Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Proporsi Bagi Hasil Nelayan Toke – Nelayan Abk (Studi Kasus: Masyarakat Nelayan Kota Sibolga)

(1)

BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG

MEMPENGARUHI PROPORSI BAGI HASIL

NELAYAN TOKE – NELAYAN ABK

(Studi Kasus: Masyarakat Nelayan Kota Sibolga)

SKRIPSI

Oleh:

HERLINA TAMBUNAN

030304048

SEP/ AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

BEBERAPA FAKTOR SOSIAL EKONOMI YANG

MEMPENGARUHI PROPORSI BAGI HASIL

NELAYAN TOKE – NELAYAN ABK

(Studi kasus : Masyarakat Nelayan Kota Sibolga)

SKRIPSI

Oleh :

HERLINA TAMBUNAN

030304048

SEP/ AGRIBISNIS

Usulan Penelitian Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Menyusun Skripsi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Medan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Yusak Maryunianta, M.Si) (Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.S.)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN


(3)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ………. iii

DAFTAR GAMBAR …………... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ………... 1

Identifikasi Masalah ... 7

Tujuan Penelitian ... 8

Kegunaan Penelitian ... . 8

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka ... 9

Landasan Teori ... 13

Kerangka Pemikiran ... 17

Hipotesis Penelitian ... 20

METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 21

Metode Penentuan Sampel ... 21

Metode Pengumpulan Data ... 22

Metode Analisis Data ... 23

Defenisi dan Batasan Operasional ... 25

Defenisi ... 25

Batasan Operasional ... 27

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Keadaan Fisik dan Geografi ... 29

Keadaan Penduduk ... 29

Tata Guna Lahan ... 31

Karakteristik Sampel ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Faktor- Faktor Sosial Ekonomi Yang Berpengaruh Terhadap Proporsi Bagi Hasil Nelayan Toke – Nelayan ABK ... 37

Proporsi Bagi Hasil Rata- Rata Nelayan Toke – Nelayan ABK Pada Tiap Jenis Kapal ... ... 43


(4)

Masalah – Masalah yang Dihadapi Nelayan dalam Proporsi

Bagi Hasil dalam Usaha Penangkapan Ikan ... 45 Upaya- Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi

Masalah– Masalah Yang Dihadapi Nelayan dalam Proporsi

Bagi Hasil dalam Usaha Pengangkapan Ikan ... 46

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 48 Saran ... 49


(5)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Produksi Ikan di Kota Sibolga ... 4

2. Jumlah Nelayan Berdasarkan Klasifikasi Nelayan di Kota Sibolga Tahun 2006 ... 5

3. Perkembangan Jenis, Jumlah Alat Tangkap, Jumlah Nelayan ABK dan Jumlah Tenaga Kerja/Unit Kapal Tangkap di Kota Sibolga Tahun 2006 ... 6

4. Distribusi Nelayan Sampel Menurut Ukuran Kapal ... 22

5. Spesifikasi Pengumpulan Data ... 23

6. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kota Sibolga Tahun 2006 ... 33

7. Distribusi Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Sibolgha Tahun 2006 ... 33

8. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Sibolga Tahun 2006 ... 34

9. Tata Guna Lahan di Kota Sibolga Tahun 2006 ... 35

10. Sarana dan Prasarana Sosial di Kota Sibolga Tahun 2006 ... 37

11. Sarana dan Prasarana Pendukung Sektor Kelautan dan Perikanan di Kota Sibolga Tahun 2006 ... 38

12. Distribusi Nelayan Sampel Berdasarkan Ukuran Kapal ... 39

13. Distribusi Nelayan Sampel Berdasarkan Kelompok Umur ... 39

14. Distribusi Nelayan Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 40

15. Distribusi Nelayan Sampel Berdasarkan Pengalaman Melaut ... 41


(6)

17. Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Yang Berpengaruh

Terhadap Proporsi Bagi Hasil Nelayan ABK (Anak Buah Kapal) ... 44 18. Rata-Rata Proporsi Bagi Hasil Nelayan Toke-Nelayan ABK

Pada Tiap Jenis Kapal ... 47 19. Pendapatan Bersih Rata-Rata per trip Nelayan Sampel ... 48


(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 1. Skema Kerangka Pemikiran ... 19


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Karakteristik Nelayan Sampel ... 54

2. Ukuran Kapal, Lama Melaut, dan Frekuensi Melaut ... 55

3. Jenis dan Jumlah Hasil Tangkapan ... 56

4. Harga Jual Hasil Tangkapan ... 58

5. Penerimaan ... 59

6. Biaya Perizinan ... 62

7. Biaya Penyusutan ... 64

8. Biaya Pemeliharaan ... 67

9. Biaya tetap ... 68

10. Biaya Variabel ... 70

11. Proporsi Bagi Hasil dan Pendapatan Bersih per Trip ... 72

12. Proporsi Bagi Hasil dan Pendapatan Bersih per Bulan ... 74

13. Input Analisis Data Regeresi Linier Berganda ... 76

14. Analisis Regeresi Linier Berganda Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Nelayan Sampel ... 77


(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan panjang pantai 81.000 km dan memiliki 17.508 pulau serta dua pertiga dari luar wilayahnya berupa laut, Indonesia memiliki potensi perikanan yang besar. Potensi ikan lestarinya paling tidak ada sekitar 6,17 juta ton per tahun, terdiri atas 4,07 juta ton perairan nusantara yang hanya 38 persennya dimanfaatkan dan 2,1 juta ton per tahun berada di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) (Mulyadi, 2005).

Perikanan sebagaimana dijelaskan dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang perikanan adalah semua kegiatan yang berkaitan erat dengan pengelolaan maupun pemanfaatan sumber daya ikan. Sumber daya ikan itu sendiri meliputi berbagai jenis ikan termasuk biota perikanan yang lain yaitu (Tribawono, 2002) :

1. Pisces (ikan bersirip)

2. Crustacea (udang, rajungan, kepiting dan sebangsanya)

3. Mollusca (kerang, tiram, cumi- cumi, gurita, siput dan sebangsanya) 4. Coelenterata (ubur- ubur dan sebangsanya)

5. Echinodermata (tripang, bulu babi dan sebangsanya) 6. Amphibia ( kodok dan sebangsanya)

7. Reptilia (buaya, penyu, kura- kura, biawak, ular air, dan sebangsanya) 8. Mammalia (paus, lumba- lumba, pesut, duyung dan sebangsanya) 9. Algae (rumput laut dan sebangsanya) ;dan


(10)

10.Biota perairan lannya yang ada kaitannya dengan kesembilan jenis biota tersebut

Usaha penangkapan ikan juga sudah cukup lama dimulai manusia, sejak dikembangkannya perahu dan alat- alat penangkap ikan seperti jala, pancing dan alat- alat lain. Manusia yang hidup di pantai laut atau danau melihat bahwa sumber ikan adalah melimpah di laut dan danau. Untuk itu dikembangkanlah perahu dan alat- alat tangkap ikan. Pengetahuan yang mendukung nenek moyang pada zaman dahulu dalam hal ini yaitu (Simanjuntak, 2004) :

i. Pengetahuan astronomi (perbintangan), sehingga mereka dapat mengarungi lautan dan kembali ke tempat.

ii. Pengetahuan iklim sehingga merteka dapat mengetahui waktu- waktu yang tepat menangkap ikan.

iii. Ilmu teknik pembuatan perahu dan kapal, antara lain penggunaan tenaga angin dengan memakai layar untuk menggerakkan perahu.

iv. Pengetahuan teknik pembuatan alat tangkap, seperti jala, pancing, jermal, bubu, dan lain-lain.

v. Pengetahuan pengelolaan ikan, seperti penggaraman, pengeringan, dan pengasapan.

Memajukan usaha perikanan kita, bukan saja akan menambah makanan yang diperlukan oleh tubuh kita, melainkan juga dapat memperluas lapangan pekerjaan, memanfaatkan sumber kekayaan alam yang tersedia, dan dapat menunjang pendapatan bagi penduduk (Evy, dkk, 2001).


(11)

daratan sekitar 1.077 Ha yang terdiri dari dari daratan Sumatera 889,16 Ha. Berdasarkan keadaan dan letak geografisnya, posisi kota Sibolga memiliki nilai strategis sebagai salah satu akses utama dalam pemanfaatan potensi sumber daya perairan Pantai Barat Sumatera. Memiliki 4 kecamatan dengan jumlah seluruh rumah tangga sebanyak 18.252 keluarga dan sekitar 10,17 % (8.875 jiwa) dari jumlah penduduk tersebut bekerja dan menggantungkan hidupnya dari sektor perikanan.

Produksi ikan di Kota Sibolga merupakan salah satu potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang dimilikinya. Berbicara tentang potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Kota Sibolga tidak dapat lepas dari membicarakan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Perairan Pantai Barat Sumatera. Secara umum potensi utama sumberdaya kelautan dan perikanan yang terdapat di Perairan Pantai Barat Sumatera terdiri dari sumberdaya hayati ikan, sumberdaya hayati non-ikan, terumbu karang dan wisata bahari.

Sumberdaya perikanan Perairan Pantai Barat Sumatera yang potensial terdiri dari ikan-ikan pelagis kecil, ikan-ikan pelagis besar, ikan-ikan demersal, ikan-ikan karang konsumsi, dan udang. Berdasarkan hasil peneliatian Puslitbangkan Direktorat Jenderal Perikanan, dan Puslitbang Oseanologi LIPI, pot ensi lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY) sumberdaya perikanan Perairan Pantai Barat Sumatera adalah 317.456 ton/ tahun. Data tersebut menunjukkan potensi perikanan tangkap di periran Pantai Barat Sumatera cukup besar dan menjanjikan untuk dikelola dan dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat (Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga, 2007).


(12)

Tabel 1. Produksi Ikan di Kota Sibolga Tahun 2002 - 2006

Triwulan Produksi (ton)

2002 2003 2004 2005 2006

Triwulan I 9.239,84 7.278,75 7.450,38 7.166,25 7.358,0 Triwulan II 10.499,82 7.852,50 8.074,08 7.740,00 7.840,9 Triwulan III 10.919,81 7.987,50 7.767,90 7.965,00 7.706,3 Triwulan IV 11.365,78 7.841,25 7.915,32 6.336,25 6.986,2

Total 42.625,25 30.960,00 31.207,68 29.207,00 29.891,4

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga, 2007

Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dilihat data hasil produksi perikanan tangkap yang didaratkan di Kota Sibolga Tahun 2006 menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan potensi lestari perairan Pantai barat Sumatera oleh nelayan Kota Sibolga baru mencapai 9,42 % yaitu sekitar 29.891,4 ton. Suatu jumlah yang masih sangat kecil dibandingkan potensi yang ada. Karena itu, peluang pengembangan perikanan tangkap di wilayah Pantai Barat Sumatera, khususnya di Kota Sibolga, masih sangat besar.


