Tindakan Kolektif Collective engagement vs tindakan unilateral unilateral action:
                                                                                AMERIKA SERIKAT DAN TIMUR TENGAH
Presiden-presiden  Amerika  Serikat  AS  seperti  Jimmy  Carter,  Ronald Reagen,  dan  George  Bush  sampai  masa  kepemimpinan  anaknya:  George  Walker
Bush,  tidak  ada  yang  pernah  luput  dari  permasalahan  kawasan  Timur  Tengah. Tercatat bahwa Carter sukses besar ketika berhasil menciptakan perdamaian antara
Israel  dan  Mesir,  yang  menghasilkan  kesepakatan  “Camp  David  Peace  Accord”. Akan  tetapi  pada  saat  yang  sama,  Carter  juga  dianggap  gagal  dalam  menghadapi
revolusi di Iran. Presiden  Reagan  juga  dicatat  pernah  memainkan
peran  sebagai  “peace keeping
” di wilayah Libanon pada awal 1980-an. Hal ini dilakukan untuk menemukan pasukan AS yang terseret, diserang dan terbunuh di barak mereka pada perang sipil,
yang berakhir dengan harus ditariknya pasukan AS dari Libanon. Sementara  itu  George  Bush  berusaha  untuk  mendorong  proses  perdamaian
Arab-Israel setelah 1989 dan justru terjebak dalam perang melawan Irak pada 1991. Sementara  Clinton,  datang  sebagai  presiden  yang  menentukan  konsentrasi
pemerintahan lebih kepada masalah-masalah kerjasama domestik. Akan tetapi dalam waktu  yang  bersamaan  Ia  harus  menghadapi  kelanjutan  konfrontasi  AS  dengan
Sadam  Hussen  di  kawasan  Teluk,  kebangkitan  Iran  serta  kebangkitan  rasa kebersamaan  yang  tinggi  pada  masyarakat  Muslim  di  dunia  Arab,  termasuk  proses
perdamaian  Arab-Israel    yang  meninggalkan    banyak  persoalan  seperti  isu-isu fundamentalisme.
Perang  AS  dengan  Irak  yang  “tidak  tuntas”  ini  kemudian  dilanjutkan  oleh George W. Bush pada tahun 2002, dengan berhasil memporak-porandakan Irak dan
menangkap  pemimpinnya:  Sadam  Hussein,  dan  berakhir  dengan  dihukum gantungnya  orang  nomer  satu  di  Timur  Tengah  tersebut  2006.  Namun
permasalahan  dengan  Timur  Tengah  tidak  berakhir  sampai  disitu  saja.  Meskipun pemimpin  gerakan  anti-Amerika  di  Timur  Tengah  tersebut  telah  dihukum  gantung,
namun  kini  lahir  pemimpin-pemimpin  muda  masa  depan  seperti  Ahmad  dinejad, presiden  Irak  yang  juga  sangat  keras  menentang  kebijakan-kebijakan  AS  di  Timur
Tengah, bahkan di seluruh dunia. Hubungan  AS  dengan  Timur  Tengah  sepertinya  akan  terus  penuh  konflik,
meskipun AS mulai  membangun  ”dinastinya”  di  kawasan  ini,  seperti  negara  Kuwait yang kini menjadi patner setia AS dalam berbagai bidang kerjasama.  Karena selama
persoalan  Arab –  Israel  kini  lebih  sering  disebut  Palestina  –  Israel    belum  usai,
BAB  V
maka  keterlibatan  AS  dalam  persoalan  keamanan  di  Timur  Tengah  pun  tidak  akan berakhir.
Mengapa AS harus  tetap terlibat dalam politik di Timur Tengah ? Padahal  jika  kita  lihat,  Timur  Tengah  terletak  ribuan  mil  jaraknya  dari  AS.  Negara-
negara  di  kawasan  ini.  Bahkan  dilihat  dari  kapabilitas  militer  rata-rata  negara  di kawasan ini tidak mampu mengancam kekuatan militer AS.  Lebih dari itu, meskipun
AS  telah  mengeluarkan  biaya  yang  sangat  besar,  melewati  waktu  yang  tidak sebentar, bahkan mengorbankan begitu banyak jiwa, Washington tetap tidak mampu
menemukan  jalan    perdamaian  atas  konflik  Israel –  Palestina,  atau  sekedar
memberikan stabilitas politik bagi keamanan di kawasan Teluk Persia ini. Gambaran  ini  memperlihatkan  secara  jelas  betapa  AS  memiliki  kepentingan
yang  besar di  kawasan  ini. Bahkan dengan berbagai  upaya  untuk mempertahankan eksistensi keterlibatannya di Timur Tengah. Kepentingan-kepentingan apa saja yang
sesungguhnya dimiliki AS atas wilayah ini, dan ancaman apa saja yang dihadapi AS atas kepentingan-kepentingan tersebut, akan dibahas dibawah ini.
KEPENTINGAN-KEPENTINGAN AS
Secara  umum  ada  dua  kepentingan  utama  AS  di  kawasan  ini  yang  terancam  oleh kehadiran  Soviet  Kini  Rusia,  yaitu:  Minyak  dan  Keamanan  Israel.  Kepentingan-
kepentingan inilah yang memotivasi AS untuk menahan komunisme, menjaga akses minyak  untuk  AS  dan  menghambat  perubahan  politik  kawasan  tersebut.  Bahkan
ketika  perang  dingin  berakhir  pun,  kepentingan  AS  yang  hakiki  tersebut  tetap  tidak berubah. Yang berubah adalah ancaman terhadap kepentingan tersebut.
Ancaman  akan  Hegemoni  Soviet  di  wilayah  Teluk  sebelumnya  memang memberikan  kekhawatiran  khusus  bagi  dunia  Barat.  Bukan  karena  Soviet  dapat
menaikkan harga minyak, tetapi karena Soviet dapat membuat aliran minyak terputus dan  menyandera  ekonomi  negara  Barat  atas  kemampuannya  mengintimidasi
sebagian kawasan Eropa. Negara-negara  di  Timur  Tengah  memang  berada  dalam  situasi  yang  sangat
berbeda  dengan  kawasan  lain.  Mereka  memiliki  ketergantungan  yang  tinggi  atas pendapatan  dari  minyaknya  untuk  memperkuat  perlengkapan  militernya.  Timur
Tengah memang mampu mengancam harga minyak. Akan tetapi kerapuhan ekonomi kawasan  ini  dihadapkan  dengan  ketergantungan  perdagangan  dengan  negara-
negara industri maju, sehingga ancaman harga minyak dapat diatasi oleh AS.
