Pengaruh Paparan Arsenic Terhadap Terjadinya Kanker Bladder
PENGARUH PAPARAN ARSENIC TERHADAP TERJADINYA KANKER BLADDER
Oleh
MAYA SAVIRA 197611192003122001
DEPARTEMEN FISIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
Di dalam pikiran warga masyarakat, umumnya bila mereka mendengar kata arsen atau arsenic maka yang akan terbayangkan oleh mereka adalah racun kedua kata ini sepertiya sudah merupakan persamaan antara satu dengan yang lainnya (Jones, 2007). Hal ini disebabkan karena efek toksik dan karsinogenik dari arsenic ini sudah banyak diketahui di masyarakat (Frumkin and Thun, 2009). dan merupakan masalah besar di bidang kesehatan masyarakat terutama karena efek karsinogenik nya (Hopenhayn-Rich et al., 1998). Elemen metal alamiah dari arsenic ini sebenarnya terdapat dalam setiap elemen dari lingkungan dalam konsentrasi yang kecil, bahkan dalam makanan sekalipun (Jones, 2007). Studi epidemiologi terhadap populasi di Taiwan, Bangladesh dan Argentina dengan kadar arsenic yang tinggi di dalam air yang diminum, telah menunjukkan terjadinya peningkatan resiko terjadinya kanker saluran kemih, paru paru, dan kulit juga sediki peningkatan terhadap resiko terjadinya kanker kolon dan hepar. Beberapa penelitian juga melaporkan peningkatan resiko kanker sel transisional bladder juga terjadi bahkan pada paparan arsenic dengan nilai maximum concentration level (MCL) dibawah standart Amerika Serikat yaitu 50 ppb (Frumkin and Thun, 2009). Oleh karena itu maka pada tanggal 31 oktober 2001 United states (US) Environmental Protection Agency (EPA) menurunkan nilai MCL standart dari 50 ppb menjadi 10 ppb hal ini dilakukan untuk mencegah kurang lebih 28 kematian pertahun akibat kanker paru dan kanker bladder (Siegel, 2006).
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Arsenic Arsenic merupakan elemen yang banyak terdapat secara alamiah di dalam
lingkungan. Bentuk aslinya adalah metal tetapi arsenic lebih banyak terdapat sebagai komponen dalam campuran inorganik (seperti, bercampur dengan oksigen, besi, chlorin dan/atau sulfur) atau dalam campuran organik (Frumkin and Thun, 2009). Arsenic tidak terdistribusi secara merata diseluruh dunia. Dalam keadaan teroksidasi arsenic terdapat dalam bentuk yang disebut arsenates (H3AsO4) akan tetapi dalam keadaan tereduksi ringan arsenic biasanya terdapat dalam bentuk yang disebut arsenites (H3AsO3). Dalam keadaan tereduksi sedang arsenic paling sering berkombinasi dengan sulfur dan ferum membentuk arsenic sulfida (FeAsS) yang hampir tidak larut dalam air dan tidak bergerak didalam lingkungan. Pada keadaan tereduksi berat, arsenic terdapat dalam bentuk H3As akan tetapi kondisi ini sangat jarang terjadi (Jones, 2007)
Sebagaimana kebanyakan metal maka toksisitas arsenic tergantung dari bentuk kimianya. Paparan yang paling banyak terjadi di lingkungan industri dan pada produk produk pembangunan seperti kayu yang telah diproses adalah bentuk trivalen seperti arsenic trioxide, sodium arsenite, dan arsenic trichloride. Bentuk ini lebih toksik dari bentuk pentavalen seperti arsenic pentoxide, arsenic acid dan calcium arsenales. Kedua bentuk arsenic baik yang trivalen maupun pentavalen dapat dijumpai pada air yang terkontaminasi oleh asenic. Bentuk trivalen dan pentavalen dapat di interkonversikan setelah mereka diabsorbsi (Frumkin and Thun, 2009).
