Pengaruh Bladder Training Terhadap Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) Pada Ibu Post Partum di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Tahun 2014
SPONTAN DI KLINIK NURSYAWALIAH
DAN KLINIK SULASTRI MEDAN
TAHUN 2014
REZEKI DWI YARSIH 135102016
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
(2)
(3)
Pengaruh Bladder Training Terhadap Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) Pada Ibu Post Partum Spontan di Klinik Nursyawaliah dan
Klinik Sulastri Medan Tahun 2014 ABSTRAK
Rezeki Dwi Yarsih
Latar belakang: ibu post partum diharapkan agar dapat segera berkemih 6-8 jam setelah persalinan, namun pada kebanyakan wanita terjadi keterlambatan sensasi berkemih.
Bladder training dapat dijadikan intervensi nonfarmakologi dalam melatih kandung kemih untuk mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal.
Tujuan penelitian: untuk mengidentifikasi pengaruh bladder training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil (BAK) pada ibu post partum spontan.
Metodologi: penelitian ini menggunakan desain Quasy-eksperimen dengan pendekatan
the static group comparasion. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 41 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Penelitian ini dilakukan di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri. Analisis data yang digunakan adalah uji t-independent.
Hasil: dari hasil penelitian dengan uji statistik waktu terjadinya fungsi eliminasi BAK pada ibu post partum spontan diperoleh nilai p value = 0,001, maka dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara tindakan bladder training terhadap waktu pertama buang air kecil (BAK) pada ibu post partum spontan. Sedangkan hasil uji statistik volume urin diperoleh nilai p value = 0,392, dapat disimpulkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara tindakan bladder training terhadap volume urin pertama buang air kecil (BAK) pada ibu post partum spontan.
Kesimpulan: penelitian ini membuktikan bahwa bladder training dapat mengembalikan fungsi eliminasi BAK ibu post partum. Diharapkan intervensi ini dapat diterapkan dalam asuhan kebidanan masa nifas.
Kata kunci: Bladder training, retensi urin, post partum, fungsi eliminasi BAK
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan judul “Pengaruh Bladder Training Terhadap Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) Pada Ibu Post Partum di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Tahun 2014”.
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis mendapatkan bimbingan, masukan dan arahan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
2. Nur Asnah Sitohang. S.Kep, Ns, M.Kep. selaku Ketua Program D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara
3. Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M. Ked (OG) Sp.OG. K selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan dan arahan selama penyusunan karya tulis ilmiah ini.
4. Pimpinan Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri yang telah memberikan izin penelitian ini.
5. Seluruh dosen, staf Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
6. Orangtua, serta kakak dan abang yang penulis sayangi yang telah memberikan dukungan, semangat, material dan doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis dalam membuat karya tulis ilmiah ini.
(5)
7. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi D IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan masukan kepada penulis.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan pada penulis dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuan, dorongan, dan semangat yang telah diberikan. Sekian dan terima kasih.
Medan, Mei 2014
Penulis
(Rezeki Dwi Yarsih)
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL. ... vii
DAFTAR SKEMA ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN. ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
1. Tujuan Umum. ... 5
2. Tujuan Khusus. ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
1. Pelayanan Kesehatan. ... 5
2. Penelitian Kebidanan. ... 5
3. Pendidikan Kebidanan. ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ... 7
A. Eliminasi Urin . ... 7
1. Defenisi Eliminasi Urin ... 7
2. Organ Tubuh yang Berperan Dalam Eliminasi Urin... 7
3. Miksi. ... 10
4. Anatomi Fisiologi dan Hubungan Saraf pada Kandung Kemih 10 5. Persarafan Kandung Kemih. ... 12
(7)
Kandung Kemih. ... 13
7. Refleks Berkemih. ... 14
8. Volume Urin Normal. ... 15
B. Retensi Urin ... 15
1. Pengertian. ... 15
2. Etiologi. ... 16
3. Klasifikasi. ... 16
4. Gambaran Klinis. ... 17
5.Pemeriksaan Retensi Urin. ... 18
6. Penatalaksanaan. ... 18
C. Retensi Urin Post Partum ... 19
1. Jenis Retensi Urin Post Partum. ... 19
2. Penyebab Retensi Urin Post Partum. ... 19
3. Penanganan Retensi Urin Post Partum. ... 21
D. Bladder Training. ... 24
1. Pengetian ... 24
2. Metode ... 24
3. Cara Kerja ... 25
4. Tujuan ... 25
5. Prosedur ... 25
BAB III KERANGKA PENELITIAN. ... 27
A. Kerangka Konsep ... 27
B. Hipotesis. ... 28
C. Defenisi Operasional ... 28
BAB IV METODE PENELITIAN. ... 30
(8)
1. Populasi ... 32
2. Sampel ... 32
C. Tempat Penelitian ... 34
D. Waktu Penelitian ... 34
E. Etika Penelitian ... 34
F. Instrumen Penelitian ... 35
G. Validitas dan Reliabilitas ... 35
H. Prosedur Pengumpulan Data ... 36
I. Analisis Data ... 37
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. ... 40
A. Hasil Penelitian. ... 40
B. Pembahasan. ... 47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. ... 53
A. Kesimpulan ... 53
B. Saran ... 54
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Defenisi Operasional ... 27 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Ibu post partum pada Kelompok Intervensi dan
Kelompok Kontrol Berdasarkan karakteristik Demografi di Klinik
Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Medan 2014 ... 41 Tabel 5.2 Distribusi Rata-rata Waktu Pertama Kali Buang Air Kecil (BAK) Ibu
post partum pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Klinik
Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Medan Tahun 2014 ... 42 .
Tabel 5.3 Distribusi Rata-rata Volume Urin Pertama Kali Buang Air Kecil (BAK) Ibu post partum pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di
Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Medan Tahun 2014. ... 43 Tabel 5.4 Perbandingan Waktu Pertama Kali Buang Air Kecil (BAK) Ibu post
partum pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Medan Tahun 2014 ... 45 Tabel 5.5 Perbandingan Volume Pertama Kali Buang Air Kecil (BAK) Ibu post
partum pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Medan Tahun 2014 ... 46
(10)
DAFTAR SKEMA
Skema 1 : Kerangka Konsep………. 26 Skema 2 : Desain Penelitian……….. 30
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Lampiran 3 : Lembar Kuesioner
Lampiran 4 : Lembar Observasi
Lampiran 5 : Lembar Prosedur Penatalaksanaan Bladder Training
Lampiran 6 : Lembar Protap Penelitian Lampiran 7 : Jadwal Penelitian
Lampiran 8 : Surat Izin Data Penelitian
Lampiran 9 : Balasan Surat Izin Pelaksaksanaan Penelitian Lampiran 10 : Master Tabel Penelitian
Lampiran 11 : Hasil Output Data Penelitian
Lampiran 12 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
(12)
Pengaruh Bladder Training Terhadap Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) Pada Ibu Post Partum Spontan di Klinik Nursyawaliah dan
Klinik Sulastri Medan Tahun 2014 ABSTRAK
Rezeki Dwi Yarsih
Latar belakang: ibu post partum diharapkan agar dapat segera berkemih 6-8 jam setelah persalinan, namun pada kebanyakan wanita terjadi keterlambatan sensasi berkemih.
Bladder training dapat dijadikan intervensi nonfarmakologi dalam melatih kandung kemih untuk mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal.
Tujuan penelitian: untuk mengidentifikasi pengaruh bladder training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil (BAK) pada ibu post partum spontan.
Metodologi: penelitian ini menggunakan desain Quasy-eksperimen dengan pendekatan
the static group comparasion. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 41 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan consecutive sampling. Penelitian ini dilakukan di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri. Analisis data yang digunakan adalah uji t-independent.
Hasil: dari hasil penelitian dengan uji statistik waktu terjadinya fungsi eliminasi BAK pada ibu post partum spontan diperoleh nilai p value = 0,001, maka dapat disimpulkan ada pengaruh yang signifikan antara tindakan bladder training terhadap waktu pertama buang air kecil (BAK) pada ibu post partum spontan. Sedangkan hasil uji statistik volume urin diperoleh nilai p value = 0,392, dapat disimpulkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara tindakan bladder training terhadap volume urin pertama buang air kecil (BAK) pada ibu post partum spontan.
Kesimpulan: penelitian ini membuktikan bahwa bladder training dapat mengembalikan fungsi eliminasi BAK ibu post partum. Diharapkan intervensi ini dapat diterapkan dalam asuhan kebidanan masa nifas.
Kata kunci: Bladder training, retensi urin, post partum, fungsi eliminasi BAK
(13)
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Millineum Development Goals (MDGs) adalah delapan tujuan yang disepakati oleh 189 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) termasuk Indonesia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pada bulan September tahun 2000. Seperti yang dicanangkan dalam MDGs nomor empat dan nomor lima diharapkan setiap negara anggota mampu menurunkan angka kematian ibu dan balitanya (Manuaba, 2013).
Berdasarkan hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) semakin meningkat yaitu 359 per 100 ribu kelahiran hidup (JPNN, 2013). Hal ini sangat jauh dari gagasan MDGs yang diharapkan setiap negara dapat menurunkan AKI hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015 yaitu mencapai sekitar 102 per 100 ribu kelahiran hidup pada tahun 2015 (Bappenas, 2010).
Sesuai dengan pernyataan Dirjen Bina Gizi dan KIA Kemenkes RI dalam acara Launching Program Expanding Maternal and Newborn Survival (EMAS) kerja sama antara USAID (United States Agency for International Development) dan
(14)
Pemerintah Indonesia di Jakarta pada tanggal 26 Januari 2012, menyatakan bahwa Sumatera Utara adalah provinsi yang menyumbang 25% kematian ibu.
Dari data distribusi frekuensi penyebab kematian ibu melahirkan oleh Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, terdapat tiga faktor penyebab utama kematian ibu diantaranya adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan disusul infeksi (11%).
