Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora Dan Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila Dalam Ransum Terhadap Karkas Ayam Kampung Umur 12 Minggu

(1)

PEMANFAATAN TEPUNG IKAN PORA-PORA DAN

LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA

DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS

AYAM KAMPUNG UMUR 12 MINGGU

SKRIPSI

OLEH

PETRUS SILABAN 090306044

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PEMANFAATAN TEPUNG IKAN PORA-PORA DAN

LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA

DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS

AYAM KAMPUNG UMUR 12 MINGGU

SKRIPSI

Oleh:

PETRUS SILABAN 090306044

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

PEMANFAATAN TEPUNG IKAN PORA-PORA DAN

LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA

DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS

AYAM KAMPUNG UMUR 12 MINGGU

SKRIPSI

Oleh:

PETRUS SILABAN 090306044/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(4)

Judul : Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora dan Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila dalam Ransum terhadap Karkas Ayam Kampung Umur 12 Minggu

Nama : Petrus Silaban

NIM : 090306044

Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc Ir. Iskandar Sembiring, MM. Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan


(5)

ABSTRAK

PETRUS SILABAN, 2013: “Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora dan Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila dalam Ransum terhadap Karkas Ayam Kampung Umur 12 Minggu”. Dibimbing oleh Nurzainah Ginting dan Iskandar Sembiring.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila (LIPIN) terhadap karkas ayam kampung umur 12 minggu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 100 ekor DOC ayam kampung. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan dan selanjutnya diuji dengan pembanding linear kontras ortogonal. Perlakuan terdiri dari P0: ransum komersial pabrikan lokal, P1: ransum dengan tepung ikan pabrikan lokal, P2: ransum dengan tepung ikan pora-pora, P3: ransum dengan tepung ikan LIPIN, P4: ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN. Parameter yang diteliti adalah bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas.

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong (g) P0:1189,6, P1:987,67, P3:1107,6, P3:991,99 dan P4:1091,6. Rataan bobot karkas (g) P0:803,66, P1:657,16, P2:739,33, P3:661,00 dan P4:714,66. Rataan persentase karkas (%) P0:67,51, P1: 66,53, P2:66,66, P3:66,67 dan P4: 65,43. Hasil analisis statistik menunjukkan pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan LIPIN dalam ransum berpengaruh nyata menaikkan bobot potong, bobot karkas dan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase karkas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan LIPIN dapat menggantikan penggunaan tepung ikan pabrikan lokal dalam ransum.


(6)

ABSTRACT

PETRUS SILABAN, 2013 : The Utilization of Pora-pora and Tilapia Fish Processing Industry by Product meal in Complete Feed on Carcass of 12th weeks

Local Chicken. Under supervisied by Nurzainah Ginting and Iskandar Sembiring.

The research aimed to objective the utilization of pora-pora and tilapia fish processing industry by product (LIPIN) meal in complete feed on carcass of 12th weeks local chicken. The research has been conducted in the Laboratory of Animal Biology Livestock Studies Program in the University of North Sumatra from August 2013 until November 2013. The design in this research used completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. Linear Contrasts Ortogonal used for amous treatments. Treatments wereconsisted of P0: local commercial complete feed , P1: complete feed with local manufacturer fish meal, P2: complete feed with pora-pora meal, P3: complete feed with LIPIN, P4: complete feed with proportion of pora-pora and LIPIN meal. The parameters studied were live weigth, carcass weight and percentage of carcass.

The result showed the average live weight (g) (P0:1189,6, P1:987,67, P3:1107,6, P3:991,99 and P4:1091,6, respectively). Average carcass weight (P0:803,66, P1:657,16, P2:739,33, P3:661,00 and P4:714,66, respectively). Average percentage of carcass (P0 P0:67,51, P1: 66,53, P2:66,66, P3:66,67 and P4: 65,43, respectively). The result of the statistical analysis showed the utilization of pora-pora and LIPIN meal in complete feed was significant increase live wieght , carcass weight and non significant increase percentage of carcass. The conclusion of this research is utilization of of pora-pora and LIPIN meal can change the use of local manufacturer fish meal in complete feed.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sosorniapoan pada tanggal 15 Pebruari 1991 dari Ayah Adi Wijaya Silaban dan Ibu Esmeria Br Simarmata. Penulis merupakan putera kelima dari enam bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Siborongborong dan pada tahun yang sama masuk ke Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui ujian tertulis Ujian Masuk Bersama (UMB).

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET), anggota Ikatan Mahasiswa Kristen Peternakan (IMAKRIP), anggota Ikatan Mahasiswa Katolik (IMK) St.Fransiskus Xaverius Pertanian, anggota Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Komisariat FP USU dan anggota Keluarga Mahasiswa Katolik (KMK) St.Albertus Magnus USU.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Sipiso-piso Desa Situnggaling, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo bulan Juli sampai Agustus 2012.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora dan Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila dalam Ransum terhadap Bobot Karkas Ayam Kampung Umur 12 Minggu”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua

orangtua penulis yang telah mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Nurzainah Ginting, M.Sc dan

Bapak Ir. Iskandar Sembiring, MM., selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada penulis.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua civitas akademika di Program Studi Peternakan serta semua rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(9)

DAFTAR ISI

... Hal.

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

RIWAYAT HIDUP... iii

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung ... 5

Sistem Pencernaan Ayam ... 6

Karkas Ayam ... 6

Pakan Ternak Ayam Kampung. ... 7

Ransum Ayam Kampung ... 8

Tepung Ikan ... ... 9

Pengolahan Tepung Ikan ... ... 10

Potensi Ikan Pora pora ... ... 13

Potensi Limbah Pengolahan Ikan Nila ... 14

Bungkil Kedelai ... Dedak Padi ... 17

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat Penelitian Bahan ... 19

Alat ... 19

Metode Penelitian... 20

Parameter Penelitian... 22

Bobot potong ... ... 22

Bobot karkas ... ... 22

Persentase karkas Ayam kampung ... 22

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kandang... ... 23

Pengolahan Tepung Ikan Pora-pora dan Limbah Industri pengolahan Ikan Nila ... 23

Penyusunan Ransum ... 25


(10)

Pemeliharaan ... 26

Pengambilan Data ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Potong... 30

Bobot Karkas... ... 31

Persentase Karkas... 34

Rekapitulasi Hasil Penelitian... . 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 38

Saran... 38

DAFTAR PUSTAKA... 39


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Gambar skema pembuatan tepung ikan... 25 2. Gambar histogram bobot potong ayam kampung umur 12 minggu (g).... 29 3. Gambar histogram bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu (g)... 31 4. Gambar histogram persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu (%) 33


(12)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Tabel produksi ikan pora-pora wilayah Kabupaten Karo tahun 2012... 15 2. Tabel kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan... 19 3. Tabel susunan dan komposisi ransum fase starter pada perlakuan P0,

P1, P2, P3, dan P4... 26 4. Tabel susunan dan komposisi ransum fase finisher pada perlakuan P0,

P1, P2, P3 dan P4... 26 5. Tabel Rekapitulasi Hasil penelitian pada perlakuan P0,


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1.Rataan bobot potong ayam kampung umur 12 minggu... 42

2. Rataan bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu... 43

3. Rataan persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu... 44

4. Analisis ragam bobot potong ayam kampung umur 12 minggu... 45

5. Pembandingan ortogonal kontras terhadap bobot potong ayam kampung... 45

6. Analisis sidik ragam bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu... 45

7. Pembandingan ortogonal kontras terhadap bobot karkas... 45

8. Analisis ragam persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu... 46


(14)

ABSTRAK

PETRUS SILABAN, 2013: “Pemanfaatan Tepung Ikan Pora-Pora dan Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila dalam Ransum terhadap Karkas Ayam Kampung Umur 12 Minggu”. Dibimbing oleh Nurzainah Ginting dan Iskandar Sembiring.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila (LIPIN) terhadap karkas ayam kampung umur 12 minggu. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013 menggunakan 100 ekor DOC ayam kampung. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan dan selanjutnya diuji dengan pembanding linear kontras ortogonal. Perlakuan terdiri dari P0: ransum komersial pabrikan lokal, P1: ransum dengan tepung ikan pabrikan lokal, P2: ransum dengan tepung ikan pora-pora, P3: ransum dengan tepung ikan LIPIN, P4: ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN. Parameter yang diteliti adalah bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas.

Hasil penelitian menunjukkan rataan bobot potong (g) P0:1189,6, P1:987,67, P3:1107,6, P3:991,99 dan P4:1091,6. Rataan bobot karkas (g) P0:803,66, P1:657,16, P2:739,33, P3:661,00 dan P4:714,66. Rataan persentase karkas (%) P0:67,51, P1: 66,53, P2:66,66, P3:66,67 dan P4: 65,43. Hasil analisis statistik menunjukkan pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan LIPIN dalam ransum berpengaruh nyata menaikkan bobot potong, bobot karkas dan tidak berpengaruh nyata terhadap persentase karkas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan LIPIN dapat menggantikan penggunaan tepung ikan pabrikan lokal dalam ransum.


(15)

ABSTRACT

PETRUS SILABAN, 2013 : The Utilization of Pora-pora and Tilapia Fish Processing Industry by Product meal in Complete Feed on Carcass of 12th weeks

Local Chicken. Under supervisied by Nurzainah Ginting and Iskandar Sembiring.

The research aimed to objective the utilization of pora-pora and tilapia fish processing industry by product (LIPIN) meal in complete feed on carcass of 12th weeks local chicken. The research has been conducted in the Laboratory of Animal Biology Livestock Studies Program in the University of North Sumatra from August 2013 until November 2013. The design in this research used completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 4 replications. Linear Contrasts Ortogonal used for amous treatments. Treatments wereconsisted of P0: local commercial complete feed , P1: complete feed with local manufacturer fish meal, P2: complete feed with pora-pora meal, P3: complete feed with LIPIN, P4: complete feed with proportion of pora-pora and LIPIN meal. The parameters studied were live weigth, carcass weight and percentage of carcass.

The result showed the average live weight (g) (P0:1189,6, P1:987,67, P3:1107,6, P3:991,99 and P4:1091,6, respectively). Average carcass weight (P0:803,66, P1:657,16, P2:739,33, P3:661,00 and P4:714,66, respectively). Average percentage of carcass (P0 P0:67,51, P1: 66,53, P2:66,66, P3:66,67 and P4: 65,43, respectively). The result of the statistical analysis showed the utilization of pora-pora and LIPIN meal in complete feed was significant increase live wieght , carcass weight and non significant increase percentage of carcass. The conclusion of this research is utilization of of pora-pora and LIPIN meal can change the use of local manufacturer fish meal in complete feed.


