Tinjauan Yuridis Peran Pemerintah Dalam Melaksanakan Pengawasan dan Pemeliharaan Konstruksi Serta Pertangjawaban Hukum Pemelihara Jasa Konstruksi Atas Ambruknya Jembatan Kutaikartanegara.

(1)

SERTA PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PEMELIHARA JASA KONSTRUKSI MAUPUN PENYEDIA JASA KONSTRUKSI ATAS

AMBRUKNYA JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA

Abstrak

Pembangunan infrastruktur menjadi kewajiban pemerintah daerah maupun pemerintah pusat, pembangunan infrastruktur yang dilakukan agar meningkatkan produktivitas serta perekonomian suatu daerah dan otomatis perekonomian nasional akan meningkat. Jasa konstruksi mmemiliki peran yang penting dan strategis, dikarenakan jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan yaitu jembatan. Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi diperlukan kesadaran hukum, termasuk kepatuhan para pihak yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa dalam pemenuhan kewajiban serta pemenuhan terhadap keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan agar kecurangan dalam pekerjaan konstruksi tidak terjadi.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif, suatu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder belaka. Metode yang digunakan dalam pengolahan data maupun analisis data dalam penulisan skripsi ini adalah kualitatif suatu metode analisis dan deskriptif analisis yang mengacu pada suatu masalah tertentu dan dikaitkan dengan pendapat para pakar hukum maupun berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa peran Pemerintah dalam melaksanakan pengawasan dan pemelihara konstruksi yaitu pada tahap perencanaan pelaksanaan, perencanaan desain, pemilihan penyedia jasa, pengawasan pengendalian proyek, pelaksanaan fisik konstruksi, dan pengawasan terhadap manfaat. Pemeliharaan ada secara berkala setelah bangunan selesai dan pemeliharaan saat proses pekerjaan konstruksi. Pertanggungjawaban hukum pemelihara jasa konstruksi sama dengan pada saat pekerjaan konstruksi dimana bila mengakibatkan suatu kegagalan bangunan. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi mengatur mengenai pertanggungjawaban hukum bila terjadi kegagalan bangunan yaitu dapat berupa sanksi administrasi, pidana, dan perdata yaitu berupa ganti rugi dan denda 10% dari nilai kontrak.

Kata kunci: Peran Pemerintah, Pengawasan dan Pemelihara Konstruksi, Pertanggungjawaban Hukum Pemelihara Jasa Konstruksi

JURIDICAL REVIEW THE ROLE OF GOVERNMENT IN CARRY OUT SURVEILLANCE AND MAINTENANCE OF CONSTRUCTION AS WELL AS LEGAL ACCOUNTABILITY THE

PRESERVER CONSTRUCTION SERVICES AND PROVIDERS CONSTRUCTION SERVICES OVER THE COLLAPSE OF THE BRIDGE KUTAI KARTA NEGARA


(2)

Infrastructure development obligations of the regional government and the central government, infrastructure development done to increase economic productivity and an automatic local and national economy will increase. Construction services has a particularly important role and strategic , because construction services deliver a finished product namely in the form of building bridges. In the construction work required legal awareness , including compliance of the parties that is the users and service providers in the fulfillment of obligations and the fulfillment of secpurity , safety , health and environment to cheating in construction work does not happen.

The research method used was a juridical-normative, that is, a legal research method conducted by studying literature materials or secondary materials only. The method used for data collection and data analysis was a qualitative data, that is, a descriptive-analytical data analysis method that refers to a specified problem and related to lawyers’ opinions or based on the prevailing legislations.

The result of this research is that the role of government in carrying out surveillance and maintenance of construction is on the implementation of the planning stage , design planning , the selection of service providers , supervision of control project , the implementation of the physical construction , and supervision of benefits. The act of 1999 on the number 18 years of construction services set of legal accountability is if there is failure can include sanctions the administration building , criminal , civil and that is in form of compensation and a fine of 10 percent of the value of contracts.

Keywords: Role of government, Supervision and Maintenance of construction, Preserver of legal accountability construction services


(3)

Pernyataan Keaslian ... i

Pengesahan Pembimbing ... ii

Persetujuan Panitia Sidang Ujian ... iii

Persetujuan Revisi ... iv

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... ...  1

B. Identifikasi Masalah ...  9

C. Tujuan Penelitian ...  9

D. Kegunaan Penelitian ... ...      10

E. Kerangka Pemikiran ...     10

F. Metode Penelitian ...  21

G. Sistematika Penulisan ...     24

BAB II PERAN PEMERINTAH DALAM PENGAWASAN HUKUM PENYELENGGARA JASA KONSTRUKSI DI INDONESIA A. Pengertian Konstruksi, Asas dan Tujuan Konstruksi Serta Kedudukan Hukum Konstruksi ...  26

1. Pengertian Konstruksi ...    26

2. Asas Dan Tujuan Konstruksi ...    33

a. Asas-asas Dalam Konstruksi ...    33


(4)

B. Pelaksanaan Konstruksi di Indonesia ...  38

1. Jenis-jenis Usaha Jasa Konstruksi ...    38

2. Pengertian Kontrak Konstruksi dan Jenis-Jenis Kontrak Konstruksi  ...    40 a. Kontrak konstruksi menurut usahanya ...    44

b. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan imbalannya ...    45

c. Kontrak kerja konstruksi berdasarkan jangka waktu pelaksanaan pekerjaan ...    49

d. Kontrak Kerja Konstruksi Berdasarkan Cara Pembayaran Hasil Pekerjaan ...    49

3. Para Pihak dan Objek Dalam Kontrak Konstruksi ...    51

4. Kegagalan Bangunan ...    54

a. Kegagalan Perencana ...    55

b. Kegagalan Pengawas ...    56

c. Kegagalan Pelaksana ...    56

C. Peran Pemerintah Dalam Melaksanakan Pengawasan Konstruksi... ...    58

D. Proses Penetapan Perusahaan Sebagai Pelaksana Kegiatan Konstruksi ...    64

1. Seleksi ...    65

2. Penunjukan Langsung ...    66

3. Pengadaan Langsung ...    68


(5)

PEMELIHARAAN DAN PENYEDIA JASA KONSTRUKSI

A. Pertanggung Jawaban Bukan Hukum ...     73

B. Pertanggung Jawaban Hukum  ...     76

1. Pengertian Tanggung Jawab Hukum ...    76

2. Perbuatan Melawan Hukum Berdasarkan Hukum Perdata ...    77

3. Perbuatan Melawan Hukum (Wederrechtelijk) Berdasarkan Hukum Pidana ...    80

C. Pertanggung Jawaban Hukum Pemelihara dan Penyedia Jasa Konstruksi ...     82

1. Pertanggung Jawaban Hukum Pemelihara ...    82

2. Pertanggung Jawaban Penyedia Jasa Konstruksi ...    87

3. Tolak Ukur Kegagalan Bangunan ...    91

BAB IV TINJAUAN YURIDIS PERAN PEMERINTAH DALAM MELAKSANAKAN PENGAWASAN DAN PEMELIHARAAN KONSTRUKSI SERTA PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PEMELIHARA JASA KONSTRUKSI MAUPUN PENYEDIA JASA KONSTRUKSI ATAS AMBRUKNYA JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA A. Peran Pemerintah Dalam Melaksanakan Pengawasan Konstruksi Berkaitan Dengan Pembuatan Jembatan Untuk Kepentingan Umum Yang Telah Diberikan Kepada Penyedia Jasa Konstruksi.... ...  94