Eksistensi  Israel  yang  harus  dipertahankan  adalah  kepentingan  kedua pemerintah AS.   Komitmen AS atas hal ini meliputi alasan-alasan moral, emosional,
dan  politik.  Ketika  Perang  Teluk  berakhir  Maret  1991,  Presiden  Bush  kembali menegaskan  kepentingannya  akan  keamanan  Israel,  tetapi  juga  menegaskan
keyakinannya bahwa kepentingan AS di sana seluruhnya untuk perdamaian. Pada  saat  perang  teluk  masih  berlangsung,  Bush  juga  pernah  menegaskan
bahwa  keterlibatan  AS  dalam  perang  tersebut  dimotivasi  oleh  3  hal.  Yang  pertama berhubungan  dengan  hukum  internasional  dan  norma-norma  yang  berlaku  dalam
perilaku  antar  negara.  Yang  kedua  berhubungan  dengan  hak  asasi  manusia  HAM dan tanggung jawab negara atas cita-cita warga negaranya. Sedangkan yang ketiga
adalah komitmen penuh untuk memegang teguh prinsip tersebut. Meskipun  prinsip-prinsip  ini  membawa  pengaruh  kepada  kebijakan  AS  akan
tetapi  tidak  mampu  menjadikan    pengambilan  keputusan  dapat  konsisten  dalam mempertahankan  prinsip  tersebut.  Misalnya  saja  dalam  perang  teluk,  Iraq  mencoba
memperlihatkan  bagaimana  AS  tidak  konsisten  atas  komitmennya  untuk mensukseskan resolusi PBB.  Kebijakan AS ini dipandang sebagai ”double standard”
oleh sebagian bangsa Arab.
AMERIKA SERIKAT DAN NEGARA DUNIA KETIGA
1
Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si.
Berakhirnya  Perang  Dingin  dan  hancurnya  Uni  Soviet,  tidak  serta  merta  merubah    nilai  negara Dunia  Ketiga
2
bagi  Kepentingan  Amerika  Serikat  dan  juga  bagi  stabilitas  dunia  secara  umum. Pemerintah  AS  sepertinya  harus  berkonsentrasi  terhadap  perkembangan  negara  dunia  ketiga
karena  mereka lebih mudah mengalami konflik dan perang  dibandingkan negara-negara lainnya. Dan  sebagian  besar  negara  dunia  ketiga  ini  merupakan  kawasan    yang  penting  bagi  ekonomi
negara-negara  Barat  seperti  Teluk  Persia,  negara  sekutu  AS  dan  bagi  AS  Sendiri.  Apalagi, kemungkinan  terjadinya  perang  di  negara  dunia  ketiga  sangat  tinggi  karena  memiliki  karakter
wilayah yang tidak stabil. Hal ini dapat memancing terjadinya konflik internal dan kemudian meluas menjadi konflik internasional. Secara umum, inilah yang menjadi perhatian AS, agar tidak sampai
berdampak negatif bagi kepentingan-kepentingan nasionalnya.
Perningkatan Kapabilitas Negara Dunia Ketiga:  Ancaman bagi Kepentingan AS.
Kecenderungan  negara  dunia  ketiga  yang  tidak  stabil  dan  rentan  konflik,  sesungguhnya  tidak menjadi  perhatian  utama  AS.    Akan  tetapi,  kecenderungan  tersebut  juga  diiringi  dengan
peningkatan ancaman terhadap kepentingan AS dan sekutunya.
3
Hal ini dapat dilihat dari:
1
Saran Bacaan: 1.  Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy, Second Edition New York: St.
Matin’s Press, 1992. 2.  George  W.  Breslaver  dan  Philip  E.  Tetlock,  Learning  in  U.S.  and  Soviet  foreign  Policy,
Colorado, Westview Press, 1991.
2
Negara Dunia Ketiga Third World, terdiri dari negara-negara berkembang dan terbelakang. Negara- negara di dunia ketiga berbeda dengan negara dunia pertama Amerika Serikat dan sekutunya serta negara
industrial  lainnya  serta  negara  kedua  Uni  Soviet  bersama  negara  Eropa  Timur.  PBB  saat  ini mengidentifikasi  adanya  dunia  keempat  yang  terdiri  dari  negara-negara  industri  baru  new  industrialist
countries yang memiliki income per kapita cukup tinggi setiap tahunnya.
3
Steven R. David, The United States and the Third World, dalam  Eugene R. Wittkopf, The Future of American Foreign Policy
, second edition New York: St. Martin’s Press, 1992, 237.
BAB  VI
Pertama,  ketergantungan  AS  akan  impor  minyak  yang  telah  sampai  pada  tahap  dimana untuk  pertamakalinya  suplai  minyak  dari  luar  negeri  memenuhi  setengah  atau  50  kebutuhan
industri-nya.  Sekutu  AS,  Eropa  Barat,    bahkan  lebih  parah  karena  membutuhkan  lebih  dari  60 impor  minyak.  Hal  ini,  nilainya  setara  dengan  nilai  keseluruhan  kebutuhan  minyak  Jepang.
