Tindakan Kolektif Collective engagement vs tindakan unilateral unilateral action:

AMERIKA SERIKAT DAN TIMUR TENGAH Presiden-presiden Amerika Serikat AS seperti Jimmy Carter, Ronald Reagen, dan George Bush sampai masa kepemimpinan anaknya: George Walker Bush, tidak ada yang pernah luput dari permasalahan kawasan Timur Tengah. Tercatat bahwa Carter sukses besar ketika berhasil menciptakan perdamaian antara Israel dan Mesir, yang menghasilkan kesepakatan “Camp David Peace Accord”. Akan tetapi pada saat yang sama, Carter juga dianggap gagal dalam menghadapi revolusi di Iran. Presiden Reagan juga dicatat pernah memainkan peran sebagai “peace keeping ” di wilayah Libanon pada awal 1980-an. Hal ini dilakukan untuk menemukan pasukan AS yang terseret, diserang dan terbunuh di barak mereka pada perang sipil, yang berakhir dengan harus ditariknya pasukan AS dari Libanon. Sementara itu George Bush berusaha untuk mendorong proses perdamaian Arab-Israel setelah 1989 dan justru terjebak dalam perang melawan Irak pada 1991. Sementara Clinton, datang sebagai presiden yang menentukan konsentrasi pemerintahan lebih kepada masalah-masalah kerjasama domestik. Akan tetapi dalam waktu yang bersamaan Ia harus menghadapi kelanjutan konfrontasi AS dengan Sadam Hussen di kawasan Teluk, kebangkitan Iran serta kebangkitan rasa kebersamaan yang tinggi pada masyarakat Muslim di dunia Arab, termasuk proses perdamaian Arab-Israel yang meninggalkan banyak persoalan seperti isu-isu fundamentalisme. Perang AS dengan Irak yang “tidak tuntas” ini kemudian dilanjutkan oleh George W. Bush pada tahun 2002, dengan berhasil memporak-porandakan Irak dan menangkap pemimpinnya: Sadam Hussein, dan berakhir dengan dihukum gantungnya orang nomer satu di Timur Tengah tersebut 2006. Namun permasalahan dengan Timur Tengah tidak berakhir sampai disitu saja. Meskipun pemimpin gerakan anti-Amerika di Timur Tengah tersebut telah dihukum gantung, namun kini lahir pemimpin-pemimpin muda masa depan seperti Ahmad dinejad, presiden Irak yang juga sangat keras menentang kebijakan-kebijakan AS di Timur Tengah, bahkan di seluruh dunia. Hubungan AS dengan Timur Tengah sepertinya akan terus penuh konflik, meskipun AS mulai membangun ”dinastinya” di kawasan ini, seperti negara Kuwait yang kini menjadi patner setia AS dalam berbagai bidang kerjasama. Karena selama persoalan Arab – Israel kini lebih sering disebut Palestina – Israel belum usai, BAB V maka keterlibatan AS dalam persoalan keamanan di Timur Tengah pun tidak akan berakhir. Mengapa AS harus tetap terlibat dalam politik di Timur Tengah ? Padahal jika kita lihat, Timur Tengah terletak ribuan mil jaraknya dari AS. Negara- negara di kawasan ini. Bahkan dilihat dari kapabilitas militer rata-rata negara di kawasan ini tidak mampu mengancam kekuatan militer AS. Lebih dari itu, meskipun AS telah mengeluarkan biaya yang sangat besar, melewati waktu yang tidak sebentar, bahkan mengorbankan begitu banyak jiwa, Washington tetap tidak mampu menemukan jalan perdamaian atas konflik Israel – Palestina, atau sekedar memberikan stabilitas politik bagi keamanan di kawasan Teluk Persia ini. Gambaran ini memperlihatkan secara jelas betapa AS memiliki kepentingan yang besar di kawasan ini. Bahkan dengan berbagai upaya untuk mempertahankan eksistensi keterlibatannya di Timur Tengah. Kepentingan-kepentingan apa saja yang sesungguhnya dimiliki AS atas wilayah ini, dan ancaman apa saja yang dihadapi AS atas kepentingan-kepentingan tersebut, akan dibahas dibawah ini. KEPENTINGAN-KEPENTINGAN AS Secara umum ada dua kepentingan utama AS di kawasan ini yang terancam oleh kehadiran Soviet Kini Rusia, yaitu: Minyak dan Keamanan Israel. Kepentingan- kepentingan inilah yang memotivasi AS untuk menahan komunisme, menjaga akses minyak untuk AS dan menghambat perubahan politik kawasan tersebut. Bahkan ketika perang dingin berakhir pun, kepentingan AS yang hakiki tersebut tetap tidak berubah. Yang berubah adalah ancaman terhadap kepentingan tersebut. Ancaman akan Hegemoni Soviet di wilayah Teluk sebelumnya memang memberikan kekhawatiran khusus bagi dunia Barat. Bukan karena Soviet dapat menaikkan harga minyak, tetapi karena Soviet dapat membuat aliran minyak terputus dan menyandera ekonomi negara Barat atas kemampuannya mengintimidasi sebagian kawasan Eropa. Negara-negara di Timur Tengah memang berada dalam situasi yang sangat berbeda dengan kawasan lain. Mereka memiliki ketergantungan yang tinggi atas pendapatan dari minyaknya untuk memperkuat perlengkapan militernya. Timur Tengah memang mampu mengancam harga minyak. Akan tetapi kerapuhan ekonomi kawasan ini dihadapkan dengan ketergantungan perdagangan dengan negara- negara industri maju, sehingga ancaman harga minyak dapat diatasi oleh AS. Eksistensi Israel yang harus dipertahankan adalah kepentingan kedua pemerintah AS. Komitmen AS atas hal ini meliputi alasan-alasan moral, emosional, dan politik. Ketika Perang Teluk berakhir