B. Tanggung Jawab Hukum Penyedia Jasa Konstruksi Atas Ambruknya Jembatan Kutai Kartanegara Berdasarkan Undang-undang Jasa Konstruksi ...  103


(6)

B. Saran ...  116

Daftar Pustaka ... 118

Lampiran ...  121


(7)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu, diperlukan sarana infrastruktur dan transportasi yang memadai untuk dapat menjangkau pulau-pulau yang diseluruh pelosok Indonesia. Pembangunan infrastruktur sangat berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi secara merata di setiap daerah yang ada di Indonesia. Pembangunan infrastruktur menjadi kewajiban pemerintah daerah maupun pemerintahan pusat. Dewasa ini, pembangunan yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas serta perekonomian suatu daerah, sehingga pada giliranya akan meningkatkan perekonomian nasional. Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 menyebutkan bahwa; “perekonomian nasional tersebut diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”.

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran rakyat dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil pembangunan harus dapat dinikmati seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata, sebaliknya berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh, rakyat dan pemerintah. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 25 tahun 2004 menyebutkan bahwa: “Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam


(8)

rangka mencapai tujuan bernegara”. Perencanaan Pembangunan Nasional menjadi satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana – rencana pembangunan dalam jangka panjang, menengah , dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelanggara negara dan masyarakat tingkat pusat dan daerah sehingga konstruksi mempunyai peranan yang cukup penting dan strategis, dikarenakan jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik yang berupa prasarana maupun sarana yang berfungsi guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang pembangunan. Disamping itu, penyelenggaraan jasa konstruksi juga berperan untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Faktor kunci dalam pengembangan jasa konstruksi nasional adalah peningkatan kemampuan usaha, terwujudnya tertib penyelenggaran pekerjaan konstruksi, serta peningkatan peran masyarakat secara aktif dan mandiri dalam melaksanakan kedua upaya-upaya tersebut. Peningkatan kemampuan usaha ditopang oleh peningkatan profesionalisme dan peningkatan efisiensi usaha. Sedangkan terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat dicapai melalui pemenuhan hak dan kewajiban dan adanya kesetaraan kedudukan para pihak yang terkait.

Sistem perencanaan, pengawasaan serta pelaksanaan di dalam suatu kontrak konstruksi harus mengikuti prosedur teknis konstruksi secara benar, terutama kesadaran dari masing-masing pihak dalam melaksanakan suatu pembangunan guna tercapainya tujuan dari pelaksanaan kontrak konstruksi tersebut baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara. Sekilas apabila kita mendengar kata kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian tertulis yang artinya kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit dari perjanjian.


(9)

Kontrak menguasai begitu banyak bagian kehidupan sosial kita, sampai kita tidak tahu berapa banyak kontrak yang telah kita buat setiap harinya. Kontrak tidak lain adalah perjanjian yang mengikat para pihak sehingga didalam Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian dan undang-undang,menurut pendapat Subekti, kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal1.

Dewasa ini, jasa konstruksi merupakan bidang usaha yang banyak diminati oleh anggota masyarakat di berbagai tingkatan sebagaimana terkihat dari makin besarnya jumlah perusahaan yang bergerak dibidang usaha jasa konstruksi. Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi diperlukannya kesadaran hukum, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan agar dapat menwujudkan bagunan yang berkualitas.

Adanya beberapa indikasi kecurangan dalam proses pengadaan jasa konstruksi sudah bukan menjadi rahasia umum, beberapa sumber yang didapat dari internet mengatakan bahwa lebih dari 20 tahun yang lalu, Begawan Ekonomi Indonesia, Profesor Soemitro Djojohadikusumo, sudah mensinyalir 30 - 50 persen kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akibat praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang berkaitan dengan kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah.2

Terhadap adanya indikasi kecurangan yang paling sering dilakukan dalam setiap tahapan pengadaan jasa konstruksi terjadi pada tahap:

      

1 http://naufalalfatih.wordpress.com/2012/10/10/perjanjiankontrak/  pada  tanggal  18  oktober  2014. 


(10)

a) Tahap Pengumuman pelelangan dimana perusahaan-perusahaan tertentu yang menjadi pemenang dari tender untuk mengerjakan proyek tersebut.

b) Tahap pemasukan dokumen penawaran secara umum rata-rata pengguna jasa, konsultan dan kontraktor

c) Tahap penggunaan kualitas dari barang yang digunakan dalam melakukan pengerjaan proyek tersebut seharusnya kualitas yang super menjadi tidak super.

Masyarakat diminta turut serta melihat dan mengawasi proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah terutama berlaku untuk 15 tahapan proses pengadaan yang dinilai rawan dengan penyelewengan. Kelima belas tahap pengadaan barang dan jasa pemerintah tersebut meliputi perencana pengadaan barang dan jasa, pembentukan panitia lelang, prakualifikasi perusahaan, penyusunan dokumen lelang, pengumuman pelelangan, pengambilan dokumen lelang, dan penentuan harga perkiraan sendiri. Selanjutnya tahapan penjelasan lelang, pemasukan penawaran harga dan pembukaan penawaran, evaluasi penawaran, pengumuman calon pemenang, sanggahan peserta lelang, penunjukan pemenang lelang, penandatanganan kontrak perjanjian, serta penyerahan barang dan jasa kepada pengguna barang atau jasa (owner/user).

Lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi (selanjutnya disebut dengan UUJK) kiranya mampu mewujudkan jalannya suatu proses konstruksi berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini guna untuk mencegah adanya faktor kecurangan maupun faktor kepentingan pribadi dalam penyedia jasa konstruksi. Sehingga tujuan dari dibentuknya undang-undang tersebut dapat tercapai dan terlaksana. Serta terwujudnya cita-cita negara sebagai negara hukum.


(11)

Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya, yang tercermin pada kenyataan bahwa mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum sebagaimana yang diharapkan. Hal ini disebabkan oleh karena persyaratan usaha serta persyaratan keahlian dan keterampilan belum diarahkan untuk mewujudkan kehandalan usaha yang profesional.

Pada praktiknya saat ini, lemahnya pelaksanaan hukum yang mengatur tentang pelaksanaan dan pengawasan pembangunan terjadi juga di bidang teknologi/konstruksi pembuatan jembatan. Dampak dan kekeliruan implementasi kebijakan pembangunan tersebut mulai dirasakan rakyat Indonesia beberapa tahun belakangan ini berbagai bencana terjadi silih berganti. Sebagai salah satu contohnya adalah kasus runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara yang menghubungkan antara kota Tenggarong dengan Kecamatan Tenggarong seberang yang menuju ke kota Samarinda Kalimantan Timur3.

