Pemurnian dan pencirian protease dari isolat bakteri W-1 yang dihasilkan oleh tauco hitam
PEMURNIAN DAN PENCIRIAN PROTEASE DARI ISOLAT
BAKTERI W-1 YANG DIHASILKAN OLEH TAUCO HITAM
WIWIT KUMALA DEWI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
ABSTRAK
WIWIT KUMALA DEWI. Pemurnian dan Pencirian Protease dari Isolat Bakteri W-1
yang Dihasilkan oleh Tauco Hitam. Dibimbing oleh IRMA H SUPARTO dan YANTI.
Enzim protease dari isolat bakteri W-1 yang diisolasi dari tauco hitam memiliki
aktivitas fibrinolitik. Penelitian ini bertujuan memurnikan dan mencirikan protease dari
isolat bakteri yang diisolasi dari tauco hitam yang merupakan salah satu makanan
fermentasi tradisional Indonesia.
Ekstrak enzim dimurnikan dengan presipitasi amonium sulfat kejenuhan 70%,
dialisis (cut off 10 kD), dan kromatografi penukar ion DEAE Sepharose. Pemurnian
menghasilkan satu fraksi enzim aktif. Aktivitas spesifik fraksi aktif adalah 3.860 U/mg
dengan tingkat kemurnian 11.42 kali dibandingkan dengan ekstrak enzim kasar. Hasil
analisis SDS-PAGE 15% memperlihatkan fraksi aktif protease terdiri atas 2 pita protein
(29.7 dan 33.3 kD). Aktivitas optimum protease dicapai pada suhu 50oC dan pH 7. Uji
zimogram 15% memperlihatkan bahwa protease mampu menghidrolisis substrat kasein
dan fibrinogen dengan konsentrasi 0,01% (b/v). Aktivitas enzim protease menurun
dengan adanya penambahan ion Na+, K+, Mg2+, Mn2+, dan Cu2+ (5 mM). Protease ekstrak
kasar dihambat spesifik oleh inhibitor fenilmetilsulfonilklorida, N-p-tosil-L-lisin
klorometilketon, dan soybean trypsine inhibitor sehingga digolongkan ke dalam
kelompok protease serina.
ABSTRACT
WIWIT KUMALA DEWI. Purification and Characterization of Protease Produced from
Bacteria W-1 Isolated from Black Tauco. Under the direction of IRMA H SUPARTO and
YANTI.
Protease which was produced by bacteria W-1 isolated from black tauco an
Indonesian traditional fermented food, showed fibrinolytic activity. Therefore, the
purpose of this research was to study the purification and characterization of protease
produced by bacteria W-1 isolated from black tauco.
The extract of protease went through several steps of purification using
ammonium sulfate 70% saturation, dialyzed (cut-off 10 kD), and ion-exchange
chromatographed using DEAE Sepharose. The result of the study showed one active
fraction of enzyme. The specific activity of this fraction was 3.860 U/mg. Compared to
the crude extract it has 11.42 fold higher purification. The enzyme revealed to have two
protein bands at fraction 7 (29.7 dan 33.3 kD). Its optimum activity was achieved at pH 7
and temperature 50ºC. Protease effectively hydrolyzed casein and fibrinogen at 0.01%
concentration by zymogram 15%. The protease enzyme activity decreased by the addition
of ions Na+, K+, Mg2+, Mn2+, dan Cu2+ (5 mM). This enzyme was inhibited strongly by
phenylmethylsulphonylfluoride, N-p-tosil-L-lisin chlorometilketon, and soybean trypsin
inhibitor. Therefore, this enzyme that was purified from black tauco can be classified as
serine protease.
PEMURNIAN DAN PENCIRIAN PROTEASE DARI ISOLAT
BAKTERI W-1 YANG DIHASILKAN OLEH TAUCO HITAM
WIWIT KUMALA DEWI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul :
Pemurnian dan Pencirian Protease dari Isolat Bakteri W-1 yang
Dihasilkan oleh Tauco Hitam
Nama : Wiwit Kumala Dewi
NIM : G01400049
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
dr Irma H Suparto, M.S.
NIP 131606776
Yanti, M.Si.
NIP 120041094
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M. S.
NIP 131473999
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Duri-Riau pada tanggal 26 Februari 1982 dari ayah Ali Suar
dan ibu Zamnidar. Penulis merupakan putri keempat dari enam bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Mandau dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis
diterima di Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan praktik lapangan di
Laboratorium Biosistematika dan Genetika, Bidang Mikrobiologi Pusat Penelitian
Biologi LIPI, Bogor pada tahun 2004.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Desember 2005 dengan judul Pemurnian dan
Pencirian Protease dari Isolat Bakteri W-1 yang Dihasilkan oleh Tauco Hitam. Penelitian
dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Teknologi Enzim, Fakultas Teknobiologi,
Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr Irma H Suparto, M.S dan Yanti, M.Si selaku
pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, saran, dan pengarahan kepada
penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan untuk keluarga tercinta Papa, Mama, kakak-kakakku, adikku (Budi dan Elin),
dan keponakanku (Imam, Alif, Abin, dan Caca), yang telah memberikan kasih sayang
serta doanya dalam membantu penulis menyelesaikan tugas ini. Ucapan terimakasih
kepada Muhamad Arief Setiawan atas dukungan dan doanya. Penelitian ini juga tidak
lepas dari bantuan beberapa pihak, oleh karena itu penghargaan penulis sampaikan
kepada Mas Yudi, Mas Bambang, Mas Ridwan (Laboratorium Biokimia dan Teknologi
Enzim Atma Jaya), Santi, dan Dian selaku rekan-rekan seperjuangan dalam pelaksanaan
penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Cicih, Iduy, dan Zendy atas diskusi
dan masukan-masukan yang sangat berharga, teman-teman angkatan 37 (khususnya C-8)
dan 38 atas kebersamaannya, dan mas Hery atas bantuannya selama ini. Serta semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2006
Wiwit Kumala Dewi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................... xi
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Tauco .......................................................................................................................... .1
Protease fibrinolitik..................................................................................................... 2
Pemurnian enzim ........................................................................................................ 3
SDS-PAGE dan zimografi .......................................................................................... 4
Kromatografi penukar ion........................................................................................... 4
BAHAN DAN METODE
Alat dan bahan ........................................................................................................... 5
Metode penelitian........................................................................................................ 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan isolat yang berasal dari sampel tauco hitam .............................................. 8
Produksi dan ekstraksi enzim ..................................................................................... 8
Hasil Pemurnian enzim............................................................................................... 8
Hasil Presipitasi .......................................................................................................... 8
Hasil Dialisis............................................................................................................... 8
Hasil Kromatografi penukar ....................................................................................... 9
Hasil karakterisasi enzim ............................................................................................ 9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ..................................................................................................................... 14
Saran ........................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14
LAMPIRAN......................................................................................................................16
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sumber-sumber enzim fibrinolitik dan penciriannya ................................................. 3
2 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk SDS-PAGE dan zimografi............... 7
3 Hasil pemurnian enzim protease dari isolat bakteri W-1............................................ 9
4 Ciri biokimiawi enzim protease dari isolat bakteri W-1 ............................................. 13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Tauco hitam .............................................................................................................. 2
2
Pertumbuhan isolat W-1 pada 37ºC .......................................................................... 7
3
Pengaruh konsentrasi amonium sulfat terhadap terhadap kadar protein pada
supernatan ekstrak enzim kasar ................................................................................. 8
4
Fraksinasi protease dari isolat bakteri W-1 dengan kolom penukar anion DEAESepharose................................................................................................................... 9
5
Pengaruh suhu terhadap aktivitas ekstrak enzim kasar, dialisat, dan eluat .............. 10
6
Pengaruh suhu terhadap aktivitas residual ekstrak enzim kasar, dialisat, dan eluat.. 10
7
Pengaruh pH terhadap aktivitas ekstrak enzim kasar, dialisat, dan eluat ................. 10
8
Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas residual ekstrak enzim kasar dan dialisat ..... 11
9
Pengaruh ion logam terhadap aktivitas residual ekstrak enzim kasar dan dialisat ... 12
10 Analisis SDS-PAGE 15% ekstrak enzim kasar, eluat, dan standar........................... 12
11 Analisis zimografi 15% pada fraksi eluat dengan substrat kasein (A), substrat
fibrinogen (B), substrat albumin (C) , dan substrat gelatin (D) .............................. 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Prosedur pembuatan pereaksi kimia .......................................................................... 17
2
Diagram alir penelitian .............................................................................................. 18
3
Diagram produksi ekstrak kasar ................................................................................ 19
4
Contoh perhitungan aktivitas enzim (U/ml) dan aktivitas enzim spesifik ................. 20
5
Pembuatan kurva standar Bradford ........................................................................... 21
6
Data pengaruh suhu, pH, waktu, inhibitor, dan ion logam terhadap aktivitas protease
dari ekstrak kasar tauco hitam ................................................................................... 22
7
Data pengaruh suhu, pH, waktu, inhibitor, dan ion logam terhadap aktivitas protease
dari dialisat tauco hitam............................................................................................. 23
8
Data pengaruh suhu, pH, waktu, inhibitor, dan ion logam terhadap aktivitas protease
dari eluat hitam.......................................................................................................... 24
9
Pembuatan kurva standar SDS-PAGE 15% .............................................................. 25
PENDAHULUAN
Penelitian ilmiah terhadap makanan hasil
fermentasi di Indonesia seperti tempe, tahu,
tauco, dadih, brem, oncom, yoghurt, dan tape
sudah dimulai pada akhir abad ke-19. Salah
satu makanan hasil fermentasi tradisional
Indonesia yang diteliti dan dikembangkan
adalah tauco yang merupakan produk kedelai
berbentuk pasta, ada yang berwarna kuning
dan ada yang berwarna hitam, rasanya agak
asin, dibuat dengan cara fermentasi
menggunakan kapang Aspergillus oryzae
(Wood 1985). Makanan fermentasi ini kaya
akan kandungan vitamin B2, vitamin C, dan
asam folat (Sarwono 2004).
Pada dasarnya proses fermentasi bertujuan
memperbanyak
jumlah
mikrob
dan
meningkatkan metabolisme mikrob tersebut di
dalam substrat. Jenis mikrob disesuaikan
dengan produk akhir yang diinginkan.
Makanan
hasil
fermentasi
biasanya
mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi
daripada bahan asalnya. Hal ini disebabkan
karena mikrob bersifat katabolitik dan dapat
mensintesis beberapa vitamin yang kompleks
seperti riboflavin, vitamin B12, dan
provitamin A (Winarno et al. 1980).
Penelitian di Korea menunjukkan bahwa
produk-produk fermentasi seperti kecap dan
tauco mengandung beberapa jenis peptida
yang berfungsi menekan sel tumor, sebagai
anti-hipertensi dan anti-trombotik. Selain itu
produk fermentasi tidak hanya digunakan
sebagai bahan makanan tetapi lebih sebagai
pangan fungsional yang mempunyai nilai
kesehatan yang sangat tinggi.
Baru-baru ini penelitian dilakukan dengan
mengisolasi enzim fibrinolitik dari ekstrak
alami untuk memperoleh enzim fibrinolitik
dengan spesifitas yang tinggi dan harga yang
murah. Penelitian ini berhasil memurnikan
dan mencirikan isozim fibrinolitik dari cacing
tanah Lumbricus rubellus Indonesia. Di
samping lumbrokinase, beberapa enzim
fibrinolitik dilaporkan telah diisolasi dari
isolat Bacillus sp. yang berasal dari makanan
fermentasi tradisional beberapa negara
diantaranya adalah Jepang (natto) (Seo dan
Lee 2004), Korea (chungkok-jang) (Kim et al.
1996),
dan
Thailand
(thua-nao)
(Chantawannakul et al. 2002).
Penelitian
yang
dilakukan
adalah
memurnikan
dan
mencirikan
enzim
fibrinolitik dari isolat potensial yang diisolasi
dari tauco hitam yang merupakan salah satu
pangan fermentasi tradisional Indonesia. Isolat
tersebut merupakan koleksi Laboratorium
Biokimia dan Teknologi Enzim, Fakultas
Teknobiologi, Universitas Katolik Atma Jaya,
Jakarta. Indonesia kaya akan makanan
fermentasi tradisional yang merupakan hasil
dari proses bioteknologi sederhana yang sudah
dimulai sejak beribu tahun yang lalu. Diduga,
makanan fermentasi tersebut mengandung
bakteri penghasil enzim fibrinolitik potensial
yang dapat menjaga kesehatan terutama
melindungi sistem fibrinolitik di dalam tubuh
dan mencegah penyakit antitrombosis sejak
dini.
Penelitian ini bertujuan memurnikan dan
mencirikan protease dari isolat bakteri yang
diperoleh dari tauco hitam yang merupakan
salah satu makanan fermentasi tradisional
Indonesia.
Penelitian
dilaksanakan
di
Laboratorium Biokimia dan Teknologi Enzim,
Fakultas Teknobiologi, Universitas Katolik
Atma Jaya, Jakarta, yang berlangsung selama
6 bulan, yaitu dari Juni 2005 sampai dengan
Desember 2005.
TINJAUAN PUSTAKA
Tauco
Tauco adalah penyedap masakan yang
dihasilkan melalui proses fermentasi yang
melibatkan kapang, khamir, dan bakteri.
Selain mempunyai nilai gizi yang tinggi, tauco
juga mempunyai aroma yang khas. Tauco
banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia
terutama di daerah Jawa Barat dan Jawa
Timur. Pusat produksi tauco adalah di kota
Cianjur. Menurut Shurtleff dan Aoyagi
(1976), tauco telah diproduksi di beberapa
negara dengan nama miso di Jepang, chiang di
Cina, jang di Korea, tauco di Indonesia dan
Thailand, serta taosi di Filipina.
Tauco hitam berasal dari biji kedelai yang
berwarna hitam (Gambar 1). Tauco
mempunyai aroma yang lebih baik dengan
terbentuknya asam, alkohol, dan ester. Tauco
berfungsi sebagai penyedap masakan karena
bau dan rasanya yang khas dan dapat
disimpan lama karena kadar garamnya yang
cukup tinggi.
