Penentuan Bentuk Dan Luas Plot Contoh Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan Pada Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus Di TN

PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH
OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN
SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN
HUJAN DATARAN RENDAH :
STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

SANDI KUSUMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Bentuk dan Luas Plot
Contoh Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies

Tumbuhan pada

Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus di Taman Nasional

Kutai adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor,

Desember 2007

Sandi Kusuma
NRP. E051054115

 Hak cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari IPB.

ABSTRACT
SANDI KUSUMA. Determining of Shape and Size Optimal Sampling Plot for
Measuring of Plant Biodiversity in Low Land Tropical Rain Forest: Case
Study in Kutai National Park. Supervised by YANTO SANTOSA and AGUS
HIKMAT.
The problem for measuring of plant biodiversity was how difficult to
determine shape and size optimal sampling, also which indices had high
sensitivity.
This research was carried out in Kutai National Park (KNP) by using sixteen
samples rectangular and square plot the sampling size was 50 m2 to 25600 m2
which covered species richness.
The result indicated that increasing of number species which unproportional
caused decreasing index. Margalef index indicated high sensitivity. Square plot
covered more species number than rectangular. It caused by the geographic
position of KNP where probability found species linier with latitude. Spatial
distribution pattern of species were clumped in the study sites . Thus, it was also

correlated to latitude position. Optimal sampling sizes for measuring of plant
biodiversity were 1 600 m2 for sapling and 12 800 m2 for tree.
Keywords

:

shape and size sampling, low land tropical rain forest, Kutai
National Park

RINGKASAN
SANDI KUSUMA. Penentuan Bentuk dan Luas Plot Contoh Optimal
Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Hutan Hujan
Dataran Rendah : Studi Kasus di TN. Kutai. Dibimbing oleh YANTO
SANTOSA dan AGUS HIKMAT.
Pengukuran keanekaragaman spesies dibutuhkan untuk menjaga keberadaan
spesies di dalam habitatnya, membantu kita menemukan dan memulai
pemahaman kondisi saat ini dan kemungkinan kondisinya di masa datang,
memantau dampak pengelolaan kawasan dan perubahan lingkungan, dan
menentukan areal yang diberikan prioritas dalam konservasi keanekaragaman
hayati. Masalah yang muncul adalah sulitnya menentukan bentuk dan luas yang

optimal dalam pengukuran keanekaragaman spesies.
Hutan hujan dataran rendah dipilih karena merupakan daerah yang paling
tinggi mengalami penurunan keanekaragaman hayati dalam bentuk kebakaran
hutan, penebangan liar dan konversi lahan. Salah satu contoh kawasan konservasi
yang mewakilinya adalah Taman Nasional Kutai (TN. Kutai).
Data yang dikumpulkan adalah jumlah individu dari spesies-spesies
tumbuhan pada tingkat pancang dan pohon dari 16 plot contoh berbentuk persegi
panjang dan bujur sangkar yang masing-masing luasnya dari 50 m2 – 25 600 m2.
Data spesies pohon dianalisis dengan menghitung jumlah spesies tiap
bentuk, luas dan sebaran spasial spesies. Untuk melihat kesensitifan indeks
digunakan Indeks Margalef, Menhinick,
Simpson dan Shannon-Wiener
Sedangkan sebaran spasial spesies digunakan indeks Morisita. Untuk menentukan
bentuk dan luas plot contoh digunakan t-student.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penambahan jumlah spesies tidak
selalu direspon dengan penambahan nilai indeks. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan jumlah spesies yang diikuti dengan penambahan jumlah individu
yang tidak proporsional justru akan menurunkan nilai indeks yang dihasilkan.
Indeks Margalef paling responsif terhadap perubahan jumlah spesies dan jumlah
individu.

Spesies –spesies yang saat ini ditemukan jika dibandingkan dengan spesies
yang ditemukan pada 2 dekade sebelumnya terlihat jauh berkurang. Demikian
juga bila dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian di tempat lain. Diduga hal
ini terjadi akibat kebakaran hutan besar di TN. Kutai tahun 1982-83 yang
mengakibatkan 100 000 ha (>50% luas saat ini) terbakar.
Jumlah spesies lebih tinggi ditemukan pada bentuk plot contoh bujur
sangkar dibandingkan persegi panjang untuk tingkat pancang dan pohon. Hasil uji
beda nyata untuk setiap luas plot contoh tingkat pancang menunjukkan bahwa
pada luas 50 m2 bentuk bujur sangkar dan persegi panjang tidak berbeda nyata
(thitung = 1.42), demikian halnya untuk luas plot contoh 1 600 m2 dan 3 200 m2
(thitung = 0.36 dan 0.37). Sedangkan untuk luas plot lainnya menunjukkan
keduanya berbeda nyata. Hasil uji beda tingkat pohon menunjukkan bahwa jumlah
spesies kedua bentuk ini berbeda nyata mulai dari 50 m2 hingga 6 400 m2, dan
tidak berbeda nyata pada saat kurva mulai mendatar (thitung = 2.05 dan 2.04).