Arsenic dalam bentuk organik dapat ditemukan didalam ikan dan kerang. Bentuk ini kurang toksik bila dibandingkan dengan arsenic dalam bentuk inorganik. Arsenic dalam bentuk organik Belum pernah dikaitkan dengan terjadinya kanker. Meskipun arsenic sudah dikenal sebagai racun akan tetapi arsenic masih sering digunakan. Penggunaan yang paling besar adalah untuk pengawetan kayu. Arsenic juga digunakan sebagai insektisida dan herbisida. Gas arsen bahkan digunakan sebagai ‘doping agent’ untuk meningkatkan hubungan listrik pada semi konduktor. Pada tahun 1800 sampai awal 1900 arsenic inorganik banyak digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
pestisida (sebagai racun tikus)dan untuk mengobati beberapa penyakit pada manusia seperti sífilis. Penggunaan arsenic secara luas juga terjadi dengan menggunakan Fowler’s solution (potassium arsenite) untuk mengobati tripanosomiasis dan arsenic trioxide yang juga diperkenalkan sebagai pengobatan untuk premyelocytic leukemia (Frumkin and Thun, 2009)
Manusia dapat terpapar oleh arsenic dengan berbagai cara. Paparan yang akut dengan kadar yang tinggi pada pencernaan biasanya terjadi pada percobaan pembunuhan atau percobaan bunuh diri. Paparan secara perlahan dalam jangka waktu yang panjang biasanya terjadi melalui inhalasi dan pencernaan akan tetapi paparan dengan cara seperti ini sudah jarang terjadi di Amerika. Orang orang yang tinggal dekat dengan sumber industri arsenic dapat terpapar arsenic dalam kadar yang tinggi melalui inhalasi debu atau mencerna makanan yang sudah terkontaminasi arsenic. Orang orang yang tinggal di daerah dimana kadar arsenic alamiahnya tinggi di dalam air yang diminum maka mereka akan terpapar arsenic sepanjang hidupnya. Paparan arsenic dalam kadar yang rendah dan jangka waktu yang panjang dapat terjadi pada orang orang yang sering mengkonsumsi seafood. Orang yang bekerja di pabrik pengawetan kayu dan pabrik semikonduktor juga memiliki resiko yang tinggi terpapar arsenic (Frumkin and Thun, 2009)
2.1.1 Mekanisme toksisitas arsenic Kebanyakan logam berat termasuk arsenic memiliki afinitas terhadap ikatan
sulfhydryl dan dapat merubah struktur protein yang kemudian akan mengganggu proses metabolisme. Ikatan dengan kelompok sulfhidril oleh arsenite memiliki potensi untuk mempengaruhi aktifitas metabolisme termasuk ambilan glukosa, glukoneogenesis, oksidasi asam lemak dan produksi glutation. Toksisitas metabolisme yang luas ini akan memberikan gejala yang membingungkan. Contohnya keracunan arsenic dapat memberikan gejala defisiensi thiamin pada manusia, karena arsenic mencegah pembentukan thiamin menjadi acetyl-coenzyme A dan succinyl coenzyme A. Yet,Mead (2005) menunjukkan bahwa arsenic tidak berinteraksi secara langsung dengan DNA, akan tetapi efek arsenic merubah ekspresi gen secara tidak langsung dengan cara mengganggu metilasi DNA, menghambat perbaikan DNA, menyebabkan stress oksidatif atau merubah modulasi
Universitas Sumatera Utara
dari jalur transduksi sinyal. Toksisitas dari arsenic tergantung juga dari paparan kofaktor toksik yang lain seperti paparan rokok tembakau, malnutrisi, paparan sinar ultraviolet dan lain lain (Jones, 2007)
Bentuk arsenites biasanya tujuh kali lebih toksik dibandingkan dengan bentuk arsenate. Afinitas bentuk arsenite dengan ikatan disulfida tidak terlalu mempengaruhi perbedaan efek toksik akan tetapi kelarutannya di dalam air berbanding lurus dengan sifat toksiknya (Jones, 2007)
2.2. Kanker bladder Kanker bladder merupakan urutan ke enam yang paling banyak terjadi di