Menurut Rose (1982) pembuatan makanan
fermentasi tauco sama seperti yang dilakukan
di Jepang, Korea, dan Cina. Proses
pembuatannya melalui dua tahap fermentasi,
yaitu fermentasi kapang (mold fermentation)
dan fermentasi dalam larutan garam (brine
fermentation). Pada fermentasi pertama
digunakan kapang Aspergillus oryzae,
Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae.
Nisbah campuran kapang tersebut adalah
1:1:1, kemudian dicampurkan dengan tepung
beras ketan yang sudah disangrai. Pada
fermentasi tahap kedua digunakan larutan
garam 22.8%.
Secara tradisional, kedua tahap fermentasi
tersebut dilakukan secara spontan (kapang
yang tumbuh pada bahan berasal dari udara
sekitarnya atau berasal dari sisa-sisa spora
kapang yang tertinggal pada wadah bekas
fermentasi sebelumnya). Tahapan pembuatan
tauco adalah
perendaman, pencucian,
pengukusan, penirisan, dan perendaman
dalam larutan garam. Pada pembuatan tauco
sering ditambahkan tepung, baik tepung beras,
tepung ketan,
maupun tapioka untuk
menambah kekurangan karbohidrat. Mutu
tauco ditentukan oleh beberapa faktor seperti
bahan yang digunakan, proses penyimpanan
dan pengerjaannya, jenis mikroorganisme
yang berperan, konsentrasi garam yang
digunakan, lama fermentasi, dan kondisi
lingkungan selama proses fermentasi (Soetoyo
1988).
Gambar 1 Tauco hitam.
Protease Fibrinolitik
Enzim fibrinolitik merupakan kelompok
protease yang dapat mendegradasi benangbenang fibrin. Benang-benang fibrin adalah
jaringan yang mengelilingi sel-sel darah
merah, hal ini yang disebut penggumpalan
darah. Enzim fibrinolitik akan mendegradasi
gumpalan-gumpalan yang ada pada saluran
darah sehingga aliran darah menjadi normal
kembali. Di dalam tubuh, enzim fibrinolitik
atau plasmin diproduksi oleh sel endotel
dalam saluran pankreas. Seiring dengan
pertambahan usia dan pola konsumsi pangan
yang tidak seimbang, maka produksi plasmin
alami oleh tubuh semakin berkurang sehingga
kerja sistem fibrinolitik di dalam tubuh akan
terganggu. Bila hal ini berlangsung terus
menerus secara berkala maka akan memicu
timbulnya penyakit trombosis yang akhirnya
mengarah pada berbagai penyakit degeneratif
seperti stroke, hipertensi, dan diabetes.
Umumnya sumber enzim fibrinolitik berasal
dari manusia (plasmin dan urokinase), hewan
(lumbrokinase dan desmoteplase), tanaman
(natokinase), dan mikroorganisme/bakteri
(streptokinase dan stapilokinase).
Penyakit
trombosis
menyebabkan
penggumpalan darah di otak (cerebral stroke)
maupun di jantung (myocardial infarction),
dapat mengakibatkan cacat (disability) bahkan
kematian. Serat fibrinogen adalah komponen
protein utama di dalam darah beku (gumpalan
darah). Gumpalan darah ini bisa dihancurkan
oleh enzim fibrinolitik (Nurachman 2001).
Pada manusia, reaksi penguraian serat-serat
fibrin terjadi melalui kerja enzim plasmin.
Plasmin terdapat di dalam aliran darah dalam
bentuk tidak aktif/zimogen (plasminogen).
Kegagalan mendegradasi gumpalan darah
ditemukan
pada
penyakit
trombosis.
Penggunaan enzim-enzim trombolitik dalam
medis adalah metode efektif yang dipakai
dalam terapi penyakit trombosis. Berbagai
macam obat anti-trombosis yang telah beredar
saat ini, tetapi harganya sangat mahal dan
kemampuannya terbatas (mudah hancur dan
dapat menimbulkan pendarahan). Oleh karena
itu,
dikembangkan penemuan baru obat
anti-beku darah yang dinilai memiliki
keefektifan lebih baik dan efek samping lebih
rendah yang berasal dari keragaman isolasi
mikroorganisme.
Enzim fibrinolitik dapat diperoleh dari
sumber-sumber lain seperti ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Sumber-sumber enzim fibrinolitik dan penciriannya
Referensi
Chantawannakul
2002
Seo dan Lee. 2004
Yanti et al. 2003
Kim et al. 1996
Sumber
et al.
Ciri
Bacillus subtilis Strain 38 yang
diisolasi dari Thua nao, makanan
tradisional Thailand hasil
fermentasi kedelai
Bacillus firmus NA-1 yang
diisolasi dari Natto, makanan
tradisional Jepang yang
merupakan hasil fermentasi
Cacing tanah lokal Lumbricus
rubellus
Bacillus sp Strain CK 11-4 yang
diisolasi dari Chungkok-jang,
makanan tradisional Korea hasil
fermentasi kedelai.
Pemurnian Enzim
Enzim merupakan unit fungsional dari
metabolisme sel. Enzim sebagai suatu
kelompok protein yang berperan sangat
penting dalam aktivitas biologis. Enzim
berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan
sifatnya
sangat
khas.
Enzim
akan
terdenaturasi oleh panas, dan mengendap oleh
etanol
atau
garam-garam
organik
berkonsentrasi tinggi seperti amonium sulfat,
tidak dapat melewati membran semipermeabel
atau membran selektif (tidak terdialisis).
Menurut Suhartono (1989) faktor-faktor
yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah
konsentrasi enzim, substrat, produk, adanya
senyawa inhibitor dan aktivator, pH, suhu,
kekuatan ion dan jenis pelarut yang terdapat
pada lingkungan. Oleh karena itu, penentuan
sifat-sifat dari enzim yang dihasilkan perlu
dilakukan, misalnya penentuan suhu optimum,
pH optimum, pengaruh senyawa kimia dan
ion logam, stabilitas enzim pada pH dan suhu
optimum enzim tersebut.
Pemurnian enzim adalah salah satu cara
untuk memisahkan protein enzim dari protein
jenis lain dan kontaminan. Secara umum,
pemurnian enzim dibagi dalam tiga tahap,
yaitu ekstraksi, pemekatan, dan fraksinasi.
Menurut Scopes (1987) tujuan pemurnian
enzim
salah
satunya
adalah
untuk
mengidentifikasi fungsi dan struktur protein.
Enzim yang murni dari senyawa pengotor
dapat digunakan untuk keperluan medis,
farmasi, dan penelitian biokimia karena
spesifitasnya yang tinggi (Lehninger 1993).
Suhu dan pH optimumnya adalah
47°C dan 6.5.
Suhu dan pH optimumlnya adalah
40ºC dan 7.
Terdiri atas enam isozim
fibrinolitik dengan bobot molekul
22, 24, 26, 30, 36, dan 38 kD
menggunakan analisis SDSPAGE.
Suhu dan pH optimumnya adalah
70ºC dan 10.5. Bobot molekul
28.200 kD menggunakan analisis
SDS-PAGE
Tahap awal dalam pemurnian protein atau
enzim ekstraseluler adalah tahap isolasi yang
bertujuan memisahkan biomassa sel serta
senyawa pengotor yang berasal dari media
pertumbuhan. Pemisahan dilakukan dengan
sentrifugasi dengan kecepatan tertentu. Enzim
yang diisolasi akan tertinggal dalam filtrat
(supernatan) dan endapan yang terbentuk
adalah zat-zat pengotor yang tidak diinginkan
(Scopes 1987).
Pemekatan enzim dilakukan untuk
memisahkan
konsentrat
protein
dari
komponen biomolekul lainnya (karbohidrat,
lipid, dan asam nukleat). Berbagai metode
pemekatan enzim yang lazim digunakan
adalah presipitasi dengan garam, pelarut
organik, polimer, dialisis, dan ultrafiltrasi
(Scopes 1989).
Presipitasi dengan garam (amonium sulfat,
sodium sulfat) lebih disukai daripada
presipitasi dengan pelarut organik (aseton dan
etanol), dengan alasan pelarut organik
cenderung mendenaturasi protein pada suhu
agak tinggi, relatif mahal, dan mudah
terbakar. Selain itu, presipitasi dengan pelarut
organik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi
pelarut organik, konsentrasi protein, kekuatan
ionik, pH, dan suhu (Suhartono 1989).
Garam amonium sulfat dipilih karena
kelarutannya tinggi, murah, tidak toksik, dan
tidak
mempengaruhi
struktur
protein,
sedangkan presipitasi dengan polimer
(polietilena glikol) sama halnya dengan
presipitasi menggunakan pelarut organik.
Hanya saja polietilena glikol lebih mudah
ditangani daripada pelarut organik karena
tidak mudah terbakar, tidak toksik, tidak
bermuatan, dan murah.
Sisa garam dari proses presipitasi enzim
dihilangkan dengan dialisis menggunakan
kantong selofan. Dengan demikian, konsentrat
enzim bebas garam dapat dimurnikan lebih
lanjut melalui fraksinasi enzim.
Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan
enzim dari protein non enzim lainnya. Metode
fraksinasi yang umum dilakukan adalah
kromatografi kolom dan elektroforesis.
SDS-PAGE dan Zimografi
Elektroforesis adalah teknik pemisahan
fraksi-fraksi zat berdasarkan pergerakan
partikel bermuatan atau ion-ion makromolekul
di bawah pengaruh medan listrik, karena
adanya perbedaan ukuran, bentuk, muatan
atau
sifat
kimia
molekul.
Metode
elektroforesis digunakan untuk analisis dan
pemisahan asam amino, protein, dan asam
nukleat
(DNA/RNA).
Beberapa
jenis
elektroforesis yang dikenal antara lain
elektroforesis kertas, elektroforesis selulosa
asetat atau selulosa nitrat dan elektroforesis
gel. Elektroforesis gel sering digunakan untuk
analisis dan pemisahan protein dan asam
nukleat, sedangkan jenis elektroforesis lainnya
bermanfaat dalam pemisahan molekul yang
lebih kecil (Scopes 1987).
Bentuk elektroforesis gel dapat berupa
kolom atau lempengan. Beberapa jenis gel
dapat dimanfaatkan, yaitu gel pati, gel
agarosa, dan gel poliakrilamida. Gel
poliakrilamida merupakan polimer yang
disusun oleh akrilamida dan N, N’-metilenabis-akrilamida yang berpolimerisasi dengan
bantuan katalisator TEMED dan senyawa
radikal bebas seperti amonium sulfat.
Prinsip analisis SDS-PAGE adalah
pemisahan protein berdasarkan ukuran
molekul. Pada SDS-PAGE, semua ikatan
disulfida yang ada pada protein direduksi oleh
β-merkaptoetanol. Senyawa SDS yang
ditambahkan berfungsi memutuskan ikatan
diantara sub unit penyusun protein dan
membuat keseluruhan protein diselimuti
muatan negatif, sehingga pergerakan protein
hanya dipengaruhi oleh ukurannya.
Data pemurnian enzim yang diperoleh
melalui
elektroforesis
tidak
selalu
menunjukkan daya katalitik enzim yang
sebenarnya karena adanya kontaminan,
isoenzim atau enzim lain dari kelas yang
sama. Kekurangan ini dapat diatasi dengan
meneliti
aktivitas
enzim
sesudah
elektroforesis gel. Zimografi merupakan cara
menganalisis aktivitas proteolitik yang
sederhana, sensitif, dapat dikuantisasi, dan
fungsional.
Zimografi adalah salah satu teknik
elektroforesis
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi aktivitas proteolitik enzim
yang dipisahkan dalam gel poliakrilamida
dengan kondisi tidak tereduksi dan
terdenaturasi, direnaturasi dengan triton X100 dan diinkubasi dalam sistem bufer yang
sesuai untuk aktivitas enzim. Gel kemudian
diwarnai dengan pewarna Coomassie blue dan
adanya aktivitas enzim ditunjukkan oleh
daerah bening (clear zone) di mana substrat
telah didegradasi.
Kromatografi Kolom
Kromatografi adalah suatu metode
pemisahan yang dapat digunakan untuk
memisahkan suatu komponen dari komponen
lainnya atau memisahkan suatu komponen
dari
sekumpulan
komponen
lainnya.
Kromatografi merupakan teknik yang efektif
dan dapat digunakan untuk memisahkan
komponen yang sulit dipisahkan dengan
metode lain.
Metode yang umum digunakan untuk
pemurnian enzim adalah kromatografi kolom.
Pemilihan kromatografi kolom bergantung
pada sifat protein enzim yang ingin
dipisahkan. Ada empat jenis kromatografi
yang dapat dikategorikan ke dalam
kromatografi kolom, yaitu kromatografi
adsorpsi, kromatografi partisi, kromatografi
pertukaran ion, dan kromatografi filtrasi gel.
Kromatografi penukar ion menggunakan
resin penukar ion sebagai fase diam.
Mekanisme pemisahan didasarkan pada
keseimbangan penukar ion (Christian 2003).
Kromatografi penukar ion sering digunakan
pada tahap akhir kemurnian. Karena
resolusinya yang tinggi dan waktu pemisahan
yang relatif singkat maka IEC (ion exchange
chromatography/kromatografi penukar ion)
dianggap paling baik untuk melakukan
beberapa analisis. Analisis kemurnian
menggunakan IEC didasarkan pada fakta
bahwa protein memiliki muatan positif dan
negatif
yang
tergantung
dari
pH
lingkungannya (Roe 1999).
Prinsip dasar teknik IEC adalah
memisahkan biomolekul berdasarkan muatan
ioniknya. Biomolekul dibuat bermuatan agar
terikat pada media dalam kekuatan ion yang
rendah dan dilepaskan dari media dengan
menggunakan gradien garam. Biomolekul
dengan muatan ion paling kecil akan dielusi
lebih dahulu dibandingkan dengan biomolekul
yang memiliki muatan ion lebih besar.
Semakin besar muatan ion maka diperlukan
larutan garam NaCl dengan konsentrasi
semakin besar pula. Oleh karena itu, pada
umumnya elusi dilakukan secara linear
gradient.
Ada dua tipe kolom penukar ion yaitu
kolom penukar kation (CIEC) dan kolom
penukar anion (AIEC). Pemilihan kolom
penukar ion biasanya didasarkan pada nilai pI
(titik isolistrik) dan stabilitas pH dari molekul
protein yang akan ditukarkan. Jika pH di atas
nilai pI, molekul akan memiliki muatan
negatif maka digunakan kolom penukar anion.
