Habitat, Biologi Reproduksi Dan Dinamika Populasi Rajungan (Portunus Pelagicus Linnaeus 1758) Sebagai Dasar Pengelolaan Di Teluk Lasongko, Sulawesi Tenggara

HABITAT, BIOLOGI REPRODUKSI DAN DINAMIKA
POPULASI RAJUNGAN (Portunus pelagicus Linnaeus 1758)
SEBAGAI DASAR PENGELOLAAN DI TELUK LASONGKO,
SULAWESI TENGGARA

ABDUL HAMID

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Habitat, Biologi Reproduksi dan
Dinamika Populasi Rajungan (Portunus pelagicus Linnaeus 1758) sebagai Dasar
Pengelolaan di Teluk Lasongko, Sulawesi Tenggara adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

Agustus 2015

Abdul Hamid
NIM C261110021

RINGKASAN
ABDUL HAMID. Habitat, Biologi Reproduksi dan Dinamika Populasi Rajungan
(Portunus pelagicus Linnaeus 1758) sebagai Dasar Pengelolaan di Teluk
Lasongko, Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh YUSLI WARDIATNO, DJAMAR
T.F. LUMBAN BATU dan ETTY RIANI.
Rajungan bernilai ekonomis penting dan permintaannya yang tinggi sehingga
dilakukan penangkapan secara intensif, diantaranya seperti yang terjadi di Teluk
Lasongko. Untuk itu, perlu dilakukan pengelolaan sehingga keberlanjutan populasi
rajungan di perairan ini terjaga, namun data kondisi habitat, biologi reproduksi dan
dinamika populasi rajungan belum tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis (1) karakteristik habitat dan distribusi populasi rajungan berdasarkan
hasil tangkapan, (2) karakteristik morfometrik dan distribusi frekuensi kelas ukuran
populasi rajungan, (3) parameter biologi reproduksi rajungan, (4) distribusi, tingkat
kematangan gonad, fekunditas dan komposisi biokimia telur rajungan betina
ovigerous, (5) struktur ukuran populasi, parameter dinamika populasi dan tingkat
eksploitasi rajungan, dan (6) merumuskan konsep pengelolaan rajungan di Teluk
Lasongko. Pengambilan contoh rajungan dilakukan dengan menggunakan gill net
dengan ukuran mata jaring 1.5, 2.5 dan 3.5 inci pada tujuh stasiun dan dilakukan
setiap bulan, yaitu dari bulan April 2013 sampai bulan Maret 2014.
Hasil penelitian menunjukkan karakteristik habitat rajungan di Teluk Lasongko
bervariasi baik spasial maupun temporal, namun masih dalam batas kisaran yang
optimal bagi kehidupan dan pertumbuhan rajungan. Keberadaan rajungan di perairan
ini juga bervariasi secara spasial dan temporal, dan ditemukan tersebar pada tipe
substrat pasir (dominan), pasir berlempung dan liat lempung berpasir dengan
kedalaman berkisar antara 0.35 m hingga 31 m. Keempat jenis warna rajungan betina
ovigerous juga ditemukan pada berbagai tipe habitat. Rajungan di perairan ini banyak
tertangkap pada bulan Desember sampai Juli, sedangkan pada bulan Agustus sampai
Oktober sedikit tertangkap. Kondisi substrat, kedalaman air dan padang lamun
mempengaruhi distribusi populasi rajungan di Teluk Lasongko, dan sebagian besar
variabel kualitas air berkorelasi dengan distribusi rajungan.

Karakter morfometrik rajungan jantan dan betina di Teluk Lasongko ditemukan
bervariasi secara spasial dan temporal, yang tertangkap pada stasiun 1 dan 2 berukuran
kecil dan yang tertangkap pada stasiun 7 berukuran besar dibandingkan dengan stasiun
lainnya. Rajungan jantan yang tertangkap pada bulan Oktober sampai Desember
berukuran besar, sedangkan yang tertangkap pada bulan April, Mei, Juli, September,
Februari dan Maret berukuran kecil. Rajungan betina yang tertangkap pada bulan
Oktober, November, Maret, September dan Desember tergolong berukuran besar
sedangkan yang tertangkap pada bulan April tergolong berukuran kecil. Karakter
morfometrik rajungan jantan dan betina yang tertangkap pada musim barat lebih besar
dari pada musim timur. Ukuran rajungan jantan yang tertangkap pada penelitian ini lebih
kecil dari pada rajungan betina, masing-masing terdistribusi pada 10 kelas ukuran lebar
karapas untuk rajungan jantan dan rajungan betina tersebar pada 12 kelas ukuran.
Hubungan lebar/panjang karapas-berat tubuh dan hubungan antar karakter morfometrik

rajungan jantan menunjukkan hubungan yang sangat nyata, kuat dan positif. Tipe
pertumbuhan relatif antar karakter morfometrik rajungan jantan dan betina umumnya
bersifat allometrik negatif, sedangkan lebar/panjang-berat tubuh rajungan jantan dan
betina bersifat isometrik. Tipe pertumbuhan relatif panjang karapas-berat rajungan jantan
dan betina bersifat allometrik negatif. Tipe pertumbuhan relatif lebar/panjang-berat
tubuh rajungan jantan dan betina tahap juvenil dan tahap dewasa tidak mengalami

perubahan, yaitu keduanya bersifat isometrik.
Rasio kelamin, TKG dan IKG rajungan jantan dan betina yang ditemukan di
Teluk Lasongko bervariasi secara spasial dan temporal. Rasio kelamin rajungan
jantan dan betina secara spasial dan temporal umumnya seimbang, kecuali rasio
kelamin total tidak seimbang. Rajungan jantan yang tertangkap pada setiap stasiun
didominasi oleh rajungan yang belum matang gonad sedangkan rajungan betina
sebagian besar didominasi oleh yang matang gonad, kecuali pada stasiun 1 dan 2.
Rajungan jantan yang tertangkap pada setiap periode penangkapan, serta pada musim
timur dan barat sebagian besar didominasi oleh rajungan yang belum matang gonad.
Ukuran lebar karapas 50 % matang kelamin rajungan jantan 109.83 mm dan betina
115.71 mm.
Rajungan betina ovigerous berwarna kuning dan orange didominasi oleh yang
belum matang gonad, sedangkan yang berwarna coklat dan abu-abu gelap seimbang
antara yang belum matang gonad dan yang matang gonad. Perkembangan gonad dan
embrio rajungan betina ovigerous berlangsung paralel. IKG rajungan betina
ovigerous lebih rendah dari pada IKG rajungan betina yang belum ovigerous.
Fekunditas rajungan di Teluk Lasongko berkisar antara 69 747 butir hingga 2 078
874 butir, berkorelasi linear dengan ukuran tubuh dan berat telur, serta bervariasi
terhadap ukuran tubuh dan warna telur rajungan. Kadar proksimat dan asam lemak
selama perkembangan embrio rajungan mengalami perubahan seiring dengan

