BAB III PRINSIP-PRINSIP PERENCANAAN

(1)

BAB I I I

PRI NSI P- PRI NSI P PERENCANAAN

3.1 PRI NSI P PERENCANAAN

Pada dasarnya didalam perencanaan komponen struktur yang dibebani lentur, aksial atau kombinasi beban lentur dan aksial harus dipenuhi ketentuan yang tertera di dalam SNI 03-2847-2002 pasal 12.3 :

1. Perencanaan penampang yang dibebani lentur atau aksial atau kombinasi beban lentur dan aksial harus didasarkan atas kompatibilitas tegangan dan regangan dengan menggunakan asumsi dalam SNI 03-2847-2002 pasal 12.2 sebagai berikut :

a. Perencanaan kekuatan komponen struktur untuk beban lentur dan aksial didasarkan pada asumsi yang diberikan pada 12.2(2) hingga 12.2(7) SNI 03-2847-2002 dan pada pemenuhan kondisi keseimbangan gaya dan kompabilitas regangan yang berlaku. b. Regangan pada tulangan dan beton harus diasumsikan

berbanding lurus dengan dengan jarak dari sumbu netral, kecuali, untuk komponen struktur lentur tinggi dengan rasio tinggi total terhadap bentang bersih yang lebih besar dari 2/5 untuk bentang menerus dan lebih besar dari 4/5 untuk bentang sederhana, harus digunakan distribusi regangan non linier. Lihat 12.7.

c. Regangan maksimum yang dapat dimanfaatkan pada serat tekan beton terluar harus diambil sama dengan 0,003

d. Tegangan pada tulangan yang nilainya lebih kecil daripada kuat leleh fy harus diambil sebesar Es dikalikan dengan regangan baja. Untuk regangan yang nilainya lebih besar dari regangan


(2)

leleh yang berhubungan dengan fy, tegangan pada tulangan harus diambil sama dengan fy.

e. Dalam perhitungan aksial dan lentur beton bertulang, kuat tarik beton harus diabaikan, kecuali bila ketentuan 20.4 SNI 03-2847-2002 dipenuhi.

f. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan beton boleh diasumsikan berbentuk persegi, trapesium, parabola atau bentuk lainnya yang menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik bila dibandingkan dengan hasil pengujian. g. Ketentuan 12.2.(6) SNI 03-2847-2002 seperti tertuang pada

point f diatas dapat dipenuhi oleh suatu distribusi tegangan beton persegi ekuivalen yang didefinisikan sebagai berikut : 1) Tegangan beton sebesar 0,85 fc’ diasumsikan terdistribusi

secara merata pada daerah tekan ekuivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan suatu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β1.c dari serat dengan

regangan maksimum.

2) Jarak c dari serat dengan regangan maksimum ke sumbu netral harus diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut.

3) Faktor β1 harus diambil sebesar 0,85 untuk beton dengan

nilai kuat tekan fc’ lebih kecil dari pada atau sama dengan 30 Mpa. Untuk beton dengan nilai kuat tekan diatas 30 Mpa, β1 harus direduksi sebesar 0,05 untuk setiap kelebihan

7 MPa diatas 30 MPa, tetapi β1 tidak boleh diambil kurang


(3)

Cc'

T=As.fy As

h d

b

xb

ε

cu=0.003 ab=

β

1.xb

0.85

fc'

ε

s=

ε

y=fy/Es

Gambar 3.1 Diagram tegangan regangan pada kondisi balanced

2. Kondisi regangan seimbang terjadi pada penampang ketika tulangan tarik tepat mencapai regangan yang berhubungan dengan tegangan leleh yang ditentukan fy pada saat yang bersamaan dengan bagian beton yang tertekan mencapai regangan batas asumsi 0,003

3. Untuk komponen struktur lentur, dan untuk komponen struktur yang dibebani kombinasi lentur dan aksial tekan dimana kuat rencana φPn kurang dari nilai yang terkecil anatara 0,10fc’Ag dan φPb, maka rasio tulangan ρ yang ada tidak boleh melampaui 0,75ρb, yang menghasilkan kondisi regangan seimbang untuk penampang yang mengalami lentur tanpa beban aksial. Untuk komponen struktur dengan tulangan tekan, bagian ρb yang disamakan dengan tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75

4. Peningkatan kekuatan komponen struktur lentur boleh dilakukan dengan menambahkan pasangan tulangan tekan dan tulangan tarik secara bersamaan.

5. Kuat tekan rencana φPn dari komponen struktur tekan tidak boleh diambil lebih besar dari ketentuan berikut :

a) Untuk struktur non prategang dengan tulangan spiral yang sesuai dengan 9.10(4) atau komponen struktur komposit yang sesuai dengan 12.16. SNI 03-2847-2002.


