Vibrio Cholerae

(1)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006


(2)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006

DAFTAR ISI

Pendahuluan ... ... ... 4

Morfologi ... ... 5

Fisiologi ... ... 5

Struktur Antigen . ... ... 7

Patogenesis - Enterotoksin ... ... 9

- Perlekatan (adheren) . ... ... 10

Gambaran Minis ... ... 10

Diagnosis Laboratorium ... ... 12

Kekebalan ... ... 13

Pengobatan ... ... . 13

Epidemiologi . ... .... ... 14

Transmisi ... .... ... 15

Pencegahan dan Pengendalian ... .... ... 15

Daftar Pustaka . ... 17


(3)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006

VIBRIO CHOLERAE Sri Amelia

Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran USU

Pendahuluan

Vibrio cholerae adalah salah satu bakteri yang masuk dalam family Vibrionaceae

selain dari Aeromonas dan Plesiomonas, dan merupakan bagian dari genus Vibrio. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1884 dan sangat penting dalam dunia kedokteran karena menyebabkan penyakit kolera. Vibrio cholerae banyak ditemui di permukaan air yang terkontaminasi dengan feces yang mengandung kuman tersebut, oleh karena itu penularan penyakit kolera ini dapat melalui air, makanan dan sanitasi yang buruk.

(1,2)

Beberapa spesies vibrio lain yang penting dalam dunia kedokteran antara lain: (3)

- V. cholerae serogroup O1 dan 0139, penyebab kolera epidemic dan pandemic.

- V. cholerae serogroup non-01 dan non-0139, penyebab diare sejenis kolera, tapi gejala

diare lebih ringan jarang ditemui infeksi ekstraintestinal.

- V. parahaemolyticus, penyebab gastroenteritis, kemungkinan bisa menimbulkan infeksi

ekstraintestinal.

- V. vulnificus , V. mimicus, V. hollisae, V. fluvialis, V. damsela, V. anginolyticus, V.

metschnikovil, penyebab infeksi pada telinga, luka, jaringan lunak dan infeksi

ekstraintestinal namun jarang terjadi.


(4)

Morfologi

Vibrio cholerae termasuk bakteri gram negative, berbentuk batang bengkok seperti

koma dengan ukuran panjang 2-4 um.(Gambar 1) Pada isolasi, Koch menamakannya

“kommabacillus”, Tapi bila biakan diperpanjang , kuman ini bisa menjadi batang yang lurus yang mirip dengan bakteri enteric gram negative (1,3)

Kuman ini dapat bergerak sangat aktif karena mempunyai satu buah flagella polar yang halus (monotrikh). Kuman ini tidak membentuk spora. Pada kultur dijumpai koloni yang cembung (convex), halus dan bulat yang keruh (opaque) dan bergranul bila disinari.

(1,3,4)

Gambar 1. Vibrio cholerae penyebab epidemic (asiatic) kolera.(5)

Fisiologi

Vibrio cholerae bersifat aerob atau anaerob fakultatif. Suhu optimum untuk

pertumbuhan pada suhu 18-37°C. Dapat tumbuh pada berbagai jenis media, termasuk media tertentu yang mengandung garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen.

V. cholerae ini tumbuh baik pada agar Thiosulfate-citrate-bile-sucrose (TCBS), yang

menghasilkan koloni berwarna kuning (Gambar 2) dan pada media TTGA

(Telurite-taurocholate-gelatin-agar).(1,3,4)

5

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006


(5)

Gambar 2. Vibrio cholerae pada media TCBS selama 18 jam pada suhu 37°C menghasilkan koloni berwarna

kuning karena V, cholerae meragi sukrosa. (6)

