Kandungan Xanthorrizol temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) pada berbagai cara budidaya dan masa tanam

ABSTRAK
WARAS NURCHOEIS. I(landungan Xanthorrizol Temulawak (Curcurnu
xanthorriza Roxb) Pada Berbagai Cara Budidaya d m Masa Tanam. Dibimbing
oIeh EDY DJAUHARI P.K. dm LATIFAH K.DARUSMAN.
Pertumbuhan temulawak dipengaruhi oleh iklim, media tanam, dan ketinggian
tempat (Anonim 2005). Dengan kondisi penanaman yang berbeda maka
kandungan bahan aktif dari temulawak dimungkinkm juga berbeda, sdah satunya
senyawa xanthorrizol.
Ten~ulawak yang digunakan dalam penelitian ini ditanam di Desa
Kelurahan, Kabupaten Ambarawa. Ada empat kelompok yang dilakukan
perlakuan budidaya yaitu BPTO, PSB, BALITRO, dan lokal. Temulawak dipanen
pada umur 6,7,8, dan 9 bulan setelah tanam untuk dilakukan analisis kandungan
xanthorrizol. Rimpang temulawak yang sudah dipanen dilakukan beberapa tahap
preparasi meliputi: pencucian, penyotiran basah, perajangan, dan pengeringan.
Untuk memperoleh ekstrak yang mengandung xanthorrizol diguakan teknik
ekstraksi yaitu maserasi dengan menggunakan memo1 75% selama 2x24 jam.
Kandungan xanthorrizol diuji dengan menggunalcan metode antibakteri difusi
cakram.
Cara bbdidaya dan masa tanam berpengaruh terhadap kandungan xanthorrizol
temulawak. berdasarkan zona hambat yang terbentuk dari ekstrak metan01
temulawak terhadap S. mutans terlihat bahwa budidaya PSB kandungan

xanthorrizol terbesar pada umur 7 bulan setelah tanam di rimpang anak dengan
zona hambat 14 rnrn. Budidaya BPTO kandungan xanthorrizol terbesar pada masa
tanam 9 buian setelah tanam di rimpang induk dengan zona hambat 11,75 mm.
Budidaya BALITRO kandungan xanthorrizol terbesar pada masa tanam 7 bulan
setelah tanam di rimpang induk dengan zona hambat 15 mm. Sedangkan budidaya
lokal menghasilkan kandmgan xanfhorrizol terbesar pada masa tanarn 6 bulan
setelah tanam di rimpang cucu dengan zona hambat 12 mm. Kandungan
xanthorrizol tidak dapat diprediisi oleh kadar reridemen ekstrak temulawak.