perubahan warna telur rajungan dari warna kuning ke warna abu-abu gelap.
Jumlah kelompok ukuran rajungan yang ditemukan pada penelitian ini terdiri dari
satu sampai dua kelompok, dan sebagian besar tergolong ukuran dewasa atau matang
kelamin. Pertumbuhan populasi rajungan jantan lebih cepat dari pada rajungan betina.
Rekrutmen populasi rajungan di Teluk Lasongko berlangsung setiap bulan dan
tertinggi terjadi pada bulan Juli dan September, dan tingkat eksploitasi rajungan
jantan dan betina di perairan ini telah tergolong tangkap lebih (overfishing).
Potensi keberlanjutan populasi rajungan di Teluk Lasongko tergolong tinggi
dilihat dari aspek habitat, biologi reproduksi dan parameter dinamika populasi, namun
karena tingkat eksploitasi yang tinggi, status stok rajungan di perairan ini cenderung
tergolong kritis. Rajungan pada lokasi yang dangkal telah mengalami perubahan rasio
kelamin jantan dan betina serta ukuran rajungan jantan dan betina semakin kecil.
Konsep pengelolaan yang segera dilakukan untuk menjamin keberlanjutan populasi
rajungan dan penangkapan berkelanjutan adalah pengaturan rajungan yang boleh
ditangkap, pengaturan musim penangkapan, pengendalian alat tangkap dan daerah
penangkapan, perlindungan dan rehabilitasi habitat, restoking, mengembangkan suaka
rajungan serta pemantauan dan evaluasi.

Kata kunci : Portunus pelagicus, habitat, reproduksi, dinamika populasi,
pengelolaan, Teluk Lasongko.


SUMMARY
ABDUL HAMID. Habitat, Reproductive Biology and Population Dynamics as in
the a Management Based of Blue Swimming Crab (Portunus pelagicus Linnaeus
1758) in the Lasongko Bay, Southeast Sulawesi. Supervised by YUSLI
WARDIATNO, DJAMAR T.F. LUMBAN BATU and ETTY RIANI.
Blue swimming crabs have important economic value and high demand
therefore catching of the crabs has been intensively, such as occurred in the
Lasongko Bay. Therefore, management of the blue swimming crabs needs to be done
to keep sustainability of the crab populations. Yet, data of habitat conditions,
reproductive biology and population dynamics of the crabs have not been available.
This study aims to analyze (1) the characteristics of the habitat and the crab
population distribution based on catches, (2) the morphometric characteristics and
the size class frequency distribution, (3) the parameters of reproductive biology of
the crabs, (4) distribution, level of gonad maturity, fecundity and biochemical
composition of ovigerous female crab eggs, (5) the structure of the population size,
population dynamics parameters and the rate of exploitation crab, and (6) formulated
of management concepts of blue swimming crab in the Lasongko Bay. Samplings of
the crab using gill nets with mesh sizes 1.5, 2.5 and 3.5 inches taken place at seven
stations and conducted monthly, from April 2013 to March, 2014.

The results show that the characteristics of the crab habitat in the Lasongko Bay
varied both spatially and temporally, but still within the optimal range for the survival
life and growth of crab. The existence of the crabs in this waters also varied spatially
and temporally, and were found scattered on the sand substrate type (dominantly),
sand clay and sandy clay loam with a depth ranging from 0.35 m to 31 m. The fourth
color ovigerous female crabs were also found at various habitat types. The blue
swimming crabs in this water were mostly caught during periods from December to
July, and only less crabs were caught in period from August to October. The
condition of the substrate, water depth and seagrass affected the distribution of the
crab populations in the Lasongko Bay, and most of the water quality variables
correlated with the distribution of the crabs.
Morphometric characters of the male and the female crabs in the Lasongko Bay
were found to vary spatially and temporally, as well as caught at stations 1 and 2 was
characterized by small size, and at station 7 was chracterized by larger size than other
stations. The sizes of the male blue swimming crab caught in October to December
were large, meanwhile in the April, May, July, September, February and March were
small. The sizes of the female swimming crab captured in October, November,
March, September and December were large while caught in April were small.
Morphometric size characteristics of the male and the female crabs caught during west
monsoon season were larger than during the east moonson season. Furthermore, the

sizes of the male crabs caught in this study is smaller than the female crab, distributed
respectively in 10 carapace width size classes for male and in 12 class sizes for the
female. Relationship between carapace width/length with body weight and the
relationship among the male crab morphometric characters were very significant,

strong and positive. Relative growth of morphometric characters for the male and the
female crabs was generally negative allometric, while the width/length-weight of the
male and the female crabs were isometric. Relative growth of crab carapace lengthweight for males and females are negative allometric. Types of the relative growth of
the width/length-weight for the male and the female crabs at juvenile stage and adult
stages were unchanged, both were isometric.
Sex ratio, gonad maturity stages (GMS) and GSI of the male and the female
crabs found in the Lasongko Bay varied spatially and temporally. Sex ratio of the
male and the female crabs spatially and temporally generally balanced, except for the
total sex ratio which was unbalanced. The male crabs caught at each station were
dominated by immature crabs while the females were largely dominated by mature
gonads, except at stations 1 and 2. The male crabs caught in each period of sampling,
as well as during east and west season were largely dominated by small crabs with
immature gonads. Carapace width size of 50 % sex maturity of crabs for the male and
the female, respectively 109.83 mm 115.71 mm. Peak spawning season of the crabs
in this water occurred in May-June, August, and October-November and the

spawning was partial (partial spawner).
The yellow and orange ovigerous females crabs were dominated by immature
gonads, while the brown and dark gray had balanced composition between the
immature and mature gonads. Embryonic and gonad development for the ovigerous
female crabs were parallel. GSI of the ovigerous female crabs was lower than the GSI
of non-ovigerous female crabs. Fecundity of the crabs in the Lasongko Bay ranged
from 69,747 to 2,078,874 eggs, linearly correlated with body size and weight of eggs,
and varied with body size and colours of the crab eggs. Proximate and fatty acid
content during embryonic development of the crabs changed in accordance with the
change of the crab egg colours, from yellow to dark gray colours.
The sizes of the crabs found in this study consisted of one to two groups, and
many were classified into the size of an adult or mature sex. The male crab
population growth is faster than the female crabs. The recruitment of the crab
population in the Lasongko Bay took place every month and the highest was in July.
The population of both the male and the female crabs in this water has been
overexploitated (overfishing).
Sustainability potency of the crab populations in the Lasongko Bay was high,
viewed from the aspect of habitat, reproductive biology and population dynamics
parameters. However, due to high exploitation rates, the crab stocks in water has
been in critical condition. The small crabs in the shallow location had undergone

changes in the ratio of male and female. Also, both the male and the female crabs
sizes had been getting smaller. Management concept is needed to ensure the
sustainability of the crab population by setting the legal size of catch captured, setting
the fishing season, controlling fishing gears and fishing areas, protecting and
rehabilitating habitats, restocking, and developing crab sanctuary.
Keywords : Portunus pelagicus, habitat, reproduction, population dynamics,
management, Lasongko Bay