Kolom penukar kation digunakan untuk
pemisahan protein yang bermuatan positif,
biasanya yang memiliki pH di bawah nilai pI,
dan banyak digunakan untuk memisahkan
protein serum.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah isolat bakteri yang diisolasi dari
tauco hitam yang merupakan koleksi
Laboratorium Biokimia dan Teknologi Enzim,
Fakultas Teknobiologi, Universitas Katolik
Atma Jaya, Jakarta. Media penapisan untuk
memperoleh tiga jenis isolat penghasil enzim
protease tersebut adalah media Skim Milk
Agar (SMA). Media yang digunakan untuk
perbanyakan mikrob adalah Luria Bertani
Broth (LB). Komposisi media secara lengkap
terdapat pada Lampiran 1.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah
kasein Hammersten (Merck), pereaksi
Bradford, standar L-tirosina (Merck), bovine
serum albumin (BSA) Fraktion V (Merck),
amonium sulfat teknis, bufer universal pH 7,
trichloro acetic acid (TCA), pereaksi Folin
Ciocalteau, garam NaCl step wise, bufer TrisHCl pH 7.5, etilena diamin tetra-asetat
(EDTA), gliserol 50% (v/v), polietilena glikol
(PEG), inhibitor fenil metil sulfonil fluorida
(PMSF), N-p-tosil-L-lisin klorometilketon
(TLCK), soybean trypsin inhibitor (STI),
dimetil
sulfoksida
(DMSO)
pereaksi
elektroforesis (akrilamida, bis-akrilamida,
amonium persulfat 10% (b/v), N,N,N’,N’tetraetilmetilenadiamina
(TEMED),
bromphenol blue, Coomassie Brilliant Blue R250, tris, dan sodium dodesil sulfat (SDS),
triton X-100 2.5 % (v/v), bufer sampel,
standar marker low molecular weight (LMW),
dan matriks Sepharose- dietil aminoetil
(DEAE) fast flow.
Alat-alat
yang
digunakan
adalah
spektrofotometer
UV/VIS
Optima,
sentrifugasi mikro berpendingin Beckmann,
inkubator, shaker, lemari es, perangkat
elektroforesis
Bio
Rad,
perangkat
kromatografi kolom Amersham Biosience, pH
meter Orion, neraca analitik Fisher, pengaduk
magnetik dan vortex, tabung eppendorf, pipet
mikro Bio Rad dan tip, aluminium foil, jarum
ose, pembakar spiritus, rak tabung, oven, dan
alat-alat kaca lainnya.
Metode Penelitian
Penapisan isolat yang berasal dari sampel
tauco hitam
Terhadap ke-3 isolat yang diberi kode,
yaitu W1, W2, dan W3 masing-masing
sebanyak satu ose dipindahkan ke dalam
media Skim milk agar dan diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 24 jam untuk disegarkan.
Koloni yang memiliki suatu lingkaran bening
(halo proteolitik) di sekeliling koloni
digunakan sebagai sumber produksi enzim.
Produksi dan ekstraksi enzim
Koloni yang memiliki halo proteolitik
dipindahkan ke media produksi, yaitu media
LB. Kemudian disimpan dalam inkubator
bergoyang pada suhu 37ºC dan kecepatan
perputaran 150 rpm selama dua hari. Pada hari
ke-3 dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan
7500 rpm selama 15 menit pada suhu 4ºC.
Supernatan yang diperoleh berupa ekstrak
enzim. Diagram alir penelitian secara lengkap
terdapat pada Lampiran 2 dan 3.
Analisis aktivitas protease
Aktivitas protease diukur secara kuantitatif
dengan modifikasi metode Bergmeyer (1983)
dengan
menggunakan
substrat
kasein
Hammarsten 2% (b/v). Terdapat tiga
perlakuan analisis yang dilakukan, yaitu
blanko, standar, dan sampel. Larutan enzim
ditambahkan ke dalam tabung eppendorf yang
berisi 250 μl 50 mM bufer fosfat dengan
variasi pH 4, 5, 6, 7, 8, 10, dan 12. Perlakuan
pada blanko dan standar, enzim digantikan
dengan akuades dan tirosina 5 mM.
Larutan diinkubasi pada variasi suhu 27,
37, 50, 55, 65, dan 80ºC selama 10 menit
(suhu dan waktu inkubasi optimum enzim).
Reaksi hidrolisis dihentikan dengan cara
penambahan 500 μl TCA 0.1 M. Pada blanko
dan standar ditambahkan 50 μl larutan enzim,
sedangkan pada sampel ditambahkan 50 μl
akuades, kemudian larutan diinkubasi kembali
pada suhu 37ºC selama 10 menit, dilanjutkan
dengan sentrifugasi pada kecepatan 10000
rpm dan suhu 4ºC selama 10 menit.
Supernatan sebanyak 375 μl ditambahkan
ke dalam tabung berisi 1.25 ml Na2CO3 0.4 M
dan 250 μl pereaksi Folin Ciocalteau, lalu
diinkubasi kembali pada suhu 37ºC selama 20
menit. Absorbans larutan diukur pada panjang
gelombang 578 nm. Contoh perhitungan
aktivitas enzim terdapat pada Lampiran 4.
Pengukuran konsentrasi protein (Bradford
1976)
Kadar protein ditentukan dengan metode
Bradford (1976). Sebanyak 100μl larutan
enzim ditambahkan ke dalam tabung yang
berisi 1 ml akuades dan 1 ml pereaksi
Bradford. Perlakuan pada blanko, larutan
enzim diganti dengan akuades. Selanjutnya
larutan tersebut dihomogenkan dan didiamkan
selama 20 menit pada suhu ruang. Absorbans
larutan diukur pada panjang gelombang 595
nm.
Standar protein yang digunakan adalah
BSA. Pada kurva standar protein, larutan
enzim digantikan dengan BSA dengan kisaran
konsentrasi 0 sampai 250 μg/ml. Konsentrasi
protein larutan enzim ditentukan berdasarkan
persamaan garis linear hubungan antara
konsentrasi standar protein dan absorbans.
larutan bufer universal pH 7 bervolume 100
kali volume filtrat. Sambil diagitasi perlahan,
dialisis dilakukan dalam ruang dingin dengan
pergantian larutan bufer setiap 2 jam selama 2
kali. Setelah dialisis, untuk lebih memekatkan,
kantung diletakkan di atas serbuk polietilena
glikol selama beberapa menit.
Kromatografi Penukar Ion. Sistem
kromatografi
disiapkan
yaitu
pompa
peristaltik, fraction collector, dan kolom weak
anion exchanger DEAE Sepharose Fast Flow.
Syringe atau tabung pemompa diisi dengan
start buffer yaitu bufer Tris-Cl pH 7. 50 mM
sampai pH di dalam kolom menunjukkan pH
7. Adaptor dinyalakan sehingga kolom
terhubung dengan syringe. Udara harus
dihindari agar tidak masuk ke dalam kolom.
Kolom dicuci dengan 10 ml bufer Tris-HCl
pada laju alir 3.0 ml/menit. Bufer elusi yaitu 5
ml NaCl 1 M dialirkan ke dalam kolom.
Keseimbangan
akhir
dicapai
dengan
mengalirkan 10 ml bufer Tris-HCl pH 7.5.
Fraction collector diatur berdasarkan jumlah
tetes dengan volume fraksi 1 ml dan laju alir
3.0 ml/menit. Sebanyak 1 ml dialisat
diinjeksikan ke dalam kolom. Kolom dicuci
dengan 5 ml bufer Tris-HCl pH 7.5 kemudian
dielusi dengan ml NaCl 0.5 M dan 1 M diikuti
dengan 5 ml bufer Tris-Cl pH 7.5. Eluat yang
dihasilkan diuji kadar protein dan aktivitas
enzim. Fraksi dengan kadar protein dan
aktivitas enzim yang tinggi dipilih untuk diuji
selanjutnya.
Pencirian enzim
Pemurnian Enzim
Presipitat dan eluat (hasil fraksinasi) dicirikan
sebagai berikut :
Presipitasi. Ekstrak enzim kasar
diendapkan dengan amonium sulfat. Untuk
menentukan konsentrasi garam yang optimal,
dilakukan pengujian aktivitas enzim hasil
pengendapan oleh garam mulai dari 30 sampai
80% (b/v). Penambahan dilakukan sedikit
demi sedikit pada suhu 0 sampai 4ºC sambil
diaduk dengan pengaduk magnetik hingga
larut. Endapan enzim dipisahkan dengan
sentrifugasi berpendingin 4000 rpm selama 10
menit. Pelet disuspensikan dalam 50 mM
bufer universal pH 7 dan didialisis dalam 50
mM bufer universal pH 7 dengan
menggunakan kantung dialisis (cut-off 10 kD).
Dialisis. Untuk keperluan dialisis,
potongan kantung dialisis dipanaskan selama
10 menit (dua kali). Salah satu ujung kantung
diikat dan enzim hasil presipitasi dimasukkan.
Kantung kemudian dimasukkan ke dalam
Penentuan pH optimum aktivitas enzim.
Bufer universal dan substrat kasein untuk
reaksi diatur pada nilai pH 4, 5, 6, 7, 8, 10,
dan 12. Pengujian aktivitas dilakukan pada
suhu yang konstan (37ºC). Aktivitas tertinggi
menunjukkan pH optimum enzim.
Penentuan suhu optimum aktivitas
enzim. Enzim direaksikan pada pH
optimumnya dengan variasi suhu yang
diujikan adalah 27ºC, 37ºC, 50ºC, 55ºC, 60ºC,
65ºC, dan 80ºC. Aktivitas tertinggi
menunjukkan suhu optimum enzim.
Pengaruh inhibitor. Pengaruh aktivitas
protease terhadap penambahan
inhibitor
berupa EDTA 0.01 mM; PMSF 0.01 mM;
TLCK 0.1 mM; dan STI 0.01 mg/ml
ditentukan dengan cara inkubasi 100 µl enzim
dan 100 µl larutan senyawa tersebut selama
satu jam pada suhu ruang, lalu aktivitas
residunya dianalisis secara kuantitatif.
Pengaruh ion logam. Pengaruh aktivitas
protease terhadap penambahan ion logam
dilakukan dengan konsentrasi akhir 5 mM
selama 1 jam pada suhu ruang, lalu diuji
aktivitas residunya secara kuantitatif. Logam
yang digunakan, yaitu KCl, NaCl, CuCl2,
MgCl2, dan MnCl2.
Analisis SDS-PAGE dan Zimografi
Elektroforesis gel poliakrilamida yang
dikombinasikan dengan suatu detergen
sodium dodesil sulfat digunakan untuk
memisahkan dan meneliti jumlah dan ukuran
(bobot molekul) rantai protein dan rantai
subunit
protein.
Sementara
zimografi
merupakan salah satu teknik elektroforesis
yang bertujuan mendeteksi aktivitas enzim
proteolitik secara langsung.
Tahapan kerja yang dilakukan dalam
analisis SDS-PAGE dan zimografi meliputi
penyiapan gel pemisah dan penahan,
penyiapan sampel dan loading, kondisi
running, pewarnaan gel, dan pelunturan
warna.
Penyiapan gel pemisah dan penahan.
Tabel 2 Komposisi gel pemisah dan gel
penahan untuk SDS-PAGE dan zimografi
Pereaksi
Larutan A
Larutan B
Larutan C
Kasein
0.5%
Fibrinogen
0.1%
Thrombin
Albumin
0.1%
Gelatin
0.1%
Akuades
Amonium
persulfat
TEMED*
Total
Gel pemisah 15%
(ml)
SDSPAGE
2.50
1.25
-
Zimo
grafi
2.50
1.25
1.00
Gel penahan
4% (ml)
0.67
1.25
1,00
-
0.10
1.00
-
1.00
0.50
0.50
0.10
0.10
3.00
0.05
0.01
5.00
0.01
5.00
0.005
5.00
Preparasi sampel dan loading. Khusus
SDS-PAGE, 20 µl sampel ditambahkan
dengan 5 µl bufer sampel yang mengandung
2-merkaptoetanol, lalu dipanaskan pada suhu
100ºC selam 3-5 menit. Sementara pada
zimografi sampel dilarutkan dalam bufer
sampel yang tidak mengandung 2merkaptoetanol dan tidak memerlukan
perlakuan pemanasan. Tiap sampel diloading
ke dalam sumur gel dengan kisaran volume
10-20 µl, sedangkan volume standar LMW
yang digunakan sebanyak 5 µl.
Kondisi running, pewarnaan, dan
pelunturan warna. Gel dijalankan pada
tegangan 100 V selama 1.5 jam dalam bufer
elektroforesis. Pada SDS-PAGE, setelah
elektroforesis, gel langsung diwarnai dengan
menggunakan larutan pewarna (Coomassie
Brilliant Blue R-250) selama 15 menit.
Pelunturan warna pada gel dilakukan dengan
larutan peluntur berulang kali sampai
diperoleh pita protein biru dengan latar gel
bening. Sementara pada zimografi, setelah
elektroforesis, gel didenaturasi terlebih dahulu
dalam larutan Triton-X 2.5% (v/v) sambil
digoyang selama satu jam. Kemudian gel
didigesti dalam 50 mM bufer universal pH 7
dan suhu 50ºC (kondisi suhu dan pH optimum
enzim) selama 30 menit. Gel diwarnai dengan
larutan pewarna selama 15 menit. Pelunturan
warna gel dilakukan dengan larutan peluntur
berulangkali sampai diperoleh pita enzim
proteolitik putih dengan latar gel biru.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan isolat yang berasal dari sampel
tauco hitam
Isolat bakteri penghasil protease yang
unggul dipilih diantara koloni yang
menyebabkan daerah sekelilingnya menjadi
jernih karena kasein telah terhidrolisis. Untuk
mendapatkan isolat
yang potensial
memproduksi enzim protease, dilakukan
pengujian terhadap tiga isolat, yaitu W1, W2,
dan W3. Penyegaran dilakukan dengan cara
menumbuhkan isolat dalam media Skim Milk
Agar pada suhu 37ºC selama semalam.