Maret 1991, Presiden Bush kembali menegaskan kepentingannya akan keamanan Israel, tetapi juga menegaskan keyakinannya bahwa kepentingan AS di sana seluruhnya untuk perdamaian. Pada saat perang teluk masih berlangsung, Bush juga pernah menegaskan bahwa keterlibatan AS dalam perang tersebut dimotivasi oleh 3 hal. Yang pertama berhubungan dengan hukum internasional dan norma-norma yang berlaku dalam perilaku antar negara. Yang kedua berhubungan dengan hak asasi manusia HAM dan tanggung jawab negara atas cita-cita warga negaranya. Sedangkan yang ketiga adalah komitmen penuh untuk memegang teguh prinsip tersebut. Meskipun prinsip-prinsip ini membawa pengaruh kepada kebijakan AS akan tetapi tidak mampu menjadikan pengambilan keputusan dapat konsisten dalam mempertahankan prinsip tersebut. Misalnya saja dalam perang teluk, Iraq mencoba memperlihatkan bagaimana AS tidak konsisten atas komitmennya untuk mensukseskan resolusi PBB. Kebijakan AS ini dipandang sebagai ”double standard” oleh sebagian bangsa Arab. AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA 1 Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si. Berakhirnya Perang Dingin dan hancurnya Uni Soviet, tidak serta merta merubah nilai negara Dunia Ketiga 2 bagi Kepentingan Amerika Serikat dan juga bagi stabilitas dunia secara umum. Pemerintah AS sepertinya harus berkonsentrasi terhadap perkembangan negara dunia ketiga karena mereka lebih mudah mengalami konflik dan perang dibandingkan negara-negara lainnya. Dan sebagian besar negara dunia ketiga ini merupakan kawasan yang penting bagi ekonomi negara-negara Barat seperti Teluk Persia, negara sekutu AS dan bagi AS Sendiri. Apalagi, kemungkinan terjadinya perang di negara dunia ketiga sangat tinggi karena memiliki karakter wilayah yang tidak stabil. Hal ini dapat memancing terjadinya konflik internal dan kemudian meluas menjadi konflik internasional. Secara umum, inilah yang menjadi perhatian AS, agar tidak sampai berdampak negatif bagi kepentingan-kepentingan nasionalnya. Perningkatan Kapabilitas Negara Dunia Ketiga: Ancaman bagi Kepentingan AS. Kecenderungan negara dunia ketiga yang tidak stabil dan rentan konflik, sesungguhnya tidak menjadi perhatian utama AS. Akan tetapi, kecenderungan tersebut juga diiringi dengan peningkatan ancaman terhadap kepentingan AS dan sekutunya. 3 Hal ini dapat dilihat dari: 1 Saran Bacaan: 1. Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy, Second Edition New York: St. Matin’s Press, 1992. 2. George W. Breslaver dan Philip E. Tetlock, Learning in U.S. and Soviet foreign Policy, Colorado, Westview Press, 1991. 2 Negara Dunia Ketiga Third World, terdiri dari negara-negara berkembang dan terbelakang. Negara- negara di dunia ketiga berbeda dengan negara dunia pertama Amerika Serikat dan sekutunya serta negara industrial lainnya serta negara kedua Uni Soviet bersama negara Eropa Timur. PBB saat ini mengidentifikasi adanya dunia keempat yang terdiri dari negara-negara industri baru new industrialist countries yang memiliki income per kapita cukup tinggi setiap tahunnya. 3 Steven R. David, The United States and the Third World, dalam Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy , second edition New York: St. Martin’s Press, 1992, 237. BAB VI Pertama, ketergantungan AS akan impor minyak yang telah sampai pada tahap dimana untuk pertamakalinya suplai minyak dari luar negeri memenuhi setengah atau 50 kebutuhan industri-nya. Sekutu AS, Eropa Barat, bahkan lebih parah karena membutuhkan lebih dari 60 impor minyak. Hal ini, nilainya setara dengan nilai keseluruhan kebutuhan minyak Jepang. Permintaan demand atas minyak ini akan terus meningkat seperti juga tumbuhnya negara- negara industri baru, terutama di kawasan Asia. Sementara itu, supply minyak tidak mungkin dapat mengimbangi demand yang terus meningkat. Kedua, kondisi yang membuat negara dunia ketiga dapat membahayakan kepentingan AS adalah dalam hal kemampuan mereka menberikan ancaman secara militer kepada AS dan negara-negara lainnya. Sekitar hampir selusin negara dunia ketiga memiliki atau berusaha untuk mengembangkan senjata nuklir. Yang termasuk kelompok ini diantaranya adalah Libya, Irak, Iran, dan Korea Utara, yang kini dinyatakan sebagai musuh bersama AS dan sekutunya. Sementara di Asia Barat, Pakistan disebut-sebut sebagai pemain baru di dunia senjata nuklir. Senjata kimia dan senjata biologis biological weapons, dan roket Ballistic Missiles juga sama mengancamnya dengan senjata nuklir. Kurang lebih 24 negara kebanyakan di negara dunia ketiga di dunia yang memilikinya atau setidaknya mengupayakan untuk memilikinya. SIPRI Stockholm International Peace Research Institute mengungkapkan bahwa kurang lebih 25 negara di dunia terutama kategori dunia ketiga, memiliki atau mengembangkan senjata Balistik. Kebanyakan negara dunia ketiga juga memproduksi senjata mereka sendiri. Argentina, India, Brasil, Israel, dan Korea Selatan, masing-masing