Ada satu asas di dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang menjiwai Peraturan Pemerintah ini adalah asas kemitraan yang saling menguntungkan. Dengan asas tersebut dapat diwujudkan keterkaitan yang semakin erat dalam satu kesatuan yang efisien dan efektif antar penyedia jasa. Kemitraan tersebut sekaligus memberikan peluang usaha yang semakin besar tanpa mengabaikan kaidah efisiensi dan efektivitas serta kemanfaatan. Tetapi sering kali penyedia jasa konstruksi lepas tangan atas runtuhnya suatu proyek pembangunan yang di kelola baik setelah masa pemeliharaan dan sesudah masa pemeliharaan. Pasal 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 menjelaskan bahwa Penyedia jasa adalah

      

3 http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Kutai_Kartanegara  di  unduh  pada  tanggal  20  oktober  2014. 


(12)

orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi sedangkan pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi.

Kasus runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara adalah salah satu contoh Pembangunan yang cenderung mengabaikan faktor keselamatan/kesejahteraan masyarakat atau suatu kebijakan yang tidak memasukkan faktor keselamatan sebagai hal yang mutlak untuk dipertimbangkan terutama pada tahap pemeliharaan (perbaikan), dalam runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara Pemerintah adalah sebagai pengguna jasa. Di dalam konsep jasa konstruksi dikenal adanya kontrak kerja konstruksi yang merupakan landasan bagi penyelenggaraan jasa konstruksi di Indonesia. Kontrak kerja ini menjadi fokus dalam mengadakan suatu kegiatan jasa konstruksi, dikarenakan substansi kontrak yang memuat kepentingan hak dan kewajiban para pihak dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Jembatan Kutai Kartanegara adalah jembatan yang melintas di atas sungai Mahakam dan merupakan jembatan gantung terpanjang di Indonesia. Panjang jembatan secara keseluruhan mencapai 710 meter, dengan bentang bebas, atau area yang tergantung tanpa penyangga, mencapai 270 meter. Jembatan ini merupakan sarana penghubung antara kota Tenggarong dengan kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju Kota Samarinda. Jembatan Kutai Kartanegara merupakan jembatan kedua yang dibangun melintasi Sungai Mahakam di Samarinda sehingga disebut juga Jembatan Mahakam II. Jembatan ini dibangun menyerupai Jembatan Golden Gate di San Fransisco, Amerika Serikat. Pembangunan jembatan ini dimulai pada tahun 1995 dengan nilai anggaran Rp.110.000.000.000,00 (seratus sepuluh milyar rupiah) dan selesai pada 2001 dengan Kontraktor PT Hutama Karya yang menangani


(13)

pembangunan proyek jembatan tersebut dan telah diserahterimakan akhir pekerjaan konstruksinya (Final Hand Over/FHO) kepada pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.4 Pada tanggal 26 November 20011 pukul 16.30 waktu setempat, jembatan Kutau Karta Negara ambruk dan roboh, puluhan kendaraan yang berada di atas jalan jembatan tercebur ke Sungai Mahakam. 24 orang tewas dan puluhan orang luka-luka akibat peristiwa ini dan dirawat di RSUD Aji Muhammad Parikesit dan 12 orang dilaporkan hilang, 31 orang luka berat dan 8 orang luka ringan. Permasalahan Kegagalan Konstruksi yang penulis ketahui sudah banyak di teliti sebelumnya diantaranya oleh Romelda Proniastria Simamora, Mahasiswa Program Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul “Tanggungjawab Para Pihak dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan di Dalam Kontrak Konstruksi”. Tetapi untuk permasalahan mengenai peran Pemerintah dalam melaksanakan pengawasan konstruksi berkaitan dengan ijin-ijin yang telah diberikan kepada penyedia jasa konstruksi serta pertanggungjawaban hukum terhadap penyedia jasa konstruksi atas ambruknya jembatan Kutai Kartanegara yang penulis ketahui belum ada yang membahasnya.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut mengenai peran pengawasan pemerintah dalam bidang konstruksi serta untuk mengetahui bagaimana bentuk pertanggungjawaban hukum penyedia jasa konstruksi bila terjadi ambruknya suatu jembatan yang telah dibangun. Dengan demikian, penulis tertarik untuk membahas atas permasalahan hukum yang telah dibahas diatas

dengan judul “TINJAUAN YURIDIS PERAN PEMERINTAH DALAM

MELAKSANAKAN PENGAWASAN DAN PEMELIHARAAN KONSTRUKSI

SERTA PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PEMELIHARA JASA

      

4 https://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Kutai_Kartanegara#Pembangunan diakses pada tanggal 22


(14)

KONSTRUKSI MAUPUN PENYEDIA JASA KONSTRUKSI ATAS AMBRUKNYA JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA”.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran pemerintah sebagai pengguna jasa dalam melaksanakan pengawasan konstruksi berkaitan dengan pembuatan jembatan untuk fasilitas umum yang telah diberikan kepada penyedia jasa konstruksi?

2. Bagaimana bentuk tanggung jawab hukum penyedia jasa konstruksi dan pemelihara atas ambruknya jembatan Kutai Kartanegara berdasarkan Undang-Undang Jasa Konstruksi?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana peran pemerintah dalam melakukan pengawasan konstruksi terkait dengan pembuatan fasilitas umum yang telah diberikan kepada penyedia jasa konstruksi guna untuk meminimalisir pelanggaran-pelanggaran di bidang jasa konstruksi khususnya ambruknya jembatan Kutai Kartanegara.

2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana bentuk pertanggungjawaban hukum penyedia dan pemeliharaan jasa konstruksi atas ambruknya jembatan Kutai Kartanegara dilihat dari aturan perundang-undangan jasa konstruksi.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat dalam pengembangan teori-teori ilmu hukum. Memberikan pemahaman tentang peran pemerintah


(15)

dalam hukum pengawasan konstruksi dan pertanggungjawaban hukum penyedia jasa konstruksi berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penulis dan mahasiswa fakultas hukum pada umumnya mengenai peran pemerintah dalam melakukan pengawasan serta pertanggungjawaban penyedia jasa konstruksi.

2. Secara Praktis

a. Penulis berharap agar penelitian ini dapat memberi pengetahuan khusus bagi penulis secara pribadi untuk menambah keterampilan dalam melakukan kegiatan penulisan hukum.

b. Penulis berharap agar penelitian ini bermanfaat bagi aparat penegak hukum sebagai masukan serta pengembangan konsep penyelesaian permasalahan di bidang jasa konstruksi

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerangka konseptual dan kerangka teoritis.

a. Kerangka Konseptual

Indonesia adalah negara hukum sehingga, segala sesuatu yang dilaksanakan oleh penyedia jasa konstruksi harus berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kerangka konseptual dalam penelitian ini guna untuk menyelesaikan permasalahan hukum yakni peran pemerintah dalam melaksanakan pengawasan konstruksi berkaitan dengan ijin-ijin yang telah di


(16)

berikan kepada penyedia jasa konstruksi serta pertanggungjawaban hukum terhadap penyedia jasa konstruksi atas ambruknya jembatan Kutai Kartanegara. 1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

Undang-undang ini secara ekplisit menjelaskan mengenai keseluruhan terkait dengan jasa konstruksi baik sebagai penyedia jasa konstruksi maupun sebagai pengguna jasa konstruksi. Pasal 23 Udang-undang Jasa Konstruksi, yang mengatakan bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran.

