1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Good corporate governance GCG merupakan isu sentral di kalangan masyarakat bisnis terkini. Isu ini mulai muncul dengan adanya krisis ekonomi
pada tahun 1997. Krisis tersebut terjadi akibat kurang transparannya pengelolaan perusahaan sehingga kontrol publik menjadi sangat lemah. Selain
itu, adanya konsentrasi kepemilikan perusahaan pada pemegang saham keluarga yang menyebabkan campur tangan pemegang saham mayoritas
pada manajemen menjadi lebih besar sehingga menimbulkan konflik kepentingan yang sangat menyimpang dari norma tata kelola perusahaan yang
baik Achmad et al., 2009.
Untuk mengurangi konflik di antara pemegang saham dan manajemen, menurut Mendez dan Gracia 2007 diperlukan adanya tata kelola perusahaan
yang baik. Salah satu mekanisme dalam pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik adalah dengan adanya pengawasan atau monitoring. Untuk
melakukan pengawasan pada perusahaan
dapat dilakukan dengan pembentukan komite audit. Sesuai dengan peraturan BAPEPAM, Kep-
29PM2004, tugas komite audit adalah melakukan penelaahan atas informasi keuangan, melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, melakukan
penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal, melaporkan kepada komisaris berbagai risiko yang dihadapi perusahaan dan pelaksanaan
manajemen risiko oleh direksi, dan melakukan penelaahan dan melaporkan kepada dewan komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan emiten serta
menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan rahasia perusahaan.
Regulator menyakini bahwa komite audit mengawasi dan memantau proses pelaporan keuangan termasuk pengendalian internal atas pelaporan
keuangan, kualitas informasi keuangan, dan proses jaminan yang diberikan oleh auditor eksternal. Regulator percaya dan teori keagenan menjelaskan dan
memperkirakan, bahwa lebih sering rapat komite audit menunjukkan ketekunan komite audit dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara
efektif sehingga masalah keagenan diminimalkan Raghundanan dan Rama,
2007.
Menurut Egon Zehnder dalam FCGI 2003, komite audit memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan
penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen. Manfaat ini diperoleh karena komite audit mampu membantu ke arah penguatan
independensi auditor eksternal perusahaan. Pada umumnya, komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu laporan keuangan
financial reporting, tata kelola perusahaan corporate governance, dan
pengawasan perusahaan corporate control.
Dalam pelaksanaan tugas tersebut, komite audit dapat melakukan pertemuan untuk membahas permasalahan yang dihadapi perusahaan. Oleh
karena itu, intensitas atau frekuensi rapat oleh komite audit dapat menunjukkan tingkat kerajinan anggota komite audit dalam melakukan
pengawasan perusahaan Raghundanan dan Rama, 2007. Namun demikian, jumlah frekuensi rapat komite audit yang harus dilakukan dalam tiap
periodenya tidak diatur dalam peraturan yang ada dan masih sangat sedikit bukti penelitian terkait frekuensi rapat komite audit di Indonesia. Kondisi ini
memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian faktor yang diduga berpengaruh terhadap frekuensi rapat komite audit sebagai bentuk pelaksanaan
tugas pengawasan oleh komite audit.
Beberapa penelitian terkait frekuensi rapat komite audit telah dilakukan, di antaranya Raghundanan dan Rama 2007 dan Sharma et al.,
2009. Penelitian yang terkait dengan pengaruh karakteristik keuangan perusahaan, karakteristik komite audit dan kualitas audit terhadap frekuensi
rapat komite audit menunjukkan adanya keanekaragaman hasil. Dari penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan hasil yang belum konsisten
karena beberapa faktor masih disimpulkan berpengaruh dan tidak berpengaruh
terhadap frekuensi rapat komite audit.
Penelitian yang dilakukan Raghundanan dan Rama 2007 menemukan pengaruh yang signifikan antara ukuran perusahaan dengan frekuensi rapat
komite audit. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Sharma et al 2009 yang tidak menemukan adanya pengaruh antara ukuran perusahaan dengan
frekuensi rapat komite audit.
Berkaitan dengan leverage dan rugi perusahaan dengan frekuensi rapat komite audit, Raghundanan dan Rama 2007 dan Sharma et al 2009 tidak
menemukan adanya pengaruh antara leverage dan rugi perusahaan dengan frekuensi rapat komite audit.
Penelitian yang dilakukan Raghundanan dan Rama 2007 tidak menemukan pengaruh antara pertumbuhan perusahaan dengan frekuensi rapat
komite audit. Hal tersebut berbeda dengan penelitian Sharma et al 2009 yang menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan perusahaan
dengan frekuensi rapat komite audit. Hubungan antara anggota komite audit dengan keahlian akuntansi dan
keuangan dengan frekuensi rapat komite audit juga terjadi ketidakkonsistenan hasil. Raghundanan dan Rama 2007 dalam penelitiannya menemukan
pengaruh yang signifikan antara anggota komite audit dengan keahlian akuntansi dan keuangan dengan frekuensi rapat komite audit. Hasil yang
berbeda ditunjukkan pada penelitian Sharma et al 2009 yang tidak menemukan pengaruh antara kedua variabel tersebut.
Penelitian yang dilakukan Raghundanan dan Rama 2007
menemukan pengaruh yang signifikan antara ukuran komite audit dengan frekuensi rapat komite audit. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian
Sharma et al 2009 yang juga menemukan adanya pengaruh yang signifikan antara ukuran komite audit dengan frekuensi rapat komite audit.
Masih dalam penelitian yang sama, Sharma et al 2009 menemukan pengaruh antara kualitas audit dengan frekuensi rapat komite audit. Pengaruh
tersebut bernilai negatif dan signifikan antara kualitas audit dengan frekuensi rapat komite audit.
Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Raghundanan dan Rama
2007 dan dengan perbedaan seperti berikut:
1. Sampel penelitian
Raghundanan dan Rama 2007 menggunakan sampel perusahaan S P SmallCap pada tahun 2003 dengan jumlah total 319 perusahaan, sementara
penelitian ini menggunakan sampel perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011 dengan jumlah perusahaan 448.
2. Variabel penelitian
Raghundanan dan Rama 2007 dalam penelitiannya menggunakan firm size and ownership characteristics, leverage, loss and growth, litigation,
audit committee composition ac size, accounting expert and other expert and board and CEO characteristics, sedangkan penelitian ini
menggunakan firm size, leverage, loss, growth, ac size, accounting expert and audit quality. Dalam penelitian ini ditambahkan satu variabel
independen yaitu kualitas audit, sesuai dengan penelitian Sharma et al
2009. 3.
Periode penelitian Raghundanan dan Rama 2007 menggunakan periode penelitian tahun
2003, sementara penelitian ini menggunakan periode penelitian tahun 2011.
Atas dasar paparan di atas, maka penelitian ini menguji pengaruh karakteristik keuangan perusahaan, karakteristik komite audit dan kualitas
audit terhadap frekuensi rapat komite audit pada perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
dengan judul
penelitian “PENGARUH
KARAKTERISTIK KEUANGAN PERUSAHAAN, KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP FREKUENSI
RAPAT KOMITE AUDIT PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA”
.
B. Rumusan Masalah