(4)

(

)

[

f

c

A

g

A

st

f

y

A

st

]

Pn

=

0

,

85

0

,

85

'

+

.

(max)

φ

φ

b) Untuk komponen struktur non prategang dengan tulangan sengkang pengikat yang sesuai dengan 9.10(5). SNI 03-2847-2002.

(

)

[

f

c

A

g

A

st

f

y

A

st

]

Pn

=

0

,

80

0

,

85

'

+

.

(max)

φ

φ

c) Untuk komponen struktur prategang, kuat tekan rencana φPn tidak boleh diambil lebih besar dari 0,85 (untuk komponen struktur dengan tulangan spiral) atau 0,80 (untuk komponen struktur dengan tulangan sengkat pengikat) dari kuat tekan rencana pada eksentrisitas nol, φPo;

6. Komponen struktur yang dibebani aksial tekan harus direncanakan terhadap momen maksimum yang mungkin menyertai beban aksial tersebut. Beban aksial terfaktor Pu dengan eksentrisitasyang ada, tidak boleh melampaui nilai yang ditentukan dalam 12.3(5). Momen maksimum terfaktor Mu harus diperbesar untuk memperhitungkan pengaruh kelangsingan sesuai dengan 12.10 SNI 03-2847-2002.

3.2 KOMBI NASI PEMBEBANAN

Sebelum dilakukan penulangan terhadap elemen-elemen struktur tentunya harus dilakukan analisa gaya dalam baik gaya momen (M), gaya lintang/geser (D) maupun gaya Torsi (T). Penulangan dilakukan berdasarkan gaya dalam maksimum yang dihasilkan dari analisa gaya dalam. Untuk menghasilkan gaya dalam yang maksimum sesuai yang diinginkan maka perlu dibuat kombinasi pembebanan sesuai dengan fungsi struktur, lokasi dan perilaku beban yang kemungkinan akan terjadi terhadap struktur yang dianalisa. Adapun beberapa kombinasi pembebanan bisa dilihat pada SNI 03-2847-2002 pasal 11.2


(5)

a. U = 1,4D (3-1) b. U = 1,2D + 1,6L+ 0,5(A atau R) (3-2) c. U = 1,2D + 1,0L ± 1,6W +0,5(A atau R) (3-3)

d. U = 0,9D ± 1,6W (3-4)

e. U = 1,2D + 1,0L ± 1,0E (3-5)

f. U = 0,9D ± 1,0E (3-6)

g. U = 1,4(D + F) (3-7)

h. U = 1,2(D + T) + 1,6L + 0,5(A atau R) (3-8)

Perlu dicatat bahwa untuk setiap kombinasi beban D, L, dan W, kuat perlu U tidak boleh kurang dari persamaan (3-2), yaitu :

U = 1,2D + 1,6L + 0,5(A atau R) dimana :

D = beban mati L = beban hidup A = beban atap R = beban hujan W = beban angin E = beban gempa

T = beban kombinasi suhu, rangkak, susut dan perbedaan penurunan

3.3 KONDI SI PERENCANAAN

Kondisi perencanaan sendiri dibagi atas beberapa bagian : a. Kondisi balanced

(εs = εy, As = Asb, ρ = ρb, fs = fy, εcu = 0,003)

Tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan. Pada awal terjadinya keruntujuan, regangan tekan yang diijinkan pada serat tepi yang


(6)

tertekan 0,003, sedangkan regangan baja sama dengan regangan lelehnya yaitu εy = fy/Es.

Apabila akan dilakukan perencaanaan struktur dengan kondisi balanced mempunyai pengertian bahwa tegangan baja yang terjadi sama dengan tegangan lelehnya atau dengan kata lain baja tarik (tulangan tarik) tepat mencapai tegangan leleh. Untuk menjadikan kondisi tersebut maka penulangan terpasang ( ρ pada struktur rencana sedemikian rupa direncanakan sama dengan ρbalanced dengan

xrencana juga sebesar xbalanced. Dengan kata lain juga bisa disampaikan

bahwa struktur yang direncanakan dalam kondisi balanced akan menjadikan lelehnya tulangan tarik bersamaan dengan hancurnya beton.

)

(

600

600

)

(

000

.