Amerika. Merupakan urutan ke empat yang paling banyak terjadi pada pria dan urutan ke sembilan yang paling banyak terjadi pada wanita. Kanker Bladder sendiri merupakan model dari karsinogenesis yang disebabkan oleh bahan kimia. Penggunaan cat, pestisida, obat obatan dan paparan bahan kimia industri sering dihubungkan dengan inciden kanker bladder. Keberadaan zat zat yang terdapat didalam rokok juga memiliki hubungan yang erat dengan inciden kanker bladder, sehingga merokok juga sering dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya kanker bladder. Kanker bladder biasanya dimulai dari jaringan epitel yang melapisinya dan dapat melibatkan sel transisional papillari atau sel sessile. Dia kemudian menyebar dengan cara menembus membran basalis, lapisan otot dari dinding bladder dan jaringan lemak yang mengelilingi bladder. Dari situ kemudian sel kanker dapat menembus organ organ sekitar yang terdapat di regio pelvis seperti prostat, kemudian menyebar melalui sistem limfatik dan menembus organ yang lebih jauh lagi seperti hepar (Siegel, 2006)
Sistem staging yang paling sering dipakai untuk mendeskripsikan progresivitas dari kanker bladder adalah sistem TNM yang dibuat oleh American Joint Comittee on Cancer (AJCC). Huruf T dari sistem TNM mendeskripsikan sejauh mana invasi tumor kedalam dinding bladder dan jaringan sekitarnya, dinyatakan dengan angka 1-4. Huruf N mendeskripsikan penyebaran ke nodus limfe yang dekat dinyatakan dengan angka 0-3, sedangkan huruf M mendeskripsikan apakah tumor sudah menyebar ke organ yang jauh dinyatakan dengan angka 0-1 (Siegel, 2006)
Universitas Sumatera Utara
2.3. Arsenic dan Kanker bladder Di deskripsikan ada sembilan model yang berbeda dari efek karsinogenik
yang disebabkan oleh arsenic, hal ini meliputi abnormalitas dari kromosom, stress oksidatif, perubahan perbaikan DNA, perubahan pola DNA metilasi, perubahan growth factor, peningkatan proliferasi sel, promotion/progresión, amplifikasi gen dan supresi p53. Arsenic trivalen akan membentuk ikatan yang kuat dengan sulfur setelah terpapar oleh arsenic dan masuk kedalam tubuh, kemudian arsenic akan berikatan dengan grup sulfhidril dari sistein yang penting untuk kerja protein dan sistem enzim di dalam tubuh. Diperkirakan bahwa arsenic trivalen dapat berikatan dan menghambat aktifitas sedikitnya 200 protein (Siegel, 2006)
Metabolisme arsenic melibatkan proses reduksi yang berulang kali dari bentuk pentavalen menjadi bentuk trivalen yang diikuti dengan metilasi oksidatif. Dimulai dengan arsenate inorganik kemudian direduksi menjadi arsenite yang kemudian dinetilasi menjadi monomethylarsonic acid (MMA) pentavalen. Kemudian MMA pentavalen ini diredusi menjadi monomethylarsonic acid (MMA) trivalen yang kemudian akan di metilasi menjadi dimethylarsinic acid (DMA) pentavalen yang kemudian akan direduksi menjadi dimethylarsinic acid (DMA) trivalen yang dapat dimetilasi menjadi trimethyl arsine oxide (TMAO) (Cohen M S 2006). Proses ini melibatkan aktifitas dari S-adenosyl methionine (SAM) dan glutathione (Siegel, 2006). Pada mamalia ini merupakan jalur metabolisme yang tidak langsung hal ini disebabkan karena ikatan antara arsenic dan carbón secara termodinamik sangat kuat (Cohen et al., 2007).
Studi terkini mengindikasikan bahwa bentuk metilasi dari arsenic adalah toksik dan karsinogenik. DMA trivalen dan MMA trivalen dapat menghambat enzim, menyebabkan cell toxicity, dan gen toxicity. Kanker bladder dapat terjadi sebagai akibat dari paparan arsenic karena organ ini mengandung DMA dan MMA dalam konsentrasi tinggi di dalam lumen. Bentuk metilasi dari arsenic juga dapat menyebabkan stress oksidatif dengan cara membentuk spesies oksigen reaktif (ROS) yang kemudian menyerang DNA sehingga dapat menimbulkan kanker (Siegel, 2006)
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KESIMPULAN
Efek toksik dan karsinogenik dari arsenic sudah banyak diketahui di masyarakat dan merupakan masalah besar di bidang kesehatan masyarakat. Studi epidemiologi terhadap populasi dengan kadar arsenic yang tinggi di dalam air yang diminum, menunjukkan terjadinya peningkatan resiko kanker saluran kemih, paru paru, dan kulit juga sedikit peningkatan terhadap resiko terjadinya kanker kolon dan hepar. Beberapa penelitian juga melaporkan peningkatan resiko kanker sel transisional bladder.