(13)

Tabel 2. Jumlah Nelayan Berdasarkan Klasifikasi Nelayan di Kota Sibolga Tahun 2006

No Kecamatan Kelurahan Nelayan

Utama

Nelayan Sambilan

1. Sibolga Kota Kota Beringin 40 -

Pasar Baru - -

Pasar Belakang 100 -

Pancuran Gerobak 21 -

Total 161 -

2. Sibolga Utara Sibolga Ilir 471 -

Angin Nauli 12 12

Huta Tonga- Tonga 9 -

Huta Barangan 7 -

Total 499 12

3. Sibolga Selatan Aek Habil 1.515 -

Aek Manis 659 1.318

Parombunan 110 -

Aek Muara Pinang 328 -

Total 2.612 1.318

4. Sibolga Sambas Pancuran Pinang 95 -

Pancuran Kerambil 47 -

Pancuran Dewa 315 -

Pancuran Bambu 1.985 30

Total 2.442 30

Jumlah Total 5.714 1.360

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikan Kota Sibolga, 2007

Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dilihat jumlah tenaga kerja nelayan di Kota Sibolga tahun 2006 berjumlah total 7.074 jiwa, yang terdiri dari nelayan tetap berjumlah 5.714 jiwa dan nelayan sambilan berjumlah 1.360 jiwa.

Perkembangan jenis, jumlah alat tangkap dan jumlah nelayan ABK (Anak Buah Kapal) serta jumlah tenaga kerja/ unit kapal tangkap dalam sektor perikanan tangkap di Kota Sibolga dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini :


(14)

Tabel 3. Perkembangan Jenis, Jumlah Alat Tangkap, Jumlah Nelayan ABK dan Jumlah Tenaga Kerja/ Unit Kapal Tangkap di Kota Sibolga Tahun 2006

No. Jenis Alat Tangkap Jumlah (Unit)

Jumlah ABK/ Unit Kapal

(orang)

Jumlah Tenaga Kerja/

Unit (orang)

1. Pukat Cincin 164 35 5.740

2. Pukat Ikan 38 30 1.140

3. Bagan Terapung 96 25 2.400

4. Bagan Tancap 25 1 25

5. Rawai Tetap 39 5 195

6. Gill Net 125 5 1.030

7. Pancing Ulur 80 5 625

8. Bubu 206 4 320

9. Trammel Net 21 6 126

Total 794 116 11.601

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga, 2007

Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa dalam usaha penangkapan ikan di kota Sibolga, digunakan berbagai jenis alat tangkap yang jumlah keseluruhannya pada tahun 2006 sebanyak 794 unit dengan alat tangkap yang paling banyak menyerap tenaga kerja nelayan ABK adalah pukat cincin, bagan apung dan pukat ikan.

Dari uraian- uraian di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa yang melatarbelakangi penelitian ini adalah kota Sibolga sebagai salah satu kota perikanan di Sumatera Utara, telah menyerap tenaga kerja di bidang perikanannya dan sekaligus menunjang pendapatan bagi penduduk yang bekerja di sektor tersebut, khususnya para nelayan. Pendapatan yang diterima oleh nelayan yang bekerja di sektor usaha perikanan tangkap di kota Sibolga, adalah diperoleh dari proporsi bagi hasil tangkapan ikan. Di kota Sibolga, proporsi bagi hasil yang diterima oleh nelayan ABK (Anak Buah Kapal) dan nelayan Toke ini,


(15)

melaut, yaitu yang dalam penelitian ini yang diteliti adalah kapal pukat cincin (purse seine), pukat ikan (fish net) dan bagan apung/ bagan perahu. Untuk itu ingin diketahui bagaimana pengaruh dari faktor- faktor sosial ekonomi terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK – nelayan Toke tersebut.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut :

1. Faktor- faktor sosial ekonomi apa saja yang berpengaruh terhadap proporsi bagi hasil antara nelayan ABK- nelayan Toke?

2. Berapa rata- rata proporsi bagi hasil nelayan Toke – nelayan ABK per trip pada tiap jenis kapal tangkap yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan di daerah penelitian?

3. Berapa rata- rata pendapatan bersih nelayan Toke per trip yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan di daerah penelitian?

4. Masalah- masalah apa saja yang dihadapi dalam proporsi bagi hasil pada usaha penangkapan ikan di daerah penelitian?

5. Upaya- upaya apa saja yang perlu dilakukan dalam mengatasi masalah proporsi bagi hasil pada usaha penangkapan ikan di daerah penelitian?


(16)

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakannya penenelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui faktor- faktor sosial ekonomi apa saja yang

berpengaruh terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK – nelayan Toke dalam usaha penangkapan ikan di daerah penelitian

2. Untuk mengetahui rata- rata proporsi bagi hasil nelayan Toke – nelayan ABK per trip pada tiap jenis kapal tangkap yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui rata- rata pendapatan bersih nelayan Toke per trip yang diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan di daerah penelitian. 4. Untuk mengetahui masalah- masalah yang dihadapi dalam proporsi bagi

hasil dalam usaha penangkapan ikan di daerah penelitian.

5. Untuk mengetahui upaya- upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah dalam proporsi bagi hasil pada usaha penangkapan ikan di daerah penelitian.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan informasi bagi para nelayan dalam usaha penangkapan

ikan.

2. Sebagai bahan informasi dan kajian bagi pihak yang berminat dalam usaha penangkapan ikan, baik untuk kepentingan komersil maupun akademis..


(17)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Perikanan tangkapan umumnya terdiri atas dua macam berdasarkan skala usaha yaitu perikanan skala besar dan perikanan skala kecil.

a. Usaha perikanan skala besar diorganisasikan dengan cara yang serupa dengan perusahaan agroindusitri yang secara relatif lebih padat modal, dan memberikan pendapatan yang tinggi daripada perikanan sederhana, baik untuk pemilik perahu maupun awak perahu, dan kebanyakan menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku untuk memasuki pasaran ekspor.

b. Usaha perikanan skala kecil umumnya terletak di daerah pedesaan dan pesisir, dekat danau, di pinggir laut dan muara, tampak khas karena bertumpang tindih dengan kegiatan lain seperti pertanian, peternakan dan budidaya ikan, biasanya sangat padat karya dan sedikit mungkin menggunakan tenaga mesin, mereka tetap menggunakan teknologi primitif untuk penanganan dan pengolahan (beberapa diantaranya menggunakan es atau fasilitas kamar pendingin) dan akibat bahwa kerugian panenen sunngguh berarti, mereka menghasilkan ikan yang dapat diawetkan dan ikan untuk konsumsi langsung manusia

(Mulyadi, 2005).

Ikan merupakan salah satu sumber zat gizi penting bagi proses kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan pangan sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai bahan pangan ikan mengandung


(18)

zat gizi utama berupa protein, lemak, vitamin dan mineral. Protein ikan menyediakan lebih kurang 2/3 dari kebutuhan protein hewani yang diperlukan oleh manusia. Kandungan protein ikan relatif besar, yaitu antara 15 – 25 % / 100 gram daging ikan. Selain itu protein ikan terdiri dari asam- asam amino yang hampir semuanya diperlukan oleh tubuh manusia. Lemak pada daging ikan terdiri dari 95 % trigliserida dan asam- asam lemak penyusunannya berantai lurus. Kandungan lemak daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan daging putih ikan. Vitamin yang terdapat pada daging ikan ini terutama adalah garam- garam fosfat yang merupakan komponen- komponen yang terikat dengan adenosin trifosfat (ATP) atau merupakan senyawa – senyawa yang berperan dalam proses glikolosis. Selain itu, ikan juga dipandang sebagai sumber kalsium, besi, tembaga dan yodium. Vitamin yang terdapat pada daging ikan terbagi menjadi dua golongan yaitu vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D dan E. Vitamin A dan D banyak ditemukan pada spesies- spesies ikan berlemak, terutama dalam hati seperti ikan cod (Junianto, 2003).

Keberhasilan pembangunan dan pengembangan sektor kelautan dan perikanan tidak bisa terlepas dari keberadaan prasarana pendukungnya. Prasarana pendukung utama kelautan dan perikanan antara lain adalah

(Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga, 2006) : 1. Pelabuhan Perikanan

a. Pelabuhan Perikanan Samudra

Merupakan pelabuhan perikanan berskala besar dan biasanya untuk kegiatan ekspor dan pelabuhan perikanan untuk kapal-


(19)

kapal asing. Pelabuhan perikanan ini memiliki fasilitas berupa Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

b. Pelabuhan Perikanan Nusantara

Merupakan pelabuhan perikanan untuk skala lebih kecil dari Pelabuhan Perikanan Samudra dan kegiatan pelabuhan untuk kapal dalam negeri. Pelabuhan perikanan ini juga menyediakan fasilitas berupa Tempat Pelelangan Ikan (TPI). c. Pangkalan Pendaratan Ikan/ Tempat Pendaratan Ikan (PPI/

TPI) d. Tangkahan

Merupakan tempat / pangkalan pendaratan ikan/ tempat bongkar ikan yang bersifat swasta (bukan milik pemerintah melainkan milik individu) dan skla bongkar hasil tangkapan paling kecil dibandingkan pelabuhan perikanan yang lain. 2. Galangan Kapal/ Tempat pembuatan atau pun perbaikan kapal 3. Pabrik Es/ Pembuatan es balok atau es batu

4. Cold Storage

Merupakan tempat penyimpanan ikan sementara berupa kulkas besar yang menghindari penjualan ikan sekaligus yang dapat mengakibatkan harga ikan menjadi murah

5. Pasar Ikan

Merupakan pasar tempat penjualan ikan secara khusus. 6. Toko Penyedia Alat- Alat Perikanan


(20)

8. Pangkalan BBM untuk nelayan

9. Kapal Patroli Pengawasan dan Penertiban di Laut

Jenis alat tangkap yang akan diteliti di daerah penelitian (Kota Sibolga) adalah jenis alat tangkap yang umumnya memakai sistem bagi hasil untuk hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan dari kegiatan melaut. Dimana alat tangkap yang umumnya digunakan adalah pukat ikan (fish net), pukat cincin (purse seine), dan bagan apung/ bagan perahu

(Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga, 2006).

Penggunaan wilayah pesisir untuk pendaratan perahu nelayan atau tempat pelelangan ikan dan prasarananya merupakan salah satu bentuk pemanfaatan kawasan startegis, karena kawasan tersebut termasuk kawasan budidaya. Sejalan dengan perkembangan penduduk dan pembangunan, kawasan tersebut dapat berkembang menjadi pusat- pusat kegiatan perekonomian daerah setempat serta kegiatan pariwisata (Saptarini dkk, 1996).

Nelayan pemilik adalah orang- orang atau badan hukum yang dengan hak apapun berkuasa atas kapal, perahu, yang digunkan dalam usaha penangkapan ikan dan alat- alat penangkapan ikan. Sedangkan nelayan penggarap ialah semua orang yang sebagai satu kesatuan dengan menyediakan tenaganya dan turut serta dalam usaha dan kegiatan penangkapan ikan di perairan laut (Mulyadi, 2005).

Bidang perikanan membutuhkan investasi cukup besar dan cenderung mengandung resiko besar dibandingkan sektor usaha lainnya. Oleh karena itu, nelayan cenderung menggunakan armada dan peralatan tangkap yang sederhana,


(21)

atau pun hanya menjadi anak buah kapal (ABK). Dalam hubungannya dengan pemilik kapal, nelayan terlibat dalam suatu pembagian hasil (Kusnadi, 2004).

