Fungsi Teater Postmodern Indonesia pada JL

Indonesia pada JL, baik sebagai konstruksi sistem seni, estetika, budaya, sosial, maupun politik yang berada pada postmodernisme Indonesia, merupakan bentuk teater postmodern Indonesia pada JL. Bentuk dI teater postmodern Indonesia pada JL itu tidak saja bersifat sinkronis tetapi sekaligus diakronis historis. Yang pertama mengacu pada modernitas masa Orba sebagai konteks sosial langsung teater postmodern Indonesia pada JL yang sekaligus menjadi modernitas Indonesia yang secara langsung didekonstruksi. Sedang yang kedua mengacu pada modernitas masa Orla, masa pendudukan Jepang, dan masa kolonialisme Belanda, yang sekaligus menjadi modernitas Indonesia yang secara historis didekonstruksi.

4.2 Fungsi Teater Postmodern Indonesia pada JL

Fungsi dalam perspektif postmodernisme merupakan fungsi yang diproduksi, atau yang diproduksi suatu komunitas sosial yang menghadapi, menerima, menanggapi, dan seterusnya menciptakan sesuatu yang kemudian diberlakukan sebagai fungsi, menjadi fungsi, dan berfungsi. Dalam pengertian sebaliknya, sesuatu tidak merupakan fungsi, menjadi fungsi, dan berfungsi sebelum—secara sosial—memberadakannya sebagai fungsi, menjadi fungsi, dan memfungsikannya hingga menjadi berfungsi. Berseberangan dengan fungsi dalam perspektif modernisme yang representatif, yang memandang fungsi sekaligus sudah ada dan berada bersama sesuatu sudah mewakili, postmodernisme memandang fungsi sebagai hasil penerimaan dan ciptaan resepsi sosial. Karena itu, fungsi yang dimaksud tidak lain adalah tanda “arti keberadaan sosial” signifikansi sosial yang diberikan dikenakan, atau diaktifkan pada sesuatu yang dipandang sebagai fungsi tersebut. Dengan kata lain, apabila fungsi dalam modernisme bersifat keberadaan otomatis, dalam postmodernisme bersifat “diaktifkan”—diberi energi terlebih dulu. Fungsi teater postmodern Indonesia pada teater JL adalah fungsi dalam pengertian tersebut. Sebagai teater postmodern Indonesia dengan bentuk atau dengan konstruksi estetika dI, maka fungsi yang dimaksud adalah fungsi yang dikenakan sebagai bentuk atau konstruksi estetika dI tersebut. Apa dan bagaimana 16 arti keberadaan sosial dI itu, sebagai arti keberadaan sosial yang dapat diberi arti untuknya dan sekaligus dapat terpenuhi serta menjadi fungsi olehnya, demikianlah fungsi teater postmodern Indonesia pada teater JL yang dimaksudkan. Walau demikian, sesuatu yang telah “diaktifkan” atau telah “diberi energi” hingga menjadi fungsi itu, tetap tidak diposisikan sebagai individual, otonom, atau terpisah sebagai dirinya sendiri. Sebagaimana postmodernisme memandang segala sesuatu sebagai posisi yang berdampingan relasional, atau intertekstual—sesuai dengan paradigma pluralismenya yang tidak saja memandang segala sesuatu realitas beranekaragam tetapi juga berada saling berdampingan antarsesama ragamnya—sesuatu atau segala sesuatu itu sekaligus berada sebagai posisi relasional. Hal demikian berarti bahwa fungsi merupakan hasil dari “pemberian energi” oleh suatu komunitas sosial itu, tidak saja merupakan fungsi atas dirinya sendiri, tetapi sekaligus pula atas sesuatu itu dalam hubungan dengan sesuatu yang lain yang merupakan bagian relasionalitasnya. Secara tekstual, fungsi tersebut bukan saja sekedar fungsi tekstual tetapi sekaligus fungsi intertekstual. Hal itu sekaligus berarti bahwa “pemberian energi” untuk fungsi tersebut tidak saja sebagai “energi tekstual” tetapi sekaligus “energi intertekstual”. Fungsi teater postmodern Indonesia pada JL demikian pula, tidak saja sebagai karya teater itu sendiri, tekstualitas, tetapi sekaligus sebagai relasionalitas, atau intertekstualitas. Sebagaimana keberadaan teater JL dipandang sebagai keberadaan postmodern—sebagai realitas merupakan pluralitas, realitas plural— yang: berada sebagai dirinya sendiri, karya teater JL itu sendiri; berada sebagai hasil ciptaan seniman penciptanya, sutradara; berada sebagai bagian dan sekaligus merupakan fakta sosial-budaya, dan; berada sebagai bagian dan sekaligus merupakan faktas sosial-masyarakatnya, maka fungsi teater postmodern