memiliki pabrik senjata dengan 4 jenis senjata : pesawat tempur aircraft, tank baja armor, pelurusenjata missiles, dan Kapal Induklaut naval Vessels. Yang juga penting adalah, meningkatnya kemampuan negara dunia ketiga memproduksi amunisi dasar bagi persenjataan mereka. Seperti Yunani, Pakistan, China, dan Singapura. Meskipun persenjataaan ini tidak memilki profil atau kelas teknologi tingkat atas, namun cukup dapat membunuh dan menyebabkan kerusakan yang besar dalam konflik-konflik di linggungannya dunia ketiga. Bagaimanakah Instabilitas serta Peningkatan Kekuatan Negara Dunia Ketiga dapat Mengancam Kepentingan Amerika Serikat ? Prediksi masa depan negara dunia ketiga adalah ditandai dengan banyaknya negara-negara yang tidak stabil sehingga menciptakan banyak konflik internal maupun internasional. Faktor-faktor yang menjadi kontibutor bagi perdamaian abadi di negara-negara maju tidak ditemukan di negara dunia ketiga. Sebaliknya, Tingginya tingkat kekerasan di negara dunia ketiga, ditambah dengan pertumbuhan kekuatan negara-negara dunia ketiga, akan menciptakan ancaman bagi AS dan bagi perdamaian global. Hal ini tidak lantas menjadikan negara-negara dunia ketiga sebagai ancaman terhadap kepentingan AS. Ada banyak negara terutama di Afrika terlalu lemah untuk mampu memberikan ancaman bagi AS. Sementara dunia ketiga lainnya seperti negara-negara industri baru di Asia Timur, membutuhkan kondisi tidak stabil tersebut. Apa sesungguhnya makna dari instabilitas negara dunia ketiga bagi kebijakan AS ? Pertama, AS harus melipatgandakan usahanya untuk mengurangi ketergantungannya terhadap Minyak dari Teluk Persia. Kedua, secara militer, AS harus mempertahankan intervensinya yang besar di kawasan Teluk Persia, untuk melindungi negara-negara disana dari agresi inter-negara contoh: Pedudukan Iraq terhadap Kuwait sekaligus untuk menekan tingkat konflik sipil yang besar. Ketiga, AS juga harus bersiap untuk mengontol segala aspek persenjataan yang sekiranya akan mengancam keamanan kepentingan AS. Kebijakan Baru AS terhadap Negara Dunia Ketiga: Pasca Perundingan Rio de Janerio. Terlepas apakah Amerika Serikat AS siap atau tidak, berbagai peristiwa dunia telah menghadang didepan dengan sejumlah perubahan yang besar. Pada Juni 1992, pertemuan dunia di Rio de Janerio memberikan arah masa depan dunia menjadi lebih jelas. Pada pertemuan ini, Presiden George Bush mengutarakan visinya yang menekankan kerjasama keamanan yang saling menguntungkan sebagai tujuan yang paling penting. Namun Forum Rio saat itu menyarankan, nilai-nilai baru, sumber-sumber kekuaatan internasional baru, dan wilayah baru untuk kepemimpinan dunia, adalah hal-hal yang harus diciptakan kedepannya. Pertama, konferensi Rio lebih berkonsentrasi pada persoalan keamanan Lingkungan, dan kebutuhan untuk menghentikan gap antara pembangunan tingkat tinggi dan tingkat bawah di negara-negara miskin. Kedua, Rio menyarankan bahwa dengan berakhirnya Perang Dingin, tujuan dari diplomasi bergeser dari manajemen konflik menjadi usaha bersama. Pertemuan dunia hanya sedikit menyinggung tentang konflik super-power; sebaliknya pertemuan ini fokus pada pembangunan sebuah sistem tanggungjawab bersama internasional melalui perjanjian- perjanjian inklusif multilateral. Ketiga, Pertemuan Rio menangkap adanya pertumbuhan kelompok-kelompok yang memiliki kekuatan besar poowerful dalam diplomasi internasional, yaitu Organisasi Interrnasional non-pemerintah Non Governmental Organizations NGOs. Terakhir, pertemuan ini menyarankan, bahwa poros hubungan internasional saat ini bukanlah antara Timur-Barat, tetapi Utara-Selatan. Para perwakilan dari Jepang dan Eropa menyadari bagaimana isu Utara-Selatan ini meningkat setelah era perang dingin. AS gagal melihat kepentingan jangka panjangnya dalam kesuksesan negara-negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika Latin . kebijakan AS dalam anggaran agenda abad 21 dan menandatangani konvensi biodeversity akan menjadi kebijakan yang cukup berbeda dengan apa yang selama ini oleh pemerintahan George Bush lakukan. AS harus mengatur kembali orientasi kebijakannya dan aksi politiknya yang sudah ketinggalan zaman. Tiga perubahan menonjol yaitu: 1 AS harus membuat formulasi ulang kebijakannya terhadap energi dan lingkungan agar tercipta lingkungan ekonomi yang berkelanjutan, 2 AS harus memperkuat institusi lingkungan internasional, komit akan upaya untuk menyelamatkan lapisan ozon,iklim, hutan-hutan, menyelesaikan limbah berbahaya, dan berbagai persoalan lingkungan lainnya, 3 dan yang terpenting untuk menyuskseskan semua ini adalah, AS harus kembali memikirkan hubungannya dengan negara-negara berkembang. KEPENTINGAN AMERIKA SERIKAT Kepentingan ekonomi AS di negara-negara berkembangan semakin intensif dengan adanya pasar global tunggal. Negara berkembang adalah pasar besar yang potensial bagi AS. Lebih dari 13 ekspor AS saat ini ada pada negara berkembang, dan hampir 60 