Landasan Teori

Bagi usaha perikanan komersial, keuntungan (profit) merupakan sasaran yang hendak dicapai nelayan. Karenanya tugas utama nelayan adalah menghasilkan ikan bermutu tinggi dipasarkan. Untuk itu nelayan harus memperhitungkan permintaan pasar (market demand) secara lebih cermat. Nelayan perlu mempelajari informasi pasar antara lain mencakup tipe pasar dari bermacam- macam produk yang dihasilkan, variasi harga musiman dan trend harga dari hasil usaha perikanan. Di samping itu nelayan harus bisa merencanakan penjualan yang efektif dan bisa menyesuaikan rencana produksi (usaha) dengan arah perubahan (trend) harga (Hanafiah dan Saefudin, 1996).

Perjanjian bagi hasil ialah perjanjian yang diadakan dalam usaha penangkapan atau pemeliharaan ikan antara nelayan pemilik dan nelayan penggarap menurut perjanjian mana mereka masing- masing menerima bagian dari hasil tersebut menurut imbangan yang selalu disetujui sebelumnya.

Ongkos produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori yaitu ongkos berupa pengeluaran nyata (actuil cost) dan ongkos yang tidak merupakan pengeluaran nyata (inputed cost). Dalam hal ini, pengeluaran- pengeluaran nyata ada yang kontan ada yang tidak kontan. Pengeluaran- pengeluaran kontan adalah (1)bahan bakar dan oli; (2)bahan pengawet (es dan garam); (3)pengeluaran untuk makanan/ konsumsi awak; (4)pengeluaran untuk reparasi; (5)pengeluaran untuk retribusi dan pajak. Pengeluaran yang tidak kontan adalah upah/ gaji awak


(22)

nelayan pekerja yang umumnya bersifat bagi hasil dan dibayar sesudah hasil dijual. Pengeluaran- pengeluaran yang tidak nyata ialah penyusutan dari boat/kapal, mesin-mesin dan alat-alat penangkap (Mulyadi, 2005).

Dalam rangka kegiatan produksi, perusahaan melaukan modal investasi dari modal kerja meliputi antara lain (Rony, 1990) :

1. Sarana produksi seperti tanah untuk bangunan, gudang penyimpanan bahan baku dan produk akhir, pabrik, mesin-mesin serta peralatannya, penerangan listrik, alat transportasi, air dan lainnya yang berkaitan dengan berbagai sarana penunjang untuk kelancaran aktivitas produksi. 2. Tenaga kerja yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung

dengan kegiatan produksi seperti buruh, mandor, tenaga operator/teknisi, tenaga pembersih gudang, dan peralatan pabrik lainnya.

3. Bahan-bahan meliputi bahan baku utama, bahan pembantu dan penunjang lainnya seperti oli, solar, bensin, minyak, pelumas dan lain- lainnya.

Pada umumnya, pendapatan para nelayan penggarap ditentukan secara bagi hasil dan jarang diterima sistem upah/gaji tetap yang diterima oleh nelayan. Sistem upah/gaji bulanan ternyata diperoleh pada alat penangkapan dengan jermal dan bagan (jenis alat tangkap yang tidak bergerak), hal mana mungkin disebabkan karena alat adalah bersifat pasif (Mulyadi, 2005).

Secara sederhana biaya produksi dapat dicerminkan oleh sejumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapatkan sejumlah input, yaitu sama dengan jumlah uang yang keluar yang tercatat. Biaya dalam ekonomi, biaya produksi


(23)

jasa dari input tersebut pada pemakaian terbaiknya. Biaya ini tercermin dari biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang dikeluarkan dari kas perusahaan- biasanya dicatat secara akuntansi- untuk membeli input dari pemasok untuk membayar listrik, membayar bunga, membayar asuransi, dan lain- lain. Biaya implisit lebih sulit mengukurnya yang merupakan refleksi dari kenyataan bahwa suatu input dapat digunakan di tempat lain atau memproduksi output yang lain (Soegiarto dkk., 2000).

Frekuensi melaut pada kegiatan penangkapan ikan berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama melaut maka jumlah hasil tangkapan melaut yang diperoleh juga lebih besar dan hal ini akan mempengaruhi penerimaan per kapal yang selanjutnya akan berpengaruh pada pendapatan nelayan.

Pengalaman nelayan berpengaruh nyata terhadap total pendapatan nelayan Toke. Yang menunjukkan bahwa semakin lama pengalaman nelayan Toke maka semakin besar pula pendapatan yang diterima. Dengan bekal pengalaman yang cukup maka mereka lebih tahu menentukan di daerah mana operasi penangkapan ikan yang tepat sehingga produksi lebih tinggi, kapan saat melaut yang tepat, bagaimana penggunaan alat tangkap yang tepat, kondisi musim, semua ini tentu berpengaruh terhadap pendapatan mereka.

Biaya produksi yang dikeluarkan oleh nelayan toke untuk operasi penangkapan ikan juga berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima nelayan toke, karena ini berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan operasi pengangkapan ikan. Apabila kapal dan mesin rusak maka nelayan buruh tidak bisa menangkap ikan, dengan demikian nelayan Toke tidak akan memperoleh


(24)

hasil apa- apa. Biaya produksi ini meliputi biaya pemeliharaan kapal, mesin dan alat tangkap ( Sari, 2005 ).

Tingkat pendidikan formal yang dimiliki nelayan buruh dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan, wawasan dan pola pikir dalam mengambil keputusan. Pendidikan juga dapat memberi dorongan mental serta merubah sikap dan cara berpikir nelayan buruh untuk lebih maju sehingga akan mempengaruhi dalam teknis operasi penangkapan ikan seperti penguasaan alat tangkap untuk memperoleh tangkapan yang lebih banyak ( Ikhsan, 2005).

Harga suatu komoditi yang diperjualbelikan ditentukan oleh permintaan dan penawaran dari komoditi tersebut. Dengan harga komoditi yang dimaksudkan harga yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Penentuan harga komoditi tergantung dari penawaran, permintaan dan bentuk pasar dimana penawaran dan permintaan itu terjadi. Oleh karena itu, perlu secara serentak dilakukan analisis terhadap permintaan dan penawaran akan suatu komoditi untuk menentukan harga dan jumlah yang diperjualbelikan akan suatu komoditi untuk menentukan harga dan jumlah yang diperjualbelikan dari suatu komoditi tertentu (Soegiarto, dkk, 2000).

Beban-beban yang menjadi tanggungan nelayan pemilik yaitu ongkos- ongkos pemeliharaan dan perbaikan perahu/kapal serta alat- alat lain yang dipergunakan, penyusutan dan biaya eksploitasi usaha penangkapan seperti untuk pembelian solar, minyak es dan lain sebagainya. Sedangkan beban-beban yang menjadi tanggungan bersama dari nelayan pemilik dan pihak nelayan penggarap yaitu ongkos lelang, uang rokok/jajan dan biaya perbekalan untuk


(25)

bersama) serta iuran- iuran yang disahkan oleh Pemda TK II yang bersangkutan seperti untuk kepentingan pembangunan perahu/kapal dan kesejahteraan serta kematian dan lain-lainnya (Mulyadi, 2005)

Dalam industri usaha perikanan laut, peningkatan pendapatan nelayan sangat dipengaruhi oleh aspek produktivitas dan yang bisa menyebabkan resiko (yield risk). Resiko produksi perikanan adalah yang paling besar dalam konteks produk- produk pertanian, karena sebagian besar produk perikanan berasala dari produksi perairan umum yang tunduk pada kaidah general proverty rights dimana mereka yang menguasai akses akan menguasai produksi relatif besar. Di samping itu, aspek iklim dan lingkungan yang sering tidak membantu akan menambah semakin tingginya yield risk (Soekartawi,1995).

Kerangka Pemikiran

Usaha penangkapan ikan adalah salah satu bagian dari tiga bagian dalam sektor perikanan yang dilakukan di perairan bebas dengan mempergunakan alat tangkap ikan. Usaha penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan yang bekerja dan memperoleh penghasilan dari menangkap ikan di perairan laut.

Kegiatan penangkapan ikan umumnya dilakukan oleh nelayan ABK (Anak Buah Kapal). Kegiatan penangkapan ikan dilakukan pada daerah-daerah operasi nelayan yang semula hanya berada di sepanjang pinggiran pantai, berubah ke perairan laut yaitu ke suatu daerah pengangkapan (fishing ground) yang lebih jauh lagi, bahkan mencapai daerah lain, propinsi atau berbatasan dengan mancanegara. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan nelayan ABK


(26)

(Anak Buah Kapal), yang jumlahnya bervariasi menurut jenis kapal alat tangkap yang digunakan.

Hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan tentu saja diharapkan memiliki kualitas dan kuantitas yang terbaik atau dengan kata lain memiliki kualitas yang tinggi untuk dipasarkan. Hasil tangkapan yang diperoleh di kota Sibolga umumnya adalah berbagai jenis ikan, udang dan kepiting.

Di kota Sibolga nelayan memanfaatkan tangkahan sebagai tempat pendaratan ikan swasta. Tangkahan ini adalah tempat pembongkaran, penimbangan bahkan merupakan tempat memasarkan hasil tangkapan ikan baik kepada pedagang kecil, pedagang besar bahkan untuk tujuan ekspor.

Dalam bagi hasil, hasil yang dibagi adalah hasil penjualan ikan hasil tangkapan setelah dikurangi biaya operasional/ biaya variabel (variable cost), yang telah dikeluarkan oleh nelayan Toke pada setiap awal kegiatan operasi melaut. Biaya ini meliputi biaya bahan baker (solar), oli, es, biaya perbekalan, dan retribusi pelelangan di tangkahan tempat pembongkaran hasil tangkapan. Sedangkan biaya tetap (fixed cost) yang meliputi biaya perizinan (SIUP/ SPI dan Pas Tahunan), biaya penyusutan maupun biaya pemeliharaan, ditanggung oleh nelayan Toke.

Cara pembagian hasil yang dilakukan kota Sibolga adalah berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan pada kegiatan penangkapan ikan yaitu ada 3 (tiga) jenis alat tangkap yaitu pukat cincin (purse seine ), pukat ikan ( fish net) dan bagan apung/bagan perahu. Dari proporsi bagi hasil yang diperoleh oleh nelayan dilihat bagaimanakah pengaruh dari faktor- faktor sosial ekonomi


(27)

tangkapan, jumlah tanggungan dalam keluarga nelayan sampel dan ikut/tidaknya nelayan Toke dalam suatu organisasi perikanan) terhadap proporsi bagi hasil nalayan ABK.

Dari proporsi bagi hasil tersebut dapatlah dilihat pendapatan bersih nelayan ABK dan nelayan Toke. Dan dalam proporsi bagi hasil nelayan menghadapi masalah- masalah dalam proporsi bagi hasil dan untuk mengatasinya dilakukan upaya- upaya penyelesaiannya.