Indonesia pada JL juga demikian. Sebagai “arti keberadaan”, fungsi yang dimaksudkan merupakan: keberadaan yang berarti yang diberikan untuk karya seni teater itu sendiri sebagai karya seni atau karya estetis, yaitu dalam keberadaan seni atau estetika teater; keberadaan yang berarti yang diberikan untuk karya seni teater itu sebagai media 17 seni atau media estetis yang diciptakan seniman penciptanya sutradara dan sekaligus penerimanya audiens, yaitu dalam keberadaan menjadi media kreasi, komunikasi, imajinasi, instrospeksi kesadaran, alternasi, dan hiburan; keberadaan yang berarti yang diberikan untuk karya seni teater itu sebagai fakta budaya sosial-budaya yaitu dalam keberadaan realitas atau sistem sosial- budayanya, dan; keberadaan yang berarti yang diberikan untuk karya seni teater itu sebagai fakta sosial dan politis, yaitu dalam keberadaan realitas atau sistem sosial dan politiknya. Keseluruhan arti keberadaan itu yang dimaksudkan dengan fungsi sebagai hasil penerimaan dan ciptaan fungsi resepsi oleh masyarakat atau komunitas sosial penerima karya teater postmodern Indonesia JL yang dimaksud. Relevan dengan bentuk atau konstruksi estetika karya teater postmodern Indonesia pada JL sebagai bentuk atau konstruksi estetika dI, maka keseluruhan fungsi tersebut merupakan fungsi yang dikenakan untuk bentuk atau konstruksi estetika dI. Demikian pula, relevan dengan bentuk atau konstruksi estetis dI teater postmodern Indonesia pada JL yang merupakan bentuk atau konstruksi estetika perlawanan dan perjuangan, yaitu perlawanan estetis terhadap modernisme Indonesia dan perjuangan postmodernisme Indonesia, maka wujud fungsi teater postmodern Indonesia pada JL juga wujud sebagai fungsi perlawanan dan perjuangan Indonesia. Fungsi teater postmodern Indonesia pada JL dengan demikian adalah perlawanan dan perjuangan Indonesia ppI. Sebagaimana paradigma postmodernisme yang telah diberadakan dalam paradigma postmodernisme Indonesia, terutama melalui konsep dekonstruksinya yang dalam postmodernisme Indonesia juga telah diberadakan sebagai dekonstruksionisme Indonesia, yang tidak saja merupakan perlawanan terhadap modernisme tetapi sekaligus pula diikuti usaha menciptakan kembali konstruksi baru yakni konstruksi postmodernitas atau postmodernisme, demikian pula dengan fungsi teater postmodern Indonesia pada JL. Fungsi ppI teater postmodern Indonesia pada JL, merupakan fungsi perlawanan secara dekonstruksi yaitu secara membongkar, mengungkap, 18 memaparkan, menghentikan, dan menolak konstruksi modernisme Indonesia, dan sekaligus merupakan fungsi perjuangan yaitu memperjuangkan terciptanya konstruksi baru postkonstruksi Indonesia sebagai konstruksi postmodernitas Indonesia. Fungsi ppI teater postmodern Indonesia pada JL itu meliputi: 1 fungsi media estetis perlawanan dan perjuangan Indonesia, yang mencakup a media kreatif representasi seni, b media komunikasi, c media imajinasi dan imajinerisasi, d media kesadaran, e media alternatif, dan f media hiburan representatif; 2 fungsi perlawanan dan perjuangan seni Indonesia; 3 fungsi perlawanan dan perjuangan budaya Indonesia; 4 fungsi perlawanan dan perjuangan sosial Indonesia, dan; 5 fungsi perlawanan dan perjuangan politik Indonesia. Pertama, fungsi media estetis perlawanan dan perjuangan Indonesia, adalah fungsi menjadi media estetis perlawanan dan perjuangan teater postmodern Indonesia pada JL terhadap teater modern Indonesia. Pada sisi perlawanan, fungsi menjadi media estetis perlawanan tersebut merupakan perlawanan terhadap teater modern Indonesia sebagai berikut: a perlawanan terhadap bentuk media kreatif modern Indonesia yakni sebagai konsep estetis individualisme modern Barat; b perlawanan terhadap teater modern Indonesia sebagai media komunikasi estetis modern Barat yang bebas nilai, berorientasi kekuasaan, ilusif, manipulatif, hegemonik dan eksploitatif; c perlawanan terhadap teater modern Indonesia sebagai media imaji dan imajinerisasi modern Barat yang objektif, realias, dan statis; d perlawanan terhadap teater modern Indonesia sebagai media estetika kesadaran modern Barat