impor negara- negara Amerika Latin berasal dari AS. Pada tahun 1990,ekspor AS ke negara berkembang berjumlah lebih dari 127 juta dolar AS. Jutaan pekerjaan AS bergantung pada kesehatan ekonomi dari negera berkembang. Jika perekonomian negara berkembang mengalami stagnansi, maka pasar produk AS juga akan merasakan akibatnya. Singkatnya, inisiatif AS untuk membantu negara-negara miskin dan berkembang akan menciptakan pasar luar negeri yang baru, memberikan pekerjaan serta peluang-peluang ekonomi bagi AS, meskipun hal ini tidak selalu mudah untuk dilakukan dan tidak selalu memberikan efek keuntungan secara langsung. Ada alasan ekonomis lain yang mendorong AS untuk mengupayakan pembangunan dan stabilitas di negara berkembang. ¼ dari seluruh investasi pribadi AS di luar negeri berada di negara kawasan selatan. Lebih dari 110 milyar dolar nilai investasi di negara berkembang dimilki oleh pemerintah AS dan bank-bank komersial AS. Ditambah lagi, setengah dari jumlah konsumsi minyak AS diimpor dari negara-negara berkembang diluar kawasan Teluk Persia. Kepentingan politik dan keamanan AS juga bergantung pada persahabatan dan perkembangan negara-negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin. AS membutuhkan kerjasama dengan skala keuntungan yang besar : seperti Proliferasi senjata nuklir dan mempeerlambat produksi senjata konvensional, mengontrol imigrasi ilegal dan perdagangan narkotika, memberantas penyebran AIDS secara gelobal dan menghambat penyebaran wabah penyakit lainnya, memerangi terorisme internasional, termasuk berpartisifasi didalm mengatur keamanan regional seta penegakan keamanan. Dalamsetiap wilayah trans nasional tersebut, AS akan mendapatkan fatner yang lebih kooferatif dinegara mana AS memberikan bantuan bagi pembangunannya. Kepentingan fundmental AS dalam perdamaian dan HAM juga ada dalam hubugannya dengan negara-negara berkembang. Jika pertumbuhan populasi di iringi dengan kelangkaan penciptaan pekerjaan pekerjaan baru, jika konflik sosial dan etnik meningkat makadampaknya akan dirasakan i berbagai wilayah : mulai dari jatuhnya pemerintahan, gelombang pengungsi, termasuk juga ancaman terhdap masyarakat sipil dan konflik regional. Berahirnya komunisme maka ancaman keamanan secara langsung bagi AS juga berakhir. Artinya ancaman bagi keamanan dunia tidak lagi pada perang dua ideologi tersebut, tetapi ancaman datang darikonflik-konfilk bersenjata negara berkembang. 125 perang internal telah terjadi di negara berkembang sejak PD-2 . sebagian ada yang perpanjangan dari aktifitas negara super power, namun sebagian besar berakar dari ketegangan nasional dan regional frekuensi konflik semacam ini akan terus meningkat dengan menurunnya kehadiran super power. Terakhir, menyeleasaikan masalah-masalah lingkungan global akan membutuhkan partisipasi yang utuh negara-negara berkembang tanpa mereka tidak ada solusi bagi masalah seperti penggundulan hutan pemanasan global, dan kelebihan populasi. Dalam bahasa yang sederhana AS membutuhkan kerjasama dengan negara berkembang untuk melindungi lingkungannya sendiri. Ada tujuh elemen yang harus menjadi bagian program baru AS yang merefleksikan kebutuhan AS akan negara duia ke-3 dalam rangka mencapai kepentingan jangka panjangnya ; 1. tujuan utama harus menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Karena kebanyakan pembangunan di negara duni ke-3 tidak berhasil akibat tidak memenuhi persoalan lingkungan karenanya pembangunan ntersebut tidak berkelanjutan 2. program bantuan pembangunan seperti AID Agency For Internationl Development dan beberapa agen-agen bantuan bilateral lainnya, tidak akan cukup membantu dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan ternasuk juga untuk menghadapi tantangan lingkungan global. Program bantuan harus diperluas ke wilayah yang lebih kritis dan memberikan prospek bagi negara berkembang. 3. porsi bantuan bilateral yang baru ini harus berkonsentrasi terhadap kebutuhan-kebutuhan AS kedepan; membangun kapasitas manusia dan institusi yang dibutuhkan oleh negara- negara berkembang 4. AS harus meningkatkan bantuan keuangannya secara tajam, bahkan menggandakannya. Program bantuan AS yang baru harus memberikan bantuan kepada negara yang memperlihatkan komitmen politik yang baik. 5. program AS harus di tujukan secara langsung untuk mennyelesaikan ancaman lingkungan global yang memberikan dampak bagi semua negara di dunia. Agar program ini menjadi efektif,bantuan amerika tidak hanya terbatas pada negara berkembang tetapi harus diperluas kepada negara dengan penghasiln menengah seperti Brazil dan Meksiko. 6. upaya untuk mensukseskan investasi akan menemui kegagalan kecuali jika masing- masing pihak meregulasi kebijakan internalnya. 