200

003

,

0

003

,

0

d

f

d

f

x

y y

b

=

+

+

=

(3-9)

Cc'

T=As.fy As

h d

b

xb

ε

cu=0.003 ab=

β

1.xb

0.85

fc'

ε

s=

ε

y=fy/Es

Gambar 3.2 Diagram tegangan regangan pada kondisi balanced

(

b

)

b

s

x

x

d

003

,

0

=


(7)

(

)

b b s

x

x

d

=

ε

0

,

003

(

)

b b s

x

x

d

f

=

600

(

)

b b y

x

x

d

=

003

,

0

ε

⎟⎟

⎜⎜

=

0

,

003

1

b y

x

d

ε

003

,

0

003

,

0

=

+

y b

x

d

ε

s s y b

E

E

x

d

x

003

,

0

003

,

0

+

=

ε

d

f

x

y b

600

600

+

=

b b

x

a

=

β

1

.

⎪⎭

⎪⎩

+

=

d

f

a

y b

600

600

.

1

β

y b

c

b

a

b

d

f

f

'.

.

.

.

.

.

85

,

0

=

ρ

+

=

y y 1 c b

f

600

600

f

'.

β

0,85.f

ρ

(3-10)

dengan ketentuan :

β1 = 0,85 fc’

30Mpa (3-11)

β1 = 0,85 – 0,05((fc’+7) – 30) fc’ > 30 Mpa (3-12)


(8)

b. Kondisi Under Reinforced

(εs > εy, As < Asb, ρ < ρb, fs = fy, εcu = 0,003)

Keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh pada tulangan tarik. Tulangan ini terus bertambah panjang dengan bertambahnya regangan (εs) diatas regangan leleh (εy)

Untuk perencanaan pada kondisi undereinforced sedemikian rupa dibuat xrencana lebih kecil dari xbalanced, dengan ρpasang lebih kecil dari

ρbalanced sehingga jumlah tulangan relatif sedikit sehingga tulangan

akan meleleh sebelum beton hancur, yang menghasilkan suatu ragam keruntuhan daktail (ductile) dengan deformasi besar.

c. Kondisi Over Reinforced

(εs < εy, As > Asb, ρ >ρb, fs = fy, εcu = 0,003)

Kehancuran ditandai dengan hancurnya beton yang tertekan. Pada awal keruntuhan, regangan baja (εs) yang terjadi masih lebih kecil

dari pada regangan lelehnya (εy)

Pada kondisi ini tulangan terpasang relatif banyak yang akan menyebabkan tulangan untuk tetap berada pada kondisi elastis pada saat terjadinya kehancuran beton, yang menghasilkan ragam keruntuhan getas (brittle)


(9)

Cc'

T=As.fy

εs=εy=fy/Es As

εs>εy

εs<εy

h d

b

ε

cu=0.003 ab=

β

1.xb

0.85

fc' xb


(1)

(

)

[

f

c

A

g

A

st

f

y

A

st

]

Pn

=

0

,

85

0

,

85

'

+

.

(max)

φ

φ

b) Untuk komponen struktur non prategang dengan tulangan sengkang pengikat yang sesuai dengan 9.10(5). SNI 03-2847-2002.

(

)

[

f

c

A

g

A

st

f

y

A

st

]

Pn

=

0

,

80

0

,

85

'

+

.

(max)

φ

φ

c) Untuk komponen struktur prategang, kuat tekan rencana φPn tidak boleh diambil lebih besar dari 0,85 (untuk komponen struktur dengan tulangan spiral) atau 0,80 (untuk komponen struktur dengan tulangan sengkat pengikat) dari kuat tekan rencana pada eksentrisitas nol, φPo;

6. Komponen struktur yang dibebani aksial tekan harus direncanakan terhadap momen maksimum yang mungkin menyertai beban aksial tersebut. Beban aksial terfaktor Pu dengan eksentrisitasyang ada, tidak boleh melampaui nilai yang ditentukan dalam 12.3(5). Momen maksimum terfaktor Mu harus diperbesar untuk memperhitungkan pengaruh kelangsingan sesuai dengan 12.10 SNI 03-2847-2002.

3.2 KOMBI NASI PEMBEBANAN

Sebelum dilakukan penulangan terhadap elemen-elemen struktur tentunya harus dilakukan analisa gaya dalam baik gaya momen (M), gaya lintang/geser (D) maupun gaya Torsi (T). Penulangan dilakukan berdasarkan gaya dalam maksimum yang dihasilkan dari analisa gaya dalam. Untuk menghasilkan gaya dalam yang maksimum sesuai yang diinginkan maka perlu dibuat kombinasi pembebanan sesuai dengan fungsi struktur, lokasi dan perilaku beban yang kemungkinan akan terjadi terhadap struktur yang dianalisa. Adapun beberapa kombinasi pembebanan bisa dilihat pada SNI 03-2847-2002 pasal 11.2


