Studi Pertumbuhan Rajungan (Portunus pelagicus) Di Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

(1)

1.1. Latar Belakang

Teluk Banten merupakan bagian dari perairan Laut Jawa, dengan luas permukaan totalnya 150 km2 dan termasuk perairan dangkal dengan turbiditas tinggi serta panjang pantai 22 km. Perairan Teluk ini terletak di bagian utara Provinsi Banten dengan dasar perairan pada umumnya lumpur berpasir. Kawasan ini terdapat beberapa pulau kecil seperti Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Semut, Pulau Tarahan, Pulau Pisang, Pulau Gosong Delapan, Pulau Kubur, Pulau Tanjung Gundul, Pulau Lima dan Pulau Dua (Miskiya 2003).

Sumberdaya ikan yang tersedia di perairan ini sangat beragam, mulai dari jenis ikan sampai krustacea. Salah satu tempat pendaratan ikan yang berada dekat dengan Teluk Banten adalah Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu.

Rajungan merupakan jenis crustacea yang dominan ditangkap oleh para nelayan di Perairan Teuk Banten dengan bubu atau jaring rajungan. Hal ini dibuktikan dengan Statistik Perikanan PPN Karangantu yang menunjukan bahwa produksi rajungan setiap tahun mengalami peningkatan. Rajungan menjadi salah satu komoditi crustacea yang bernilai ekonomis tinggi, hal ini dikarenakan komoditi ini sangat diminati oleh masyarakat, baik dalam dan luar negeri. Di Indonesia sendiri, rajungan masih merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang diekspor terutama ke negara Amerika, Jepang, dan Belanda. Rajungan biasanya diekspor dalam bentuk segar maupun sudah menjadi olahan (dalam kaleng).

Pada pengelolaan perikanan rajungan yang berkelanjutan diperlukan informasi biologis maupun data hasil tangkapan. Menurut Widodo & Suadi (2006), langkah langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup kegiatan pengumpulan data mengenai bioogi, ekonomi, dan sosial perikanan. Kemudian data yang diperoleh diolah kedalam bentuk informasi yang berguna untuk membuat keputusan dalam pengelolaan, penetapan, serta memantau pelaksanaan keputusan pengelolaan tersebut.


(2)

1.2. Perumusan masalah

Pengkajian stok merupakan gambaran mengenai nilai dugaan besarnya biomasa rajungan dalam waktu tertentu menggunakan aplikasi ilmu statistika dan matematika sehingga diperoleh status stok rajungan secara kuantitatif untuk kepentingan pendugaan stok ikan dan alternatif kebijakan ke depan. Sebaran frekuensi lebar karapas dan hubungan lebar bobot merupakan informasi dasar yang sangat penting untuk melihat laju pertumbuhan dan merupakan salah satu faktor pertimbangan utama dalam menetapkan strategi pengelolaan perikanan suatu sumberdaya rajungan tertentu.

Gambar 1. Skema perumusan masalah sumberdaya rajungan Eksploitasi

Penangkapan

Karakteristik Fisika-Kimia Perairan

Analisis Pengkajian Stok Data Hasil

Tangkapan

Pemanfaatan Sumberdaya Berkelanjutan


(3)

Sifat dasar sumberdaya perikanan adalah milik bersama (common property), yang pemanfaatannya dapat digunakan pada waktu bersamaan oleh lebih dari satu individu atau satuan ekonomi (open acces). Sifat dasar inilah yang memudahkan keluar masuknya individu atau pelaku usaha dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Rajungan merupakan hasil salah satu tangkapan yang bernilai ekonomis. Rajungan ini dipasarkan dalam keadaan segar maupun dalam bentuk olahan berupa fillet daging. Semakin tinggi permintaan pasar terhadap rajungan, maka semakin tinggi pula proses penangkapan rajungan yang cenderung tidak terkendali. Hal ini terlihat dari hasil tangkapan yang berukuran kecil yang dapat diduga bahwa rajungan telah mengalami eksploitasi yang berlebih.

Melihat pentingnya peranan informasi pertumbuhan, baik berdasarkan lebar karapas maupun bobot, serta belum tersedianya informasi yang berkaitan dengan rajungan (Portunus pelagicus), diperlukan suatu kajian/penelitian yaitu studi kasus tentang penyebaran kelompok umur berdasarkan analisis frekuensi lebar karapas berikut hubungan lebar karapas dengan bobot tubuh rajungan. Selain itu nilai lebar karapas dan bobot tersebut dapat memberikan nilai faktor kondisi (condition factor) rajungan yang dapat menggambarkan kondisi stok rajungan di perairan Teluk Banten.

1.3. Tujuan

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji pola pertumbuhan dan faktor kondisi rajungan (Portunus

pelagicus) di perairan Teluk Banten.

2. Menduga parameter pertumbuhan populasi rajungan (Portunus pelagicus)

di perairan Teluk Banten.

3. Menentukan laju mortalitas dan laju eksploitasi rajungan di Teluk Banten

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi biologis

mengenai rajungan (Portunus pelagicus), berupa laju pertumbuhan, kisaran lebar

dari rajungan yang tertangkap, hubungan lebar dan berat, mortalitas, laju eksploitasi, yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan perikanan rajungan di Perairan Teluk Banten.


(4)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rajungan (Portunus pelagicus)

Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Malacostrata

Ordo : Decapoda

Famili : Portunoidea

Genus : Portunus

Spesies :Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758)

Gambar 2. Rajungan (Portunus pelagicus)

Berdasarkan Nontji (1993) in Miskiya (2003) menyatakan bahwa

morfologi rajungan adalah memiliki karapas yang berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik (Gambar 2). Warna karapas pada rajungan jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak putih terang, sedangkan rajungan betina memiliki warna karapas hijau kecoklat-coklatan dengan bercak putih suram. Rajungan memiliki lima pasang kaki yang beruas-ruas. Sepasang kaki pertama pada bagian ujung terdapat capit bergigi. Kaki-kaki rajungan berjejer dari muka ke belakang pada kedua sisi tubuhnya, sehingga rajungan apabila berjalan arahnya


(5)

menyamping. Rajungan jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dan capit yang lebih panjang dibandingkan rajungan betina.

2.2. Alat Tangkap Rajungan

Untuk melakukan penangkapan rajungan di perairan Teluk Banten, ada dua alat tangkap yang digunakan, yaitu jaring rajungan dan bubu. Jaring rajungan sendiri merupakan modifikasi dari jaring insang yang dirubah ukuran mesh

size-nya. Selain itu juga dilakukan modifikasi pada lebar jaring, apabila pada jaring insang biasanya lebar jaring lebih pendek dibandingkan panjangnya, maka pada

jaring rajungan lebar jaring diperpanjang dengan tujuan mendapatkan mesh depth

yang lebih banyak, dikarenakan rajungan memiliki habitat hidup di sekitar dasar perairan. Selain jaring rajungan, alat tangkap lain yang digunakan adalah bubu. Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal di kalangan nelayan yang berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu biasa disebut perangkap “traps” dan penghadang

guiding barriers”.

Gambar 3. Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan rajungan yang didaratkan di PPN Karangantu, Teluk Banten

2.3. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah rajungan jantan dengan rajungan betina dalam suatu populasi. Perbedaan jenis kelamin dapat ditentukan melalui perbedaan morfologi tubuh atau perbedaan warna tubuh. Menurut Bal & Rao (1984) in Tampubolon (2008), kondisi nisbah kelamin yang ideal yaitu memiliki ratio 1:1. Kondisi nisbah kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan suatu populasi. Perbandingan 1:1 ini sering menyimpang, antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah laku rajungan jantan dan betina, dan laju pertumbuhannya (Nasabah 1996 in Ismail 2006).


(6)

Menurut Effendie (2002), perbandingan ratio di alam tidaklah mutlak. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Keseimbangan nisbah kelamin dapat berubah menjelang pemijahan.

2.4. Distribusi Frekuensi Lebar Karapas

Semua metode pendugaan stok pada intinya memerlukan masukan data komposisi umur. Beberapa metode numerik telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya konversi atas data frekuensi panjang dalam komposisi umur. Analisis data frekuensi panjang bertujuan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks kedalam sejumlah umur (Sparre & Venema 1999). Iversen (1996) in Sharif (2009) menyebutkan bahwa terdapat faktor pembatas dalam analisis frekuensi panjang yaitu penentuan umur mempersyaratkan banyak contoh dengan selang waktu yang lebar dan umur pada saat pertama kali tertangkap seharusnya diketahui untuk

menditeksi kelompok umur pertama. Menurut Lagler (1997) in Sparre & Venema

(1999), perbedaan ukuran antar jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor genetik.

Analisis frekuensi panjang memiliki kegunaan untuk menentukan umur dan membandingkan pada metode lain yang menggunakan struktur lebih rumit (Pauly 1984).

2.5. Pertumbuhan

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan dari ukuran lebar karapas atau bobot tubuh dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Pertumbuhan dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu jumlah makanan yang tersedia dan kualitas air. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan adalah keturunan, jenis kelamin, umur, dan penyakit (Effendie 2002). Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai (Tutupoho 2008).


(7)

Pertumbuhan rajungan juga dipengaruhi oleh perbedaan musim. Hal ini dikarenakan perubahan musim akan menyebabkan perubahan ketersediaan makanan, perubahan suhu yang akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas makan serta aktivitas memijah. Kualitas dan kuantitas makanan merupakan hal yang paling mempengaruhi pertumbuhan, namun temperatur juga memiliki pengaruh yang besar pada wilayah tertentu.

2.5.1. Hubungan Lebar Bobot

Analisa mengenai hubungan lebar-bobot dapat digunakan untuk mempelajari pola pertumbuhan. Lebar karapas pada rajungan dimanfaatkan untuk menjelaskan pertumbuhannya, sedangkan bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari lebar tersebut. Hubungan lebar-bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot rajungan merupakan hasil pangkat tiga dari lebarnya.