7. program AS yang baru harus mengupayakan pendekatan-pendekatan multirateral. AS harus berupya memperkuat kapabilitas dari agen-agen dalam sistem PBB, Bank dunia, dan bank-bank pembangunan regionl lainnya. AS juga harus ikut dalam aliansi eropa. PERAN POLITIK PERDAGANGAN AMERIKA SERIKAT DALAM EKONOMI GLOBAL Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si. Perkembangan ekonomi global telah menimbulkan perubahan pada struktur perdagangan ekonomiinternasional. Perubahan struktural yang terpenting ialah menurunnya posisi relatif Amerika Serikat terhadap negara-negara lain. Pada akhir PD II dan praktis selama dasawarsa 1960 AS merupakan satu-satunya raksasa ekonomi dunia. Sistem ekonomi dunia adalah unipolar. Tetapi didorong oleh bantuan ekonomi AS kepada dunia, terutama sekali dalam membangun kembali ekonomi negara-negara industri yang sudah hancur karena perang, ekonomi AS sendiri meningkat secara substansial selama dan sesudah PD II, tetapi perkembangan ekonomi negara-negara lain, khususnya daya saing mereka , meningkat lebih cepat. Ekonomi negara-negara Eropa barat, khususnya Jerman, kemudian Jepang, kedua-duanya bekas musuh utamanya dalam PD II, melejit dengan cepatnya dan memperkecil GAP ekonomi mereka dengan AS. Indikator-indikator berikut memberikan gambar yang meyakinkan: 1 Pada tahun 1950 GNP AS adalah 12 dari seluruh GNP dunia,tatapi menurun menjadi sekitar 13 pada tahun 1070 dan hanya ¼ pada tahun 1980. Selama paruh kedua dasawarsa 1960, investasi swasta langsung AS setiap tahunnya rata-rata berjumlah lebih dari 65 dari jumlah total investasi langsung dunia; dalam paruh waktu pertama dasawarsa 1980 jumlah itu menurun menjadi 25. Pada tahun 1970 pangsa AS dalam stok dunia mengenai investasi swasta langsung lebih dari 23, tetapi dalam dasawarsa 1980 pangsa ini menurun hingga kurang dari ½. Pada tahun 1950 pangsa ekspor produk manufaktur AS 27,3 dari ekspor dunia, tetapi turun menjadi 16,6 pada tahun 1980. Perkembangan ekonomi global seperti dijelaskan diatas telah mempengaruhi posisi Amerika Serikat yang relatif menurun, sehingga secara bertahap telah 1 Theodore Geiger, The Future of the international system:The United States and the world Poltical economy and the worl political economy Boston: Unwin hyman, 1988, 28-29. BAB VIII menimbulkan rasa khawatir negara adidaya itu. Dari raksasa ekonomi tunggal selamadan sesudah PD II, Amerika menjadi sebuah negara yang pertumbuhan dan pengaruhnya relatif menurun. Bersamaan dengan itu negara-negara lain, terutama sekali Jepang, Cina dan Jerman kekuatan dan pengaruh ekonominya semakin membumbung naik, yang menimbulkan rasa was-was dan kurang percaya diri pada AS. Keadaan ini tercermin dari politik perdagangannya yang secara pelan tapi pasti, dapat mengancam ekonomi global pada umumnya, yaitu pelaksanaan secara murni dari keputusan-keputusan Putaran Uruguay Uruguay Round GATT yang lalu. Politik perdagangannya itu secara bersamaan mengandung unsur-unsur unilateralisme, bilateralisme, regionalisme dan globalisme. Keempat unsur itu tidak selalu kompatible satu sama lain. Oleh karena itu, ia sering membingungkan ”mitra-mitra” dagang negara adikuasa itu. AS cenderung pada sistem ekonomi dunia yang terbuka dan bebas globalisme. Putaran Uruguay, seperti juga halnya dengan putaran-putaran sebelumnya putaran Kenedy dan Putaran Tokyo adalah gagasan dan prakarsa AS. Putaran Uruguay merupakan negosiasi perdagangan internasional yang paling komprehensif yang tidak pernah ada sebelumnya. Ia meliputi selain masalah tarif, yang selalu masuk agenda putaran-putaran sebelumnya; juga banyak isu-isu lain, seperti proteksi agrikultur, pedagangan trade related investment, perlindungan kepemilikan intelektual intellectual property, penghapusan MFA yang menghambat perdangan tekstil dan aparel, subsidi dan bea masuk ”kompensatoris” countervailing duties, penyelesaian sengketa yang lebih cepat, mekanisme pengamanan atau escape clause, mengganti atau meningkatkan lembaga GATT itu sendiri menjadi organisasi perdagangan dunia Wolrd Trade Organization dan masalah-masalah lain. Banyak dari isu-isu itu yang belum pernah dibicarakan sebelumnya, seperti sevices, investasi, kepemilikan intelektual dan masalah-masalah lainnya yang tidak pernah berhasil dipecahkan dalam putaran-putaran sebelumnya, seperti agrikultur, subsidi dan pengamanan. Tetapi kegandrungan akan ekonomi dunia yang terbuka dan bebas itu dirongrong oleh tiga unsur politik perdagangannya yang lain, unilateralisme, bilateralisme dan regionalsime. Namun, intensitas ketiga unsur itu dapat diperkirakan akan berkurang. Struktur GATT, paling tidak dalam bentuknya yang ideal, mencerminkan kehendak membangun sistem perdagangan dunia yang tidak diskriminatif. Suatu sistem yang mengatur permasalahan pengamanan dan sengketa diselesaikan dengan mencapai kompromi atau melalui cara ”kuasi-yudisial”. Struktur itu memberikan peraturan-peraturan. Arti penting dari peraturan-peraturan itu ialah melindungi yang lemah dari tindakan- tindakan keserakahan dan semena-mena dari yang kuat. Itulah sebabnya, mengapa negara-negara kecil dan lemah mendahulukan GATT ketimbang regionalisme; sedangkan