Bentuk asli dari arsenic adalah metal tetapi arsenic lebih banyak terdapat sebagai komponen dalam campuran inorganik atau dalam campuran organik. toksisitas arsenic tergantung dari bentuk kimianya. Bentuk trivalen lebih toksik dari bentuk pentavalen. Arsenic inorganik lebih toksik dari arsenic organik Daya kelarutan arsenic di dalam air berbanding lurus dengan sifat toksiknya..
Ikatan arsenite dengan kelompok sulfhidril memiliki potensi untuk mempengaruhi aktifitas metabolisme. Arsenic tidak bekerja langsung pada DNA tetapi dengan cara mencegah pembentukan thiamin menjadi acetyl-coenzyme A dan succinyl coenzyme.
Kanker Bladder merupakan model dari karsinogenesis yang disebabkan oleh bahan kimia. Penggunaan cat, pestisida, obat obatan dan paparan bahan kimia industri sering dihubungkan dengan inciden kanker bladder.
Sembilan model yang berbeda dari efek karsinogenik adalah abnormalitas dari kromosom, stress oksidatif, perubahan perbaikan DNA, perubahan pola DNA metilasi, perubahan growth factor, peningkatan proliferasi sel, promotion/progresión, amplifikasi gen dan supresi p53.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA COHEN, S., OHNISHI, T., ARNOLD, L. & LE, X. (2007) Arsenic-induced bladder
cancer in an animal model. Toxicology and Applied Pharmacology, 222, 258263. FRUMKIN, H. & THUN, M. (2009) Arsenic. cancer journal for clinicians, 254-262. HOPENHAYN-RICH, C., BIGGS, M. & SMITH, A. (1998) Lung and Kidney cancer mortality associatedwith arsenic in drinking water in Cordoba, Argentina. International Journal Of Epidemiology, 27, 561-569. JONES, F. (2007) A Broad View of Arsenic. Poultry Science, 862-914. SIEGEL, M. (2006) An Ecological Study of Arsenic-Related Bladder Cancer in U.S. Counties:Effects of Reference Populations and Confounders on the Calculated Risks, California, Sandia National Laboratories.
Universitas Sumatera Utara
Oleh
MAYA SAVIRA 197611192003122001
DEPARTEMEN FISIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN
Di dalam pikiran warga masyarakat, umumnya bila mereka mendengar kata arsen atau arsenic maka yang akan terbayangkan oleh mereka adalah racun kedua kata ini sepertiya sudah merupakan persamaan antara satu dengan yang lainnya (Jones, 2007). Hal ini disebabkan karena efek toksik dan karsinogenik dari arsenic ini sudah banyak diketahui di masyarakat (Frumkin and Thun, 2009). dan merupakan masalah besar di bidang kesehatan masyarakat terutama karena efek karsinogenik nya (Hopenhayn-Rich et al., 1998). Elemen metal alamiah dari arsenic ini sebenarnya terdapat dalam setiap elemen dari lingkungan dalam konsentrasi yang kecil, bahkan dalam makanan sekalipun (Jones, 2007). Studi epidemiologi terhadap populasi di Taiwan, Bangladesh dan Argentina dengan kadar arsenic yang tinggi di dalam air yang diminum, telah menunjukkan terjadinya peningkatan resiko terjadinya kanker saluran kemih, paru paru, dan kulit juga sediki peningkatan terhadap resiko terjadinya kanker kolon dan hepar. Beberapa penelitian juga melaporkan peningkatan resiko kanker sel transisional bladder juga terjadi bahkan pada paparan arsenic dengan nilai maximum concentration level (MCL) dibawah standart Amerika Serikat yaitu 50 ppb (Frumkin and Thun, 2009). Oleh karena itu maka pada tanggal 31 oktober 2001 United states (US) Environmental Protection Agency (EPA) menurunkan nilai MCL standart dari 50 ppb menjadi 10 ppb hal ini dilakukan untuk mencegah kurang lebih 28 kematian pertahun akibat kanker paru dan kanker bladder (Siegel, 2006).