Salah satu penyebab perdarahan postpartum adalah gangguan kontraksi uterus yang dapat diakibatkan oleh adanya retensi urin. Retensi urin menyebabkan distensi kandung kemih yang akhirnya dapat mengganggu kontraksi rahim sehingga dapat menyebabkan perdarahan dan dapat komplikasi infeksi pada masa nifas (Pribakti, 2003).
Retensi urin post partum adalah diaphoresis yang terjadi dalam 12-24 jam post partum. Retensi urin adalah ketidak mampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang terkumpul di dalam kandung kemih hingga kapasitas maksimal kandung kemih terlampaui. Adanya penyumbatan pada uretra, kontraksi kandung kemih yang tidak adekuat, atau tidak adanya koordinasi antara kandung kemih dan uretra dapat menimbulkan terjadinya retensi urin (Purnomo, 2011).
Dalam Maya (2010), insiden terjadinya retensi urin pada periode post partum. Menurut hasil penelitian Saultz, et al berkisar 1,7% sampai 17,9%. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Yip, et al menemukan insidensi retensi urin post partum sebesar 4,9% dengan volume retensi urin 150 cc sebagai volume normal pasca berkemih spontan. Penelitian lain oleh Andolf, et al menunjukkan insiden retensi urin post partum sebanyak 1,5% dan hasil penelitian dari Kavin G, et al sebesar 0,7%.
(15)
Menurut penelitian Ermiati, dkk (2008), kejadian retensi urin postpartum tercatat antara 1,7-17,9%. Sementara itu hasil penelitian RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) diperoleh kejadian retensi urin pada ibu postpartum berjumlah 14,8% dan meningkat mencapai 38% pada postpartum dengan ekstraksi forcep.
(16)
Retensi urin postpartum dapat menimbulkan komplikasi pada masa nifas. Beberapa komplikasi akibat retensi urin postpartum adalah terjadinya uremia, infeksi, sepsis, bahkan terjadinya merupakan ruptur spontan vesika urinaria (Andi, 2007).
Perubahan signifikan struktur dan fungsi saluran kemih yang terjadi selama kehamilan dan masa nifas berkonsekuensi meningkatkan resiko infeksi saluran kemih (Cunningham, et al, 2012). Sekitar 8,3 juta alasan kunjungan ke pelayanan kesehatan adalah karena infeksi saluran kemih (ISK) setiap tahunnya. Dimana wanita lebih rentan terkena ISK karena uretra yang lebih pendek dan kedekatan anus dengan meatus uretra. Urin yang tertinggal di kandung kemih menjadi lebih basa dan mudah menjadi tempat pertumbuhan mikroorganisme (Potter & Perry, 2007).
Kebanyakan infeksi saluran kemih postpartum disebabkan oleh mikroorganisme gram positif seperti Escherichia coli (Ladewig, et al, 2006). Menurut Menhert-Kay mikroorganisme jenis ini merupakan patogen penyebab ISK utama yaitu 75%-95%. (Lewis dkk, 2007) Bakteriuria (bakteri di dalam urin) dari kandung kemih mungkin naik ke ginjal karena aliran aliran urin balik vesikouretral sewaktu berkemih, sehingga menyebabkan pielonefritis setelah beberapa hari. Ibu postpartum beresiko tinggi mengalami hal ini, karena sensitivitas kandung kemih akibat peregangan, trauma, dan retensi dari urin residu; bakteri yang masuk mellaui jalur pemasangan kateter, dan trauma kandung kemih selama kelahiran bayi (Ladewig, et al, 2006).
Eliminasi urin merupakan kebutuhan dasar dari setiap manusia sebagai proses pembuangan sisa metabolisme tubuh yang tidak diperlukan lagi. Jika terjadi gagal fungsi eliminasi, semua organ akan berpengaruh. Pasien / klien juga merasakan penderitaan emosional akibat perubahan citra tubuh. Namun, eliminasi urin
(17)
merupakan hal yang sering terlupakan. Padahal banyak pasien terutama ibu post partum membutuhkan bantuan fisiologis dan psikologis dari tenaga kesehatan terutama bidan dalam penanganan berkemih (miksi) (Jonshon & Taylor, 2004).
Intervensi tenaga kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode yang difokuskan untuk membantu ibu mengosongkan kandung kemih secara spontan sesegera mungkin. Prioritas utama ialah membantu ibu ke kamar kecil atau miksi di
bedpan jika tidak mampu berjalan (Novak & Broom, 1995). Namun demikian kenyataannya yang terjadi dilapangan berbeda dengan yang diharapkan, tenaga kesehatan baik perawat atau bidan lebih memilih melakukan katerisasi tidak menetap dalam mengatasi masalah perkemihan pasca melahirkan. Padahal menurut Yip, et al. 2002 menyatakan katerisasi untuk mengurangi retensi sering menyebabkan infeksi saluran kemih walaupun dampaknya tidak berpengaruh jangka panjang (Cuningham, et al, 2012). Dan masuknya kateter melalui uretra akan menjadi jalur langsung masuknya mikroorganisme.
Mengatasi masalah perkemihan salah satunya dapat dilakukan dengan
bladder training. Bladder training merupakan penatalaksanaan melatih kandung kemih yang bertujuan untuk mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal. Pada perawatan maternitas, bladder training dilakukan pada ibu yang telah mengalami gangguan berkemih seperti inkontinensia urin atau retensio urin (Ermiati, dkk). Padahal sesungguhnya bladder training dapat mulai dilakukan sebelum masalah berkemih terjadi pada ibu postpartum, sehingga dapat mencegah intervensi invasif seperti pemasangan kateter yang justru akan meningkatkan kejadian infeksi kandung kemih. Sehingga dengan bladder training
diharapkan ibu postpartum dapat buang air kecil secara spontan dalam enam jam post partum (Suharyanto & Madjid, 2009).
(18)
Berdasarkan latar belakang diatas penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang “Pengaruh Bladder Training terhadap Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) Pada Ibu Post Partum Spontan di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Tahun 2014”.
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat ”Bagaimana Pengaruh Bladder Training terhadap Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) pada Ibu Post Partum Spontan dibandingkan dengan Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) pada Ibu Post Partum Spontan Tanpa Bladder Training di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Tahun 2014?”.
C.TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan umum
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Pengaruh Bladder Training terhadap Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) pada Ibu Post Partum Spontan di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri Tahun 2014.
2. Tujuan khusus
a) Mengidentifikasi waktu pertama kali ibu postpartum berkemih spontan pada kelompok kontol dan kelompok intervensi..
b) Mengidentifikasi banyaknya volume urin pertama kali ibu berkemih spontan pasca bersalin pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
(19)
c) Membandingkan perbedaan waktu dan banyaknya volume urin pertama kali ibu berkemih spontan pasca bersalin pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi.
D.MANFAAT PENELITIAN 1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi tenaga kesehatan lainnya tentang bladder training dalam mengembalikan fungsi eliminasi buang air kecil pada ibu post partum spontan.
2. Penelitian Kebidanan
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan gambaran awal bagi peneliti mengenai konsep bladder training agar dapat dimanfaatkan untuk peneliti selanjutnya bagi penelitian kebidanan sejenis khususnya untuk populasi ibu post partum.
3. Pendidikan Kebidanan
Penelitian ini diharapakan akan dapat menjadi tambahan informasi dan bahan pengajaran untuk mata kuliah asuhan kebidanan khususnya ASKEB III (nifas) mengenai pemulihan fungsi buang air kecil pada ibu post partum.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Eliminasi Urin
1. Defenisi Eliminasi Urin
Eliminasi urin normalnya adalah pengeluaran cairan sebagai hasil filtrasi dari plasma darah di glomerulus. Dari 180 liter darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi, hanya 1-2 liter saja yang dapat berupa urin. Sebagian besar hasil filtrasi akan diserap kembali di tubulus ginjal untuk dimanfaatkan oleh tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2010).
2. Organ Tubuh yang Berperan Dalam Eliminasi Urin
a) Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna coklat agak kemerahan, yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebral posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian dalam. Ginjal terbentang dari vertebra lumbalis ketiga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena posisi hati yang berada diatasnya (Potter & Perry, 2005).
Ginjal menyaring zat sisa metabolisme yang terkumpul dalam darah. Darah mencapai ginjal melalui arteri renalis yang merupakan cabang aorta abdominalis. Sekitar 20% sampai 25% curah jantung bersirkulasi setiap hari melalui ginjal. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron. Nefron, yang merupakan unit fungsional ginjal, membentuk urin (Potter & Perry, 2010).
(21)
Darah masuk ke nefron melalui arteriola aferen. Sekelompok pembuluh darah ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama filtrasi darah dan tempat awal pembentukan urin. Tidak semua filtrat glomerulus akan dibuang sebagai urin. Sekitar 90% filtrat diabsorpsi kembali kedalam plasma, dan 1% sisanya dieksresikan sebagai urin (Potter & Perry, 2005).
b) Ureter
Ureter meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan mentranspor urin ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urin. Ureter merupakan struktur tubular yang memiliki panjang 25-30 cm dan berdiameter 1,25 cm pada orang dewasa. Ureter membentang pada posisi retroperitoneum untuk memasuki kandung kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan ureterovesikalis. Urin keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya steril (Potter & Perry, 2005).
Gerakan peristaltik menyebabkan urin masuk ke dalam kandung kemih dalam bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap. Ureter masuk ke dalam dinding posterior kandung kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini dalam kondisi normal mencegah refluks urin dari kandung kemih ke dalam ureter selama mikturisi (proses berkemih) dengan menekan ureter pada sambungan ureterovesikalis (sambungan ureter dengan kandung kemih) (Potter & Perry, 2005).
(22)
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi, tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urin dan merupakan organ eksresi. Apabila kosong, kandung kemih berada di dalam rongga panggul di belakang simfisis pubis (Potter & Perry, 2005).
Bentuk kandung kemih berubah saat ia terisi dengan urin. Tekanan di dalam kandung kemih biasanya rendah walaupun sedang terisi sebagian, sehingga hal ini melindungi dari bahaya infeksi (Potter & Perry, 2005).