Permintaan  demand  atas  minyak  ini  akan  terus  meningkat  seperti  juga  tumbuhnya  negara- negara industri baru, terutama di kawasan Asia. Sementara itu, supply minyak tidak mungkin dapat
mengimbangi demand yang terus meningkat. Kedua, kondisi yang membuat negara dunia ketiga dapat membahayakan kepentingan AS
adalah  dalam  hal  kemampuan  mereka  menberikan  ancaman  secara  militer  kepada  AS  dan negara-negara lainnya. Sekitar hampir selusin negara dunia ketiga memiliki atau berusaha untuk
mengembangkan senjata nuklir. Yang termasuk kelompok ini diantaranya adalah Libya, Irak, Iran, dan Korea Utara, yang kini dinyatakan sebagai musuh bersama AS dan sekutunya. Sementara di
Asia Barat, Pakistan disebut-sebut sebagai pemain baru di dunia senjata nuklir. Senjata kimia dan senjata biologis biological weapons, dan roket Ballistic Missiles juga
sama  mengancamnya  dengan  senjata  nuklir.    Kurang  lebih  24  negara  kebanyakan  di  negara dunia ketiga di dunia yang memilikinya atau setidaknya mengupayakan untuk memilikinya. SIPRI
Stockholm  International  Peace  Research  Institute  mengungkapkan  bahwa  kurang  lebih  25 negara di dunia terutama kategori dunia ketiga, memiliki atau mengembangkan senjata Balistik.
Kebanyakan  negara  dunia  ketiga  juga  memproduksi  senjata  mereka  sendiri.  Argentina, India,  Brasil,  Israel,    dan  Korea  Selatan,  masing-masing  memiliki  pabrik  senjata  dengan  4  jenis
senjata  :  pesawat  tempur  aircraft,  tank  baja  armor,    pelurusenjata  missiles,  dan  Kapal Induklaut  naval  Vessels.  Yang  juga  penting  adalah,  meningkatnya  kemampuan  negara  dunia
ketiga  memproduksi  amunisi  dasar  bagi  persenjataan  mereka.  Seperti  Yunani,  Pakistan,  China, dan Singapura. Meskipun persenjataaan ini tidak memilki profil atau kelas teknologi tingkat atas,
namun cukup dapat membunuh dan menyebabkan kerusakan yang besar dalam konflik-konflik di linggungannya dunia ketiga.
Bagaimanakah  Instabilitas  serta  Peningkatan  Kekuatan  Negara  Dunia  Ketiga  dapat Mengancam Kepentingan Amerika Serikat ?
Prediksi masa depan negara dunia ketiga adalah ditandai dengan banyaknya negara-negara yang tidak stabil sehingga menciptakan banyak konflik internal maupun internasional. Faktor-faktor yang
menjadi kontibutor bagi perdamaian abadi di negara-negara maju tidak ditemukan di negara dunia ketiga.  Sebaliknya,  Tingginya  tingkat  kekerasan  di  negara  dunia  ketiga,  ditambah    dengan
pertumbuhan kekuatan negara-negara dunia ketiga, akan menciptakan ancaman bagi AS dan bagi perdamaian global.
Hal  ini  tidak  lantas  menjadikan  negara-negara  dunia  ketiga  sebagai  ancaman  terhadap kepentingan AS. Ada banyak negara terutama di Afrika terlalu lemah untuk mampu memberikan
ancaman  bagi  AS.  Sementara  dunia  ketiga  lainnya  seperti  negara-negara  industri  baru  di  Asia Timur,  membutuhkan  kondisi  tidak  stabil  tersebut.  Apa  sesungguhnya  makna  dari  instabilitas
negara dunia ketiga bagi kebijakan AS ? Pertama,  AS  harus  melipatgandakan  usahanya  untuk  mengurangi  ketergantungannya
terhadap  Minyak  dari  Teluk  Persia.  Kedua,  secara  militer,  AS  harus  mempertahankan intervensinya  yang  besar  di  kawasan  Teluk  Persia,  untuk  melindungi  negara-negara  disana  dari
agresi  inter-negara  contoh:  Pedudukan  Iraq  terhadap  Kuwait  sekaligus  untuk  menekan  tingkat konflik sipil yang besar. Ketiga, AS juga harus bersiap untuk mengontol segala aspek persenjataan
yang sekiranya akan mengancam keamanan kepentingan AS.
Kebijakan Baru AS terhadap Negara Dunia Ketiga: Pasca Perundingan Rio de Janerio.
Terlepas apakah Amerika Serikat AS siap atau tidak, berbagai peristiwa dunia telah menghadang didepan  dengan  sejumlah  perubahan  yang  besar.  Pada  Juni  1992,  pertemuan  dunia  di  Rio  de
Janerio  memberikan  arah  masa  depan  dunia  menjadi  lebih  jelas.  Pada  pertemuan  ini,  Presiden George  Bush  mengutarakan  visinya  yang  menekankan  kerjasama  keamanan  yang  saling
menguntungkan  sebagai    tujuan  yang  paling  penting.  Namun  Forum  Rio  saat  itu  menyarankan, nilai-nilai  baru,  sumber-sumber  kekuaatan  internasional  baru,  dan  wilayah  baru  untuk
kepemimpinan dunia, adalah hal-hal yang harus diciptakan kedepannya. Pertama, konferensi Rio lebih berkonsentrasi pada persoalan keamanan Lingkungan, dan
kebutuhan untuk menghentikan gap antara pembangunan tingkat tinggi dan tingkat bawah di negara-negara miskin.
Kedua, Rio menyarankan bahwa dengan berakhirnya Perang Dingin, tujuan dari diplomasi bergeser dari manajemen konflik  menjadi usaha bersama. Pertemuan dunia hanya sedikit
menyinggung  tentang  konflik  super-power;  sebaliknya  pertemuan  ini  fokus  pada pembangunan  sebuah  sistem  tanggungjawab  bersama  internasional  melalui  perjanjian-
perjanjian  inklusif multilateral. Ketiga,  Pertemuan  Rio  menangkap  adanya  pertumbuhan  kelompok-kelompok  yang
memiliki  kekuatan  besar  poowerful  dalam  diplomasi  internasional,  yaitu  Organisasi Interrnasional non-pemerintah Non Governmental Organizations  NGOs.
Terakhir,  pertemuan  ini  menyarankan,  bahwa  poros  hubungan  internasional  saat  ini bukanlah  antara  Timur-Barat,  tetapi  Utara-Selatan.  Para  perwakilan  dari  Jepang  dan
Eropa menyadari bagaimana isu Utara-Selatan ini meningkat setelah era perang dingin.