Sistematika kerangka pemikiran dapat ditampilkan melalui skema berikut :

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Tangkahan

Proporsi Bagi Hasil Masalah

Faktor- faktor Sosial Ekonomi :  Umur  Tingkat Pendidikan  Pengalaman Nelayan  Biaya Operasional

 Jumlah Hasil Tangkapan  Jumlah Tanggungan Biaya Operasional/ Biaya Variabel

Usaha Penangkapan Ikan

Hasil Tangkapan Upaya

Bagan Apung Pukat Ikan

Pukat Cincin

Nelayan ABK Nelayan Toke


(28)

Keterangan : = Menyatakan proses = Menyatakan pengaruh

Hipotesis Penelitian

Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Beberapa faktor sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman nelayan, ikut tidaknya nelayan Toke dalam suatu organisasi perikanan, biaya operasional, jumlah hasil tangkapan dan jumlah tanggungan) berpengaruh nyata secara parsial maupun secara serempak terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK (Anak Buah Kapal).


(29)

METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian ditentukan melalui metode purpossive sampling, yaitu di Kota Sibolga. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Kota Sibolga yang merupakan salah satu kota perikanan di propinsi Sumatera Utara, dominan penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan pada usaha penangkapan ikan dan umumnya melakukan sistem bagi hasil dalam memperoleh pendapatannya.

Metode Penentuan Sampel

Populasi penelitian adalah nelayan Toke yang memiliki kapal tangkap ikan yang dibedakan atas pukat cincin, pukat ikan dan bagan apung. Metode penentuan sampel yang digunakan adalah secara cluster random sampling (pengelompokan sampel secara acak) yaitu nelayan dengan besar GT (Gross Tonage) kapal 30 GT-110 GT, karena umumnya nelayan dengan ukuran kapal tersebut terbanyak di Kota Sibolga dan para nelayan dengan ukuran kapal tersebut yang menggunakan sistem proporsi bagi hasil dalam membagi hasil tangkapannya. Populasi nelayan sampel berjumlah 152 jiwa.

Sampel ditentukan 30 % dari jumlah populasi yaitu sebanyak 46 jiwa dan dibedakan atas 3 strata berdasarkan ukuran GT kapal. Distribusi sampel dijelaskan pada Tabel 4 berikut (Wirartha, 2004) :


(30)

Tabel 4. Distribusi Nelayan Sampel Menurut Ukuran Kapal

Strata Ukuran Kapal

(GT)

Jenis Alat Tangkap

Pukat Cincin Pukat Ikan Bagan

Apung

N n N n N n Strata I 30 GT – 50 GT 11 3 6 2 31 8 Strata II >50 GT – 80 GT 19 6 10 3 11 4 Strata III >80 GT – 110 GT 42 13 15 5 7 2


(31)

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga, 2007

Keterangan : N = Jumlah Populasi (jiwa) n = Jumlah Sampel (jiwa)

Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan di dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Tabel 5. Spesifikasi Pengumpulan Data

No. Jenis Data Sumber Metode Alat

Pengumpul Data


(32)

1. Identitas Nelayan, Lama Melaut dan Frekuensi Melaut

Responden Wawancara Kuesioner

2. Jumlah Nelayan, Jumlah Kapal Pukat Cincin, Kapal Pukat Ikan, dan Kapal Bagan Apung. Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga Pencatatan Data Laporan

3. Umur Nelayan, Tingkat Pendidikan, Pengalaman

Melaut, Biaya Operasional, Jumlah Hasil

Tangkapan, Jumlah Tanggungan, dan Ikut/ Tidaknya nelayan Toke dalam suatu Organisasi Perikanan dan Pendapatan Nelayan.

Responden Wawancara Kuesioner

4. Proporsi Bagi Hasil Responden Wawancara Kuesioner 5. Masalah- Masalah Responden Wawancara Kuesioner 6. Upaya- Upaya Responden Wawancara Kuesioner 7. Monografi Kota Bappeda

Kota Sibolga

Pengamatan Data

Laporan

Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis 1 dengan menggunakan metode Analisis Regresi Linier Berganda dengan rumus sebagai berikut (Margono, 2004) :


(33)

Keterangan :

Y = Proporsi Bagi Hasil Nelayan ABK/ bulan (Rp) X1 = Umur (tahun)

X2 = Tingkat Pendidikan (tahun)

X3 = Pengalaman Melaut (tahun).

X4 = Biaya Operasional (Rp)

X5 = Jumlah Tangkapan (kg)

X6 = Jumlah Tanggungan (jiwa)

D = Variabel dummy, dimana : D1: Nelayan Toke ikut suatu organi-

sasi perikanan.

D0 : Nelayan Toke tidak ikut suatu

organisasi perikananan o

a = Konstanta 6

1,..., b

b = Koefisien Regresi

µ = Galat atau Residu

Untuk melihat variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, X6, D) berpengaruh secara

serempak terhadap variabel terikat (Y) diuji dengan uji-F statistik dengan kriteria uji sebagai berikut :

Apabila : F-hitung ≤ F-tabel, maka Ho diterima/ H1 ditolak, artinya variabel bebas secara

serempak tidak berpengaruh nyata terhadap Y (proporsi bagi hasil).

F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak/ H1 diterima, artinya variabel X secara

serempak berpengaruh nyata terhadap Y (proporsi bagi hasil).

Untuk melihat variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, X6, D) berpengaruh secara parsial


(34)

Apabila : t-hitung ≤ t-tabel, maka Ho diterima/H1 ditolak, artinya variabel bebas secara

parsial tidak berpengaruh nyata terhadap Y (proporsi bagi hasil).

t-hitung > t-tabel, maka Ho ditolak/H1 diterima, artinya variabel bebas secara

parsial berpengaruh nyata terhadap Y (proporsi bagi hasil).

Untuk mengetahui adanya masalah Multicolinearity (Multikolinearitas) pada model regresi, maka dilakukan pengujian model regresi dengan menggunakan metode Backward Elimination pada uji SPSS (Colinearity Diagnostic.

Multikolinearitas adalah salah satu masalah yang terdapat pada model regrei dimana terdapatnya hubungan linear diantara variabel-variabel bebas dalam model regresi. Biasanya korelasinya mendekati empurna atau sempurna (korelasi tinggi atau bahkan satu). Jika variabel bebas berkorelasi dengan sempurna, maka disebut dengan “Multikolinearitas sempurna” (perfect multicolinaerity.

Dampak dari Multikolinearitas adalah :

1. Pengaruh dari masing-masing variabel bebas tidak dapat dideteksi atau sulit dibedakan karena koefisien regresi masing-masing variabel bebas tidak dapat digunakan lagi untuk menduga nilai variabel terikat.

2. Standard error cenderung meningkat dengan bertambahnya variabel bebas. 3. Probabilitas untuk menerima hipotesis yang salah (kesalahan b) semakin besar.

Metode Backward Elimination ini berguna untuk mengatasi masalah multikolinearitas yang terjadi pada model regresi berganda. Metode ini dipilih dari menu method yang terdapat di SPSS, dimana metode ini merupakan metode yang akan mengeluarkan variabel bebas yang berkorelasi dengan variabel bebas lainnya sehingga tidak menyebabkan masalah multikolinearitas lagi.


(35)

a. Pengujian pada Egeinvalue. Jika Egeinvalue mendekati nilai nol, maka akan terjadi multikolinearitas.

b. Pengujian pada Condition Index. Jika harga Condition Index melebihi angka 15, maka akan terjadi multikolinearitas.

(Alhusin, 2003).

Definisi dan Batasan Operasional Definisi

Kesalahpahaman di dalam penelitian ini akan dapat dihindari melalui berbagai defenisi berikut :

1. Sektor perikanan merupakan sub sektor pertanian yang mengambil, mengelola, juga memanfaatkan sumber daya perikanan.

2. Perikanan laut merupakan usaha ekstraktif yang mengambil, mengelola juga memanfaatkan hasil laut berupa berbagai jenis ikan, udang dan kepiting.

3. Usaha penangkapan ikan di laut merupakan aktivitas mengambil dan mengumpulkan ikan di perairan laut.

4. Nelayan merupakan orang yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan laut, dan hasil kegiatannya itu sebagian atau seluruhnya dijual.

5. Nelayan sampel merupakan nelayan Toke yang memiliki satu unit atau lebih perahu/kapal motor penangkap ikan di daerah penelitian yang distratifikasikan


(36)

berdasarkan ukuran kapal (GT/Gross Tonage) dan dibedakan atas jenis alat tangkap yang digunakan.

6. Alat tangkap merupakan alat penangkap ikan yang digunakan oleh nelayan di daerah penelitian dan yang memakai sistem bagi hasil dalam membagi hasil tangkapannya yang dibedakan atas pukat cincin (purse seine), pukat ikan (fish net) dan bagan apung/ bagan perahu.

7. Trip merupakan lamanya waktu nelayan menangkap ikan yang tergantung pada alat tangkap, musim ikan dan cuaca di laut dihitung dalam hari yang bervariasi berdasarkan alat tangkap yang digunakan yaitu pukat cincin, pukat ikan, bagan apung.

8. Frekuensi melaut adalah banyaknya trip penangkapan yang dilakukan nelayan dengan kapal pukat cincin, kapal pukat ikan atau kapal bagan apung.

9. Biaya variabel (variable cost) atau biaya operasional merupakan seluruh biaya yang dipergunakan setiap kali trip kegiatan penangkapan ikan yang meliputi : biaya perbekalan, biaya bahan bakar solar, oli, es dan retribusi pelelangan yang dihitung dalam rupiah.

10.Biaya tetap (fixed cost) merupakan total dari biaya perizinan, biaya penyusutan dan biaya pemeliharaan per trip yang dihitung dalam rupiah.

11.Hasil tangkapan merupakan hasil tangkapan berupa ikan dan sejenisnya yang ditangkap dari usaha penangkapan ikan yang bervariasi berdasarkan jenis alat tangkap yang dilakukan yang diukur dalam satuan kg.

12.Bagi hasil adalah sistem/ cara yang digunakan dalam mengatur pembagian hasil tangkapan ikan bagi nelayan ABK (nelayan Buruh dan nelayan Tekong (nakhoda


(37)

kapal) dan nelayan Toke setelah dipotong biaya operasional/ biaya variabel yang dihitung dalam rupiah.

13.Pendapatan bersih nelayan sampel adalah pendapatan bersih nelayan Toke yang diperoleh dari proporsi bagi hasil setelah dikurangi biaya tetap (fixed cost) yang dilakukan yang dihitung dalam rupiah.

14.Karakteristik nelayan merupakan karakteristik sosial (umur, tingkat pendidikan, pengalaman melaut, ikut/ tidaknya nelayan Toke (Anak Buah Kapal) dalam suatu organisasi perikanan) dan juga karakteristik ekonomi (biaya operasional, jumlah hasil tangkapan, jumlah anggota keluarga) nelayan yang mempengaruhi proporsi bagi hasil nelayan ABK (Anak Buah Kapal).

Batasan Operasional

Pembatasan dalam penelitian ini telah ditetapkan melalui batasan operasional berikut :

1. Daerah penelitian adalah Kota Sibolga. 2. Waktu penelitian adalah tahun 2007.

3. Faktor- faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah beberapa faktor sosial ekonomi nelayan Toke yang mempengaruhi proporsi bagi hasil nelayan ABK (Anak Buah Kapal).