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

HABITAT, BIOLOGI REPRODUKSI DAN DINAMIKA POPULASI
RAJUNGAN (Portunus pelagicus Linnaeus 1758) SEBAGAI DASAR
PENGELOLAAN DI TELUK LASONGKO,

SULAWESI TENGGARA

ABDUL HAMID

Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc
(Staf Pengajar Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB)

Dr Ir Toni Ruchimat, M.Sc
(Direktur Pelabuhan Perikanan Ditjen Perikanan
Tangkap, Kementerian Kelautan dan Perikanan)
Penguji pada Sidang Promosi : Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc

Dr Ir Toni Ruchimat, M.Sc

PRAKATA
Alhamdulillah dan puji syukur dihaturkan kepada Allah SWT atas rahmat
kesehatan dan hidayah-Nya sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan disertasi
ini berhasil diselesaikan. Judul disertasi ini adalah Habitat, Biologi Reproduksi dan
Dinamika Populasi Rajungan (Portunus pelagicus Linnaeus 1758) sebagai Dasar
Pengelolaan di Teluk Lasongko, Sulawesi Tenggara.
Saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr.
Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir.
Djamar T.F. Lumban Batu, M.Agr, dan Ibu Dr. Ir. Etty Riani, M.S masing-masing
sebagai anggota komisi pembimbing atas kesediaannya untuk membimbing serta
meluangkan waktu dan curahan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penelitian
dan penulisan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada :
1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, atas bantuan beasiswa BPPS 2011 dan Hibah Doktor 2014 yang
diberikan kepada penulis,
2. Rektor Universitas Halu Oleo, atas izin yang diberikan kepada penulis untuk
melanjutkan pendidikan S3,
3. Bapak Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc sebagai Ketua Program Studi SDP, Bapak
Dr. Ir. Enan Mulyana Adiwilaga dan staf PS SDP yang telah membantu
kelancaran administrasi penyelesaian studi saya,
4. Bapak Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc, dan Bapak Dr. Ir. Mohammad
Mukhlis Kamal, M.Sc atas saran dan pertanyaan yang sangat berharga yang
diberikan saat ujian pra kualifikasi Doktor,
5. Bapak Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc, dan Bapak Dr. Ir. Toni Ruchimat,
M.Sc sebagai penguji luar komisi ujian tertutup dan sidang promosi atas koreksi
dan saran yang sangat berharga untuk perbaikan disertasi ini,
6. Bapak dan Ibu dosen pengasuh mata kuliah program Doktor di Program Studi SDP
yang memberikan Ilmunya dengan tulus,
7. Dr. Bahtiar, S.Pi, M,Si atas bantuannya dalam mengolah data dinamika populasi
rajungan, serta Pamaruddin, S.Pi dan Tarlan Subarno, S.Pi telah membuatkan peta,
8. Teman seangkatan SDP 2011, Eko Priyanto, Usman Madubun, Dadeh Jubaedah
dan Ani Suriyanti, serta teman-teman Wancana Sulawesi Tenggara Bogor atas
dukungan dan kerjasama yang terjalin selama masa studi,
9. Bapak La Mpiri, Kaharudin, ST atas bantunya selama pengambilan data di
lapangan, dan para nelayan rajungan dan pengolah daging rajungan telah
membantu mengumpulkan data hasil tangkapan rajungan,
10. Bapak Mertua H. Drs. Abdul Latief Hatman, kakak dan adik-adik saya,
khususnya keluarga Ridwan, S.Pd dan istri Riyanti serta Nafisa, A.Md atas
bantuan, doa dan dorongan semangat selama studi program Doktor, dan
11. Istri tercinta Umi Kalsum, telah setia, sabar dan pengorbanannya, serta sebagai
asisten dalam analisis fekunditas dan TKG rajungan jantan, serta anakda tercinta
Muhammad Hilmy, Nurul Hazriah dan Muhammad Ihza Raihan atas doa
dukungan dan pengertiannya.
Akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
Bogor, Agustus 2015
Abdul Hamid

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xiii
xv
xvi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Pendekatan Masalah
Tujuan dan Kegunaan
Ruang Lingkup Penelitian
Kebaruan Penelitian

1
1
3
3
4
4
5

2 KARAKTERISTIK HABITAT DAN DISTRIBUSI POPULASI
RAJUNGAN (Portunus pelagicus Linnaeus 1758) TERTANGKAP
DI TELUK LASONGKO
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil
Pembahasan
Simpulan

6
6
7
12
23
28

3 KARAKTERISTIK MORFOMETRIK DAN DISTRIBUSI
FREKUENSI KELAS UKURAN RAJUNGAN (Portunus
pelagicus Linnaeus 1758) DI TELUK LASONGKO
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil
Pembahasan
Simpulan

29
29
30
33
50
55

4 BIOLOGI REPRODUKSI RAJUNGAN (Portunus pelagicus
Linnaeus 1758) DI TELUK LASONGKO
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil
Pembahasan
Simpulan

57
57
58
62
75
81

5 DISTRIBUSI, FEKUNDITAS, TINGKAT KEMATANGAN
GONAD DAN KADAR BIOKIMIA TELUR RAJUNGAN
MENGERAMI TELUR (OVIGEROUS) DI TELUK LASONGKO
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil

82
82
84
87

Pembahasan
Simpulan

104
112

6 DINAMIKA POPULASI RAJUNGAN
Linnaeus 1758) DI TELUK LASONGKO
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil
Pembahasan
Simpulan

(Portunus

pelagicus
113
113
114
116
124
130

7 PEMBAHASAN UMUM

131

8 SIMPULAN UMUM DAN SARAN

145

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

147
158

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Rataan proporsi (%) fraksi sedimen dan tipe substrat berdasarkan
stasiun dan tipe habitat rajungan di Teluk Lasongko
Rataan kepadatan (tunas. m-2) padang lamun dan jenis lamun
dominan pada setiap stasiun dan tipe habitat di Teluk Lasongko
Rataan kualitas air habitat rajungan pada setiap stasiun di Teluk
Lasongko
Rataan jumlah (ekor) dan berat (kg) rajungan yang tertangkap
pada setiap kali penangkapan untuk setiap stasiun
Rataan jumlah (ekor) dan berat (kg) rajungan yang tertangkap
pada setiap kali penangkapan berdasarkan periode penangkapan
dan musim
Hasil tangkapan rajungan setiap bulan dan hari di Teluk Lasongko
periode bulan Mei 2013 sampai bulan April 2014
Nilai akar ciri, proporsi, dan kontribusi kumulatif variabel
karakteristik habitat pada tiga sumbu utama (F1-F3)
Koefisien korelasi antara variabel kualitas air dengan jumlah
populasi rajungan yang tertangkap di Teluk Lasongko
Rataan suhu, salinitas habitat rajungan pada beberapa lokasi
perairan
Hubungan antar variabel karakter morfometrik rajungan jantan dan
betina yang dianalisis
Rataan karakteristik morfometrik rajungan jantan dan betina
berdasarkan stasiun di Teluk Lasongko
Karakteristik morfometrik rajungan jantan dan betina berdasarkan
musim di Teluk Lasongko