Salah satu ciri khas dari vibrio cholerae ini adalah dapat tumbuh pada pH yang sangat tinggi (8,5-9,5) dan sangat cepat mati oleh asam. Pertumbuhan sangat baik pada pH 7,0. Karenanya pembiakan pada media yang mengandung karbohidrat yang dapat difermentasi, akan cepat mati. . V. cholerae meragi sukrosa dan manosa tanpa menghasilkan gas tetapi tidak meragi arabinosa. Kuman ini juga dapat meragi nitrit. Ciri khas lain yang membedakan dari bakteri enteric gram negative lain yang tumbuh pada agar darah adalah pada tes oksidasi hasilnya positif.(3,4)

Biakan V. cholerae pada air peptone alkali, setelah 6 jam pada suhu ruangan akan tampak pertumbuhan kuman pada perbatasan udara dan cairan (Gambar 3). Medium ini berfungsi sebagai medium transport yang penting untuk feses atau usapan dubur dari tersangka kasus kolera. Pada medium peptone ini ( banyak mengandung triptofan dan nitrat ) akan membentuk indol, yang dengan asam sulfat akan membentuk warna merah ( tes nitroso indol positif).(4,6)

6

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006


(6)

Gambar 3. Biakan Vibrio cholerae pada air peptone alkali setelah 6 jam pada suhu ruangan . (6)

Spesies Vibrio cholerae sensitive terhadap campuran 0/129 ( 2,4-diamino-6,7-diisopropylpteridine phosphate ), yang membedakan mereka dengan spesies Aeromonas, yang resisten terhadap 0/129. Vibrio juga dapat tumbuh pada media yang mengandung 6% NaCI sedangkan Aeromonas tidak. Sebagian besar spesies Vibrio adalah halotoleran dan NaCl sering menstimulasi pertumbuhannya.(3)

Struktur Antigen

Semua Vibrio cholerae mempunyai antigen flagel H yang sama. Antigen flagel H ini bersifat tahan panas. Antibodi terhadap antigen flagel H tidak bersifat protektif. Pada uji aglutinasi berbentuk awan. Antigen somatik O merupakan antigen yang penting dalam pembagian grup secara serologi pada Vibrio cholerae. Antigen somatic O ini terdiri dari lipopolisakarida. Pada reaksi aglutinasi berbentuk seperti pasir. Antibodi terhadap antigen O bersifat protektif.(l,4)

Vibrio cholerae serogroup O1 memiliki 3 faktor antigen : A, B dan C yang membagi

grup O1 menjadi serotipe Ogawa, Inaba dan Hikojima. (1)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006


(7)

Secara skematis klasifikasi dari Vibrio cholerae dapat dilihat di bawah ini : (5)

Vibrio cholerae serogroup O1 terbagi atas 2 biotype yaitu Classical dan El Tor.

Karakteristik yang membedakan biotype Classical dan El Tor dapat dilihat pada tabel berikut ini : (7)

Test / kriteria Classical El Tor

Isolasi di daerah bagian Indian Jarang Umumnya

Isolasi pada saat ini Sangat jarang Umumnya

Hemolisis eritrosit - +

Voges-Proskauer - +

Sensiivitas terhadap Polomiksin B + -

Agglutinasi pada eritrosit ayam - +

Lysis oleh bacteriophage

- Classical IV + -

- FK + -

- Eltor 5 - +

8

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006


(8)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006

Patogenesis

Dalam keadaan alamiah, Vibrio cholerae hanya pathogen terhadap manusia. Seseorang yang memiliki asam lambung yang normal memerlukan menelan sebanyak 1010 atau lebih V. cholerae dalam air agar dapat menginfeksi, sebab kuman ini sangat sensitive pada suasana asam. Jika mediatornya makanan, sebanyak 102 - 104 organisme yang diperlukan, karena kapasitas buffer yang cukup dari makanan. Beberapa pengobatan dan keadaan yang dapat menurunkan kadar asam dalam lambung membuat seseorang lebih sensitive terhadap infeksi Vibrio cholerae.(3)

- Entecotoksin

V. cholerae ini menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan asam dan panas, dengan

berat molekul sekitar 90.000 yang mengandung 98% protein, 1% lipid dan 1% karbohidrat.( 1,4)