regionalisme merupakan pilihan alternatif. Tetapi tidak jelas apa preferensi Amerika Serikat yang sebenarnya. Mengapa? Salah satu sebabnya ialah tidak dapat diketahui dengan pasti, siapa yang menentukan kebijakan perdagangan AS, apakah pemerintah cabang ekskutif atau kongres cabang legislatif. Pemerintah dalam hal ini USTR US Trade Representatif, mendahulukan GATT. Negosiasi dengan Meksiko yang diusulkannya ditunda-tunda. USTR ingin menyelesaikan putaran Uruguay terlebih dahulu. Tetapi, setelah jelas, bahwa putaran itu tidak mungkin selesai dalam waktu singkat, barulah USTR dengan enggan memulai perundingan dengan Meksiko. Sebaliknya, kongres cenderung melecehkan ketentuan-ketentuan GATT. Preferensi lembaga legislatif itu jelas adalah pendekatan unilateral, mendorong pemerinah melakukan hambatan-hambatan nontarif, seperti memaksakan VER voluntary export restraint mengenai berbagai industri mulai dari otomotif samapai besi baja, dan melakukan tindakan-tindakan sesuai bab 301 yang kemudian menjadi super 301 dari UU perdagangan AS. 2 Kebijakan perdagangan bilateralisme dapat dilihat jelas dari perjanjian perdagangan bebas kanada-AS free trade AreaFTA, menyusul FTA dengan Israel. FTA dengan Kanada sebetulnya merupakan penyimpangan dari kebijakan AS. Kendati pasal XXIV dari GATT membenarkan dilakukannya perdagangan preferensi antara negara- negara, jika memenuhi beberapa syarat, berbeda dengan banyak negara lain, AS sebelumnya tidak menyukai PT preferential trade, dan selalu berpegang pada prinsip MFN most-favorated-nation dari GATT. Jadi dengan mengadakan FTA dengan kanada, AS telah melepaskan perdagangan non-deskriminatif sebagai satu-satunya prinsip dalampolitik perdagangannya. Dari bilateralisme ke regionalisme tinggal selangkah. Regionalisme adalah perdagangan preferensial antara sejumlah negara dalam suatu wilayah geografis yang sama. Satu kali prinsip murni dati GATT ditinggalkan, adalah logis untuk meningkat ke regionalisme. Maka berlangsunglah perundingan dengan Meksiko, suatu negara berkembang, yang akhirnya melahirkan NAFTA, yang sesunggunya merupakan penggabungan FTA dengan Kanada dengan FTA dengan Meksiko dengan alasan bahwa itu akan dapat merusak daya saing AS dalam sektor-sektor dimana upah merupakan proporsi yang signifikan dari biaya total satuan total unit cost. Jadi, oposisi terhadap FTA dengan Meksiko, pada dasarnya adalah proteksionis. Dengan diterimanya NAFTA, maka terbuka peluang untuk memperluas wilayahnya ke sisi belahan barat keseluruhan western Hemisphere. Bahkan mungkin 2 Menurut UU itu, AS secara sepihak atau unilateral menentukan sendiri mengenai apakah suatu negara melakukan tindakan-tindakan tidak jujur terhadap perdagangan AS. juga tidak akan berhenti sampai disana. Sudah ada himbauan untuk mempertimbangkan masuknya Australia, Selandia Baru atau Singapura ke dalam NAFTA. 3 Kongres AS belum menerima gagasan perluasan wilayah NAFTA itu, tetapi itu merupakan kebijakan atau rencana pemerintah eksekutif AS. Mantan Presiden Bush dalam pidatonya tanggal 27 Juni 1990 telah menyerukan perdagangan bebas ”dari Alaska sampai Tierra del Fuego”, suatu pulau di ujung paling selatan dari Chile. 4 Kesimpulannya adalah: 1 pemerintah eksekutif lebih menyukai multilateralisme; tetapi tidak sedemikian gandrung, sehingga bersedia meniadakan bilateralisme yang preferensial dan regionalisme; 2 kongres memberi lip service kepada multilateralisme, tetapi tidak bersedia untuk melepaskan kecenderungan kepada unilateralisme. PENOLAKAN TEORI IMPERIALISME EKONOMI AMERIKA Selama berlangsungnya Perang Dunia II, salah satu rintangan bagi perbaikan hubungan antara AS dengan pihak komunis ialah kecurigaan pihak komunis bahwa AS sedang merancang hegemoni dan imperialisme ekonomi dunia. Meskipun lebih sering terdengar Uni Soviet pasca-detente ketimbang dari Cina pasca-Mao, inilah perbedaan ideologi dasar antara Yimur dan Barat yang menjadi pangkal tolak persepsi masing-masing pihak dan merintangi hubungan yang di antara mereka. Menurut kritik neo-leninis, tahap kedewasaan kapitalisme ditandai dengan kejenuhan pasar domestik menyerap surplus modal dan kelebihan produksi. Pemeliharaan struktur keuntungan, tergantung pada penetrasi pasar luar negeri untuk mendapatkan kesempatan investasi yang menjanjikan tingkat keuntungan yang tinggi, tempat pelemparan ekspor, dan sumber-sumber bahn mentah termurah. Bagi AS, keharusan ekspansi dilancarkan dengan kedok antikomunis dan pertahanan dunia bebas. Hal ini dilontarkan untukmenjelaskan dinamika dasar kebijakan Perang Dingin AS dan dominasinya atas sebagian besar negara Dunia Ketiga. Analisis neo-leninis, telah diuraikan secara panjang lebar, ditolak oleh teoritisi ortodoks atas dasar beberapa alasan faktual, sebagai berikut: 1. keuntungan investasi luar negeri tidak lebih tinggi. Selama dua puluh tahun lalu, investasi manufaktur Amerika di dalam negeri telah menghasilkan keuntungan sedikit lebih tinggi daripada investasi di luar negeri. Oleh karena itu adalah salah bila dikatakan bahwa modal Amerika dialihkan dari pasar dalam negeri ke pasar luar negeri untuk mengejar keuntungan yang lebih tinggi. 