HI di AMERIKA serikat english

1. In your own words, define and describe the terms “grand strategy” and “tactics.” How
do they relate to one another?
2. What methods and tactics has the United States used in military policy? Be sure to
reference deterrence, alliances, and missile defense.
3. How does terrorism impact U.S. foreign policy? In what ways has the United States
attempted to combat acts of terror? How has the United States been successful or
unsuccessful?

1.

Strategi berasal dari bahasa Yunani, strategia, yang diartikan sebagai the art of
general atau seni yang digunakan oleh pimpinan dalam peperangan. Dalam
pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau
pencapaian tujuan. Sedangkan Grand Strategy ( Strategi Raya) adalah strategi yang
mencakup strategi militer dan strategi non-militer sebagai usaha dalam pencapaian
tujuan perang. Strategi raya adalah proses dimana tujuan dasar bangsa diwujudkan
dalam dunia yang saling bertentangan nilai-ilai dan tujuan. Strategi Raya terdiri
dari tujuan kerja dari semua instrumen kekuasaan tersedia bagi komunitas
keamanan. Agar perencanaan pelaksanaan politik dan strategi dapat dilakukan
dengan baik, maka harus dirumuskan dan dilakukan pemikiran strategi yang akan
digunakan. Strategi Raya dilaksanakan melalui bidang ilmu politik, sosial budaya,

pertahanan dan keamanan, baik lintas sector maupun lintas disiplin.
Memperhatikan dimensi ruang dan waktu, pendekatan ruang dilakukan dengan
pertimbangan strategi akan berhasil bila didukung oleh lingkungan sosial budaya
dimana strategi dan manajemen tersebut dioperasionalkan, sedangkan pendekatan
waktu sangat fluktuatif terhadap perubahan dan ketidakpastian kondisi yang
berkembang sehingga strategi dapat bersifat temporer dan kontemporer. Strategi
disusun dalam kerangka Grand Strategy (Strategi Raya) yang mencakup kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga keamanan nasional dan
melindungi kepentingan nasionalnya.
Definisi standar dari Strategi Raya melibatkan kesesuaian antara kepentingan
nasional dengan kebutuhan sumber kekuatan untuk mencapai tujuan. Hal ini tekait
artikulasi kepentingan nasional sebuah negara, prioritas serta formulasi strategi
yang melindungi dan memperluas kepentingan nasional, biasanya melibatkan
kekuatan militerNamun pengertian Strategi Raya berbeda dengan Strategi Militer,
karena Grand Strategy tidak membahas perlawanan dalam sebuah perang maupun
invasi militer, karena pembahasan Grand Strategy jauh lebih besar dibanding hanya
memenangkan peperangan. Grand Strategy adalah teori negara tentang bagaimana
negara dalam lingkungan keamanan internasional yang anarkhi dapat menciptakan
keamanan bagi dirinya sendiri. Untuk menentukan Grand Strategy, negara akan
mendefinisikan kepentingan dan tujuan mereka, mengidentifikasi ancaman yang

dapat mengganggu kepentingan dan tujuannya serta memutuskan respon baik
militer, ekonomi maupun diplomasinya untuk melindungi kepentingan
nasionalnya. Karakteristik dari Grand Strategy dapat dilihat dari usia sebuah
negara dan pemimpinnya.

Taktik disebut juga Memformulasikan Strategi Pertempuran atau Setelah
menentukan sasaran nasional yang jelas dan dapat diraih, menyusun Grand Strategi
yang terkoordinasi dengan baik, mendesain operasionalisasi strategi, maka langkah
terakhir adalah memformulasikan dan melaksanakan strategi pertempuran atau
biasa disebut taktik. Bagaimana menggunakan kekuatan di dalam medan
peperangan untuk mencapai tujuan keamanan nasional. Dalam pengertian yang
umum, instrumen negara dapat dibedakan dalam tiga klasifikasi,yaitu militer,
ekonomi dan diplomatik. Instrumen milliter berkenaan dengan kekuatan angkatan
perang negara yang dikerahkan untuk mencapai tujuan nasional. Instrumen
ekonomi terkait dengan penggunaan sumber daya material negara untuk mencapai
tujuan akhir. Sedangkan diplomatik berkenaan dengan cara posisi politik
internasional dan kemampuan diplomatik dalam menunjang pencapaian tujuan.
Setiap instrumen dipakai untuk tujuan yang sama, untuk menghasilkan keluaran
yang mendukung kepentingan nasional.
Tulisan Barry R.Posen dalam bukunya yang berjudul The Struggle against