(16)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kebutuhan protein hewani di Indonesia cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya kesadaran akan gizi masyarakat Indonesia. Produk hasil peternakan seperti daging merupakan sumber pangan berprotein tinggi yang sangat diminati oleh masyarakat. Usaha peternakan unggas diharapkan mampu memenuhi kebutuhan daging ayam sebagai sumber protein hewani.

Ayam kampung atau dikenal sebagai ayam buras merupakan salah satu komoditi sub sektor peternakan yang penyebarannya di Indonesia sangat luas mulai dari pinggiran kota sampai ke pelosok pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa ayam kampung mempunyai potensi sangat baik untuk dikembangkan. Selain penyebarannya yang luas perlu dipahami bahwa selera masyarakat dalam mengkonsumsi daging ayam kampung lebih tinggi dibandingkan dengan daging ayam ras dikarenakan rasa yang lebih disukai.

Keberhasilan peternakan unggas ditentukan oleh 3 hal yaitu : Breeding, Feeding dan Manajemen. Breeding adalah merupakan jenis bibit yang digunakan untuk pengemukan ternak, Feeding adalah yang berkaitan dengan pakan yang digunakan dalam penggemukan, sedangkan manajemen adalah pengkoordinasian semua faktor produksi sehingga mampu memberi keuntungan maksimal dan pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu peternakan karena biaya pakan sebesar 60 – 70 % dari total biaya produksi.

Dalam menentukan penggunaan pakan hendaknya melihat berbagai faktor diantaranya nilai ekonomi atau harga dari pakan serta kesinambungan


(17)

ketersediaan pakan yang tidak sulit memperolehnya. Semakin baik pakan yang digunakan tentu akan berdampak baik terhadap keuntungan, dengan catatan pakan murah tersebut juga berkualitas baik.

Dalam menyusun pakan ternak ayam kampung selalu berpedoman dalam imbangan protein dan energi. Menurut sumbernya protein dalam pakan ayam kampung dibedakan menjadi dua, yaitu : protein hewani dan protein nabati (protein dari tanaman atau sisa tanaman). Secara umum sumber protein hewani dalam pakan ayam kampung dipenuhi dengan penambahan tepung ikan di dalam formula ransum.

Tepung ikan mempunyai kadar protein yang cukup tinggi yaitu 35% - 52% dan juga mengandung banyak jenis asam amino yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan ayam kampung. Disamping itu tepung ikan juga mengandung mineral yang cukup tinggi, sehingga pemakaiannya di dalam formula ransum sangat disarankan. Namun saat ini harga tepung ikan di pasaran cukup tinggi sehingga penggunaannya dapat mengakibatkan biaya pakan yang relatif tinggi juga. Sehingga sangatlah dibutuhkan sebuah inovasi untuk memenuhi protein pakan dengan harga yang lebih murah.

Danau Toba memiliki ikan air tawar yang merupakan ikan endemik yaitu ikan pora-pora yang memiliki perkembangbiakan yang sangat pesat, setiap harinya dapat dikumpulkan 10 ton ikan per harinya. Kandungan nutrisi ikan pora-pora dalam bentuk basah/100 gr yaitu protein 8,30, kalsium 0,505 dan lemak 3,7 gr sedangkan dalam bentuk kering/100 gr kandungan protein 40,90 gr, kalsium 2,50 dan lemak 22,46 gr. Ketersediaan ikan pora-pora pada puncak musim ikan


(18)

(over fishing) yaitu sekitar bulan November sampai Desember harganya cukup murah sampai menjadi material yang terbuang.

Budidaya ikan nila di Indonesia juga dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2006 jumlah produksi perikanan budidaya nila sebesar 169.390 ton, sedangkan padatahun 2007 jumlah produksinya sebesar 195.000 ton meningkat sebesar 15,12 %. Menurut perkiraan Departemen Kelautan dan Perikanan, pada tahun 2008 jumlah produksi ikan nila mencapai 233.000 ton dan pada tahun 2009 akan mencapai 337.000 ton (Ferinaldy, 2008).

Di Kabupaten Samosir diperkirakan 80-100 ton perhari ikan nila (Oreochromis mossambicus) dalam bentuk fillet dari kawasan Danau Toba diekspor ke berbagai negara di Eropa dan Amerika. Dalam pengolahan ikan tersebut mengasilkan 30% limbah yang belum dimanfaatkan antara lain sebagai bahan tambahan pakan ternak, sehingga sangat berpeluang untuk diteliti dan dikembangkan.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh pemanfaatan tepung ikan pora – pora dan limbah industri ikan nila di dalam pakan terhadap bobot karkas ayam kampung.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung ikan pora pora dan limbah industri pengolahan ikan nila dalam ransum terhadap bobot karkas ayam kampung.


(19)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti, kalangan akademik dan masyarakat tentang pemanfaatan ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila sebagai subsitusi tepung ikan dalam formula ransum ayam kampung. Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Hipotesis Penelitian

Pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan limbah industri ikan nila dalam pakan dapat menggantikan tepung ikan komersil dalam meningkatkan kualitas karkas ayam kampung pedaging.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Ayam Kampung

Ada beberapa alasan para peternak lebih memilih beternak ayam kampung antara lain: Ayam kampung lebih tahan terhadap penyakit sehingga lebih mudah dipelihara, mudah beradaptasi dengan lingkungan baru dan tidak mudah stress, dalam hal pakan ayam kampung tidak memilih-milih jenis makanan sehingga memudahkan pemilik untuk memberi ransum dan mempunyai peluang bisnis yang cukup besar karena tidak banyak orang memelihara ayam kampung petelur maupun pedaging sehingga produksi di pasaran terbatas maka permintaan akan naik dan harga jual pun menjadi naik (Marhiyanto, 2006).

Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas yang cukup populer di kalangan masyarakat Indonesia baik di pedesaan maupun di perkotaan, hal ini disebabkan peranan dan sumbangan ayam kampung bagi penyediaan komoditi pangan bergizi tingkat tinggi dalam bentuk telur dan daging (Umar et.al., 1992) pesatnya perkembangan ayam ras tetap tidak dapat menurunkan pamor produksi ayam kampung di mata konsumen (Rasyaf, 1992).

Ayam kampung mempunyai adaptasi yang tinggi, karena ayam itu mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi lingkungan dan iklim yang ada (Sarwono, 1997). Keistimewaan ayam kampung adalah tahan terhadap pengelolaan dan lingkungan yang buruk, dapat diberikan pakan dengan kualitas jelek serta tidak mudah stress bila mendapatkan perlakuan kasar (Murtidjo, 1994).


(21)

Sistem Pencernaan Ayam

Sistem pencernaan unggas berbeda dengan sistem pencernaan pada hewan lainnya. Unggas tidak memiliki gigi sehingga tidak terjadi proses pengunyahan pakan. Pakan akan melewati esofagus dan langsung menuju tembolok. Pakan di dalam tembolok akan mendapatkan sekreta mukus yang berfungsi untuk menghaluskan pakan. Setelah melewati tembolok, pakan menuju lambung kelenjar (proventrikulus) yang merupakan organ berdinding tebal dan berada di depan lambung otot (gizzard). Pakan disimpan secara sementara di proventrikulus dan dicampur dengan enzim pepsin dan amilase yang dihasilkan oleh organ tersebut. Setelah itu, pakan masuk ke lambung otot, yang merupakan organ tersusun dari otot yang kuat, yang berisi bebatuan atau pasir dan di dalamnya pakan akan dihancurkan. Pakan kemudian berpindah menuju usus halus, caecum dan usus besar dan berakhir di kloaka. Sistem pencernaan pada unggas tergolong cepat karena membutuhkan waktu cerna hanya 2,5 jam pada ayam petelur dan 8,5 jam pada ayam lain (Scanes et al., 2004).

Kapasitas tembolok mampu menampung pakan 250 g. Pada tembolok terdapat saraf yang berhubungan dengan pusat kenyang-lapar di hipotalamus sehingga banyak sedikitnya pakan yang terdapat dalam tembolok akan

memberikan respon pada saraf untuk makan atau menghentikan makan ( Yuwanta, 2004 ).

Karkas Ayam Kampung

Karkas adalah bagian tubuh unggas setelah dipotong dan dibuang bulu, lemak abdomen, organ dalam, kaki, kepala, leher dan darah, kecuali paru-paru dan ginjal (Rizal, 2006).


(22)

Faktor yang mempengaruhi bobot karkas pada dasarnya adalah faktor genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu fisiologi dan kandungan zat makanan dalam pakan. Zat makanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas terutama proporsi kadar lemak (Lesson, 2000).

Karkas merupakan daging bersama tulang hasil pemotongan setelah dipisahkan kepala sampai batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, tanpa isi rongga bagian dalam, sel darah dan bulu (Rasyaf, 1994).

Untuk memperoleh hasil pemotongan yang baik ternak unggas seperti ayam, sebaiknya diistirahatkan sebelum dipotong. Cara pemotongan unggas yang lazim dilakukan di Indonesia adalah cara Khosher yaitu memotong arteri karotis, vena jungularis dan oesophagus. Pada saat penyembelihan, darah harus keluar sebanyak mungkin. Jika darah dapat keluar secara sempurna, maka beratnya sekitar 4% dari berat tubuh. Proses pengeluaran darah ayam biasanya berlangsung selama 50 – 120 detik, tergantung pada besar dan kecilnya ayam yang dipotong (Soeparno, 1994).

Menurut Soeparno (2011) persentase karkas ayam kampung adalah sekitar 60-68% dari bobot potong. Variasi dan jumlah daging yang dihasilkan dari karkas seperti halnya kualitas daging dan produk daging, dipengaruhi oleh faktor genetik termasuk spesies, bangsa, tipe, individu ternak dan lingkungan termasuk faktor fisiologi dan nutrisi.

Pakan Ternak Ayam Kampung

Pakan yang diberikan sebaiknya jangan dimaksudkan untuk mengatasi lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat


(23)

untuk kebutuhan hidup membentuk sel-sel baru mengganti sel-sel yang rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996).