Nilai pangkat (b) dari analisis tersebut menjelaskan pola pertumbuhan. Nilai b lebih besar dari 3 menunjukan bahwa pertumbuhan bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lebar karapas. Nilai b lebih kecil dari 3 menunjukan bahawa pertumbuhan bersifat allometrik negatif, artinya pertumbuhan lebar karapas lebih besar dibandingkan dengan perttumbuhan bobot. Apabila nila b sama dengan 3 maka pertumbuhannya bersifat isometrik, artinya pertumbuhan lebar karapas dan bobotnya seimbang.

2.5.2. Faktor Kondisi

Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi juga digunakan untuk mengetahui kemontokan ikan dalam bentuk angka dan faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat. Faktor kondisi merupakan salah satu ekspresi pertumbuhan rajungan

Faktor kondisi secara kuantitatif dibutuhkan untuk melihat kondisi rajungan yang berhubungan dengan beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhinya pada kurun waktu tertentu. Adanya perubahan faktor lingkungan secara periodik akan mempengaruhi kondisi dari rajungan tersebut. Faktor kondisi dapat naik turun. Faktor kondisi juga dipengaruhi oleh indeks


(8)

relatif penting makanan dan pada rajungan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad.

2.5.3. Parameter Pertumbuhan

Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy merupakan persamaan yang umumnya digunakan dalam studi pertumbuhan suatu populasi. Menurut Beverton & Holt (1957) mengatakan bahwa persamaan Von Bertalanffy menunjukan representasi pertumbuhan suatu populasi yang memuaskan. Hal ini dikarenakan persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan. Model Ford Walford merupakan model sederhana

untuk menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan Von

Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (Sparre & Venema 1999). Metode ini memerlukan masukan lebar karapas rata-rata dari beberapa kelompok ukuran.

Parameter-parameter yang digunakan untuk menduga pertumbuhan

populasi yaitu panjang infinitif (L∞) merupakan lebar karapas maksimum secara

teoritis dan koefisien pertumbuhan (K), dan t0 merupakan umur teoritis pada saat

panjang sama dengan nol (Sparre & Venema 1999). Parameter pertumbuhan memiliki peranan yang penting dalam pengkajian stok ikan. Salah satu aplikasi yang sederhana adalah untuk mengetahui lebar karapas rajungan pada saat umur

tertentu atau dapat menggunakan inverse persamaan pertumbuhan Von

Bertalanffy maka dapat diketahui umur pada saat panjang tertentu. Dengan demikian penyusunan perencanaan pengelolaan akan lebih mudah.

2.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Mortalitas suatu kelompok rajungan yang mempunyai umur yang sama dan berasal dari stok yang sama atau sering disebut kohort. Mortalitas yang terjadi bisa disebabkan karena adanya penangkapan dan juga adanya sebab-sebab lain yang disebut natural mortality yang meliputi berbagai peristiwa kematian karena adanya predasi, penyakit, dan umur (Sparre & Venema 1999). Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (King 1995).


(9)

Nilai laju mortalitas alami berkaitan dengan nilai pertumbuhan von Bertalanffy yaitu K dan L∞. Menurut Pauly (1984), faktor lingkungan yang paling mempengaruhi nilai M adalah suhu rata rata perairan selain faktor lebar maksimum karapas secara teoritis (L∞) dan laju pertumbuhan (K). Laju eksploitasi merupakan bagian dari suatu kelompok umur yang akan ditangkap selama rajungan hidup, sehingga laju eksploitasi juga didefinisikan sebagai jumlah rajungan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah total ikan yang mati karena semua faktor baik faktor alami maupun faktor penangkapan. Jika stok yang dieksploitasi optimal, maka laju mortalitas penangkapan (F) sama dengan laju mortalitas alami (M) dan sama dengan 0.5 (Pauly 1984).

2.7. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Sumberdaya ikan dan non ikan di laut adalah milik bersama (common property) dan setiap orang berhak memanfaatkannya (open access) sehingga akan menimbulkan adanya persaingan pada proses penangkapan. Persaingan yang ada dapat dilihat dari para pelaku perikanan yang berusaha menangkap ikan sebanyak banyaknya dengan menggunakan teknologi yang terus berkembang dan bukan tidak mungkin akan terjadi konflik antar pelaku perikanan apabila sumberdaya yang ada telah menipis.

UU Perikanan No. 45 tahun 2009 pasal 2 menjelaskan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan Indonesia salah satunya dilakukan melalui asas pembangunan yang berkelanjutan, dimana pengelolaan perikanan yang dilakukan secara terencana dan mampu meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan rakyat dengan mengutamakan fungsi lingkungan hidup untuk masa kini dan masa yang akan datang. Pengelolaan sumberdaya sumberdaya perikanan tanpa melakukan penangkapan sama sekali juga belum tentu dapat mengamankan stok sumberdaya ikan dan non ikan di lautan, akan tetapi kondisi yang berkesinambungan dapat ditentukan banyaknya ikan yang boleh ditangkap (potensi lestari sehingga kegiatan penangkapan dan kegiatan pencegahan dalam rangka mempertahankan volume sumberdaya alam di lautan dapat berlangsung


(10)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2011 sampai dengan April 2011. Lokasi pengambilan sampel rajungan contoh dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu yang mewakili perairan Teluk Banten (Gambar 4). Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Makro 1 (BIMA1) dan Laboratorium Model dan Simulasi (MOSI), Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. KOTA CILEGON SERANG 106°15'0"E 106°15'0"E 106°10'0"E 106°10'0"E 106°5'0"E 106°5'0"E 5 ° 5 0 '0 " S 5 ° 5 5 '0 " S 6 ° 0 '0 " S 107°0'0"E 107°0'0"E 106°0'0"E 106°0'0"E 105°0'0"E 105°0'0"E 6 ° 0 '0 " S 6 ° 0 '0 " S

PETA LOKASI PENELITIAN

©

3 1.5 0 3 6 9 12

km Skala 1:250.000 LEGENDA DAERAH PENANGKAPAN SUNGAI JALAN DARAT LAUT

- PETA ADMINISTRASI BAKOSURTANAL TAHUN 2006

- SURVEI LAPANG 2010

SUMBER DATA :

TAHUN PEMBUATAN : 2011

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan contoh dan daerah penangkapan rajungan di Teluk Banten


(11)

3.2. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris dengan ketelitian 1 cm, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g untuk menimbang berat rajungan, plastik, baki, alat tulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan adalah rajungan (Portunus pelagicus), es batu, garam kasar, dan tissue/lap.

3.3. Metode Kerja

Pengambilan contoh rajungan dilakukan selama tiga bulan mulai Februari sampai April 2011 sebanyak 5 kali (setiap 2 minggu sekali). Rajungan diambil dengan menggunakan metode penarikan contoh acak sederhana dengan cara mengambil rajungan secara acak dari beberapa bakul. Setelah rajungan contoh diambil, kemudian dilakukan pengukuran lebar karapas, bobot rajungan , dan juga jenis kelamin

3.4. Analisis Data

3.4.1. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin penting untuk melihat perbandingan rajungan jantan dan betina yang ada pada suatu perairan. Persamaan untuk mencari kelamin adalah:

p = 100%

N n

Keterangan : p = Proporsi rajungan (jantan/betina)

n = Jumlah jantan atau betina

N = Jumlah total ikan (jantan+betina)

Standar deviasi dari proporsi kelamin tersebut yaitu :

Sd =

n pq


(12)

3.4.2. Sebaran Frekuensi Lebar Karapas

Di dalam membuat sebaran frekuensi dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Walpole 1992) :

1. Menentukan jumlah selang kelas yang diperlukan

2. Menentukan lebar kelas

3. Menentukan kelas frekuensi dan memasukkan masing masing kelas

dengan memasukan data masing-masing ikan pada kelas yang telah ditentukan

Sebaran frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik. Pada grafik tersebut dapat dilihat sebuah pergerseran distribusi kelas panjang setiap bulannya. Pergerseran sebaran kelas panjang menggambarkan jumlah kelompok umur yang ada (kohort). Bila terjadi pergeseran modus distribusi frekuensi panjang berarti terdapat lebih dari satu kohort.

3.4.3. Identifikasi Kelompok Umur

Pendugaan kelompok ukuran dilakukan dengan menganalisis frekuensi lebar karapas rajungan. Data frekuensi lebar karapas dianalisis dengan menggunakan metode yang terdapat pada program FISAT II (FAO-ICLARM

Stock Assesment Tool) yaitu metode NORMSEP (Normal Separation). Sebaran frekuensi lebar karapas dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang diasumsikan menyebar normal, masing masing kemudian dicirikan dengan nilai rata rata dan simpangan baku.

Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi ikan pada kelas panjang ke-i

(i= 1,2,...,N), µj adalah rata rata panjang kelompok umur ke-j, σj adalah

simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan pi adalah proporsi ikan dalam

kelompok umur ke-j (j=1,2,...,G), maka fungsi obyektif yang digunakan untuk menduga {µj, σj ,pj) adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum Likelihood

function) dengan persamaan sebagai berikut :

   G j ij j N i

i p q

f L

1 1


(13)

Dengan ketentuan 2 ) ( 2 1 exp 2 1 j j i x ij j q      

 yang merupakan fungsi kepekatan

sebaran normal dengan nilai tengah µj dan simpangan baku σj. xi merupakan titik

tengah dari kelas panjang ke-i. Fungsi obyektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing masing terhadap µj, σj ,pj yang akan digunakan untuk

menduga parameter pertumbuhan. Menurut Hasselblad (1996), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in Spare & Venema (1999) menjelaskan bahwa Indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi apabila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan. Apabila indeks separasi kurang dari dua (<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompom ukuran karena akan terjadi tumpang tindih dengan kedua kelompok ukuran tersebut.