Adapun yang dimaksud dengan kontrak kerja konstruksi dikemukakan dalam Pasal 1 ayat (5) UU JK, yaitu keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi

Peraturan pemerintah ini menjelaskan mengenai kontrak kerja konstruksi pada dasarnya dibuat secara terpisah sesuai tahapan dalam pekerjaan konstruksi, yang terdiri dari kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Pasal 1 ayat (1), (2), dan ayat 3. Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun 2000 menjelaskan mengenai pelelangan umum, yaitu suatu pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas. Ayat 2 menjelaskan mengenai pelelangan terbatas, yaitu suatu pelelangan untuk pekerjaan tertentu yang diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi. Ayat 3 menjelaskan mengenai pelelangan


(17)

langsung, yaitu suatu pengadaan jasa konstruksi tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas.

Perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi terdapat di dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 yang secara ekplisit menjelaskan mengenai persyaratan, diantaranya :

1) Diumumkan secara luas melalui media massa sekurang-kurangnya satu media cetak;

2) Peserta yang berbentuk badan usaha atau usaha perseorangan harus sudah diregustrasi pada lembaga; dan

3) Tenaga ahli dan tenaga terampil yang dipekerjakan oleh badan usaha atau usaha orang perseorangan harus bersertifikat yang dikeluarkan oleh

4) lembaga.

3) Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik

Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan politik Indonesia, asas-asas ini kemdian muncul dan dimuat dalam suatu undang-undang, yaitu UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.5

Dalam Bab III Pasal 3 UU No. 28/1999 menyebutkan asas-asas umum penelenggaraan negara meliputi:

      

5 Lutfi Effendi, S.H., M.HUM, Pokok-Pokok Hukum Administrasi. (Malang: Bayumedia Publishing,


(18)

1) Asas kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.

2) Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.

3) Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4) Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5) Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

6) Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7) Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.6

4) Peraturan Kementerian Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M Tahun 2007 Pedoman teknis izin mendirikan bangunan gedung.

      


(19)

Izin Mendirikan Bangunan Gedung adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

5) Peraturan Tentang Pemerintah Daerah Nomor 32 Tahun 2004

Bab VII tentang perencanaan pembangunan daerah pada pasal 150 dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah disusun perencanaan pembangunan daerah menjadi satu kesatuan dalam system perencanaan pembangunan nasional dan disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan.

6) Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 8 Tahun 1996 Tentang Ijin Mendirikan Bangunan;

Pasal 4 Perda Nomor 8 Tahun 1996 menyatakan Setiap Pengusaha/Pemilik/Badan Hukum atau Perorangan untuk dapat mendirikan bangunan dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Kutai harus terlebih dahulu mendapatkan izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Kepala Daerah, serta diwajibkan memasang papan IMB pada tempat yang terlihat umum.

Pasal 5 ayat (2) Perda Nomor 8 Tahun 1996 menyatakan Jangka waktu penerbitan Izin Mendirikan Bangunan ditetapkan selama 7 (tujuh) hari dan paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya permohonan.


(20)

Dalam Bab VII Perda Nomor 8 Tahun 1996 yang mengatur mengenai Pembinaan dan Pengawasan terhadap:

a) Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Dinas yang ditunjuk oleh Kepala Daerah; dan

b) Tata cara pembinaan dan pengawasan diatur lebih lanjut oleh Kepala Daerah.

7) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER)

Hukum perjanjian diatur dalam Buku III KUH Perdata (BW), sebagai bagian dari BW yang terdiri dari IV Buku, yakni:

a) Buku I Mengatur Hukum Orang; b) Buku II Mengatur Tentang Kebendaan; c) Buku III Mengatur Tentang Perikatan; dan

d) Buku IV Mengatur Tentang Pembuktian dan Daluarsa.

Hukum kontrak merupakan bagian dari hukum perikatan. Bahkan sebagian ahli hukum menempatkan sebagai bagian dari hukum perjanjian karena kontrak sendiri ditempatkan sebagai perjanjian tertulis.

Pembagian antara hukum kontrak dengan hukum perjanjian tidak dikenal dalam BW karena dalam BW hanya dikenal perikatan yang lahir dari perjanjian dan yang lahir dari undang-undang atau secara lengkap bahwa Perikatan bersumber dari perjanjian dan undang, perikatan yang bersumber dari undang-undang dibagi dua, yaitu dari undang-undang-undang-undang saja dan dari undang-undang- undang-undang karena perbuatan manusia. Selanjutnya, perikatan yang lahir dari undang-


(21)

undang karena perbuatan manusia dapat dibagi dua, yaitu perbuatan yang sesuai hukum dan perbuatan yang melanggar hukum.7

Secara umum kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan diantara para pihak mengenai hal pokok atau unsur essensial dari kontrak tersebut. Dalam hal kontrak konstruksi misalnya, apabila telah tercapai kesepakatan mengenai penawaran dan pembayaran, maka lahirlah suatu kontrak, sedangkan hal-hal yang tidak diperjanjikan oleh para pihak akan diatur oleh undang-undang. Hal ini sejalan dengan bunyi Pasal 1320 KUHPer sebagai syarat-syarat suatu perjanjian, diantaranya :

A.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; B.Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; C.Suatu hal tertentu; dan

D.Suatu sebab yang halal.

Keempat syarat tersebut adalah essentialia dari suatu perjanjian yang berarti tanpa syarat-syarat tersebut, perjanjian atau kontrak dianggap tidak pernah ada. Apabila syarat pertama dan kedua tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa apabila salah satu pihak dapat mengajukan kepada Pengadilan untuk membatalkan kontrak yang telah disepakati. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang merasa keberatan maka kontrak tersebut tetap dianggap sah. Dan apabila syarat ketiga dan keempat tida terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya, bahwa kontrak tersebut dari awal dianggap tidak ada.8

      

7 Ahmadi Miru, “Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak” (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007),

hlm. 1-2.