Kebutuhan ternak akan zat makanan terdiri dari kebutuhan hidup pokok dan kebutuhan untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok pengertiannya sederhana yaitu untuk mempertahankan hidup. Ternak yang memperoleh makanan hanya sekedar cukup untuk memenuhi hidup pokok, bobot badan ternak tersebut tidak akan naik dan turun. Tetapi jika ternak tersebut memperoleh lebih dari kebutuhan hidup pokoknya maka sebagian dari kelebihan makanan itu akan dapat diubah menjadi bentuk produksi misalnya air susu pertumbuhan dan reproduksi ini disebut kebutuhan produksi (Tillman et al., 1984).

Ransum Ternak Ayam

Ransum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk 24 jam Suatu ransum seimbang menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan untuk

memberi makan ternak selama 24 jam. Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh berat badan dan umur ternak. Konsumsi ransum akan semakin meningkat dengan meningkatnya berat badan ternak. Jumlah ransum yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak (Anggorodi, 1994).

Ransum dimakan oleh ayam dalam bentuk tepung lengkap, butiran pecah dan dikunyah di dalam tubuhnya dan diubah dengan enzim-enzim pencernaan menjadi unsur gizi yang dibutuhkannya yaitu protein dan asam-asam amino, energi, vitamin dan mineral. Unsur-unsur gizi itulah yang kelak akan digunakan oleh ayam untuk kehidupan pokoknya dan untuk produksi. Oleh karena itu jelas bahwa baik atau buruknya produksinya sangat bergantung pada ransum yang dimakan ayam tersebut (Rasyaf, 1994).


(24)

Tepung Ikan

Menurut Afrianto dan Liviawaty (2000), menyatakan bahwa Indonesia mempunyai banyak sumber ikan murah, produksi ikan pada musim-musim tertentu berlimpah dan sebagian besar sisa hasil pengolahan ikan belum dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Tepung ikan untuk unggas bukan berarti ikan utuh dikeringkan lalu digiling. Sebagaimana dikemukakan bahwa bagian yang utama untuk konsumsi manusia dan untuk ternak diambil sisa pengolahan industri makanan untuk manusia. Oleh karena itu tepung ikan ini berasal dari berbagai ragam jenis varietas ikan sehingga beragam pula kandungan nutrisinya. Tetapi secara umum tepung ikan berkualitas baik mengandung protein kasar antara 70% dan merupakan sumber lysine dan methionine yang baik dan asam amino yang selalu kurang dari bahan-bahan makanan ternak asal nabati. Kandungan protein tepung ikan lokal 50% hingga 58% dan cukup baik untuk unggas (Rasyaf, 1990).

Tepung ikan adalah suatu produk padat yang dihasilkan dengan mengeluarkan sebagian besar air, sebagian atau seluruh lemak dari bahan yang berupa daging ikan atau bagian ikan yang biasanya dibuang (kepala ikan, isi perut ikan dan lain-lain). Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk kering (Ilyas, 1982).

Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku pembuatan pakan maupun ikan sebagai sumber protein. Saat ini diantara berbagai sumber protein lainnya tepung ikan merupakan sumber protein yang paling seimbang dan lebih baik. Menurut Moeljanto (1992) dan Sahwan (1999), pada saat ini tepung ikan merupakan bahan baku yang penting dalam pembuatan pakan karena dianggap


(25)

sebagai sumber protein terbaik, mengingat kandungan asam amino esensialnya sangat menunjang. Namun harga persatuan beratnya relatif mahal.

Berdasarkan sumbernya, ikan yang diolah menjadi tepung ikan dapat dibedakan atas 3 macam yaitu : (1) ikan yang memang khusus ditangkap untuk dijadikan tepung ikan, (2) hasil tangkapan sampingan dan (3) limbah dari industri pengalengan, pembekuan dan lain-lain (Clusac dan Ward, 1996).

Selain sebagai sumber protein tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Kandungan protein atau asam amino tepung ikan dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang berwarna cokelat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak (Boniran, 1999).

Pengolahan Tepung Ikan

Penelitian yang dilakukan Saleh (1990) menunjukan bahwa tepung ikan yang diolah dari ikan segar mempunyai kandungan asam amino threonin, asam glutamat, glisin, histidin, lisin, valin, methionin dan arginin yang lebih tinggi daripada yang diolah dari ikan yang kurang segar.

Pengolahan tepung ikan dapat dilakukan dengan metode konvensional maupun metode sederhana (skala kecil). Pengolahan tepung ikan secara konvensional dilakukan secara mekanis dan tahap-tahap pengolahannya merupakan suatu rangkaian yang kontinu. Bahan mentah masuk ke dalam unit pengolahan dan keluar sudah menjadi produk akhir (tepung ikan). Sistem pengolahan secara konvensional sudah banyak diterapkan oleh pabrik-pabrik tepung ikan. Tahap-tahap pengolahan tepung ikan secara konvensional


(26)

berturut-turut pencincangan, penggilingan (milling), pengemasan dan penyimpanan. Pengolahan tepung ikan secara sederhana hampir sama dengan pengolahan secara konvensional namun dengan peralatan yang lebih sederhana. Secara garis besar ada dua metode pengolahan tepung ikan skala kecil yaitu pengolahan dengan cara mekanis dan non mekanis. Pengolahan dengan cara non mekanis ini sangat sederhana, baik cara maupun peralatan yang digunakan . Tahap pengolahannya adalah perebusan, pengepresan penghancuran dan pengeringan, penggilingan (Ilyas et al., 1985).

Prinsip dasar pengolahan tepung ikan yaitu pemasakan, pemisahan air dan minyak, pengeringan dan penggilingan. Pemasakan merupakan tahap menentukan dalam pengolahan tepung ikan. Tingkat pemasakan harus tepat, sehingga seluruh bahan mentah akan menggumpal (terkoagulasi). Jika tidak terjadi penggumpalan total maka akan dihasilkan press cake dengan kadar air dan lemak yang masih tinggi. Akibatnya pemisahan minyak dari cairan juga sukar (Moeljanto, 1982).

Tujuan pemasakan agar terjadi proses denaturasi protein daging dan pemecahan sel-sel daging ikan sehingga air dan minyak mudah diperas keluar. Selain itu pemasakan dimaksudkan untuk menghambat kegiatan enzim dan pertumbuhan mikroba penyebab pembusukan (Departemen Pertanian, 1987).

Selama proses pengolahan, bahan makanan terpengaruh dalam banyak hal, termasuk perubahan protein, lemak, karbohidrat yang dapat menyebabkan perubahan baik positif maupun negatif terhadap kualitas dan status gizi . Menurut Windsor dan Barlow (1981) suhu pemasakan tepung ikan biasanya sekitar 95-1000C dengan waktu pemasakan sekitar 20 menit atau dapat dilakukan selama 15-30 menit pada suhu 97 0C. Sedangkan menurut Djazuli et al., (1998) menyatakan


(27)

bahwa pengolahan tepung ikan dengan pengukusan selama 30 menit menghasilkan tepung ikan 8,1% Air, 55,3% Protein, 8% Lemak dan 17,1% Abu. Sementara waktu yang dibutuhkan untuk mengukus tergantung jenis ikan. Untuk ikan berkulit tipis seperti lemuru, layang dan tembang membutuhkan waktu antara 30-45 menit, sedangkan ikan berkulit tebal seperti beloso dan kurisi membutuhkan waktu 45-60 menit.

Pengepresan dilakukan dengan menggunakan tekanan sehingga terjadi pemisahan antara padatan dan cairan (air dan minyak). Pada pengepresan diperkirakan akan menurunkan kadar air menjadi 50 % dan kadar minyak 4-5%. Pada industri kecil/rumah tangga pengepresan dilakukan dengan cara dinjak-injak. Hal tersebut dapat mengakibatkan tepung ikan menjadi kotor dan pengeluaran air menjadi tidak sempurna serta mudah diserang serangga, jamur karena kadar air dan lemak masih tinggi. warna dan bau akan cepat berubah sehingga mutu tepung ikan cepat turun.

Pengeringan dilakukan setelah diperoleh bahan padatan yang didapat kemudian dikeringkan. Pada industri tepung ikan skala besar pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan secara langsung dan tidak langsung. Pengeringan langsung dilakukan dengan cara press cake ke dalam ruangan yang dialiri udara panas 5000C. Keuntungan cara ini adalah cepat, namun panas yang berlebihan akan merusak kandungan nutrisi bila tidak dikontrol dengan baik. Cara pengeringan tidak langsung dengan memanaskan bahan yang dipress (pada conveyor) dalam silinder yang diselimuti uap panas, pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai 6-9%. sedangakan pada industri kecil, pengeringan dilakukan dengan sinar matahari.


(28)

Penggilingan dan penepungan bahan yang telah dikeringkan selanjutnya digiling dan ditepungkan dengan alat penepung dan dilakukan pengepakan ke dalam kantung plastik. Selama penggudangan dan distribusi mungkin terjadi proses oksidasi minyak (lemak) yang dapat berakibat terjadi ketengikan dan perubahan warna. Untuk mencegahnya dapat ditambahkan antioksidan misalnya ethoxyginin antara 200-1000 mg/kg tepung ikan.

Pengeringan dengan cara menjemur dibawah sinar matahari mempunyai kelebihan dibandingkan dengan pengeringan buatan karena penjemuran mudah dilakukan dan murah serta sinar matahari mampu menembus ke dalam sel secara merata (Taib et al., 1988). Penjemuran adalah penurunan kadar air suatu bahan untuk memperoleh tingkat kadar air yang seimbang dengan kelembaban nisbi atmosfer.

Potensi Ikan Pora pora

Danau Toba memilki ikan air tawar yang merupakan ikan endemik yaitu ikan pora-pora yang memiliki perkembangbiakan yang sangat pesat, setiap harinya dapat dikumpulkan 10 ton segar (Siagian, 2009). Ikan pora-pora adalah salah satu ikan air tawar yang hidup di perairan Danau Toba. Klasifikasi ikan pora-pora secara zoologis adalah sebagai berikut (Kartamihardja dan Sanita, 2008) : Kingdom : Animalia, Kelas : Actinopterygii, Ordo : Cypriniformes, Famili : Cyprinidae, Sub Famili : Cyprininae, Genus : Mystacoleucus, Spesies : Mystacoleucus padangensis. Ciri-cirinya berwarna hitam, bersisik putih dan halus, panjang total 7,5 cm, panjang kepala 1,4 cm, panjang badan 5,4 cm, panjang ekor 1,5 cm, tinggi badan 1,2 cm, tinggi batang ekor 2,4 cm, lebar bukaan mulut 0,8 cm, tinggi sirip punggung 0,6 cm, panjang batang ekor 8,9 cm, perut


(29)

membundar, sirip punggung berjari - jari keras bertulang dan terletak dimuka atau bertepatan dengan sisi perut. Sirip punggung dengan 7 jari lemah bercabang (Siagian, 2009).