12
13
14
18
20
21
22
23
24
32
34
37

13
14

15
16
17

18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Distribusi kelas ukuran lebar karapas rajungan jantan dan betina
berdasarkan musim di Teluk Lasongko
Persamaan allometrik linear, koefisien korelasi (r), ANCOVA, uji
t nilai b, dan tipe allometrik (Al) hubungan antar karakter
morfometrik rajungan jantan dan betina
Persamaan allometrik linear, koefisien korelasi (r), ANCOVA, uji
b, dan tipe pertumbuhan relatif (Al) antar karakter morfometrik
rajungan jantan dan betina tahap juvenil dan dewasa
Persamaan allometrik power dan linear, koefisien korelasi (r), uji
t nilai b, ANCOVA, dan tipe pertumbuhan relatif (Al)
lebar/panjang karapas-berat tubuh rajungan jantan dan betina
Persamaan allometrik linear, koefisien korelasi (r), ANCOVA,
uji t nilai b, dan tipe allometrik (Al) hubungan lebar/panjang
karapas-berat tubuh rajungan jantan dan betina tahap juvenil dan
dewasa
Koefisien regresi (b), koefisien korelasi (r) dan lebar/panjang
karapas-berat pada beberapa lokasi perairan
Ciri penampakan setiap tingkat perkembangan gonad rajungan
betina dan jantan secara makroskopik
Jumlah dan rasio kelamin rajungan jantan dan betina berdasarkan
stasiun
Jumlah, proporsi dan rasio kelamin rajungan jantan dan betina
berdasarkan periode waktu penangkapan dan musim
Rataan proporsi (%) TKG rajungan betina dan jantan pada setiap
musim
Rataan IKG rajungan betina dan jantan pada setiap TKG dan
stasiun
Rataan IKG rajungan jantan pada setiap TKG berdasarkan periode
penangkapan dan musim
Rataan IKG rajungan betina pada setiap TKG berdasarkan periode
penangkapan dan musim
Nilai rasio kelamin (jantan: betina) dan IKG rajungan betina pada
lokasi beberapa perairan
Puncak musim pemijahan dan lebar karapas rajungan pertama
matang kelamin (LKMK) pada beberapa lokasi perairan
Distribusi rajungan betina ovigerous berdasarkan tipe habitat
Ukuran tubuh rajungan betina ovigerous berdasarkan stasiun,
warna telur dan musim
Berat, diameter, dan volume telur rajungan betina ovigerous
berdasarkan warna telur
Proporsi TKG rajungan betina ovigerous pada setiap periode
penangkapan dan musim
IKG rajungan betina ovigerous pada setiap TKG berdasarkan
stasiun, warna telur dan musim

43

44
47
48

49
55
60
63
64
70
71
72
73
77
80
88
91
92
95
96

33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50

Fekunditas, berat telur, berat tubuh dan indeks masa telur
rajungan betina ovigerous berdasarkan stasiun
Rataan ukuran tubuh, berat telur, fekunditas dan indeks masa telur
rajungan betina ovigerous berdasarkan kelas ukuran lebar karapas
Rataan fekunditas, berat telur , berat tubuh, dan indeks masa telur
rajungan betina ovigerous berdasarkan warna telur
Rataan fekunditas, berat telur, berat tubuh, dan indeks masa telur
rajungan betina ovigerous berdasarkan musim
Rataan kadar proksimat telur rajungan berdasarkan warna telur
Rataan kadar asam lemak telur rajungan berdasarkan warna telur
Rataan fekunditas, berat telur dan lebar karapas rajungan betina
ovigerous pada beberapa perairan di Asia Tenggara
Distribusi frekuensi lebar karapas rajungan jantan dan betina pada
setiap periode penangkapan di Teluk Lasongko
Parameter pertumbuhan, indeks perfoma dan persamaan
pertumbuhan von Bertalanffy populasi rajungan di Teluk
Lasongko
Proporsi rekrutmen rajungan setiap bulan di Teluk Lasongko sejak
April 2013 sampai Maret 2014
Nilai kematian total, alami dan penangkapan serta eksploitasi
populasi rajungan jantan dan betina di Teluk Lasongko
Parameter populasi rajungan yang digunakan dalam analisis hasil
per rekrutmen relatif (Y’/R) dengan model Beverton dan Holt
Tingkat eksploitasi, hasil per rekrutmen relatif (Y’/R) dan biomasa
per rekrutmen relatif (B’/R) pada tiga ukuran lebar karapas
rajungan pertama tertangkap
Ukuran dan modus lebar karapas rajungan pada beberapa perairan
Parameter pertumbuhan populasi rajungan pada beberapa lokasi
perairan
Nilai kematian total (Z), alami (M) dan penangkapan (F) serta
tingkat eksploitasi (E) rajungan pada beberapa lokasi perairan
Penyebaran nelayan dan jenis alat tangkap rajungan pada setiap
desa/ kelurahan di Teluk Lasongko tahun 2006 dan 2014
Rataan ukuran tubuh dan rasio kelamin rajungan (jantan: betina) di
Teluk Lasongko selama bulan Oktober hingga bulan Desember
2006 dan 2013

97
97
98
101
102
103
110
117
119
121
122
122
124
125
126
128
136
137

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Bagan alir kerangka pendekatan masalah penelitian
Peta lokasi penelitian dan stasiun pengambilan contoh di Teluk
Lasongko
Kualitas air habitat rajungan berdasarkan periode pengukuran di
Teluk Lasongko