Terorism: Grand Strategy, Strategy and Tactics menjelaskan apa yang harus
dilakukan oleh suatu negara dalam upayanya dalam memerangi terorisme. Posen
menyebutkan bahwa dalam upaya menanggulangi terorisme suatu negara
memerlukan sebuah strategi yang digunakan untuk menentukan prioritas dan
memfokuskan penggunaan sumberdaya suatu negara, sumber daya ini maksudnya
ialah uang, waktu, capital politik dan kekuatan militer. Strategi kontra teror sangat
penting dimiliki oleh suatu negara karena dengan adanya suatu strategi yang tepat
maka suatu negara akan mampu menciptakan skala prioritas atas penggunaan
sumberdaya mereka mengingat sangat terbatasnya sumber daya yang dimiliki suatu
negara dan sifat perang melawan teror yang bersifat “perang yang menguras tenaga

2.

Sejak tahun 1950 para politisi dan para ahli Amerika bekerja dengan berbagai
sarana dan jalan untuk melindungi Amerika dari ancaman rudal balistik antar benua
Uni Soviet (ICBMs – Interconteniental Ballistic Missiles). Hanya saja upaya itu
terbatas pada Sistem Pertahanan Rudal Nasional (NMD – National Missile Defense)
yang belakangan berkembang menjadi Sistem Penangkal Rudal Terhadap Potensi
Ancaman Serangan Nuklir Soviet. Pada tahun 1961 upaya program itu terhenti karena
sebab teknik. Dan digantikan oleh sejumlah rencana pertahanan. Namun aktivitas di

dalam rencana-rencana itu tidak berlangsung lama karena belum terbukti
kemampuannya dalam mencegat dan menangkal rudal balistik Soviet. Disamping
rencana-rencana itu juga sangat membebani. Terlebih rencana-rencana itu mengalami
masalah-masalah teknologi yang utama. Akan tetapi program-program tersebut dan
program-program balasannya yang terkait dengan persaingan rudal dan perlindungan
dari serangan rudal, telah mendorong kedua negara, Amerika dan Uni Soviet, untuk
menandatangani perjanjian pembatasan penyebaran rudal balistik (ABMT – Anti
Ballistic Missile Treaty) pada tahun 1972. Menurut perjanjian itu masing-masing
negara bisa membangun pertahanan rudal menghadapi bahaya rudal balistik. Namun
perjanjian itu membatasi kedua negara dengan batas geografis dan jumlah rudal yang
boleh disebarkan oleh masing-masing dalam rangka mempertahankan dirinya.
Sebagai contoh, Uni Soviet menyebarkan sistem rudal yang dinamakan A-35 Sistem
Rudal Galosh (Galosh Missile System). Sistem itu hanya untuk melindungi Moskow
saja. Sedangkan Amerika menyebarkan sistem pertahanan preventif di sekitar

Amerika Serikat untuk membentengi dan mempertahankannya dari rudal manapun
yang diluncurkan dari pangkalan manapun yang ada di bawah Sistem Rudal Balistik
Soviet (Intercontenental Ballistic Missiles).

