Hasil-hasil Penelitian Terdahulu PENDAHULUAN

22 Desvian Bandarsyah, 2014 Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu mulutnya, bercerita tentang dirinya: kita bertanya, mendengarkan, dan menangkap pola serta maknanya. Sebagai metode ilmiah, fenomenologi menunjukkan jalan perumusan ilmu pengetahuan melalui tahap-tahap tertentu, di mana suatu fenomena yang dialami manusia menjadi subjek kajiannya. Penelitian ini membatasi pada fenomenologi sebagai studi dalam penelitian ilmu- ilmu sosial. Dalam penelitian ini, fenomenologi bertindak sebagai efistemologi yang memberikan ruang bagi mahasiswa untuk memahami gejala kesejarahan dalam kehidupannya. Fenomenologi memberikan perspektif yang menjadikan realitas sosial yang dihadapi mahasiswa dalam kesehariannya dapat dihubungkan dengan realitas masa lampau dalam teks sejarah, sehingga diharapkan pemahaman sejarah mahasiswa tidak hanya mengakar pada masa lampau, tetapi juga memiliki visi pemahaman dalam konteks kekinian.

G. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang hemeneutika model Gadamer dengan kajian fenomenologis ini bukan merupakan penelitian yang pertama. Sebelumnya telah banyak kajian tentang hermeneutika Gadamer dan kajian fenomenologis. Namun yang membedakan adalah berbagai hasil penelitian itu dominan dengan kajian keilmuan murni. Hanya satu yang ditulis oleh Sembodo yang terkait dengan pendidikan. Berikut adalah beberapa hasil penelitian terdahulu yang dilakukan berbagai peneliti. 23 Desvian Bandarsyah, 2014 Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 1. Sembodo Ardi Widodo, 2008, Metode Hermeneutik dalam Pendidikan, Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Dengan mencermati uraian-uraian sebelumnya, dapat diambil intisari pembahasan sebagai berikut: Pertama, hermeneutika mengambil model pemahaman dari wilayah human studies daripada natural sciences. Pemahaman tidak ubahnya seperti membaca teks atau mempelajari analog- analognya daripada mengobservasi objek. Sebuah teks selalu mempunyai makna, tetapi karena pengarangnya tidak hadir, meninggal, atau berasal dari kultur yang berbeda dengan kita, maka makna harus diinterpretasikan untuk kondisi waktu sekarang. Bagi hermeneutik, interpretasi adalah “hati” pemahaman. Pandangan ini akan cocok bagi guru karena perannya adalah untuk memahami manusia dan kreasi-kreasinya serta mengembangkan pemahaman ini kepada murid. Mengajar dalam perspektif hermeneutika adalah seni, bukan ilmu atau teknologi. Sebagai guru kita harus menanyakan apa makna materi pelajaran yang kita ampu bagi kita, dan apa maknanya bagi murid. Kita harus memperkenalkannya dan menolong murid untuk memahaminya. Dalam kacamata hermeneutika, core dari proses pembelajaran adalah membaca dan berdiskusi atas teks dan analog-analognya yang muncul secara spontan. Kedua, menurut hermeneutika, kita memulai dengan pra-pemahaman terhadap teks dan analognya. Tanpa pra-pemahaman ini kita tidak memiliki ide apa 24 Desvian Bandarsyah, 2014 Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu yang sedang kita hadapi, lebih-lebih untuk dipahami. Sebagai seorang guru, kita bertanya kepada murid-murid untuk topik terlebih dahulu dalam cakrawala pengetahuan dan interestnya sekarang, dan kemudian menyuruhnya untuk memodifikasi sikap-sikap mereka dalam merespon apa yang oleh topik dikatakan kepada mereka. Dengan cara ini mereka akan mengembangkan horizon mentalnya terhadap horizon topik. Inilah langkah kreatif dari pra pemahaman. Ketiga, bagi hermeneutik, proses pembelajaran itu seperti dialog atau “permainan” di mana mereka yang terlibat dibawa oleh sesuatu yang lebih besar dari dirinya kepada pandangan yang tidak mereka antisipasi sebelumnya. Diskusi sejati tidak pernah direncanakan kemajuan dan hasilnya. Guru dan murid-murid berbicara secara spontan. Sebagaimana layaknya dalam “permainan” pemahaman, mereka bisa merubah pandangan atau respon-responnya terhadap teks tanpa batas. 