Dasar Hukum Ijarah LANDASAN TEORI
penyewa. Jika aset tersebut rusak dalam periode kontrak,akad ijarah masih tetap berlaku.
d. Aset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan
harga yang ditetapkan sebelumnyapada saat kontrak berakhir. Apabila aset akan dijual harganya akan
ditentukan pada saat kontrak berakhir.
Dalam fatwa DSN No. 09DSNMUIIV2000 Tanggal 13 April 2000 tentang pembiayaan ijarah ditetapkan :
1. Rukun dan Syarat
Ijarah
: a.
Pernyataan Ijab dan Qabul, berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad berkontrak, baik
secara verbal atau dalam bentuk lain. b.
Pihak- pihak yang berakad berkontrak terdiri atas pemberi sewa
lessor,
pemilik aset, Lembaga Keuangan Syari‟ah dan penyewa
lessee
, pihak yang mengambil manfaat dari penggunaan aset,
nasabah . c.
Objek kontrak, pembayaran sewa dan manfat dari penggunaan aset.
d. Manfaat dari penggunaan aset dalam
ijarah
adalah objek kontrak yang harus di jamin. Karena ia rukun
yang harus di penuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan aset itu sendiri.
e. Sighat
ijarah
adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal
ataupun dalam bentuk lain yang
equivalent
. Dengan cara penawaran dari pemilik aset Lembaga
Keuangan Syari‟ah dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa nasabah.
Menurut Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajdi dalam bukunya yang berjudul “
Hukum Ekonomi Islam
” menyebutkan bahwa untuk sahnya sewa menyewa, pertama kali harus dilihat terlebih dahulu
orang yang melakukan perjanjian sewa-menyewa tersebut. Unsur yang terpenting untuk diperhatikan,
yaitu kedua belah pihak cakap bertindak dalam
hukum, yang mempunyai kemampuan dapat membedakan antara baik dan buruk berakal.
48
Imam Asy- Syafi‟I dan Hambali menambahkan
yang dilakukan oleh orang yang belum dewasa menurut mereka sudah berkemampuan untuk
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk berakal.
Sedangkan untuk sahnya perjanjian sewa- menyewa harus terpenuhi syarat-syarat berikut ini :
a. Masing-masing pihak rela melakukan perjanjian
sewa-menyewa, Maksudnya, kalau di dalam perjanjian
sewa-menyewa terdapat
unsure pemaksaan maka sewa-menyewa itu tidak sah.
b. Harus jelas dan terang mengenai objek sewa-
menyewa, yaitu
barang yang
dipersewakan disaksikan sendiri, termasuk juga masa sewa lama
waktu sewa-menyewa berlangsung dan besarnya uang sewa yang diperjanjikan.
c. Objek sewa-menyewa dapat digunakan sesuai
peruntukanya. maksudnya, kegunaan barang yang disewakan harus jelas dan dapat dimanfaatkan oleh
penyewa sesuai dengan peruntukkanya kegunaan barang tersebut. Seandainya barang tersebut tidak
dapat digunakan sebagaimana yang diperjanjikan, maka oerjanjian sewa-menyewa itu dapat di
batalkan.
d. Objek
sewa-menyewa dapat
diserahkan. Maksudnya, barang yang diperjanjikan dalam sewa-
menyewa harus dapat diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan. Oleh karena itu, kendaraan yang
aka ada baru rencana untuk dibeli dan kendaraan yang rusak tidak dapat dijadikan sebagai objek
perjanjian sewa-menyewa, sebab jika yang demikian tidak dapat mendatangkan kegunaan bagi penyewa.
48
Suhrawardi K. Lubis dan Farid Wajdi, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm. 157.