3 Thomas J. Duesterberg, “Trade, Investment, and Engagement in the US-East Asian Relationship”, The Washington Quarterly, Winter 1994, hal. 85. 4 Sydney Wentraub, “Western Hemisphere Free Trade Probability or Pipe Dream?” The Annals of the American Academy, AAPS, 528 March 1993, hal.10-13. 2. Kapitalisme AS tidak tergantung pada pasar luar negeri. Benar bahwa jumlah keseluruhan investasi luar negeri AS bernilai lebih dari perekonomian-perekonomian negara lain kecuali Amerika sendiri, Jepang dan Uni Soviet. Tetapi aset-aset luar engeri ini hanya sebagian dari nilai nominal perusahaan-perusahaan AS. Di kebanyakan negara industri, jumlah ekpor kurang dari 10 total angka penjualan, meskipun ada beberapa sektor industri yang sangat bergantung pada penjualan luar engeri: komputer, teknologi ruang angkasa, dan terutama mesin-mesin pertanian. 3. Kapitalisme AS tidak tergantung pada eksploitasi dunia ketiga. Negara-negara berkembang hanya sebagian kecil pasar bagi investasi dan ekspor luar negeri AS, dan mereka lambat laun makin berkurang arti pentingnya kecuali untuk industri persenjataan. Modal AS semakin menguntungkan diinvestasikan di sesama negara maju daripada di negara-negara berkembang, mengingat lebih mantapnya stabilitas politik sehingga menjamin keamanan investasi. Sehingga sulit dipercaya bila dikatakan kapitalisme AS harus mendominir negara-negara kecil atau menghambat pertumbuhan ekonomi. 4. Vietnam tidak bisa dijelaskan sebagai imperialisme ekonomi . Sumber-sumber daya alam dan nilai pasar vietnam atau seluruh Asia Tenggara tidak sebanding biaya perang: 150 milyar dolar, sepuluh tahun perang, dan 50.000 nyawa orang Amerika, padi, kayu dan sedikit simpanan minyak Indocina secara relatif terlalu kecil nilainya. Kebijakan AS di Vietnam tidak dapat dijelaskan dengan motif kapitalisme. Nilai rata- rata pasar saham, yang diramalkan oleh kaum leninis akan naik dengan adanya perang, malahan jatuh drastis, menandakan bahwa vietnam tidak baik untuk bisnis. 5. Tidak ada kelas penguasa kapitalis yang baku di Amerika. Teori neo-leninis menganggap bahwa perusahaan multinasionalis raksasa memiliki dan dikelola oleh sekelompok kecil kelas tertentu yang sangat berpengaruh terhadap proses politik AS. Pada kenyataannya, saran aproduksi dimiliki secara luas, termasuk jutaan usaha kecil yang berhasil. Bahkan industri-industri besar dimilki secara terpencar melalui kepemilikan saham. 6 orang Amerika atau sekitar 140 juta jiwa tahun 1990 memilki saham secara langsung atau tidak langsung melalui dana-dana pensiun, perusahaan-perusahaan asuransi,dan investor-investor institusional kolektif lainnya. Kurang lebih 35 juta orang Amerika memiliki saham secara langsung di pasar saham. Memang ada pemegang-pemegang saham yang sangat besar, namun secara umum Amerika telah mencapai suatu tingkat ”kapitalisme rakyat”. Tidak ada satu garis yng tajam antara yang kaya dan yang miskin. Lebih lagi, pembedaan kayamiskin hanya merupakan salah satu unsur dalam demokrasi pluralistik. Orang-orang katolik kadang kala bertentangan dengan orang- orang protestan, pria dengan wanita, orang kulit putih dengan orang kulit hitam, orang Irlandia dengan orang Italia, petani dengan buruh, yang muda dengan yang tua, kota dengan desa, Utara dengan Selatan, dan elang dengan merpati elang: aliran keras di AS, nasionalistik dan tidak sedang berperang, Merpati: aliran lunak yang selalu mengutamakan perdamaian, dan sebagainya. Setiap konflik saling berkait-kaitan dan tidak ada kelas-kelas permanen yang saling senantiasa berlawanan. Pluralisme menawarkan perubahan koalisi dan pengelompokan. Pemerintah bukan merupakan agen permanen dari satu kelas, melainkan wasit yang berdiri diatas berbagai perbedaan itu, dan menentukan yang terbaik. 6. kepentingan-kepentingan ekonomi tidak menentukan kebijakan luar negeri amerika. Sekalipun kaum neo-leninis dapat menunjukan keuntunan –keuntungan yang didapat amerika dari pasar luar negeri, itu tidakberarti bahwa kebijakan luar negerinya ditentukan oleh imbalan materi secara keseluruhan kepentingan keamanan dan prinsip-prinsip idealogi cenderung menggunguli sedikit imbalan ekonomi dalam menentukan kebijakanluar negeri,menurut pandangan ortodox. Apabila, seperti dilakukan oleh kaum neo-leninis, ketika memperhitungkan imprealisme soviet sebagai suatu mitoloi resmi cipta propaganda amerika, kita harus bersandar pada penjelasan eksotik seperti detirminisi ekonomi untuk menjelaskan kebijakan amerika menjadi nampak.teori imperialismeamerika, dalam pandangan amerika yangdominan adalah rangkaian semboyan menjemukan tanpa alasan dari para pembuat pidato resmi soviet. Abad 20 menyaksikan perubahan radikal dalam posisi dunia AS yang memasuki jaman isolasi tetapi 2 kali dalam 25 