8 Salim H.S, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003),


(22)

Selain itu juga di dalam kontrak konstruksi terdapat kebebasan para pihak baik pengguna maupun penyedia untuk menentukan isi kontrak baik penyedia maupun pengguna jasa konstruksi. Hal ini sesuai dengan pasal 1338 yang berbunyi bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

b. Kerangka Teoritis

Untuk mewujudkan tujuan hukum tersebut, perlu didukung dengan teori hukum sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan penegakan hukum. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori hukum yang dikemukakan oleh para ahli ilmu hukum, diantaranya adalah:

a) Teori Gustav Radbruch

Gustav Radburch menjelaskan bahwa nilai-nilai dasar hukum atau tujuan hukum terdapat 3 (tiga) yaitu:

1. Keadilan; 2. Kegunaan; dan 3. Kepastian hukum.9

Kegunaan teori ini dalam penelitian ini adalah untuk menertibkan masyarakat dan menciptakan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyrakat. Hal ini bertujuan agar penyedia jasa konstruksi dan pengguna jasa konstruksi sama kedudukannya dimata hukum, sehingga tidak terjadi perselisihan dianta kedua belah pihak.

b) Teori Kepatuhan

Instrumen-instrumen hukum lingkungan internasional baik dalam bentuk deklarasi, perjanjian atau protocol pada tingkat nasional dilaksanakan melalui peraturan perundang-undangan nasional, sehingga dalam tataran praktis teori-teori

      

9 Satjipto Rahardjo, “Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah”, Jogjakarta:


(23)

kepatuhan terhadap hukum nasional dalam banyak hal juga relevan dengan kepatuhan hukum internasional. Baik kepatuhan terhadap hukum lingkungan internasional dan hukum lingkungan nasional dapat dijelaskan berdasarkan dua teori utama atau dua model utama. Pertama, teori rasionalis yang menitikberatkan kepatuhan terhadap hukum melalui penegakan hukum dan penjeraan. Kedua, teori

kooperatif yang menitikberatkan kepatuhan melalui proses kerjasama antara pemerintah dan sektor usaha untuk mendorong tingkat kepatuhan.10

Teori rasionalis dikembangkan atas dasar pertimbangkan bahwa perusahaan dan pelaku usaha merupakan pelaku yang selalu berusaha memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Mereka mematuhi hukum hanya jika kepatuhan itu menguntungkan perusahaan. Mereka tidak akan mematuhi hukumatau melakukan pelanggaran hukum manakala menurut pertimbangan mereka bahwa jumlah keuntungan yang diperoleh dengan melakukan pelanggaran melebihi ongkos atau biaya yang ditimbulkan akibat penjatuhan sanksi. Oleh sebab itu, untuk mengubah perilaku usaha pengejar keuntungan, model pendekatan hukum yang digunakan adalah melalui program pemantauan atau pengawasan oleh pemerintah yang didukung oleh pengenaan sanksi ata pelanggaran yang di tentukan.11

Teori kooperatif dilandasi oleh pertimbangan bahwa perusahaan merupakan pelaku yang mematuhi hukum seperti halnya warga yang patuh hukum. Perusahaan dengan iktikad baik berusaha mematuhi hukum atau peraturan yang seringkali rumit dan saling bertentangan. Berdasarkan pandangan ini kepatuhan perusahaan-perusahaan terhadap hukum tidak didorong oleh adanya ancaman sanksi tetapi disebabkan oleh kesadaran patuh pada hukum dan nilai-nilai ideal

      

10 Sidarta Jufrina Rizal, “Pendulum Antinomi Hukum”, Yogyakarta: Genta Publishing, Cet.1, 2014,

hlm. 207


(24)

yang dimiliki perusahaan itu atau para pengurus perusahaan. Kesadaran patuh pada hukum dilandasi oleh keyakinan pada adanya hukum yang sah yang dirumuskan dan dilaksanakan secara adil terhadap semua pelaku usaha yang menjadi sasaran.12 Sebagai negara hukum, maka dalam pelaksanaanya tujuan hukm tersebut dapat terwujud. Adapun tujuan hukum tersebut diantaranya Kemanfaatan, Keadilan, dan Kepastian Hukum.

Kemanfaatan dari hukum tersebut adalah sejumlah rumusan pengetahuan yang ditetapkan untuk mengatur lalulintas perilaku manusia dapat berjalan lancar dan berkeadilan. Sebagaimana lazimnya pengetahuan, hukum tidak lahir hampa. Ia lahir berpijak pada arus komunikasi manusia untuk mengantisipasi atau menjadi solusi atas terjadinya masalah-masalah yang disebabkan oleh potensi-potensi negatif yang ada pada manusia. Sebenarnya hukum itu untuk ditaati. Bagaimanapun juga, tujuan penetapan hukum adalah untuk menciptakan keadilan. Manfaat hukum perlu diperhatikan karena semua orang mengharapkan adanya manfaat dalam pelaksanaan penegakan hukum.

Keadilan adalah keseimbangan antara yang patut diperoleh pihak-pihak, baik berupa keuntungan maupun berupa kerugian. Bukan hanya tujuan hukum, tetapi juga kepastian hukum dan manfaat hukum. Idealnya, hukum memang harus mengakomodasikan ketiganya. Keadilan merupakan tujuan hukum yang paling penting, bahkan ada yang berpendapat, bahwa keadilan adalah tujuan hukum satu-satunya. Dalam hal ini adanya keseimbangan antar pihak pengguna jasa maupun penyedia jasa konstruksi.

Kepastian Hukum merupakan merupakan harapan bagi pencari keadilan terhdap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang

      


(25)

selalu arogan dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan mengetahui kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatanya benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang oleh hukum.

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.13 Dengan adanya metode penelitian, akan membantu dalam proses penyelesaian permasalahn hukum yang timbul ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam penulisan skripsi ini, adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah:

1) Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif merupakan metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder belaka.14 Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif tentang persoalan-persoalan yang menyangkut tentang peran pemerintah dalam hukum pengawasan dan pertanggungjawaban hukum penyedia jasa konstruksi.

Dalam hal pengolahan data maupun analisis data dalam penulisan skripsi ini adalah kualitatif. Suatu metode analisis data deskriptif analistis yang mengacu

      

13 Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Jakarta: Kencana, Ed.1 Cetakan ke-7 (tujuh), 2011,

hlm. 35.

14 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat”, Ed.1


(26)

pada suatu masalah tertentu dan dikaitkan dengan pendapat para pakar hukum maupun berdasarkan aturan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2) Metode Pendekatan

Metode pendekatan adalah suatu pola pemikiran secara ilmiah dalam suatu penelitian. Maka metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Conceptual Approach (Pendekatan Konseptual)

Conceptual approach atau pendekatan konseptual adalah beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan dan doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan memikirkan ide-ide yang melahirkan pengertian, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.15 Dalam hal ini pendekatan dilakukan dengan menelaah konsep-konsep tentang analisis yuridis normative.

2. Statute Approach (Pendekatan Perundang-Undangan)

Metode pendekatan undang-undang (statute approach) adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.16 Dalam pendekatan ini, peneliti perlu memahami hierarki dan asas-asas dalam perundang-undangan. Pendekatan ini digunakan untuk mengkaji secara mendalam tentang analisis yuridis normatif terhadap pelaku di bidang jasa konstruksi.

