu mendapatkan izin Mendirikan Bangunan IMB dari
Kepala Daerah,
serta diwajibkan memasang papan IMB pada tempat yang terlihat umum. Pasal 5 ayat 2 Perda Nomor 8 Tahun 1996 menyatakan Jangka waktu
penerbitan Izin Mendirikan Bangunan ditetapkan selama 7 tujuh hari dan paling lama 14 empat belas hari sejak diterimanya permohonan.
Universitas Kristen Maranatha
Dalam Bab VII Perda Nomor 8 Tahun 1996 yang mengatur mengenai Pembinaan dan Pengawasan terhadap:
a Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Dinas yang ditunjuk oleh Kepala Daerah; dan
b Tata cara pembinaan dan pengawasan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.
7 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPER Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata BW, sebagai bagian
dari BW yang terdiri dari IV Buku, yakni: a Buku I Mengatur Hukum Orang;
b Buku II Mengatur Tentang Kebendaan; c Buku III Mengatur Tentang Perikatan; dan
d Buku IV Mengatur Tentang Pembuktian dan Daluarsa. Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan. Bahkan sebagian ahli
hukum menempatkan sebagai bagian dari hukum perjanjian karena kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis.
Pembagian antara hukum kontrak dengan hukum perjanjian tidak dikenal dalam BW karena dalam BW hanya dikenal perikatan yang lahir dari perjanjian dan
yang lahir dari undang-undang atau secara lengkap bahwa Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang, perikatan yang bersumber dari undang-
undang dibagi dua, yaitu dari undang-undang saja dan dari undang- undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-
Universitas Kristen Maranatha
undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.
7
Secara umum kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan diantara para pihak mengenai hal pokok atau unsur essensial dari kontrak tersebut. Dalam hal
kontrak konstruksi misalnya, apabila telah tercapai kesepakatan mengenai penawaran dan pembayaran, maka lahirlah suatu kontrak, sedangkan hal-hal
yang tidak diperjanjikan oleh para pihak akan diatur oleh undang-undang. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 1320 KUHPer sebagai syarat-syarat suatu
perjanjian, diantaranya : A. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
B. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; C. Suatu hal tertentu; dan
D. Suatu sebab yang halal. Keempat syarat tersebut adalah essentialia dari suatu perjanjian yang berarti
tanpa syarat-syarat tersebut, perjanjian atau kontrak dianggap tidak pernah ada. Apabila syarat pertama dan kedua tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat
dibatalkan. Artinya, bahwa apabila salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan kontrak yang telah disepakati. Tetapi apabila
para pihak tidak ada yang merasa keberatan maka kontrak tersebut tetap dianggap sah. Dan apabila syarat ketiga dan keempat tida terpenuhi maka
perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa kontrak tersebut dari awal dianggap tidak ada.
8
7
Ahmadi Miru, “Hukum Kontrak Perancangan Kontrak” Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007, hlm. 1-2.
8
Salim H.S, Hukum Kontrak, Teori Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003, hlm. 34-35.
Universitas Kristen Maranatha
Selain itu juga di dalam kontrak konstruksi terdapat kebebasan para pihak baik pengguna maupun penyedia untuk menentukan isi kontrak baik penyedia
maupun pengguna jasa konstruksi. Hal ini sesuai dengan pasal 1338 yang berbunyi bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. b. Kerangka Teoritis
Untuk mewujudkan tujuan hukum tersebut, perlu didukung dengan teori hukum sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan penegakan hukum. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori hukum yang dikemukakan oleh para ahli ilmu hukum, diantaranya adalah:
a Teori Gustav Radbruch
Gustav Radburch menjelaskan bahwa nilai-nilai dasar hukum atau tujuan hukum terdapat 3 tiga yaitu:
1. Keadilan; 2. Kegunaan; dan
3. Kepastian hukum.
9
Kegunaan teori ini dalam penelitian ini adalah untuk menertibkan masyarakat dan menciptakan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyrakat. Hal ini bertujuan agar
penyedia jasa konstruksi dan pengguna jasa konstruksi sama kedudukannya dimata hukum, sehingga tidak terjadi perselisihan dianta kedua belah pihak.
b Teori Kepatuhan Instrumen-instrumen hukum lingkungan internasional baik dalam bentuk
deklarasi, perjanjian atau protocol pada tingkat nasional dilaksanakan melalui peraturan perundang-undangan nasional, sehingga dalam tataran praktis teori-teori
9
Satjipto Rahardjo, “Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah”, Jogjakarta: Genta, 2010, hlm.17.