Dalam keadaan penuh, kandung kemih membesar dan membentang sampai ke atas simfisis pubis. Kandung kemih yang mengalami distensi maksimal dapat mencapai umbilikus. Pada waktu hamil, janin mendorong kandung kemih sehingga menimbulkan perasaan penuh dan mengurangi daya tampung kandung kemih. Hal ini dapat terjadi baik pada trimester pertama maupun trimester ketiga (Potter & Perry, 2005).
d) Uretra
Urin keluar dari kandung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui meatus uretra. Dalam kondisi normal, aliran urin yang mengalami turbulansi membuat urin bebas dari bakteri. Membran mukosa melapisi uretra, dan kelenjar uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra. Lendir dianggap bersifat bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya bakteri. Lapisan otot polos yang tebal mengelilingi uretra (Potter & Perry, 2005).
Uretra pada wanita memiliki panjang sekitar 4-6,5 cm. Sfingter uretra eksterna yang terletak di sekitar setengah bagian bawah uretra, memungkinkan aliran volunter urin. Panjang uretra yang pendek pada
(23)
wanita menjadi faktor predisposisi untuk mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke dalam uretra dari daerah perineum. Pada wanita meatus uretra urinarius (lubang) terletak di antara labia minora, diatas vagina dan dibawah klitoris (Potter & Perry, 2005).
3. Miksi (Berkemih)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Proses ini terdiri dari dua langkah utama:
1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat di atas nilai ambang batas.
2. Timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih (Guyton & Hall, 1997).
4. Anatomi Fisiologi Dan Hubungan Saraf Pada Kandung Kemih
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari dua bagian besar; (1) badan (korpus), merupakan bagian utama kandung kemih dimana urin terkumpul, dan (2) leher (kollum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra (Guyton & Hall, 1997).
Otot polos kandung kemih disebut otot destrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi dapat meningkatkan tekanan dalam
(24)
kandung kemih. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot destrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot destrusor, dari satu sel otot ke sel otot berikutnya sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera (Guyton & Hall, 1997).
Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas bagian leher dari kandung kemih terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk kedalam uretra posterior, dan kedua ureter memasuki kandung kemih dengan sudut tertinggi di trigonum. Trigonum dapat dikenali dengan melihat mukosanya (lapisan dalam dari kandung kemih) yang berlipa-lipat membentuk rugae. Masing-masing ureter pada saat memasuki kandung kemih, melewati 1-2 cm di bawah mukosa kandung kemih berjalan secara oblik melalui otot destrusor sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih (Guyton & Hall, 1997).
Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2-3 cm, dan dindingnya terdiri dari otot destrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastik. Otot pada daerah ini disebut sfingter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urin dan, oleh karena itu, mencegah pengosongan kandung kemih sampai tekanan pada daerah utama kandung kemih meningkat diambang kritis (Guyton & Hall, 1997).
(25)
Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda dengan otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri dari otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja dibawah sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih (Guyton & Hall, 1997).
5. Persyarafan Kandung Kemih
Persyarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medula spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen S-2 dan S-3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan refleks yang menyebabkan pengosongan kandung kemih (Guyton & Hall, 1997).
Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel gangglion yang terletak dalam dinding kandung kemih. Saraf post ganglion pendek kemudian mempersarafi otot detrusor (Guyton & Hall, 1997).
Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pupendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfingter. Juga, kandung kemih menerima saraf simpatis dari rangkaian
(26)
simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 media spinlais. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh
darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan rasa nyeri (Guyton & Hall, 1997).
6. Transpor Urin Dari Ginjal Melalui Ureter Dan Masuk Ke Dalam Kandung Kemih
Urin yang keluar dari kandung kemih mempunyai komposisi utama yang sama dengan cairan yang keluar dari duktus kolingentes; tidak ada perubahan yang berarti pada komposisi urin tersebut sejak mengalir melalui kaliks renalis dan ureter sampai kandung kemih (Guyton & Hall, 1997).
Urin mengalir dari duktus kolingentes masuk ke kaliks renalis, meregangkan kaliks renalis dan meningkatkan aktivitas pacemakernya, yang kemudian mencetuskan kontraksi peristaltik yang menyebar ke pelvis renalis dan kemudian turun sepanjang ureter, dengan demikian mendorong urin dari pelvis renalis ke arah kandung kemih. Dinding ureter terdiri dari otot polos dan dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis seperti juga neuron-neuron pada pleksus intramural dan serat saraf yang meluas di seluruh panjang ureter. Seperti halnya otot polos pada organ viscera yang lain, kontraksi peristaltik pada ureter ditingkatkan oleh perangsangan parasimpatis dan dihambat oleh perangsangan simpatis (Guyton & Hall, 1997).
(27)
Ureter memasuki kandung kemih menembus otot destrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya, ureter berjalan secara oblik sepanjang beberapa sentimeter menembus dinding kandung kemih. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urin dari kandung kemih waktu tekanan di kandung kemih meningkat selama berkemih atau sewaktu terjadi kompresi kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi di sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus dinding kandung kemih membuka dan memberi kesempatan urin mengalir ke dalam kandung kemih (Guyton & Hall, 1997).
7. Refleks Berkemih
Selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak. Keadaan ini disebabkan oleh refleks peregangan yang dimulai oleh reseptor regang sensorik pada dinding kandung kemih, khususnya oleh reseptor pada uretra posterior ketika daerah ini mulai terisi urin pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih dihantarkan ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus dan kemudian secara refleks kembali lagi ke kandung kemih melalui serat saraf parasimpatis melalui saraf yang sama ini (Clevo, 2013).
Ketika kandung kemih hanya terisi sebagain, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan berelaksasi setelah beberapa detik, otot detrusor berhenti berkontraksi dan tekanan turun kembali ke garis basal. Karena kandung kemih terus terisi, refleks berkemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan kontraksi otot destrusor lebih kuat (Clevo, 2013).
(28)
Sekali refleks berkemih mulai timbul, refleks ini akan menghilang sendiri. Artinya kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regang untuk menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra posterior yang menimbulkan
peningkatan refleks kontraksi kandung kemih lebih lanjut. Jadi siklus ini terus berulang sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat. Kemudian lebih dari semenit, refleks yang menghilang sendiri ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi ini berhenti sehingga menyebabkan kandung kemih berelaksasi (Clevo, 2013).
8. Volume Urin Normal
Pada orang dewasa, volume urin normal per hari adalah 1500-6000 ml (minimum 30 ml per jam). Proses penyakit dapat mempengaruhinya, misalnya penyakit ginjal-oliguria, diabetes melitus/ insipidus-poliuria (Johnson & Taylor, 2004).
Pada ibu yang selesai melahirkan harus berkemih dengan spontan dalam 6 sampai 8 jam post partum. Dengan urin yang dikeluarkan dari beberapa perkemihan pertama harus diukur untuk mengetahui apakah pengosongan kandung kemih adekuat. Diharapkan setiap kali berkemih, urin yang keluar adalah 150 ml (Ganong, 2000)
B.Retensi Urin 1. Pengertian
(29)
Retensi urin adalah disfungsi pengosongan kandung kemih termasuk untuk memulai buang air kecil, pancaran lemah, pelan atau aliran terputus-putus, perasaan tidak tuntas berkemih dan perlu usaha keras atau dengan penekanan pada suprapubik untuk mengosongkannya (Purnomo, 2011).
2. Etiologi
Retensi urin dapat dibagi menurut lokasi kerusakan syaraf: a) Supravesikal
Berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis S2–S4 setinggi Th1- L1. Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian atau seluruhnya.
b) Vesikal
Berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang, berhubungan dengan masa kehamilan dan proses persalinan (trauma obstetrik).
c) Infravesikal (distal kandung kemih)
Berupa kekakuan leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, trauma uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis) (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
3. Klasifikasi
a) Retensi urin akut
Pada retensi urin akut penderita seakan-seakan tidak dapat berkemih (miksi). Kandung kemih perut disertai rasa sakit yang hebat didaerah
(30)
kali urin keluar menetes atau sedikit-sedikit (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Pada kasus akut, bila penyebabnya tidak segera ditemukan maka kerusakan lebih berat yang sifatnya permanen dapat terjadi, karena otot
detrusor atau ganglia parasimpatik pada dinding kandung kemih menjadi tidak dapat berkompromi (Pribakti, 2011).
b) Retensi urin kronis
Penderita secara perlahan dalam waktu yang lama tidak dapat berkemih (miksi), merasakan nyeri di daerah suprapubik hanya sedikit atau tidak sama sekali walaupun kandung kemih penuh (Kapita Selekta Kedokteran, 2000).
Pada retensi urin kronik, terdapat masalah khusus akibat peningkatan tekanan intravesikal yang menyebabkan refluks uretra, infeksi saluran kemih atas dan penurunan fungsi ginjal (Pribakti, 2011). Retensi urin juga dapat terjadi sebagian atau total
a) Retensi urin sebagian yaitu penderita masih bisa mengeluarkan urin tetapi terdapat sisa urin yang cukup banyak di dalam kandung kemih.
b) Retensi urin total yaitu penderita sama sekali tidak dapat mengeluarkan urin.
4. Gambaran klinis
a) Ketidaknyamanan daerah pubis b) Distensi vesika urinaria
(31)
e) Ketidakseimbangan jumlah urin yang dikeluarkan dengan asupannya f) Meningkat keresahan dan keinginan berkemih
g) Adanya urin sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih. (Uliyah & Hidayat, 2006).
5. Pemeriksaan retensi urin
a) Pemeriksaan subjektif
Pemeriksaan subjektif dengan mencermati keluhan yang disampaikan oleh pasien dan yang digali melalui anamnesis yang sistematik.
b) Pemeriksaan objektif
Pemeriksaan objektif yaitu dengan melakukan pemeriksaan fisik terhadapa pasien untuk mencari data-data yang objektif mengenai keadaan pasien.