Ikan pora-pora telah menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat di sekitar Danau Toba, ikan ini ditangkap melalui jaring insang tetap, jaring angkat dan jala tebar. Produksi ikan pora-pora tahun 2012 di wilayah kerja Kabupaten Karo dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Produksi ikan pora-pora wilayah Kabupaten Karo tahun 2012 Jenis Alat

Penangkapan

Produksi Ikan Pora-pora (ton)

Triwulan I Triwulan II Triwulan III

Jaring insang tetap 4,50 3,60 2,88

Jaring angkat 28,80 25,20 19,20

Jala tebar 0,45 0,50 0,43

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Karo, 2013

Menurut Purnomo (2009), ikan bilih pada umumnya ditangkap di daerah sekitar muara-muara sungai, misalnya: sungai Sipiso-piso (Tongging), sungai Naborsahan (Ajibata), sungai Sisodang (Tomok), sungai Simangira dan sungai Silang (Bakara), sungai di Hatinggian (Balige) dan sungai di daerah Silalahi II. Kandungan nutrisi ikan pora-pora dapat dilihat pada tabel 2 Kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan.

Potensi Limbah Industri Pengolahan Ikan Nila (LIPIN)

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang diintroduksi dari luar negeri. Bibit ini didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, barulah ikan ini disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Klasifikasi ikan nila (Trewavas 1982 diacu dalam Suyanto 1994) adalah sebagai berikut: Kingdom: Animalia, Filum : Chordata, Sub-filum : Vertebrata, Kelas :


(30)

Osteichtyes, Sub-kelas : Acanthopterigii, Ordo : Perchomorphi, Famili : Cichlidae, Genus : Oreochromis, Spesies : Oreochromis niloticus.

Ikan ini memiliki rasa yang gurih, daging yang tebal, tidak lunak, harga terjangkau dan durinya sedikit. Ikan ini banyak dipelihara di kolam dan keramba jaring apung (Suyanto, 1994). Ikan nila diperkenalkan pada negara berkembang dan dibudidayakan untuk memenuhi kebutuhan akan protein. Untuk konsumsi Eropa, ikan nila masih belum terkenal sehingga pasar persaingan masih terbuka lebar. Sekarang ini, fillet nila segar maupun dalam bentuk fillet beku terdapat pada berbagai ukuran dan kemasan, sebagai skin on, skin off, deep skinned, asap, sashimi dan dengan penambahan CO (karbon monoksida).

Limbah merupakan suatu hasil samping yang kurang berharga bahkan merupakan suatu masalah di dalam suatu industri. Menurut Moeljanto (1979) limbah perikanan adalah ikan yang terbuang, tercecer dan sisa olahan yang pada suatu saat di tempat tertentu belum dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Jenis limbah dan hasil samping dapat dikelompokkan secara umum menjadi 4 kelompok (Moeljanto 1979) yaitu :(1) hasil samping pada penangkapan suatu spesies atau sumber daya misalnya ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna; (2) sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut dan daging merah; (3) surplus dari tangkapan (glut); (4) sisa distribusi.

Ikan-ikan yang terbuang (trash fish) maupun limbah industri pengolahan hasil perikanan (fish waste) dapat diolah menjadi sumber protein yang benilai ekonomis. Se1ain sebagai sumber protein dengan asam amino yang baik, limbah ikan juga merupakan sumber mineral dan vitamin. Tetapi perlu diketahui bahwa


(31)

kandungan gizi limbah ikan ini berbeda, sesuai dengan jenis ikan yang diolah di industri perikanan, setelah proses pengolahan (produksi).

Permintaan akan daging fillet nila sangat tinggi. Tercatat ekspor fillet ikan nila dalam bentuk beku Indonesia di pasar Amerika Serikat menduduki peringkat ke- 2 setelah Cina. Tahun 2004 ekspor fillet Nila mencapai 4.250 ton atau meningkat sebanyak 18,6 % dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3.583 ton . Disamping permintaan yang cenderung meningkat, budidaya ikan Nila di Indonesia juga dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 2006 jumlah produksi perikanan budidaya Nila sebesar 169.390 ton, sedangkan pada tahun 2007 jumlah produksinya sebesar 195.000 ton meningkat sebesar 15,12 %. Menurut perkiraan Departemen Kelautan Perikanan sementara, pada tahun 2008 jumlah produksi ikan Nila mencapai 233.000 ton dan pada tahun 2009 akan mencapai 337.000 ton (Ferinaldy 2008).

Keunggulan yang dimiliki oleh ikan nila antara lain toleran terhadap lingkungan (hidup di air tawar dan payau pada kisaran pH 5-11), pertumbuhannya cepat, yaitu dalam jangka waktu 6 bulan benih berukuran 30 g dapat tumbuh mencapai 300-500 g, dapat dipijahkan setelah umur 5-6 bulan dan dapat dipijahkan kembali setelah 1-1,5 bulan kemudian, serta tahan terhadap kekurangan oksigen dalam air.


(32)

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang amat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung di dalamnya cukup lengkap dan tinggi. Bungkil kedelai dibuat melalui beberapa tahapan seperti pengambilan lemak pemanasan dan penggilingan (Boniran 1990). Bungkil kedelai yang baik mengandung air tidak lebih dari 12 %. Kandungan nutrisi bungkil kedelai tertera pada tabel 2 Bahan pakan yang digunakan.

Dedak Padi

Padi (Oryza sativa) merupakan sumber bahan makanan yang menghasilkan beras sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam proses pengadaan beras dari padi dihasilkan dedak padi sebagai hasil sampingan. Dedak padi adalah hasil ikutan pengolahan padi menjadi beras terutama terdiri dari lapisan ari. Kandungan nutrisi dedak tertera pada tabel 2 Bahan pakan yang digunakan.


(33)

Kandungan bahan pakan yang akan digunakan dalam ransum ternak ayam kampung terdapat pada tabel 2 berikut yang dikutip dari beberapa sumber :

Tabel 2. Kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan. Jenis bahan pakan K. Air (%) K. Abu (%) PK (%) LK (%) SK (%) EM Kal/ g Ca (%) Posfor (%) Tepung ikan pora- pora

4.29 26.86 40.50 30.24 0.929 2973 0.4 0.1 Tepung LIPIN 4.59 11.29 50.94 29.59 0.379 2729 0.58 0,2 Tepung ikan

imbangan

3.95 18.87 44.69 23.29 0.624 2771 0.4 0.08 Tepung ikan

komersil

6.5 52.6 48 2.2 2810 6.65 3.59

Bungkil kedelai

11 7.8 43.8 1.5 4.4 2240 0.32 0.05

Dedak padi 13.3 7.2 13.5 2850 0.07 1.61

Sumber : a. NRC (1998) b. Hartadi et al (1997)

c. Nawawi dan Norrohmah (1997)


(34)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Jl. Prof. Dr. Ahmad Sofyan No. 3 Medan. Penelitian berlangsung selama 12 minggu yaitu mulai dari Bulan Agustus sampai dengan Nopember 2013.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 ekor DOC (day old chick) ayam kampung sebagai objek penelitian, desinfektan sebagai bahan untuk mensterilkan tempat pakan dan air minum ayam, formalin sebagai bahan fumigasi kandang, vaksin sebagai bahan vaksinasi untuk menjaga kekebalan tubuh ayam terhadap penyakit yang diakibakan oleh virus, air bersih untuk memenuhi kebutuhan air minum ayam, obat – obatan sebagai bahan pencegahan beberapa jenis penyakit pada ayam, vitachiek sebagai sumber vitamin bagi ayam, sedangkan bahan dalam susunan ransum yaitu : tepung ikan komersil, tepung ikan pora pora, limbah industri ikan nila, tepung jagung, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dedak halus dan top mix.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci presto sebagai tempat perebusan ikan pora pora dan limbah industri ikan nila, tampi untuk mengeringkan tepung ikan, grinder untuk menggiling tepung ikan, kandang berbentuk plot brukuran 1 x 1 x 0,5 meter, tempat pakan dan air minum,


(35)

timbangan salter kapasitas 5 kg untuk menimbang pakan dan pertambahan bobot badan serta bobot karkas ayam, lampu listrik sebagai pemanas ( broder ) dan penerangan kandang, ember plastik sebagai tempat mencuci tempat pakan dan tempat air minum, alat tulis dan alat hitung untuk menghitung dan mencatat data, alat kebersihan kandang, pisau untuk pemotongan ayam.

Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan pada penelitian ini yaitu:

P0 : ransum komersial

P1 : ransum dengan tepung ikan pabrikan lokal P2 : ransum dengan tepung ikan pora-pora

P3 : ransum dengan tepung ikan limbah industri pengolahan ikan nila

P4 : ransum dengan imbangan tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila

Model matematika yang digunakan adalah:

Yij = µ + αi + εij

Keterangan:

i = 1, 2, 3,...i = perlakuan j = 1, 2, 3,...i = ulangan

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j µ = nilai tengah umum

αj = pengaruh dari perlakuan ke-i


(36)

Analisis Data

Data yang diperoleh selama penelitian dari setiap perlakuan dianalisis dengan pembandingan linier ortogonal kontras sehingga diperoleh informasi perlakuan yang terbaik. Dari 5 perlakuan dapat disusun 4 pembandingan linier ortogonal kontras sebagai berikut:

Perlakuan Keterangan

P0 vs P1P2P3P4 Ransum komersil dibandingkan dengan ransum dengan tepung ikan pabrikan, tepung ikan pora-pora, tepung LIPIN dan gabungan pora-pora dengan LIPIN

P1 vs P2P3P4 Ransum dengan tepung ikan pabrikan dibandingkan dengan ransum dengan tepung ikan pora- pora, tepung LIPIN dan gabungan pora-pora dengan LIPIN

P2 vs P3 Ransum dengan tepung ikan pora-pora dibandingkan dengan ransum dengan tepung LIPIN

P4 vs P2P3 Ransum dengan tepung ikan gabungan pora-pora dengan LIPIN dibandingkan dengan ransum dengan tepung ikan pora- pora dan tepung LIPIN

Pembandingan linier ortogonal kontras menggunakan persyaratan sebagai berikut:

1. Jumlah koefisien pembanding sama dengan nol (Σki = 0)

2. Jumlah perkalian koefisien dua pembanding sama dengan nol (Σki ki = 0) 3. Jumlah Kuadrat = Qi

2

r x Σki2

Qi = Jumlah perkalian koefisien pembanding dengan total tiap perlakuan r = ulangan

Σki = Kuadrat koefisien pembanding (Sastrosupadi,1999)

Sehingga kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

P32 P24 P34 P12

P43 P33 P44 P04

P14 P01 P02 P13

P23 P21 P31 P42


(37)

Sidik Ragam

SK Db JK KT Fhitung F5% F1%

Perlakuan t-1 JKperl JKP/db KTP/KTG

P0 vs P1P2P3P4 1 JK1 JK1 JK1/G

P1 vs P2P3P4 1 JK2 JK2 JK2/G

P2 vs P3 1 JK3 JK3 JK3/G

P4 vs P2P3 1 JK4 JK4 JK4/G

Galat rt-t JKG T-P/rt-t -

Total rt-1 JKT - -

Kaidah Keputusan

• Bila Fhit < F0,05 perlakuan tidak berbeda nyata (terima H0/tolak H1).

• Bila Fhit ≥ F0,05 perlakuan berbeda nyata (tolak H0/terima H1)

• Bila Fhit ≥ F0,01 perlakuan berbeda sangat nyata (tolak H0/terima H1)

Parameter Penelitian 1. Bobot Potong

Bobot potong diperoleh dari penimbangan bobot ayam sebelum dilakukan pemotongan setelah dipuasakan enam jam.

2. Bobot Karkas

Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan daging setelah komponen non karkas dipisahkan.

3. Persentase Karkas Ayam Kampung (%)

Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong ayam kampung dikali 100 %

Persentase karkas = Bobot karkas Bobot potong


(38)

Pelaksanaan Penelitian Persiapan kandang

Kandang berukuran 1 x 1x 0,5 meter sebelum digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan ditutup rapat dengan terpal, lalu dicucihamakan penyemprotan dengan larutan Formalin dan dibiarkan selama satu minggu dengan tujuan mencucihamakan kandang dari jamur, bakteri dan bibit mikroorganisme lainnya. Kandang dan peralatan kandang didesinfektan dengan rhodalon sebelum digunakan.


(39)

Pengolahan tepung ikan pora pora dan limbah industri pengolahan ikan nila

Sebelum dimasukkan ke dalam formula ransum ikan pora pora dan limbah industri ikan nila terlebih dahulu di tepungkan, adapun cara pembuatan tepung ikan yaitu :

Gambar 1. Skema pembuatan tepung ikan pora pora dan limbah industri ikan nila Ikan pora-pora dan limbah ikan nila

dibersihkan dari kotoran, plastik dan kayu

Ditimbang limbah ikan nila dan ikan pora-pora

Dimasukkan ke dalam panci presto dan direbus selama 30 menit

Didinginkan selama 10 menit kemudian ditimbang

Dipress untuk mengeluarkan lemak dan air

Dikeringkan menggunakan sinar matahari

Digiling sampai menjadi tepung dan disaring


(40)

Penyusunan Ransum

Bahan pakan semuanya dibeli dari poultry shop, kecuali tepung ikan pora pora dan limbah industri ikan nila, kemudian bahan-bahan tersebut disusun sesuai dengan formula ransum.

Teknik penyusunan ransum dilakukan sekali dalam satu minggu secara manual, yaitu dengan mencampurkan bahan pakan yang telah ditimbang sesuai dengan formulasinya. Susunan formulasi pakan yang digunakan dapat dilihat pada tabel komposisi bahan pakan dan nutrisi :

Tabel 3. Susunan dan komposisi ransum fase starter pada perlakuan P0,P1, P2, P3, dan P4

No. Bahan Pakan Kandungan dalam Tiap Perlakuan %

P0 P1 P2 P3 P4

1 Tepung ikan komersil 10 0 0 0

2 Tepung ikan pora pora 0 10 0 0

3 Tepung ikan LIPIN 0 0 10 0

4 Tepung ikan imbangan 0 0 0 10

5 Jagung 48 48 48 48

6 Bungkil kedelai 18 18 18 18

7 Dedak 10 10 10 10

8 Bungkil kelapa 12 12 12 12

9 Minyak nabati 1 1 1 1

10 Top mix 1 1 1 1

Total 100 100 100 100 100

Nutrisi

1 Protein Kasar 21,00 21,254 21,088 20,044 20,463 2 Energi Metabolisme 2400 2403,6 2419,9 2395,5 2399,7

3 Lemak Kasar 4,00 4,146 5,2040 5,06 5,2040

4 Serat Kasar 4,00 4,808 4,990 4,680 4,6500

5 Kalsium 0,90 0,6754 4,625 0,8044 0,6694


(41)

Tabel 4. Susunan dan komposisi ransum fase finisher pada perlakuan P0,P1, P2, P3, dan P4

No. Bahan Pakan Kandungan dalam Tiap Perlakuan %

P0 P1 P2 P3 P4

1 Tepung ikan komersil 10 0 0 0

2 Tepung ikan pora pora 0 10 0 0

3 Tepung ikan LIPIN 0 0 10 0

4 Tepung ikan imbangan 0 0 0 10

5 Jagung 50 50 50 50

6 Bungkil kedelai 12 12 12 12

7 Dedak 13 13 13 13

8 Bungkil kelapa 12 12 12 12

9 Minyak nabati 2 2 2 2

10 Top mix 1 1 1 1

Total 100 100 100 100 100

Nutrisi

1 Protein Kasar 19,00 19,205 19,039 17,950 18,414 2 Energi Metabolisme 2400 2491,1 2507,4 2483,0 2487,6 3 Lemak Kasar 5,00 4,350 5,1940 4,0094 5,4080 4 Serat Kasar 5,00 4,978 4,7950 4,8509 4,8200

5 Kalsium 0,90 0,53262 0,5262 0,5326 0,7445

6 Posfor 0,60 0,7263 0,6353 0,8553 0,7203

P0: Ransum komersil; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan pora-pora dan LIPIN.

Pemilihan DOC ayam kampung

Sebelum DOC dimasukkan ke dalam kandang, terlebih dahulu dilakukan pengacakan dan penimbangan bobot awal, dengan tujuan agar pengacakan tiap perlakuan dan ulangan merata.

Pemeliharaan

1. Hari pertama DOC diberikan minum Vitastress untuk mencegah stress akibat perjalanan dari tempat penetasan.

2. DOC untuk dua minggu pertama dalam pemeliharaannya ditambahkan kertas koran sebagai alas dan diganti apabila sudah kotor atau basah. Pada setiap plot juga dipasang lampu pemanas (broder).


(42)

3. Ransum dan air minum diberikan secara adlibitum, dan tempat pakan di isi ½ bagian untuk menghindari banyaknya pakan yang terbuang saat ayam makan. 4. Vaksinasi dilakukan empat kali selama penelitian, yaitu vaksin ND I pada

umur 4 hari, Gumboro I pada hari ke 14, ND II pada hari ke 24 dan Gumboro II pada hari ke 35.

5. Selain lampu pemanas, pada malam hari kandang di beri lampu penerang di sekitar kandang.

6. Pemberian obat – obatan dilakukan sesuai dengan kondisi fisik dari ayam.

Pengambilan Data

Data diambil setelah umur ayam mencapai umur pemotongan karkas yaitu umur 12 minggu. Pengambilan data dilakukan dengan menimbang dan mengukur parameter yang telah ditentukan.

Persiapan yang dilakukan untuk memperoleh karkas adalah :

1. Pemuasaan, ayam dipuasakan selama enam jam untuk mengosongkan isi tembolok dan mengurangi isi saluran pencernaan.

2. Pemotongan, ayam dipotong di bawah rahang termasuk vena jugularis, pipa tenggorokan dan kerongkongan.

3. Pengeluaran darah, setelah dipotong ayam digantung dengan posisi kepala ke bawah dan biarkan selama dua menit.

4. Penyeduhan (scalding), ayam dicelupkan ke dalam air panas dengan suhu sekitar 60 0C selama 1 menit untuk mempermudah pencabutan bulu.

5. Pencabutan bulu dicabut secara manual.

6. Pemisahan komponen non karkas, kepala hingga batas leher dipotong, kaki hingga batas lutut dipotong, isi rongga perut ditarik keluar lalu dipisahkan.


(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian diperoleh dari data bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu.

Bobot Potong

Bobot potong diperoleh dari penimbangan bobot ayam sebelum dilakukan pemotongan setelah dipuasakan enam jam. Rataan bobot potong ayam kampung umur 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

P0: Ransum komersil; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan pora-pora dan LIPIN.

Gambar 1. Histogram bobot potong ayam kampung umur 12 minggu (g) Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata bobot potong tertinggi adalah 1189,6 g (perlakuan P0), kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan P2 (1107,6 g), perlakuan P4 (1091,6 g), perlakuan P3 (991,99 g) dan rata-rata bobot

1189,6 987,67 1107,6 991,99 1091,6 0 200 400 600 800 1000 1200 1400

P0 P1 P2 P3 P4

B ob ot P ot on g Kombinasi Perlakuan


(44)

potong yang paling rendah adalah ayam kampung yang diberi perlakuan P1 yaitu sebesar 987,67 g.

Gambar 1 di atas juga menunjukkan rataan umum bobot potong adalah sebesar 1073,73. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan pemeliharaan menurut Murtidjo (1994) yaitu sebesar 830 g sedangkan menurut Cahyono (1998) bobot potong ayam kampung adalah sekitar 800 g. Hal ini dipengaruhi oleh jenis kelamin, genetik, asupan nutrisi dan lingkungan. Asupan nutrisi yang terdapat dalam ransum setiap perlakuan menyebabkan tingginya pertambahan bobot badan dilanjutkan pengaruh ke bobot potong ayam kampung.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama menyebabkan perbedaan yang nyata pada tingkat bobot potong ayam kampung umur 12 minggu.