AS  gagal  melihat  kepentingan  jangka  panjangnya  dalam  kesuksesan  negara-negara berkembang  di Afrika, Asia dan Amerika Latin . kebijakan AS dalam anggaran agenda abad 21
dan menandatangani konvensi  biodeversity akan menjadi kebijakan yang cukup berbeda dengan apa yang selama ini oleh pemerintahan George Bush lakukan.
AS  harus  mengatur  kembali  orientasi  kebijakannya  dan  aksi  politiknya  yang  sudah ketinggalan  zaman.  Tiga  perubahan  menonjol  yaitu:  1  AS  harus  membuat  formulasi  ulang
kebijakannya  terhadap  energi  dan  lingkungan  agar  tercipta  lingkungan  ekonomi  yang berkelanjutan, 2 AS harus memperkuat institusi lingkungan internasional, komit akan upaya untuk
menyelamatkan lapisan ozon,iklim, hutan-hutan, menyelesaikan limbah berbahaya, dan berbagai persoalan  lingkungan  lainnya,  3  dan  yang  terpenting    untuk  menyuskseskan  semua  ini  adalah,
AS harus kembali memikirkan hubungannya dengan negara-negara berkembang.
KEPENTINGAN AMERIKA SERIKAT
Kepentingan  ekonomi  AS  di  negara-negara  berkembangan  semakin  intensif  dengan adanya  pasar  global  tunggal.  Negara  berkembang  adalah  pasar  besar  yang  potensial  bagi  AS.
Lebih dari 13 ekspor AS  saat ini ada pada negara berkembang, dan hampir 60 impor negara- negara  Amerika  Latin  berasal  dari  AS.  Pada  tahun  1990,ekspor  AS  ke  negara  berkembang
berjumlah lebih dari 127 juta dolar AS. Jutaan pekerjaan AS bergantung pada kesehatan ekonomi dari  negera  berkembang.  Jika  perekonomian  negara  berkembang  mengalami  stagnansi,  maka
pasar  produk  AS  juga  akan  merasakan  akibatnya.  Singkatnya,  inisiatif  AS  untuk  membantu negara-negara  miskin  dan  berkembang  akan  menciptakan  pasar  luar  negeri  yang  baru,
memberikan  pekerjaan  serta  peluang-peluang  ekonomi  bagi  AS,  meskipun  hal  ini  tidak  selalu mudah untuk dilakukan dan tidak selalu memberikan efek keuntungan secara langsung.
Ada alasan ekonomis  lain yang mendorong AS untuk mengupayakan pembangunan dan stabilitas  di  negara  berkembang.  ¼  dari  seluruh  investasi  pribadi  AS  di  luar  negeri  berada  di
negara kawasan selatan. Lebih dari 110 milyar dolar nilai investasi di negara berkembang dimilki oleh pemerintah AS dan bank-bank komersial AS. Ditambah lagi, setengah dari jumlah konsumsi
minyak AS diimpor dari negara-negara berkembang diluar kawasan Teluk Persia. Kepentingan  politik  dan  keamanan  AS  juga  bergantung  pada  persahabatan  dan
perkembangan  negara-negara  di  Afrika,  Asia  dan  Amerika  Latin.  AS  membutuhkan  kerjasama dengan  skala  keuntungan  yang  besar  :  seperti  Proliferasi  senjata  nuklir  dan  mempeerlambat
produksi  senjata  konvensional,  mengontrol  imigrasi  ilegal  dan  perdagangan  narkotika, memberantas  penyebran  AIDS  secara  gelobal  dan  menghambat  penyebaran  wabah  penyakit
lainnya,  memerangi  terorisme  internasional,  termasuk  berpartisifasi  didalm  mengatur  keamanan regional  seta  penegakan  keamanan.  Dalamsetiap  wilayah  trans  nasional  tersebut,  AS  akan
mendapatkan  fatner  yang  lebih  kooferatif  dinegara  mana  AS  memberikan  bantuan  bagi pembangunannya.
Kepentingan  fundmental  AS  dalam  perdamaian  dan  HAM  juga  ada  dalam  hubugannya dengan  negara-negara  berkembang.  Jika  pertumbuhan  populasi  di  iringi  dengan  kelangkaan
penciptaan  pekerjaan  pekerjaan  baru,  jika  konflik  sosial  dan  etnik  meningkat  makadampaknya akan  dirasakan  i  berbagai  wilayah  :  mulai  dari  jatuhnya  pemerintahan,  gelombang  pengungsi,
termasuk juga ancaman terhdap masyarakat sipil dan konflik regional. Berahirnya komunisme maka ancaman keamanan secara langsung bagi AS juga berakhir.
Artinya  ancaman  bagi  keamanan  dunia  tidak  lagi  pada  perang  dua  ideologi  tersebut,  tetapi ancaman  datang  darikonflik-konfilk  bersenjata  negara  berkembang.  125  perang  internal  telah
terjadi di negara berkembang sejak PD-2 . sebagian ada yang perpanjangan dari aktifitas negara super  power,  namun  sebagian  besar  berakar  dari  ketegangan  nasional  dan  regional  frekuensi
konflik semacam ini akan terus meningkat dengan menurunnya kehadiran super power.
Terakhir,  menyeleasaikan  masalah-masalah  lingkungan  global  akan  membutuhkan partisipasi  yang  utuh  negara-negara  berkembang  tanpa  mereka  tidak  ada  solusi  bagi  masalah
seperti  penggundulan  hutan  pemanasan  global,  dan  kelebihan  populasi.  Dalam  bahasa  yang sederhana  AS  membutuhkan  kerjasama  dengan  negara  berkembang  untuk  melindungi
lingkungannya sendiri.
Ada  tujuh  elemen  yang  harus  menjadi  bagian  program  baru  AS  yang  merefleksikan kebutuhan AS akan negara duia ke-3 dalam rangka mencapai kepentingan jangka panjangnya ;
1. tujuan utama harus menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Karena kebanyakan
pembangunan  di  negara  duni  ke-3  tidak  berhasil  akibat  tidak  memenuhi  persoalan lingkungan karenanya pembangunan ntersebut  tidak berkelanjutan
2. program  bantuan  pembangunan  seperti  AID  Agency  For  Internationl  Development  dan
beberapa  agen-agen  bantuan  bilateral  lainnya,  tidak  akan  cukup  membantu  dalam mendukung pembangunan yang berkelanjutan ternasuk juga untuk menghadapi tantangan
lingkungan  global.  Program  bantuan  harus  diperluas  ke  wilayah  yang  lebih  kritis  dan memberikan prospek bagi negara berkembang.