4
8
15

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Total jumlah (A) dan berat (B) rajungan yang tertangkap pada
setiap stasiun
Total jumlah (A) dan berat (B) rajungan yang tertangkap pada setiap
periode penangkapan
Sebaran stasiun penelitian dan variabel karakteristik habitat pada
sumbu 1 dan 2 (F1 dan F2)
Prosedur pengukuran morfometrik rajungan ( Sukumaran 1995)
Rataan beberapa karakteristik morfometrik rajungan jantan (A) dan
betina (B) berdasarkan periode penangkapan di Teluk Lasongko
Distribusi frekuensi kelas ukuran lebar karapas rajungan jantan dan
betina pada setiap stasiun di Teluk Lasongko
Distribusi frekuensi kelas ukuran lebar karapas rajungan jantan dan
betina berdasarkan periode penangkapan di Teluk Lasongko
Hubungan antar karakter morfometrik rajungan jantan (A) dan betina
(B) di Teluk Lasongko
Hubungan lebar/panjang karapas-berat tubuh rajungan jantan (A)
dan betina (B) tertangkap di Teluk Lasongko
Morfologi dan warna gonad pada setiap TKG rajungan jantan
Morfologi dan warna gonad pada setiap TKG rajungan betina
Proporsi TKG rajungan jantan pada setiap stasiun
Proporsi TKG rajungan betina pada setiap stasiun
Proporsi TKG rajungan jantan dan betina berdasarkan tipe habitat
Proporsi TKG rajungan jantan pada setiap periode penangkapan
Proporsi TKG rajungan betina pada setiap periode penangkapan
Proporsi rajungan betina ovigerous dan rataan IKG total rajungan
jantan dan betina pada setiap bulan
Kurva logistik pendugaan ukuran 50 % rajungan jantan dan betina
pertama kali matang kelamin di Teluk Lasongko
Pola rasio kelamin rajungan jantan terhadap rajungan betina pada
setiap periode penangkapan di Teluk Lasongko
Rajungan betina ovigerous dari warna kuning sampai abu-abu gelap
Sebaran rajungan betina ovigerous berdasarkan kepadatan lamun
dan kekeruhan di Teluk Lasongko
Sebaran rajungan betina ovigerous berdasarkan tipe substrat dan
kekeruhan di Teluk Lasongko
Hubungan berat basah (Bb) dengan berat kering (Bk) telur rajungan
betina ovigerous warna (a) kuning, (b) orange, (c) coklat, dan (d)
abu-abu gelap
Proporsi TKG rajungan betina ovigerous berdasarkan stasiun
Proporsi TKG rajungan betina ovigerous berdasarkan warna telur
Rataan IKG total bulanan rajungan betina ovigerous
Hubungan lebar karapas (a), berat tubuh (b) dan berat telur (c)
dengan fekunditas, serta berat tubuh dan berat telur (d) berdasarkan
total contoh rajungan betina ovigerous
Hubungan lebar karapas (a), berat tubuh (b) dan berat telur (c)
dengan fekunditas, serta berat tubuh dan berat telur (d) rajungan
betina ovigerous warna kuning

17
19
22
31
36
39
41
45
48
61
61
65
66
67
68
69
74
75
76
84
89
90
92
93
94
96
98
99

32
33
34
35
36
37
38
39
40
41

Hubungan lebar karapas (a), berat tubuh (b) dan berat telur (c)
dengan fekunditas, serta berat tubuh dan berat telur (d) rajungan
betina ovigerous warna orange
Hubungan lebar karapas (a), berat tubuh (b) dan berat telur (c)
dengan fekunditas, serta berat tubuh dan berat telur (d) rajungan
betina ovigerous warna kuning coklat muda
Rataan fekunditas rajungan pada setiap periode penangkapan
Peluang lebar karapas rajungan yang tertangkap dengan gillnet di
Teluk Lasongko
Performa pertumbuhan populasi rajungan jantan dan betina di Teluk
Lasongko
Kurva pertumbuhan von Bertalanffy populasi rajungan jantan dan
betina di Teluk Lasongko berdasarkan data frekuensi lebar karapas
Pola rekrutmen rajungan di Teluk Lasongko
Grafik kematian total rajungan jantan dan betina berdasarkan
kurva konversi hasil tangkapan di Teluk Lasongko
Hubungan tingkat eksploitasi dengan hasil per rekrutmen relatif
(Y’/R) dan biomasa per rekrutmen relatif (B’/R) pada LKc 97.20
mm (A), 105.11 mm (B) dan 113.95 mm (C)
Keterkaitan antar variabel penentu keberlanjutan populasi rajungan
tereksploitasi di Teluk Lasongko

100
100
101
118
119
120
121
121
123
132

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Kualitas air habitat rajungan berdasarkan periode waktu
pengukuran di Teluk Lasongko
Karakter morfometrik rajungan jantan berdasarkan periode waktu
penangkapan
Karakter morfometrik rajungan betina berdasarkan periode waktu
penangkapan
Sebaran tingkat kematangan gonad rajungan betina dan juvenil di
Teluk Lasongko
Sebaran intensitas penangkapan rajungan di Teluk Lasongko
Riwayat Hidup

159
160
161
162
163
164

DAFTAR ISTILAH
AOAC
Asam lemak

Musim pemijahan

: Association of Official Analysis Chemists
: Hidro karbon rantai lurus yang mengandung gugus
hidroksil pada salah satu ujungnya
: Tingkat ekploitasi rajungan
: Tingkat eksploitasi rajungan optimum
: Kematian rajungan akibat penangkapan
: Fatty acid methyl ester
: Jumlah telur yang dihasilkan oleh rajungan pada setiap
tahap pemijahan
: Tempat hidup rajungan
: Indeks kematangan gonad rajungan
: Jumlah tangkapan diperbolehkan
: Koefisien pertumbuhan von Bertalanffy rajungan
: Kematian rajungan yang diakibatkan oleh
penangkapan
: Ukuran lebar karapas rajungan 50 % pertama
tertangkap dengan gill net
: Ukuran pertama matang kelamin, ukuran yang mana
50 % dari semua individu rajungan telah matang
kelamin
: Lebar karapas infinitif, lebar karapas
maksimum secara teoritis oleh rajungan
: Kematian alami rajungan, kematian disebabkan
faktor alami (pemangsaan, penyakit atau faktor
lingkungan)
: Periode waktu rajungan melepaskan telur dan sperma

MSY

: Maximum sustainable yield, yaitu hasil tangkapan

E
Eopt
F
FAME
Fekunditas
Habitat
IKG
JTB
K
Kematian penangkapan (F)
LKc 50 %
LKm 50 %
LK∞
Kematian alami (M)