3.4.4. Aspek Pertumbuhan 3.4.4.1. Hubungan Lebar – Bobot

Analisis pertumbuhan lebar dan berat bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan rajungan di alam. Untuk mencari hubungan antara lebar dan berat total digunakan persamaan sebagai berikut (Effendie 2002) :

W = aLb Keterangan :

W = bobot total rajungan (g)

L = lebar total rajungan (mm)

a dan b = konstanta hasil regresi

Dengan pendekatan regresi linier maka hubungan kedua parameter

tersebut dapat dilihat. Nilai b digunakan untuk menduga laju pertumbuhan kedua

parameter yang dianalisis. Hipotesis yang digunakan adalah :

 Jika nilai b=3 maka disebut pola pertumbuhan isometrik (pola pertumbuhan panjang sama dengan pertumbuhan berat).

 Jika nilai b≠3 maka disebut allometrik yaitu :

a. Jika b>3 disebut pola pertumbuhan allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan)


(14)

b. Jika b<3 disebut pola pertumbuhan allometrik negatif (pertumbuhan lebar lebih dominan).

3.4.4.2. Faktor Kondisi

Dalam menganalisis faktor kondisi rajungan terlebih dahulu rajungan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin. Rajungan yang mempunyai jenis kelamin yang sama dilihat koefisien pertumbuhan (model gabungan lebar dan berat). Setelah pola pertumbuhan lebar dan berat tersebut diketahui, maka baru dapat ditentukan kondisi dari rajungan tersebut (Effendie 2002)

a) Jika pertumbuhan rajungan isometrik (b=3) maka persamaan yang

digunakan adalah :

W L

K 3

5

10

b) Jika pertumbuhan rajungan adalah model pertumbuhan allometrik (b ≠ 3)

maka persamaan yang digunakan adalah :

b aL

W K3.4.4.3. Parameter Pertumbuhan

Pendugaan nilai koefisien pertumbuhan (K) dan L∞ dilakukan dengan

menggunakan metode plot Ford-Walford, sedangkan nilai dugaan t0 (umur teoritis

ikan pada saat panjang sama dengan nol) diperoleh melalui persamaan Pauly (1983) in Sparre & Venema (1992)

Log (-t0) = 3.3922 –0.2752 (Log L∞) – 1.038 (Log K) (1)

Ketiga nilai dugaan parameter tersebut dimasukkan ke model pertumbuhan

von Bertalanffy :

L = L∞ [ 1 –e-K(t-t0) ] (2)

Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah maksimum


(15)

waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang yang sama dengan nol.

Untuk t sama dengan t+1, maka persamaannya akan menjadi :

Lt+1= L∞[1-e-K(t-t0)] (3)

Sehingga,

Lt+1 - Lt= L∞ e-K(t-t0) [ 1-e-K] (4)

Dengan asumsi mensubstitusikan persaman (2) dan (4), maka diperoleh :

Lt+1– Lt= [ L∞ - Lt ] [ 1-e-K ] (5)

atau,

Lt+1 = L∞ [ 1-e-K ] + Lt e-K (6)

Lt dan Lt+1 merupakan panjang ikan pada saat t dan saat t+1 yang

merupakan panjang ikan yang dipisahkan oleh interval waktu yang konstant (1=tahun, bulan, atau minggu) (Paully 1984). Persamaan (6) dapat diduga dengan persamaan regresi linear y = b0 + b1x, jika Lt sebagai absis (x) diplotkan terhadap

Lt+1 sebagai ordinat (y) sehingga membentuk suatu kemiringan (slope) sama

dengan e-K dan titik potong dengan absis sama dengan L∞[ 1-e-K]. Dengan

demikian, nilai K dan L∞ diperoleh dengan cara berikut :

K = -ln (b) dan

L∞ =

) 1

( b

a

3.4.5. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data komposisi panjang (Sparre dan Venema 1999) menggunakan langkah-langkah sebagai berikut.

Langkah 1 : mengkonversikan data panjang ke data umur dengan menggunakan


(16)

          L L Ln K t L

t( ) 0 1 1

Langkah 2 : menghitung waktu rata-rata yang diperlukan oleh ikan untuk

tumbuh dari panjang L1 ke L2 (t)

              2 1 1 2 1 ) ( ) ( L L L L Ln K L t L t t

Langkah 3 : menghitung (t+t/2) yang diasumsikan sama dengan t(L1)+∆t/2

sama dengan                   L L L Ln K t L L t 2 1 1 2 2 1 0 2 1

Langkah 4 : menurunkan kurva hasil tangkapan (C) yang dilinearkan yang dikonversikan ke panjang

2 * ) ( ) ,

( 1 2

2 1

2

1 L L

t Z c L L t L L c

Ln   

Persamaan di atas adalah bentuk persamaan linear dengan kemiringan (b) = -Z. Untuk laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut :

Ln M = - 0,0152-0,279*Ln L∞ + 0,6543*Ln K + 0,463*Ln T

) * 463 , 0 * 6543 , 0 * 279 , 0 0152 , 0 (

exp LnL LnK LnT

M     

L∞ adalah panjang asimsotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy, K adalah koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy, dan T adalah rata-rata suhu permukaan air (0C).

Laju mortalitas penangkapan (F) ditentukan dengan :


(17)

Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortaliatas total (Z) (Pauly 1984) :

Z F M F

F

E

 

Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland (1971) in Pauly (1984) adalah:

M

Foptimum  sehingga Eoptimum 0,5


(18)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Perairan Teluk Banten

Teluk Banten terletak di sebelah utara Banten pada koordinat 106o5’50”

-106 o16’15” Bujur Timur (BT) dan 5 o55’25”-6 o02’25” Lintang Selatan. Teluk

Banten memiliki luas 120m2 dan kedalaman kurang lebih 25 meter. Dasar perairan Teluk Banten terdiri dari lumpur bercampur pasir dengan pantai yang landai.

Teluk Banten adalah perairan yang sangat penting dalam ekologis. Perairan ini secara ekologis menjadi penting karena menopang kehidupan biota di laut. Menurut hasil penelitian Zaenab (2001) kondisi perairan di Teluk Banten memiliki nilai kandungan logam berat Hg (merkuri) berkisar antara 0.00020-0.050 mg/L, sedangkan nilai Cd (kadmium) sebesar 0.003-0.061 mg/L. Secara umum kondisi perairan teluk Banten berada dalam kondisi ekosistem yang cukup stabil. Pada perairan teluk Banten memang belum bisa dikatakan termasuk perairan yang tercemar, tetapi seiring dengan waktu, bahan pencemar lainnya juga ikut meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan industri yang terdapat di sekitar Teluk Banten, baik dari industri penambangan batu, PLTU, industri pengeboran minyak lepas pantai dan lain lain.

Secara ekonomis perairan ini merupakan tempat kehidupan ribuan manusia, mulai dari nelayan, pelaku bisnis, hingga masyarakat umum lainnya. Kegiatan perikanan di Karangantu, khususnya perikanan tangkap memegang peranan yang tidak kalah pentingnya dengan kegiatan pelabuhan niaga atau umum. Hal ini didukung dengan potensi perikanan di perairan teluk Banten yang kaya dengan sumberdaya laut terutama ikan pelagis kecil. Teluk Banten dilindungi oleh pulau pulau kecil di mulut teluk, sehingga memungkinkan para nelayan yang menggunakan perahu kecil dapat melakukan kegiatan penangkapan sepanjang tahun. tetapi dalam beberapa tahun ini telah terjadi peningkatan hasil penangkapan baik ikan dan juga jenis jenis crustacea, hal ini bisa dilihat dari menurunnya hasil tangkapan dan ukuran hasil tangkapan yang mulai menurun setiap tahunnya, dan juga bertambahnya armada penangkapan ikan setiap tahunnya.


(19)

4.2. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan populasi. Jumlah frekuensi rajungan jantan di Perairan Teluk Banten sebanyak 206 ekor dan jumlah frekuensi rajungan betina sebanyak 107 ekor. Perbandingan rajungan jantan dan rajungan betina sebesar 1,9:1. Nisbah kelamin dan proporsi kelamin rajungan pada setiap pengambilan contoh dijelaskan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nisbah kelamin dan proporsi kelamin pada rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu, Teluk Banten setiap pengambilan contoh

Pengambilan

contoh Waktu

Nisbah Jenis Kelamin (%) Jantan Betina 1 10 Februari 2011 46 54 2 24 Februari 2011 58 42 3 10 Maret 2011 54 46 4 24 Maret 2011 72 28 5 7 April 2011 85 15

Menurut Effendie (2002), perbandingan rasio di alam tidaklah mutlak. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pola penyebaran, ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Keseimbangan nisbah kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Perbedaan 1:1 ini sering menyimpang antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah laku jantan dan betina, dan laju

pertumbuhannya (Nasabah 1996 in Ismail 2006).

4.3. Sebaran Frekuensi Lebar Karapas

Jumlah rajungan yang diamati dari pengambilan contoh pertama tanggal 10 Februari 2011 sampai dengan pengambilan contoh terakhir terakhir pada tanggal 7 April 2011 mencapai 313 ekor. Panjang total rajungan yang tertangkap berkisar antara 65 mm sampai 165 mm. Jumlah yang diamati setiap pengambilan contoh bervariasi tergantung kepada hasil tangkapan nelayan. Pada 10 Februari 2011 frekuensi rajungan jantan yang dominan tertangkap pada selang 86-95 mm, 116-125 mm, dan 126-135, jumlahnya sebanyak 3 ekor untuk masing masing selang kelas tersebut, sedangkan rajungan betina pada selang 86-95, dan 96-105 masing masing juga sebanyak 3 ekor. Pada pengambilan contoh kedua pada tanggal 24 Februari 2011 frekuensi rajungan jantan terbanyak pada selang 76-85


(20)

mm, 86-95 mm, 96-105 mm, 106-115 mm yaitu masing masing sebanyak 7 ekor, sedangkan untuk rajungan betina pada selang 96-105. Pengambilan contoh pada 10 Maret 2011, frekuensi yang dominan tertangkap untuk rajungan jantan dan betina pada selang 96-105 mm. Pada pengambilan contoh 24 Maret 2011 frekuensi rajungan jantan dan betina terbanyak pada selang 116-125 mm. Pada pengambilan contoh terakhir pada tanggal 7 April 2011 frekuensi yang dominan tertangkap untuk rajungan jantan pada selang 116-125 mm, sedangkan rajungan betina pada selang 106-115 mm, dan 116-125 mm sebanyak 3 ekor pada masing masing selang (Tabel 2).