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Arsenic Arsenic merupakan elemen yang banyak terdapat secara alamiah di dalam
lingkungan. Bentuk aslinya adalah metal tetapi arsenic lebih banyak terdapat sebagai komponen dalam campuran inorganik (seperti, bercampur dengan oksigen, besi, chlorin dan/atau sulfur) atau dalam campuran organik (Frumkin and Thun, 2009). Arsenic tidak terdistribusi secara merata diseluruh dunia. Dalam keadaan teroksidasi arsenic terdapat dalam bentuk yang disebut arsenates (H3AsO4) akan tetapi dalam keadaan tereduksi ringan arsenic biasanya terdapat dalam bentuk yang disebut arsenites (H3AsO3). Dalam keadaan tereduksi sedang arsenic paling sering berkombinasi dengan sulfur dan ferum membentuk arsenic sulfida (FeAsS) yang hampir tidak larut dalam air dan tidak bergerak didalam lingkungan. Pada keadaan tereduksi berat, arsenic terdapat dalam bentuk H3As akan tetapi kondisi ini sangat jarang terjadi (Jones, 2007)
Sebagaimana kebanyakan metal maka toksisitas arsenic tergantung dari bentuk kimianya. Paparan yang paling banyak terjadi di lingkungan industri dan pada produk produk pembangunan seperti kayu yang telah diproses adalah bentuk trivalen seperti arsenic trioxide, sodium arsenite, dan arsenic trichloride. Bentuk ini lebih toksik dari bentuk pentavalen seperti arsenic pentoxide, arsenic acid dan calcium arsenales. Kedua bentuk arsenic baik yang trivalen maupun pentavalen dapat dijumpai pada air yang terkontaminasi oleh asenic. Bentuk trivalen dan pentavalen dapat di interkonversikan setelah mereka diabsorbsi (Frumkin and Thun, 2009).
Arsenic dalam bentuk organik dapat ditemukan didalam ikan dan kerang. Bentuk ini kurang toksik bila dibandingkan dengan arsenic dalam bentuk inorganik. Arsenic dalam bentuk organik Belum pernah dikaitkan dengan terjadinya kanker. Meskipun arsenic sudah dikenal sebagai racun akan tetapi arsenic masih sering digunakan. Penggunaan yang paling besar adalah untuk pengawetan kayu. Arsenic juga digunakan sebagai insektisida dan herbisida. Gas arsen bahkan digunakan sebagai ‘doping agent’ untuk meningkatkan hubungan listrik pada semi konduktor. Pada tahun 1800 sampai awal 1900 arsenic inorganik banyak digunakan sebagai
Universitas Sumatera Utara
pestisida (sebagai racun tikus)dan untuk mengobati beberapa penyakit pada manusia seperti sífilis. Penggunaan arsenic secara luas juga terjadi dengan menggunakan Fowler’s solution (potassium arsenite) untuk mengobati tripanosomiasis dan arsenic trioxide yang juga diperkenalkan sebagai pengobatan untuk premyelocytic leukemia (Frumkin and Thun, 2009)
Manusia dapat terpapar oleh arsenic dengan berbagai cara. Paparan yang akut dengan kadar yang tinggi pada pencernaan biasanya terjadi pada percobaan pembunuhan atau percobaan bunuh diri. Paparan secara perlahan dalam jangka waktu yang panjang biasanya terjadi melalui inhalasi dan pencernaan akan tetapi paparan dengan cara seperti ini sudah jarang terjadi di Amerika. Orang orang yang tinggal dekat dengan sumber industri arsenic dapat terpapar arsenic dalam kadar yang tinggi melalui inhalasi debu atau mencerna makanan yang sudah terkontaminasi arsenic. Orang orang yang tinggal di daerah dimana kadar arsenic alamiahnya tinggi di dalam air yang diminum maka mereka akan terpapar arsenic sepanjang hidupnya. Paparan arsenic dalam kadar yang rendah dan jangka waktu yang panjang dapat terjadi pada orang orang yang sering mengkonsumsi seafood. Orang yang bekerja di pabrik pengawetan kayu dan pabrik semikonduktor juga memiliki resiko yang tinggi terpapar arsenic (Frumkin and Thun, 2009)
2.1.1 Mekanisme toksisitas arsenic Kebanyakan logam berat termasuk arsenic memiliki afinitas terhadap ikatan
sulfhydryl dan dapat merubah struktur protein yang kemudian akan mengganggu proses metabolisme. Ikatan dengan kelompok sulfhidril oleh arsenite memiliki potensi untuk mempengaruhi aktifitas metabolisme termasuk ambilan glukosa, glukoneogenesis, oksidasi asam lemak dan produksi glutation. Toksisitas metabolisme yang luas ini akan memberikan gejala yang membingungkan. Contohnya keracunan arsenic dapat memberikan gejala defisiensi thiamin pada manusia, karena arsenic mencegah pembentukan thiamin menjadi acetyl-coenzyme A dan succinyl coenzyme A. Yet,Mead (2005) menunjukkan bahwa arsenic tidak berinteraksi secara langsung dengan DNA, akan tetapi efek arsenic merubah ekspresi gen secara tidak langsung dengan cara mengganggu metilasi DNA, menghambat perbaikan DNA, menyebabkan stress oksidatif atau merubah modulasi