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan mampu memilih berbagai pemeriksaan yang dapat menunjang diagnosis, diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium, pencitraan (imaging). Pada beberapa keadaan mungkin diperlukan pemeriksaan penunjang yang lebih bersifat spesialistik, yakni urolometri atau urodinamika, elektromiografi, endourologi, dan laparoskopi (Purnomo, 2011).
6. Penatalaksanaan
a) Retensi urin akut
(32)
kemih, hipotensi, atau drainase pasca obstruktif, dekompresi kandung kemih secara cepat biasanya dihindari. Pada banyak kasus, drainase terus-menerus dengan kateter folley atau kateter intermitten, perlu dilakukan sampai fungsi kandung kemih kembali normal, biasanya 48-72 jam. Pemberian antibiotik juga perlu dipertimbangkan dalam penanganan retensi urin ini (Pribakti, 2011).
b) Retensi urin kronik
Pada kasus ini perlu adanya intervensi medis jangka panjang secara langsung mencegah kerusakan ginjal dan mengkoreksi penyebab yang mendasari terjadinya retensi urin. Beberapa intervensi terapi spesifik yang dapat dilakukan diantaranya terapi farmakologik, katerisasi, neuromodulasi radiks saraf, dan bahkan intervensi bedah (Pribakti, 2011).
C. Retensi Urin Post Partum
1. Jenis retensi urin post partum
a) Retensi urin overt (retensi urin akut post partum dengan gejala klinis) Merupakan retensi urin post partum yang tampak secara klinis, terjadi ketidakmampuan berkemih secara spontan setelah proses persalinan.
b) Retensi urin covert (retensi urin post partum tanpa gejala klinis)
Merupakan retensi urin post partum yang tidak terdeteksi oleh pemeriksa setelah 6 jam post partum (AUCKLAND, 2013).
(33)
a)Trauma saat persalinan
Retensi urin terjadi akibat penekanan pada pleksus sakrum yang menyebabkan terjadinya inhibisi impuls oleh bagian terendah janin saat memasuki rongga panggul dan dapat dipengaruhi pula oleh posisi oksipito posterior kepala janin.
Kandung kemih penuh tetapi tingkat timbul keinginan untuk berkemih tidak ada. Hal ini disertai dengan distensi yang menghambat saraf reseptor pada dinding kandung kemih . Tekanan dari bagian terendah janin terjadi pada kandung kemih dan uretra, terutama pada daerah pertemuan keduanya. Tekanan ini mencegah keluarnya urin meskipun ada keinginan untuk berkemih (Johnson & Taylor, 2004).
b)Refleks kejang (cramp) sfingter uretra
Hal ini terjadi apabila pasien post partum tersebut merasa ketakutan akan timbul perih dan sakit jika urinnya mengenai luka episiotomi sewaktu berkemih. Gangguan ini bersifat sementara.
c)Hipotonia selama masa kehamilan dan masa nifas
Tonus otot-otot (otot detrusor) detrusor vesika urinaria sejak hamil dan post partum terjadi penurunan karena pengaruh hormonal progesteron dan efek relaksan pada serabut-serabut otot polos menyebabkan terjadinya dilatasi, pemanjangan dan penekukan ureter.
Penumpukan urin terjadi dalam ureter bagian bawah dan penurunan tonus kandung kemih dapat menimbulkan pengosongan kandung kemih yang tidak tuntas dan meningkatkan terjadinya infeksi salurah kemih.
(34)
Penggunaan anastesia regional, seperti anestesia epidural, blok pudendal karena obat-obatan tersebut sering menimbulkan paralisis temporer pada saraf-saraf yang mempersarafi kandung kemih.
d) Posisi tidur telentang pada masa intrapartum
Kebanyakan penelitian dilakukan selama kehamilan tua dengan subjek dalam posisi telentang dapat menimbulkan perubahan hemodinamik sistemik yang menyolok, yang menimbulkan perubahan pada beberapa aspek fungsi ginjal. Misalnya aliran urin dan eksresi natrium sangat dipengaruhi oleh postur tubuh. Kecepatan eksresi pada posisi telentang rata-rata kurang dari separuh dibandingkan dengan posisi telentang.
3. Penanganan retensi urin post partum
Selama periode post partum awal, diuresis nyata akan terjadi pada satu atau dua hari pertama setelah melahirkan. Menurut Blackburn & Loper (1992), ibu post partum diharapkan agar dapat segera berkemih 6-8 jam setelah persalinan, namun pada kebanyakan wanita terjadi keterlambatan sensasi berkemih, resiko ketidakmampuan berkemih baik parsial maupun komplet yang dapat terjadi akibat trauma persalinan (Johnson & Taylor, 2004).
Tindakan yang paling sering dilakukan oleh tenaga kesehatan termasuk bidan dalam menangani masalah kemih ini adalah dengan penggunaan kateter, yaitu suatu tindakan memasukkan selang lateks atau plastik mellaui uretra ke dalam kandung kemih. Yang sebenarnya menurut Getliffe (2003), tindakan ini yang menyebabkan resiko infeksi, sumbatan, dan trauma uretra dan sebaiknya dilakukan penanganan lain dalam hal ini (Potter & Perry, 2010).
(35)
Dalam hal inilah menurut United Kingdom Central Council (1998), pentingnya peran dan tanggung jawab bidan melakukan pencatatan. Khususnya bila ibu mengalami kesulitan berkemih (disuria). Dan perlunya tindakan non invasif sehingga penggunaan kateter dapat diminimalisir sebagai upaya pencegahan infeksi (Johnson & Taylor, 2004).
Ada tiga area utama yang harus diperhatikan bidan saat berupaya meningkatkan urinasi normal:
a. Menstimulasi refleks urinasi 1.Posisi
Posisi tegak, condong ke depan dapat memfasilitasi kontraksi otot panggul dan intra abdomen, mengejan, kontraksi kandung kemih, dan kontrol sfingter. Hal ini sulit dilakukan di tempat tidur, dianjurkan untuk menggunakan pispot atau commode di samping tempat tidur atau untuk pergi ke toilet (Johnson & Taylor, 2004).
2.Kurangi ansietas
Ansietas dapat menyebabkan urgensi dan frekuensi, menyebabkan keluarnya sedikit urin dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna karena otot abdomen dan perineum serta sfingter uretra eksternal tidak rileks. Ansietas dapat terjadi akibat privasi yang kurang, rasa malu, ketakutan untuk berkemih dan penggunaan pispot yang dingin. Berada di dekat ibu saat ibu akan berkemih dapat menghambat urinasi.
(36)
Bila ibu merasa tidak tenang, ia mungkin memerlukan seseorang berada di dekatnya; kebutuhan ibu harus dipenuhi. Penggunana toilet akan meningkatkan privasi. Memberikan cukup waktu untuk rileks dan berkemih juga merupakan hal yang penting. Menggunakan cukup waktu untuk rileks dan berkemih juga merupakan hal yang penting. Mengguyurkan air hangat ke daerah perineum juga dapat membantu relaksasi (Johnson & Taylor, 2004).
3.Gunakan stimulus sensorik a) Posisi
Dengan menggunakan kekuatan sugesti, Kilpatrick (1997) menganjurkan digunakannya bunyi air mengalir. Bila ibu merasa malu
dengan bunyi yang terjadi ketika berkemih, terutama bila ada orang lain di dekatnya, maka suara air yang mengalir dapat menyamarkan bunyi tersebut. Usapan di bagian dalam paha, menyelupkan tangan ibu ke air hangat atau memberikan banyak minum akan menstimulasi saraf sensorik yang akhirnya akan menstimulasi refleks urinasi (Johnson & Taylor, 2004).
b) Kurangi kekuatan terhadap nyeri
Nyeri atau ketakutan terhadap nyeri, sering menimbulkan efek inhibisi urinasi. Hal ini biasanya terjadi setelah perslianan dengan trauma perineum. Urin yang pekat dapat meningkatkan nyeri, dianjurkan untuk memberikan asupan cairan tambahan. Strategi untuk mengurangi nyeri aktual harus dilakukan, misalnya dengan memberikan analgesia (Johnson & Taylor, 2004).
(37)
c) Anjurkan pengosongan kandung kemih secara teratur
Hal ini penting terutama pada kondisi tidak adanya keinginan berkemih (akibat penggunaan kateter menetap yang terlalu lama, kerusakan persarafan, setelah pembedahan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya) (Johnson & Taylor, 2004).
d) Stimulasi tonus otot
Lemahnya otot-otot dasar panggul, misalnya setelah persalinan per vaginam, pemasangan kateter menetap atau konstipasi yang terlalu lama dapat mempengaruhi urinasi. Dolman (1997) merekomendasikan dilakukannya latihan otot dasar panggul secara teratur agar volume otot meningkat. Hal ini meningkatkan tekanan maksimal penutupan uretra, meningkatkan kontraksi refleks yang lebih kuat yang diikuti dengan peningkatan tekanan maksimal penutupan uretra, meningkatkan kontraksi refleks yang lebih kuat yang diikuti dengan peningkatan tekanan intra abdomen (Johnson & Taylor, 2004).
e) Cegah konstipasi berat yang dapat menghambat pengeluaran urin.
b.Mempertahankan pola eliminasi
Memberikan dukungan kepada ibu untuk mengadapatsi posisi dan rutinitas (termasuk di dalamnya kebiasaan, seperti membaca) yang ia gunakan untuk membantu urinasi.
c.Mempertahankan asupan cairan yang adekuat
Untuk dapat berfungsi normal, ginjal memerlukan 2000-2500 ml per hari, meskipun Kilpatrick (1997) menyatakan bahwa 1200-1500 ml
(38)
saja sudah memadai dan bidan harus mendorong asupan cairan secara teratur (Johnson & Taylor, 2004).
D. Bladder training
1. Pengertian
Bladder training adalah latihan kandung kemih yang bertujuan untuk mengembangkan tonus otot dan spingter kandung kemih agar berfungsi optimal (Suharyanto & Madjid, 2009).