2. O. Hasbiansyah, 2008, Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam Ilmu Sosial dan Komunikasi, Bandung: Unisba. Praktik penelitian fenomenologi sebenarnya tidak serumit bayangan kebanyakan orang ketika memahami fenomenologi dalam kajian filsafat. Pada dasarnya, penelitian fenomenologi ingin menggali dua dimensi saja: apa yang dialami subjek orang yang diteliti dan bagaimana subjek tersebut memaknai pengalaman tersebut. Pengalaman subjek dalam hal ini merupakan fenomena yang menjadi subject matter yang diteliti. Dimensi pertama merupakan 25 Desvian Bandarsyah, 2014 Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu pengalaman faktual si subjek, bersifat objektif bahkan fisikal. Sedangkan dimensi kedua merupakan opini, penilaian, evaluasi, harapan dan pemaknaan subjek terhadap fenomena yang dialaminya. Dimensi kedua bersifat subjektif. Namun seorang peneliti perlu memahami terlebih dahulu prinsip-prinsip fenomenologi. Tanpa memahaminya, ia tidak akan mampu menganalisis data penelitian yang sudah ditranskripsikan ke dalam uraian atau tabel dalam konteks fenomenologi. Hal yang perlu ditekankan adalah bahwa tahapan- tahapan penelitian yang dikemukakan bukanlah prosedur baku dalam penelitian fenomenologi. Apa yang telah diuraikan hanyalah salah satu variasi metodologi penelitian fenomenologi yang dapat dipakai. Di luar itu masih ada sejumlah prosedur yang dapat digunakan. 3. Ratna Indriati, 2011, Serat Aji Pamasa dalam Kajian Hermeneutika Gadamer. Semarang: Unnes. Serat Aji Pamasa sebagai teks sastra yang di dalamnya mengandung bahasa dengan tingkat ambiguitas yang tinggi, diperlukan pemahaman yang akurat. Oleh sebab itu, serat Aji Pamasa akan dipahami melalui empat konsep hermeneutika Gadamer. Dengan demikian, tujuan penelitian ini untuk memaparkan interpretasi serat Aji Pamasa melalui empat konsep pemahaman hermeneutika Gadamer. Teori yang digunakan adalah teori hermeneutika Gadamer dengan pendekatan penelitian mengggunakan pendekatan dialektika. Model yang digunakan adalah model hermeneutika dan teknik analisis data 26 Desvian Bandarsyah, 2014 Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu dengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian ini berdasar konsep Bildung, pemahaman yang diperoleh tentang serat Aji Pamasa yang merupakan puisi Jawa klasik bermetrum macapat terdiri dari tiga belas pupuh yakni dhandhanggula, sinom, asmarandana, kinanthi, pucung, pangkur, gambuh, durma, megatruh, pangkur, girisa, asmarandana, sinom dengan keseluruhan jumlah bait yakni 689 bait. Serat Aji Pamasa secara tekstual tersebutkan penciptanya adalah Ranggawarsita dengan bukti adanya sandiasma. Serat Aji Pamasa dibuat atas kehendak Mangkunegara IV dan dijadikan sebagai salah satu bahan wayang madya. Berdasarkan konsep sensus communis, pemahaman yang diperoleh yakni pandangan tentang keberadaan serat Aji Pamasa yang diciptakan sebagai bahan wayang madya untuk mengisi kekosongan antara wayang purwa dan wayang gedhog. Hal itu