(38)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

Keadaan Letak dan Geografi

a. Keadaan dan Letak Kota Sibolga

Penelitian dilakukan di Kota Sibolga, Propinsi Sumatera Utara. Kota Sibolga merupakan daerah kota pesisir yang terlatak di Teluk Tapian Nauli di wilayah Pantai Barat Propinsi Sumatera Utara. Kota Sibolga memiliki luas wilayah sekitar 1.077,00 Ha yang terdiri dari daratan Sumatera 889,16 Ha dan daratan kepulauan 187,84 Ha. Berada pada ketinggian 1-50 m dari permukaan laut, sehingga termasuk dalam daerah dataran rendah. Jarak kota ke ibukota propinsi sekitar 344 km.

Kota Sibolga beriklim cukup panas dengan suhu maksimum mencapai 32,20 oC di bulan Pebruari, Mei dan Juni dan minimum 22,50 oC pada bulan Juli. Curah hujan rata- rata di kota Sibolga cenderung tidak teratur di sepanjang tahunnya. Curah hujan tertinggi di bulan Oktober (693,3 mm), hari hujan terbanyak di bulan November (27 hari). Kota Sibolga terletak pada garis 1o44’ LU dan 98o47’ BT, dan memiliki batas- batas wilayah sebagai berikut :


(39)

− Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah

− Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli/Kabupaten Tapanuli Tengah − Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah

Berdasarkan keadaan letak dan geografisnya tersebut, posisi Kota Sibolga memiliki nilai strategis sebagai salah satu akses dalam pemanfaatan potensi sumberdaya perairan Pantai Barat Sumatera. Disamping potensi perikanan tangkap, Kota Sibolga juga memiliki potensi wisata bahari yang cukup potensial untuk dikembangkan mengingat keindahan alam pantainya, lautnya, dan pulau- pulaunya.

b. Perairan Kota Sibolga

Pada usaha penangkapan ikan di Kota Sibolga, perahu nelayan asal Sibolga dengan bobot sampai dengan 5 ton biasanya melakukan penangkapan ikan pada wilayah di sekitar perairan Sibolga yang mencakup perairan Teluk Tapian Nauli, Pulau Mursala, Pulau Titingkus, Pulau Poncan Gadang, Pulau Poncan Ketek, Pulau Itik, Pulau Karang, Pulau Sorkam dan sekitarnya dengan jelajah maksimum rata-rata sekitar 40 mil laut dari Sibolga. Semantara itu untuk perahu nelayan ukuran lebih besar (hingga lebih dari 60 ton) melakukan penangkapan hingga ke wilayah yang lebih jauh seperti perairan Siberut (Mantawai), Pulau-Pulau Batu, Pulau Simuk, Pulau Pini, Pulau Simeulue, Pulau Teupah, Pulau Banyak, bahkan hingga ke perairan Bengkulu dan Sumatera Barat.

Perairan sekitar Sibolga memiliki ekosistem perairan yang masih alami karena aktivitas masyarakat (nelayan) setempat dan kunjungan wisatawan masih sangat terbatas. Kualitas perairan masih terjaga baik karena indikator temperatur, kejernihan, salinitas, pH dan oksigen terlarut mg/l dalam rentang yang baik, sedangkan keberadaan komponen biotik seperti bentos, fitoplankton maupun zooplankton masih melimpah.


(40)

Hasil pengukuran terhadap parameter fisik kimia di perairan Perairan sekitar Sibolga memperlihatkan bahwa temperatur air adalah 30,10ºC atau masih dalam kisaran yang normal dan umum dijumpai untuk perairan daerah tropis. Nilai ini cukup baik dalam mendukung kehidupan berbagai biota laut di perairan perairan sekitar Sibolga terutama terumbu karangnya, dikarenakan terumbu karang dapat hidup dengan baik pada perairan dengan kisaran suhu 18-36ºC.

Perairan sekitar Sibolga memiliki bentuk pantai yang landai yang dilengkapi dengan hamparan pasir berwarna putih dan lembut. Pantai sedemikian sangat aman dan sesuai bagi pengembangan berbagai kegiatan wisata pantai.

Selain pantai yang berpasir putih, di perairan sekitar Perairan sekitar Sibolga terdapat bentangan terumbu karang yang cukup luas (reef plat) dan masih dalam kondisi baik, ditambah dengan panorama alam bawah laut (taman laut) yang menarik.

Berbagai jenis terumbu karang banyak dijumpai di perairan ini, dengan rataan reef plat yang membentang di sepanjang pantai bagian utara sampai bagian barat. Tutupan terumbu karang hidup ditemukan sampai pada kedalaman 20 meter dengan dasar berupa pasir.

Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kota Sibolga pada tahun 2006 tercatat sebanyak 91.961 jiwa yang terdiri dari 46.523 jiwa laki- laki dan 45.418 jiwa perempuan. Distribusi penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :


(41)

No. Kelompok Umur (tahun) Laki- Laki Persen- tase (%)

Perempuan Persen- tase (%) Jumlah (jiwa) Persen- tase (%)

1. 0 – 9 11.444 24,59 10.526 23,17 21.970 23,89 2. 10 - 19 9.855 21,18 9.939 21,86 19.794 21,52 3. 20 - 29 8.969 19,27 8.879 19,53 17.848 19,41 4. 30 - 39 6.737 14,48 6.176 13,60 12.913 14,04 5. 40 - 49 4.509 9,70 4.596 10,12 9.105 9,90 6. 50 - 59 3.205 6,89 3.561 7,84 6.766 7,36 7. 60 - 69 1.472 3,17 1.149 2,53 2.621 2,85 8. > 70 332 0,72 612 1,35 944 1,03

Total 46.523 100,00 45.438 100,00 91.961 100,00 Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, 2007

Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Kota Sibolga berada pada kelompok umur 0 – 9 tahun yaitu sebesar 21.970 jiwa atau 23,89 %, dimana jumlah penduduk laki- laki lebih besar dari jumlah penduduk perempuan.

Sebagian besar penduduk Kota Sibolga memiliki sumber mata pencaharian dalam lapangan usaha pertanian/perikanan, yang dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini

Tabel 7. Distribusi Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kota Sibolga Tahun 2006

No Lapangan Usaha Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1. Pertanian/ Perikanan 20.843 29,78 2. Penggalian/ Pertambangan - - 3. Industri 2.841 4,06 4. Listrik, Gas dan Air 314 0,45 5. Bangunan 2.917 4,17 6. Perdagangan 18.141 25,92 7. Pengangkutan dan Akomodasi 9.860 14,09 8. Bank dan Lembaga Keuangan 1.344 1,92

9. Jasa 13.731 19,62

10. Lainnya - -

Total 69.991 100,00

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Sibolga, 2007

Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang bermata pencaharian dalam lapangan usaha pertanian/ perikanan adalah sebesar 20.843 jiwa atau sekitar 29,78 %. Dimana tenaga kerja pada sektor perikanan dapat dibagi pada kategori


(42)

tenaga kerja di kapal atau nelayan, tenaga kerja di tempat pendaratan ikan (tangkahan), tenaga kerja pengolah hasil perikanan, dan para pedagang/retailer ikan.

Distribusi penduduk menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini :

Tabel 8. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kota Sibolga Tahun 2006

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

(jiwa)

Persentase (%)

1. Taman Kanak- Kanak(TK) 1.004 2,97 2. Sekolah Dasar (SD) 15.896 47,86 3. Madrasah Ibtidaiyah (MI) 977 2,89 4. SMP/ SLTP 5.300 15,69 5. MA/ MTs 3.092 9,16 6. SMA/ SMU 3.838 11,36 7. SMK 2.626 7,77 8. Universitas/ Perguruan Tinggi 1.043 3,09 9. Lain- lain 289 0,84

Total 34.065 100,00

Sumber : Badan Pusat Satistik Kota Sibolga, 2007

Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan penduduk Kota Sibolga paling banyak adalah pada tingkatan Sekolah Dasar yaitu sebesar 15.896 jiwa atau sekitar 47,86 %.

Tata Guna Lahan

Gambaran luas wilayah Kota Sibolga berdasarkan jenis penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini :

Tabel 9. Tata Guna Lahan di Kota Sibolga Tahun 2006

No. Jenis Luas

(Ha)

Persentase (%)


(43)

4. Lainnya 537,76 49,89

Total 1.077,9 100,00

Sumber : Badan Pusat Satistik Kota Sibolga, 2007

Berdasarkan Tabel 9 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah Kota Sibolga adalah lainnya yaitu seluas 537,76 Ha atau sekitar 49,89 % dan termasuk di dalamnya daerah pantai, mengingat bahwa Kota Sibolga yang wilayahnya sebagian besar adalah daerah pesisir/ pantai. Yaitu untuk penggunaan lahan darat terdiri atas hutan rawa, perkebunan kelapa rakyat, hutan cemara, pantai atau ruang terbuka

Hutan rawa di pulau ini terhampar memanjang di bagian tengah pulau. Hutan ini banyak ditumbuhi berbagai jenis bakau (mangrove) dan tumbuhan lain yang berasosiasi dengan bakau, maupun hutan cemara pantai yang banyak dihuni berbagai satwa liar maupun satwa yang mulai langka dan perlu dilindungi seperti burung bangau (kuntul pantai), beo, elang bondol dan reptilia dari jenis biawak.

Perkebunan kelapa yang dikelola oleh beberapa keluarga penduduk terhampar mengelilingi hutan rawa. Sebagian lahan perkebunan tersebut ditumbuhi semak belukar. Hamparan perkebunan kelapa tersebut terlihat serasi dengan morfologi dan pemandangan pulau serta tampilan pantai dan perairan di sekitar Perairan sekitar Sibolga.

Kegiatan sosial ekonomi lain yang mempengaruhi pola penggunaan lahan belum terdapat di pulau ini. Hal ini berbeda dengan kondisi lokasi-lokasi wisata lain di wilayah Tapanuli Tengah (seperti Mursala, Poncan, Pantai Pandan, dsb).

Di antara penggunaan lahan untuk perkebunan kelapa rakyat, terdapat tapak mercu suar dan tapak pekuburan tua salah seorang Syekh. Mercusuar di Perairan sekitar Sibolga dibangun dengan bahan plat besi, memiliki ketinggian sekitar 20 meter, berpenampilan artistik dengan kepala suar mengadopsi bentuk prisma terbalik dan penyangga berbentuk tiang silindris. Mercusuar tersebut dalam keadaan tidak berfungsi. Sementara itu, kuburan


(44)

tua tersebut (konon merupakan kuburan salah seorang Syekh di antara 44 orang Syekh penyebar agama Islam pertama di wilayah Barus) dianggap memiliki nilai sejarah dan kultural tinggi bagi masyarakat setempat sehingga menambah daya tarik tersendiri bagi pulau ini.