Pertumbuhan alometrik

untuk pembuahan

maksimum tanpa menggangu keberlanjutan rajungan

: Laju pertumbuhan antar karakter morfomertik
rajungan tidak seimbang
Pertumbuhan isometrik
: Laju pertumbuhan antar karakter morfomertik
rajungan seimbang
Rajungan betina ovigerous
: Rajungan betina sedang mengerami telur
Suaka rajungan
: Suatu kawasan lindung yang berada di daerah pantai
berfungsi untuk melindungi rajungan dan habitatnya.
Tangkap lebih (Overfishing) : Jumlah rajungan yang ditangkap melebihi potensi
biologi tumbuh rajungan
to
: Umur teoritis, umur ketika lebar karapas rajungan nol
TKG
: Tingkat kematangan gonad, tahap perkembangan
gonad rajungan
TSS
: Total suspended solid atau total padatan tersuspensi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rajungan (Portunus pelagicus Linnaeus1758) merupakan komoditas perikanan
bernilai ekonomi dan permintaannya tinggi baik di dalam maupun di luar negeri.
Rajungan dan kepiting merupakan komoditas ekspor utama perikanan Indonesia
setelah udang dan ikan. Volume dan nilai ekspor kepiting (rajungan dan kepiting
bakau) Indonesia pada tahun 2011, masing-masing mencapai 156.993 ton dan US$
208.424 juta (KKP 2012). Sampai saat ini permintaan rajungan untuk diekspor dan
memenuhi kebutuhan di dalam negeri sepenuhnya masih mengandalkan penangkapan
di alam. Penangkapan rajungan yang intensif tanpa didukung dengan upaya pengelolaan
yang baik, akan berdampak pada penurunan stok populasi rajungan di alam, dan pada
akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan penangkapan rajungan.
Data kondisi habitat, struktur kelompok ukuran, biologi reproduksi dan dinamika
populasi rajungan merupakan salah satu informasi yang sangat dibutuhkan untuk
dijadikan sebagai dasar dalam menyusun strategi pengelolaan rajungan (Arshad et al.
2006; Johnson et al. 2010; Kamrani et al. 2010; Songrak et al. 2014; Green et al.
2014). Kajian biologi reproduksi rajungan meliputi rasio kelamin, tingkat dan indeks
kematangan gonad, ukuran pertama matang kelamin, keberadaan rajungan betina
mengerami telur (betina ovigerous), fekunditas dan musim pemijahan. Sebaliknya,
kajian dinamika populasi (parameter populasi) meliputi pertumbuhan, rekrutmen dan
kematian, serta struktur kelompok ukuran. Kajian biologi populasi rajungan selama
ini masih terfokus pada tipe perairan, utamanya populasi rajungan di perairan estuari
dan teluk (Kangas 2000; Potter et al. 2001; de Lastang et al. 2003; Dineshbabu et al.
2008). Kajian biologi reproduksi dan dinamika populasi rajungan berdasarkan tipe
habitat relatif masih kurang dilakukan di perairan Indonesia.
Penelitian biologi reproduksi dan dinamika populasi rajungan diantaranya telah
dilakukan oleh (Pillay dan Nair 1971; Sukumaran 1995, Sukumaran dan Neelakantan
1996a, 1996b, 1997; Potter et al. 2001; de Lestang et al. 2003; Josileen dan Menon
2007; Dineshbabu et al. 2008; Kamrani et al. 2010; Johnson et al. 2010; Jazayeri et al.
2011; Josileen 2011; Sunarto 2012; Kembaren et al. 2012; Ernawati 2013; Ihsan et
al. 2014; Liu et al. 2014). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa fekunditas,
musim puncak pemijahan, dan ukuran rajungan pertama kali matang kelamin, serta
parameter pertumbuhan dan kematian rajungan bervariasi antar lokasi geografi dan
tipe perairan. Adanya variasi paramater biologi reproduksi dan parameter populasi
rajungan tersebut berkaitan dengan perbedaan kondisi habitat, suhu, salinitas, oksigen,
kecerahan dan intensitas penangkapan (Batoy et al. 1987; Kangas 2000; de Lestang
et al. 2003; Bellchambers et al. 2005; Kamrani et al. 2010; Johnston et al. 2011a;
Ikhwanuddin et al. 2011; 2012a; Green et al. 2014).
Kadar proksimat dan asam lemak telur dekapoda diantaranya juga dipengaruhi
kondisi habitat (Rosa 2003; Rosa et al. 2005; Figueiredo et al. 2008a, 2008b). Kadar
proksimat dan asam lemak telur dekapoda berperan menentukan siklus reproduksi,
kelangsungan hidup telur dan perkembangan embrio, penetasan telur dan kelangsungan
hidup larva (Rosa 2003; Ying et al. 2006; Rosa et al. 2007; Figueiredo et al. 2008a;
Figueiredo et al. 2012; Li et al. 2012). Telur rajungan selama tahap perkembangan

2

embrio mengalami perubahan bentuk, ukuran, warna dan kadar proksimat dan asam
lemak (Radhakrishnan 2000; Arshad et al. 2006; Soundarapandian dan Singh 2008;
Soundarapandian dan Tamizhazhagan 2009; Liao et al. 2011; Khoei et al. 2012; Ravi
dan Manisseri 2013). Penelitian kadar proksimat dan asam lemak telur masih relatif
terbatas dan belum dibedakan berdasarkan perkembangan embrio atau perubahan
warna telur seperti dilakukan oleh Soundarapandian dan Singh (2008) dan Khoei
et al. (2012).
Teluk Lasongko secara administrasi termasuk dalam wilayah Kabupaten Buton
Tengah Sulawesi Tenggara. Luas perairan ini sekitar 13.6 km2 dengan kedalaman
berkisar antara 1 m hingga 50 m (adaptasi dari DKP Sulawesi Tenggara 2003; Supardan
2006). Rajungan di perairan ini dapat ditemukan pada daerah intertidal dan subtidal
yang ditumbuhi padang lamun dengan substrat umumnya terdiri dari pasir halus
sampai pasir kasar serta lokasi yang dalam dengan substrat berupa hamparan pasir
halus. Suhu air habitat rajungan di Teluk Lasongko pada musim kemarau ditemukan
berkisar antara 28 oC hingga 31 oC, dan salinitas berkisar antara 31 ppt hingga 35 ppt
dan pH sekitar 8.0 (Hamid 2011), serta masih mendukung pertumbuhan rajungan.
Penangkapan rajungan di Teluk Lasongko telah dilakukan sejak tahun 1970-an,
namun intensitasnya masih rendah dan belum menggunakan alat tangkap (ditangkap
dengan tangan) serta bertujuan untuk kebutuhan konsumsi keluarga nelayan. Pada
awal tahum 1990-an penangkapan kepiting rajungan di perairan ini mulai
menggunakan bubu dari anyaman bambu dan hasil tangkapannya untuk dijual.
Penangkapan rajungan di Teluk Lasongko semakin intensif sejak awal tahun 2000-an
dengan menggunakan gill net (dominan) dan sebagian kecil dengan bubu rajungan,
serta permitaan rajungan semakin tinggi karena di kawasan ini berkembang usaha
pengolahan daging rajungan sebagai perwakilan perusahaan eksportir rajungan di
Kota Bau-Bau dan Kendari (Hamid 2011). Sejak akhir 2008, penangkapan rajungan di
perairan ini lebih banyak menggunakan bubu, dan hal ini akan berpengaruh kepada
reproduksi, parameter dinamika populasi dan stok rajungan di Teluk Lasongko.
Hasil tangkapan rajungan di Teluk Lasongko cenderung semakin menurun dan
semakin kecil, serta hasil tangkapan rajungan di perairan ini setiap trip berkisar antara
0.7 kg hingga 1.9 kg per nelayan (Hamid 2011). Tingkat penangkapan krustasea
(rajungan dan udang Penaeus sp.) di Teluk Lasongko telah mencapai 95 % dari
potensi lestarinya atau telah melebihi jumlah tangkapan diperbolehkan (JTB) (Supardan
2006). Produksi kedua jenis krustasea tersebut pada tahun 2000 mencapai 242 ton
serta tahun 2003 dan 2004 masing-masing mencapai 790 ton dan turun 640 ton
(Supardan 2006). Hasil tangkapan rajungan yang diperoleh dari tiga pengolah daging
rajungan di Teluk Lasongko selama Februari sampai November 2006 hanya sekitar
37 ton (Hamid 2011), dan selama bulan Mei 2013 sampai April 2014 sekitar 67 ton.
Rajungan sebagai komoditas perikanan bernilai ekonomis penting, demikian
juga permintaannya sangat tinggi hal ini yang menyebabkan dilakukan penangkapan
yang intensif dan akhirnya akan berdampak pada penurunan populasi rajungan di
Teluk Lasongko. Di sisi lain, data kondisi habitat, biologi reproduksi dan dinamika
populasi rajungan merupakan data yang dibutuhkan sebagai dasar untuk menyusun
konsep pengelolaan rajungan di perairan ini masih terbatas. Oleh karena itu,
penelitian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan ketiga jenis data tersebut.