tahun terpaksa turun tangan dalm konflik-konflik eropa yang mengancam stabilitas dunia. Setelah tahun 45, amerika menerima kewajiban untuk memerankan peran internsional yang permanen. Amerika 2 kali berperang dalam penyebaran komunisme, sekali di korea dan sekali di vietnam,konflik di vietnam berakhir dalam lingkungan global yang menjanjikan harapan akan membaiknya antara dunia komununis dan non komunis. Sementara itu, hubungan dengan cina membaik seiring dengan meningkatnya komunikasi ekonomi politik dan militer. Kini cina dipandang sebagi suatu kekuatan berkembang yang ”bersahabat” sekaligus ”mengancam” dimana pertumbuhan ekonomi prioritas pertamanya. Resesi ekonomi yang memukul dunia barat selama dua setengah tahun pertama tahun 1980-an telah membuat hubungan amerika serikat dengan dunia ketiga semakin sulit,walaupun tingkat suku bunga tinggi, kegaglan usaha, inflasi dan simptom lainnya sebagian diakibatkan oleh kebijakan-kebijakan domestiknta, AS cenderung mengalihkan frustasinya pada tata ekonomi internasional baru, kebijakan harga dan produksi OPEC, dan permintaan-permintaan yang tidak pernah berhenti dari dunia ketiga bagi bantuan ekonomi dan perlakuan preferensial dalam perdagangan global. Kontradiksi antara permintaan keuangan dan penolakan kebijakan luar negeri AS, termasuk dari negara- negara benua Amerika, menguji kesabaran orang Amerika, termasuk presiden Reagan pada saat itu. Pelanggaran hak hidup manusia di dunia ketiga seperti genoside atau pemusnahan massal bangsa di perang saudara nigeria, pembantaian orang-orang sipil di libanon, pembunuhan biarawati di El savador, kebengisan pasukan berani mati sayap kanan El savador, dan pembunuhan yang diduga diatur pemerintah terhadap pemimpin oposisi di Filipina ketika pulang dari pengasingan di AS dengan jaminan keselamatan, menambah rasa frustasi Amerika: ketika membangun dunia ketiga, tetapi untuk apa? POLITIK KEMANAN AMERIKA PASCA SERANGAN 11 SEPTEMBER 2001

A. Serangan 11 September 2001 dan perubahan kepentingan serta tujuan

kebijakan pertahanan Amerika Serikat. Serangan 11 September 2001 yang lalu telah terbukti memberikan efek yang luar biasa tidak hanya bagi Amerika Serikat AS, tetapi juga terhadap perkembangan keamanan secara global. Tantangan keamanan dunia pasca perang dingin yang selalu didengungkan selama ini adalah munculnya AS sebagai negara dengan kekuatan unipolar. Dan sejak perang dingin berakhir, hegemoni AS di berbagai belahan dunia semakin terlihat. Terminologi terorisme sendiri sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Bahkan jauh sebelum peristiwa 119 terjadi, Dick Cheney yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan AS dibawah Administratif Clinton 1993, telah membahas terorisme serta isu-isu lain seperti perdagangan narkotika dan obat bius, dan proliferasi senjata- senjata pemusnah massal dalam strategi pertahanan regional-nya. Artinya, meskipun terorisme telah lama dikenal sebagai sebuah ancaman terhadap keamanan dan kepentingan nasional, tidak membuat AS siap menghadapi serangan terorisme. Hal ini diperkuat dengan reaksi nyata baik pemerintah maupun publik AS yang terkejut dalam peristiwa 11 September 2001, yang meruntuhkan gedung menara kembar WTC di jantung kota dan pusat finansial New York. BAB X Sebuah pelajaran yang luar biasa besar dari peristiwa 119 adalah bahwa negara lemah weak states seperti Afganistan, mampu menjadi ancaman besar bagi kepentingan nasional negara yang kuat, seperti AS. 1 Apalagi ancaman yang kini dihadapi adalah kelompok-kelompok teroris internasional, sehingga AS harus memperkuat hubungan kerjasama dengan setiap negara terutama negara-negara yang masuk dalam kategori weak states. Karena kemiskinan, institusi yang lemah, dan korupsi dapat menyebabkan negara- negara lemah rentan terhadap jaringan teroris termasuk juga peredaran obat-obat terlarang. 2 Memperkuat aliansi dan kerjasama dengan setiap negara untuk mengalahkan teroris internasional adalah sangat penting. Namun upaya itu juga harus didukung dengan reformasi strategi keamanan negara serta maksimalisasi setiap kekuatan yang dimiliki. Kekuatan militer, pertahanan nasional, penegakan hukum, intelegen, dan upaya-upaya untuk mematahkan jalan dari pembiyaan operasi terorisme merupakan sebuah kesatuan yang harus dilakukan. Untuk itu AS Peristiwa 911 telah memberikan guncangan psikologis bagi AS, sehingga perhatian AS akan keamanan negara homeland security secara total mengalami penyesuaian. Pemerintahan Bush saat ini sedang membangun kebijakan-kebijan baru dan strategi pertahanan nasional, berupaya menciptakan institusi keamanan baru, dan berusaha memenuhi sumber-sumber dana yang dibutuhkan untuk menanggulangi ancaman-ancaman terorisme. Hebatnya serangan teroris pada 11 September, dipadukan dengan karakter pemerintahan Bush yang neokonservatif menyebabkan kebijakan AS 1 The National Security Strategy of The United States of America, 2002, hal.1 2 Ibid.