Penggunaan lahan yang lain di Kota Sibolga adalah daerah tempat pembongkaran hasil tangkapan yang disebut Tangkahan. Posisinya terletak di sepanjang Jl. Mojopahit, Kecamatan Sibolga Selatan. Di Kota Sibolga para nelayan memanfaatkan jasa tempat pembongkaran/pelelangan ikan yang bersifat swasta ataupun individu ini. Karena pada umumnya para nelayan Toke memiliki tangkahan sendiri sebagai tempat bongkar muat hasil tangkapan maupun perbekalan untuk melaut, sehingga mereka tidak perlu mengelaurkan biaya untuk bongkar/muat kapal. Tangkahan di Kota Sibolga berjumlah 18 buah.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di Kota Sibolga dapat dilihat pada Tabel 10 berikut ini :

Tabel 10. Sarana dan Prasarana Sosial di Kota Sibolga Tahun 2006

No. Sarana dan Prasarana Jumlah (buah)

1. Taman Kanak-Kanak (TK) 12

2. Sekolah Dasar (SD) 45

3. Madrasah Ibtidaiyah (MI) 3

4. SMP/ SLTP 13

5. Madrasah Alawiyah (MA)/ Madrasah Tsanawiyah (MTs)


(45)

9. Rumah Sakit Umum (RSU) 3

10. Puskesmas/ Puskes Pembantu 7

11. Posyandu 9

12. Balai Pengobatan/ Klinik 7

13. Apotik/Toko Obat 20

14. Mesjid 26

15. Gereja 27

16. Vihara 4

Sumber :Badan Pusat Statisik Kota Sibolga, 2007

Sarana dan prasarana di Kota Sibolga sudah memadai. Hal ini mengingat Kota Sibolga adalah daerah tingkat II/ Kota di provinsi Sumatera Utara.

Disamping itu, sarana dan prasarana yang mendukung sektor kelautan dan perikanan Kota Sibolga dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini :

Tabel 11. Sarana dan Prasarana Pendukung Sektor Kelautan dan Perikana Kota Sibolga Tahun 2006

No. Sarana dan Prasarana Jumlah

(buah)

1. PPI/TPI Milik Pemerintah 1*)

2. Pangkalan Pendaratan IKan Swasta (Tangkahan) 18

3. Pabrik Es 1

4. Cold Storage 3

5. Pasar Ikan Permanen 4

6. Pasar Ikan Darurat 3

7. Pasar Ikan Higyenis Belum Ada

8. Pangkalan Minyak untuk Nelayan 1*)

9. Galangan Kapal 6

10. Toko Penyedia Alat-alat Perikanan 2 11. Kapal Patroli Pengawasan dan Penertiban di Laut Belum Ada


(46)

Keterangan:

*) : Masih dalam tahap pembangunan.

Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah nelayan Toke yang dibagi atas tiga strata berdasarkan ukuran GT (Gross Tonage) kapal pada tiga jenis kapal yaitu : kapal pukat cincin (purse seine), pukat ikan (fish net), dan bagan apung/ bagan perahu. Strata I yang mempunyai kapal berukuran 30 GT – 50 GT, strata II yang mempunyai kapal berukuran >50 GT – 80 GT dan strata III yang mempunyai kapal berukuran >80 GT – 110 GT.

Karakteristik nelayan sampel yang dimaksud adalah meliputi ukuran kapal, umur, tingkat pendidikan, pengalaman melaut, dan jumlah tanggungan nelayan sampel.

a. Ukuran Kapal

Ukuran kapal yang dimiliki oleh nelayan sampel sangat erat hubungannya dengan kemampuan kapal dalam mengangkut hasil tangkapan selama melaut. Adapun ukuran kapal yang dimiliki oleh nelayan sampel dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini :

Tabel 12. Distribusi Nelayan Sampel Berdasarkan Ukuran Kapal No

Ukuran Kapal (GT) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 30 GT – 50 GT 14 30.43

2. >50 GT - 80 GT 12 26.09

3. >80 GT – 110 GT 20 43.48

Total 46 100.00

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 1


(47)

berjumlah 20 jiwa (43,48 %) dan yang terkecil pada ukuran kapal >50 GT–80 GT yaitu berjumlah 12 jiwa (26,09 %).

b. Umur

Adapun keadaan umur nelayan sampel di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini :

Tabel 13. Distribusi Nelayan Sampel Berdasarkan Kelompok Umur

No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. 35-39 10 21,74

2. 40–44 6 13,04

3. 45 -49 15 32,61

4. 50–54 11 23,91

5. 55–59 3 6,52 6. > 60 1 2,18

Total 46 100,00

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 13 di atas dapat diketahui jumlah nelayan sampel yang terbesar berada pada kelompok umur 45–49 tahun dengan jumlah 15 orang (32,61 %) dan yang terkecil pada kelompok umur > 60 tahun dengan jumlah 1 orang (2,18 %).

c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan nelayan sampel di daerah penelitian bervariasi dari Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT), dan dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini :

Tabel 14. Distribusi Nelayan Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. SD 14 30,43

2. SLTP/SMP 17 36,96

3. SLTA/SMA 12 26,09

4. Diploma 3 6,52

Total 46 100,00


(48)

Berdasarkan Tabel 14 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata tingkat pendidikan nelayan sampel di aderah penelitian adalah tingkat SLTP dengan jumlah 17 jiwa (36,96 %).

d. Pengalaman Melaut

Pengalaman melaut nelayan sampel di daerah penelitian bervariasi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini :

Tabel 15. Distribusi Nelayan Sampel Berdasarkan Pengalaman Melaut

No. Pengalaman Melaut

(tahun)

Jumlah (jiwa) Persentase

(%)

1. 10–19 17 36,96

2. 20–29 21 45,65

3. 30–39 8 17,39

Total 46 100,00

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 15 di atas dapat diketahui jumlah nelayan yang memiliki pengalaman melaut terbesar adalah pada kelompok 20–29 tahun berjumlah 21 jiwa (45,65 %). Sedangkan untuk pengalaman melaut yang terkecil berada pada kelompok 30–39 tahun berjumlah 2 jiwa (17,39 %).

e. Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan nelayan sampel di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini :


(49)

1. 0–2 7 15,22

2. 3–5 28 60,87

3. > 6 11 23,91

Total 46 100,00

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 1

Berdasarkan Tabel 16 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar nelayan sampel di daerah penelitian memiliki jumlah tanggungan pada 3–5 jiwa yaitu sebanyak 28 jiwa (60,87 %).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Yang Berpengaruh Terhadap Proporsi Bagi Hasil Nelayan Toke- Nelayan ABK

Dalam penelitian ini, beberapa faktor sosial ekonomi yang diuji adalah faktor sosial ekonomi nalayan sampel (nelayan Toke) untuk melihat pengaruhnya terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK (Anak Buah Kapal). Faktor sosial meliputi : umur, tingkat pendidikan, pengalaman melaut, dan ikut tidaknya nelayan Toke dalam suatu organisasi perikanan, dan faktor ekonomi meliputi biaya operasional, jumlah hasil tangkapan dan jumlah tanggungan.

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada lampiran 14, dengan menggunakan metode Backward Elimination, menunjukkan bahwa ada 4 model regresi yang terjadi, yang hasilnya dapat dijelaskan sebagai berikut :


(50)

Dari hasil analisis regresi berganda pada Lampiran 14 a (Descriptive Statistics) dapat dijelaskan deskripsi semua variabel yang diregresikan. Yakni variabel Y (proporsi bagi hasil nelayan ABK) memiliki rata- rata 38,2391 %, Standar Deviasi 8,76576 dan jumlah kasus ada 46. Variabel X1 (umur) memiliki rata- rata 46,7609 tahun, Standar

Deviasi 6,13618 dan jumlah kasus ada 46. Variabel X2 memiliki rata- rata 9,0000 tahun,

Standard Deviasi 3,02581 dan jumlah kasus ada 46. Variabel X3 memiliki rata- rata

22,1087 tahun, Standard Deviasi 6,59032 dan jumlah kasus ada 46. Variabel X4 memiliki

rata- rata Rp. 27.0099.993,04, Standard Deviasi 8.008.534,48 dan jumlah kasus ada 46. Variabel X5 memiliki rata- rata 17.426.3478 (kg), Standard Deviasi 8.815,53299 dan

jumlah kasus ada 46. Variabel X6 memiliki rata- rata 4,2826 jiwa, Standard Deviasi

1,70832 dan ju,lah kasus ada 46. Variabel D (ikut/tidaknya nelayan Toke dalam organisasi perikanan) memiliki rata- rata 0,8478 (sebagian besar nelayan Toke mengikuti suatu organisasi perikanan), Standard Deviasi 0,36316 dan jumlah kasus ada 46.

Dari hasil analisis regresi berganda dengan menggunakan metode Backward Elimination, terdapat 4 model regresi yang dihasilkan, ehingga disimpulkan masalah multikolinearitas tidak terjadi lagi pada model regresi yang ke-4. model-model regresi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Pada model 1, semua variabel bebas (X1, X2, X3, X4, X5, X6, D) masih dimasukkan

dalam model regresi. Persamaan model regresi menjadi :

Y = 15,260 + 0,285X1 + 0,322X2 – 0,214X3 + 0,001X4 + 0,001X5

- 0,934X6 + 3,233D

Maka koefisien determinasi (R Square) yang diperoleh sebesar 0.594 yang berarti bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan kergaman variabel terikat Y


(51)

Pada model regresi 2, variabel yang dikeluarkan dari persamaan regresi adalah variabel X4 (biaya operasional), sehingga persamaan model regresi menjadi :

Y = 16,106 + 0,291 X1+ 0,319 X2 – 0,229X3 + 0,001 X5

- 0,911X6 + 3,105D

Nilai koefisien determinasi (R Square) adalah sebesar 0,594 yang berarti bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan keragaman variabel terikat Y (proporsi bagi hasil nelayan ABK) sebesar 59,40 % dan 40,60 % diterangkan oleh variabel bebas lain yang tidak terdapat dalam model regresi ini.

Pada model regresi 3, variabel yang dikeluarkan dari persamaan regrei adalah variabel X2 (tingkat pendidikan) dan variabel X4 (biaya operasional), sehingga persamaan

regresi menjadi:

Y = 19,863 + 0,329X1 – 0,302X3 + 0,001X5 – 1,068 X6 + 3,164D

Nilai koefisien determinasi (R Square) yang diperoleh adalah sebesar 0,585 yang berarti bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan keragaman varaibel terikat Y (proporsi bagi hasil nelayan ABK) sebesar 58,50 % dan 41,50% diterangkan oleh variabel bebas lain yang tidak terdapat dalam model regresi ini.

Pada model regresi 4, variabel yang dikeluarkan dari persamaan regresi adalah X2

(tingkat pendidikan), X4 (biaya operasional), dan D (ikut/ tidaknya nelayan Toke dalam

suatu organisasi perikanan). Model regresi inilah yang dipakai karena merupakan metode yang sudah bebas dari masalah multikolinearitas. Untuk melihat pengujian variabel-variabel bebas ini yang berpengaruh terhadap variabel-variabel terikat Y (proporsi bagi hasil nelayan ABK) dapat dilihat pada Tabel 17 berikut :

Tabel 17. Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Yang Berpengaruh Terhadap Proporsi Bagi Hasil Nelayan ABK (Anak Buah Kapal)

Variabel Koef. Regresi Std.