Tabel 2. Sebaran frekuensi lebar karapas rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk Banten

Selang Kelas (mm)

Kamis Kamis Kamis Kamis Kamis

10 Februari 2011 24 Februari 2011 10 Maret 2011 24 Maret 2011 7 April 2011 J B J B J B J B J B

65-75 1 1 0 4 2 0 1 1 0 0

76-85 1 2 7 3 3 3 1 1 1 0

86-95 3 3 7 2 5 3 3 0 4 1

96-105 1 3 7 8 11 13 6 2 7 2

106-115 1 2 7 7 8 7 7 4 11 3

116-125 3 2 4 2 4 6 13 6 21 3

126-135 3 2 5 3 4 0 7 3 17 2

136-145 0 0 2 0 0 0 6 1 5 1

146-155 0 0 2 0 1 0 3 1 0 0

156-165 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0

Total 13 15 41 29 38 32 48 19 66 12

T adalah jumlah rajungan jenis kelamin jantan dan betina, J adalah rajungan jantan, dan B adalah rajungan betina

Jumlah dari frekuensi rajungan jantan lebih banyak dibandingkan dengan rajungan betina (Gambar 4). Rajungan contoh yang digunakan dalam analisa sebaran ukuran lebar karapas terdiri dari 206 ekor rajungan jantan dan 107 ekor rajungan betina. Dari keseluruhan data, diketahui bahwa frekuensi tertinggi rajungan jantan pada selang kelas 116-165 mm, sedangkan frekuensi tertinggi rajungan betina pada selang kelas 96-105 mm. Ukuran rajungan jantan disini lebih besar dibandingkan dengan rajungan betina. Lagler (1977) in Sparre & Venema


(21)

(1999) menjelaskan bahwa perbedaan ukuran rajungan antar jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor genetik dari rajungan tersebut.

Gambar 5. Sebaran frekuensi lebar karapas rajungan (P. pelagicus) jantan maupun betina di PPN Karangantu Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011

Effendie (2002) menyatakan bahwa faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan adalah keturunan, sex, umur, parasit, dan penyakit. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan rajungan adalah suhu dan makanan. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan rajungan berbeda di setiap tempat dan waktu. Berdasarkan gambar 4 jumlah ukuran lebar karapas rajungan jantan lebih besar dibandingkan dengan lebar karapas rajungan betina.

4.4. Kelompok Umur

Analisa kelompok umur dilakukan untuk setiap pengambilan contoh. Hal ini dilakukan untuk melihat perubahan rata-rata lebar karapas menurut waktu pengambilan contoh. Hasil analisis pemisahan kelompok umur diperoleh dari rata-rata dan indeks separasi masing-masing ukuran kelompok lebar karapas rajungan.


(22)

Gambar 6. Frekuensi lebar karapas rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011

Grafik sebaran lebar karapas rajungan (P. pelagicus) jantan (Gambar 6) menggambarkan adanya pertumbuhan lebar karapas. Terjadi pergeseran pertumbuhan lebar karapas pada tanggal 10 Februari dan 24 Februari (78.91 mm), menjadi 102.29 mm pada tanggal 24 Februari dan 10 Maret, begitu juga dari 24


(23)

Maret sampai dengan pengambilan contoh terakhir 7 April terjadi pergeseran modus yaitu dari 114.51 mm menjadi 121.28 mm. Pergeseran modus kelas panjang setiap pengambilan contohnya ke arah kanan menunjukan adanya pertumbuhan rajungan. Untuk kurva pertumbuhan rajungan dapat terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Kurva pertumbuhan rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk

Banten pada bulan Februari 2011-April 2011

Hasselbald (1996), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in

Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang sangat relevan terhadap suatu studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan. Apabila indeks separasi kurang dari dua (<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan kelompok umur karena akan terjadi tumpang tindih dengan kedua kelompok umur tersebut. Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa hasil pemisahan umur rajungan dapat diterima dan digunakan untuk analisa berikutnya.

Tabel 3. Sebaran kelompok umur rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu, Teluk Banten setiap pengambilan contoh

Tanggal Pengambilan

Contoh

Nilai Tengah

Simpangan

Baku Indeks Separasi 10 Februari 2011 78.91

112.94

14.35 12.62

- 2.2 24 Februari 2011 102.29 14.27 -

10 Maret 2011 104.49 12.78 - 24 Maret 2011 114.51 13.06 - 7 April 2011 121.28 14.21 -


(24)

4.5. Pola Pertumbuhan

4.5.1. Hubungan Lebar dan Bobot

Analisis hubungan lebar dan bobot menggunakan data lebar karapas dan bobot rajungan untuk melihat pola pertumbuhan individu rajungan di Teluk Banten. Hubungan lebar-bobot rajungan pada setiap pengambilan contoh di Teluk Banten disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hubungan lebar bobot rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu, Teluk Banten setiap pengambilan contoh

Pengambilan

contoh Waktu n b R

2

keterangan

1 10 Februari 2011 13 3.3913 0.9631 Allometrik positif 2 24 Februari 2011 41 3.216 0.906 Allometrik positif 3 10 Maret 2011 38 2.8427 0.8431 Allometrik negatif 4 24 Maret 2011 48 3.0147 0.7657 Alometrik positif 5 7 April 2011 66 3.0529 0.9211 Allometrik positif

Rajungan contoh yang digunakan adalah sebanyak 313 ekor, dengan komposisi rajungan jantan sebanyak 206 ekor, dan rajungan betina sebanyak 107 ekor. Pengambilan contoh yang dilakukan selama lima kali menunjukan bahwa secara umum pertumbuhan rajungan bersifat allometrik positif, yaitu pertumbuhan bobot lebih cepat dibandingkan pertumbuhan lebar karapas.

Gambar 8. Hubungan lebar-bobot rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011


(25)

4.5.2. Faktor Kondisi

Faktor kondisi yaitu keadaan atau kemontokkan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan data lebar dan bobot. Rata-rata faktor kondisi rajungan bervariasi untuk setiap pengambilan data (Gambar 9).

Gambar 9. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011

Selama waktu pengamatan, nilai faktor kondisi rajungan di Teluk Banten berkisar antara 0.63-1.75. Faktor kondisi yang tinggi pada rajungan menunjukkan rajungan dalam perkembangan gonad, sedangkan faktor kondisi yang rendah


(26)

menunjukkan rajungan kurang mendapat asupan makanan. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung pada jenis kelamin dari rajungan, musim atau lokasi penangkapan serta faktor kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat kematangan gonad dan juga kelimpahan makanan (King 1995). Variasi nilai yang didapat dari faktor kondisi tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin, dan kematangan gonad (Effendie 2002).

4.5.3. Parameter Pertumbuhan

Parameter pertumbuhan diduga menggunakan metode plot Ford-Walford. Ford-Walford merupakan metode paling sederhana untuk menduga parameter pertumbuhan dengan interval pengambilan contoh yang sama (King 1995) serta memerlukan data panjang rata rata ikan setiap kelompok ukuran panjang (Sparre & Venema 1999). Dengan metode plot Ford-Walford didapatkan persamaan Von Bertalanffy rajungan didapat koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.1036 dan panjang asimtotik (L) sebesar 177.45 mm, (Tabel 5).

Tabel 5. Parameter pertumbuhan rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu, Teluk Banten

Parameter Pertumbuhan

L∞ (mm) 177.45

k 0.1036

t0 -0.2665

Persamaan Von Bertalanffy yang terbentuk untuk rajungan betina adalah Lt = 177.45 [1 – e-0.1036(t+0.208)] (Gambar 10). Metode pendugaan umur untuk ikan

di daerah tropis dapat melalui analisis frekuensi panjang, sedangkan untuk jenis crustacea seperti rajungan menggunakan analisis frekuensi lebar karapas. Umur bertambah sehingga lebar karapas juga semakin bertambah atau berganti karena rajungan melakukan molting.


(27)

Gambar 10. Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu Teluk Banten

Faktor penyebab kecepatan pertumbuhan rajungan adalah ketersediaan makanan di perairan. Parameter pertumbuhan sangat penting dalam pendugaan stok karena dapat menentukan panjang asimtotik suatu organisme.

Apabila nilai K yang besar maka nilai L akan semakin mengecil dan memiliki umur yang relatif pendek. Hal ini disebabkan kondisi dari lingkungan organisme tersebut. Faktor internal yang mempengaruhi adalah faktor genetik,

parasit, dan penyakit. Pada penelitian ini didapat L177.45 mm. Menurut Moyle

& Cech 2004 in Tutopoho (2008) pertumbuhan yang cepat dapat disebabkan persediaan makanan dan kondisi lingkungan yang sesuai, sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan nilai koefisien pertumbuhan disebabkan oleh perbedaan genetika.

4.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) rajungan dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data lebar karapas (Gambar 11). Laju mortalitas alami diduga menggunakan rumus empiris Pauly (Spare & Venema 1999) dengan suhu rata-rata permukaan perairan Teluk Banten 30,50C (Zaenab 2001).


(28)

Gambar 11. Kurva hasil tangkapan rajungan (P. pelagicus) yang dilinearkan berbasis data lebar karapas

( : titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z)

Hasil analisis laju mortalitas dan laju eksploitasi rajungan dapat dilihat dalam tabel 8. Laju mortalitas alami (M) rajungan sebesar 0.2144 dan laju mortalitas tangkapan (F) sebesar 0.0275,sehingga didapat laju eksploitasi sebesar 11.36%.