Menurut African Charter on Human adn People’s Rights (1992),
Bladder training adalah kegiatan melatih kandung kemih untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran urin (Potter & Perry, 2005).
2. Metode
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu:
a) Kegel exercises (latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar panggul)
b) Delay urination (menunda berkemih)
c) Scheduled bathroom trips (jadwal berkemih).
3. Cara kerja
a) Memperpanjang waktu untuk berkemih.
b) Meningkatkan jumlah urin yang ditampung dalam kandung kemih. c) Memperbaiki kontrol terhadap pengeluaran urin.
(39)
Secara umum bladder training bertujuan untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air kemih.
Tujuan khusus:
a) Mengembangkan tonus otot kandung kemih sehingga dapat mencegah inkotinensia yang dapat juga menyebabkan retensi urin.
b) Mencegah proses terjadinya batu urin.
c) Melatih kandung kemih untuk mengeluarkan urin secara periodik. d) Membantu pasien/klien untuk mendapatkan pola berkemih rutin.
e) Mengontrol faktor-faktor yang mungkin meningkatkan jumlah episode inkontinensia dan retensi.(Suharyanto & Madjid, 2009).
5. Prosedur
Dalam Ermiati, dkk (2008), prosedur intervensi yang diberikan adalah sebagai berikut:
a) Memberikan edukasi pada klien tentang pentingnya eliminasi buang air kecil spontan setelah persalinan. Lalu menjelaskan pada klien bahwa keberhasilan bladder training didukung oleh kemauan dan kesadaran klien dalam pelaksanaannya
(40)
c) Mengukur tanda vital untuk mengetahui kondisi klien, apakah kondisi klien memungkinkan untuk dilakukan bladder training. Bladder training dimulai pertama kali pada 2 jam postpartum.
d) Bladder training dilakukan dengan membawa klien ke toilet untuk buang air kecil dengan posisi duduk pada kloset duduk. Klien diminta untuk menyiram perineum dengan air hangat sebanyak 500 ml yang disediakan untuk merangsang pengeluaran urin.
e) Kran air dibuka maksimal 15 menit dimulai semenjak klien berada di toilet. f) Mengobservasi apakah klien buang air kecil.
g) Bila belum buang air kecil, bladder training diulang setiap 2 jam.
h) Melakukan evaluasi setelah dilakukan intervensi, dari 2 jam postpartum sampai 6 jam post-partum, yang dievaluasi adalah kemampuan responden buang air kecil secara spontan baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A.Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah gambaran sederhana (ringkas dan jelas yang menunjukkan jenis serta hubungan antar variabel yang diteliti dari variabel yang terkait (Sudigdo, 2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah bladder
(41)
c) Mengukur tanda vital untuk mengetahui kondisi klien, apakah kondisi klien memungkinkan untuk dilakukan bladder training. Bladder training dimulai pertama kali pada 2 jam postpartum.
d) Bladder training dilakukan dengan membawa klien ke toilet untuk buang air kecil dengan posisi duduk pada kloset duduk. Klien diminta untuk menyiram perineum dengan air hangat sebanyak 500 ml yang disediakan untuk merangsang pengeluaran urin.
e) Kran air dibuka maksimal 15 menit dimulai semenjak klien berada di toilet. f) Mengobservasi apakah klien buang air kecil.
g) Bila belum buang air kecil, bladder training diulang setiap 2 jam.
h) Melakukan evaluasi setelah dilakukan intervensi, dari 2 jam postpartum sampai 6 jam post-partum, yang dievaluasi adalah kemampuan responden buang air kecil secara spontan baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol.
BAB III
KERANGKA KONSEP
A.Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah gambaran sederhana (ringkas dan jelas yang menunjukkan jenis serta hubungan antar variabel yang diteliti dari variabel yang terkait (Sudigdo, 2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah bladder
(42)
training dan variabel dependen adalah fungsi eliminasi buang air kecil. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh bladder training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil (BAK) pada ibu post partum. Penelitian ini terdiri atas 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi yaitu kelompok yang mendapatkan perlakuan bladder training dan kelompok kontrol tidak mendapat perlakuan bladder training, masing-masing kelompok di indentifikasi berdasarkan waktu pertama kali buang air kecil dan banyaknya volume urin. Hasil yang diharapakan adalah agar fungsi eliminasi buang air kecil (BAK) pada ibu post partum lebih cepat pulih atau kurang dari 6 jam post partum.
Variabel Independent Variabel Dependent
Skema 1.Skema Kerangka Konsep
B.Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti yang harus diuji kebenarannya (Idrus, 2011). Hipotesis dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha) yaitu ada pengaruh bladder training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil pada ibu post partum.
Bladder
(43)
C.Defenisi Operasional
Definisi Operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).
Tabel 3.1. Defenisi Operasional
No Variabel Defenisi
operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
1 Independen Bladder Training Suatu kegiatan melatih kandung kemih untuk mengembalikan pola normal berkemih dengan menstimulasi pengeluaran urin.
- - 1= dilakukan 2= tidak dilakukan Nominal 2 Dependen Fungsi eliminasi buang air kecil
Waktu pertama kali ibu berkemih pasca melahirkan Volume urin pertama kali berkemih pasca melahirkan. Jam tangan/ Stopwatch Casio G-SHOCK Mudman 3280 Gelas ukur 250 ml Wawancara & observasi Dalam satuan menit Dalam satuan ml/ cc Rasio Rasio
(44)
No Variabel Defenisi
operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
hingga penelitian dilakukan
3=31-35 tahun 4=36-40 tahun 4. Paritas Jumlah persalinan
yang pernah dialami ibu
Kuesioner Wawancara 1=1 2=2 3=3-4 4=≥5
Ordinal
5 Luka perineum
Robekan atau perlukaan yang terjadi pada saat persalinan di bagian perineum Kuesioner Wawancara dan Observasi 1= utuh 2= derajat 1 3= derajat 2 4= derajat 3
Ordinal
6 Lama Kala II Waktu lamanya proses persalinan dimulai dari pembukaan lengkap sampai lahirnya bayi
Kuesioner Wawancara 1= < 30 menit 2= 30-60 menit 3= 60-120 menit
Interval
7 Berat badan bayi
Besarnya berat badan bayi yang dilahirkan
Kuesioner Wawancara 1= 1000-2499 gr 2= 2500-4000 gr 3= >4000 gr
Rasio
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
(45)
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasy Eksperiment),
dengan menggunakan rancangan penelitian The Static Group Comparasion yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh bladder training terhadap waktu pertama kali buang air kecil dan banyaknya volume urin pada ibu post partum. Desain ini digambarkan:
Kelompok Perlakuan Post-test
X I 01 Y 0 01
(Sugiono, 2010) Keterangan:
X: Kelompok intervensi Y: Kelompok kontrol
I : Perlakuan bladder training
0: Tidak diberikan perlakuan bladder training
01: Waktu dan banyaknya volum urin pertama kali BAK pasca melahirkan
(46)
B.Populasi dan Sampel 1. Populasi
Pencatatan banyaknya Volume urin Pencatatan waktu
Terjadinya buang air kecil (BAK)
Analisis data
Evaluasi Tanda-Tanda Vital dan monotoring kala IV
Kesimpulan
Memberikan minum air putih sebanyak 200 ml pada awal kala II Penilaian karakteristik ibu post partum spontan
- Umur - Paritas - Lama kala II - Keadaan perineum
- Berat badan bayi
Kelompok kontrol Tanpa
Bladder training
Kelompok intervensi
(47)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu post partum normal di Klinik Bersalin Nursyawaliah dan Klinik Sulastri pada bulan Januari sampai Mei 2014.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2010). Pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan consecutive sampling. Dengan teknik ini, setiap ibu bersalin yang datang secara berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi (Sudigdo, 2013).
Sampel yang diambil dalam penelitian ini dibagi membagi dua kelompok yaitu kelompok I sebagai kelompok intervensi dilakukan di Klinik Nursyawaliah dan kelompok II sebagai kelompok kontrol dilakukan di Klinik Sulastri. Pada kelompok intervensi diberi perlakuan bladder training sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberi perlakuan bladder training. Masing-masing kelompok sebanyak 22 orang. Jumlah sampel ini diambil dengan rumus :
‐‐‐‐‐‐
Keterangan:
Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai yang ditentukan ( = 0,05) . dalam tabel Z = 1,64
Z = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai β yang ditentukan ( = 0,10), dalam tabel Z = 1,28
SD = rerata simpangan baku waktu terjadinya fungsi eliminasi berkemih spontan antara 2 kelompok = 40,081 menit (kepustakaan)
(48)
X1-X2 = selisih rerata waktu terjadinya fungsi eliminasi berkemih spontan kedua kelompok bermakna +35,34 menit (kepustakaan)
Maka :
, , ,
,
= 2 , ,
,
= 2 ,
,
=2
, = 21,92 = 22Berdasarkan hasil perhitungan di atas, jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 22 sampel per kelompok, karena jumlah kelompok adalah 22, maka jumlah sampel seluruhnya adalah 44 sampel. Adapun penetapan sampel dalam penelitian ini berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Sampel dalam penelitian ini dengan kriteria inklusi :
- Ibu post partum yang bersedia menjadi responden - Ibu post partum spontan dengan tanda vital baik
- Ibu bersalin baik primigravida/multigravida dengan presentase kepala - Tidak mengalami komplikasi selama persalinan
- Masih dirawat inap di klinik tempat penelitian dilakukan
- Pasien yang tidak mengalami cedera jalan lahir yang luas selain tindakan episiotomi (laserasi tingkat IV).
- Pasien yang tidak memiliki riwayat infeksi saluran kemih dan riwayat gangguan fungsi ginjal.
(49)
- Pasien berkemih spontan sebelum kala IV selesai
- Pasien yang mengalami cedera jalan lahir yang luas selain tindakan episiotomi (laserasi tingkat IV).
- Pasien yang memiliki riwayat infeksi saluran kemih dan riwayat gangguan fungsi ginjal.