Error


(52)

X1 (Umur) 0,343 0,192 1,788 0,081 (Tn)

X3 (Pengalaman Melaut) -0,335 0,173 -1,938 0,060 (Tn)

X5 (Jumlah Tangkapan) 0,001 0,000 6,725 0,000 (*)

X6 (Jumlah Tanggungan) -0,970 0,551 -1,761 0,086 (Tn)

Constanta 21,670 7,534 2,876

R Square = 0,569 F-hitung = 13,540

F-α(0,05) = 2,26 t-α(0,05)=1,96

Sumber : Diolah dari Hasil Analisis Regresi Linier Berganda pada Lampiran 14

Keterangan :

Tn = Tidak nyata, jika > α (0,05) * = Nyata, jika < α (0,05)

Berdasarkan tabel di atas diperoleh sebuah persamaan : Y = 21,670 + 0,343X1– 0,335X3+ 0,001 X5 – 0,970X6

Keterangan :

Y = Proporsi bagi hasil Nelayan ABK (%) X1 = Umur (tahun)

X3 = Pengalaman Melaut (tahun)

X5 = Jumlah Tangkapan (kg)

X6 = Jumlah Tanggungan (jiwa)

Berdasarkan hasil regresi dapat diketahui :

1. Bahwa secara serempak beberapa faktor sosial ekonomi (umur, pengalaman melaut, jumlah tangkapan dan jumlah tanggungan) berpengaruh nyata terhadap proporsi bagi hasil. Hal ini disimpulkan berdasarkan nilai F-hitung yaitu 13,540 > F α(0,05) yaitu 2.26 yang berarti Ho ditolak/H1 diterima.


(53)

a. Pada variabel umur (X1), nilai t- hitung (1,788) < dari nilai t-α yaitu 1,96

pada taraf kepercayaan 95 % yang berarti umur tidak berpengaruh nyata terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK (Anak

Buah Kapal).

b. Pada variabel pengalaman melaut (X3), nilai t-hitung (-1,053) < dari nilai t-α

yaitu I,96 pada taraf kepercayaan 95 %, yang berarti pengalaman melaut tidak berpengaruh nyata terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK (Anak Buah Kapal).

c.Pada variabel jumlah tangkapan (X5), nilai t-hitung (6,725) > dari nilai t-α yaitu

I,96 pada taraf kepercayan 95 % yang berarti jumlah tangkapan berpengaruh nyata terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK (Anak Buah Kapal).

d. Pada variabel jumlah tanggungan keluarga (X6), nilai t-hitung (-1,573) lebih kecil

dari nilai t-α yaitu I,96 pada taraf kepercayan 95 % yang berarti jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK.

3. Nilai koefisien determinasi (RSquare) yang diperoleh sebesar 0.569 yang berarti bahwa model regresi yang diperoleh dapat menjelaskan keragaman variabel terikat (proporsi bagi hasil nelayan ABK) sebesar 56,90%, sedangkan sisanya sebesar 43.10 % diterangkan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model ini, misalnya ukuran GT kapal, pengaruh musim, jumlah trip per bulannya, faktor sosial frekuensi nelayan Toke megikuti seminar Kelautan dan Perikanan dan faktor sumber daya ekologi yang terdapat di perairan Kota Sibolga dan lain-lain.


(54)

Proporsi Bagi Hasil Rata-Rata Nelayan Toke–Nelayan ABK pada Tiap Jenis Kapal Tangkap

Untuk mengetahui rata - rata proporsi bagi hasil nelayan Toke-nelayan ABK pada tiap jenis kapal dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini :

Tabel 18. Rata-rata Proporsi Bagi Hasil Nelayan Toke–Nelayan ABK pada Tiap Jenis Kapal

Rata- rata Proporsi Bagi Hasil (%)

Pukat Cincin Pukat Ikan Bagan Apung

Nelayan Toke Nelayan ABK Nelayan Toke Nelayan ABK Nelayan Toke Nelayan ABK 69,99 % 30,01 % 59,99 % 40,01 % 19,82 %

dari

Penerimaan + 50,10 % dari Bagi Hasil

49,90 %

Sumber : Data Diolah dari Lampiran 11

Rata - rata proporsi bagi hasil pada jenis kapal pukat cincin (purse seine) adalah sebesar 69,99 % untuk nelayan Toke dan sebesar 30,01 % untuk nelayan ABK (Anak Buah Kapal).

Rata - rata proporsi bagi hasil pada jenis kapal pukat ikan (fish net) adalah sebesar 59,99 % untuk nelayan Toke dan sebesar 40,01 % untuk nelayan ABK (Anak Buah Kapal).

Rata - rata proporsi bagi hasil pada jenis kapal bagan apung/ bagan perahu adalah sebesar 19,82 % dari penerimaan + 50,10 % dari proporsi bagi hasil untuk nelayan Toke dan 49,90 % dari proporsi bagi hasil untuk nelayan ABK (Anak Buah Kapal). Untuk nelayan Toke, proporsi dianggap paling besar, karena nelayan Toke memperoleh 2 kali proporsi, yaitu dari penerimaan (hasil tangkapan yang telah dijual belum dikurangi biaya


(55)

Pendapatan Bersih Rata-rata per Trip Nelayan Sampel

Untuk mengetahui pendapatan bersih per trip nelayan sampel untuk tiap jenis kapal pada masing-masing strata dapat dilihat pada Tabel 19 di bawah ini:

Tabel 19. Pendapatan Bersih Rata-rata per Trip Nelayan Sampel

Strata Rata- rata Pendapatan Bersih (Rp)

P.Cincin P.Ikan B.Apung

Strata I 4.378.598,55 10.539.245,94 3.578.954,73 Strata II 6.293.853,89 12.120.706,85 5.078.789,07 Strata III 11.432.097,19 16.996.302,49 6.982.805,56

Rata- rata 9.017.959,64 14.242.186,65 4.333.486,81 Sumber : Data Diolah dari Lampiran 11

Pendapatan bersih rata-rata per trip untuk jenis kapal pukat cincin (purse seine) adalah sebesar Rp. 9.017.959,64 dimana untuk masing-masing strata pendapatan bersih rata-ratanya : strata I (30 GT–50 GT) adalah sebesar Rp 4,378,598.55; untuk strata II (>50 GT–80 GT) adalah sebesar Rp. 6,293,853.89, sedangkan untuk strata III (>80 GT–110 GT) adalah sebesar Rp. 11,432,097.19.

Pendapatan bersih rata-rata per trip untuk jenis kapal pukat ikan (fish net) adalah sebesar Rp. 14.242.186,65 dimana untuk masing-masing strata pendapatan bersih rata - ratanya : strata I (30 GT–50 GT) adalah sebesar Rp 10,539,245.94; untuk strata II (>50 GT–80 GT) adalah sebesar Rp 12,120,706.85 sedangkan untuk strata III (>80 GT–110 GT) adalah sebesar Rp. 16,996,302.49.

Pendapatan bersih rata-rata per trip untuk jenis kapal bagan apung/ bagan perahu adalah sebesar Rp. 4.333.486,81 dimana untuk masing-masing strata pendapatan bersih

rata-ratanya : strata I (30 GT–50 GT) adalah sebesar Rp. 3,578,954.73; untuk strata II (>50 GT –80 GT) adalah sebesar Rp.

5,078,789.07; sedangkan untuk strata III (>80 GT–110 GT) adalah sebesar Rp. 6,982,805.56.


(56)

Masalah–Masalah yang Dihadapi Nelayan dalam Proporsi Bagi Hasil dalam Usaha Penangkapan Ikan

Pada umumnya nelayan tidak menghadapi banyak masalah dalam proporsi bagi hasil yang mereka lakukan dalam usaha penangkapan ikannya. Masalah utama yang dihadapi nelayan dalam proporsi bagi hasil dalam usaha penangkapan ikan di daerah penelitian adalah :

1. Proporsi bagi hasil tidak dapat diberlakukan secara konstan/tetap

Para nelayan tidak dapat langsung melakukan proporsi bagi hasil dalam membagi penerimaan setiap tripnya, hal ini dapat disebabkan adanya pertimbangan bahwa hasil tangkapan yang diperoleh sedikit untuk dibagi atau bahkan pada kenyataan kemungkinan hasil penjualan dari hasil tangkapan tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan. Maka proporsi bagi hasil dilakukan dengan frekuensi yang berubah-ubah sesuai kesepakatan antara nelayan Toke dan nelayan ABK (Anak Buah Kapal), misalnya per trip, per beberapa trip, per bulan, atau pun per beberapa bulan. Dan tentu saja hal ini menyebabkan masalah bagi para nelayan khususnya nelayan ABK (Anak Buah Kapal) karena dengan pendapatan yang tidak menetap maka kemungkinan mereka akan kesulitan memenuhi kebutuhannya dan keluarganya sehari-hari.

Upaya-Upaya yang Dilakukan untuk Mengatasi Masalah-Masalah yang Dihadapi Nelayan dalam Proporsi Bagi Hasil dalam Usaha Penangkapan Ikan


(57)

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi nelayan dalam proporsi bagi hasil dalam usaha penangkapan ikan adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengatasi masalah tidak dapat diberlakukannya proporsi bagi hasil secara konstan/tetap, beberapa nelayan Toke di daerah penelitian mulai memberlakukan sistem upah bulanan untuk nelayan ABK (Anak Buah Kapal). Hal ini dilakukan agar para nelayan ABK (Anak Buah Kapal) tetap memperoleh pendapatan tiap bulannya untuk dapat memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Upah bulanan ini diperoleh dari penjualan hasil tangkapan yang kemudian dilakukan bagi hasil yang tidak diberikan keseluruhannya kepada nelayan ABK (Anak Buah Kapal), melainkan bertahap tiap bulannya.


(58)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Beberapa faktor sosial ekonomi (umur, tingkat pendidikan, pengalaman melaut, ikut/tidaknya nelayan Toke dalam suatu organisasi perikanan, biaya operasional, jumlah tangkapan dan jumlah tanggungan dalam keluarga) secara serempak berpengaruh nyata terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK. Secara parsial umur, tingkat pendidikan, pengalaman melaut, ikut/tidaknya nelayan Toke dalam suatu organisasi perikanan, biaya oprerasional, jumlah tanggungan) berpengaruh tidak nyata terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK. Sedangkan faktor ekonomi jumlah tangkapan berpengaruh nyata terhadap proporsi bagi hasil nelayan ABK. 2. Proporsi bagi hasil rata–rata nelayan Toke–nelayan ABK yang paling besar

jumlahnya untuk nelayan Toke adalah pada jenis kapal alat tangkap bagan apung/bagan perahu yaitu sebesar 19,82 % dari penerimaan ditambah dengan 50,10 % dari proporsi bagi hasil. Sedangkan untuk nelayan ABK (Anak Buah Kapal) adalah pada jenis alat tangkap kapal pukat ikan (fish net) yaitu sebesar 40,01 %.

3. Pendapatan bersih rata–rata yang paling besar jumlahnya adalah pada jenis kapal pukat ikan (fish net) yaitu sebesar Rp. 14.197.186,65.

4. Masalah-masalah yang dihadapi oleh nelayan dalam proporsi bagi hasil adalah tidak dapatnya proporsi bagi hasil diberlakukan secara konstan/ frekuensi tetap. 5. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam


(59)

secara konstan/tetap, para nelayan Toke mulai banyak yang memberlakukan sistem upah bulan bagi nelayan ABKnya.

Saran

Kapada Pemerintah

1. Pemerintah diharapkan melakukan survei ulang untuk mendapatkan data terbaru mengenai potensi perikanan Pantai Barat Sumatera kerjasama Puslitbangkan Direktorat Jenderal Perikanan dan Puslitbang Oceanology, karena data potensi perikanan Pantai barat Sumatera yang disajikan tahun 1991 dipandang telah kadaluarsa.