Inkubasi semalam memberikan kondisi pada
ketiga isolat tersebut untuk menghidrolisis
kasein sehingga terbentuk areal bening di
sekeliling koloni tersebut. Pada Gambar 2
dapat dilihat isolat W1 yang memiliki suatu
lingkaran bening di sekeliling koloni,
sehingga dapat digunakan sebagai sumber
produksi enzim dalam penelitian ini.
Gambar 2 Pertumbuhan isolat W1 pada suhu
37ºC.
Pemurnian enzim
Presipitasi ekstrak enzim dengan garam
amonium sulfat diuji pada berbagai
konsentrasi kejenuhan amonium sulfat 3080% (b/v) (Gambar 3). Konsentrasi yang
dipilih adalah yang memberikan kadar protein
terendah pada supernatan, dengan asumsi
protein telah terendapkan secara maksimal
pada pelet. Protein yang telah diendapkan ini
biasanya tidak terdenaturasi dan aktivitasnya
diperoleh kembali dengan melarutkan
endapannya dalam bufer untuk menjaga
aktivitas dan stabilitas enzim. Hasil presipitasi
disebut presipitat.
Kadar protein (mg/ml
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
20
40
60
80
100
Kejenuhan amonium sulfat (% )
Gambar 3 Pengaruh konsentrasi amonium
sulfat terhadap kadar protein pada
supernatan ekstrak enzim kasar.
Menurut Boyer (1986), terdapat beberapa
parameter penting yang dapat dihitung
berdasarkan data aktivitas dan total protein
enzim. Parameter tersebut adalah aktivitas
spesifik, total aktivitas, dan persentase yield.
Aktivitas spesifik adalah besarnya aktivitas
enzim per miligram protein. Pengukuran
konsentrasi protein dilakukan berdasarkan
metode Bradford (1976). Kurva standar
diperoleh dari regresi linier berbagai
konsentrasi BSA (Lampiran 5). Ekstrak enzim
kasar yang diperoleh memiliki kadar protein
sebesar 0.242 mg/ml. Total aktivitas adalah
besarnya aktivitas spesifik dikalikan total
kandungan protein. Derajat pemurnian yang
menunjukkan tingkat efisiensi pemurnian
merupakan perbandingan aktivitas spesifik
hasil pemurnian dengan aktivitas spesifik
ekstrak kasar. Sedangkan persentase yield
adalah perbandingan total aktivitas tahap
tertentu dengan aktivitas tahap sebelumnya.
Data aktivitas secara lengkap terdapat pada
Lampiran 6, 7, dan 8.
Ekstrak kasar enzim (crude enzyme)
memiliki nilai aktivitas sebesar 0.081 U/ml
atau aktivitas spesifik sebesar 0.338 U/mg.
Fraksi presipitat memberikan kontribusi
sedikit terhadap kemurnian enzim. Hal ini
dapat dilihat setelah melalui pengendapan
oleh 70% (b/v) amonium sulfat, aktivitas
meningkat menjadi 0.088 U/ml dengan
aktivitas spesifik 0.488 U/mg atau 1.44 kali
lebih murni terhadap ekstrak kasar.
Kemurnian enzim yang lebih tinggi dapat
diperoleh melalui proses dialisis untuk
menghilangkan molekul garam dan ion
pengganggu lainnya yang mempengaruhi
kestabilan enzim. Proses dialisis mampu
memisahkan
molekul–molekul
kecil
berukuran 10
kD.
Dialisis dilakukan terhadap ekstrak enzim
hasil presipitasi dengan garam amonium
sulfat.
Pemanasan
kantong
dialisis
nitroselulosa asetat (cut-off 10 kD) sebelum
digunakan bertujuan menghilangkan protein
yang mungkin menempel pada kantong.
Setelah enzim dimasukkan ke dalam kantong
dialisis dan direndam dalam larutan bufer,
akan terjadi proses difusi dan osmosis. Karena
konsentrasi garam di dalam kantong lebih
tinggi dari sekelilingnya pada awal dialisis,
larutan bufer akan masuk ke dalam kantong
menggantikan garam yang keluar sehingga
terjadi keseimbangan. Tahapan ini dilakukan
beberapa kali dengan menggantikan larutan
bufer tiap 2 jam karena semua garam dan ion
pengganggu tidak dapat dihilangkan hanya
dengan sekali dialisis (Scopes 1989).
Selanjutnya hasil dialisis disebut fraksi
dialisat.
Fraksi dialisat memberikan nilai aktivitas
sebesar 0.124 mg/ml atau 1.117 U/mg atau
3.30 lebih murni terhadap ekstrak kasar.
Terjadinya pengenceran oleh larutan bufer
yang menggantikan garam di dalam kantong
dialisis menyebabkan konsentrasi protein
menjadi menurun.
Kromatografi penukar anion
Dialisat diinjeksikan ke dalam kolom
penukar anion DEAE-Sepharose fast flow
pada laju alir 3.0 ml/menit. Matriks DEAE
merupakan fase diam, memiliki gugus
dietilaminoetil yang bermuatan positif. Jadi
matriks ini berlaku sebagai penukar anion
yang
akan
mengikat
protein-protein
bermuatan negatif berdasarkan densitas
muatannya selama fraksinasi. Protein akan
dilepas dengan penambahan bufer elusi yang
berfungsi sebagai fase gerak
Tabel 3 Hasil pemurnian enzim protease dari isolat tauco hitam
Aktivitas
enzim
(U/ml)
Tahapan
Volu
me
(ml)
Crude
Presipitat
70 %
Dialisat +
konsentrat
Eluat
Fraksi 7
200
0.081
20
0.088
11
0.124
1
0.293
Aktivitas enzim (U/ml)
Kadar protein (mg/ml)
0.08
K a da r pro tein (mg /ml)
A ktiv ita s enzim (U /ml)
11.42
21.48
3.860
0
7
0.076
0.076
0.01
5
0.293
1.117
0.02
1
13.97
0.111
0.03
0
3.30
9.76
0.04
0.05
1.22
16.20
0.05
0.1
1.364
0.338
0.488
0.2
0.15
60.25
0.242
0.180
0.06
0.25
1.44
Total
protein
(mg)
0.07
0.3
3.60
Total
aktivitas
(U)
ialah Tris-HCl pH 7.5. Satu fraksi enzim
muncul setelah dielusi oleh NaCl step wise
0.5 M dan 1 M. Dalam hal ini fraksi 7
merupakan fraksi aktif (Gambar 4). Hal ini
dapat dilihat dari peningkatan nilai aktivitas
menjadi 0.293 U/ml (3.860 U/mg) atau 11.42
kali lebih murni dibanding ekstrak kasar.
Secara lengkap data aktivitas enzim dari
setiap tahapan dapat dilihat pada Tabel 3.
0.35
Yield
(%)
48.40
Tingkat
kemurni
an
(kali)
1
Aktivitas
spesifik
(U/mg)
[protein]
mg/ml
10 13 17 19 24 26
Nomor fraksi
Gambar 4 Fraksinasi protease dari isolat
bakteri W-1 dengan kolom penukar
anion DEAE-Sepharose Fast Flow
pada kondisi analisis: bufer elusi
50 mM Tris-HCl pH 7.5 NaCl 0.50
M dan 1 M, laju alir 3.0/menit, dan
volume elusi 1.0 ml/tabung.
Pencirian enzim
Pencirian enzim protease diuji secara
kuantitatif dengan metode Bergmeyer (1983)
yang meliputi pengaruh suhu, pH, inhibitor,
ion logam serta SDS-PAGE untuk
100
menentukan bobot molekul dari pita protein
enzim dan secara kualitatif digunakan analisis
zimografi.
Penentuan suhu optimum
Variasi suhu yang digunakan untuk
penentuan suhu optimum enzim protease
adalah pada kisaran 27ºC sampai 80ºC. Untuk
mengurangi kemungkinan gangguan sisa
peptida yang terbentuk selama degradasi
substrat protein (kasein) maka setelah reaksi
enzimatik ditambahkan senyawa pengendap
protein atau peptida, yaitu TCA. Endapan
yang
terbentuk
dipisahkan
dengan
sentrifugasi. Pada umumnya semakin tinggi
suhu maka laju reaksi kimia akan semakin
cepat.
Penentuan suhu optimum enzim protease
dilakukan terhadap ekstrak enzim kasar,
dialisat, dan fraksi eluat (C, D, dan E).
Seperti terlihat pada Gambar 5, ketiga fraksi
ini sama-sama mencapai aktivitas maksimal
pada suhu 50ºC ketika diuji dengan bufer
universal pH 7.0 selama 10 menit. Fraksi
eluat memiliki aktivitas enzim paling tinggi
(0.293 U/ml ), diikuti oleh dialisat (0.085
U/ml), dan ekstrak enzim kasar (0.082 U/ml).
Pada suhu di bawah 50ºC aktivitas enzim ini
meningkat karena terjadi peningkatan energi
kinetik yang mempercepat gerak vibrasi,
translasi serta rotasi enzim dan substrat
sehingga memperbesar peluang keduanya
untuk saling berinteraksi (Suhartono 1989).
Pada suhu 80ºC (diatas suhu optimum) ,
enzim ini
akan kehilangan aktivitasnya
sampai dengan 80%, dapat dilihat dari nilai
aktivitas residual (perbandingan nilai
aktivitas tertentu terhadap aktivitas tertinggi)
yang hanya tersisa 20%, baik pada ekstrak
enzim kasar, dialisat, maupun eluat (Gambar
6). Hal ini disebabkan enzim adalah molekul
Gambar 5
Ekstrak kasar
100
Dialisat
Eluat
80
60
40
20
0
0
20
0.35
Aktivitas enzim (U/ml)
Ekstrak kasar
0.3
Dialisat
Eluat
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
20
40
60
0
Suhu ( C)
80
100
40
60
80
100
0
Suhu ( C)
Gambar 6
Penentuan pH optimum
Pengaruh suhu terhadap aktivitas
residual
ekstrak enzim kasar,
dialisat, dan eluat.
0.25
A k tiv ita s en zim (U /m l)
pH sangat berpengaruh terhadap aktivitas
enzim, karena sifat ionik gugus karboksil dan
gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH.
Hal ini akan menyebabkan daerah katalitik
dan konformasi enzim berubah.
Penentuan pH optimum enzim protease
dilakukan terhadap ekstrak enzim kasar,
dialisat, dan fraksi eluat. Dalam penelitian ini
digunakan bufer universal pada kisaran pH 4
sampai 12 untuk mengurangi kondisi
ketidaksamaan yang mungkin timbul jika
menggunakan bufer yang berbeda-beda
sesuai pH, dengan demikian diharapkan
enzim berada pada lingkungan yang sama.
Pada suhu 50ºC aktivitas optimum ekstrak
enzim kasar, dialisat, dan fraksi eluat dicapai
pada pH 7 (Gambar 7). Nilai aktivitas
tertinggi terdapat pada fraksi eluat (0.236
U/ml ), diikuti oleh dialisat (0.124 U/ml), dan
ekstrak enzim kasar (0.083 U/ml). Sebagai
perbandingan, enzim fibrinolitik yang berasal
dari miselia Armillaria mellea mempunyai
pH optimum pada 6.0 (Kim et al. 2005).
Pengaruh suhu terhadap aktivitas
ekstrak enzim kasar, dialisat, dan
eluat.
120
A k tiv ita s r e sidu a l (% )
protein yang dapat terdenaturasi pada suhu
tinggi. Peningkatan suhu hingga batas
tertentu menyebabkan semakin meningkatnya
aktivitas katalitik enzim dan semakin
bertambahnya proses kerusakan enzim
(Palmer 1991).
Uji fibrinolitik enzim protease dari B.
Firmus NA-1 yang diisolasi dari Natto,
makanan fermentasi tradisional Jepang (Seo
dan Lee 2004) dan dari Bacillus sp Strain CK
11-4 yang diisolasi dari Chungkok-jang,
makanan tradisional Korea (Kim et al. 1996),
telah dilaporkan relatif stabil pada suhu 40ºC.
Enzim protease yang diisolasi dari Bacillus
subtilis strain 38 dilaporkan memiliki suhu
optimum pada 47ºC (Chantawannakul et al.
2002).
Protease ini tidak stabil dan
aktivitasnya menurun dengan cepat pada suhu
60ºC.
Ekstrak kasar
Dialisat
Eluat
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
5
10
15
pH
Gambar 7 Pengaruh pH terhadap aktivitas
ekstrak enzim kasar, dialisat, dan
eluat.
Pengaruh inhibitor
Enzim sangat peka terhadap senyawa
yang diikatnya. Apabila aktivitas enzim
menjadi terhambat karena senyawa atau
gugus senyawa tersebut maka senyawa ini
disebut inhibitor. Pada Gambar 8 dapat
dilihat bahwa senyawa PMSF yang
merupakan inhibitor protease serin dapat
menghambat aktivitas ekstrak enzim kasar
dan dialisat sampai dengan 100%. Sebagai
perbandingan, protease alkali dari bakteri
Alcaligenes faecalis juga dihambat kuat oleh
PMSF (Thangam dan Rajkumar 2002).
Menurut Kim et al. (1996), enzim fibrinolitik
dari Bacillus sp Strain CK 11-4 yang
diisolasi dari Chungkok-jang, makanan
Pengaruh ion logam
Pengaruh logam
dilakukan untuk
mengetahui peningkatan atau penurunan
aktivitas protease dari isolat tauco hitam
dengan penambahan logam. Logam yang
digunakan ialah Na, K, Mg, Mn, dan Cu.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
penambahan logam-logam tersebut dapat
menurunkan aktivitas enzim sampai dengan
85%. Penambahan Na+ menurunkan aktivitas
protease pada ekstrak kasar dan dialisat. Hal
ini dapat dilihat dari aktivitas residual yang
hanya tersisa 16% dangan nilai aktivitas
0.032 U/ml (ekstrak kasar) dan 40% dengan
nilai aktivitas 0.051 U/ml (dialisat).
Penambahan K+ juga menurunkan aktivitas
protease pada ekstrak kasar sampai dengan
74% dengan aktivitas 0.050 U/ml dan dialisat
sampai dengan 78% de
BAKTERI W-1 YANG DIHASILKAN OLEH TAUCO HITAM
WIWIT KUMALA DEWI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
ABSTRAK
WIWIT KUMALA DEWI. Pemurnian dan Pencirian Protease dari Isolat Bakteri W-1
yang Dihasilkan oleh Tauco Hitam. Dibimbing oleh IRMA H SUPARTO dan YANTI.