-


Inisiatif Pertahanan Strategis (SDI – Strategic Defense Initiative) yang
diluncurkan oleh Ronald Reagen pada tanggal 23 Maret 1973 dinilai sebagai
pelanggaran terhadap perjanjian yang ditandatangani oleh Amerika dan Uni
Soviet untuk membatasi penyebaran senjata balistik (ABM – Anti Ballistic
Missile). Hal itu juga menjerumuskan Uni Soviet ke dalam persaingan dengan
Amerika. Persaingan itu menyebabkan terjadinya tekanan terhadap
perekonomian Uni Soviet. Tekanan itu bersama dengan faktor-faktor lainnya
menyebabkan hancurnya Uni Soviet. Inisiatif Pertahanan Strategis (SDI) atau
yang dikenal dengan Perang Bintang (Star Wars) merupakan proyek sangat
ambisius Amerika pada masa lalu yang dimaksudkan untuk Sistem Penangkal
Rudal. Program Perang Bintang mencakup penyebaran rudal, radar, penangkal
di darat, udara, laut dan luar angkasa. Termasuk di dalamnya sejumlah Stasiun
Angkasa Untuk Perang Laser (Space Based Laser Battle Stations) dan Nuclear
Pumped X-ray Laser Satellites, sistem-sistem penuntun super canggih dan
sistem-sistem kontrol. Program Perang Bintang (SDI) berbeda dengan
program-program sebelumnya. Program itu berbeda dengan Sistem Pertahanan
Rudal Nasional (NMD – National Missile Defense) yang hanya untuk
melindungi Amerika Serikat saja. Akan tetapi program Perang Bintang (SDI)
juga disiapkan untuk tujuan melindungi sekutu-sekutu Amerika di Eropa dari

bahaya rudal balistik Soviet. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991
M, program Perang Bintang ditarik dan tentu saja aktivitas program itu pun
berhenti. Akan tetapi Sistem Partahanan Rudal Nasional (NMD – National
Missile Defense) tetap bekerja. Pada masa pemerintahan Bill Clinton
dilakukan pengembangan sistem tersebut kemudian diaktifkan secara
bertahap. Dan akhirnya menjadi perhatian pemerintahan Amerika pada masa
Bush Junior dan menjadi titik sentral dalam menaikkan tensi hubungan
Amerika-Rusia. Pada tanggal 13 Desember 2001 M, Bush mengumumkan
penarikan diri dari perjanjian pembatasan penyebaran rudal balistik (ABMT –
Anti Ballistic Missiles Treaty). Peristiwa itu dinilai sebagai pertama kalinya
dalam sejarah, Amerika menarik diri dari perjanjian internasional utama untuk
persenjataan. Akibat dari penarikan diri Amerika itu, dibentuk Lembaga
Pertahanan Rudal Amerika (MDA-Missile Defense Agency) yang di antara
tugasnya membuat rencana ambisius untuk membangun sistem Pertahanan
Rudal Nasional (NMD-National Missile Defense).

-

Pada tanggal 16 Desember 2002 Bush mengeluarkan “Pengarahan Presiden no
23 tentang Keamanan Nasional”. Ini merupakan rencana global membangun

sistem-sistem pertahanan terhadap rudal balistik yang siap diluncurkan. Pada
hari berikutnya Amerika secara resmi meminta kepada Inggris dan Denmark
untuk menggunakan fasilitas di kedua negara itu sebagai bagian dari aktifitas
pembangunan ulang sistem pertahanan rudal nasional (NMD-National Missile
Defense). Bush mengubah nama Sistem Pertahanan Rudal Nasional (NMD)

menjadi GMD-Ground-based Midcourse Defense. Secara praktis Sistem
Pertahanan Rudal Nasional mencakup rencana-rencana pangkalan luar
angkasa, laut dan udara. Pada Februari 2007 Amerika secara resmi mulai
melakukan pembahasan dengan Polandia dan Republik Ceko tentang
dimulainya pembangunan pangkalan penangkal rudal untuk mempermudah
aktifitas sistem GMD. Amerika menjustfikasi sebab dimulainya program
GMD karena terdapat negara-negara setan, seperti Korea Utara dan Iran secara
khusus, yang berupaya mengembangkan rudal-rudal jarak jauh yang mampu
mengusung hulu ledak nuklir yang mengancam kepentingan Amerika di Eropa
dan Israel! Padahal sebenarnya aksi Amerika itu merupakan pengepungan
Rusia dan melanggengkan Rusia berada pada daerah ancaman penangkal rudal
Amerika. Rusia memahami hakikat perkara tersebut. Rusia menilai sistem
GMD sebagai ancaman mematikan terhadap keamanan Rusia. Pada November
2008 duta besar Rusia untuk NATO Dmitry Rogozin mengatakan “Rudal