yang palsu, hiperealis, utopis dan ilusif; e perlawanan perlawanan terhadap teater modern Indonesia sebagai media estetis modern Barat yang tidak memberikan alternatif estetis lain sebagai estetika the others; f perlawanan terhadap teater modern Indonesia sebagai media hiburan modern Barat yang tidak representatif kontekstual. Pada sisi perjuangan, fungsi menjadi media estetis perjuangan tersebut merupakan perjuangan untuk mewujudkan teater postmodern Indonesia sebagai berikut: a Menjadi media kreatif estetis sosial Indonesia; b Menjadi media komunikasi estetis Indonesia; c Menjadi 19 media imaji dan imajinerisasi estetis Indonesia; d Menjadi media kesadaran estetis Indonesia; e Menjadi media alternatif Indonesia; f Menjadi media hiburan representatif. Kedua, fungsi perlawanan dan perjuangan seni Indonesia, adalah perlawanan teater postmodern Indonesia pada JL dalam posisi sebagai seni Indonesia, yang membongkar, mengungkapkan, memaparkan, menolak, dan menghentikan ketidakbenaran teater modern Indonesia, baik secara sinkronis maupun historis, yang selama ini dianggap dan diterima sebagai teater Indonesia, sekaligus seni Indonesia. Perlawanan seni tersebut tegasnya merupakan perlawanan terhadap seni Indonesia yang sebenarnya bukan merupakan seni Indonesia, sebaliknya seni modern Barat. Perlawanan ini secara umum sekaligus merupakan perlawanan seni Indonesia terhadap seni modern Barat, sebagai konsep sekaligus wujud modernisme. Sedangkan perjuangan seni Indonesia yang dimaksudkan adalah perjuangan teater postmodern Indonesia pada JL dalam mewujudkan dan memberadakan dirinya sebagai teater Indonesia, tepatnya seni Indonesia, karena benar-benar wujud sebagai konsep maupun realitas estetis, sosial, budaya, dan politik postmodernisme Indonesia, tepatnya Indonesia. Ketiga, fungsi perlawanan dan perjuangan budaya Indonesia, adalah perlawanan teater postmodern Indonesia pada JL sebagai fakta budaya, yang membongkar, mengungkapkan, memaparkan, menolak, dan menghentikan ketidakbenaran budaya Indonesia, baik secara sinkronis maupun historis, yakni konsep dan realitas budaya hegemoni Indonesia. Perlawanan budaya ini di samping secara khusus merupakan perlawanan terhadap budaya hegemoni Indonesia, secara umum juga merupakan perlawanan terhada hegemoni budaya modern Barat atau modernisme itu sendiri sebagai konsep dan wujud budaya hegemonik. Sedangkan perjuangan budaya Indonesia, adalah perjuangan teater postmodern Indonesia pada JL sebagai fakta budaya, yang memperjuangan konsep dan realitas budaya Indonesia yakni sebagai konsep dan wujud pluralitas budaya Indonesia atau multikulturalisme Indonesia. Keempat, fungsi perlawanan dan perjuangan sosial Indonesia, adalah perlawanan teater postmodern Indonesia pada JL sebagai faktas sosial, yang 20 membongkar, mengungkapkan, memaparkan, menolak dan menghentikan konsep dan realitas sosial Indonesia, baik secara sinkronis maupun historis, yakni terhadap konsep dan realitas sosial hiperealitas sosial Indonesia. Secara umum perlawanan sosial ini juga merupakan perlawanan terhadap modernisme sebagai konsep hiperealitas sosial. Sedangkan perjuangan sosial Indonesia, adalah perjuangan teater postmodern Indonesia pada JL dalam mewujudkan konsep dan realitas Indonesia yakni sebagai realitas sosial plural Indonesia, atau pluralitas sosial Indonesia. Kelima, fungsi perlawanan dan perjuangan politik Indonesia, adalah perlawanan teater postmodern Indonesia pada JL sebagai fakta politik, yang membongkar, mengungkapkan, memaparkan, menolak dan menghentikan konsep dan realitas politik Indonesia, baik secara sinkronis maupun historis, yakni terhadap konsep dan realitas politik terutama neokolonialisme Indonesia rezim Orba, di samping Orla, dan kolonialisme Belanda termasuk Jepang di masa penjajahan. Perlawanan politik ini secara umum sekaligus pula merupakan perlawanan politik terhadap modernisme sebagai konsep dan wujud realitas politik kolonialisme di masa kebangkitan kapitalisme Barat dan terutama neokolonialisme global di masa globalisme.

4.3 Makna Teater Postmodern Indonesia pada Pertunjukan JL