Enzim protease dari isolat bakteri W-1 yang diisolasi dari tauco hitam memiliki
aktivitas fibrinolitik. Penelitian ini bertujuan memurnikan dan mencirikan protease dari
isolat bakteri yang diisolasi dari tauco hitam yang merupakan salah satu makanan
fermentasi tradisional Indonesia.
Ekstrak enzim dimurnikan dengan presipitasi amonium sulfat kejenuhan 70%,
dialisis (cut off 10 kD), dan kromatografi penukar ion DEAE Sepharose. Pemurnian
menghasilkan satu fraksi enzim aktif. Aktivitas spesifik fraksi aktif adalah 3.860 U/mg
dengan tingkat kemurnian 11.42 kali dibandingkan dengan ekstrak enzim kasar. Hasil
analisis SDS-PAGE 15% memperlihatkan fraksi aktif protease terdiri atas 2 pita protein
(29.7 dan 33.3 kD). Aktivitas optimum protease dicapai pada suhu 50oC dan pH 7. Uji
zimogram 15% memperlihatkan bahwa protease mampu menghidrolisis substrat kasein
dan fibrinogen dengan konsentrasi 0,01% (b/v). Aktivitas enzim protease menurun
dengan adanya penambahan ion Na+, K+, Mg2+, Mn2+, dan Cu2+ (5 mM). Protease ekstrak
kasar dihambat spesifik oleh inhibitor fenilmetilsulfonilklorida, N-p-tosil-L-lisin
klorometilketon, dan soybean trypsine inhibitor sehingga digolongkan ke dalam
kelompok protease serina.
ABSTRACT
WIWIT KUMALA DEWI. Purification and Characterization of Protease Produced from
Bacteria W-1 Isolated from Black Tauco. Under the direction of IRMA H SUPARTO and
YANTI.
Protease which was produced by bacteria W-1 isolated from black tauco an
Indonesian traditional fermented food, showed fibrinolytic activity. Therefore, the
purpose of this research was to study the purification and characterization of protease
produced by bacteria W-1 isolated from black tauco.
The extract of protease went through several steps of purification using
ammonium sulfate 70% saturation, dialyzed (cut-off 10 kD), and ion-exchange
chromatographed using DEAE Sepharose. The result of the study showed one active
fraction of enzyme. The specific activity of this fraction was 3.860 U/mg. Compared to
the crude extract it has 11.42 fold higher purification. The enzyme revealed to have two
protein bands at fraction 7 (29.7 dan 33.3 kD). Its optimum activity was achieved at pH 7
and temperature 50ºC. Protease effectively hydrolyzed casein and fibrinogen at 0.01%
concentration by zymogram 15%. The protease enzyme activity decreased by the addition
of ions Na+, K+, Mg2+, Mn2+, dan Cu2+ (5 mM). This enzyme was inhibited strongly by
phenylmethylsulphonylfluoride, N-p-tosil-L-lisin chlorometilketon, and soybean trypsin
inhibitor. Therefore, this enzyme that was purified from black tauco can be classified as
serine protease.
PEMURNIAN DAN PENCIRIAN PROTEASE DARI ISOLAT
BAKTERI W-1 YANG DIHASILKAN OLEH TAUCO HITAM
WIWIT KUMALA DEWI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006
Judul :
Pemurnian dan Pencirian Protease dari Isolat Bakteri W-1 yang
Dihasilkan oleh Tauco Hitam
Nama : Wiwit Kumala Dewi
NIM : G01400049
Menyetujui:
Pembimbing I,
Pembimbing II,
dr Irma H Suparto, M.S.
NIP 131606776
Yanti, M.Si.
NIP 120041094
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M. S.
NIP 131473999
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Duri-Riau pada tanggal 26 Februari 1982 dari ayah Ali Suar
dan ibu Zamnidar. Penulis merupakan putri keempat dari enam bersaudara.
Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Mandau dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis
diterima di Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan praktik lapangan di
Laboratorium Biosistematika dan Genetika, Bidang Mikrobiologi Pusat Penelitian
Biologi LIPI, Bogor pada tahun 2004.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan karya ilmiah ini. Penelitian
dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Desember 2005 dengan judul Pemurnian dan
Pencirian Protease dari Isolat Bakteri W-1 yang Dihasilkan oleh Tauco Hitam. Penelitian
dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Teknologi Enzim, Fakultas Teknobiologi,
Universitas Katolik Atma Jaya, Jakarta.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr Irma H Suparto, M.S dan Yanti, M.Si selaku
pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, saran, dan pengarahan kepada
penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis
sampaikan untuk keluarga tercinta Papa, Mama, kakak-kakakku, adikku (Budi dan Elin),
dan keponakanku (Imam, Alif, Abin, dan Caca), yang telah memberikan kasih sayang
serta doanya dalam membantu penulis menyelesaikan tugas ini. Ucapan terimakasih
kepada Muhamad Arief Setiawan atas dukungan dan doanya. Penelitian ini juga tidak
lepas dari bantuan beberapa pihak, oleh karena itu penghargaan penulis sampaikan
kepada Mas Yudi, Mas Bambang, Mas Ridwan (Laboratorium Biokimia dan Teknologi
Enzim Atma Jaya), Santi, dan Dian selaku rekan-rekan seperjuangan dalam pelaksanaan
penelitian ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Cicih, Iduy, dan Zendy atas diskusi
dan masukan-masukan yang sangat berharga, teman-teman angkatan 37 (khususnya C-8)
dan 38 atas kebersamaannya, dan mas Hery atas bantuannya selama ini. Serta semua
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Februari 2006
Wiwit Kumala Dewi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................................... xi
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Tauco .......................................................................................................................... .1
Protease fibrinolitik..................................................................................................... 2
Pemurnian enzim ........................................................................................................ 3
SDS-PAGE dan zimografi .......................................................................................... 4
Kromatografi penukar ion........................................................................................... 4
BAHAN DAN METODE
Alat dan bahan ........................................................................................................... 5
Metode penelitian........................................................................................................ 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan isolat yang berasal dari sampel tauco hitam .............................................. 8
Produksi dan ekstraksi enzim ..................................................................................... 8
Hasil Pemurnian enzim............................................................................................... 8
Hasil Presipitasi .......................................................................................................... 8
Hasil Dialisis............................................................................................................... 8
Hasil Kromatografi penukar ....................................................................................... 9
Hasil karakterisasi enzim ............................................................................................ 9
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ..................................................................................................................... 14
Saran ........................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14
LAMPIRAN......................................................................................................................16
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Sumber-sumber enzim fibrinolitik dan penciriannya ................................................. 3
2 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk SDS-PAGE dan zimografi............... 7
3 Hasil pemurnian enzim protease dari isolat bakteri W-1............................................ 9
4 Ciri biokimiawi enzim protease dari isolat bakteri W-1 ............................................. 13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1
Tauco hitam .............................................................................................................. 2
2
Pertumbuhan isolat W-1 pada 37ºC .......................................................................... 7
3
Pengaruh konsentrasi amonium sulfat terhadap terhadap kadar protein pada
supernatan ekstrak enzim kasar ................................................................................. 8
4
Fraksinasi protease dari isolat bakteri W-1 dengan kolom penukar anion DEAESepharose................................................................................................................... 9
5
Pengaruh suhu terhadap aktivitas ekstrak enzim kasar, dialisat, dan eluat .............. 10
6
Pengaruh suhu terhadap aktivitas residual ekstrak enzim kasar, dialisat, dan eluat.. 10
7
Pengaruh pH terhadap aktivitas ekstrak enzim kasar, dialisat, dan eluat ................. 10
8
Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas residual ekstrak enzim kasar dan dialisat ..... 11
9
Pengaruh ion logam terhadap aktivitas residual ekstrak enzim kasar dan dialisat ... 12
10 Analisis SDS-PAGE 15% ekstrak enzim kasar, eluat, dan standar........................... 12
11 Analisis zimografi 15% pada fraksi eluat dengan substrat kasein (A), substrat
fibrinogen (B), substrat albumin (C) , dan substrat gelatin (D) .............................. 13
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Prosedur pembuatan pereaksi kimia .......................................................................... 17
2
Diagram alir penelitian .............................................................................................. 18
3
Diagram produksi ekstrak kasar ................................................................................ 19
4
Contoh perhitungan aktivitas enzim (U/ml) dan aktivitas enzim spesifik ................. 20
5
Pembuatan kurva standar Bradford ........................................................................... 21
6
Data pengaruh suhu, pH, waktu, inhibitor, dan ion logam terhadap aktivitas protease
dari ekstrak kasar tauco hitam ................................................................................... 22
7
Data pengaruh suhu, pH, waktu, inhibitor, dan ion logam terhadap aktivitas protease
dari dialisat tauco hitam............................................................................................. 23
8
Data pengaruh suhu, pH, waktu, inhibitor, dan ion logam terhadap aktivitas protease
dari eluat hitam.......................................................................................................... 24
9
Pembuatan kurva standar SDS-PAGE 15% .............................................................. 25
PENDAHULUAN
Penelitian ilmiah terhadap makanan hasil
fermentasi di Indonesia seperti tempe, tahu,
tauco, dadih, brem, oncom, yoghurt, dan tape
sudah dimulai pada akhir abad ke-19. Salah
satu makanan hasil fermentasi tradisional
Indonesia yang diteliti dan dikembangkan
adalah tauco yang merupakan produk kedelai
berbentuk pasta, ada yang berwarna kuning
dan ada yang berwarna hitam, rasanya agak
asin, dibuat dengan cara fermentasi
menggunakan kapang Aspergillus oryzae
(Wood 1985). Makanan fermentasi ini kaya
akan kandungan vitamin B2, vitamin C, dan
asam folat (Sarwono 2004).
Pada dasarnya proses fermentasi bertujuan
memperbanyak
jumlah
mikrob
dan
meningkatkan metabolisme mikrob tersebut di
dalam substrat. Jenis mikrob disesuaikan
dengan produk akhir yang diinginkan.
Makanan
hasil
fermentasi
biasanya
mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi
daripada bahan asalnya. Hal ini disebabkan
karena mikrob bersifat katabolitik dan dapat
mensintesis beberapa vitamin yang kompleks
seperti riboflavin, vitamin B12, dan
provitamin A (Winarno et al. 1980).
Penelitian di Korea menunjukkan bahwa
produk-produk fermentasi seperti kecap dan
tauco mengandung beberapa jenis peptida
yang berfungsi menekan sel tumor, sebagai
anti-hipertensi dan anti-trombotik. Selain itu
produk fermentasi tidak hanya digunakan
sebagai bahan makanan tetapi lebih sebagai
pangan fungsional yang mempunyai nilai
kesehatan yang sangat tinggi.
Baru-baru ini penelitian dilakukan dengan
mengisolasi enzim fibrinolitik dari ekstrak
alami untuk memperoleh enzim fibrinolitik
dengan spesifitas yang tinggi dan harga yang
murah. Penelitian ini berhasil memurnikan
dan mencirikan isozim fibrinolitik dari cacing
tanah Lumbricus rubellus Indonesia. Di
samping lumbrokinase, beberapa enzim
fibrinolitik dilaporkan telah diisolasi dari
isolat Bacillus sp. yang berasal dari makanan
fermentasi tradisional beberapa negara
diantaranya adalah Jepang (natto) (Seo dan
Lee 2004), Korea (chungkok-jang) (Kim et al.
1996),
dan
Thailand
(thua-nao)
(Chantawannakul et al. 2002).
Penelitian
yang
dilakukan
adalah
memurnikan
dan
mencirikan
enzim
fibrinolitik dari isolat potensial yang diisolasi
dari tauco hitam yang merupakan salah satu
pangan fermentasi tradisional Indonesia. Isolat
tersebut merupakan koleksi Laboratorium
Biokimia dan Teknologi Enzim, Fakultas
Teknobiologi, Universitas Katolik Atma Jaya,
Jakarta. Indonesia kaya akan makanan
fermentasi tradisional yang merupakan hasil
dari proses bioteknologi sederhana yang sudah
dimulai sejak beribu tahun yang lalu. Diduga,
makanan fermentasi tersebut mengandung
bakteri penghasil enzim fibrinolitik potensial
yang dapat menjaga kesehatan terutama
melindungi sistem fibrinolitik di dalam tubuh
dan mencegah penyakit antitrombosis sejak
dini.
Penelitian ini bertujuan memurnikan dan
mencirikan protease dari isolat bakteri yang
diperoleh dari tauco hitam yang merupakan
salah satu makanan fermentasi tradisional
Indonesia.
Penelitian
dilaksanakan
di
Laboratorium Biokimia dan Teknologi Enzim,
Fakultas Teknobiologi, Universitas Katolik
Atma Jaya, Jakarta, yang berlangsung selama
6 bulan, yaitu dari Juni 2005 sampai dengan
Desember 2005.
TINJAUAN PUSTAKA
Tauco
Tauco adalah penyedap masakan yang
dihasilkan melalui proses fermentasi yang
melibatkan kapang, khamir, dan bakteri.
Selain mempunyai nilai gizi yang tinggi, tauco
juga mempunyai aroma yang khas. Tauco
banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia
terutama di daerah Jawa Barat dan Jawa
Timur. Pusat produksi tauco adalah di kota
Cianjur. Menurut Shurtleff dan Aoyagi
(1976), tauco telah diproduksi di beberapa
negara dengan nama miso di Jepang, chiang di
Cina, jang di Korea, tauco di Indonesia dan
Thailand, serta taosi di Filipina.
Tauco hitam berasal dari biji kedelai yang
berwarna hitam (Gambar 1). Tauco
mempunyai aroma yang lebih baik dengan
terbentuknya asam, alkohol, dan ester. Tauco
berfungsi sebagai penyedap masakan karena
bau dan rasanya yang khas dan dapat
disimpan lama karena kadar garamnya yang
cukup tinggi.