Hasil uji ortogonal kontras (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan P0 ransum komersial memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1 yaitu ransum dengan tepung ikan komersial pabrikan lokal memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2,P3 dan P4 dalam bobot potong ayam kampung umur 12 minggu. Perlakuan P2 yaitu ransum dengan tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan P3 dalam bobot potong ayam kampung umur 12 minggu. Perlakuan P4 yaitu ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3.


(45)

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kualitas ransum yang disusun menggunakan berbagai jenis tepung ikan dalam perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan arti lain menunjukkan bobot potong yang sama.

Bobot potong ayam kampung umur 12 minggu dalam penelitian ini dipengaruhi secara nyata oleh kandungan nutrisi susunan ransum setiap perlakuan yang dikonsumsi oleh ayam kampung dimetabolisme dengan baik oleh tubuh ayam kampung sendiri sehingga menyangkut perubahan - perubahan kimia dalam sel hidup yang meliputi sintesa dan perombakan menjadi daging. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tillman et al., (1991) yang menyatakan bahwa ransum yang dikonsumsi oleh ternak diasimilasikan untuk perbaikan dan sintesa jaringan-jaringan baru atau produksi daging. Hasil sisa metabolisme harus dirubah dan diekskresikan. Protein dicerna menjadi asam-asam amino yang diabsorbsi ke dalam vena porta kemudian diangkut ke hati untuk disimpan menjadi cadangan asam-asam amino. Protein yang ada pada kandungan ransum merupakan komponen utama penyusun utama jaringan tubuh.

Pengaruh yang tidak nyata pada setiap perlakuan selain ransum komersial sebagai pembanding/ransum kontrol mengandung protein yang tersusun atas asam-asam amino yang merombak semua susunan ransum tercerna menjadi daging sehingga bobot potong menjadi seimbang dengan asupan nutrisi ransum. Selain itu, kandungan asam amino pada tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila berfungsi sebagai pembawa nutrisi, pembawa penyusun darah, pembawa oksigen darah serta penyusun jaringan tubuh yang utama bagi ayam kampung umur 12 minggu ( Prawirokusumo, 1994). Ayam kampung yang diberi perlakuan tepung ikan tersebut mengalami penyusunan jaringan tubuh.


(46)

Bobot Karkas

Bobot karkas adalah berat bagian tubuh unggas setelah dipotong dan dibuang bulu, lemak abdomen, organ dalam, kaki, kepala, leher dan darah, kecuali paru-paru dan ginjal (Rizal, 2006). Rataan bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

P0: Ransum komersil; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan pora-pora dan LIPIN.

Gambar 2. Histogram bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu (g) Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa rata-rata bobot karkas tertinggi adalah 803,66 g (perlakuan P0), kemudian diikuti berturut-turut oleh perlakuan P2 (739,33 g), perlakuan P4 (714,66 g), perlakuan P3 (661 g) dan rata-rata bobot karkas yang paling rendah adalah ayam kampung yang diberi perlakuan P1 yaitu sebesar 657,16 g.

Gambar 2 di atas juga menunjukkan rataan umum bobot karkas adalah sebesar 715,16 g. Angka tersebut dipengaruhi oleh faktor genetis dan lingkungan. Faktor lingkungan dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu fisiologi dan

803,66 657,16 739,33 661 714,66 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900

P0 P1 P2 P3 P4

B ob ot K ar k as Kombinasi Perlakuan


(47)

kandungan zat makanan dalam pakan. Zat makanan merupakan faktor penting yang mempengaruhi komposisi karkas terutama proporsi kadar lemak (Lesson, 2000).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama menyebabkan perbedaan yang nyata pada tingkat bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu.

Hasil uji ortogonal kontras (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan P0 ransum komersial memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1 yaitu ransum dengan tepung ikan komersial pabrikan lokal memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2,P3 dan P4 dalam menurunkan bobot karkas. Perlakuan P2 yaitu ransum dengan tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan P3 dalam menaikkan bobot karkas. Perlakuan P4 yaitu ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kualitas ransum yang disusun menggunakan berbagai jenis tepung ikan dalam perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan arti lain menunjukkan bobot karkas yang sama.

Bobot karkas yang terlihat dari hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang tidak nyata pada perlakuan yang disusun dengan menggunakan tepung ikan komersial, pora-pora dan limbah industri tepung ikan nila. Protein yang terdapat pada setiap perlakuan memberikan pengaruh yang menimbulkan bobot karkas dengan nilai yang tidak berbeda secara signifikan. Hal ini sesuai


(48)

dengan pernyataan Wahju (1991) yang menyatakan bahwa protein berguna untuk pertumbuhan jaringan pada ayam. Hal ini disebabkan oleh karkas ayam terdiri dari 18 % protein sehingga kebutuhan protein untuk pertumbuhan jaringan dapat dihitung berdasarkan efisiensi penggunaan protein dan retensi nitrogen. Semua asam-asam amino esensial dalam seluruh karkas dari ayam telah dideterminasi dengan pengujian mikrobiologis. Pola komposisi asam amino dari karkas nyata sama diantara spesies kalau dinyatakan dengan persentase dari protein karkas. Kebutuhan asam asam amino esensial yang dinyatakan dengan persentase protein dalam ransum untuk pertumbuhan ayam mempunyai persamaan dengan persentase asam-asam amino untuk ayam hubungannya dengan asam-asam amino dari protein karkas. Bila komposisi asam-asam amino esensial dari protein dalam ransum dibandingkan dengan komposisi asam-asam amino esensial dari protein jaringan ayam, defisiensi yang paling menyolok adalah protein ransum adalah methionin. Pada penelitian-penelitian biologis yang mempergunakan ransum yang sebagian besar terdiri dari jagung dan bungkil kedelai dengan atau tanpa daging sisa dari penjagalan (meat scraps) telah membuktikan bahwa penambahan metionin ke dalam ransum menghasilkan perbaikan dalam pertumbuhan, produksi dan terutama efisiensi penggunaan ransum. Ketidakesimbangan asam amino dapat diperlihatkan dengan ransum yang sangat rendah kadar proteinnya. Dalam kondisi ini ada dua kemungkinan asam amino yang kekurangan misalnya metionin dan lisin. Akan tetapi dalam kondisi ransum dengan protein yang tinggi pada ransum akan membuat susunan asam amino yang seimbang.


(49)

Persentase Karkas

Persentase karkas dihitung dengan membandingkan bobot karkas dengan bobot potong. Hasil ini diperoleh dari proses pemotongan hingga pemisahan masing-masing. Rataan hasil persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

P0: Ransum komersil; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan pora-pora dan LIPIN.

Gambar 3. Histogram persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu (%) Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa rata-rata persentase karkas tertinggi adalah 67,51 % (perlakuan P0), kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan P3 (66,67 %), perlakuan P2 (66,66 %), perlakuan P1(66,53 %) dan rata-rata bobot badan yang paling rendah adalah ayam kampung yang diberi perlakuan P4 yaitu sebesar 65,43 %.

Dari Gambar 3 di atas juga dapat dilihat bahwa rataan umum persentase karkas adalah sebesar 66,56 %. Angka ini sesuai dengan pernyataan Soeparno (2011) yang menyatakan bahwa persentase karkas ayam kampung sekitar 60-68

67,51

66,53 66,66 66,67

65,43 64 64,5 65 65,5 66 66,5 67 67,5 68

P0 P1 P2 P3 P4

P ers en tas e K ar k as Kombinasi Perlakuan


(50)

%. Variasi jumlah daging yang dihasilkan dari karkas seperti halnya kualitas daging dan produk daging dipengaruhi oleh faktor genetik termasuk faktor fisiologi dan nutrisi. Umur dan berat hidup juga dapat mempengaruhi jumlah daging yang dihasilkan dari berbagai spesies ternak.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan perbedaan tepung ikan dalam level yang sama menyebabkan tidak berbeda nyata pada tingkat persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu. Menurut Soeparno dan Davis (1987) nutrisi pakan dan berat hidup mempunyai pengaruh yang relatif besar terhadap produksi daging.

Hasil uji ortogonal kontras (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perlakuan P0 ransum komersial memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2, P3 dan P4. Perlakuan P1 yaitu ransum dengan tepung ikan komersial pabrikan lokal memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2,P3 dan P4 dalam menurunkan persentase karkas . Perlakuan P2 yaitu ransum dengan tepung ikan pora-pora memberikan pengaruh tidak berbeda nyata dengan P3 dalam menaikkan persentase karkas. Perlakuan P4 yaitu ransum dengan tepung ikan imbangan pora-pora dan LIPIN memberikan pengaruh yang tidak nyata dengan perlakuan P2 dan P3. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa kualitas ransum komersial pabrikan lokal dan ransum yang disusun menggunakan berbagai jenis tepung ikan dalam perlakuan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan arti lain menunjukkan persentase karkas yang sama.

Persentase karkas yang diperoleh dari hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang tidak nyata setiap perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa imbangan antara bobot badan dan bobot karkas yang sama setiap perlakuan. Hal


(51)

ini disebabkan oleh kandungan nutrisi dalam ransum terutama penyusun komposisinya utama yang mengandung protein. Komposisi protein yang terdiri dari asam amino pada setiap perlakuan menyebabkan adanya efisiensi ransum melalui persentase karkas.


(52)

Rekapitulasi Hasil Peneltian

Data hasil penelitian yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Rekapitulasi hasil penelitian pada perlakuan P0,P1, P2, P3, dan P4 Parameter Penelitian Rataan Tiap Perlakuan

P0 P1 P2 P3 P4

Bobot Potong (g) 1189.6 987.67 1107.6 991.99 1091.6 Bobot Karkas(g) 803.66 657.16 739.33 661 714.66 Persentase karkas (%) 67.51 66.53 66.66 66.67 65.43 P0: Ransum komersil; P1: Ransum dengan tepung ikan pabrikan; P2: Ransum dengan tepung ikan pora-pora; P3: Ransum dengan tepung ikan LIPIN; P4: Ransum dengan imbangan tepung ikan pora-pora dan LIPIN.

Tabel 5 di atas menunjukkan masing-masing perlakuan dengan setiap parameter penelitian. Pada bobot potong dan bobot karkas perlakuan P0 menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dan perlakuan lain tidak berbeda nyata satu sama lain, pada persentase karkas semua perlakuan tidak berbeda nyata. Secara umum hal ini disebabkan oleh kandungan nutrisi setiap perlakuan terutama penyusun protein ransum.