Pada tiap molekul enterotoksin Vibrio cholerae terdiri dari 5 sub unit B (binding) dan 1 sub unit A (active). Sub unit A ini mempunyai 2 komponen A1 dan A2. Enterotoksin berikatan dengan reseptor ganglion pada permukaan enterocytes melalui 5 sub unit B. Sedangkan komponen A2 sub unit mempercepat masuknya enterotoksin ke sel dan komponen A1 sub unit bertugas meningkatkan aktivitas Adenil siklase akibatnya produksi cyclic AMP meningkat yang menyebabkan meningkatnya sekresi cairan dan elektrolit (Gambar 4) sehingga menimbulkan diare massif dengan kehilangan cairan mencapai 20 liter perhari “watery diarrhea”, pada kasus berat dengan gejala dehidrasi, syok, gangguan elektrolit dan kematian. (2,7)


(9)

- Perlekatan (adheren)

V. cholerae tidak bersifat invasive, kuman ini tidak masuk ke dalam aliran darah

tetapi tetap berada di saluran usus. V. cholerae yang virulen harus menempel pada mikrovili permukaan sel epitelial usus baru menimbulkan keadaan patogen. Disana mereka melepaskan toksin kolera (enterotoksin). Toksin kolera diserap di permukaan gangliosida sel epitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida dan menghambat absorpsi natrium. Akibatnya kehilangan banyak cairan dan elektrolit, Secara histology, usus tetap normal.(1,2)

Gambar 4. Gambaran skematis aktivitas dari enterotoksin Vibrio cholerae.(2)

Gambaran Klinis

Sebagian besar infeksi yang disebabkan V.cholerae ini asimptomatik atau terjadi diare yang ringan dan pasien tetap ambulatoir. Masa inkubasi selama 1-4 hari sampai timbul gejala, tergantung pada inokulan yang tertelan (3)

Gejala kolera yang khas dimulai dengan munculnya diare yang encer dan berlimpah, tanpa didahului oleh rasa mulas dan tanpa adanya tenesmus. Dalam waktu singkat tinja yang semula berwarna dan berbau feses berubah menjadi cairan putih keruh yang mirip air cucian beras ( rice water stool ). Cairan ini mengandung mucus,

10

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006


(10)

sel epithelial dan sejumlah besar vibrio. Muntah timbul kemudian setelah diare diikuti gejala mual. Kejang otot dapat menyusul, baik dalam bentuk fibrilasi maupun fasikulasi atau kejang klonik yang nyeri dan mengganggu. Otot yang sering terlibat antara lain betis, biseps, triseps, pektoralis dan dinding perut ( kram perut ). (2,9)

Gambar 5. Menunjukkan perjalanan kuman V. cholerae di dalam tubuh manusia.(8)

Penderita akan kehilangan cairan dan elektrolit dengan cepat yang dapat mengarah pada dehidrasi berat, syok dan anuria. Tanda-tanda dehidrasi tampak jelas, berupa perubahan suara menjadi serak seperti suara bebek manila ( vox cholerica ), kelopak mata cekung, mulut menyeringai karena bibir yang kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit berkurang, jari jari tangan dan kaki tampak kurus dengan lipatan-lipatan kulit, terutama ujung jari yang keriput ( washer women hand ), diuresis berangsur-angsur kurang dan berakhir dengan anuria. (9)

11

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006


(11)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006

Tingkat kematian tanpa pengobatan antara 25% dan 50%. Bagaimanapun, kasus yang sporadis maupun yang ringan tidak mudah untuk dibedakan dari penyakit diare yanglain. (3)

Diagnosis Laboratorium

A. Bahan pemeriksaan : gumpalan mucus dari tinja dan/atau muntahan.(3,4)

B. Mikroskopis : pengamatan dengan mikroskop lapangan gelap atau fase kontras akan

memperlihatkan vibrio cholerae yang bergerak dengan cepat.(3)