untuk menunjukkan adanya mata rantai bahwa raja-raja di Jawa merupakan keturunan Parikesit. Berdasarkan konsep pertimbangan, pemahaman yang diperoleh yakni cerita wayang madya terintegrasi dari wayang purwa yang penceritaannya terpusat pada cerita para Pandawa dan Kurawa. Berdasarkan konsep taste atau selera, pemahaman yang diperoleh yakni bahwa nama tokoh-tokoh dalam serat Aji Pamasa jika ditafsirkan mewakili sifat dan wujud perilaku dalam cerita serta pesan yang disampaikan pengarang yakni seolah-olah pengarang mencari sosok pemimpin 27 Desvian Bandarsyah, 2014 Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu yang baik dan menganggap Mangkunegara IV sebagai sosok pemimpin yang baik. Rasa yang ingin disugestikan oleh pengarang ialah rasa damai. Berdasar penelitian ini, saran yang bisa diberikan agar serat Aji Pamasa dikaji lebih lanjut menggunakan teori sastra lain, misalnya saja menggunakan teori strukturalisme untuk membedah serat Aji Pamasa dari segi strukturnya. Dengan demikian, dapat menambah wawasan terhadap karya sastra sebagai kebudayaan manusia. 4. Hambali, R. Yuli A., 2005, Pemulihan Peran Subjek dalam Hermeneutika Hans Georg Gadamer, Yogyakarta: UGM. Peryataan Descartes yang menegaskan bahwa rasio adalah satu- satunya tolok ukur bagi lahirnya kebenaran dan pengetahuan ternyata memunculkan sejumlah persoalan serius di sekitar sumber pengetahuan. Sebab, ini mengandaikan filsafat hendak merumuskan suatu fondasi. Dalam perspektif fondasional, diyakini bahwa segala pengetahuan membutuhkan suatu disiplin keras yang dapat mengecek dan mendasari klaim-klaimnya tentang kebenaran. Disiplin ini adalah epistemologi. Suatu ilmu baru memiliki derajat validitas yang terhormat bila penemuan dapat memenuhi pengujian epistemologis. Sisi lain yang muncul dari tradisi epistemologi adalah penafsiran tentang pemahaman pengetahuan. Pengetahuan dilihat sebagai representasi realitas yang betul-betul independen terhadap manusia. 28 Desvian Bandarsyah, 2014 Pengembangan pendekatan hermeneutika model gadamer dalam pembelajaran sejarah studi fenomenologis pada mahasiswa Program studi pendidikan sejarah uhamka dan unj Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Pada titik ini, persoalannya terasa jadi lebih mendasar, karena ini menyangkut soal hakikat dan posisi manusia selaku subjek dalam dunia. Hermeneutika Gadamer memiliki pandangan berbeda tentang ini. Dengan melanjutkan tradisi pemikiran Heidegger, Gadamer memandang hermeneutika sebagai ciri khas keberadaan manusia. Untuk menafsirkan teks bukanlah melulu berkaitan dengan ilmu pengetahuan, tetapi merupakan bagian dari totalitas pengalaman manusia di dalam dunianya being in the world. Berbeda dengan apa yang telah diupayakan oleh Scheilmacher dan Dilthey, Gadamer berupaya menggeser bidang penelitian hermeneutika dari wilayah teori pengetahuan atau epistemologi ke ontologi, yaitu cara manusia memaknai dan melibatkan pengalaman keberadaannya di dunia. Pengalaman manusia saat bersentuhan dengan persoalan-persoalan filosofis, seni estetika, dan sejarah menjadi model-model pengalaman yang selalu melibatkan manusia dimana kebenaran yang dikomunikasikan tidak bisa diverifikasi dengan sarana-sarana metodis ilmu pengetahuan. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan library research dengan menggunakan metode historis, sedangkan tekhnik yang digunakan adalah interpretasi atas sejumlah naskah terutama dari Truth and Method 1975.

H. Paradigma Penelitian