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila (LIPIN) dalam ransum dapat menggantikan penggunaan tepung ikan komersial pabrikan lokal, untuk meningkatkan kualiatas karkas ayam kampung umur 12 minggu. Bisa digunakan secara sendiri-sendiri maupun gabungan dari keduanya.

Saran

Pemanfaatan tepung ikan pora-pora dan limbah industri pengolahan ikan nila (LIPIN) sebaiknya digunakan dalam ransum ketika masa panen ikan melimpah (over product) sehingga menghasilkan banyak sortiran untuk menghindari persaingan dengan manusia.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E., Eviliviawati, 2000. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Yogyakarta

Anggorodi, R., 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia, Jakarta.

Boniran, S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop, American Soybean Asosiation dan Balai Penelitian Ternak.

Cahyono, B. 1998. Ayam Kampung Pedaging. Trubus Agriwidya, Ungaran. Clusac.,I.J and A.R Ward, 1996. Post Harvest Fish Development. A Guide to

Handling, Preservation, Prosiding and Quality, Natural Resources Institute, London, U.K.

DEPTAN (Departemen Pertanian, 1987. Kumpulan Penelitian Hasil Perikanan Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta: Balai Pengembangan Perikanan Laut, Departemen Perikanan.

Djazuli, Sunarya, N dan D. Budiyanto, 1998. Teknologi Mutu dan aplikasi tepung Silases Ikan (TSI). Prosiding Seminar Peluang Pengembangan Usaha Tepung Ikan dan Silase Ikan (TSI). Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta. Ferinaldy, 2008. Indeks konsumsi ikan perkapita Indonesia.http://ferinaldy.

wordpress.com. [Diakses 5 April 2013].

Hartadi, H, S. Reksohardiprojo, dan A.D. Tillman, 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta.

Ilyas, S., 1982. Teknologi Pemanfaatn Lemuru Selat Bali. Balai Penelitian Teknologi Perikanan, Jakarta.

Ilyas, S. M Saleh dan H. E. Irianto, 1985, Teknologi Pengolahan Tepung Ikan Proding Rapat Teknis Tepung Ikan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.

Kartamihardja, E.S dan Sarnita, A., 2008. Populasi Ikan Bilih di Danau Toba. Jakarta: Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan

Lesson , S and J. D., 2000. Pengaruh Penggunaan Ampas Tahu Terhadap Efesiensi Penggunaan Protein Oleh Ayam Pedaging. Jurnal Ilmiah, Semarang.


(55)

Marhiyanto, B., 2006. Beternak Ayam Buras. SIC: Surabaya.

Moeljanto, 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Murtidjo, B. A., 1994. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta. Nitt, J. L,. 1983. Livestock Husbandry Techniques. Granada Publishing. Prawirokusumo,S., 1994. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE, Jogjakarta

Purnomo K. dan Kartamihardja. 2009. Keberhasilan Introduksi Ikan Blih (Mystacoleucus padangensis) ke Habitat yang Baru di Danau Toba, Sumatera Utara. Jakarta: Pusat riset Perikanan Tangkap.

Rasyaf, M. 1990. Bahan Makanan Unggas Di Indonesia, Kansius. Yogyakarta ________. 1992. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.

________. 1994. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Rizal, Yose. 2006. Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta: Andalas University Press. Saleh, M. 1990. Pengaruh pengepresan, mutu bahan mentah dan penyimpanan

terhadap mutu tepung ikan. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 65. Balai Penelitian Perikanan Laut. Departemen Pertanian, Jakarta.

Sarwono, B., 1996. Beternak Ayam Buras. Penebar Swadaya, Jakarta.

__________.1997. Memelihara Ternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya, Jakarta.

Satrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Scanes, C.G., G.E. Brant dan M.E. Ensminger. 2004. Poultry Science. Pearson Prentice, Upper Saddle River, NJ.

Siagian Cipryana, 2009. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan Serta Keterkaitannya dengan Kualitas Perairan Di Danau Toba, Skripsi Universitas Sumatera Utara, Medan.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Tehnologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

________2011. Ilmu Nutrisi dan Gizi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.


(56)

Suyanto, R. 1994. Nila . PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Taib, G.E. Said dan S. Wiraatmaja, 1988. Operasi Pada pengolahan Hasil Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Tillman. A. D., Hartadi., H. Reksohaddiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Umar, A., M. Fuah, A. K. Edeng dan D. Beria. 1992. Pengaruh tingkat protein dalam ransum terhadap pertumbuhan ayam buras periode grower, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Wahju, J., 1991. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM Press, Jogjakarta.

Widayati, E dan R. E. Widalestari, Y. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana. Surabaya.

Windsor, M dan S. Barlow, 1981. Introduction to Fishery By-Product. Fishing News Book Ltd. Farnham.


(57)

LAMPIRAN

Lampiran 1.Rataan bobot potong ayam kampung umur 12 minggu

Perlakuan Sampel Rataan

I II III

P01 1236 1236 860 1110,667

P02 1018 1604 1116 1246,000

P03 1242 1380 1286 1302,667

P04 1024 1234 1040 1099,333

P11 826 1146 928 966,6667

P12 912 1016 892 940,0000

P13 1204 1046 990 1080,000

P14 950 1064 878 964,0000

P21 1248 996 804 1016,000

P22 1144 1258 1284 1228,667

P23 1118 990 1030 1046,000

P24 1018 1174 1228 1140,000

P31 984 982 960 975,3333

P32 900 1020 882 934,0000

P33 1046 834 990 956,6667

P34 1114 1116 1076 1102,000

P41 956 1162 1188 1102,000

P42 1098 1122 1216 1145,333

P43 980 1150 812 980,6667

P44 1176 1058 1182 1138,667


(58)

Lampiran 2. Rataan bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu

Perlakuan Sampel Rataan

I II III

P01 830 842 572 748,0000

P02 676 1074 752 834,0000

P03 830 956 872 886,0000

P04 708 842 690 746,6667

P11 566 762 624 650,6667

P12 584 676 592 617,3333

P13 814 684 656 718,0000

P14 636 708 584 642,6667

P21 850 682 520 684,0000

P22 768 836 874 826,0000

P23 742 668 660 690,0000

P24 664 784 824 757,3333

P31 604 622 628 618,0000

P32 600 654 576 610,0000

P33 724 616 674 671,3333

P34 754 748 732 744,6667

P41 630 772 774 725,3333

P42 724 720 822 755,3333

P43 626 752 534 637,3333


(59)

Lampiran 3. Rataan persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu

Perlakuan Sampel Rataan

I II III

P01 67,15210 68,12298 66,51163 67,26224

P02 66,40472 66,95761 67,38351 66,91528

P03 66,82770 69,27536 67,80715 67,97007

P04 69,14063 68,23339 66,34615 67,90672

P11 68,52300 66,49215 67,24138 67,41884

P12 64,03509 66,53543 66,36771 65,64608

P13 67,60797 65,39197 66,26263 66,42086

P14 66,94737 66,54135 66,51481 66,66784

P21 68,10897 68,47390 64,67662 67,08650

P22 67,13287 66,45469 68,06854 67,21870

P23 66,36852 67,47475 64,07767 65,97364

P24 65,22593 66,78024 67,10098 66,36905

P31 61,38211 63,34012 65,41667 63,37963

P32 66,66667 64,11765 65,30612 65,36348

P33 69,21606 73,86091 68,08081 70,38593

P34 67,68402 67,02509 68,02974 67,57962

P41 65,89958 66,43718 65,15152 65,82942

P42 65,93807 64,17112 67,59868 65,90263

P43 63,87755 65,39130 65,76355 65,01080


(60)

Lampiran 4. Analisis ragam bobot potong ayam kampung umur 12 minggu.

SK dB JK KT F Hit

F Tabel 0,05 0,01 Perlakuan 4 116005,8 29001,46 4,161237* 3,06 4,89 Galat 15 104541,5 6969,433

Total 19 220547,3

Ket: * : menunjukkan perbedaan yang nyata

Lampiran 5. Pembandingan ortogonal kontras terhadap bobot potong ayam kampung

Kontras 4758,6 3950,6 4430,6 3968 4366,6 Qk r.ΣC2 JK i

P0 vs P1P2P3P4 4 -1 -1 -1 -1 2318,668 80 67202,76

P1 vs P2P3P4 0 3 -1 -1 -1 -913,333 48 17378,7

P2 vs P3 0 0 1 -1 0 462,6673 8 26757,63

P4 vs P2P3 0 0 -1 -1 2 334,6667 24 4666,742

SV dB JK KT F Hit F tabel

0,05 0,01 Perlakuan 4 116005,8 29001,46 4,161237* 3,06 4,89 P0 vs P1P2P3P4 1 67202,76 67202,76 9,642501** 4,54 8,68 P1 vs P2P3P4 1 17378,7 17378,7 2,493561tn 4,54 8,68 P2 vs P3 1 26757,63 26757,63 3,839284tn 4,54 8,68 P4 vs P2P3 1 4666,742 4666,742 0,669601tn 4,54 8,68 Galat 15 104541,5 6969,433

Lampiran 6. Analisis sidik ragam bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu.