Amerika di Polandia bisa menghujani Moskow hanya dalam waktu empat
detik. Dan untuk mengeluarkan Amerika dan membongkar kepalsuan klaim
Amerika bahwa fasilitas rudal di Polandia dan Ceko itu untuk menangkal Iran,
Rusia menawarkan kepada Amerika untuk menyebar radarnya disamping radar
Rusia di pangkalan radar Rusia di Gabala, Azerbaijan dan itu lebih dekat ke
Iran dari pada Polandia dan Ceko, jika memang targetnya adalah Iran!”
Amerika tidak menyetujuinya karena target Amerika adalah menancapkan
pangkalan di Eropa Timur untuk mengancam Rusia… Dan Amerika tidak
ingin Rusia ikut berkontribusi di pangkalannya sehingga pangkalan Amerika
akan berada dalam pengamatan Rusia, selama targetnya adalah Rusia itu
sendiri!
Begitulah, Rusia memahami bahwa penangkal rudal Amerika itu diarahkan untuk
melawan Rusia, bukannya melawan ngara-negara setan itu! Karena itu, Putin pada
April 2007 telah mengancam akan terjadinya perang dingin baru jika Amerika tetap
berkeras menyebarkan penangkal rudal di Eropa Tengah. Sebagai tambahan, sebagai
reaksi atas berbagai ancaman Amerika, Putin mengancam akan menarik diri dari
Perjanjian Kekuatan Nuklir (NFT-Nuclear Forces Treaty) yang ditandatangani dengan
Amerika pada tahun 1987 M. Kemudian Putin mengancam akan menyebar rudalrudal di perbatasan Kaliningrad di laut Baltik yang dekat dengan Polandia. Salah
seorang jenderal Rusia berpendapat lebih jauh di mana ia mengancam akan
menghujani Polandia jika tetap berkeras menjadi bagian dari penangkal rudal

Amerika. Pada tanggal 15 Agustus 2008, jenderal Rusia Anatoly Nogovitsyn
mengatakan: “Dengan masuknya Polandia dalam penangkal rudal, maka itu
menjadikan Polandia sebagai target. Ini saya yakin 100 %. Sungguh Polandia telah
menjadi target serangan dan penghancuran target ini menjadi salah satu prioritas“.

-

Sebelum Obama secara resmi mengumumkan meninggalkan rencana
penanaman rudal Amerika di Polandia dan Republik Ceko, Obama telah
menyatakan pada awal tahun 2009 bahwa ia akan membatalkan rencana
pertahanan rudal di Eropa Timur demi kepentingan sistem pertahanan rudal
bergerak yang dibangun di atas kapal perang Amerika. Karena itu,
pengumuman Obama pada tanggal 17 September 2009 untuk meninggalkan
penanaman rudal Amerika itu sudah dia perhitungkan dengan seksama.

Keputusan itu datang setelah ia meminta penilaian terhadap program Bush
GMD.

-


Sedangkan Obama meninggalkan rencana Bush yaitu sistem GMD itu apakah
benar-benar atau merupakan tipu daya untuk meyakinkan dan menenangkan
Rusia secara aman dan temporer, maka hal itu bisa dipahami dari paparan
berikut:

a.

Di dalam pidato Obama yang baru tentang rencana tersebut, Obama mengatakan:
“Saya setuju dengan sejumlah rekomendasi dari Menteri Pertahanan dan Kepala
Staf untuk memperkuat perlindungan Amerika menghadapi kemungkinan
serangan rudal balistik. Pendekatan ini akan melahirkan kemampuan yang lebih
cepat, membangun sistem yang lebih efisien, memberikan bentuk yang lebih
defensif menghadapi rudal, dari pada program pertahanan rudal Eropa tahun
2007”. Obama menambahkan: “Kita berhasil membuat kemajuan besar dalam
mengembangkan rudal pertahanan kita dan khususnya dalam mengembangkan
pemancar rudal darat dan laut serta peralatan pendukungnya. Pendekatan kita
yang baru akan memungkinkan kita untuk menggunakan teknologi baru
termodern dalam bentuk yang lebih cepat dari sistem sebelumnya… Sistem yang
baru di Eropa akan lebih kuat, lebih cerdas dan lebih cepat melindungi militer
Amerika dan sekutu-sekutunya, dari sistem sebelumnya. Pendekatan baru kita