3

Perumusan Masalah
Kondisi habitat sangat menentukan biologi reproduksi dan dinamika populasi
rajungan. Biologi reproduksi dan dinamika populasi rajungan saling berkaitan,
misalnya antara pemijahan dan rekrutmen populasi rajungan. Pemijahan rajungan
yang tinggi dan didukung oleh kondisi habitat serta kadar proksimat dan asam lemak
telur yang tinggi dapat meningkatkan kelangsung hidup larva rajungan dan berpotensi
meningkatkan rekrutmen populasi rajungan. Suhu, salinitas dan komposisi rajungan
jantan dan betina adalah faktor yang menentukan keberhasilan pemijahan rajungan
(de Lestang et al. 2003; Bellchambers et al. 2005; Jazayeri et al. 2011; Johnston et al.
2011; de Lestang et al. 2010; Gree et al. 2014). Kadar proksimat dan asam lemak telur
rajungan ditentukan oleh kondisi habitat, dan berpengaruh kepada siklus reproduksi,
kelangsungan hidup telur dan perkembangan embrio, penetasan telur dan
kelangsungan hidup larva rajungan (Rosa 2003; Ying et al. 2006, Rosa et al. 2007;
Figueiredo et al 2008a, 2008b; Figueiredo et al. 2012; Li et al. 2012), dan secara
tidak langsung menentukan rekrutmen rajungan. Rekrutmen rajungan yang tinggi
berperan meningkatkan ketahanan dan daya pulih populasi rajungan dari tekanan
penangkapan dan mendukung keberlanjutan populasi rajungan pada suatu perairan.
Penangkapan rajungan di Teluk Lasongko telah dilakukan secara intensif sejak
tahun 2000-an dan penangkapannya umumnya dilakukan di sekitar intertidal dan
subtidal yang ditumbuhi lamun. Dampak dari penangkapan rajungan secara intensif
tersebut adalah hasil tangkapan rajungan terindikasi semakin berkurang dan
ukurannya semakin kecil (Hamid 2011), bahkan tingkat penangkapan rajungan dan
udang Penaeus sp. di Teluk Lasongko telah melebihi JTB nya (Supardan 2006).
Permintaan rajungan di daerah ini semakin tinggi sehingga mendorong penangkapan
rajungan semakin intensif dan juga menangkap rajungan betina yang sedang bertelur
(betina ovigerous). Kedua hal tersebut akan semakin meningkatkan tekanan terhadap
populasi rajungan dan kesempatan rajungan melakukan reproduksi semakin menurun
dan akibatnya dapat menurunkan rekrutmen populasi rajungan di Teluk Lasongko.
Agar penangkapan rajungan optimum dan berkelanjutan di Teluk Lasongko,
maka perlu dilakukan pengelolaan yang didasarkan pada informasi kondisi habitat,
biologi reproduksi dan dinamika rajungan. Namun, sampai saat ini ketersediaan
ketiga jenis data ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian
kondisi habitat, biologi reproduksi dan dinamika populasi rajungan di perairan ini.
Pendekatan Masalah
Masalah penelitian ini dapat didekati dengan dua pendekatan, yaitu pengendalian
tekanan penangkapan dan perbaikan kondisi habitat rajungan. Tekanan penangkapan
rajungan yang tinggi akan berpengaruh pada parameter biologi reproduksi dan
paramater dinamika populasi rajungan di Teluk Lasongko, yaitu dapat dievaluasi dari
ukuran pertama kali matang kelamin, pertumbuhan, rekrutmen, kematian penangkapan
dan tingkat eksploitasi. Kondisi habitat rajungan (kondisi padang lamun, substrat dan
kualitas air) yang baik akan mengoptimalkan pertumbuhan somatik dan reproduksi
rajungan serta kadar proksimat dan asam lemak telur rajungan sehingga akan
meningkatkan rekrutmen populasi rajungan di Teluk Lasongko. Apabila penerapan
konsep pengelolaan yang rasional dilakukan dengan benar maka akan menghasilkan
tangkapan rajungan optimun dan berkelanjutan di perairan ini (Gambar 1).

4

Input

Proses

Habitat :





 Padang lamun
 Kualitas air &
Substrat

Rajungan

Output

Pertumbuhan :
Somatik
Reproduksi
Kadar proksimat
&
Asam lemak telur

Biologi
Reproduksi

Implikasi
Pengelolaan

Ukuran I
Matang
Kelamin

Dinamika
Populasi

Pertumbuhan
Rekrutmen
Kematian alami

Tekanan
penangkapan

Eksploitasi

Tangkapan
Optimum &
Berkelanjutan

Status Stok

Penangkapan:
 ∑ Nelayan

 ∑ Alat tangkap

Kematian
Penangkapan

Gambar 1. Bagan alir kerangka pendekatan masalah penelitian
Tujuan dan Kegunaan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis beberapa aspek, yaitu (1)
karakteristik habitat dan distribusi populasi rajungan berdasarkan hasil tangkapan, (2)
karakteristik morfometrik, distribusi frekuensi kelas ukuran populasi rajungan dan
hubungan serta tipe pertumbuhan antar karakter morfometrik, (3) parameter biologi
reproduksi rajungan, (4) distribusi, tingkat kematangan gonad, fekunditas dan
komposisi biokimia telur rajungan betina ovigerous, (5) struktur ukuran populasi,
parameter dinamika populasi dan tingkat eksploitasi rajungan, dan (6) merumuskan
konsep pengelolaan rajungan di Teluk Lasongko. Kegunaan penelitian ini adalah
untuk mendapatkan data habitat, kelas ukuran, biologi reproduksi, distribusi dan
tingkat kematangan gonad rajungan betina ovigerous, komposisi biokimia telur
rajungan, parameter dinamika populasi dan tingkat eksploitasi rajungan sebagai dasar
dalam menyusun konsep pengelolaan rajungan di Teluk Lasongko.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian habitat, biologi reproduksi dan dinamika populasi rajungan
(Portunus pelagicus Linnaeus 1758) sebagai dasar pengelolaan di Teluk Lasongko
Kabupaten Buton Tengah Sulawesi Tenggara meliputi enam bagian, yaitu sebagai
berikut :
Pertama mengkaji karakteristik habitat dan distribusi populasi rajungan yang
tertangkap di Teluk Lasongko. Bagian ini bertujuan untuk menganalisis aspek (1)