3. Case Aproach (Pendekatan Kasus)

“Dalam menggunakan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai pada putusannya. Menurut Goodheart, ratio       

15 Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum” ,Surabaya: Prenada Media Group, Ed.1 Cetakan ke-1

(satu), 2005, hlm 138.


(27)

decidendi dapat diketemukan dengan memperhatikan fakta materil. Fakta-fakta tersebut berupa orang, tempat, waktu, dan segala yang menyertainya asalkan tidak terbukti sebaliknya”.17

3) Jenis Bahan Hukum

Adapun jenis bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah:

a. Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan antara lain: 1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi;

2) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaran Jasa Konstruksi; dan

3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata . b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder terbagi atas 3 bagian yaitu bahan hukum primer merupakan Undang-undang, bahan hukum sekunder memberikan penjelasan berupa buku-buku yang di tulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh pada jurnal-jurnal hukum, pendapat para sarjan, dan bahan hukum tersier berupa kamus, esnsiklopedia.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa bab, dan di dalam bab terdiri atas unit-unit bab demi bab. Adapun gambaran isi penulisan ini sebagai berikut:

Bab I : Pendahuluan

Bab ini merupakan suatu pengantar untuk penulisan pada bab-bab berikutnya dalam pembahasan yang terdiri dari : Latar Belakang, Perumusan Masalah,

      


(28)

Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan.

Bab II: Peran Pemerintah Dan Hukum Penyelenggara Jasa Konstruksi Di Indonesia

Bab III: Pertanggungjawaban hukum terhadap penyedia jasa konstruks atas ambruknya jembatan kutai kartanegara

Bab IV: Analisis Peran Pemerintah dan pertanggungjawaban hukum terhadap penyedia jasa konstruksi.

Bab ini merupakan pembahasan daripada rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Bab V: Kesimpulan dan Saran

Bab ini merupakan penutup, yang merupakan pokok-pokok kesimpulan dari semua permasalahan dan pembahasan yang dituang dalam penulisan ini, serta saran-saran yang dikemukakan, dan semoga bermanfaat bagi semua, khususnya dalam hal kontrak konstruksi dan peran pemerintah dalam hal melakukan pembangunan dan pertanggungjawababn penyedia jasa konstruksi.


(29)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dalam bab-bab sebelumnya dalam penulisan skripsi ini, kiranya dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut;

1. Pemerintah memiliki peran sangat penting dalam penyelenggaraan jasa konstruksi yaitu melakuan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan otonomi seluas-luasnya dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk menyediakan fasilitas umum Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi Pasal 6 ayat (4) menyebutkan bahwa Pemerintah harus melakukan pengawasan jasa konstruksi yang serius karena menyangkut keselamtan umum. Beberapa tahap pengawasan dan pemeliharaan oleh pemerintah yaitu perencanaan pelaksanaan, perencanaan desain, pemilihan penyedia jasa, pengawasan pengendalian proyek, pelaksanaan fisik konstruksi, dan pengawasan tahap pemanfaatan. Dalam melakukan hal pengawasan konstruksi tersebut pemerintah yang diwakili oleh PPK (pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan barang dan jasa) yang bertanggung jawab dalam hal pengawasan kepada penyedia jasa dan jalannya pekerjaan konstruksi dengan baik.

2. Terjadi kegagalan bangunan yang diakibatkan oleh para pihak yang dilakukan bisa penyedia jasa dan pemelihara jasa yang dinyatakan bersalah sehingga


(30)

mengakibatkan terjadinnya kegagalan bangunan, maka penyedia jasa maupun pengguna jasa harus bertanggung jawab atas kesalahannya tersebut. Untuk suatu bangunan yang dinyatakan mengalami kegagalan bangunan yaitu apabila sudah dinilai oleh Penilai Ahli yang profesial di bidangnya dan dapat memberikan penilaian secara objektif. Pasal 25 ayat (200 Undang-undang Jasa Konstruksi No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi disebutkan bila kegagalan bangunan yang diakibatkan penyedia jasa, maka tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Pengguna jasa wajib melaporkan terjadinya kegagalan bangunan, apabila pengguna jasa melakukan kesalahan yang menyebabkan terjadi kegagalan bangunan maka ia bertanggung jawab atas kegagalan bangunan tersebut. Pihak yang bersalah oleh penilai ahli atas terjadinya kegagalan bangunan wajib bertanggung jawab atas kesalahannya tersebut baik dibebani tanggung jawab berupa sanksi secara perdata maupun sanksi adminstrasi sesuai dengan Pasal 42 UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dan tanggung jawab pidana sesuai dengan Pasal 43 UU No.18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

B. Saran

Saran dalam penulisan skripsi ini adalah sebgai berikut;

1. Urusan pemerintah dalam menyediakan fasilitas umum walaupun Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Urusan Pemerintah Daerah yang membedakan bahwa memberikan fasilitas umum menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk daerah provinsi, kabupaten, kota dan desa, sebaiknya pemerintah pusat mengawasi atau mengontrol dalam hal pembangunan fasilitas umum/jasa


(31)

konstruksi, anggaran dan tidak dilimpahkan semua kepada pemerintah daerah. Pemerintah harus melakukan pengawasan dalam pengangkatan pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pemeliharaan jasa dan penyedia jasa konstruksi. Pemerintah harus memperhatikan terpenuhinya syarat-syarat kompetensi sebagai dasar kemajuan pihak pemelihara jasa konstruksi dimana tanpa adanya sertifikat keahlian di bidang jasa konstruksi terutama konstruksi jembatan.

2. Tanggung jawab yang berat dalam pekerjaan konstruksi sesuai dengan ketentuan undang-undang kiranya para pihak yang terkait dalam kontrak konstruksi agar lebih berhati-hati dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pemeliharaan terhadap melakukan jalannya suatu pekerjaan konstruksi, dan bila terjadi suatu kesalahan yang mengakibatkan kegagalan bangunan maka akan mengakibatkannya suatu denda atau sanksi, serta penerapan dan pelaksanaan Undang-undang Jasa Konstruksi, agar lebih maksimal, sesuai dengan tujuan diterbitkannya undang-undang tersebut sehingga dapat mencegah terjadinnya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.