Tabel 6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu, Teluk Banten

Laju Nilai (per tahun)

Mortalitas Total (Z) 0,3980

Mortalitas Alami (M) 0,2051

Mortalitas Penangkapan

(F) 0,1929

Eksploitasi (E) 0,4847

Laju eksploitasi rajungan (Portunus pelagicus) di Teluk Banten masing-masing sebesar 0,4847 atau 48.47%. Laju eksploitasi rajungan di Teluk Banten dibawah nilai eksploitasi optimum sebesar 0,5. Nilai laju eksploitasi rajungan ini menyatakan indikasi tidak adanya tekanan penangkapan yang tinggi terhadap stok rajungan di perairan Teluk Banten. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh


(29)

laju eksploitasi. Semakin tinggi tingkat eksploitasi, makin tinggi mortalitas penangkapan. Tingginya laju mortalitas penangkapan dan menurunnya laju mortalitas alami juga dapat menunjukkan dugaan terjadi growth overfishing yaitu sedikitnya jumlah rajungan tua (Sparre & Venema 1999) karena rajungan muda tidak diberikan kesempatan untuk tumbuh sehingga dibutuhkan pengurangan dalam penangkapan.

4.7 Pengelolaan Sumberdaya Rajungan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, kegiatan penangkapan

terhadap sumberdaya rajungan (Portunus pelagicus) masih bisa dikatakan normal.

Hal ini dikarenakan laju eksploitasi tidak melebihi nilai laju eksploitasi optimum sebesar 0.5. Penangkapan berlebih diartikan sebagai jumlah usaha penangkapan sedemikian tinggi dimana stok ikan tidak mempunyai kesempatan (waktu) untuk berkembang, sehingga total hasil tangkapan lebih rendah dibandingkan pada jumlah usaha yang lebih rendah (Sparre & Venema 1992 dan Gulland 1983).

Untuk mencegah terjadinya penurunan potensi sumberdaya rajungan (Portunus pelagicus) di wilayah perairan tersebut dapat dihindari dengan

melakukan pengaturan dan pengelolaan terhadap sumberdaya rajungan (Portunus

pelagicus) yang ada. Untuk mengimbangi agar tidak terjadi dugaan growth overfishing maka dibutuhkan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya rajungan di Teluk Banten yang berlangsung secara berkelanjutan dan tetap lestari. Pengelolaan dapat dilakukan dengan penentuan daerah penangkapan pada musim pemijahan, pengaturan upaya penangkapan, dan pengaturan ukuran mata jaring.

Menurut Susilo (2009), pada perikanan laut dengan biaya operasi penangkapan yang rendah (low cost) yang dipengaruhi oleh kenaikan komponen biaya operasi penangkapan seperti kenaikan harga bahan bakar sebenarnya baik untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Keadaan ini menunjukkan akan terjadi keseimbangan stok ikan di perairan tersebut, walaupun memberikan keuntungan yang terbatas bagi nelayan.

Pengaturan upaya penangkapan (trip) dalam melaksanakan kebijakan

pengelolaan perikanan stok sumberdaya ikan kuniran di Teluk Jakarta dilaksanakan dengan cara mengurangi pengurangan nelayan rajungan atau tidak menambah lagi jumlah unit kapal yang digunakan dalam proses penangkapan


(30)

rajungan (Portunus pelagicus). Langkah ini dilakukan agar sesuai dengan kemampuan produksi dan daya pulih kembali sumberdaya rajungan sehingga kapasitas yang optimal dan lestari dapat terjamin. Agar tidak terjadi masalah baru maka dibutuhkan kerjasama antara pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan pengelola, masyarakat khususnya nelayan serta pihak yang terkait untuk memahami pentingnya kebijakan ini dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan ke depannya.


(31)

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Secara umum pola pertumbuhan rajungan (pelagicus) jantan di Teluk Banten adalah allometrik positif.

2. Persamaan rajungan (pelagicus) yang didapat adalah Lt = 177.45 [1 – e -0.1036(t+0.2665)

].

3. Laju mortalitas alami (M) rajungan sebesar 0.2051 dan laju mortalitas tangkapan (F) sebesar 0.1929. sehingga diketahui laju eksploitasi rajungan betina (E) sebesar 48.47%.

4.2. Saran

Pada penelitian pengkajian stok sumberdaya rajungan perlu adanya penelitian yang sama tetapi pada waktu yang berbeda, kajian lebih lanjut mengenai laju eksploitasi, reproduksi, dan pola distribusi agar penangkapan rajungan tidak dilakukan pada saat pemijahan, serta kajian bioekonomi rajungan.


(32)

i

KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

DANUTA DISKIBIONY

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(33)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Studi Pertumbuhan Rajungan (Portunus pelagicus) Di Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir proposal ini.

Bogor, Maret 2012

Danuta Diskibiony C24070071


(34)

iii

Danuta Diskibiony. C24070071. Studi Pertumbuhan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Dibawah bimbingan Sulistiono dan Mennofatria Boer.

Perairan Teluk Banten merupakan salah satu lokasi kegiatan perikanan tangkap di Banten. Hasil tangkapan para nelayan khususnya yang didaratkan di PPN Karangantu adalah ikan pelagis kecil, dan non ikan, salah satunya adalah rajungan (Portunus pelagicus). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola pertumbuhan dan faktor kondisi rajungan serta perubahan posisi kelompok umur menurut waktu, mengkaji parameter pertumbuhan populasi dan keterkaitannya dengan pengelolaan stok rajungan yang berkelanjutan.

Penelitian ini dilaksanakan di PPN Karangantu, Provinsi Banten. Jumlah rajungan yang diamati dari pengambilan contoh tanggal 10 Februari 2011 sampai dengan 7 April 2011 mencapai 313 ekor. Analisis data yang dilakukan adalah mengenai aspek pertumbuhan. Aspek pertumbuhan dengan menggunakan regresi linier sederhana, diikuti dengan perhitungan faktor kondisi. Pendugaan kelompok ukuran melalui frekuensi lebar karapas dengan menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II (FAO-ICLARM Stock Assesment Tool), selanjutnya dilakukan penghitungan parameter

pertumbuhan (L∞ dan K) melalui metode Ford Wallford.

Rajungan yang dominan tertangkap adalah rajungan jantan daripada rajungan betina dengan perbandingan nisbah kelamin 1.9:1. Pola pertumbuhan rajungan total adalah allometrik positif. Koefisien pertumbuhan (K) rajungan sebesar 0.1036 per tahun dan panjang asimtotik (L) sebesar 177.45 mm.

Kata kunci: analisis frekuensi panjang, FiSAT, rajungan, pertumbuhan, Portunus


(35)

iv

KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

Danuta Diskibiony C240700071

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(36)

v

Judul Skripsi : Studi Pertumbuhan Rajungan (Portunus pelagicus)

Di Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten

Nama Mahasiswa : Danuta Diskibiony

NIM : C24070071

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer,DEA.

NIP. 19630312 198903 1 003 NIP. 19570928 19810 3 1006

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP. 19660728 199103 1 002


(37)

vi

Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Studi Pertumbuhan Rajungan (Portunus pelagicus) di Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten”. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Februari-April 2011.

Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya bagi semua pihak yang telah membantu dalam memberikan bimbingan, masukan, maupun arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat untuk berbagai pihak dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan dan lingkungan perairan khususnya kawasan perairan di Teluk Banten yang berkelanjutan.

Bogor, Maret 2012


(38)

vii

Puji syukur panjatkan kepada ALLAH SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa mengiring perjalanan penulis, terutama dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan, dan saran semua pihak baik moril maupun material. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc. selaku dosen pembimbing I dan Bapak Prof.

Dr. Ir. Mennofatria Boer,DEA. selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, ilmu, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan dan penyelesaian penelitian ini. 2. Bapak Dr. Ir. O. T. S. Ongkers, M.Sc yang banyak memberikan masukan,

saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi.

3. Seluruh dosen Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor yang telah mengajarkan berbagai macam ilmu yang sangat bermanfaat.

4. Seluruh staff TU departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, terimakasih

telah banyak direpotkan dalam masalah administrasi.

5. Kakek saya, Bapak Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo, MS., dan juga nenek saya

Elya Sri Sukapti yang selalu memberikan masukan, saran, nasehat, dan dukungan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi.

6. Ayah saya Ir. Hendiarto, MS., dan Ibu saya Onny Lusiantari, SS yang selalu

mendukung, memberikan kasih sayang, dan semua dukungannya agar saya berhasil dalam menyelesaikan skripsi.

7. Seluruh pegawai PPN Karangantu atas dukungan, bantuannya selama penulis

melaksanakan penelitiannya.

8. Astriana Febrisari untuk segala perhatian, doa, kasih sayang, dukungan, serta kesabaran dalam menyemangati dan membantu penulis untuk menyelesaikan skripsi.


(39)

viii

10.Teman-teman sebimbingan (Alim, Endah, dan Arman) yang telah bersama-sama menghadapi semua rintangan dan saling mendukung.

11.Teman-teman di Komunitas Fotografi (Om Lucky, Didit, Ackup, Kiki,

Gedong, Iqra, Dito, Febri dll) yang selalu mendukung untuk keberhasilan penulisan skripsi.

12.Teman-teman mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan 44 yang selalu

mendukung dalam penulisan ini.

Dan juga kepada semua pihak dan sahabat-sahabat yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu dalam skripsi ini, tetapi saya sangat berterimakasih atas segala kontribusinya yang sangat bermanfaat untuk perkembangan diri saya.


(40)

ix

Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Ir. Bambang Irawan, MS (Alm), dan Onny Lusiantari, S.S. Bogor merupakan kota kelahiran penulis tepatnya tanggal 23 Agustus 1989.

Penulis mengawali pendidikan formal di TK Shinta pada tahun 1994-1995. Pada tahun 1995-2001, penulis meneruskan pendidikannya di SD Negeri Polisi IV Bogor dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun 2001-2004 di SMP Negeri 6 Bogor. Penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor pada tahun 2004-2007.

Penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB pada tahun 2007, diterima sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) dengan supporting course. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan antara lain sebagai staff divisi Budaya Olahraga dan Kesenian, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Institut Pertanian Bogor (IPB) periode 2008/2009 dan periode 2009/2010.

Selama kuliah, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti kegiatan mahasiswa di di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan dan kegiatan di Institut Pertanian Bogor.

Dalam rangka menyelesaikan studi di FPIK, IPB, penulis melakukan

penelitian da menyusun skripsi dengan judul “STUDI PERTUMBUHAN

RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN TELUK BANTEN, KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN”, di bawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer,DEA.


(41)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan ... 3 1.4. Manfaat ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) ... 4 2.2. Alat Tangkap Rajungan ... 5 2.3. Nisbah Kelamin ... 5 2.4. Distribusi Frekuensi Lebar Karapas ... 6 2.5. Pertumbuhan ... 6 2.5.1. Hubungan Lebar dan Bobot ... 7 2.5.2. Faktor Kondisi ... 7 2.5.3. Parameter Pertumbuhan ... 8 2.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ... 8 2.7. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 9

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 10 3.2. Alat dan Bahan ... 11 3.3. Metode Kerja ... 11 3.4. Analisis Data ... 11 3.4.1. Nisbah Kelamin ... 11 3.4.2. Sebaran Frekuensi Lebar Karapas ... 12 3.4.3. Identifikasi Kelompok Umur ... 12 3.4.4. Aspek Pertumbuhan ... 13 3.4.4.1. Hubungan Lebar Bobot ... 13 3.4.4.2. Faktor kondisi ... 14 3.4.4.3. Parameter Pertumbuhan ... 14 3.4.5. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ... 15

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Perairan Teluk Banten ... 18 4.2. Nisbah Kelamin ... 19 4.3. Sebaran Frekuensi Lebar Karapas ... 19


(42)

xi

4.4. Kelompok Umur ... 21 4.5. Pola Pertumbuhan ... 24 4.5.1. Hubungan Lebar dan Bobot ... 24 4.5.2. Faktor Kondisi ... 25 4.5.3. Parameter Pertumbuhan ... 26 4.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi ... 27 4.7. Pengelolaan Sumberdaya Rajungan ... 29 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 31 5.2. Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(43)

xii

Halaman

1. Nisbah kelamin dan proporsi kelamin pada rajungan (P. pelagicus)

di PPN Karangantu, Teluk Banten setiap pengambilan contoh ... 19 2. Sebaran frekuensi lebar karapas rajungan (P. pelagicus) di PPN

Karangantu Teluk Banten ... 20

3. Sebaran kelompok umur rajungan (P. pelagicus) di PPN

Karangantu, Teluk Banten setiap pengambilan contoh ... 23

4. Hubungan lebar bobot rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu,

Teluk Banten setiap pengambilan contoh ... 24

5. Parameter pertumbuhan rajungan (P. pelagicus) di PPN

Karangantu, Teluk Banten setiap pengambilan contoh ... 26 6. Laju mortalitas dan laju eksploitasi rajungan di PPN Karangantu,


(44)

xiii

Halaman

1. Skema perumusan masalah sumberdaya rajungan ... 2 2. Rajungan (P. pelagicus) ... 4 3. Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan ... 5 4. Peta lokasi pengambilan contoh dan daerah penangkapan rajungan

di Teluk Banten ... 10 5. Sebaran frekuensi lebar karapas rajungan (P. pelagicus) jantan

maupun betina di PPN Karangantu Teluk Banten pada bulan

Februari 2011-April 2011 ... 21

6. Frekuensi lebar karapas rajungan (P. pelagicus) di PPN

Karangantu Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011 ... 22

7. Kurva pertumbuhan rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu

Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011 ... 23

8. Hubungan lebar-bobot rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu

Teluk Banten pada bulan Februari 2011-April 2011 ... 24 9. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) di PPN Karangantu Teluk

Banten pada bulan Februari 2011-April 2011 ... 25 10. Kurva pertumbuhan Von Bertalanffy rajungan (P. pelagicus) di

PPN Karangantu Teluk Banten ... 27 11. Kurva hasil tangkapan rajungan (P. pelagicus) yang dilinearkan


(45)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lebar karapas dan bobot rajungan (P. pelagicus) di PPN

Karangantu, Teluk Banten setiap pengambilan contoh ... 35 2. Uji t nilai b hubungan lebar dan bobot rajungan (P. pelagicus)

jantan di PPN Karangantu, Teluk Banten pada pengambilan contoh

pertama ... 40 3. Uji t nilai b hubungan lebar dan bobot rajungan (P. pelagicus)

jantan di PPN Karangantu, Teluk Banten pada pengambilan

contoh kedua ... 41 4. Uji t nilai b hubungan lebar dan bobot rajungan (P. pelagicus)

jantan di PPN Karangantu, Teluk Banten pada pengambilan contoh

ketiga ... 42 5. Uji t nilai b hubungan lebar dan bobot rajungan (P. pelagicus)

jantan di PPN Karangantu, Teluk Banten pada pengambilan contoh

keempat ... 43 6. Uji t nilai b hubungan lebar dan bobot rajungan (P. pelagicus)

jantan di PPN Karangantu, Teluk Banten pada pengambilan contoh

kelima ... 44 7. Uji t nilai b hubungan lebar dan bobot rajungan (P. pelagicus)

betina di PPN Karangantu, Teluk Banten pada pengambilan contoh

pertama ... 45 8. Uji t nilai b hubungan lebar dan bobot rajungan (P. pelagicus)

betina di PPN Karangantu, Teluk Banten pada pengambilan contoh

kedua ... 46 9. Uji t nilai b hubungan lebar dan bobot rajungan (P. pelagicus)

betina di PPN Karangantu, Teluk Banten pada pengambilan contoh

ketiga ... 47 10. Uji t nilai b hubungan lebar dan bobot rajungan (P. pelagicus)

betina di PPN Karangantu, Teluk Banten pada pengambilan contoh

keempat ... 48 11. Uji t nilai b hubungan lebar dan bobot rajungan (P. pelagicus)

betina di PPN Karangantu, Teluk Banten pada pengambilan contoh

kelima ... 49 12. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) jantan di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 10 Februari 2011 ... 50 13. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) jantan di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 24 Februari 2011 ... 51 14. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) jantan di PPN Karangantu,


(46)

xv

15. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) jantan di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 24 Maret 2011 ... 53 16. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) jantan di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 7 April 2011 ... 54 17. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 10 Februari 2011 ... 55 18.Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 24 Februari 2011 ... 56 19.Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 10 Maret 2011 ... 57 20.Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 24 Maret 2011 ... 58 21.Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu,


(47)

1.1. Latar Belakang

Teluk Banten merupakan bagian dari perairan Laut Jawa, dengan luas permukaan totalnya 150 km2 dan termasuk perairan dangkal dengan turbiditas tinggi serta panjang pantai 22 km. Perairan Teluk ini terletak di bagian utara Provinsi Banten dengan dasar perairan pada umumnya lumpur berpasir. Kawasan ini terdapat beberapa pulau kecil seperti Pulau Panjang, Pulau Pamujan Kecil, Pulau Pamujan Besar, Pulau Semut, Pulau Tarahan, Pulau Pisang, Pulau Gosong Delapan, Pulau Kubur, Pulau Tanjung Gundul, Pulau Lima dan Pulau Dua (Miskiya 2003).

Sumberdaya ikan yang tersedia di perairan ini sangat beragam, mulai dari jenis ikan sampai krustacea. Salah satu tempat pendaratan ikan yang berada dekat dengan Teluk Banten adalah Pelabuhan Perikanan Pantai Karangantu.

Rajungan merupakan jenis crustacea yang dominan ditangkap oleh para nelayan di Perairan Teuk Banten dengan bubu atau jaring rajungan. Hal ini dibuktikan dengan Statistik Perikanan PPN Karangantu yang menunjukan bahwa produksi rajungan setiap tahun mengalami peningkatan. Rajungan menjadi salah satu komoditi crustacea yang bernilai ekonomis tinggi, hal ini dikarenakan komoditi ini sangat diminati oleh masyarakat, baik dalam dan luar negeri. Di Indonesia sendiri, rajungan masih merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi yang diekspor terutama ke negara Amerika, Jepang, dan Belanda. Rajungan biasanya diekspor dalam bentuk segar maupun sudah menjadi olahan (dalam kaleng).

Pada pengelolaan perikanan rajungan yang berkelanjutan diperlukan informasi biologis maupun data hasil tangkapan. Menurut Widodo & Suadi (2006), langkah langkah yang berkaitan dengan pengelolaan perikanan mencakup kegiatan pengumpulan data mengenai bioogi, ekonomi, dan sosial perikanan. Kemudian data yang diperoleh diolah kedalam bentuk informasi yang berguna untuk membuat keputusan dalam pengelolaan, penetapan, serta memantau pelaksanaan keputusan pengelolaan tersebut.


(48)

1.2. Perumusan masalah

Pengkajian stok merupakan gambaran mengenai nilai dugaan besarnya biomasa rajungan dalam waktu tertentu menggunakan aplikasi ilmu statistika dan matematika sehingga diperoleh status stok rajungan secara kuantitatif untuk kepentingan pendugaan stok ikan dan alternatif kebijakan ke depan. Sebaran frekuensi lebar karapas dan hubungan lebar bobot merupakan informasi dasar yang sangat penting untuk melihat laju pertumbuhan dan merupakan salah satu faktor pertimbangan utama dalam menetapkan strategi pengelolaan perikanan suatu sumberdaya rajungan tertentu.