3. porsi bantuan bilateral yang baru ini harus berkonsentrasi terhadap kebutuhan-kebutuhan
AS kedepan; membangun  kapasitas manusia dan institusi yang dibutuhkan oleh negara- negara berkembang
4. AS harus meningkatkan bantuan keuangannya secara tajam, bahkan menggandakannya.
Program  bantuan  AS  yang  baru  harus  memberikan  bantuan  kepada  negara  yang memperlihatkan komitmen politik yang baik.
5. program AS harus di tujukan secara langsung untuk mennyelesaikan ancaman lingkungan
global yang memberikan dampak bagi semua negara di dunia. Agar program ini menjadi efektif,bantuan  amerika  tidak  hanya  terbatas  pada  negara  berkembang  tetapi  harus
diperluas kepada negara dengan penghasiln menengah seperti Brazil dan Meksiko. 6.
upaya  untuk  mensukseskan  investasi  akan  menemui  kegagalan  kecuali  jika  masing- masing pihak meregulasi kebijakan internalnya.
7. program  AS  yang  baru  harus  mengupayakan  pendekatan-pendekatan  multirateral.  AS
harus  berupya  memperkuat  kapabilitas  dari  agen-agen  dalam  sistem  PBB,  Bank  dunia, dan bank-bank pembangunan regionl lainnya. AS juga harus ikut dalam aliansi eropa.
PERAN POLITIK PERDAGANGAN AMERIKA SERIKAT DALAM EKONOMI GLOBAL
Oleh: Dewi Triwahyuni, S.Ip., M.Si.
Perkembangan  ekonomi  global  telah  menimbulkan    perubahan  pada  struktur perdagangan  ekonomiinternasional.  Perubahan  struktural  yang  terpenting  ialah
menurunnya posisi relatif Amerika Serikat terhadap negara-negara lain. Pada akhir PD II dan praktis selama dasawarsa 1960 AS merupakan satu-satunya raksasa ekonomi dunia.
Sistem  ekonomi  dunia  adalah  unipolar.  Tetapi  didorong    oleh  bantuan  ekonomi  AS kepada  dunia,  terutama  sekali  dalam  membangun  kembali  ekonomi  negara-negara
industri  yang  sudah  hancur  karena  perang,  ekonomi  AS  sendiri  meningkat  secara substansial  selama  dan  sesudah  PD  II,  tetapi  perkembangan  ekonomi  negara-negara
lain,  khususnya  daya  saing  mereka  ,  meningkat    lebih  cepat.  Ekonomi  negara-negara Eropa  barat,  khususnya  Jerman,  kemudian  Jepang,  kedua-duanya  bekas  musuh
utamanya dalam PD II, melejit dengan cepatnya dan memperkecil GAP ekonomi mereka dengan AS. Indikator-indikator berikut memberikan gambar yang meyakinkan:
1
Pada tahun 1950 GNP AS adalah 12 dari seluruh GNP dunia,tatapi menurun menjadi sekitar 13 pada tahun 1070 dan hanya ¼ pada tahun 1980.
Selama  paruh  kedua  dasawarsa  1960,  investasi  swasta  langsung  AS  setiap tahunnya  rata-rata  berjumlah  lebih  dari  65  dari  jumlah  total  investasi
langsung  dunia;  dalam  paruh  waktu  pertama  dasawarsa  1980  jumlah  itu menurun menjadi 25.
Pada  tahun  1970  pangsa  AS  dalam  stok  dunia  mengenai  investasi  swasta langsung  lebih  dari  23,  tetapi  dalam  dasawarsa  1980  pangsa  ini  menurun
hingga kurang dari ½. Pada  tahun  1950  pangsa  ekspor  produk  manufaktur  AS  27,3  dari  ekspor
dunia, tetapi turun menjadi 16,6 pada tahun 1980.
Perkembangan  ekonomi  global  seperti  dijelaskan  diatas  telah  mempengaruhi posisi  Amerika  Serikat  yang  relatif  menurun,  sehingga  secara  bertahap  telah
1
Theodore Geiger, The Future of the international system:The United States and the world Poltical economy and the worl political economy Boston: Unwin hyman, 1988, 28-29.
BAB  VIII
menimbulkan rasa khawatir negara adidaya itu. Dari raksasa ekonomi tunggal selamadan sesudah  PD  II,  Amerika  menjadi  sebuah  negara  yang  pertumbuhan  dan  pengaruhnya
relatif menurun. Bersamaan dengan itu negara-negara lain, terutama sekali Jepang, Cina dan  Jerman  kekuatan  dan  pengaruh  ekonominya  semakin  membumbung  naik,  yang
menimbulkan rasa was-was dan kurang percaya diri pada AS. Keadaan  ini  tercermin  dari  politik  perdagangannya  yang  secara  pelan  tapi  pasti,
dapat mengancam ekonomi global pada umumnya, yaitu pelaksanaan secara murni dari keputusan-keputusan  Putaran  Uruguay  Uruguay  Round  GATT  yang  lalu.  Politik
perdagangannya  itu  secara  bersamaan  mengandung  unsur-unsur  unilateralisme, bilateralisme, regionalisme dan globalisme. Keempat unsur itu tidak selalu kompatible
satu sama lain. Oleh karena itu, ia sering membingungkan ”mitra-mitra” dagang negara adikuasa itu.
AS cenderung pada sistem ekonomi dunia yang terbuka dan bebas globalisme. Putaran Uruguay,  seperti juga  halnya  dengan  putaran-putaran  sebelumnya  putaran  Kenedy  dan
Putaran Tokyo adalah gagasan dan prakarsa AS. Putaran Uruguay merupakan negosiasi perdagangan internasional yang paling komprehensif yang tidak pernah ada sebelumnya.