Universitas Sumatera Utara
dari jalur transduksi sinyal. Toksisitas dari arsenic tergantung juga dari paparan kofaktor toksik yang lain seperti paparan rokok tembakau, malnutrisi, paparan sinar ultraviolet dan lain lain (Jones, 2007)
Bentuk arsenites biasanya tujuh kali lebih toksik dibandingkan dengan bentuk arsenate. Afinitas bentuk arsenite dengan ikatan disulfida tidak terlalu mempengaruhi perbedaan efek toksik akan tetapi kelarutannya di dalam air berbanding lurus dengan sifat toksiknya (Jones, 2007)
2.2. Kanker bladder Kanker bladder merupakan urutan ke enam yang paling banyak terjadi di
Amerika. Merupakan urutan ke empat yang paling banyak terjadi pada pria dan urutan ke sembilan yang paling banyak terjadi pada wanita. Kanker Bladder sendiri merupakan model dari karsinogenesis yang disebabkan oleh bahan kimia. Penggunaan cat, pestisida, obat obatan dan paparan bahan kimia industri sering dihubungkan dengan inciden kanker bladder. Keberadaan zat zat yang terdapat didalam rokok juga memiliki hubungan yang erat dengan inciden kanker bladder, sehingga merokok juga sering dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya kanker bladder. Kanker bladder biasanya dimulai dari jaringan epitel yang melapisinya dan dapat melibatkan sel transisional papillari atau sel sessile. Dia kemudian menyebar dengan cara menembus membran basalis, lapisan otot dari dinding bladder dan jaringan lemak yang mengelilingi bladder. Dari situ kemudian sel kanker dapat menembus organ organ sekitar yang terdapat di regio pelvis seperti prostat, kemudian menyebar melalui sistem limfatik dan menembus organ yang lebih jauh lagi seperti hepar (Siegel, 2006)
Sistem staging yang paling sering dipakai untuk mendeskripsikan progresivitas dari kanker bladder adalah sistem TNM yang dibuat oleh American Joint Comittee on Cancer (AJCC). Huruf T dari sistem TNM mendeskripsikan sejauh mana invasi tumor kedalam dinding bladder dan jaringan sekitarnya, dinyatakan dengan angka 1-4. Huruf N mendeskripsikan penyebaran ke nodus limfe yang dekat dinyatakan dengan angka 0-3, sedangkan huruf M mendeskripsikan apakah tumor sudah menyebar ke organ yang jauh dinyatakan dengan angka 0-1 (Siegel, 2006)
Universitas Sumatera Utara
2.3. Arsenic dan Kanker bladder Di deskripsikan ada sembilan model yang berbeda dari efek karsinogenik
yang disebabkan oleh arsenic, hal ini meliputi abnormalitas dari kromosom, stress oksidatif, perubahan perbaikan DNA, perubahan pola DNA metilasi, perubahan growth factor, peningkatan proliferasi sel, promotion/progresión, amplifikasi gen dan supresi p53. Arsenic trivalen akan membentuk ikatan yang kuat dengan sulfur setelah terpapar oleh arsenic dan masuk kedalam tubuh, kemudian arsenic akan berikatan dengan grup sulfhidril dari sistein yang penting untuk kerja protein dan sistem enzim di dalam tubuh. Diperkirakan bahwa arsenic trivalen dapat berikatan dan menghambat aktifitas sedikitnya 200 protein (Siegel, 2006)
Metabolisme arsenic melibatkan proses reduksi yang berulang kali dari bentuk pentavalen menjadi bentuk trivalen yang diikuti dengan metilasi oksidatif. Dimulai dengan arsenate inorganik kemudian direduksi menjadi arsenite yang kemudian dinetilasi menjadi monomethylarsonic acid (MMA) pentavalen. Kemudian MMA pentavalen ini diredusi menjadi monomethylarsonic acid (MMA) trivalen yang kemudian akan di metilasi menjadi dimethylarsinic acid (DMA) pentavalen yang kemudian akan direduksi menjadi dimethylarsinic acid (DMA) trivalen yang dapat dimetilasi menjadi trimethyl arsine oxide (TMAO) (Cohen M S 2006). Proses ini melibatkan aktifitas dari S-adenosyl methionine (SAM) dan glutathione (Siegel, 2006). Pada mamalia ini merupakan jalur metabolisme yang tidak langsung hal ini disebabkan karena ikatan antara arsenic dan carbón secara termodinamik sangat kuat (Cohen et al., 2007).