Gambar 1. Skema perumusan masalah sumberdaya rajungan Eksploitasi

Penangkapan

Karakteristik Fisika-Kimia Perairan

Analisis Pengkajian Stok Data Hasil

Tangkapan

Pemanfaatan Sumberdaya Berkelanjutan


(49)

Sifat dasar sumberdaya perikanan adalah milik bersama (common property), yang pemanfaatannya dapat digunakan pada waktu bersamaan oleh lebih dari satu individu atau satuan ekonomi (open acces). Sifat dasar inilah yang memudahkan keluar masuknya individu atau pelaku usaha dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Rajungan merupakan hasil salah satu tangkapan yang bernilai ekonomis. Rajungan ini dipasarkan dalam keadaan segar maupun dalam bentuk olahan berupa fillet daging. Semakin tinggi permintaan pasar terhadap rajungan, maka semakin tinggi pula proses penangkapan rajungan yang cenderung tidak terkendali. Hal ini terlihat dari hasil tangkapan yang berukuran kecil yang dapat diduga bahwa rajungan telah mengalami eksploitasi yang berlebih.

Melihat pentingnya peranan informasi pertumbuhan, baik berdasarkan lebar karapas maupun bobot, serta belum tersedianya informasi yang berkaitan dengan rajungan (Portunus pelagicus), diperlukan suatu kajian/penelitian yaitu studi kasus tentang penyebaran kelompok umur berdasarkan analisis frekuensi lebar karapas berikut hubungan lebar karapas dengan bobot tubuh rajungan. Selain itu nilai lebar karapas dan bobot tersebut dapat memberikan nilai faktor kondisi (condition factor) rajungan yang dapat menggambarkan kondisi stok rajungan di perairan Teluk Banten.

1.3. Tujuan

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengkaji pola pertumbuhan dan faktor kondisi rajungan (Portunus

pelagicus) di perairan Teluk Banten.

2. Menduga parameter pertumbuhan populasi rajungan (Portunus pelagicus)

di perairan Teluk Banten.

3. Menentukan laju mortalitas dan laju eksploitasi rajungan di Teluk Banten

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi biologis

mengenai rajungan (Portunus pelagicus), berupa laju pertumbuhan, kisaran lebar

dari rajungan yang tertangkap, hubungan lebar dan berat, mortalitas, laju eksploitasi, yang nantinya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan perikanan rajungan di Perairan Teluk Banten.


(50)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Rajungan (Portunus pelagicus)

Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Malacostrata

Ordo : Decapoda

Famili : Portunoidea

Genus : Portunus

Spesies :Portunus pelagicus (Linnaeus, 1758)

Gambar 2. Rajungan (Portunus pelagicus)

Berdasarkan Nontji (1993) in Miskiya (2003) menyatakan bahwa

morfologi rajungan adalah memiliki karapas yang berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik (Gambar 2). Warna karapas pada rajungan jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak putih terang, sedangkan rajungan betina memiliki warna karapas hijau kecoklat-coklatan dengan bercak putih suram. Rajungan memiliki lima pasang kaki yang beruas-ruas. Sepasang kaki pertama pada bagian ujung terdapat capit bergigi. Kaki-kaki rajungan berjejer dari muka ke belakang pada kedua sisi tubuhnya, sehingga rajungan apabila berjalan arahnya


(51)

menyamping. Rajungan jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dan capit yang lebih panjang dibandingkan rajungan betina.

2.2. Alat Tangkap Rajungan

Untuk melakukan penangkapan rajungan di perairan Teluk Banten, ada dua alat tangkap yang digunakan, yaitu jaring rajungan dan bubu. Jaring rajungan sendiri merupakan modifikasi dari jaring insang yang dirubah ukuran mesh

size-nya. Selain itu juga dilakukan modifikasi pada lebar jaring, apabila pada jaring insang biasanya lebar jaring lebih pendek dibandingkan panjangnya, maka pada

jaring rajungan lebar jaring diperpanjang dengan tujuan mendapatkan mesh depth

yang lebih banyak, dikarenakan rajungan memiliki habitat hidup di sekitar dasar perairan. Selain jaring rajungan, alat tangkap lain yang digunakan adalah bubu. Bubu adalah alat tangkap yang umum dikenal di kalangan nelayan yang berupa jebakan, dan bersifat pasif. Bubu biasa disebut perangkap “traps” dan penghadang

guiding barriers”.

Gambar 3. Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan rajungan yang didaratkan di PPN Karangantu, Teluk Banten

2.3. Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin merupakan perbandingan jumlah rajungan jantan dengan rajungan betina dalam suatu populasi. Perbedaan jenis kelamin dapat ditentukan melalui perbedaan morfologi tubuh atau perbedaan warna tubuh. Menurut Bal & Rao (1984) in Tampubolon (2008), kondisi nisbah kelamin yang ideal yaitu memiliki ratio 1:1. Kondisi nisbah kelamin penting diketahui karena berpengaruh terhadap kestabilan suatu populasi. Perbandingan 1:1 ini sering menyimpang, antara lain disebabkan oleh perbedaan pola tingkah laku rajungan jantan dan betina, dan laju pertumbuhannya (Nasabah 1996 in Ismail 2006).


(52)

Menurut Effendie (2002), perbandingan ratio di alam tidaklah mutlak. Hal ini dipengaruhi oleh adanya pola distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan. Keseimbangan nisbah kelamin dapat berubah menjelang pemijahan.

2.4. Distribusi Frekuensi Lebar Karapas

Semua metode pendugaan stok pada intinya memerlukan masukan data komposisi umur. Beberapa metode numerik telah dikembangkan yang memungkinkan dilakukannya konversi atas data frekuensi panjang dalam komposisi umur. Analisis data frekuensi panjang bertujuan untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks kedalam sejumlah umur (Sparre & Venema 1999). Iversen (1996) in Sharif (2009) menyebutkan bahwa terdapat faktor pembatas dalam analisis frekuensi panjang yaitu penentuan umur mempersyaratkan banyak contoh dengan selang waktu yang lebar dan umur pada saat pertama kali tertangkap seharusnya diketahui untuk

menditeksi kelompok umur pertama. Menurut Lagler (1997) in Sparre & Venema

(1999), perbedaan ukuran antar jenis kelamin kemungkinan disebabkan oleh adanya faktor genetik.

Analisis frekuensi panjang memiliki kegunaan untuk menentukan umur dan membandingkan pada metode lain yang menggunakan struktur lebih rumit (Pauly 1984).

2.5. Pertumbuhan

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai pertambahan dari ukuran lebar karapas atau bobot tubuh dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan merupakan suatu indikator yang baik untuk melihat kondisi kesehatan individu, populasi, dan lingkungan. Pertumbuhan dipengaruhi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu jumlah makanan yang tersedia dan kualitas air. Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan adalah keturunan, jenis kelamin, umur, dan penyakit (Effendie 2002). Laju pertumbuhan yang cepat menunjukkan kelimpahan makanan dan kondisi lingkungan tempat hidup yang sesuai (Tutupoho 2008).


(53)

Pertumbuhan rajungan juga dipengaruhi oleh perbedaan musim. Hal ini dikarenakan perubahan musim akan menyebabkan perubahan ketersediaan makanan, perubahan suhu yang akan memberikan pengaruh terhadap aktivitas makan serta aktivitas memijah. Kualitas dan kuantitas makanan merupakan hal yang paling mempengaruhi pertumbuhan, namun temperatur juga memiliki pengaruh yang besar pada wilayah tertentu.

2.5.1. Hubungan Lebar Bobot

Analisa mengenai hubungan lebar-bobot dapat digunakan untuk mempelajari pola pertumbuhan. Lebar karapas pada rajungan dimanfaatkan untuk menjelaskan pertumbuhannya, sedangkan bobot dapat dianggap sebagai suatu fungsi dari lebar tersebut. Hubungan lebar-bobot hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa bobot rajungan merupakan hasil pangkat tiga dari lebarnya.

Nilai pangkat (b) dari analisis tersebut menjelaskan pola pertumbuhan. Nilai b lebih besar dari 3 menunjukan bahwa pertumbuhan bersifat allometrik positif, artinya pertumbuhan bobot lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan lebar karapas. Nilai b lebih kecil dari 3 menunjukan bahawa pertumbuhan bersifat allometrik negatif, artinya pertumbuhan lebar karapas lebih besar dibandingkan dengan perttumbuhan bobot. Apabila nila b sama dengan 3 maka pertumbuhannya bersifat isometrik, artinya pertumbuhan lebar karapas dan bobotnya seimbang.

2.5.2. Faktor Kondisi

Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Faktor kondisi juga digunakan untuk mengetahui kemontokan ikan dalam bentuk angka dan faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan berat. Faktor kondisi merupakan salah satu ekspresi pertumbuhan rajungan

Faktor kondisi secara kuantitatif dibutuhkan untuk melihat kondisi rajungan yang berhubungan dengan beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhinya pada kurun waktu tertentu. Adanya perubahan faktor lingkungan secara periodik akan mempengaruhi kondisi dari rajungan tersebut. Faktor kondisi dapat naik turun. Faktor kondisi juga dipengaruhi oleh indeks


(54)

relatif penting makanan dan pada rajungan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad.

2.5.3. Parameter Pertumbuhan

Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy merupakan persamaan yang umumnya digunakan dalam studi pertumbuhan suatu populasi. Menurut Beverton & Holt (1957) mengatakan bahwa persamaan Von Bertalanffy menunjukan representasi pertumbuhan suatu populasi yang memuaskan. Hal ini dikarenakan persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy berdasarkan konsep fisiologis sehingga bisa digunakan untuk mengetahui beberapa masalah seperti variasi pertumbuhan karena ketersediaan makanan. Model Ford Walford merupakan model sederhana

untuk menduga parameter pertumbuhan L∞ dan K dari persamaan Von

Bertalanffy dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (Sparre & Venema 1999). Metode ini memerlukan masukan lebar karapas rata-rata dari beberapa kelompok ukuran.

Parameter-parameter yang digunakan untuk menduga pertumbuhan

populasi yaitu panjang infinitif (L∞) merupakan lebar karapas maksimum secara

teoritis dan koefisien pertumbuhan (K), dan t0 merupakan umur teoritis pada saat

panjang sama dengan nol (Sparre & Venema 1999). Parameter pertumbuhan memiliki peranan yang penting dalam pengkajian stok ikan. Salah satu aplikasi yang sederhana adalah untuk mengetahui lebar karapas rajungan pada saat umur

tertentu atau dapat menggunakan inverse persamaan pertumbuhan Von

Bertalanffy maka dapat diketahui umur pada saat panjang tertentu. Dengan demikian penyusunan perencanaan pengelolaan akan lebih mudah.