SK dB JK KT F Hit

F Tabel 0,05 0,01 Perlakuan 4 58858,22 14714,56 4,172518* 3,06 4,89 Galat 15 52898,11 3526,541

Total 19 111756,3

Ket: * : menunjukkan perbedaan yang nyata

Lampiran 7. Pembandingan ortogonal kontras terhadap bobot karkas

Kontras 3214,6 2628,6 2957,3 2644 2858,6 Qk r.ΣC2 JK i

P0 vs P1P2P3P4 4 -1 -1 -1 -1 1770 80 39161,26

P1 vs P2P3P4 0 3 -1 -1 -1 -574 48 6864,079

P2 vs P3 0 0 1 -1 0 313,33 8 12272,22

P4 vs P2P3 0 0 -1 -1 2 115,99 24 560,6657

Ket: ** : menunjukkan perbedaan yang sangat nyata * : menunjukkan perbedaan yang nyata

tn : menunjukkan perbedaan yang tidak nyata

SV dB JK KT F Hit F tabel


(61)

Perlakuan 4 58858,22 14714,56 4,172518* 3,06 4,89 P0 vs P1P2P3P4 1 39161,26 39161,26 11,10472** 4,54 8,68 P1 vs P2P3P4 1 6864,079 6864,079 1,946405tn 4,54 8,68 P2 vs P3 1 12272,22 12272,22 3,479960tn 4,54 8,68 P4 vs P2P3 1 560,6657 560,6657 0,158985tn 4,54 8,68 Galat 15 52898,11 3526,541

Ket: ** : menunjukkan perbedaan yang sangat nyata * : menunjukkan perbedaan yang nyata

tn : menunjukkan perbedaan yang tidak nyata

Lampiran 8.Analisis ragam persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu

SK dB JK KT F Hit

F Tabel 0,05 0,01 Perlakuan 4 58858,22 14714,56 4,172518* 3,06 4,89 Galat 15 52898,11 3526,541

Total 19 111756,3

Ket: * : menunjukkan perbedaan yang nyata

Lampiran 9. Pembandingan ortogonal kontras terhadap persentase karkas

Kontras 270,05 266,15 266,64 266,70 261,75 Qk r.ΣC2 JK i

P0 vs P1P2P3P4 4 -1 -1 -1 -1 18,95638 80 4,491806

P1 vs P2P3P4 0 3 -1 -1 -1 3,353633 48 0,234309

P2 vs P3 0 0 1 -1 0 -0,06077 8 0,000462

P4 vs P2P3 0 0 -1 -1 2 -9,85518 24 4,046856

SV dB JK KT F Hit F tabel

0,05 0,01 Perlakuan 4 8,773433 2,193358 1,049746tn 3,06 4,89 P0 vs P1P2P3P4 1 4,491806 4,491806 2,14978 tn 4,54 8,68 P1 vs P2P3P4 1 0,234309 0,234309 0,11214 tn 4,54 8,68 P2 vs P3 1 0,000462 0,000462 0,000221tn 4,54 8,68 P4 vs P2P3 1 4,046856 4,046856 1,936833tn 4,54 8,68 Galat 15 31,34128 2,089419


(1)

Suyanto, R. 1994. Nila . PT. Penebar Swadaya, Jakarta.

Taib, G.E. Said dan S. Wiraatmaja, 1988. Operasi Pada pengolahan Hasil Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Tillman. A. D., Hartadi., H. Reksohaddiprodjo. S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Umar, A., M. Fuah, A. K. Edeng dan D. Beria. 1992. Pengaruh tingkat protein dalam ransum terhadap pertumbuhan ayam buras periode grower, Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Wahju, J., 1991. Ilmu Nutrisi Unggas. UGM Press, Jogjakarta.

Widayati, E dan R. E. Widalestari, Y. 1996. Limbah Untuk Pakan Ternak. Trubus Agrisorana. Surabaya.

Windsor, M dan S. Barlow, 1981. Introduction to Fishery By-Product. Fishing News Book Ltd. Farnham.


(2)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan bobot potong ayam kampung umur 12 minggu

Perlakuan Sampel Rataan

I II III

P01 1236 1236 860 1110,667

P02 1018 1604 1116 1246,000

P03 1242 1380 1286 1302,667

P04 1024 1234 1040 1099,333

P11 826 1146 928 966,6667

P12 912 1016 892 940,0000

P13 1204 1046 990 1080,000

P14 950 1064 878 964,0000

P21 1248 996 804 1016,000

P22 1144 1258 1284 1228,667

P23 1118 990 1030 1046,000

P24 1018 1174 1228 1140,000

P31 984 982 960 975,3333

P32 900 1020 882 934,0000

P33 1046 834 990 956,6667

P34 1114 1116 1076 1102,000

P41 956 1162 1188 1102,000

P42 1098 1122 1216 1145,333

P43 980 1150 812 980,6667

P44 1176 1058 1182 1138,667


(3)

Lampiran 2. Rataan bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu

Perlakuan Sampel Rataan

I II III

P01 830 842 572 748,0000

P02 676 1074 752 834,0000

P03 830 956 872 886,0000

P04 708 842 690 746,6667

P11 566 762 624 650,6667

P12 584 676 592 617,3333

P13 814 684 656 718,0000

P14 636 708 584 642,6667

P21 850 682 520 684,0000

P22 768 836 874 826,0000

P23 742 668 660 690,0000

P24 664 784 824 757,3333

P31 604 622 628 618,0000

P32 600 654 576 610,0000

P33 724 616 674 671,3333

P34 754 748 732 744,6667

P41 630 772 774 725,3333

P42 724 720 822 755,3333

P43 626 752 534 637,3333


(4)

Lampiran 3. Rataan persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu

Perlakuan Sampel Rataan

I II III

P01 67,15210 68,12298 66,51163 67,26224

P02 66,40472 66,95761 67,38351 66,91528

P03 66,82770 69,27536 67,80715 67,97007

P04 69,14063 68,23339 66,34615 67,90672

P11 68,52300 66,49215 67,24138 67,41884

P12 64,03509 66,53543 66,36771 65,64608

P13 67,60797 65,39197 66,26263 66,42086

P14 66,94737 66,54135 66,51481 66,66784

P21 68,10897 68,47390 64,67662 67,08650

P22 67,13287 66,45469 68,06854 67,21870

P23 66,36852 67,47475 64,07767 65,97364

P24 65,22593 66,78024 67,10098 66,36905

P31 61,38211 63,34012 65,41667 63,37963

P32 66,66667 64,11765 65,30612 65,36348

P33 69,21606 73,86091 68,08081 70,38593

P34 67,68402 67,02509 68,02974 67,57962

P41 65,89958 66,43718 65,15152 65,82942

P42 65,93807 64,17112 67,59868 65,90263

P43 63,87755 65,39130 65,76355 65,01080


(5)

Lampiran 4. Analisis ragam bobot potong ayam kampung umur 12 minggu.

SK dB JK KT F Hit

F Tabel 0,05 0,01 Perlakuan 4 116005,8 29001,46 4,161237* 3,06 4,89 Galat 15 104541,5 6969,433

Total 19 220547,3

Ket: * : menunjukkan perbedaan yang nyata

Lampiran 5. Pembandingan ortogonal kontras terhadap bobot potong ayam kampung

Kontras 4758,6 3950,6 4430,6 3968 4366,6 Qk r.ΣC2 JK i

P0 vs P1P2P3P4 4 -1 -1 -1 -1 2318,668 80 67202,76

P1 vs P2P3P4 0 3 -1 -1 -1 -913,333 48 17378,7

P2 vs P3 0 0 1 -1 0 462,6673 8 26757,63

P4 vs P2P3 0 0 -1 -1 2 334,6667 24 4666,742

SV dB JK KT F Hit F tabel

0,05 0,01 Perlakuan 4 116005,8 29001,46 4,161237* 3,06 4,89 P0 vs P1P2P3P4 1 67202,76 67202,76 9,642501** 4,54 8,68 P1 vs P2P3P4 1 17378,7 17378,7 2,493561tn 4,54 8,68 P2 vs P3 1 26757,63 26757,63 3,839284tn 4,54 8,68 P4 vs P2P3 1 4666,742 4666,742 0,669601tn 4,54 8,68 Galat 15 104541,5 6969,433

Lampiran 6. Analisis sidik ragam bobot karkas ayam kampung umur 12 minggu.

SK dB JK KT F Hit

F Tabel 0,05 0,01 Perlakuan 4 58858,22 14714,56 4,172518* 3,06 4,89 Galat 15 52898,11 3526,541

Total 19 111756,3

Ket: * : menunjukkan perbedaan yang nyata

Lampiran 7. Pembandingan ortogonal kontras terhadap bobot karkas

Kontras 3214,6 2628,6 2957,3 2644 2858,6 Qk r.ΣC2 JK i

P0 vs P1P2P3P4 4 -1 -1 -1 -1 1770 80 39161,26

P1 vs P2P3P4 0 3 -1 -1 -1 -574 48 6864,079

P2 vs P3 0 0 1 -1 0 313,33 8 12272,22

P4 vs P2P3 0 0 -1 -1 2 115,99 24 560,6657

Ket: ** : menunjukkan perbedaan yang sangat nyata * : menunjukkan perbedaan yang nyata

tn : menunjukkan perbedaan yang tidak nyata

SV dB JK KT F Hit F tabel


(6)

Perlakuan 4 58858,22 14714,56 4,172518* 3,06 4,89 P0 vs P1P2P3P4 1 39161,26 39161,26 11,10472** 4,54 8,68 P1 vs P2P3P4 1 6864,079 6864,079 1,946405tn 4,54 8,68 P2 vs P3 1 12272,22 12272,22 3,479960tn 4,54 8,68 P4 vs P2P3 1 560,6657 560,6657 0,158985tn 4,54 8,68 Galat 15 52898,11 3526,541

Ket: ** : menunjukkan perbedaan yang sangat nyata * : menunjukkan perbedaan yang nyata

tn : menunjukkan perbedaan yang tidak nyata

Lampiran 8. Analisis ragam persentase karkas ayam kampung umur 12 minggu

SK dB JK KT F Hit

F Tabel 0,05 0,01 Perlakuan 4 58858,22 14714,56 4,172518* 3,06 4,89 Galat 15 52898,11 3526,541

Total 19 111756,3

Ket: * : menunjukkan perbedaan yang nyata

Lampiran 9. Pembandingan ortogonal kontras terhadap persentase karkas

Kontras 270,05 266,15 266,64 266,70 261,75 Qk r.ΣC2 JK i

P0 vs P1P2P3P4 4 -1 -1 -1 -1 18,95638 80 4,491806

P1 vs P2P3P4 0 3 -1 -1 -1 3,353633 48 0,234309

P2 vs P3 0 0 1 -1 0 -0,06077 8 0,000462

P4 vs P2P3 0 0 -1 -1 2 -9,85518 24 4,046856

SV dB JK KT F Hit F tabel

0,05 0,01 Perlakuan 4 8,773433 2,193358 1,049746tn 3,06 4,89 P0 vs P1P2P3P4 1 4,491806 4,491806 2,14978 tn 4,54 8,68 P1 vs P2P3P4 1 0,234309 0,234309 0,11214 tn 4,54 8,68 P2 vs P3 1 0,000462 0,000462 0,000221tn 4,54 8,68 P4 vs P2P3 1 4,046856 4,046856 1,936833tn 4,54 8,68 Galat 15 31,34128 2,089419