2. Pemerintah lebih aktif dalam mengadakan seminar, temu wicara , diskusi kelompok dan sebagainya dengan para nelayan tentang perikanan agar masyarakat nelayan lebih terampil, efektif maupun efisien dalam melakukan kegiatan penangkapan ikannya.

3. Pemerintah menyediakan bantuan kepada para nelayan baik melalui koperasi atau lembaga keuangan yang lain dalam memberikan bantuan pinjaman atau subsidi bahan bakar.

4. Pemerintah diharapkan menyediakan/ melengkapi sarana dan prasarana yang mendukung sektor kelautan dan perikanan Kota Sibolga.

Kepada Nelayan

1. Disarankan kepada nelayan dan penduduk Kota Sibolga untuk bersama-sama dengan pemerintah maupun dengan pihak yang berwenang untuk menjaga kelestarian potensi perairan Kota Sibolga. Sehingga nantinya kelangsungan hidup


(60)

biota laut, maupun daerah pesisir dan kelangsungan sumber daya laut sebagai sumber mata pencaharian penduduk tetap terjaga.

Kepada Peneliti

Disarankan kepada peneliti untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang lain (perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, wisata bahari), maupun tata niaga hasil perikanan di daerah peneltian.

DAFTAR PUSTAKA

Alhusin,S., 2003. Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS.10 for Windows. Graha Ilmu. Yogyakarta

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga, 2006. Statistik Perikanan Kota Sibolga, Sibolga.


(61)

.2007. Laporan Tahunan 2006 Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga, Sibolga.

Evy,R., Endang Mujiutami, dan K. Sujono, 2001. Usaha Perikanan di Indonesia. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Hanafiah, A.M. dan A.M.Saefudin, 1996. Tata Niaga Hasil Perikanan. Rineka Cipta, Jakarta.

Ikhsan, M., 2005. Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Sikap Nelayan Buruh Terhadap Nelayan Juragan (Toke). Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kusnadi, 2004. Polemik Kemiskinan Nelayan. Pondok Edukasi dan Pokja Pembaruan, Yogyakarta.

Margono,S., 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta. Mulyadi, S., 2005. Ekonomi Kelautan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Rony, H., 1990. Akuntansi Biaya Pengantar untuk Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Saptarini,dkk., 1996. Pengembangan Wilayah Pesisir. Rja Grafindo Persada, Jakarta. Sari, Y., 2005. Analisis Pendapatan Nelayan Toke dan Nelayan Buruh Serta Faktor-

Faktor Yang Mempengaruhinya di Kota Tanjung Balai. Fakultas Pertanian Universitas sumatera Utara, Medan.

Simanjuntak, S.B., 2004. Bahan Kuliah Pengantar Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soekartawi, 1995. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soegiarto,dkk., 2000. Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sugiono dan Eri Wibowo, 2001. Statistika Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.00 for Windows. Alfabeta, Bandung

Tribawono, D., 2002. Hukum Perikanan Indonesia. Citra Aditya Bakti, Medan.


(62)

Lampiran 14 Analisis Regresi Linier Berganda Beberapa Faktor

Sosial Ekonomi Nelayan Sampel dengan Metode

Backward Elimination

Descriptive Statistics

Mean

Std.

Deviation N

Y (Proporsi Bagi Hasil) 38.2391 8.76576 46

X1 (Umur) 46.7609 6.13618 46

X2 (Tingkat Pendidikan) 9.0000 3.02581 46

X3 (Pengalaman Melaut) 22.1087 6.59032 46

X4 (Biaya Operasional) 27009993.04 35

8008534.48

912 46

X5 (Jumlah Tangkapan) 17426.3478 8815.53299 46

X6 (Jumlah Tanggungan) 4.2826 1.70832 46

D (Ikut/tidaknya dalam

Organisasi Perikanan) .8478 .36316 46

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method

1 X6, X4,X3,

X2, X1, X5 D, (a)

. Enter

2

. X4 (B. Operasiona) Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 3

. Pendidikan) X2 (Tingkat

Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 4 . D (ikut/Tidaknya Nelayan Toke dalam Organisasi Perikanan) Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).


(1)

biota laut, maupun daerah pesisir dan kelangsungan sumber daya laut sebagai sumber mata pencaharian penduduk tetap terjaga.

Kepada Peneliti

Disarankan kepada peneliti untuk melakukan penelitian yang lebih lanjut mengenai potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang lain (perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, wisata bahari), maupun tata niaga hasil perikanan di daerah peneltian.

DAFTAR PUSTAKA

Alhusin,S., 2003. Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS.10 for Windows. Graha Ilmu. Yogyakarta

Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga, 2006. Statistik Perikanan Kota Sibolga, Sibolga.


(2)

.2007. Laporan Tahunan 2006 Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Sibolga, Sibolga.

Evy,R., Endang Mujiutami, dan K. Sujono, 2001. Usaha Perikanan di Indonesia. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Hanafiah, A.M. dan A.M.Saefudin, 1996. Tata Niaga Hasil Perikanan. Rineka Cipta, Jakarta.

Ikhsan, M., 2005. Beberapa Faktor Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Sikap Nelayan Buruh Terhadap Nelayan Juragan (Toke). Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Junianto, 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Kusnadi, 2004. Polemik Kemiskinan Nelayan. Pondok Edukasi dan Pokja Pembaruan, Yogyakarta.

Margono,S., 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta. Mulyadi, S., 2005. Ekonomi Kelautan. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Rony, H., 1990. Akuntansi Biaya Pengantar untuk Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta

Saptarini,dkk., 1996. Pengembangan Wilayah Pesisir. Rja Grafindo Persada, Jakarta. Sari, Y., 2005. Analisis Pendapatan Nelayan Toke dan Nelayan Buruh Serta Faktor-

Faktor Yang Mempengaruhinya di Kota Tanjung Balai. Fakultas Pertanian Universitas sumatera Utara, Medan.

Simanjuntak, S.B., 2004. Bahan Kuliah Pengantar Ilmu Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soekartawi, 1995. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Soegiarto,dkk., 2000. Ekonomi Mikro Suatu Pendekatan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sugiono dan Eri Wibowo, 2001. Statistika Penelitian dan Aplikasinya dengan SPSS 10.00 for Windows. Alfabeta, Bandung

Tribawono, D., 2002. Hukum Perikanan Indonesia. Citra Aditya Bakti, Medan.


(3)

Lampiran 14 Analisis Regresi Linier Berganda Beberapa Faktor

Sosial Ekonomi Nelayan Sampel dengan Metode

Backward Elimination

Descriptive Statistics

Mean

Std.

Deviation N Y (Proporsi Bagi Hasil) 38.2391 8.76576 46 X1 (Umur) 46.7609 6.13618 46 X2 (Tingkat Pendidikan) 9.0000 3.02581 46 X3 (Pengalaman Melaut) 22.1087 6.59032 46 X4 (Biaya Operasional) 27009993.04

35

8008534.48

912 46 X5 (Jumlah Tangkapan) 17426.3478 8815.53299 46 X6 (Jumlah Tanggungan) 4.2826 1.70832 46 D (Ikut/tidaknya dalam

Organisasi Perikanan) .8478 .36316 46

Variables Entered/Removed(b)

Model

Variables Entered

Variables

Removed Method 1 X6, X4,X3,

X2, X1, X5 D, (a)

. Enter

2

. X4 (B. Operasiona) Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 3

. Pendidikan) X2 (Tingkat

Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100). 4 . D (ikut/Tidaknya Nelayan Toke dalam Organisasi Perikanan) Backward (criterion: Probability of F-to-remove >= .100).


(4)

Lampiran 14 Analisis Regresi Linier Berganda Beberapa Faktor

Sosial Ekonomi Nelayan Sampel dengan Metode

Backward Elimination

(Lanjutan)

Model Summary(e)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 .771(a) .594 .520 6.07600 2 .770(b) .594 .531 6.00284 3 .765(c) .585 .533 5.99105 4 .754(d) .569 .527 6.02787

a Predictors: (Constant), X6, X4, D, X3, X2, X1, X5 b Predictors: (Constant), X6, D, X3, X2, X1, X5 c Predictors: (Constant), X6, D, X3, X1, X5 d Predictors: (Constant), X6, X3, X1, X5 e Dependent Variable: Y

ANOVA(e)

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regressio

n 2054.854 7 293.551 7.951 .000(a) Residual 1402.877 38 36.918 Total 3457.731 45 2 Regressio

n 2052.400 6 342.067 9.493 .000(b) Residual 1405.331 39 36.034 Total 3457.731 45 3 Regressio

n 2022.021 5 404.404 11.267 .000(c) Residual 1435.709 40 35.893 Total 3457.731 45 4 Regressio

n 1967.986 4 491.996 13.540 .000(d) Residual 1489.745 41 36.335 Total 3457.731 45 a Predictors: (Constant), X6, X4, D, X3, X2, X1, X5

b Predictors: (Constant), X6, D, X3, X2, X1, X5 c Predictors: (Constant), X6, D, X3, X1, X5 d Predictors: (Constant), X6, X3, X1, X5 e Dependent Variable: Y


(5)

Lampiran 14 Analisis Regresi Linier Berganda Beberapa Faktor

Sosial Ekonomi Nelayan Sampel dengan Metode

Backward Elimination

(Lanjutan)

Coefficients(a)

Model Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 15.260 9.370 1.629 .112

X1 (Umur) .285 .199 .200 1.430 .161

X2 (Tingkat Pendidikan) .322 .352 .111 .915 .366 X3 (Pengalaman Melaut) -.214 .203 -.161 -1.053 .299 X4 (Biaya Operasional) .000 .000 .048 .258 .798 X5 (Jumlah Tangkapan) .001 .000 .653 3.442 .001 X6 (Jumlah Tanggungan) -.934 .594 -.182 -1.573 .124 D (ikut/tidaknya dalam

Organisasi Perikanan) 3.233 2.662 .134 1.214 .232

2 (Constant) 16.106 8.672 1.857 .071

X1 (Umur) .291 .196 .203 1.483 .146

X2 (Tingkat Pendidikan) .319 .348 .110 .918 .364 X3 (Pengalaman Melaut) -.229 .192 -.172 -1.196 .239 X5 (Jumlah Tangkapan) .001 .000 .693 6.285 .000 X6 (Jumlah Tanggungan) -.911 .580 -.178 -1.571 .124 D (ikut/tidaknya dalam

Organisasi Perikanan) 3.105 2.584 .129 1.202 .237

3 (Constant) 19.863 7.631 2.603 .013

X1 (Umur) .329 .191 .230 1.722 .093

X3 (Pengalaman Melaut) -.302 .174 -.227 -1.733 .091 X5 (Jumlah Tangkapan) .001 .000 .667 6.273 .000 X6 (Jumlah Tanggungan) -1.068 .553 -.208 -1.929 .061 D (ikut/tidaknya dalam

Organisasi Perikanan) 3.164 2.579 .131 1.227 .227

4 (Constant) 21.670 7.534 2.876 .006

X1 (Umur) .343 .192 .240 1.788 .081

X3 (Pengalaman Melaut) -.335 .173 -.252 -1.938 .060 X5 (Jumlah Tangkapan) .001 .000 .698 6.725 .000 X6 (Jumlah Tanggungan) -.970 .551 -.189 -1.761 .086 a Dependent Variable: Y (Proporsi Bagi Hasil)


(6)