C.Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Klinik Bersalin Nursyawaliah dengan pertimbangan banyaknya ibu bersalin yang dapat dijumpai untuk dijadikan sampel dalam penelitian, dan klinik dekat dengan tempat tinggal peneliti sehingga mempermudah proses penelitian pada kelompok intervensi. Sedangkan di Klinik Bersalin Sulastri dengan pertimbangan waktu, peneliti sedang mengikuti praktik klinik sekaligus mengumpulkan data pada kelompok kontrol.
D.Waktu penelitian
Penelitian dilakukan pada Januari sampai dengan Mei tahun 2014.
E.Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari insitusi pendidikan yaitu Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri. Dalam hal ini peneliti melaksanakan beberapa hal yang berkaitan dengan
permasalahan etik, yaitu memberikan penjelasan kepada responden tentang tujuan penelitian, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan untuk menandatangani lembar
(50)
informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri untuk diteliti. Responden juga diberi kebebasan dari tindakan yang dilakukan serta mendapat keadilan atas tindakan dan tanpa adanya diskriminasi dari penelitian.
Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen penelitian, tetapi menggunakan inisial. Data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
F. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpulan data berupa kuesioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan literatur yang ada. Kuesioner yang dibagikan terdiri dari dua bagian, yaitu : bagian pertama adalah data demografi yaitu: usia, paritas, lama kala II, keadaan perineum, dan berat badan bayi, sedangkan bagian kedua adalah mengobservasi waktu dengan menggunakan jam tangan/stopwatch Casio G-SHOCK Mudman 3280 dan volume urin menggunkan gelas ukur 250 ml, yang kemudian dicatat dalam lembar observasi untuk menilai perbedaan volume dan waktu pertama kali berkemih pasca bersalin pada ibu post partum kelompok komtrol dan kelompok intervensi.
G.Validitas dan Reabilitas
Alat ukur harus diuji validitas dan realibilitasnya. Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah alat ukur yang sudah baku berdasarkan literatur
sehingga tidak perlu lagi di uji validitas dan realibilitasnya. Waktu pertama kali diukur dengan menggunakan jam tangan/stopwatch Casio G-SHOCK Mudman 3280 dan volume urin diukur dengan menggunakan gelas ukur 250 ml. Semua fungsi
(51)
eliminasi ibu post partum diperiksa dengan alat dan merk yang sama pada setiap pengukurannya, kemudian dicatat dalam lembar observasi bladder diary yang sudah baku.
H.Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan surat permohonan izin penelitian pada institusi pendidikan Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, dan mengajukan surat permohonan izin melaksanakan penelitian di Klinik Bersalin Nursyawaliah dan Klinik Bersalin Sulastri. Setelah mendapat izin, peneliti melaksanakan pengumpulan data pada ibu post partum sesuai kriteria penelitian. Peneliti menemui responden di tempat penelitian, dengan cara peneliti meninggalkan nomor handphone dan menyimpan nomor handphone asisten klinik untuk memperlancar proses pengumpulan data. Peneliti datang ke Klinik Bersalin Nursyawaliah dan Klinik Sulastri setelah peneliti menghubungi asisten peneliti atau peneliti mendapat telepon dari asisten yang di Klinik Bersalin Nursyawaliah dan Klinik Bersalin Sulastri. Peneliti juga mengumpulkan data pada saat mejalankan praktik klinik di Klinik Bersalin Sulastri.
Saat peneliti bertemu dengan responden, peneliti menjelaskan kepada responden tentang tujuan dan manfaat penelitian. Peneliti meminta persetujuan responden untuk menjadi responden dengan menandatangani informed consent. Setelah responden bersedia, peneliti kemudian mengisi lembar kuisioner data demografi yaitu nama (inisial), umur, paritas melalui wawancara yang dilakukan dengan responden, serta bertanya kepada bidan atau asisten bidan data mengenai luka perineum, lama kala II dan berat badan bayi. Kemudian, peneliti menjelaskan
(52)
prosedur bladder training yang akan dilakukan oleh peneliti pada kelompok intervensi. Setelah itu, peneliti melakukan pengumpulan data untuk kelompok intervensi dengan memberikan perlakuan bladder training dengan membuat jadwal berkemih responden dengan interval 2 jam. Responden dibawa ke toilet, distimulus dengan menyiram bagian kemaluan ibu post partum dengan air hangat yang telah disediakan serta menghidupkan kran air selama ± 15 menit sejak ibu berada dikamar mandi. Setelah +15 menit dilakukannya bladder training, peneliti mewawancarai dan mengobservasi responden sesuai dengan lembar observasi. Pada pelaksanaan penelitian, peneliti dibantu oleh asisten yaitu seorang bidan yang bekerja di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri. Pendidikan terakhir bidan tersebut adalah D-III kebidanan dan telah mengetahui dan dapat melakukan tindakan bladder training.
I. Analisis Data
Setelah semua data terkumpul, dilakukan analisis data kembali dengan memeriksa semua kuesioner apakah data dan jawaban sudah lengkap dan benar (editing). Kemudian data diberi kode (coding) untuk memudahkan peneliti dalam melakukan analisa data dan pengolahan data serta pengambilan kesimpulan data yang dimasukkan ke dalam bentuk tabel. Entry data dilakukan dengan menggunakan teknik komputerisasi. Tahap terakhir dilakukan cleaning dan entry
yakni pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari terjadinya kesalahan.
Analisa data dilakukan menggunakan bantuan program yang disesuaikan, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(53)
Data yang bersifat kategori dicari frekuensi dan proporsinya yakni data demografi ibu post partum meliputi usia, paritas, luka perineum, lama kala II dan berat badan bayi . Sedangkan data yang bersifat numerik dicari mean, dan standar deviasinya yakni waktu pertama kali buang air kecil dan volume urin. Hasil data dibuat dalam bentuk tabel.
2. Bivariat
Analisis ini digunakan untuk melihat pengaruh bladder training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil pada ibu post partum spontan. Dalam menganalisis data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan uji statistic uji t-independent
untuk mengetahui perbedaan mean dua kelompok data dengan variabel yang dihubungkan berbentuk kategorik dan numerik (bladder training dengan waktu dan volume urin pertama kali berkemih postpartum), yaitu mengetahui perbedaan fungsi eliminasi buang air kecil pada kelompok yang tidak mendapat maupun yang mendapat perlakuan bladder training. Akan tetapi prinsip pengujian dua mean tersebut adalah melihat perbedaan variasi kedua kelompok data. Sebab variasi kedua kelompok akan berpengaruh pada nilai standart error yang akan membedakan varians pengujiannya.
Adapun untuk uji varians peneliti menggunakan bantuan perangkat lunak pengolah data statistik berupa Levene test. Pada program SPSS (Statistical Product and Service Solution jika varian kedua kelompok sama maka p value
yang dilihat adalah equal variances assumed, dan jika kelompok varian tidak sama maka p value yang dilihat adalah equal variances not asummed.
Untuk melihat hasil kemaknaan hitungan statistik digunakan derajat kemaknaan α = 0,05 (Cumulative Insidence 95%) sehingga apabila hasil penelitian variabel menunjukkan nilai p value > 0,05 maka H0 gagal ditolak
(54)
menyatakan antara variabel penelitian statistik tidak adanya pengaruh. Langkah akhir data di sajikan dalam bentuk tabel agar dapat dengan mudah melihat pengaruh bladder training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil.
BAB V
(55)
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang pengaruh Bladder Training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil (BAK) pada ibu post partum spontan di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri tahun 2014. Jumlah responden adalah 41 ibu bersalin spontan, yang terdiri dari 22 sampel untuk kelompok intervensi dan 19 sampel untuk kelompok kontrol. Responden untuk kelompok intervensi dilakukan tindakan Bladder training setelah kala IV selesai (dua jam post partum), kemudian diamati waktu pertama kali berkemih dengan menggunakan jam/stopwatch, dan volume urin dengan menggunakan gelas ukur yang kemudian hasilnya dicatat dilembar observasi. Sedangkan responden untuk kelompok kontrol dilakukan pengamatan dilakukan pengamatan waktu pertama kali berkemih dan volume urin sama dengan kelompok intervensi namun tanpa dilakukan tindakan
Bladder training.
1. Analisis Univariat
1.1 Karakteristik Responden
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Data yang bersifat kategorik dicari frekuensi dan proporsi yaitu
(56)
usia, luka perineum, paritas, lama kala II, dan berat badan lahir. Data yang bersifat numerik dicari mean, dan standar deviasinya yaitu waktu pertama kali berkemih dan volume urin. Hasil akan disajikan dalam bentuk tabel.
Hasil penelitian yang diperoleh mayoritas responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol berusia 26-30 tahun, pada kelompok intervensi sebanyak 9 orang (40,9 %) dan pada kelompok kontrol sebanyak 7 orang (36,8%). Berdasarkan paritas mayoritas responden pada kelompok intervensi adalah anak ke-1 (primigravida) sebanyak 8 orang (36,4%) dan mayoritas responden pada kelompok kontrol adalah anak ke-3 atau 4 (multigravida) sebanyak 9 orang (47,4 %). Berdasarkan lama kala II mayoritas responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah lamanya < 30 menit, pada kleompok intervensi sebanyak 17 orang (77,3%) dan pada kelompok kontrol sebanyak 16 orang (84,2 %). Berdasarkan luka perineum mayoritas responden pada kelompok intervensi adalah derajat 1 sebanyak 11 orang (50,0 %) dan mayoritas responden pada kelompok kontrol adalah derajat 2 sebanyak 8 orang (42,1 %). Berdasarkan berat badan bayi mayoritas responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol adalah 2500-4000 kg, pada kelompok intervensi sebanyak 20 orang (90,9 %) dan kelompok kontrol sebanyak 16 orang (84,2 %). Dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah.