(32)

Curriculum Vitae

Identitas Diri

Nama : Immanuel Lorell

Tempat, Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 13 Mei 1989

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jln. Sarijadi Blok 18 No.183 Bandung

Agama : Katholik

Telepon : 082166079360

E-mail : ilorel.nuel@gmail.com

Riwayat Pendidikan Formal

Tahun Periode Sekolah

1996 - 2002 SD Cinta Rakyat 2 Pematangsiantar

2002 - 2005 SMP Cinta Rakyat 1 Pematangsiantar

2005 - 2008 SMA RK Bintang Timur Pematangsiantar

2011 - 2015 Fakultas Hukum di Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Riwayat Pendidikan Informal

Tahun Periode Pendidikan

2011 Peserta W2M Universitas Kristen Maranatha “Go Green”

2012

Peserta Seminar “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Implementasinya di Indonesia”

Peserta Outbond Fakultas Hukum Universitas Kristen Marantha “Save the

Mountain and Green Action

2013

Peserta Latihan Dasar Kepemimpinan

Peserta Dies Natalis Catur Universitas Kristen Maranatha Fakultas Hukum

2014

Peserta Dies Natalis Catur Universitas Kristen Maranatha Fakultas Hukum Juara I


(33)

Riwayat Keorganisasian

Tahun Periode Pendidikan

2011 Peserta W2M Universitas Kristen Maranatha “Go Green”

2012 Peserta Seminar “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa dan

Implementasinya di Indonesia”

Peserta Outbond Fakultas Hukum Universitas Kristen Marantha “Save the

Mountain and Green Action

2013

Peserta Latihan Dasar Kepemimpinan Pendiri Backpacker Maranatha Law

Anggota SAPMA (Satuan Pelajar Mahasiwa Pemuda Pancasila) Universitas Kristen Maranatha

Anggota Senat Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha Panitia Outbound Fakultas Hukum Kristen Marantha

2014 Panitia Outbound Fakultas Hukum Kristen Marantha

Ketua Backpacker Maranatha Law

Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Bandung, 01 Juli 2015


(34)

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ahmadi Miru, “Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak” Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.

Bheyamin hessein, “Sesentralisasi dan Otonomi Daerah dalam Paradigma Baru Otonomi Daerah”, Jakarta: P2p-LIPI, 2001.

Djokodirdjo, M.A. Moegni, “Perbuatan Melawan Hukum: Tanggung Gugat (aansprakelijkheid) Untuk Kerugian, Yang Disebabkan Karena Perbuatan Melawan Hukum”, Jakarta: Pradnya Paramita, 1979.

Eddy Hermanto, “Frida Kistiyani, Kegagalan Bangunan dari Sisi Industri Konstruksi” Media Komunikasi Teknik Sipil, 2006.

Hasan Alwi, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai Pustaka.

H. Nazarkhan Yasin, “Mengenal Konstruksi di Indonesia”, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Khairunnisa, “Kedudukan, Peran dan Tanggungjawab Hukum Direksi”, Medan: Pasca Sarjana, 2008.

Munir Fuady, “Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontenporer”, Bandung: Citra Adiyta Bakti, 2010.

Mochtar Kusumaatmadja dan B.Arief Sidarta, “Pengantar Ilmu Hukum”, Alumni Bandung, 2000.

Nimatul Huda, “Hukum Pemerintahan Daerah”. Bandung: Nusa media 2009. Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Jakarta: Kencana, Ed.1 Cetakan

ke-7 (tujuh), 2011.

Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum” ,Surabaya: Prenada Media Group, Ed.1 Cetakan ke-1 (satu), 2005.

Ridwan HR, “Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Romelda Proniastria Simamora, “Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008. Romli Atmasasmita, “Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Jakarta: Pernada

Media Kencana, 2003.

Salim H.S, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Salim H.S, “Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Satjipto Rahardjo, “Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah”, Jogjakarta: Genta, 2010.


(35)

Sidarta Jufrina Rizal, “Pendulum Antinomi Hukum”, Yogyakarta: Genta Publishing, Cet.1, 2014.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat”, Ed.1 Cetatakn ke-10 (sepuluh), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Titik Triwulan dan Shinta Febrian, “Perlindungan Hukum Bagi pasien”, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010.

Timothy F. Malloy, “Regulation, Compliance and the Firm” dalam Zaelke et al. 2010.

Wan E Joesoef, “Perjanjian Pengusaha Jalan Tol (PPJT) Sebagai Kontrak Bisnis Berdimensi Publik Antara pemerintah Dengan Investor (swasta) Dalam Proyek Infrastruktur”, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006.

Wulfrm I. Ervianto, “Manajemen Proyek Konstruksi”, Yogyakarta, 2007

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945.

Kepmen Pekerjaan Umum Nomor 139/KPTS/1988.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 8 Tahun 1996 Tentang Ijin Mendirikan Bangunan.

Keprpes No 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang /Jasa Instansi Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Jasa Konstruksi.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M Tahun 2008 Tentang Pedoman dan Pemeliharaan Bangunan Gedung.

Undang-Undang Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPID).


(36)

C. RUJUKAN ELEKTRONIK

http://naufalalfatih.wordpress.com/2012/10/10/perjanjiankontrak/ pada tanggal 18 oktober 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Kutai_Kartanegara di unduh pada tanggal 20 oktober 2014.

http://www.pu.go.id/upload/services/infopublik20120418140945.pdf diakses pada tanggal 10 maret 2015.

https://ardianfajar.wordpress.com di akses pada tanggal 18 oktober 2014. http://www.google.com/buletin.html diakses pada tanggal 30 januari 2015. http://www.hukumsumberhukum.com diakses pada tanggal 24 maret 2015. http://www.hukumonline.com diakses pada tanggal 24 maret 2015.

http://www.academia.edu diakses pada tanggal 19 maret 2015-05-26. https://www.academia.edu/8081369 diakses pada tanggal 19 maret 2015. https://www.balipost.co.id/balipostcetak.html diakses pada tanggal 12 febuari

2015.

https://www.sipil-uph.tripod.com/selffie_tumilar.pdf diakses pada tanggal 9 febuari 2015.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=188342&val=6466&title =PENEGAKAN%20HUKUM%20DALAM%20PERISTIWA%20RUN TUHNYA%20JEMBATAN%20KUTAI%20KARTANEGARADI%20 TINGKAT%20PENYIDIKAN, diakses pada tanggal 24 Juni 2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Kutai_Kartanegara#Pembangunan

diakses pada tanggal 22 Juli 2015.

D. JURNAL

Jurnal teknik sipil volume 9 no 1, Oktober 2008.  


(1)

  Universitas Kristen Maranatha konstruksi, anggaran dan tidak dilimpahkan semua kepada pemerintah daerah. Pemerintah harus melakukan pengawasan dalam pengangkatan pihak-pihak yang bertanggungjawab atas pemeliharaan jasa dan penyedia jasa konstruksi. Pemerintah harus memperhatikan terpenuhinya syarat-syarat kompetensi sebagai dasar kemajuan pihak pemelihara jasa konstruksi dimana tanpa adanya sertifikat keahlian di bidang jasa konstruksi terutama konstruksi jembatan.

2. Tanggung jawab yang berat dalam pekerjaan konstruksi sesuai dengan ketentuan undang-undang kiranya para pihak yang terkait dalam kontrak konstruksi agar lebih berhati-hati dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pemeliharaan terhadap melakukan jalannya suatu pekerjaan konstruksi, dan bila terjadi suatu kesalahan yang mengakibatkan kegagalan bangunan maka akan mengakibatkannya suatu denda atau sanksi, serta penerapan dan pelaksanaan Undang-undang Jasa Konstruksi, agar lebih maksimal, sesuai dengan tujuan diterbitkannya undang-undang tersebut sehingga dapat mencegah terjadinnya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum.