Ia  meliputi  selain  masalah  tarif,  yang  selalu  masuk  agenda  putaran-putaran sebelumnya;  juga  banyak  isu-isu  lain,  seperti  proteksi  agrikultur,  pedagangan  trade
related  investment,  perlindungan  kepemilikan  intelektual  intellectual  property, penghapusan  MFA  yang  menghambat  perdangan  tekstil  dan  aparel,  subsidi  dan  bea
masuk ”kompensatoris” countervailing duties, penyelesaian sengketa yang lebih cepat, mekanisme  pengamanan  atau  escape  clause,  mengganti  atau  meningkatkan  lembaga
GATT itu sendiri menjadi organisasi perdagangan dunia Wolrd Trade Organization dan masalah-masalah  lain.  Banyak  dari  isu-isu  itu  yang  belum  pernah  dibicarakan
sebelumnya,  seperti  sevices,  investasi,  kepemilikan  intelektual  dan  masalah-masalah lainnya  yang  tidak  pernah  berhasil  dipecahkan  dalam  putaran-putaran  sebelumnya,
seperti agrikultur, subsidi dan pengamanan. Tetapi kegandrungan akan ekonomi dunia yang terbuka dan bebas itu dirongrong
oleh  tiga  unsur  politik  perdagangannya  yang  lain,  unilateralisme,  bilateralisme  dan regionalsime.  Namun,  intensitas  ketiga  unsur  itu  dapat  diperkirakan  akan  berkurang.
Struktur  GATT,  paling  tidak  dalam  bentuknya  yang  ideal,  mencerminkan  kehendak membangun  sistem  perdagangan  dunia  yang  tidak  diskriminatif.  Suatu  sistem  yang
mengatur  permasalahan  pengamanan  dan  sengketa  diselesaikan  dengan  mencapai kompromi atau melalui cara ”kuasi-yudisial”. Struktur itu memberikan peraturan-peraturan.
Arti  penting  dari  peraturan-peraturan  itu  ialah  melindungi  yang  lemah  dari  tindakan-
tindakan  keserakahan  dan  semena-mena  dari  yang  kuat.  Itulah  sebabnya,  mengapa
negara-negara kecil dan lemah mendahulukan GATT ketimbang regionalisme; sedangkan regionalisme  merupakan  pilihan  alternatif.  Tetapi  tidak  jelas  apa  preferensi  Amerika
Serikat yang sebenarnya. Mengapa? Salah  satu  sebabnya  ialah  tidak  dapat  diketahui  dengan  pasti,  siapa  yang
menentukan  kebijakan  perdagangan  AS,  apakah  pemerintah  cabang  ekskutif  atau kongres  cabang  legislatif.  Pemerintah  dalam  hal  ini  USTR  US  Trade  Representatif,
mendahulukan  GATT.  Negosiasi  dengan  Meksiko  yang  diusulkannya  ditunda-tunda. USTR ingin menyelesaikan putaran Uruguay terlebih dahulu. Tetapi, setelah jelas, bahwa
putaran  itu  tidak  mungkin  selesai  dalam  waktu  singkat,  barulah  USTR  dengan  enggan memulai perundingan dengan Meksiko.
Sebaliknya,  kongres  cenderung  melecehkan  ketentuan-ketentuan  GATT. Preferensi  lembaga  legislatif  itu  jelas  adalah  pendekatan  unilateral,  mendorong
pemerinah melakukan hambatan-hambatan nontarif, seperti memaksakan VER voluntary export  restraint  mengenai  berbagai  industri  mulai  dari  otomotif  samapai  besi  baja,  dan
melakukan tindakan-tindakan sesuai bab 301 yang kemudian menjadi super 301 dari UU perdagangan AS.
2
Kebijakan  perdagangan  bilateralisme  dapat  dilihat  jelas  dari  perjanjian perdagangan bebas kanada-AS free trade AreaFTA, menyusul FTA dengan Israel. FTA
dengan  Kanada  sebetulnya  merupakan  penyimpangan  dari kebijakan  AS.  Kendati  pasal XXIV  dari  GATT  membenarkan  dilakukannya  perdagangan  preferensi  antara  negara-
negara,  jika  memenuhi  beberapa  syarat,  berbeda  dengan  banyak  negara  lain,  AS sebelumnya  tidak  menyukai  PT  preferential  trade,  dan  selalu  berpegang  pada  prinsip
MFN most-favorated-nation dari GATT. Jadi dengan mengadakan FTA dengan kanada, AS  telah  melepaskan  perdagangan  non-deskriminatif  sebagai  satu-satunya  prinsip
dalampolitik perdagangannya. Dari  bilateralisme  ke  regionalisme  tinggal  selangkah.  Regionalisme  adalah
perdagangan  preferensial  antara  sejumlah  negara  dalam  suatu  wilayah  geografis  yang sama.  Satu  kali  prinsip  murni  dati  GATT  ditinggalkan,  adalah  logis  untuk  meningkat  ke
regionalisme.  Maka  berlangsunglah  perundingan  dengan  Meksiko,  suatu  negara berkembang,  yang  akhirnya  melahirkan  NAFTA,  yang  sesunggunya  merupakan
penggabungan FTA dengan Kanada dengan FTA dengan Meksiko dengan alasan bahwa itu  akan  dapat  merusak  daya  saing  AS  dalam  sektor-sektor  dimana  upah  merupakan
proporsi yang signifikan dari biaya total satuan total unit cost. Jadi, oposisi terhadap FTA dengan Meksiko, pada dasarnya adalah proteksionis.
Dengan  diterimanya  NAFTA,  maka  terbuka  peluang  untuk  memperluas wilayahnya  ke  sisi  belahan  barat  keseluruhan  western  Hemisphere.  Bahkan  mungkin
2
Menurut  UU  itu,  AS  secara  sepihak  atau  unilateral  menentukan  sendiri  mengenai  apakah  suatu  negara melakukan tindakan-tindakan tidak jujur terhadap perdagangan AS.
juga tidak akan berhenti sampai disana. Sudah ada himbauan untuk mempertimbangkan masuknya Australia, Selandia Baru atau Singapura ke dalam NAFTA.