(57)
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Ibu post partum pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Berdasarkan karakteristik Demografi di Kilinik
Nursyawaliah
dan Klinik Sulastri Medan 2014
Karakteristik responden
Kelompok intervensi
Kelompok kontrol
f % f % Usia
15-20 tahun
21-25 tahun
26-30 tahun
31-35 tahun
36-40 tahun Total - 8 9 4 1 22 - 36,4 % 40,9 % 18,2 % 4,5 % 100 % 1 4 7 6 1 19 5,3 % 21,1 % 36,8 % 31,6 % 5,3 % 100 % Paritas
1 anak
2 anak
3-4 anak
≥ 5 anak Total 8 7 6 1 22 36,4 % 31,8 % 27,3 % 4,5 % 100 % 5 4 9 1 19 26,3 % 21,1 % 47,4 % 5,3 % 100 % Kala II
< 30 menit
30-60 menit
60-120 menit Total 17 5 - 22 77,3 % 22,7 % - 100 % 16 3 - 19 84,2 % 15,8 % - 100 % Luka perineum Utuh
Derajat 1
Derajat 2 Total 1 11 10 22 4,5 % 50,0 % 45,5 % 100 % 4 7 8 19 21,1 % 36,8 % 5 100 %
Berat badan bayi
1000-2499 gr
2500-4000 gr
>4000 gr Total 5 17 - 22 22,7 % 77, 3 %
- 100 % 3 16 - 19
15, 8 % 84,2 %
- 100 %
(58)
1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Rerata Waktu Terjadinya Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) Ibu Post Partum Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol
Hasil penelitian ini diperoleh rata – rata waktu pertama kali buang air kecil ibu post partum pada kelompok intervensi 150,27 menit dengan standart deviasi 22,678 menit sedangkan nilai minimum 120 dan maximum adalah 195 dan
confidence interval (CI) 95% adalah 140,22– 160,33. Dan hasil penelitian pada kelompok kontrol yakni rata – rata waktu berkemih ibu post partum 258,63 dengan standart deviasi 71,058 sedangkan nilai minimum 166 dan maximum 428 dan
confidence interval (CI) 95% adalah 224,38 – 292,88. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut ini.
Tabel 5.2
Distribusi Rata-rata Waktu Pertama Kali Buang Air Kecil (BAK) Ibu post
partum pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Klinik Nursyawaliah dan
Klinik Sulastri Medan Tahun 2014
No Variabel Mean
Median SD Min-Mak 95 % CI
1 Waktu pertama buang air kecil ibu post partum pada
kelompok intervensi
150,27
145,00 22,678 120-195 140,22-160,33 2 Waktu pertama buang
air kecil ibu post partum pada kelompok kontrol
258,63
(59)
1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Volume Urin Terjadinya Fungsi Eliminasi Buang Air Kecil (BAK) Ibu Post partum Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol
Hasil penelitian ini diperoleh rata – rata volume urin pertama kali buang air kecil ibu post partum pada kelompok intervensi 206,45 cc dengan standart deviasi 48,298 cc sedangkan nilai minimum 125 cc dan maksimum adalah 300 cc
confidence interval (CI) 95% adalah 185,04-227,87 cc. Dan hasil penelitian pada kelompok kontrol yakni rata – rata volume urin pertama kali buang air kecil ibu post partum 205,00 cc dengan standart deviasi 72,648 cc sedangkan nilai minimum 100 dan maximum 375 dan confidence interval (CI) 95% adalah 169,98-240,00 cc. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut ini.
Tabel 5.3
Distribusi Rata-rata Volume Urin Pertama Kali Buang Air Kecil (BAK) Ibu
post partum pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Klinik Nursyawaliah
dan Klinik Sulastri Medan Tahun 2014
No Variabel Mean
Median SD Min-Mak 95 % CI
1 Volume urin pertama buang air kecil ibu
post partum pada kelompok intervensi
206,45
200,00 48,298 125-300 185,04-227,87 2 Volume urin pertama
buang air kecil ibu
post partum pada kelompok kontrol
205,00
(60)
2. Analisis Bivariat
Dalam menganalisis data secara bivariat, pengujian data dilakukan dengan uji statistik uji t-independent yaitu untuk melihat adanya pengaruh bladder training
terhadap fungsi eliminasi buang air kecil (BAK) pada ibu post partum normal antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
a. Perbandingan Rata-rata Waktu Pertama Buang Air Kecil (BAK) Ibu Post
Partum Intervensi pada Kelompok Kontrol
Hasil penelitian ini diperoleh rata – rata waktu pertama kali berkemih ibu
post partum pada kelompok intervensi adalah 150, 27 menit dengan standart deviasi 22,678 menit dengan standar error 4,835.Sedangkan rata-rata waktu pertama kali berkemih ibu post partum pada kelompok kontrol adalah 258,63 menit dengan standart deviasi 71,058 menit dengan standar error 16,302. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,001, berarti pada alpha 5 % terlihat ada pengaruh yang signifikan antara rata-rata waktu pertama kali berkemih ibu post partum antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini
Tabel 5.4
Perbandingan Rata-rata Waktu Pertama Kali Buang Air Kecil (BAK) Ibu post
partum pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Klinik Nursyawaliah
dan Klinik Sulastri Medan Tahun 2014
No Variabel Mean SD SE P value N
1 Waktu pertama berkemih ibu post partum pada
kelompok intervensi
150,27 22,678 4,835
0.001
22
2 Waktu pertama
(61)
partum pada kelompok kontrol
b. Perbandingan Rata-rata Volume Urin Pertama Kali Buang Air Kecil (BAK)
Ibu Post Partum Intervensi pada Kelompok Kontrol
Hasil penelitian ini diperoleh rata – rata volume urin pertama kali berkemih ibu post partum pada kelompok intervensi adalah 206,45 cc dengan standart deviasi 48,298 cc dan standar error 10,297. Sedangkan rata-rata volume urin pertama kali berkemih ibu post partum pada kelompok kontrol adalah 205,00 cc dengan standart deviasi 72,648 cc dengan standar error 16,667. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,939, berarti pada alpha 5 % terlihat tidak ada pengaruh yang signifikan antara rata-rata volume uirn pertama kali berkemih ibu post partum antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini
Tabel 5.5
Perbandingan Rata-rata Volume Urin Pertama Kali Buang Air Kecil (BAK) Ibu
post partum pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Klinik Nursyawaliah
dan Klinik Sulastri Medan Tahun 2014
No Variabel Mean SD SE P value N
1 Volume urin pertama berkemih ibu post partum pada
kelompok intervensi
206,45 48,298 10,297
0.939
22
2 Volume urin pertama berkemih ibu post partum pada kelompok kontrol
(62)
B. Pembahasan
1. Interpretasi dan Diskusi Hasil a.Waktu pertama berkemih
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa rata – rata waktu pertama kali berkemih ibu post partum pada kelompok intervensi adalah 150, 27 menit dan pada kelompok kontrol adalah 258,63 menit. Hasil uji statistik t-independent
diperoleh nilai p value = 0,001 (< 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan setelah dilakukannya tindakan bladder training
terhadap waktu pertama kali berkemih ibu post partum.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori bahwa re-edukasi kandung kemih yang biasa dikenal dengan latihan kandung kemih (Bladder training) dan pengosongan kandung kemih (Bladder drills) merupakan suatu jadwal yang progresif meningkatkan interval kekosongan kandung kemih. Sesuai dengan riset yang dilakukan T.N.A Jeffcoate dan W.J.A. Francais menggunakan pelatihan pengosongan kandung kemih untuk mengobati sindrom frekuensi-urgensi dan peningkatan kapasitas kandung kemih. Serta J Andrew Fantl dan asistennya yang melakukan pengaturan berkemih harian dan peningkatan interval kekosongannya setiap 2, 3 atau 4 jam. Mereka menemukan bahwa regimen bladder training ini secara signifikan menurunkan angka episode inkontinensia yang sekaligus berhubungan juga dengan mencegah kejadian retensio urin (Pribakti,2011).
(63)
Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ermiati, dkk (2008) yang membuktikan bahwa bladder training mempercepat waktu terjadinya eliminasi BAK. Dari hasil penelitiannya tersebut menunjukkan kelompok yang diberi intervensi bladder training kemampuan eliminasi
BAKnya lebih cepat dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan apapun. Selain itu penelitian yang dilakukan Hasmita M (2010), dengan intervensi bladder training Sitz bath terbukti akan mempercepat waktu terjadinya fungsi eliminasi spontan pada ibu post partum.
Pada kenyataannya banyak kita temui setelah menjalani proses persalinan, ibu akan merasa kelelahan akibat proses persalinan yang telah berlangusng dan merasa lebih nyaman dengan tidur atau istirahat berbaring untuk mengurangi kelelahan dan mengembalikan tenaganya. Namun tidak begitu halnya pada kelompok ibu post partum yang diberi perlakuan bladder training. Sebab pada kelompok intervensi, ibu akan dilatih untuk segera melakukan mobilisasi dini dan dilatih untuk sesegera mungkin berkemih di toilet.
Sesuai teori metode membawa membimbing ibu ke toilet yang didukung sesuai kebutuhan pasien, tindakan ini merupakan metode yang paling nyaman dan efektif untuk meningkatkan berkemih ibu post partum (Varney, 2007). Membawa ibu setelah dua jam post partum ke toilet dan memposisikan ibu dalam kondisi duduk atau berdiri akan sangat memfasilitasi kontraksi otot panggul dan intra abdomen, mengejan, kontraksi kandung kemih dan kontrol sfingter, sehingga sisa urin pada kandung kemih akan keluar dengan adanya gaya berat (gravitasi) (Jhonson & Taylor, 2001). Sedangkan pada kelompok
(64)
kontrol posisi berbaring adalah posisi yang tidak biasa untuk berkemih sehingga tidak dirasakannya rangsangan untuk berkemih. Posisi berbaring atau tiduran yang terus menerus, takut jalan atau duduk ini juga berpengaruh kurang baik terhadap peredaran darah dan gerkan otot-otot serta akan mengurangi peredaran
zat asam dan zat-zat makanan yang dibutuhakan untuk memulihkan kesehatan kembali dan pembentukan air susu (Ibrahim, 1996).