(2)

   

   

Curriculum Vitae

Identitas Diri

Nama : Immanuel Lorell

Tempat, Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 13 Mei 1989

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jln. Sarijadi Blok 18 No.183 Bandung

Agama : Katholik

Telepon : 082166079360

E-mail : ilorel.nuel@gmail.com

Riwayat Pendidikan Formal

Tahun Periode Sekolah

1996 - 2002 SD Cinta Rakyat 2 Pematangsiantar 2002 - 2005 SMP Cinta Rakyat 1 Pematangsiantar 2005 - 2008 SMA RK Bintang Timur Pematangsiantar

2011 - 2015 Fakultas Hukum di Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Riwayat Pendidikan Informal

Tahun Periode Pendidikan

2011 Peserta W2M Universitas Kristen Maranatha “Go Green”

2012

Peserta Seminar “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Implementasinya di Indonesia”

Peserta Outbond Fakultas Hukum Universitas Kristen Marantha “Save the Mountain and Green Action

2013

Peserta Latihan Dasar Kepemimpinan

Peserta Dies Natalis Catur Universitas Kristen Maranatha Fakultas Hukum

2014

Peserta Dies Natalis Catur Universitas Kristen Maranatha Fakultas Hukum Juara I


(3)

   

Riwayat Keorganisasian

Tahun Periode Pendidikan

2011 Peserta W2M Universitas Kristen Maranatha “Go Green”

2012 Peserta Seminar “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Implementasinya di Indonesia”

Peserta Outbond Fakultas Hukum Universitas Kristen Marantha “Save the Mountain and Green Action

2013

Peserta Latihan Dasar Kepemimpinan Pendiri Backpacker Maranatha Law

Anggota SAPMA (Satuan Pelajar Mahasiwa Pemuda Pancasila) Universitas Kristen Maranatha

Anggota Senat Fakultas Hukum Universitas Kristen Maranatha Panitia Outbound Fakultas Hukum Kristen Marantha

2014 Panitia Outbound Fakultas Hukum Kristen Marantha Ketua Backpacker Maranatha Law

Demikian riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.

Bandung, 01 Juli 2015


(4)

 

104 

    Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ahmadi Miru, “Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak” Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.

Bheyamin hessein, “Sesentralisasi dan Otonomi Daerah dalam Paradigma Baru Otonomi Daerah”, Jakarta: P2p-LIPI, 2001.

Djokodirdjo, M.A. Moegni, “Perbuatan Melawan Hukum: Tanggung Gugat (aansprakelijkheid) Untuk Kerugian, Yang Disebabkan Karena Perbuatan Melawan Hukum”, Jakarta: Pradnya Paramita, 1979.

Eddy Hermanto, “Frida Kistiyani, Kegagalan Bangunan dari Sisi Industri Konstruksi” Media Komunikasi Teknik Sipil, 2006.

Hasan Alwi, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai Pustaka.

H. Nazarkhan Yasin, “Mengenal Konstruksi di Indonesia”, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Khairunnisa, “Kedudukan, Peran dan Tanggungjawab Hukum Direksi”, Medan: Pasca Sarjana, 2008.

Munir Fuady, “Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontenporer”, Bandung: Citra Adiyta Bakti, 2010.

Mochtar Kusumaatmadja dan B.Arief Sidarta, “Pengantar Ilmu Hukum”, Alumni Bandung, 2000.

Nimatul Huda, “Hukum Pemerintahan Daerah”. Bandung: Nusa media 2009. Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Jakarta: Kencana, Ed.1 Cetakan

ke-7 (tujuh), 2011.

Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum” ,Surabaya: Prenada Media Group, Ed.1 Cetakan ke-1 (satu), 2005.

Ridwan HR, “Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006.

Romelda Proniastria Simamora, “Tanggungjawab Para Pihak Dalam Hal Terjadi Kegagalan Bangunan Di Dalam Kontrak Konstruksi, 2008. Romli Atmasasmita, “Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Jakarta: Pernada

Media Kencana, 2003.

Salim H.S, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Salim H.S, “Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

Satjipto Rahardjo, “Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah”, Jogjakarta: Genta, 2010.


(5)

Universitas Kristen Maranatha Sidarta Jufrina Rizal, “Pendulum Antinomi Hukum”, Yogyakarta: Genta

Publishing, Cet.1, 2014.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat”, Ed.1 Cetatakn ke-10 (sepuluh), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Titik Triwulan dan Shinta Febrian, “Perlindungan Hukum Bagi pasien”, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010.

Timothy F. Malloy, “Regulation, Compliance and the Firm” dalam Zaelke et al. 2010.

Wan E Joesoef, “Perjanjian Pengusaha Jalan Tol (PPJT) Sebagai Kontrak Bisnis Berdimensi Publik Antara pemerintah Dengan Investor (swasta) Dalam Proyek Infrastruktur”, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006.

Wulfrm I. Ervianto, “Manajemen Proyek Konstruksi”, Yogyakarta, 2007

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar 1945.

Kepmen Pekerjaan Umum Nomor 139/KPTS/1988.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

Peraturan Daerah Kalimantan Timur Nomor 8 Tahun 1996 Tentang Ijin Mendirikan Bangunan.

Keprpes No 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang /Jasa Instansi Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Serta Jasa Konstruksi.

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.

Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M Tahun 2008 Tentang Pedoman dan Pemeliharaan Bangunan Gedung.

Undang-Undang Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPER). Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPID).


(6)

 

    Universitas Kristen Maranatha

106 

C. RUJUKAN ELEKTRONIK

http://naufalalfatih.wordpress.com/2012/10/10/perjanjiankontrak/ pada tanggal 18 oktober 2014.

http://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Kutai_Kartanegara di unduh pada tanggal 20 oktober 2014.

http://www.pu.go.id/upload/services/infopublik20120418140945.pdf diakses pada tanggal 10 maret 2015.

https://ardianfajar.wordpress.com di akses pada tanggal 18 oktober 2014. http://www.google.com/buletin.html diakses pada tanggal 30 januari 2015. http://www.hukumsumberhukum.com diakses pada tanggal 24 maret 2015. http://www.hukumonline.com diakses pada tanggal 24 maret 2015.

http://www.academia.edu diakses pada tanggal 19 maret 2015-05-26. https://www.academia.edu/8081369 diakses pada tanggal 19 maret 2015. https://www.balipost.co.id/balipostcetak.html diakses pada tanggal 12 febuari

2015.

https://www.sipil-uph.tripod.com/selffie_tumilar.pdf diakses pada tanggal 9 febuari 2015.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=188342&val=6466&title =PENEGAKAN%20HUKUM%20DALAM%20PERISTIWA%20RUN TUHNYA%20JEMBATAN%20KUTAI%20KARTANEGARADI%20 TINGKAT%20PENYIDIKAN, diakses pada tanggal 24 Juni 2015. https://id.wikipedia.org/wiki/Jembatan_Kutai_Kartanegara#Pembangunan

diakses pada tanggal 22 Juli 2015.

D. JURNAL

Jurnal teknik sipil volume 9 no 1, Oktober 2008.