C. Kultur: pertumbuhan cepat pada agar peptone, pada agar darah dengan pH mendekati

9,0 atau pada agar TCBS dan koloni khasnya dapat dipilih dalam waktu 18 jam. Jika menggunakan media yang diperkaya (enrichment) beberapa pemeriksaan tinja dapat diinkubasi dalam 6-8 jam dalam kaldu taurocholate-peptone (pH 8,0 - 9,0) ; organisme dari kultur ini dapat diwarnai atau disubkultur. Di daerah endemic, mengkultur langsung tinja pada media TCBS dan media yang diperkaya seperti air peptone alkalin adalah sesuai. Namun kultur rutin pada media TCBS ini tidak diperlukan pada daerah yang jarang terjadi kolera (31

D. Uji Spesifik :

Reaksi Biokimia dari Vibriocholerae dapat dilihat dari table berikut : (7)

Test Reaksi

- Indophenol oxidase +

- Indol +

- O/129 sensitive +

- Lecithinase +


(12)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006

Test Reaksi

- Pertumbuhan tanpa penambahan NaCl +

- Lysine decarboxylase +

- Ornithine decarboxylase +

- Arginine dihydrolase -

- Citrate utilization +/

- Pertumbuhan pada suhu 5 C -

- Fermentasi sukrosa +

- Reaksi pada TSI Acid/Acid, gas (-)

Kekebalan

Asam lambung menyediakan beberapa perlindungan dalam melawan Vibrio cholerae.

Setiap serangan kolera diikuti dengan kekebalan terhadap infeksi, tetapi durasi atau derajat kekebalan tidak diketahui. Pada hewan percobaan, antibody IgA terjadi dalam lumen usus. Antibodi vibriosidal (titer 1 : 20) memiliki hubungan dengan perlindungan untuk melawan kolonisasi dan penyakit. (3)

Pengobatan

Prinsip dalam pengobatan kolera ini adalah mengganti air dan elektrolit untuk mengurangi dehidrasi dan kekurangan garam dengan memasukkan secara intravena cairan yang mengandung Natrium, Kalium, Chloride dan Bicarbonate. (1,3)

Antibiotika yang sering digunakan untuk melawan kuman ini adalah Tetrasiklin.

Tetrasiklin yang diberikan peroral dapat mengurangi keluarnya tinja yang mengandung kuman kolera dan memperpendek masa ekskresi Vibrio cholerae.


(13)

Tetrasiklin juga memperpendek waktu timbulnya gejala klinis pada penderita kolera. Pada beberapa daerah endemic, V. cholerae yang resisten dengan tetrasiklin telah muncul, dibawa oleh plasmid yang mudah berpindah. Tetrasiklin juga berguna pada penderita carrier sebab konsentrasinya pada empedu. (2.3)

Epidemiologi

Tujuh pandemic (epidemic yang mendunia) kolera terjadi sejak awal tahun 1800-an. Di antara tahun 1832 - 1836 lebih dari 200.000 penduduk Amerika Utara meninggal pada pandemic kedua dan keempat. Pada pandemic ketujuh awal tahun 1961 bermula di Indonesia, kemudian menyebar ke Asia Selatan, Timur Tengah, sebagian Eropah dan Afrika. Pandemic ini disebabkan biotype El Tor.

Gambar 6. Penyebaran kolera pada pandemic ketujuh.(8)

Mulai tahun 1991 pandemic ketujuh menyebar (Gambar 6) ke Peru dan menyebar ke Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Ini kemungkinan terjadi karena

14

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006


(14)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006

tergenangnya air kotor di dasar kapal yang berlabuh di pelabuhan Lima, mengingat penyakit ini menyebar melalui air dan tidak adanya pemberian chlorine pada air yang dikonsumsi. Penyakit menular dengan cepat, dalam 2 tahun lebih 700.000 kasus dan 6.323 kasus meninggal dilaporkan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Penyakit ini mulai jarang di Amerika Utara sejak pertengahan 1800-an, tetapi focus endemic masih tetap ada di Pantai Gulf Louisiana dan Texas. (10)