akan memberikan kemampuan yang lebih efisien dan efektif. Pendekatan baru
kita akan membangun kepercayaan dalam komitmen kita untuk melindungi
Amerika dari ancaman rudal balistik serta menjamin dan memperkuat
perlindungan sekutu-sekutu kita di NATO”.

b.

Menteri Pertahanan Robert Gates membantah berbagai kritik menentang
keputusan Obama dengan mangatakan: “Sebenarnya mereka yang mengatakan
bahwa kita telah mencampakkan pertahanan rudal di Eropa, bisa jadi mereka
tidak mendengarkan berita secara benar atau mereka belum memahami konstelasi
dengan sebenarnya”. Gates juga menegaskan bahwa sistem baru itu “Memberikan
kemampuan pertahanan rudal yang lebih baik dari program-program sebelumnya
yang telah dimulai sekitar tiga puluh tahun lalu”. Ia menambahkan “ Kita
memiliki kesempatan menyebarkan sensor dan rudal pencegat di utara dan selatan
Eropa –dalam jangka waktu dekat- yang akan bisa mencegat rudal yang datang
dari Iran dan yang lainnya”.

c. Dari pidato Obama dan Menteri Pertahanan jelaslah bahwa keduanya tidak
membicarakan tentang ditinggalkannya sistem pertahanan GMD. Akan tetapi
sebaliknya, keduanya berbicara tentang program yang lebih kompleks. Gates
mengungkapkan rencananya untuk membangun sistem pertahanan rudal nasional
(NMD-National Missile Defense) generasi baru. Ia mengatakan: “Langkah berikut