3
Kongres AS belum menerima  gagasan  perluasan  wilayah  NAFTA  itu,  tetapi  itu  merupakan  kebijakan  atau
rencana  pemerintah  eksekutif  AS.  Mantan  Presiden  Bush  dalam  pidatonya  tanggal  27 Juni 1990 telah menyerukan perdagangan bebas ”dari Alaska sampai Tierra del Fuego”,
suatu  pulau  di  ujung  paling  selatan  dari  Chile.
4
Kesimpulannya  adalah:  1  pemerintah eksekutif  lebih  menyukai  multilateralisme;  tetapi  tidak  sedemikian  gandrung,  sehingga
bersedia  meniadakan  bilateralisme  yang  preferensial  dan  regionalisme;  2  kongres memberi  lip  service  kepada  multilateralisme,  tetapi  tidak  bersedia  untuk  melepaskan
kecenderungan kepada unilateralisme.
PENOLAKAN TEORI IMPERIALISME EKONOMI AMERIKA Selama berlangsungnya Perang Dunia II, salah satu rintangan bagi perbaikan hubungan
antara  AS  dengan  pihak  komunis  ialah  kecurigaan  pihak  komunis  bahwa  AS  sedang merancang hegemoni dan imperialisme ekonomi dunia.  Meskipun lebih  sering terdengar
Uni  Soviet  pasca-detente  ketimbang  dari  Cina  pasca-Mao,  inilah  perbedaan  ideologi dasar antara Yimur dan Barat yang menjadi pangkal tolak persepsi masing-masing pihak
dan  merintangi  hubungan  yang    di  antara  mereka.  Menurut  kritik  neo-leninis,  tahap kedewasaan  kapitalisme  ditandai  dengan  kejenuhan  pasar  domestik  menyerap  surplus
modal  dan  kelebihan  produksi.  Pemeliharaan  struktur    keuntungan,  tergantung  pada penetrasi  pasar  luar  negeri  untuk  mendapatkan  kesempatan  investasi  yang  menjanjikan
tingkat  keuntungan  yang  tinggi,  tempat  pelemparan  ekspor,  dan  sumber-sumber  bahn mentah  termurah.  Bagi  AS,  keharusan  ekspansi  dilancarkan  dengan  kedok  antikomunis
dan  pertahanan  dunia  bebas.  Hal  ini  dilontarkan  untukmenjelaskan  dinamika  dasar kebijakan Perang Dingin AS dan dominasinya atas sebagian besar negara Dunia Ketiga.
Analisis  neo-leninis,  telah  diuraikan  secara  panjang  lebar,  ditolak  oleh  teoritisi  ortodoks atas dasar beberapa alasan faktual, sebagai berikut:
1.  keuntungan  investasi  luar  negeri  tidak  lebih    tinggi.  Selama  dua  puluh  tahun  lalu, investasi manufaktur Amerika di dalam negeri telah menghasilkan keuntungan sedikit
lebih  tinggi  daripada  investasi  di  luar  negeri.  Oleh  karena  itu  adalah  salah  bila dikatakan  bahwa  modal  Amerika  dialihkan  dari  pasar  dalam  negeri  ke  pasar  luar
negeri untuk mengejar keuntungan yang lebih tinggi.
3
Thomas J. Duesterberg, “Trade, Investment, and Engagement in the US-East Asian Relationship”, The Washington Quarterly, Winter 1994, hal. 85.
4
Sydney Wentraub, “Western Hemisphere Free Trade Probability or Pipe Dream?” The Annals of the American Academy, AAPS, 528 March 1993, hal.10-13.
2.  Kapitalisme  AS  tidak  tergantung  pada  pasar  luar  negeri.  Benar  bahwa  jumlah keseluruhan  investasi  luar  negeri  AS  bernilai  lebih  dari  perekonomian-perekonomian
negara  lain  kecuali  Amerika  sendiri,  Jepang  dan  Uni  Soviet.  Tetapi  aset-aset  luar engeri  ini  hanya  sebagian  dari  nilai  nominal  perusahaan-perusahaan  AS.  Di
kebanyakan  negara  industri,  jumlah  ekpor  kurang  dari  10  total  angka  penjualan, meskipun ada beberapa sektor industri yang sangat bergantung pada penjualan luar
engeri: komputer, teknologi ruang angkasa, dan terutama mesin-mesin pertanian. 3.  Kapitalisme  AS  tidak  tergantung  pada  eksploitasi  dunia  ketiga.  Negara-negara
berkembang  hanya  sebagian  kecil  pasar  bagi  investasi  dan  ekspor  luar  negeri  AS, dan  mereka  lambat  laun  makin  berkurang  arti  pentingnya  kecuali  untuk  industri
persenjataan.  Modal  AS  semakin  menguntungkan  diinvestasikan  di  sesama  negara maju  daripada  di  negara-negara  berkembang,  mengingat  lebih  mantapnya  stabilitas
politik  sehingga  menjamin  keamanan  investasi.  Sehingga  sulit  dipercaya  bila dikatakan  kapitalisme  AS  harus  mendominir  negara-negara  kecil  atau  menghambat
pertumbuhan ekonomi. 4.  Vietnam  tidak  bisa  dijelaskan  sebagai  imperialisme  ekonomi  .  Sumber-sumber  daya
alam  dan  nilai  pasar    vietnam  atau  seluruh  Asia  Tenggara  tidak  sebanding  biaya perang:  150  milyar  dolar,  sepuluh  tahun  perang,  dan  50.000  nyawa  orang  Amerika,
padi,  kayu  dan  sedikit  simpanan  minyak  Indocina  secara  relatif  terlalu  kecil  nilainya. Kebijakan  AS  di  Vietnam  tidak  dapat  dijelaskan  dengan  motif  kapitalisme.  Nilai  rata-
rata  pasar  saham,  yang  diramalkan  oleh  kaum  leninis  akan  naik  dengan  adanya perang, malahan jatuh drastis, menandakan bahwa vietnam tidak baik untuk bisnis.