Studi terkini mengindikasikan bahwa bentuk metilasi dari arsenic adalah toksik dan karsinogenik. DMA trivalen dan MMA trivalen dapat menghambat enzim, menyebabkan cell toxicity, dan gen toxicity. Kanker bladder dapat terjadi sebagai akibat dari paparan arsenic karena organ ini mengandung DMA dan MMA dalam konsentrasi tinggi di dalam lumen. Bentuk metilasi dari arsenic juga dapat menyebabkan stress oksidatif dengan cara membentuk spesies oksigen reaktif (ROS) yang kemudian menyerang DNA sehingga dapat menimbulkan kanker (Siegel, 2006)
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KESIMPULAN
Efek toksik dan karsinogenik dari arsenic sudah banyak diketahui di masyarakat dan merupakan masalah besar di bidang kesehatan masyarakat. Studi epidemiologi terhadap populasi dengan kadar arsenic yang tinggi di dalam air yang diminum, menunjukkan terjadinya peningkatan resiko kanker saluran kemih, paru paru, dan kulit juga sedikit peningkatan terhadap resiko terjadinya kanker kolon dan hepar. Beberapa penelitian juga melaporkan peningkatan resiko kanker sel transisional bladder.
Bentuk asli dari arsenic adalah metal tetapi arsenic lebih banyak terdapat sebagai komponen dalam campuran inorganik atau dalam campuran organik. toksisitas arsenic tergantung dari bentuk kimianya. Bentuk trivalen lebih toksik dari bentuk pentavalen. Arsenic inorganik lebih toksik dari arsenic organik Daya kelarutan arsenic di dalam air berbanding lurus dengan sifat toksiknya..
Ikatan arsenite dengan kelompok sulfhidril memiliki potensi untuk mempengaruhi aktifitas metabolisme. Arsenic tidak bekerja langsung pada DNA tetapi dengan cara mencegah pembentukan thiamin menjadi acetyl-coenzyme A dan succinyl coenzyme.
Kanker Bladder merupakan model dari karsinogenesis yang disebabkan oleh bahan kimia. Penggunaan cat, pestisida, obat obatan dan paparan bahan kimia industri sering dihubungkan dengan inciden kanker bladder.
Sembilan model yang berbeda dari efek karsinogenik adalah abnormalitas dari kromosom, stress oksidatif, perubahan perbaikan DNA, perubahan pola DNA metilasi, perubahan growth factor, peningkatan proliferasi sel, promotion/progresión, amplifikasi gen dan supresi p53.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA COHEN, S., OHNISHI, T., ARNOLD, L. & LE, X. (2007) Arsenic-induced bladder
cancer in an animal model. Toxicology and Applied Pharmacology, 222, 258263. FRUMKIN, H. & THUN, M. (2009) Arsenic. cancer journal for clinicians, 254-262. HOPENHAYN-RICH, C., BIGGS, M. & SMITH, A. (1998) Lung and Kidney cancer mortality associatedwith arsenic in drinking water in Cordoba, Argentina. International Journal Of Epidemiology, 27, 561-569. JONES, F. (2007) A Broad View of Arsenic. Poultry Science, 862-914. SIEGEL, M. (2006) An Ecological Study of Arsenic-Related Bladder Cancer in U.S. Counties:Effects of Reference Populations and Confounders on the Calculated Risks, California, Sandia National Laboratories.
Universitas Sumatera Utara