pada tahun 2015 kira-kira akan mencakup pangkalan-pangkalan bumi yang bersifat
tetap dan fleksibel yaitu SM-3”. Begitu pula di majalah Euronet dilansir pernyataan
jenderal James Cartwright, wakil kepala staf gabungan Amerika, tentang komentar
terhadap penyebaran rudal-rudal yang diajukan “Yang dominan adalah akan
dilakukan penyebaran radar-radar di wilayah Kaukasus, karena itu akan lebih dekat
dalam mendapatkan peringatan diri”.
Dengan begitu jelaslah bahwa ditinggalkannya sistem pertahanan GMD di Polandia dan
Ceko akan bersifat sementara untuk menyenangkan Rusia. Gates telah berlaku cerdik dengan
tidak menyebutkan dibukanya pembahasan Pentagon dengan Polandia dan Ceko tentang
dimasukkannya model darat untuk sistem SM-3 dan peralatan lain untuk sistem tersebut.
Demikian pula Gates tidak menyebutkan pembahasan-pembahasan seputar berita yang bocor
bahwa Turki, Georgia, dan Azerbaijan bisa masuk di dalam organisasi penyebaran rudal
Amerika. Bocoran berita itu telah membuat resah Rusia karena itu artinya bahwa penyebaran
pangkalan rudal darat telah meluas ke kebun belakang Rusia. Hal itu ditambah lagi pidato
Obama yang baru dan menteri pertahanan Robert Gates sangat meresahkan. Karena itu,
meskipun Rusia menyambut keputusan Obama meninggalkan sistem GMD pada tanggal 17
September 2009, dan terdapat pernyataan presiden Rusia, Dmitry Medvedev, bahwa ia akan
menarik kembali keputusannya tentang penyebaran rudal di Kaliningrad, meski semua itu,
reaksi yang datang dari Rusia menunjukkan ketidakpuasan Rusia terhadap keputusan Obama.
Karena itu, juru bicara di kantor berita Rusia menjawab pidato Obama dan menteri
pertahanan Robert Gates dengan komentar: “Seperti yang kami perhitungkan, Barack Obama
dalam pidatonya pada tanggal 24 September 2009, dia tidak akan berbicara tentang
meninggalkan atau menunda sesuatu pun. Akan tetapi ia justru mengadopsi rencana
partahanan rudal baru yang dibangun di atas asas-asas teknologi yang sedang berkembang
dan modern yang mampu secara labih baik untuk menghadapi ancaman rudal kontemporer.
Obama mengatakan bahwa rencana tersebut lebih memiliki kapabilitas dari rencana
sebelumnya yang menggabungkan Polandia dan Ceko”.
Sedangkan apakan keunggulan Amerika secara militer telah goyah dan kemudian
kontrol Amerika di dalam konstelasi internasional melemah, dan Amerika akhirnya
memperhitungkan peningkatan kekuatan Rusia secara militer, maka jelas bahwa Amerika
tidak lagi memiliki kontrol atas dunia sebagaimana kontrol yang dimilikinya sebelum
menginvasi Irak. Karena Irak dan Afganistan menyedot kekuatan militer dan pendapatan
Amerika. Ditambah lagi krisis ekonomi global makin memperparah pelemahan posisi
Amerika di dunia. Akan tetapi meski semua itu, Amerika tetap lebih unggul dalam bidang
militer dan memiliki kontrol yang lebih kuat di dalam konstelasi internasional. Namun
Amerika menghadapi sejumlah tantangan dan persaingan dari kekuatan utama lainnya di
dunia. Akibat meletusnya krisis yang kami sebutkan sebelumnya, maka tantangan dari
saingannya makin dramatis.
3 . Peristiwa WTC bagi Amerika Serikat sendiri merupakan pukulan telak bagi supremasi
adidaya, yang menuntut respon dalam bentuk “perang” terhadap terorisme. Hal ini tentunya
juga membuka mata bagi negara lainnya, ini menyadarkan mereka bahwa ancaman serius
terhadap kemanusiaan dapat mengambil bentuk yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya,
tragedy WTC dan respon AS terhadap terorisme merupakan awal dari terbangunnya sebuah
tatanan politik dunia yang ditandai oleh meningkatnya ancaman non-tradisional (khususnya
dalam bentuk terorisme) dan hegemoni AS sebagai adidaya tunggal. AS berusaha untuk

menunjukkan hegemoninya kepada dunia dan adanya keinginan untuk memerangi teroris
yang sampai dengan saat ini identik dengan dunia islam. Penggiringan opini bahwa pelaku
adalah umat islam, terlepas dari tanpa bukti dan fakta, menyebabkan antipati publik terhadap
islam.
Dalam menghadapi terorisme, khususnya di Asia Tenggara, Pemerintah Amerika
Serikat memilih untuk bersikap tegas, tidak melakukan kompromi, dan menolak secara tegas
untuk melakukan negosiasi dengan kelompok terorisme, baik itu berupa tebusan, perubahan
kebijakaan, penukaran atau pembebasan tawanan. Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan
kebijakan politik luar negeri secara umum dalam menghadapi terorisme internasional di
kawasan Asia Tenggara yakni, mengeluarkan Kebijakan travel advisory dan travel warning
terhadap Negara-negara yang potensial mendapat serangan terorisme di Kawasan Asia
Tenggara. Meningkatkan kuantitas personil militer di kawasan Asia untuk melindungi
kepentingan dan warga negaranya. Menggiatkan kampanye anti terorisme internasional
melalui forum kerjasama regional seperti APEC dan ASEAN. Kebijakan luar negeri secara
khusus yang bersifat bilateral antara pemerintah Amerika Serikat dan beberapa negara di
kawasan Asia Tenggara. Dengan Malaysia berupa kerjasama pembentukan pusat koordinasi
anti terorisme regional Asia Tenggara di Malaysia. Bersama Filiphina melakukan kerjasama
latihan militer. Dengan Indonesia, pemerintah Amerika Serikat memberikan bantuan dana
sebesar 50 juta USD untuk membiayai pelatihan dan pembentukan satuan anti terror yang
profesional.