2.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Mortalitas suatu kelompok rajungan yang mempunyai umur yang sama dan berasal dari stok yang sama atau sering disebut kohort. Mortalitas yang terjadi bisa disebabkan karena adanya penangkapan dan juga adanya sebab-sebab lain yang disebut natural mortality yang meliputi berbagai peristiwa kematian karena adanya predasi, penyakit, dan umur (Sparre & Venema 1999). Laju mortalitas total (Z) adalah penjumlahan dari laju mortalitas alami (M) dan laju mortalitas penangkapan (King 1995).


(1)

Lampiran 17. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 10 Februari 2011

L B JK Log L Log B FK FK rata rata

73 22,8 B 1,8633 1,3579 1,3611 1,2037

76 20,1 B 1,8808 1,3032 1,0489

79 26,2 B 1,8976 1,4183 1,2013

87 38,1 B 1,9395 1,5809 1,2658 1,2593

89 35,9 B 1,9494 1,5551 1,1055

91 49,2 B 1,9590 1,6920 1,4066

98 71,4 B 1,9912 1,8537 1,5937 1,3175

100 49,5 B 2,0000 1,6946 1,0328

105 74,8 B 2,0212 1,8739 1,3259

113 84,5 B 2,0531 1,9269 1,1721 1,2449

113 95 B 2,0531 1,9777 1,3177

120 106,9 B 2,0792 2,0290 1,2131 1,2198

124 120,6 B 2,0934 2,0813 1,2266

134 170,4 B 2,1271 2,2315 1,3375 1,2223

139 159,4 B 2,1430 2,2025 1,1071


(2)

Lampiran 18. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 24 Februari 2011

L B JK Log L Log B Fk Fk rata rata

65 18,2 B 1,8129 1,2601 0,8553 0,9558

65 20,6 B 1,8129 1,3139 0,9681

75 41,5 B 1,8751 1,6180 1,3299

75 20,9 B 1,8751 1,3201 0,6698

83 34,1 B 1,9191 1,5328 0,8332 0,9181

85 40,5 B 1,9294 1,6075 0,9285

85 43,3 B 1,9294 1,6365 0,9927

90 42 B 1,9542 1,6232 0,8263 0,8992

95 57,1 B 1,9777 1,7566 0,9721

100 70,7 B 2,0000 1,8494 1,0493 0,9101

100 68,4 B 2,0000 1,8351 1,0152

100 66,7 B 2,0000 1,8241 0,9899

100 78,1 B 2,0000 1,8927 1,1591

105 67,9 B 2,0212 1,8319 0,8844

105 42,1 B 2,0212 1,6243 0,5484

105 53,8 B 2,0212 1,7308 0,7008

105 71,7 B 2,0212 1,8555 0,9339

108 75,3 B 2,0334 1,8768 0,9096

109 84,2 B 2,0374 1,9253 0,9923 0,8526

110 73 B 2,0414 1,8633 0,8396

110 61,3 B 2,0414 1,7875 0,7050

110 75,4 B 2,0414 1,8774 0,8672

110 46 B 2,0414 1,6628 0,5290

115 115,8 B 2,0607 2,0637 1,1824

120 98,3 B 2,0792 1,9926 0,8957 0,9426

125 145,9 B 2,0969 2,1641 1,1919

130 125 B 2,1139 2,0969 0,9194

130 103,8 B 2,1139 2,0162 0,7635

135 180,5 B 2,1303 2,2565 1,2001 1,2001


(3)

Lampiran 19. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 10 Maret 2011

L B JK Log L Log B FK FK rata rata

84 79 B 1,924279 1,897627 1,774813 1,3409969 85 83,7 B 1,929419 1,922725 1,83339

85 39 B 1,929419 1,591065 0,854268 86 42,2 B 1,934498 1,625312 0,901517

94 48,6 B 1,973128 1,686636 0,858322 0,822731616 94 64 B 1,973128 1,80618 1,130301

97 52,4 B 1,986772 1,719331 0,865275 97 55,1 B 1,986772 1,741152 0,90986 98 50,9 B 1,991226 1,706718 0,822263 99 17,6 B 1,995635 1,245513 0,27821

100 65,4 B 2 1,815578 1,01181

100 37,1 B 2 1,569374 0,573978 100 61,7 B 2 1,790285 0,954567

103 77,7 B 2,012837 1,890421 1,128436 1,079853308 103 67,5 B 2,012837 1,829304 0,980301

104 74,4 B 2,017033 1,871573 1,058403 104 81,4 B 2,017033 1,910624 1,157984 105 77,8 B 2,021189 1,89098 1,084342 105 69,2 B 2,021189 1,840106 0,964479 110 107,2 B 2,041393 2,030195 1,352559 110 84,5 B 2,041393 1,926857 1,06615 111 98 B 2,045323 1,991226 1,212771 113 44,4 B 2,053078 1,647383 0,528862 113 89,4 B 2,053078 1,951338 1,064872 113 114,1 B 2,053078 2,057286 1,359081

115 94,9 B 2,060698 1,977266 1,08874 1,049163886 116 92,5 B 2,064458 1,966142 1,041729

120 91,2 B 2,079181 1,959995 0,955229 120 111,1 B 2,079181 2,045714 1,163662 123 106,3 B 2,089905 2,026533 1,056093 123 99,6 B 2,089905 1,998259 0,989529


(4)

Lampiran 20. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 24 Maret 2011

L B JK Log L Log B FK FK rata rata

75 30,2 B 1,8751 1,4800 1,347051 1,347051284 85 30,6 B 1,9294 1,4857 0,929927 0,929927076 101 51,6 B 2,0043 1,7126 0,924147 0,924147393 105 60,8 B 2,0212 1,7839 0,966677 1,272633269 110 100,1 B 2,0414 2,0004 1,379979

114 80,5 B 2,0569 1,9058 0,994665 115 90,7 B 2,0607 1,9576 1,091088 115 160,5 B 2,0607 2,2055 1,930757

120 100,3 B 2,0792 2,0013 1,058978 1,103370668 120 90,8 B 2,0792 1,9581 0,958676

120 83,6 B 2,0792 1,9222 0,882658 125 100,6 B 2,0969 2,0026 0,937198 125 118,5 B 2,0969 2,0737 1,103956 125 180,2 B 2,0969 2,2558 1,678758

132 100,4 B 2,1206 2,0017 0,79144 1,230704889 135 150,1 B 2,1303 2,1764 1,104443

135 250,1 B 2,1303 2,3981 1,840248 140 180,3 B 2,1461 2,2560 1,186688

153 190,3 B 2,1847 2,2794 0,954008 0,954007543


(5)

Lampiran 21. Faktor kondisi rajungan (P. pelagicus) betina di PPN Karangantu,

Teluk Banten pada pengambilan contoh 7 April 2011

L B JK Log L Log B FK FK rata rata

94 57,2 B 1,973128 1,757396 1,009167 0,944151573 99 56,6 B 1,995635 1,752816 0,879136

100 64,5 B 2 1,80956 0,977394 0,977394133

112 50,4 B 2,049218 1,702431 0,578033 0,876998397 113 104,8 B 2,053078 2,020361 1,175964

115 87,6 B 2,060698 1,942504 0,94147 0,9968327 120 108,7 B 2,079181 2,03623 1,052195

125 128,5 B 2,09691 2,108903 1,125094 1,086853336 125 158,9 B 2,09691 2,201124 1,391265

130 93,6 B 2,113943 1,971276 0,744201

135 113,8 B 2,130334 2,056142 0,824643 0,824642674 140 141,3 B 2,146128 2,150142 0,936354 0,936354361


(6)

iii

Danuta Diskibiony. C24070071. Studi Pertumbuhan Rajungan (

Portunus

pelagicus

) di Perairan Teluk Banten, Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

Dibawah bimbingan Sulistiono dan Mennofatria Boer.

Perairan Teluk Banten merupakan salah satu lokasi kegiatan perikanan

tangkap di Banten. Hasil tangkapan para nelayan khususnya yang didaratkan di

PPN Karangantu adalah ikan pelagis kecil, dan non ikan, salah satunya adalah

rajungan (Portunus pelagicus). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pola

pertumbuhan dan faktor kondisi rajungan serta perubahan posisi kelompok umur

menurut waktu, mengkaji parameter pertumbuhan populasi dan keterkaitannya

dengan pengelolaan stok rajungan yang berkelanjutan.

Penelitian ini dilaksanakan di PPN Karangantu, Provinsi Banten. Jumlah

rajungan yang diamati dari pengambilan contoh tanggal 10 Februari 2011 sampai

dengan 7 April 2011 mencapai 313 ekor. Analisis data yang dilakukan adalah

mengenai aspek pertumbuhan. Aspek pertumbuhan dengan menggunakan regresi

linier sederhana, diikuti dengan perhitungan faktor kondisi. Pendugaan kelompok

ukuran melalui frekuensi lebar karapas dengan menggunakan metode NORMSEP

(Normal Separation) yang dikemas dalam paket program FiSAT II

(FAO-ICLARM

Stock Assesment Tool), selanjutnya dilakukan penghitungan parameter

pertumbuhan (L∞ dan K) melalui

metode Ford Wallford.

Rajungan yang dominan tertangkap adalah rajungan jantan daripada

rajungan betina dengan perbandingan nisbah kelamin 1.9:1. Pola pertumbuhan

rajungan total adalah allometrik positif. Koefisien pertumbuhan (K) rajungan

sebesar 0.1036 per tahun dan panjang asimtotik (L

) sebesar 177.45 mm.

Kata kunci: analisis frekuensi panjang, FiSAT, rajungan, pertumbuhan, Portunus

pelagicus, Teluk Banten