Selain dari itu, secara tidak langsung tindakan bladder training ini juga memobilisasi ibu post partum sesegera mungkin. Menurut Mochtar (1998) dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kandung kemih kembali normal. Seperti juga menurut menurut Garrison (2004) dalam Akhrita Z, manfaat mobilisasi untuk mempertahankan fungsi tubuh, memperlancar perdaran darah, membantu pernafasan menjadi lebih baik, mempertahankan tonus otot, memperlancar eliminasi alvi dan urin, serta mengembalikan aktivitas tertentu.
Dari uraian tersebut, maka hipotesis penelitian dapat dijawab bahwa bladder training berpengaruh terhadap fungsi eliminasi buang air kecil (BAK) berdasarkan waktu pertama kali berkemih. Ada perbedaan waktu pertama kali berkemih pada kelompok intervensi dan kontrol.
b.Volume urin pertama berkemih
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa rata – rata volume urin pertama kali berkemih ibu post partum pada kelompok intervensi adalah 206,45 cc dan pada kelompok kontrol adalah 205,00 cc. Hasil uji statistik t-independent diperoleh nilai P value = 0,939 (< 0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan setelah dilakukannya
(65)
tindakan bladder training terhadap volume urin pertama kali berkemih ibu
post partum.
Hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan Hasmita M (2010) yang menemukan bahwa volume urin dari fungsi eliminasi berkemih spontan pertama kali ibu post partum yang mendapat intervensi
bladder training Sitz bath lebih banyak dibanding kelompok yang tidak mendapat bladder training. Didalam teori disebutkan bahwa kelebihan volume urin berhubungan dengan mekanisme regulatori (gagal ginjal) dengan retensi urin, perubahan eliminasi urin juga berhubungan dengan stimulasi kandung kemih, iritasi ginjal atau uretra, obstruksi mekanik, inflamasi atau trauma jaringan. Retensi urin (akut/kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik, dan ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
Berdasarkan hal tersebut peneliti berasumsi bahwa volume urin dipengaruhi oleh trauma jaringan yang bisa saja diakibatkan atas proses persalinan dan kemampuan kontraksi kandung kemih ibu itu sendiri yang tidak adekuat. Dalam kegiatan observasi pada kelompok kontrol peneliti menemuan 1 responden yang baru dapat berkemih setelah dilakukan katerisasi dan volume urin mencapai 175 cc dalam waktu 302 menit. Dan pada observasi ditemukan 3 ibu post partum yang mendapat tindakan manual plasenta (kriteria ekslusi) berkemih dalam waktu yang lama lebih dari 5 jam namun pasien masih dapat berkemih spontan tanpa harus dilakukan katerisasi dengan jumlah volume yang bervariasi.
Dari uraian tersebut, maka hipotesis penelitian dapat dijawab bahwa
bladder training tidak berpengaruh terhadap fungsi eliminasi buang air kecil (BAK) berdasarkan volume urin pertama kali berkemih.
(66)
2. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian yang peneliti temukan adalah sulitnya mencari subjek yang akan diteliti. Hal ini dikarenakan sulitnya membatasi jenis dan jumlah asupan cairan. Kebanyakan responden atau keluarga responden yang beranggapan kalau tidak minum yang manis tidak menambah tenaga. Padahal minuman manis (teh) merupakan minuman yang mengandung kafein. Dimana kafein bersifat diuretik yang meningkatkan rasa ingin berkemih dan peningkatan volume urin. Selain itu, peneliti juga sulit menemukan calon responden yang termasuk dalam kriteria inklusi. Hal ini dikarenakan komplikasi persalinan seperti retensio plasenta sehingga dilakukan tindakan manual plasenta, presentasi janin yang abnormal, tanda-tanda vital yang tidak baik, bahkan responden yang akhirnya harus dikeluarkan sebagai sampel penelitian dikarenakan berkemih sebelum kala IV berakhir. Karena hal tersebut peneliti membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk mengumpulkan sampel penelitian. Selain itu, keterbatasan peneliti yang tidak bisa selalu berada di tempat penelitian sehingga peneliti meminta bantuan kepada asisten klinik untuk melakukan intervensi dan observasi serta berulang kali mengingatkan dan menjelaskan langkah-langkah tindakan yang dilakukan.
3. Implikasi untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Kebidanan
Hasil penelitian menggambarkan bahwa bladder training sebagai salah satu metode membantu berkemih secara nonfarmakologi yang berpengaruh terhadap pengurangan tindakan invasif seperti penggunaan kateter yang sering dilakukan oleh tenaga kesehatan. Maka bladder training dapat digunakan dalam asuhan kebidanan pada ibu post partum dalam mencegah retensi urin serta mempercepat proses pemulihan dengan segera melakukan mobilisasi sedini mungkin. Bladder training
(67)
sangat mudah dilakukan dan tidak memerlukan peralatan yang khusus sehingga bidan dapat mengajarkan kepada suami, bidan, dan perawat.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh Bladder training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil (BAK) pada ibu post partum spontan di Klinik Nursyawaliah dan Klinik Sulastri tahun 2014 ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Rata- rata waktu pertama kali buang air kecil ibu post partum pada kelompok
intervensi 150,27 menit dengan standart deviasi 22,678 menit sedangakan pada kelompok kontrol adalah 258,63 menit dengan standart deviasi 71,058 menit.
2. Rata-rata volume urin pertama kali buang air kecil ibu post partum pada
kelompok intervensi 206,45 cc dengan standart deviasi 48,298 cc sedangkan pada kelompok kontrol yakni rata – rata volume urin pertama kali buang air kecil ibu post partum 205,00 cc dengan standart deviasi 72,648 cc.
3. Dari hasil uji statistik perbandingan rata-rata waktu pertama kali buang air kecil diperoleh nilai p = 0,001, maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh bladder training terhadap fungsi eliminasi buang air kecil (BAK) pada ibu post partum normal antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Dan hasil uji statistik
(1)
(2)
(3)
(4)
Lampiran 10
MASTER TABEL PENELITIAN
No Bladder
training Umur Paritas
Luka perineum
Kala
2 BB Waktu Volume Umur kategorik Paritas kategorik Kala2 kategorik BB kategorik Waktu kategorik Volume kategorik
1 0 24 3 1 15 2400 193 150 2 3 1 1 1 1
2 0 32 2 2 20 3400 315 200 4 2 1 2 2 2
3 0 30 3 2 10 3200 183 150 3 3 1 2 1 1
4 0 35 3 3 12 3500 285 225 4 3 1 2 2 2
5 0 28 3 2 35 3800 342 130 3 3 2 2 1 1
6 0 28 3 3 18 3400 230 100 3 3 1 2 1 1
7 0 32 2 1 16 2700 240 200 4 2 1 2 2 2
8 0 34 3 3 22 3400 248 280 4 3 1 2 2 2
9 0 22 3 2 25 3100 295 300 2 3 1 2 2 2
10 0 23 1 3 30 2800 265 120 2 1 1 2 2 1
11 0 22 1 3 32 3000 250 275 2 1 2 2 2 2
12 0 32 2 2 25 3400 225 230 4 2 1 2 2 2
13 0 19 1 3 28 2900 189 150 1 1 1 2 1 1
14 0 28 1 3 40 3400 206 200 3 1 2 2 1 2
15 0 29 1 2 18 2300 428 375 3 1 1 1 3 2
16 0 36 5 1 20 3100 373 125 5 4 1 2 3 1
17 0 28 3 2 15 2400 166 265 3 3 1 1 1 2
18 0 28 2 3 23 3000 302 175 3 2 1 2 2 2
19 0 34 3 1 16 2500 179 245 4 3 1 2 1 2
(5)
24 1 21 1 3 20 3600 150 220 2 1 1 2 1 2
25 1 27 2 3 35 3800 160 200 3 2 2 2 1 2
26 1 26 3 3 35 3300 135 125 3 3 2 2 1 1
27 1 29 1 2 18 3300 180 150 3 1 1 2 1 1
28 1 32 2 3 30 3800 139 250 4 2 1 2 1 2
29 1 36 3 3 25 3500 195 275 5 3 1 2 1 2
30 1 29 5 2 15 3000 165 225 3 4 1 2 1 2
31 1 25 3 2 15 3000 140 300 2 3 1 2 1 2
32 1 28 2 3 16 2700 128 277 3 2 1 2 1 2
33 1 22 2 3 18 3200 145 150 2 2 1 2 1 1
34 1 25 2 2 35 2800 148 175 2 2 2 2 1 2
35 1 34 3 2 20 3600 188 175 4 3 1 2 1 2
36 1 21 1 3 45 3500 120 200 2 1 2 2 1 2
37 1 28 2 2 22 3000 125 225 3 2 1 2 1 2
38 1 27 1 2 30 3300 145 275 3 1 1 2 1 2
39 1 25 1 2 18 3000 120 150 2 1 1 2 1 1
40 1 29 2 2 15 2900 185 185 3 2 1 2 1 2
41 1 33 1 2 5 2200 145 225 4 1 1 1 1 2
Keterangan:
Bladder training Luka perineum Paritas Kategori waktu pertama berkemih
0 = tidak dilakukan 1 = utuh 1= 1 anak 1 = 2-4 jam post partum
1 = dilakukan 2 = derajat 1 2= 2 anak 2 = 4-6 jam post partum
3 = derajat 2 3= 3-4 anak 3 = >6 jam post partum
Umur 4= ≥ 5 anak
1 = 15-20 tahun
2 = 21-25 tahun Kala II BB Kategori volume urin
3 = 26-30 tahun 1 = < 30 menit 1= 1000-2499 gram 1 = ≤ 150 cc 4 = 31-35 tahun 2 = 30-60 menit 2= 2500-4000 gram 2 = > 150 cc 5 = 36-40 tahun 3 = 60-120 menit 3= > 4000 gram
(6)