Transmisi

Kontaminasi air yang dikonsumsi menusia oleh feses yang mengandung kuman kolera merupakan penyebab infeksi kolera, selain itu makanan seperti sayuran yang dipupuk dengan kotoran manusia dan tidak dibersihkan pada waktu mengkonsumsinya. Pada feses penderita kolera dijumpai jutaan atau lebih kuman Vibrio cholerae di setiap milliliter fesesnya. Penyebaran penyakit kolera ini melalui jalur pengapalan, rute perdagangan dan rute migrasi. Penyakit ini menyebar melalui kontak orang ke orang yang melibatkan individu yang terinfeksi ringan atau asimptomatis (carrier), melalui air, makanan yang terkontaminasi dengan tinja yang terinfeksi juga melalui serangga. Kuman vibrio ini dapat bertahan hidup di dalam air hingga 3 minggu. (3,10)

Pencegahan dan Pengendalian

Pencegahan dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi khususnya makanan dan air melalui pendidikan. Pasien kolera seharusnya diisolasi, ekskresinya didisinfeksi dan orang-orang kontak diawasi. Khemoprofilaksis dengan obat antimikroba mungkin diperlukan (3).


(15)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006

Bagi wisatawan yang memasuki daerah endemic kolera, sebaiknya memasak makanan sampai matang sebelum mengkonsumsinya, kepiting harus dimasak lebih kurang 10 menit, memakan buah harus dikupas kulitnya dan dicuci, memakan es harus dihindari kecuali kita tahu bahwa es terbuat dari air mendidih.(10)

Pemberian imunisasi dengan vaksin yang mengandung ekstrak lipopolisakarida dari vibrio atau suspensi pekat vibrio dapat memberikan perlindungan yang terbatas pada orang-orang yang rentan (misal kontak antar anggota keluarga) tetapi tidak efektif sebagai alat kontrol epidemic. Vaksin ini memberikan proteksi 60 - 80% untuk masa 3 - 6 bulan. Di beberapa Negara meminta kepada pelancong yang datang dari daerah endemik untuk memberikan bukti bahwa mereka telah divaksinasi. Sertifikasi vaksin untuk kolera dari WHO hanya berlaku selama 6 bulan.(3)

Imunisasi toksoid kolera pada manusia tidak lebih baik daripada vaksin standard yang dijelaskan diatas tadi. Hingga saat ini perbaikan hygiene / sanitasi saja yang memberikan pencegahan yang mantap terhadap kolera.(1,3,5)


(16)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006

DAFTAR PUSTAKA

1. Joklik, Willet, Amos ; Zinsser Microbiology, Seventeenth Edition, Appleton Century-Crofts, 1980, pp. 750-754.

2. Warren Levinson & Ernest Jawetz, Medical Microbiology & Immunology, McGraw-Hill Companies, Seventh Edition, pp. 125 - 126.

3. Jawetz, Melnick & Adelberg's, Medical Microbiology, McGraw-Hill Companies Inc, Twenty Second Edition, 2001, pp. 235-237.

4. Staf pengajar FK UI, Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, 1993, hal. 174- 175. 5. Kenneth Todar; University of Winconsin-Madison Departement of Bacteriology,

2005, Available from URL http: //gsbs.utmb.edu/microbook/chozy.htm.

6. Tony Hart, Paul Shears; Atlas berwarna Mikrobiologi Kedokteran, Copyright Times-Mirros International Publishers Limitted, 1996, hal. 155.

7. Albert Balows, William J. Hausler, JR, Kenneth L.Herrmann, Henry D.Isenberg, H. Jean Shadomy ; Manual of Clinical Microbiology, Fifth Edition, American Society For Microbiology, 1991, pp. 390-391

8. Kenneth Todar, University of Winconsin-MadisonDepartement of Bacteriology, 2005, Available fromURL; http://gsbs.utmb.edu/microbook/cholera.html.

9. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi ketiga, Balai Penerbit FK Ul, 1996, hal. 443 - 450.


(17)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005 USU Repository©2006

10. Eugene W.Nester, Denise G. Anderson, C. Evans Roberts,Jr, Nancy N. Pearsall, Martha T. Nester, Microbiology a Human Perspective, Fourth Edition, Mc Graw Hill, 2004, pp. 611-614.


(1)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005

USU Repository©2006

Test Reaksi

- Pertumbuhan tanpa penambahan NaCl +

- Lysine decarboxylase +

- Ornithine decarboxylase +

- Arginine dihydrolase -

- Citrate utilization +/

- Pertumbuhan pada suhu 5 C -

- Fermentasi sukrosa +

- Reaksi pada TSI Acid/Acid, gas (-)

Kekebalan

Asam lambung menyediakan beberapa perlindungan dalam melawan Vibrio cholerae. Setiap serangan kolera diikuti dengan kekebalan terhadap infeksi, tetapi durasi atau derajat kekebalan tidak diketahui. Pada hewan percobaan, antibody IgA terjadi dalam lumen usus. Antibodi vibriosidal (titer 1 : 20) memiliki hubungan dengan perlindungan untuk melawan kolonisasi dan penyakit. (3)

Pengobatan

Prinsip dalam pengobatan kolera ini adalah mengganti air dan elektrolit untuk mengurangi dehidrasi dan kekurangan garam dengan memasukkan secara intravena cairan yang mengandung Natrium, Kalium, Chloride dan Bicarbonate. (1,3)

Antibiotika yang sering digunakan untuk melawan kuman ini adalah Tetrasiklin.

Tetrasiklin yang diberikan peroral dapat mengurangi keluarnya tinja yang mengandung kuman kolera dan memperpendek masa ekskresi Vibrio cholerae.


(2)

Tetrasiklin juga memperpendek waktu timbulnya gejala klinis pada penderita kolera. Pada beberapa daerah endemic, V. cholerae yang resisten dengan tetrasiklin telah muncul, dibawa oleh plasmid yang mudah berpindah. Tetrasiklin juga berguna pada penderita carrier sebab konsentrasinya pada empedu. (2.3)

Epidemiologi

Tujuh pandemic (epidemic yang mendunia) kolera terjadi sejak awal tahun 1800-an. Di antara tahun 1832 - 1836 lebih dari 200.000 penduduk Amerika Utara meninggal pada pandemic kedua dan keempat. Pada pandemic ketujuh awal tahun 1961 bermula di Indonesia, kemudian menyebar ke Asia Selatan, Timur Tengah, sebagian Eropah dan Afrika. Pandemic ini disebabkan biotype El Tor.

Gambar 6. Penyebaran kolera pada pandemic ketujuh.(8)

Mulai tahun 1991 pandemic ketujuh menyebar (Gambar 6) ke Peru dan menyebar ke Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Ini kemungkinan terjadi karena

14

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005


(3)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005

USU Repository©2006

tergenangnya air kotor di dasar kapal yang berlabuh di pelabuhan Lima, mengingat penyakit ini menyebar melalui air dan tidak adanya pemberian chlorine pada air yang dikonsumsi. Penyakit menular dengan cepat, dalam 2 tahun lebih 700.000 kasus dan 6.323 kasus meninggal dilaporkan di Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Penyakit ini mulai jarang di Amerika Utara sejak pertengahan 1800-an, tetapi focus endemic masih tetap ada di Pantai Gulf Louisiana dan Texas. (10)

Transmisi

Kontaminasi air yang dikonsumsi menusia oleh feses yang mengandung kuman kolera merupakan penyebab infeksi kolera, selain itu makanan seperti sayuran yang dipupuk dengan kotoran manusia dan tidak dibersihkan pada waktu mengkonsumsinya. Pada feses penderita kolera dijumpai jutaan atau lebih kuman Vibrio cholerae di setiap milliliter fesesnya. Penyebaran penyakit kolera ini melalui jalur pengapalan, rute perdagangan dan rute migrasi. Penyakit ini menyebar melalui kontak orang ke orang yang melibatkan individu yang terinfeksi ringan atau asimptomatis (carrier), melalui air, makanan yang terkontaminasi dengan tinja yang terinfeksi juga melalui serangga. Kuman vibrio ini dapat bertahan hidup di dalam air hingga 3 minggu. (3,10)