Menurut Rose (1982) pembuatan makanan
fermentasi tauco sama seperti yang dilakukan
di Jepang, Korea, dan Cina. Proses
pembuatannya melalui dua tahap fermentasi,
yaitu fermentasi kapang (mold fermentation)
dan fermentasi dalam larutan garam (brine
fermentation). Pada fermentasi pertama
digunakan kapang Aspergillus oryzae,
Rhizopus oligosporus atau Rhizopus oryzae.
Nisbah campuran kapang tersebut adalah
1:1:1, kemudian dicampurkan dengan tepung
beras ketan yang sudah disangrai. Pada
fermentasi tahap kedua digunakan larutan
garam 22.8%.
Secara tradisional, kedua tahap fermentasi
tersebut dilakukan secara spontan (kapang
yang tumbuh pada bahan berasal dari udara
sekitarnya atau berasal dari sisa-sisa spora
kapang yang tertinggal pada wadah bekas
fermentasi sebelumnya). Tahapan pembuatan
tauco adalah
perendaman, pencucian,
pengukusan, penirisan, dan perendaman
dalam larutan garam. Pada pembuatan tauco
sering ditambahkan tepung, baik tepung beras,
tepung ketan,
maupun tapioka untuk
menambah kekurangan karbohidrat. Mutu
tauco ditentukan oleh beberapa faktor seperti
bahan yang digunakan, proses penyimpanan
dan pengerjaannya, jenis mikroorganisme
yang berperan, konsentrasi garam yang
digunakan, lama fermentasi, dan kondisi
lingkungan selama proses fermentasi (Soetoyo
1988).
Gambar 1 Tauco hitam.
Protease Fibrinolitik
Enzim fibrinolitik merupakan kelompok
protease yang dapat mendegradasi benangbenang fibrin. Benang-benang fibrin adalah
jaringan yang mengelilingi sel-sel darah
merah, hal ini yang disebut penggumpalan
darah. Enzim fibrinolitik akan mendegradasi
gumpalan-gumpalan yang ada pada saluran
darah sehingga aliran darah menjadi normal
kembali. Di dalam tubuh, enzim fibrinolitik
atau plasmin diproduksi oleh sel endotel
dalam saluran pankreas. Seiring dengan
pertambahan usia dan pola konsumsi pangan
yang tidak seimbang, maka produksi plasmin
alami oleh tubuh semakin berkurang sehingga
kerja sistem fibrinolitik di dalam tubuh akan
terganggu. Bila hal ini berlangsung terus
menerus secara berkala maka akan memicu
timbulnya penyakit trombosis yang akhirnya
mengarah pada berbagai penyakit degeneratif
seperti stroke, hipertensi, dan diabetes.
Umumnya sumber enzim fibrinolitik berasal
dari manusia (plasmin dan urokinase), hewan
(lumbrokinase dan desmoteplase), tanaman
(natokinase), dan mikroorganisme/bakteri
(streptokinase dan stapilokinase).
Penyakit
trombosis
menyebabkan
penggumpalan darah di otak (cerebral stroke)
maupun di jantung (myocardial infarction),
dapat mengakibatkan cacat (disability) bahkan
kematian. Serat fibrinogen adalah komponen
protein utama di dalam darah beku (gumpalan
darah). Gumpalan darah ini bisa dihancurkan
oleh enzim fibrinolitik (Nurachman 2001).
Pada manusia, reaksi penguraian serat-serat
fibrin terjadi melalui kerja enzim plasmin.
Plasmin terdapat di dalam aliran darah dalam
bentuk tidak aktif/zimogen (plasminogen).
Kegagalan mendegradasi gumpalan darah
ditemukan
pada
penyakit
trombosis.
Penggunaan enzim-enzim trombolitik dalam
medis adalah metode efektif yang dipakai
dalam terapi penyakit trombosis. Berbagai
macam obat anti-trombosis yang telah beredar
saat ini, tetapi harganya sangat mahal dan
kemampuannya terbatas (mudah hancur dan
dapat menimbulkan pendarahan). Oleh karena
itu,
dikembangkan penemuan baru obat
anti-beku darah yang dinilai memiliki
keefektifan lebih baik dan efek samping lebih
rendah yang berasal dari keragaman isolasi
mikroorganisme.
Enzim fibrinolitik dapat diperoleh dari
sumber-sumber lain seperti ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Sumber-sumber enzim fibrinolitik dan penciriannya
Referensi
Chantawannakul
2002
Seo dan Lee. 2004
Yanti et al. 2003
Kim et al. 1996
Sumber
et al.
Ciri
Bacillus subtilis Strain 38 yang
diisolasi dari Thua nao, makanan
tradisional Thailand hasil
fermentasi kedelai
Bacillus firmus NA-1 yang
diisolasi dari Natto, makanan
tradisional Jepang yang
merupakan hasil fermentasi
Cacing tanah lokal Lumbricus
rubellus
Bacillus sp Strain CK 11-4 yang
diisolasi dari Chungkok-jang,
makanan tradisional Korea hasil
fermentasi kedelai.
Pemurnian Enzim
Enzim merupakan unit fungsional dari
metabolisme sel. Enzim sebagai suatu
kelompok protein yang berperan sangat
penting dalam aktivitas biologis. Enzim
berfungsi sebagai katalisator dalam sel dan
sifatnya
sangat
khas.
Enzim
akan
terdenaturasi oleh panas, dan mengendap oleh
etanol
atau
garam-garam
organik
berkonsentrasi tinggi seperti amonium sulfat,
tidak dapat melewati membran semipermeabel
atau membran selektif (tidak terdialisis).
Menurut Suhartono (1989) faktor-faktor
yang mempengaruhi aktivitas enzim adalah
konsentrasi enzim, substrat, produk, adanya
senyawa inhibitor dan aktivator, pH, suhu,
kekuatan ion dan jenis pelarut yang terdapat
pada lingkungan. Oleh karena itu, penentuan
sifat-sifat dari enzim yang dihasilkan perlu
dilakukan, misalnya penentuan suhu optimum,
pH optimum, pengaruh senyawa kimia dan
ion logam, stabilitas enzim pada pH dan suhu
optimum enzim tersebut.
Pemurnian enzim adalah salah satu cara
untuk memisahkan protein enzim dari protein
jenis lain dan kontaminan. Secara umum,
pemurnian enzim dibagi dalam tiga tahap,
yaitu ekstraksi, pemekatan, dan fraksinasi.
Menurut Scopes (1987) tujuan pemurnian
enzim
salah
satunya
adalah
untuk
mengidentifikasi fungsi dan struktur protein.
Enzim yang murni dari senyawa pengotor
dapat digunakan untuk keperluan medis,
farmasi, dan penelitian biokimia karena
spesifitasnya yang tinggi (Lehninger 1993).
Suhu dan pH optimumnya adalah
47°C dan 6.5.
Suhu dan pH optimumlnya adalah
40ºC dan 7.
Terdiri atas enam isozim
fibrinolitik dengan bobot molekul
22, 24, 26, 30, 36, dan 38 kD
menggunakan analisis SDSPAGE.
Suhu dan pH optimumnya adalah
70ºC dan 10.5. Bobot molekul
28.200 kD menggunakan analisis
SDS-PAGE
Tahap awal dalam pemurnian protein atau
enzim ekstraseluler adalah tahap isolasi yang
bertujuan memisahkan biomassa sel serta
senyawa pengotor yang berasal dari media
pertumbuhan. Pemisahan dilakukan dengan
sentrifugasi dengan kecepatan tertentu. Enzim
yang diisolasi akan tertinggal dalam filtrat
(supernatan) dan endapan yang terbentuk
adalah zat-zat pengotor yang tidak diinginkan
(Scopes 1987).
Pemekatan enzim dilakukan untuk
memisahkan
konsentrat
protein
dari
komponen biomolekul lainnya (karbohidrat,
lipid, dan asam nukleat). Berbagai metode
pemekatan enzim yang lazim digunakan
adalah presipitasi dengan garam, pelarut
organik, polimer, dialisis, dan ultrafiltrasi
(Scopes 1989).
Presipitasi dengan garam (amonium sulfat,
sodium sulfat) lebih disukai daripada
presipitasi dengan pelarut organik (aseton dan
etanol), dengan alasan pelarut organik
cenderung mendenaturasi protein pada suhu
agak tinggi, relatif mahal, dan mudah
terbakar. Selain itu, presipitasi dengan pelarut
organik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi
pelarut organik, konsentrasi protein, kekuatan
ionik, pH, dan suhu (Suhartono 1989).
Garam amonium sulfat dipilih karena
kelarutannya tinggi, murah, tidak toksik, dan
tidak
mempengaruhi
struktur
protein,
sedangkan presipitasi dengan polimer
(polietilena glikol) sama halnya dengan
presipitasi menggunakan pelarut organik.
Hanya saja polietilena glikol lebih mudah
ditangani daripada pelarut organik karena
tidak mudah terbakar, tidak toksik, tidak
bermuatan, dan murah.
Sisa garam dari proses presipitasi enzim
dihilangkan dengan dialisis menggunakan
kantong selofan. Dengan demikian, konsentrat
enzim bebas garam dapat dimurnikan lebih
lanjut melalui fraksinasi enzim.
Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan
enzim dari protein non enzim lainnya. Metode
fraksinasi yang umum dilakukan adalah
kromatografi kolom dan elektroforesis.
SDS-PAGE dan Zimografi
Elektroforesis adalah teknik pemisahan
fraksi-fraksi zat berdasarkan pergerakan
partikel bermuatan atau ion-ion makromolekul
di bawah pengaruh medan listrik, karena
adanya perbedaan ukuran, bentuk, muatan
atau
sifat
kimia
molekul.
Metode
elektroforesis digunakan untuk analisis dan
pemisahan asam amino, protein, dan asam
nukleat
(DNA/RNA).
Beberapa
jenis
elektroforesis yang dikenal antara lain
elektroforesis kertas, elektroforesis selulosa
asetat atau selulosa nitrat dan elektroforesis
gel. Elektroforesis gel sering digunakan untuk
analisis dan pemisahan protein dan asam
nukleat, sedangkan jenis elektroforesis lainnya
bermanfaat dalam pemisahan molekul yang
lebih kecil (Scopes 1987).
Bentuk elektroforesis gel dapat berupa
kolom atau lempengan. Beberapa jenis gel
dapat dimanfaatkan, yaitu gel pati, gel
agarosa, dan gel poliakrilamida. Gel
poliakrilamida merupakan polimer yang
disusun oleh akrilamida dan N, N’-metilenabis-akrilamida yang berpolimerisasi dengan
bantuan katalisator TEMED dan senyawa
radikal bebas seperti amonium sulfat.
Prinsip analisis SDS-PAGE adalah
pemisahan protein berdasarkan ukuran
molekul. Pada SDS-PAGE, semua ikatan
disulfida yang ada pada protein direduksi oleh
β-merkaptoetanol. Senyawa SDS yang
ditambahkan berfungsi memutuskan ikatan
diantara sub unit penyusun protein dan
membuat keseluruhan protein diselimuti
muatan negatif, sehingga pergerakan protein
hanya dipengaruhi oleh ukurannya.
Data pemurnian enzim yang diperoleh
melalui
elektroforesis
tidak
selalu
menunjukkan daya katalitik enzim yang
sebenarnya karena adanya kontaminan,
isoenzim atau enzim lain dari kelas yang
sama. Kekurangan ini dapat diatasi dengan
meneliti
aktivitas
enzim
sesudah
elektroforesis gel. Zimografi merupakan cara
menganalisis aktivitas proteolitik yang
sederhana, sensitif, dapat dikuantisasi, dan
fungsional.
Zimografi adalah salah satu teknik
elektroforesis
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi aktivitas proteolitik enzim
yang dipisahkan dalam gel poliakrilamida
dengan kondisi tidak tereduksi dan
terdenaturasi, direnaturasi dengan triton X100 dan diinkubasi dalam sistem bufer yang
sesuai untuk aktivitas enzim. Gel kemudian
diwarnai dengan pewarna Coomassie blue dan
adanya aktivitas enzim ditunjukkan oleh
daerah bening (clear zone) di mana substrat
telah didegradasi.
Kromatografi Kolom
Kromatografi adalah suatu metode
pemisahan yang dapat digunakan untuk
memisahkan suatu komponen dari komponen
lainnya atau memisahkan suatu komponen
dari
sekumpulan
komponen
lainnya.
Kromatografi merupakan teknik yang efektif
dan dapat digunakan untuk memisahkan
komponen yang sulit dipisahkan dengan
metode lain.
Metode yang umum digunakan untuk
pemurnian enzim adalah kromatografi kolom.
Pemilihan kromatografi kolom bergantung
pada sifat protein enzim yang ingin
dipisahkan. Ada empat jenis kromatografi
yang dapat dikategorikan ke dalam
kromatografi kolom, yaitu kromatografi
adsorpsi, kromatografi partisi, kromatografi
pertukaran ion, dan kromatografi filtrasi gel.
Kromatografi penukar ion menggunakan
resin penukar ion sebagai fase diam.
Mekanisme pemisahan didasarkan pada
keseimbangan penukar ion (Christian 2003).
Kromatografi penukar ion sering digunakan
pada tahap akhir kemurnian. Karena
resolusinya yang tinggi dan waktu pemisahan
yang relatif singkat maka IEC (ion exchange
chromatography/kromatografi penukar ion)
dianggap paling baik untuk melakukan
beberapa analisis. Analisis kemurnian
menggunakan IEC didasarkan pada fakta
bahwa protein memiliki muatan positif dan
negatif
yang
tergantung
dari
pH
lingkungannya (Roe 1999).
Prinsip dasar teknik IEC adalah
memisahkan biomolekul berdasarkan muatan
ioniknya. Biomolekul dibuat bermuatan agar
terikat pada media dalam kekuatan ion yang
rendah dan dilepaskan dari media dengan
menggunakan gradien garam. Biomolekul
dengan muatan ion paling kecil akan dielusi
lebih dahulu dibandingkan dengan biomolekul
yang memiliki muatan ion lebih besar.
Semakin besar muatan ion maka diperlukan
larutan garam NaCl dengan konsentrasi
semakin besar pula. Oleh karena itu, pada
umumnya elusi dilakukan secara linear
gradient.
