Perubahan Morfologi dan Fisiologi Selama Proses Pemasakan Benih

Indikasi Perubahan Morfologi, Fisiologi dan Biokimia Selama Pemasakan Benih dan Hubungannya Dengan Viabilitas dan Vigor Benih. Sadjad 1980 menyatakan bahwa informasi tentang viabilitas dan vigor benih dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Indikasi langsung diamati berdasarkan kinerja pertumbuhan masing – masing struktur tumbuh kecambah atau bibit. Indikasi tidak langsung melalui pendekatan enzimatis dengan tidak memperhatikan fenomena pertumbuhan tetapi hanya gejala metabolisme saja. Selanjutnya Sadjad 1993 menambahkan adanya indikasi yang didasarkan pada sifat fisik benih dengan tolok ukur daya hantar listrik dan indikasi yang didasarkan pada aspek biokimia ini termasuk dalam kategori indikasi tidak langsung.

A. Perubahan Morfologi dan Fisiologi Selama Proses Pemasakan Benih

Tahap perkembangan benih dapat dibagi tiga yaitu tahap perkembangan embrio, tahap akumulasi cadangan makanan disebut juga tahap pemasakan benih dan tahap pematangan benih. Tahap perkembangan embrio ditandai dengan pembagian sel yang cepat setelah fusi seksual dan diakhiri dengan embrio yang hampir terbentuk seluruhnya. Tahap akumulasi cadangan makanan ditandai dengan adanya peningkatan cadangan makanan benih karena adanya translokasi cadangan makanan yang dibuat di dalam bagian tanaman yang hijau kepada benih melewati funikulus. Tahap terakhir adalah pematangan benih dimana benih mulai mengering atau mengalami desikasi. Lapisan gabus terbentuk pada dasar benih yang akan memutus hubungan dengan tanaman induk, menutup pasokan air dan membentuk suatu titik lemah yang memudahkan benih masak rontok Pranoto et al.,1990. Hasil penelitian Utomo 2007 di kebun jarak Pakuwon pada provenan Lampung secara morfologi menunjukkan bahwa pada saat buah berumur 37 HSA buah masih berwarna hijau, kulit buah masih keras, biji berwarna putih, ukuran buah satu dengan yang lain masih belum seragam ada yang terlihat sudah besar dan ada yang kecil. Buah berumur 42 HSA berwarna hijau tua, kulit buah masih keras, warna kecoklatan sudah terlihat dibagian ujung biji, sedikit lebih tua, ukuran biji sudah relatif sama antara satu dengan yang lain. Buah berumur 47 HSA kulitnya berwarna hijau kekuningan, bagian tengah biji sudah berwarna kecoklatan dan bagian ujung sudah terlihat kehitaman, kekerasan buah sedikit berkurang. Buah berumur 52 HSA kulitnya berwarna kuning, biji berwarna hitam mengkilat, kulit buah tidak keras, mudah dibuka dengan tangan dan saat buah berumur 57 HSA kulit buah berwarna kuning kehitaman, biji berwarna hitam. Hasil penelitian lainnya menunjukkan, benih jarak pagar yang berasal dari klon NTB dipanen pada saat buah berwarna kuning atau lebih dari 50 telah berwarna kuning kehitaman atau telah berumur 45 sampai 55 hari setelah anthesis menghasilkan vigor dan daya berkecambah yang paling baik. Cara panen individu berdasarkan kulit buah merupakan cara panen buah yang paling efektif dilakukan Adikadarsih dan Hartono, 2007. Delouche 1983 menyatakan bahwa proses kemasakan benih mencakup perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi yang berlangsung sejak fertilisasi sampai bakal benih masak menjadi benih yang siap panen. Selama proses pemasakan benih, terjadi perubahan-perubahan tertentu dalam bakal benih dan bakal buah yang meliputi perubahan ukuran benih, kadar air, berat kering, dan vigor benih. Pada fase pertumbuhan biji kadar air dan berat basah meningkat pesat karena terjadi histodiferensiasi, sampai biji mencapai matang morfologi. Sebaliknya berat kering biji meningkat pesat pada fase penghimpunan makanan, sedangkan penambahan berat basah dan kadar air biji mulai melambat. Pada fase pemasakan umumnya kadar air mulai berkurang, demikian juga berat basah. Akan tetapi berat kering terus bertambah sampai masak fisiologi tercapai dimana berat kering mencapai maksimum Kermode 1990. Selama periode masak fisiologi benih, perubahan secara fisiologi pada benih jarak pagar IP-1P meliputi penurunan kadar air, maksimumnya berat kering benih dan meningkatnya persentase daya berkecambah dimana masak fisiologi benih tercapai pada umur 52 – 57 HSA Utomo 2007. Perubahan yang sama juga terjadi pada jenis tanaman lainnya seperti yang ditunjukkan oleh Ratnasari 1996 bahwa kacang tanah varietas Biawak dan Komodo mencapai tingkat masak fisiologi pada panen 85 hari setelah tanam. Perlakuan umur panen berpengaruh sangat nyata terhadap viabilitas benih kacang tanah, terutama saat penentuan masak fisiologi, yang dijabarkan dengan tolok ukur daya berkecambah maksimum, kecepatan tumbuh maksimum, bobot kering benih maksimum, dan bobot 1000 butir maksimum. Selanjutnya Prihatiningsih 2001 menyatakan bahwa kadar air benih padi sangat nyata dipengaruhi oleh umur panen. Mulai dari umur panen 21 sampai 36 HSB, kadar air benih padi menurun 35.72 – 24.44 karena perubahan tekstur gabah dari kesusuan, keadaan setengah cair kemudian padat berisi.

B. Perubahan Biokimiawi Klorofil dan Karotenoid Selama Proses Pemasakan Benih.