5

karakateristik habitat rajungan, (2) distribusi populasi rajungan berdasarkan hasil
tangkapan, dan (3) keterkaitan variabel karakteristik habitat dengan jumlah rajungan
yang tertangkap di Teluk Lasongko.
Kedua meneliti karakteristik morfometrik dan distribusi kelas ukuran rajungan.
Bagian ini bertujuan untuk menganalisis aspek (1) karakteristik morfometrik, (2)
distribusi frekuensi kelas ukuran lebar karapas, dan (3) hubungan dan tipe
pertumbuhan relatif antar karakter morfometrik rajungan di Teluk Lasongko.
Ketiga mengkaji biologi reproduksi rajungan di Teluk Lasongko. Bagian ini
bertujuan untuk menganalisis aspek (1) rasio kelamin, (2) tingkat dan indeks
kematangan gonad, (3) musim pemijahan, dan (4) ukuran pertama matang kelamin
rajungan di Teluk Lasongko.
Keempat mengkaji distribusi, tingkat kematangan gonad, fekunditas dan kadar
biokimia telur rajungan mengerami telur di Teluk Lasongko. Bagian ini bertujuan
untuk menganalisis aspek (1) fekunditas rajungan, (2) distribusi, (3) tingkat
kematangan gonad, serta (4) kadar proksimat dan asam lemak telur rajungan
berdasarkan perubahan warna telur rajungan betina ovigerous di Teluk Lasongko.
Kelima mengkaji dinamika populasi rajungan di Teluk Lasongko. Bagian ini
bertujuan untuk menganalisis aspek (1) struktur kelompok ukuran, (2) pertumbuhan,
rekrutmen dan kematian, serta (3) tingkat eksploitasi rajungan populasi di Teluk
Lasongko.
Keenam merupakan pembahasaan umum. Bagian ini bertujuan untuk
menganalisis aspek (1) keterkaitan antar parameter penentu keberlanjutan populasi
rajungan, (2) potensi keberlanjutan populasi rajungan, (3) ancaman keberlanjutan
populasi rajungan, (4) status stok dan penangkapan rajungan, dan (5) merumuskan
konsep pengelolaan rajungan di Teluk Lasongko.
Kebaruan Penelitian
Kebaruan dari penelitian ini adalah untuk determinasi kadar proksimat, asam
lemak telur, perkembangan kematangan gonad rajungan betina ovigerous berdasarkan
perubahan warna telur, serta tipe pemijahan rajungan dan distribusi rajungan betina
ovigerous yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menyusun konsep pengelolaan
rajungan di Teluk Lasongko.

6

2 KARAKTERISTIK HABITAT DAN DISTRIBUSI POPULASI
RAJUNGAN (Portunus pelagicus Linnaeus 1758)
TERTANGKAP DI TELUK LASONGKO
Pendahuluan
Rajungan ditemukan pada habitat yang cukup beragam, yaitu mulai ditemukan
di perairan pantai sampai pada landas kontinen dengan kedalaman 50 m (Edgar
1990), bahkan sampai kedalaman lebih 65 m (Juwana 1997). Di perairan pantai,
rajungan dapat ditemukan di bagian intertidal, muara sungai kecil (creek), bagian sub
litoral, teluk dangkal dan perairan pesisir yang dalam (Chande dan Mgaya 2003; de
Lestang et al. 2003) dan ditumbuhi padang lamun dan alga dengan tipe substrat
lumpur, liat dan pasir (Chande dan Mgaya 2003; de Lestang et al. 2003; Dineshbabu
et al. 2008). Rajungan juga terdapat di mangrove dan di tambak-tambak air payau
yang berdekatan dengan air laut (Juwana 1997).
Setiap tipe habitat rajungan tersebut juga mempunyai kondisi lingkungan
perairan bervariasi. Variabel lingkungan perairan sebagai penentu kondisi habitat
rajungan meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, kecerahan, tipe substrat,
kedalaman air, dan juga kondisi arus dapat mempengaruhi setiap tahap siklus hidup
rajungan (Dhawan et al. 1976; Batoy et al.1987; Kangas 2000; de Lestang et al.
2003; Kamrani et al. 2010; Bellchambers et al. 2005; Ikhwanuddin et al. 2011).
Rajungan dapat beradaptasi pada perubahan kondisi suhu, salinitas dan pH yang
ekstrim (Hosseini et al. 2012).
Rajungan di Perairan Brebes ditemukan pada suhu berkisar antara 27 oC hingga
o
30 C, salinitas 30 ppt hingga 33 ppt dan kedalaman air berkisar antara 3 m hingga 12
m dengan kondisi substrat didominasi oleh fraksi pasir, fraksi lumpur dan fraksi liat
dengan tipe substrat lempung berpasir dan lempung berliat (Sunarto 2012).
Selanjutnya juga dilaporkan distribusi rataan ukuran rajungan di Perairan Brebes
tidak dipengaruhi oleh fraksi sedimen (Sunarto 2012). Rajungan di Perairan Pati
ditemukan pada suhu 27.5 oC hingga 31.5 oC dan salinitas 31.5 ppt hingga 35.5 ppt
dengan tipe substrat mulai dari pasir berlumpur sampai lumpur, namun rajungan
banyak tertangkap pada tipe substrat lumpur berpasir (Ernawati 2013).
Rajungan jantan dan betina di Pantai Sarawak, Laut Cina Selatan umumnya
ditemukan bermigrasi ke arah laut yang dalam selama musim memijah (Ikhwanuddin
et al. 2012b). Temuan tersebut berlawanan dengan dilaporkan oleh peneliti
sebelumnya (Sumpton et al. 1994; Kangas 2000; Poter dan de Lestang 2000; de
Lestang et al. 2003) bahwa hanya rajungan betina bermigrasi ke arah perairan laut
yang lebih dalam sedangkan jantan tetap berada di perairan yang dangkal. Rajungan
di perairan teluk sering tidak bermigrasi ketika memijah, dan pada keadaan tertentu
ketika terjadi perubahan salinitas, rajungan memijah pada bagian perairan teluk yang
bersalinitas tinggi (Sumpton et al.1994; Potter dan de Lestang 2000; de Lestang et al.
2003; Ikhwanuddin et al. 2011).
Rajungan dapat mengatur kondisi osmotik di dalam tubuhnya yang hiposalin
terhadap kondisi air laut yang hipersalin agar tetap sesuai dengan lingkungannya,
sehingga rajungan dapat hidup pada kisaran salinitas yang luas (11-53 ppt) untuk

7

waktu lama (Kangas 2000). Salinitas berperan penting dalam menentukan keberadaan
rajungan di daerah asuhan selama musim dingin (Potter dan de Lestang 2000; Kangas
2000). Rajungan toleran terhadap fluktuasi oksigen terlarut yang besar seperti terjadi
di estuari (Kangas 2000). Rajungan masih bertahan hidup di estuari dengan kondisi
oksigen terlarut < 2 mgl-1 (Dhawan et al. 1976), dan masih dapat melakukan respirasi
ketika terjadi anaerob dan dapat menahan kekurangan oksigen pada suhu rendah,
13 oC dan suhu lebih tinggi, 19 oC (Kangas 2000).
Rajungan jantan dan betina mempunyai toleransi berbeda terhadap berbagai
tipe habitat selama dalam setahun (Sumpton et al. 1994). Rajungan betina menyukai
substrat pasir ketika melepaskan telur untuk mendukung keberhasilan penetasannya
sehingga betina dewasa y