Universitas Kristen Maranatha
kepatuhan terhadap hukum nasional dalam banyak hal juga relevan dengan kepatuhan hukum internasional. Baik kepatuhan terhadap hukum lingkungan
internasional dan hukum lingkungan nasional dapat dijelaskan berdasarkan dua teori utama atau dua model utama. Pertama, teori rasionalis yang menitikberatkan
kepatuhan terhadap hukum melalui penegakan hukum dan penjeraan. Kedua, teori kooperatif yang menitikberatkan kepatuhan melalui proses kerjasama antara
pemerintah dan sektor usaha untuk mendorong tingkat kepatuhan.
10
Teori rasionalis dikembangkan atas dasar pertimbangkan bahwa perusahaan dan pelaku usaha merupakan pelaku yang selalu berusaha memperoleh keuntungan
yang sebesar-besarnya. Mereka mematuhi hukum hanya jika kepatuhan itu menguntungkan perusahaan. Mereka tidak akan mematuhi hukumatau melakukan
pelanggaran hukum manakala menurut pertimbangan mereka bahwa jumlah keuntungan yang diperoleh dengan melakukan pelanggaran melebihi ongkos atau
biaya yang ditimbulkan akibat penjatuhan sanksi. Oleh sebab itu, untuk mengubah perilaku usaha pengejar keuntungan, model pendekatan hukum yang digunakan
adalah melalui program pemantauan atau pengawasan oleh pemerintah yang didukung oleh pengenaan sanksi ata pelanggaran yang di tentukan.
11
Teori kooperatif dilandasi oleh pertimbangan bahwa perusahaan merupakan pelaku yang mematuhi hukum seperti halnya warga yang patuh hukum.
Perusahaan dengan iktikad baik berusaha mematuhi hukum atau peraturan yang seringkali rumit dan saling bertentangan. Berdasarkan pandangan ini kepatuhan
perusahaan-perusahaan terhadap hukum tidak didorong oleh adanya ancaman sanksi tetapi disebabkan oleh kesadaran patuh pada hukum dan nilai-nilai ideal
10
Sidarta Jufrina Rizal, “Pendulum Antinomi Hukum”, Yogyakarta: Genta Publishing, Cet.1, 2014, hlm. 207
11
Timothy F. Malloy, “Regulation, Compliance and the Firm” dalam Zaelke et al., op.cit hlm. 125-126
Universitas Kristen Maranatha
yang dimiliki perusahaan itu atau para pengurus perusahaan. Kesadaran patuh pada hukum dilandasi oleh keyakinan pada adanya hukum yang sah yang dirumuskan
dan dilaksanakan secara adil terhadap semua pelaku usaha yang menjadi sasaran.
12
Sebagai negara hukum, maka dalam pelaksanaanya tujuan hukm tersebut dapat terwujud. Adapun tujuan hukum tersebut diantaranya Kemanfaatan, Keadilan, dan
Kepastian Hukum. Kemanfaatan dari hukum tersebut adalah sejumlah rumusan pengetahuan yang
ditetapkan untuk mengatur lalulintas perilaku manusia dapat berjalan lancar dan berkeadilan. Sebagaimana lazimnya pengetahuan, hukum tidak lahir hampa. Ia
lahir berpijak pada arus komunikasi manusia untuk mengantisipasi atau menjadi solusi atas terjadinya masalah-masalah yang disebabkan oleh potensi-potensi
negatif yang ada pada manusia. Sebenarnya hukum itu untuk ditaati. Bagaimanapun juga, tujuan penetapan hukum adalah untuk menciptakan keadilan.
Manfaat hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum.
Keadilan adalah keseimbangan antara yang patut diperoleh pihak-pihak, baik berupa keuntungan maupun berupa kerugian. Bukan hanya tujuan hukum, tetapi
juga kepastian hukum dan manfaat hukum. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Keadilan merupakan tujuan hukum yang paling
penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum satu- satunya. Dalam hal ini adanya keseimbangan antar pihak pengguna jasa maupun
penyedia jasa konstruksi. Kepastian Hukum merupakan merupakan harapan bagi pencari keadilan
terhdap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang
12
Sidarta Jufrina Rizal, Op.cit hlm. 207.
Universitas Kristen Maranatha
selalu arogan dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan mengetahui kejelasan akan hak dan
kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatanya benar atau salah,
dilarang atau tidak dilarang oleh hukum.
F. Metode Penelitian