(2)

a. U = 1,4D (3-1)

b. U = 1,2D + 1,6L+ 0,5(A atau R) (3-2)

c. U = 1,2D + 1,0L ± 1,6W +0,5(A atau R) (3-3)

d. U = 0,9D ± 1,6W (3-4)

e. U = 1,2D + 1,0L ± 1,0E (3-5)

f. U = 0,9D ± 1,0E (3-6)

g. U = 1,4(D + F) (3-7)

h. U = 1,2(D + T) + 1,6L + 0,5(A atau R) (3-8)

Perlu dicatat bahwa untuk setiap kombinasi beban D, L, dan W, kuat perlu U tidak boleh kurang dari persamaan (3-2), yaitu :

U = 1,2D + 1,6L + 0,5(A atau R) dimana :

D = beban mati L = beban hidup A = beban atap R = beban hujan W = beban angin E = beban gempa

T = beban kombinasi suhu, rangkak, susut dan perbedaan penurunan

3.3 KONDI SI PERENCANAAN

Kondisi perencanaan sendiri dibagi atas beberapa bagian : a. Kondisi balanced

(εs = εy, As = Asb, ρ = ρb, fs = fy, εcu = 0,003)

Tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan. Pada awal terjadinya


(3)

tertekan 0,003, sedangkan regangan baja sama dengan regangan lelehnya yaitu εy = fy/Es.

Apabila akan dilakukan perencaanaan struktur dengan kondisi balanced mempunyai pengertian bahwa tegangan baja yang terjadi sama dengan tegangan lelehnya atau dengan kata lain baja tarik (tulangan tarik) tepat mencapai tegangan leleh. Untuk menjadikan kondisi tersebut maka penulangan terpasang ( ρ pada struktur rencana sedemikian rupa direncanakan sama dengan ρbalanced dengan

xrencana juga sebesar xbalanced. Dengan kata lain juga bisa disampaikan

bahwa struktur yang direncanakan dalam kondisi balanced akan menjadikan lelehnya tulangan tarik bersamaan dengan hancurnya beton.

)

(

600

600

)

(

000

.

200

003

,

0

003

,

0

d

f

d

f

x

y y

b

=

+

+

=

(3-9)

Cc'

T=As.fy As

h d

b

xb

ε

cu=0.003

ab=

β

1.xb

0.85

fc'

ε

s=

ε

y=fy/Es

Gambar 3.2 Diagram tegangan regangan pada kondisi balanced

(

b

)

b

s

x

x

d

003

,

0

=


(4)

(

)

b b s

x

x

d

=

ε

0

,

003

(

)

b b s

x

x

d

f

=

600

(

)

b b y

x

x

d

=

003

,

0

ε

⎟⎟

⎜⎜

=

0

,

003

1

b y

x

d

ε

003

,

0

003

,

0

=

+

y b

x

d

ε

s s y b

E

E

x

d

x

003

,

0

003

,

0

+

=

ε

d

f

x

y b

600

600

+

=

b b

x

a

=

β

1

.

⎪⎭

⎪⎩

+

=

d

f

a

y b

600

600

.

1

β

y b

c

b

a

b

d

f

f

'.

.

.

.

.

.

85

,

0

=

ρ

+

=

y y 1 c b

f

600

600

f

'.

β

0,85.f

ρ

(3-10)

dengan ketentuan :

β1 = 0,85 fc’

30Mpa (3-11)

β1 = 0,85 – 0,05((fc’+7) – 30) fc’ > 30 Mpa (3-12)


(5)

b. Kondisi Under Reinforced

(εs > εy, As < Asb, ρ < ρb, fs = fy, εcu = 0,003)

Keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh pada tulangan tarik. Tulangan ini terus bertambah panjang dengan bertambahnya regangan (εs) diatas regangan leleh (εy)

Untuk perencanaan pada kondisi undereinforced sedemikian rupa dibuat xrencana lebih kecil dari xbalanced, dengan ρpasang lebih kecil dari

ρbalanced sehingga jumlah tulangan relatif sedikit sehingga tulangan

akan meleleh sebelum beton hancur, yang menghasilkan suatu ragam keruntuhan daktail (ductile) dengan deformasi besar.

c. Kondisi Over Reinforced

(εs < εy, As > Asb, ρ >ρb, fs = fy, εcu = 0,003)

Kehancuran ditandai dengan hancurnya beton yang tertekan. Pada awal keruntuhan, regangan baja (εs) yang terjadi masih lebih kecil

dari pada regangan lelehnya (εy)

Pada kondisi ini tulangan terpasang relatif banyak yang akan menyebabkan tulangan untuk tetap berada pada kondisi elastis pada saat terjadinya kehancuran beton, yang menghasilkan ragam keruntuhan getas (brittle)


(6)

Cc'

T=As.fy εs=εy=fy/Es

As

εs>εy εs<εy

h d

b

ε

cu=0.003

ab=

β

1.xb

0.85

fc'

xb