Ada dua tipe kolom penukar ion yaitu
kolom penukar kation (CIEC) dan kolom
penukar anion (AIEC). Pemilihan kolom
penukar ion biasanya didasarkan pada nilai pI
(titik isolistrik) dan stabilitas pH dari molekul
protein yang akan ditukarkan. Jika pH di atas
nilai pI, molekul akan memiliki muatan
negatif maka digunakan kolom penukar anion.
Kolom penukar kation digunakan untuk
pemisahan protein yang bermuatan positif,
biasanya yang memiliki pH di bawah nilai pI,
dan banyak digunakan untuk memisahkan
protein serum.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah isolat bakteri yang diisolasi dari
tauco hitam yang merupakan koleksi
Laboratorium Biokimia dan Teknologi Enzim,
Fakultas Teknobiologi, Universitas Katolik
Atma Jaya, Jakarta. Media penapisan untuk
memperoleh tiga jenis isolat penghasil enzim
protease tersebut adalah media Skim Milk
Agar (SMA). Media yang digunakan untuk
perbanyakan mikrob adalah Luria Bertani
Broth (LB). Komposisi media secara lengkap
terdapat pada Lampiran 1.
Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah
kasein Hammersten (Merck), pereaksi
Bradford, standar L-tirosina (Merck), bovine
serum albumin (BSA) Fraktion V (Merck),
amonium sulfat teknis, bufer universal pH 7,
trichloro acetic acid (TCA), pereaksi Folin
Ciocalteau, garam NaCl step wise, bufer TrisHCl pH 7.5, etilena diamin tetra-asetat
(EDTA), gliserol 50% (v/v), polietilena glikol
(PEG), inhibitor fenil metil sulfonil fluorida
(PMSF), N-p-tosil-L-lisin klorometilketon
(TLCK), soybean trypsin inhibitor (STI),
dimetil
sulfoksida
(DMSO)
pereaksi
elektroforesis (akrilamida, bis-akrilamida,
amonium persulfat 10% (b/v), N,N,N’,N’tetraetilmetilenadiamina
(TEMED),
bromphenol blue, Coomassie Brilliant Blue R250, tris, dan sodium dodesil sulfat (SDS),
triton X-100 2.5 % (v/v), bufer sampel,
standar marker low molecular weight (LMW),
dan matriks Sepharose- dietil aminoetil
(DEAE) fast flow.
Alat-alat
yang
digunakan
adalah
spektrofotometer
UV/VIS
Optima,
sentrifugasi mikro berpendingin Beckmann,
inkubator, shaker, lemari es, perangkat
elektroforesis
Bio
Rad,
perangkat
kromatografi kolom Amersham Biosience, pH
meter Orion, neraca analitik Fisher, pengaduk
magnetik dan vortex, tabung eppendorf, pipet
mikro Bio Rad dan tip, aluminium foil, jarum
ose, pembakar spiritus, rak tabung, oven, dan
alat-alat kaca lainnya.
Metode Penelitian
Penapisan isolat yang berasal dari sampel
tauco hitam
Terhadap ke-3 isolat yang diberi kode,
yaitu W1, W2, dan W3 masing-masing
sebanyak satu ose dipindahkan ke dalam
media Skim milk agar dan diinkubasi pada
suhu 37ºC selama 24 jam untuk disegarkan.
Koloni yang memiliki suatu lingkaran bening
(halo proteolitik) di sekeliling koloni
digunakan sebagai sumber produksi enzim.
Produksi dan ekstraksi enzim
Koloni yang memiliki halo proteolitik
dipindahkan ke media produksi, yaitu media
LB. Kemudian disimpan dalam inkubator
bergoyang pada suhu 37ºC dan kecepatan
perputaran 150 rpm selama dua hari. Pada hari
ke-3 dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan
7500 rpm selama 15 menit pada suhu 4ºC.
Supernatan yang diperoleh berupa ekstrak
enzim. Diagram alir penelitian secara lengkap
terdapat pada Lampiran 2 dan 3.
Analisis aktivitas protease
Aktivitas protease diukur secara kuantitatif
dengan modifikasi metode Bergmeyer (1983)
dengan
menggunakan
substrat
kasein
Hammarsten 2% (b/v). Terdapat tiga
perlakuan analisis yang dilakukan, yaitu
blanko, standar, dan sampel. Larutan enzim
ditambahkan ke dalam tabung eppendorf yang
berisi 250 μl 50 mM bufer fosfat dengan
variasi pH 4, 5, 6, 7, 8, 10, dan 12. Perlakuan
pada blanko dan standar, enzim digantikan
dengan akuades dan tirosina 5 mM.
Larutan diinkubasi pada variasi suhu 27,
37, 50, 55, 65, dan 80ºC selama 10 menit
(suhu dan waktu inkubasi optimum enzim).
Reaksi hidrolisis dihentikan dengan cara
penambahan 500 μl TCA 0.1 M. Pada blanko
dan standar ditambahkan 50 μl larutan enzim,
sedangkan pada sampel ditambahkan 50 μl
akuades, kemudian larutan diinkubasi kembali
pada suhu 37ºC selama 10 menit, dilanjutkan
dengan sentrifugasi pada kecepatan 10000
rpm dan suhu 4ºC selama 10 menit.
Supernatan sebanyak 375 μl ditambahkan
ke dalam tabung berisi 1.25 ml Na2CO3 0.4 M
dan 250 μl pereaksi Folin Ciocalteau, lalu
diinkubasi kembali pada suhu 37ºC selama 20
menit. Absorbans larutan diukur pada panjang
gelombang 578 nm. Contoh perhitungan
aktivitas enzim terdapat pada Lampiran 4.
Pengukuran konsentrasi protein (Bradford
1976)
Kadar protein ditentukan dengan metode
Bradford (1976). Sebanyak 100μl larutan
enzim ditambahkan ke dalam tabung yang
berisi 1 ml akuades dan 1 ml pereaksi
Bradford. Perlakuan pada blanko, larutan
enzim diganti dengan akuades. Selanjutnya
larutan tersebut dihomogenkan dan didiamkan
selama 20 menit pada suhu ruang. Absorbans
larutan diukur pada panjang gelombang 595
nm.
Standar protein yang digunakan adalah
BSA. Pada kurva standar protein, larutan
enzim digantikan dengan BSA dengan kisaran
konsentrasi 0 sampai 250 μg/ml. Konsentrasi
protein larutan enzim ditentukan berdasarkan
persamaan garis linear hubungan antara
konsentrasi standar protein dan absorbans.
larutan bufer universal pH 7 bervolume 100
kali volume filtrat. Sambil diagitasi perlahan,
dialisis dilakukan dalam ruang dingin dengan
pergantian larutan bufer setiap 2 jam selama 2
kali. Setelah dialisis, untuk lebih memekatkan,
kantung diletakkan di atas serbuk polietilena
glikol selama beberapa menit.
Kromatografi Penukar Ion. Sistem
kromatografi
disiapkan
yaitu
pompa
peristaltik, fraction collector, dan kolom weak
anion exchanger DEAE Sepharose Fast Flow.
Syringe atau tabung pemompa diisi dengan
start buffer yaitu bufer Tris-Cl pH 7. 50 mM
sampai pH di dalam kolom menunjukkan pH
7. Adaptor dinyalakan sehingga kolom
terhubung dengan syringe. Udara harus
dihindari agar tidak masuk ke dalam kolom.
Kolom dicuci dengan 10 ml bufer Tris-HCl
pada laju alir 3.0 ml/menit. Bufer elusi yaitu 5
ml NaCl 1 M dialirkan ke dalam kolom.
Keseimbangan
akhir
dicapai
dengan
mengalirkan 10 ml bufer Tris-HCl pH 7.5.
Fraction collector diatur berdasarkan jumlah
tetes dengan volume fraksi 1 ml dan laju alir
3.0 ml/menit. Sebanyak 1 ml dialisat
diinjeksikan ke dalam kolom. Kolom dicuci
dengan 5 ml bufer Tris-HCl pH 7.5 kemudian
dielusi dengan ml NaCl 0.5 M dan 1 M diikuti
dengan 5 ml bufer Tris-Cl pH 7.5. Eluat yang
dihasilkan diuji kadar protein dan aktivitas
enzim. Fraksi dengan kadar protein dan
aktivitas enzim yang tinggi dipilih untuk diuji
selanjutnya.
Pencirian enzim
Pemurnian Enzim
Presipitat dan eluat (hasil fraksinasi) dicirikan
sebagai berikut :
Presipitasi. Ekstrak enzim kasar
diendapkan dengan amonium sulfat. Untuk
menentukan konsentrasi garam yang optimal,
dilakukan pengujian aktivitas enzim hasil
pengendapan oleh garam mulai dari 30 sampai
80% (b/v). Penambahan dilakukan sedikit
demi sedikit pada suhu 0 sampai 4ºC sambil
diaduk dengan pengaduk magnetik hingga
larut. Endapan enzim dipisahkan dengan
sentrifugasi berpendingin 4000 rpm selama 10
menit. Pelet disuspensikan dalam 50 mM
bufer universal pH 7 dan didialisis dalam 50
mM bufer universal pH 7 dengan
menggunakan kantung dialisis (cut-off 10 kD).
Dialisis. Untuk keperluan dialisis,
potongan kantung dialisis dipanaskan selama
10 menit (dua kali). Salah satu ujung kantung
diikat dan enzim hasil presipitasi dimasukkan.
Kantung kemudian dimasukkan ke dalam
Penentuan pH optimum aktivitas enzim.
Bufer universal dan substrat kasein untuk
reaksi diatur pada nilai pH 4, 5, 6, 7, 8, 10,
dan 12. Pengujian aktivitas dilakukan pada
suhu yang konstan (37ºC). Aktivitas tertinggi
menunjukkan pH optimum enzim.
Penentuan suhu optimum aktivitas
enzim. Enzim direaksikan pada pH
optimumnya dengan variasi suhu yang
diujikan adalah 27ºC, 37ºC, 50ºC, 55ºC, 60ºC,
65ºC, dan 80ºC. Aktivitas tertinggi
menunjukkan suhu optimum enzim.
Pengaruh inhibitor. Pengaruh aktivitas
protease terhadap penambahan
inhibitor
berupa EDTA 0.01 mM; PMSF 0.01 mM;
TLCK 0.1 mM; dan STI 0.01 mg/ml
ditentukan dengan cara inkubasi 100 µl enzim
dan 100 µl larutan senyawa tersebut selama
satu jam pada suhu ruang, lalu aktivitas
residunya dianalisis secara kuantitatif.
Pengaruh ion logam. Pengaruh aktivitas
protease terhadap penambahan ion logam
dilakukan dengan konsentrasi akhir 5 mM
selama 1 jam pada suhu ruang, lalu diuji
aktivitas residunya secara kuantitatif. Logam
yang digunakan, yaitu KCl, NaCl, CuCl2,
MgCl2, dan MnCl2.
Analisis SDS-PAGE dan Zimografi
Elektroforesis gel poliakrilamida yang
dikombinasikan dengan suatu detergen
sodium dodesil sulfat digunakan untuk
memisahkan dan meneliti jumlah dan ukuran
(bobot molekul) rantai protein dan rantai
subunit
protein.
Sementara
zimografi
merupakan salah satu teknik elektroforesis
yang bertujuan mendeteksi aktivitas enzim
proteolitik secara langsung.
Tahapan kerja yang dilakukan dalam
analisis SDS-PAGE dan zimografi meliputi
penyiapan gel pemisah dan penahan,
penyiapan sampel dan loading, kondisi
running, pewarnaan gel, dan pelunturan
warna.
Penyiapan gel pemisah dan penahan.
Tabel 2 Komposisi gel pemisah dan gel
penahan untuk SDS-PAGE dan zimografi
Pereaksi
Larutan A
Larutan B
Larutan C
Kasein
0.5%
Fibrinogen
0.1%
Thrombin
Albumin
0.1%
Gelatin
0.1%
Akuades
Amonium
persulfat
TEMED*
Total
Gel pemisah 15%
(ml)
SDSPAGE
2.50
1.25
-
Zimo
grafi
2.50
1.25
1.00
Gel penahan
4% (ml)
0.67
1.25
1,00
-
0.10
1.00
-
1.00
0.50
0.50
0.10
0.10
3.00
0.05
0.01
5.00
0.01
5.00
0.005
5.00
Preparasi sampel dan loading. Khusus
SDS-PAGE, 20 µl sampel ditambahkan
dengan 5 µl bufer sampel yang mengandung
2-merkaptoetanol, lalu dipanaskan pada suhu
100ºC selam 3-5 menit. Sementara pada
zimografi sampel dilarutkan dalam bufer
sampel yang tidak mengandung 2merkaptoetanol dan tidak memerlukan
perlakuan pemanasan. Tiap sampel diloading
ke dalam sumur gel dengan kisaran volume
10-20 µl, sedangkan volume standar LMW
yang digunakan sebanyak 5 µl.
Kondisi running, pewarnaan, dan
pelunturan warna. Gel dijalankan pada
tegangan 100 V selama 1.5 jam dalam bufer
elektroforesis. Pada SDS-PAGE, setelah
elektroforesis, gel langsung diwarnai dengan
menggunakan larutan pewarna (Coomassie
Brilliant Blue R-250) selama 15 menit.
Pelunturan warna pada gel dilakukan dengan
larutan peluntur berulang kali sampai
diperoleh pita protein biru dengan latar gel
bening. Sementara pada zimografi, setelah
elektroforesis, gel didenaturasi terlebih dahulu
dalam larutan Triton-X 2.5% (v/v) sambil
digoyang selama satu jam. Kemudian gel
didigesti dalam 50 mM bufer universal pH 7
dan suhu 50ºC (kondisi suhu dan pH optimum
enzim) selama 30 menit. Gel diwarnai dengan
larutan pewarna selama 15 menit. Pelunturan
warna gel dilakukan dengan larutan peluntur
berulangkali sampai diperoleh pita enzim
proteolitik putih dengan latar gel biru.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penapisan isolat yang berasal dari sampel
tauco hitam
Isolat bakteri penghasil protease yang
unggul dipilih diantara koloni yang
menyebabkan daerah sekelilingnya menjadi
jernih karena kasein telah terhidrolisis. Untuk
mendapatkan isolat
yang potensial
memproduksi enzim protease, dilakukan
pengujian terhadap tiga isolat, yaitu W1, W2,
dan W3. Penyegaran dilakukan dengan cara
menumbuhkan isolat dalam media Skim Milk
Agar pada suhu 37ºC selama semalam.