5.  Tidak  ada  kelas  penguasa  kapitalis  yang  baku  di  Amerika.  Teori  neo-leninis menganggap  bahwa  perusahaan  multinasionalis  raksasa  memiliki  dan  dikelola  oleh
sekelompok kecil kelas tertentu yang sangat berpengaruh terhadap proses politik AS. Pada kenyataannya, saran aproduksi dimiliki secara luas, termasuk jutaan usaha kecil
yang    berhasil.  Bahkan  industri-industri  besar  dimilki  secara  terpencar  melalui kepemilikan  saham.  6  orang  Amerika  atau  sekitar  140  juta  jiwa  tahun  1990
memilki  saham  secara  langsung  atau  tidak  langsung  melalui  dana-dana  pensiun, perusahaan-perusahaan asuransi,dan investor-investor institusional kolektif  lainnya.
Kurang lebih 35 juta orang Amerika memiliki saham secara langsung di pasar saham. Memang ada pemegang-pemegang saham yang sangat besar, namun secara umum
Amerika telah mencapai suatu tingkat ”kapitalisme rakyat”. Tidak ada satu garis  yng tajam antara yang kaya dan yang miskin.
Lebih  lagi,  pembedaan  kayamiskin  hanya  merupakan  salah  satu  unsur  dalam demokrasi  pluralistik.  Orang-orang  katolik  kadang  kala  bertentangan  dengan  orang-
orang protestan, pria dengan wanita, orang kulit putih dengan orang kulit hitam, orang Irlandia dengan orang Italia, petani  dengan buruh, yang muda dengan yang tua, kota
dengan desa, Utara dengan Selatan, dan elang dengan merpati elang: aliran keras di AS,  nasionalistik  dan  tidak  sedang  berperang,  Merpati:  aliran  lunak  yang  selalu
mengutamakan perdamaian, dan sebagainya. Setiap konflik saling berkait-kaitan dan tidak  ada  kelas-kelas  permanen  yang  saling  senantiasa  berlawanan.  Pluralisme
menawarkan  perubahan  koalisi  dan  pengelompokan.  Pemerintah  bukan  merupakan agen  permanen  dari  satu  kelas,  melainkan  wasit  yang  berdiri  diatas  berbagai
perbedaan itu, dan menentukan yang terbaik. 6.  kepentingan-kepentingan  ekonomi  tidak  menentukan  kebijakan  luar  negeri  amerika.
Sekalipun kaum neo-leninis dapat menunjukan keuntunan –keuntungan yang didapat
amerika  dari  pasar  luar  negeri,  itu  tidakberarti  bahwa  kebijakan  luar  negerinya ditentukan  oleh  imbalan  materi  secara  keseluruhan  kepentingan  keamanan  dan
prinsip-prinsip  idealogi  cenderung  menggunguli  sedikit  imbalan  ekonomi  dalam menentukan  kebijakanluar  negeri,menurut  pandangan  ortodox.  Apabila,  seperti
dilakukan oleh kaum neo-leninis, ketika memperhitungkan imprealisme soviet sebagai suatu mitoloi resmi cipta propaganda amerika, kita harus bersandar pada penjelasan
eksotik  seperti  detirminisi  ekonomi  untuk  menjelaskan  kebijakan  amerika  menjadi nampak.teori  imperialismeamerika,  dalam  pandangan  amerika  yangdominan  adalah
rangkaian  semboyan  menjemukan  tanpa  alasan  dari  para  pembuat  pidato  resmi soviet.
Abad  20  menyaksikan  perubahan  radikal  dalam  posisi  dunia  AS  yang  memasuki  jaman isolasi tetapi 2 kali dalam 25 tahun terpaksa turun tangan dalm konflik-konflik eropa yang
mengancam  stabilitas  dunia.  Setelah  tahun  45,  amerika  menerima  kewajiban  untuk memerankan  peran  internsional  yang  permanen.  Amerika  2  kali  berperang  dalam
penyebaran komunisme, sekali di korea dan sekali di vietnam,konflik di vietnam berakhir dalam  lingkungan  global  yang  menjanjikan  harapan  akan  membaiknya  antara  dunia
komununis dan non komunis. Sementara itu, hubungan dengan cina membaik seiring dengan meningkatnya komunikasi
ekonomi politik dan militer. Kini cina dipandang sebagi suatu kekuatan berkembang yang ”bersahabat”    sekaligus  ”mengancam”  dimana  pertumbuhan  ekonomi  prioritas
pertamanya.
Resesi  ekonomi  yang  memukul  dunia  barat  selama  dua  setengah  tahun  pertama  tahun 1980-an  telah  membuat  hubungan  amerika  serikat  dengan  dunia  ketiga  semakin
sulit,walaupun  tingkat  suku  bunga  tinggi,  kegaglan  usaha,    inflasi  dan  simptom  lainnya sebagian  diakibatkan  oleh  kebijakan-kebijakan  domestiknta,  AS  cenderung  mengalihkan
frustasinya  pada  tata  ekonomi  internasional  baru,  kebijakan  harga  dan  produksi  OPEC, dan  permintaan-permintaan  yang  tidak  pernah  berhenti  dari  dunia  ketiga  bagi  bantuan
ekonomi  dan  perlakuan  preferensial  dalam  perdagangan  global.  Kontradiksi  antara permintaan  keuangan  dan  penolakan  kebijakan  luar  negeri  AS,  termasuk  dari  negara-
negara  benua  Amerika,  menguji  kesabaran  orang  Amerika,  termasuk  presiden  Reagan pada  saat  itu.  Pelanggaran  hak  hidup  manusia  di  dunia  ketiga  seperti  genoside  atau
pemusnahan massal bangsa di perang saudara nigeria, pembantaian orang-orang sipil di libanon,  pembunuhan  biarawati  di  El  savador,  kebengisan  pasukan  berani  mati  sayap
kanan  El  savador,  dan  pembunuhan  yang  diduga  diatur  pemerintah  terhadap  pemimpin oposisi  di  Filipina  ketika  pulang  dari  pengasingan  di  AS  dengan  jaminan  keselamatan,
menambah rasa frustasi Amerika: ketika membangun dunia ketiga, tetapi untuk apa?
POLITIK KEMANAN AMERIKA PASCA SERANGAN 11 SEPTEMBER 2001