Pencegahan dan Pengendalian

Pencegahan dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi khususnya makanan dan air melalui pendidikan. Pasien kolera seharusnya diisolasi, ekskresinya didisinfeksi dan orang-orang kontak diawasi. Khemoprofilaksis dengan obat antimikroba mungkin diperlukan (3).


(4)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005

USU Repository©2006

Bagi wisatawan yang memasuki daerah endemic kolera, sebaiknya memasak makanan sampai matang sebelum mengkonsumsinya, kepiting harus dimasak lebih kurang 10 menit, memakan buah harus dikupas kulitnya dan dicuci, memakan es harus dihindari kecuali kita tahu bahwa es terbuat dari air mendidih.(10)

Pemberian imunisasi dengan vaksin yang mengandung ekstrak lipopolisakarida dari vibrio atau suspensi pekat vibrio dapat memberikan perlindungan yang terbatas pada orang-orang yang rentan (misal kontak antar anggota keluarga) tetapi tidak efektif sebagai alat kontrol epidemic. Vaksin ini memberikan proteksi 60 - 80% untuk masa 3 - 6 bulan. Di beberapa Negara meminta kepada pelancong yang datang dari daerah endemik untuk memberikan bukti bahwa mereka telah divaksinasi. Sertifikasi vaksin untuk kolera dari WHO hanya berlaku selama 6 bulan.(3)

Imunisasi toksoid kolera pada manusia tidak lebih baik daripada vaksin standard yang dijelaskan diatas tadi. Hingga saat ini perbaikan hygiene / sanitasi saja yang memberikan pencegahan yang mantap terhadap kolera.(1,3,5)


(5)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005

USU Repository©2006 DAFTAR PUSTAKA

1. Joklik, Willet, Amos ; Zinsser Microbiology, Seventeenth Edition, Appleton Century-Crofts, 1980, pp. 750-754.

2. Warren Levinson & Ernest Jawetz, Medical Microbiology & Immunology, McGraw-Hill Companies, Seventh Edition, pp. 125 - 126.

3. Jawetz, Melnick & Adelberg's, Medical Microbiology, McGraw-Hill Companies Inc, Twenty Second Edition, 2001, pp. 235-237.

4. Staf pengajar FK UI, Mikrobiologi Kedokteran, Binarupa Aksara, 1993, hal. 174- 175. 5. Kenneth Todar; University of Winconsin-Madison Departement of Bacteriology,

2005, Available from URL http: //gsbs.utmb.edu/microbook/chozy.htm.

6. Tony Hart, Paul Shears; Atlas berwarna Mikrobiologi Kedokteran, Copyright Times-Mirros International Publishers Limitted, 1996, hal. 155.

7. Albert Balows, William J. Hausler, JR, Kenneth L.Herrmann, Henry D.Isenberg, H. Jean Shadomy ; Manual of Clinical Microbiology, Fifth Edition, American Society For Microbiology, 1991, pp. 390-391

8. Kenneth Todar, University of Winconsin-MadisonDepartement of Bacteriology, 2005, Available fromURL; http://gsbs.utmb.edu/microbook/cholera.html.

9. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi ketiga, Balai Penerbit FK Ul, 1996, hal. 443 - 450.


(6)

Sri Amelia: Vibrio Cholerae, 2005

USU Repository©2006

10. Eugene W.Nester, Denise G. Anderson, C. Evans Roberts,Jr, Nancy N. Pearsall, Martha T. Nester, Microbiology a Human Perspective, Fourth Edition, Mc Graw Hill, 2004, pp. 611-614.