Inkubasi semalam memberikan kondisi pada
ketiga isolat tersebut untuk menghidrolisis
kasein sehingga terbentuk areal bening di
sekeliling koloni tersebut. Pada Gambar 2
dapat dilihat isolat W1 yang memiliki suatu
lingkaran bening di sekeliling koloni,
sehingga dapat digunakan sebagai sumber
produksi enzim dalam penelitian ini.
Gambar 2 Pertumbuhan isolat W1 pada suhu
37ºC.
Pemurnian enzim
Presipitasi ekstrak enzim dengan garam
amonium sulfat diuji pada berbagai
konsentrasi kejenuhan amonium sulfat 3080% (b/v) (Gambar 3). Konsentrasi yang
dipilih adalah yang memberikan kadar protein
terendah pada supernatan, dengan asumsi
protein telah terendapkan secara maksimal
pada pelet. Protein yang telah diendapkan ini
biasanya tidak terdenaturasi dan aktivitasnya
diperoleh kembali dengan melarutkan
endapannya dalam bufer untuk menjaga
aktivitas dan stabilitas enzim. Hasil presipitasi
disebut presipitat.
Kadar protein (mg/ml
0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
20
40
60
80
100
Kejenuhan amonium sulfat (% )
Gambar 3 Pengaruh konsentrasi amonium
sulfat terhadap kadar protein pada
supernatan ekstrak enzim kasar.
Menurut Boyer (1986), terdapat beberapa
parameter penting yang dapat dihitung
berdasarkan data aktivitas dan total protein
enzim. Parameter tersebut adalah aktivitas
spesifik, total aktivitas, dan persentase yield.
Aktivitas spesifik adalah besarnya aktivitas
enzim per miligram protein. Pengukuran
konsentrasi protein dilakukan berdasarkan
metode Bradford (1976). Kurva standar
diperoleh dari regresi linier berbagai
konsentrasi BSA (Lampiran 5). Ekstrak enzim
kasar yang diperoleh memiliki kadar protein
sebesar 0.242 mg/ml. Total aktivitas adalah
besarnya aktivitas spesifik dikalikan total
kandungan protein. Derajat pemurnian yang
menunjukkan tingkat efisiensi pemurnian
merupakan perbandingan aktivitas spesifik
hasil pemurnian dengan aktivitas spesifik
ekstrak kasar. Sedangkan persentase yield
adalah perbandingan total aktivitas tahap
tertentu dengan aktivitas tahap sebelumnya.
Data aktivitas secara lengkap terdapat pada
Lampiran 6, 7, dan 8.
Ekstrak kasar enzim (crude enzyme)
memiliki nilai aktivitas sebesar 0.081 U/ml
atau aktivitas spesifik sebesar 0.338 U/mg.
Fraksi presipitat memberikan kontribusi
sedikit terhadap kemurnian enzim. Hal ini
dapat dilihat setelah melalui pengendapan
oleh 70% (b/v) amonium sulfat, aktivitas
meningkat menjadi 0.088 U/ml dengan
aktivitas spesifik 0.488 U/mg atau 1.44 kali
lebih murni terhadap ekstrak kasar.
Kemurnian enzim yang lebih tinggi dapat
diperoleh melalui proses dialisis untuk
menghilangkan molekul garam dan ion
pengganggu lainnya yang mempengaruhi
kestabilan enzim. Proses dialisis mampu
memisahkan
molekul–molekul
kecil
berukuran 10
kD.
Dialisis dilakukan terhadap ekstrak enzim
hasil presipitasi dengan garam amonium
sulfat.
Pemanasan
kantong
dialisis
nitroselulosa asetat (cut-off 10 kD) sebelum
digunakan bertujuan menghilangkan protein
yang mungkin menempel pada kantong.
Setelah enzim dimasukkan ke dalam kantong
dialisis dan direndam dalam larutan bufer,
akan terjadi proses difusi dan osmosis. Karena
konsentrasi garam di dalam kantong lebih
tinggi dari sekelilingnya pada awal dialisis,
larutan bufer akan masuk ke dalam kantong
menggantikan garam yang keluar sehingga
terjadi keseimbangan. Tahapan ini dilakukan
beberapa kali dengan menggantikan larutan
bufer tiap 2 jam karena semua garam dan ion
pengganggu tidak dapat dihilangkan hanya
dengan sekali dialisis (Scopes 1989).
Selanjutnya hasil dialisis disebut fraksi
dialisat.
Fraksi dialisat memberikan nilai aktivitas
sebesar 0.124 mg/ml atau 1.117 U/mg atau
3.30 lebih murni terhadap ekstrak kasar.
Terjadinya pengenceran oleh larutan bufer
yang menggantikan garam di dalam kantong
dialisis menyebabkan konsentrasi protein
menjadi menurun.
Kromatografi penukar anion
Dialisat diinjeksikan ke dalam kolom
penukar anion DEAE-Sepharose fast flow
pada laju alir 3.0 ml/menit. Matriks DEAE
merupakan fase diam, memiliki gugus
dietilaminoetil yang bermuatan positif. Jadi
matriks ini berlaku sebagai penukar anion
yang
akan
mengikat
protein-protein
bermuatan negatif berdasarkan densitas
muatannya selama fraksinasi. Protein akan
dilepas dengan penambahan bufer elusi yang
berfungsi sebagai fase gerak
Tabel 3 Hasil pemurnian enzim protease dari isolat tauco hitam
Aktivitas
enzim
(U/ml)
Tahapan
Volu
me
(ml)
Crude
Presipitat
70 %
Dialisat +
konsentrat
Eluat
Fraksi 7
200
0.081
20
0.088
11
0.124
1
0.293
Aktivitas enzim (U/ml)
Kadar protein (mg/ml)
0.08
K a da r pro tein (mg /ml)
A ktiv ita s enzim (U /ml)
11.42
21.48
3.860
0
7
0.076
0.076
0.01
5
0.293
1.117
0.02
1
13.97
0.111
0.03
0
3.30
9.76
0.04
0.05
1.22
16.20
0.05
0.1
1.364
0.338
0.488
0.2
0.15
60.25
0.242
0.180
0.06
0.25
1.44
Total
protein
(mg)
0.07
0.3
3.60
Total
aktivitas
(U)
ialah Tris-HCl pH 7.5. Satu fraksi enzim
muncul setelah dielusi oleh NaCl step wise
0.5 M dan 1 M. Dalam hal ini fraksi 7
merupakan fraksi aktif (Gambar 4). Hal ini
dapat dilihat dari peningkatan nilai aktivitas
menjadi 0.293 U/ml (3.860 U/mg) atau 11.42
kali lebih murni dibanding ekstrak kasar.
Secara lengkap data aktivitas enzim dari
setiap tahapan dapat dilihat pada Tabel 3.
0.35
Yield
(%)
48.40
Tingkat
kemurni
an
(kali)
1
Aktivitas
spesifik
(U/mg)
[protein]
mg/ml
10 13 17 19 24 26
Nomor fraksi
Gambar 4 Fraksinasi protease dari isolat
bakteri W-1 dengan kolom penukar
anion DEAE-Sepharose Fast Flow
pada kondisi analisis: bufer elusi
50 mM Tris-HCl pH 7.5 NaCl 0.50
M dan 1 M, laju alir 3.0/menit, dan
volume elusi 1.0 ml/tabung.
Pencirian enzim
Pencirian enzim protease diuji secara
kuantitatif dengan metode Bergmeyer (1983)
yang meliputi pengaruh suhu, pH, inhibitor,
ion logam serta SDS-PAGE untuk
100
menentukan bobot molekul dari pita protein
enzim dan secara kualitatif digunakan analisis
zimografi.
Penentuan suhu optimum
Variasi suhu yang digunakan untuk
penentuan suhu optimum enzim protease
adalah pada kisaran 27ºC sampai 80ºC. Untuk
mengurangi kemungkinan gangguan sisa
peptida yang terbentuk selama degradasi
substrat protein (kasein) maka setelah reaksi
enzimatik ditambahkan senyawa pengendap
protein atau peptida, yaitu TCA. Endapan
yang
terbentuk
dipisahkan
dengan
sentrifugasi. Pada umumnya semakin tinggi
suhu maka laju reaksi kimia akan semakin
cepat.
Penentuan suhu optimum enzim protease
dilakukan terhadap ekstrak enzim kasar,
dialisat, dan fraksi eluat (C, D, dan E).
Seperti terlihat pada Gambar 5, ketiga fraksi
ini sama-sama mencapai aktivitas maksimal
pada suhu 50ºC ketika diuji dengan bufer
universal pH 7.0 selama 10 menit. Fraksi
eluat memiliki aktivitas enzim paling tinggi
(0.293 U/ml ), diikuti oleh dialisat (0.085
U/ml), dan ekstrak enzim kasar (0.082 U/ml).
Pada suhu di bawah 50ºC aktivitas enzim ini
meningkat karena terjadi peningkatan energi
kinetik yang mempercepat gerak vibrasi,
translasi serta rotasi enzim dan substrat
sehingga memperbesar peluang keduanya
untuk saling berinteraksi (Suhartono 1989).
Pada suhu 80ºC (diatas suhu optimum) ,
enzim ini
akan kehilangan aktivitasnya
sampai dengan 80%, dapat dilihat dari nilai
aktivitas residual (perbandingan nilai
aktivitas tertentu terhadap aktivitas tertinggi)
yang hanya tersisa 20%, baik pada ekstrak
enzim kasar, dialisat, maupun eluat (Gambar
6). Hal ini disebabkan enzim adalah molekul
Gambar 5
Ekstrak kasar
100
Dialisat
Eluat
80
60
40
20
0
0
20
0.35
Aktivitas enzim (U/ml)
Ekstrak kasar
0.3
Dialisat
Eluat
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
20
40
60
0
Suhu ( C)
80
100
40
60
80
100
0
Suhu ( C)
Gambar 6
Penentuan pH optimum
Pengaruh suhu terhadap aktivitas
residual
ekstrak enzim kasar,
dialisat, dan eluat.
0.25
A k tiv ita s en zim (U /m l)
pH sangat berpengaruh terhadap aktivitas
enzim, karena sifat ionik gugus karboksil dan
gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH.
Hal ini akan menyebabkan daerah katalitik
dan konformasi enzim berubah.
Penentuan pH optimum enzim protease
dilakukan terhadap ekstrak enzim kasar,
dialisat, dan fraksi eluat. Dalam penelitian ini
digunakan bufer universal pada kisaran pH 4
sampai 12 untuk mengurangi kondisi
ketidaksamaan yang mungkin timbul jika
menggunakan bufer yang berbeda-beda
sesuai pH, dengan demikian diharapkan
enzim berada pada lingkungan yang sama.
Pada suhu 50ºC aktivitas optimum ekstrak
enzim kasar, dialisat, dan fraksi eluat dicapai
pada pH 7 (Gambar 7). Nilai aktivitas
tertinggi terdapat pada fraksi eluat (0.236
U/ml ), diikuti oleh dialisat (0.124 U/ml), dan
ekstrak enzim kasar (0.083 U/ml). Sebagai
perbandingan, enzim fibrinolitik yang berasal
dari miselia Armillaria mellea mempunyai
pH optimum pada 6.0 (Kim et al. 2005).
Pengaruh suhu terhadap aktivitas
ekstrak enzim kasar, dialisat, dan
eluat.
120
A k tiv ita s r e sidu a l (% )
protein yang dapat terdenaturasi pada suhu
tinggi. Peningkatan suhu hingga batas
tertentu menyebabkan semakin meningkatnya
aktivitas katalitik enzim dan semakin
bertambahnya proses kerusakan enzim
(Palmer 1991).
Uji fibrinolitik enzim protease dari B.
Firmus NA-1 yang diisolasi dari Natto,
makanan fermentasi tradisional Jepang (Seo
dan Lee 2004) dan dari Bacillus sp Strain CK
11-4 yang diisolasi dari Chungkok-jang,
makanan tradisional Korea (Kim et al. 1996),
telah dilaporkan relatif stabil pada suhu 40ºC.
Enzim protease yang diisolasi dari Bacillus
subtilis strain 38 dilaporkan memiliki suhu
optimum pada 47ºC (Chantawannakul et al.
2002).
Protease ini tidak stabil dan
aktivitasnya menurun dengan cepat pada suhu
60ºC.
Ekstrak kasar
Dialisat
Eluat
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
5
10
15
pH
Gambar 7 Pengaruh pH terhadap aktivitas
ekstrak enzim kasar, dialisat, dan
eluat.
Pengaruh inhibitor
Enzim sangat peka terhadap senyawa
yang diikatnya. Apabila aktivitas enzim
menjadi terhambat karena senyawa atau
gugus senyawa tersebut maka senyawa ini
disebut inhibitor. Pada Gambar 8 dapat
dilihat bahwa senyawa PMSF yang
merupakan inhibitor protease serin dapat
menghambat aktivitas ekstrak enzim kasar
dan dialisat sampai dengan 100%. Sebagai
perbandingan, protease alkali dari bakteri
Alcaligenes faecalis juga dihambat kuat oleh
PMSF (Thangam dan Rajkumar 2002).
Menurut Kim et al. (1996), enzim fibrinolitik
dari Bacillus sp Strain CK 11-4 yang
diisolasi dari Chungkok-jang, makanan
Pengaruh ion logam
Pengaruh logam
dilakukan untuk
mengetahui peningkatan atau penurunan
aktivitas protease dari isolat tauco hitam
dengan penambahan logam. Logam yang
digunakan ialah Na, K, Mg, Mn, dan Cu.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
penambahan logam-logam tersebut dapat
menurunkan aktivitas enzim sampai dengan
85%. Penambahan Na+ menurunkan aktivitas
protease pada ekstrak kasar dan dialisat. Hal
ini dapat dilihat dari aktivitas residual yang
hanya tersisa 16% dangan nilai aktivitas
0.032 U/ml (ekstrak kasar) dan 40% dengan
nilai aktivitas 0.051 U/ml (dialisat).
Penambahan K+ juga menurunkan aktivitas
protease pada ekstrak kasar sampai dengan
74% dengan aktivitas 0.050 U/ml dan dialisat
sampai dengan 78% de