Pola sebaran spesies di TN. Kutai menyebar kelompok ke arah garis lintang
yang memungkinkan dijangkau oleh bentuk bujur sangkar. Sehingga penelitian
ini mengungkapkan bahwa plot contoh bujur sangkar yang mencatat jumlah
spesies lebih tinggi (2.06% untuk tingkat pancang, 15.11% untuk tingkat pohon)
dibandingkan persegi panjang.

Alasan inilah yang menyebabkan komposisi spesies plot contoh yang berasal
dari blok Sangkima (berada sekitar 0° 25’40”) berbeda dengan blok Prevab
(berada sekitar 0° 30’45”). Spesies seperti Dendrocide elliptica, Koompassia
excelsa dan Palaquium beccarianum tidak ditemukan di Sangkima tetapi
ditemukan di Prevab, sedangkan spesies seperti Dryobalanops lanceolata, Hopea
dryobalanoides dan Vatica umbonata berada sebaliknya. Perbedaan komposisi
vegetasi inilah yang menyebabkan keduanya saling melengkapi sehingga TN.
Kutai demikian luas sebagai implikasi dari teori biogeografi
Dalam konteknya dengan TN. Kutai, akhirnya hubungan jumlah spesies dan
luas areal sebagaimana persamaan S = CA z, luas areal (A) dipahami meluas
dengan menjangkau garis lintang. Hal sesuai usulan pertama kali Wildreservaat
Koetai oleh Ir. H. Witkamp tahun 1932 seluas 2 000 000 ha sebagai melintang
mulai dari bawah hingga ke atas garis khatulistiwa.
Pengolahan data sebaran spasial yang teridentifikasi di dalam plot contoh
menunjukkan bahwa 92.5% spesies tingkat pancang mengelompok, 6.5% acak
dan 1% merata. Pada tingkat pohon menunjukkan bahwa 87.4% mengelompok,
acak 10.1% dan merata 2.5%. Hasil ini memperlihatkan bahwa spesies-spesies di
TN. Kutai menyebar secara kelompok ke arah garis lintang yang tidak bisa
dijangkau oleh bentuk persegi panjang dan menuntut luas plot contoh yang cukup
luas.

Hasil uji beda nyata jumlah spesies tiap luas plot contoh tingkat pancang
menunjukkan bahwa luas plot contoh 800 m2, 1 600 m2 dan 3 200 m2 tidak
berbeda nyata. Luas plot contoh 1 600 m2 merupakan luas plot contoh optimal
karena ditemukan selisih jumlah spesies paling kecil (0.13) sehingga
dimungkinkan tidak menambah jumlah spesies. Luas plot contoh paling banyak
ditemukan selisih spesies adalah pada penambahan luas plot contoh 400 m2 ke
800 m2 (21.37).
Hasil uji beda nyata luas plot contoh tingkat pohon menunjukkan bahwa luas
plot contoh 6 400 m2, 12 800 m2 dan 25 600 m2 tidak berbeda nyata. Luas plot
contoh 12 800 m2 merupakan luas plot contoh optimal karena ditemukan selisih
jumlah spesies paling kecil (0.06). Sedangkan plot contoh antara 6 400 m2 (15.94)
merupakan luas plot contoh yang ditemukan selisih jumlah spesies paling banyak
dari seluruh plot contoh yang dibuat.
Kata kunci

: bentuk dan luas plot contoh, hutan hujan dataran rendah, Taman
Nasional Kutai

PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH
OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN

SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN
HUJAN DATARAN RENDAH :
STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

SANDI KUSUMA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional Konservasi Biodiversitas pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS

Judul Penelitian


:

PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT
CONTOH
OPTIMAL
PENGUKURAN
KEANEKARAGAMAN SPESIES
TUMBUHAN
PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN
RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL
KUTAI

Nama

:

Sandi Kusuma

Nomor Pokok


:

E051054115

Sub Program Studi :
Program Studi

:

Konservasi Keanekaragaman Hayati
Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui :
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
Ketua

Dr. Ir. Agus Hikmat, MScF
Anggota


Diketahui :
Ketua Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan,

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal ujian : 28 Nopember 2007

Tanggal lulus :

KATA PENGANTAR
Penelitian yang berjudul Penentuan Bentuk dan Luas Plot Contoh
Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Ekosistem
Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus di Taman Nasional Kutai
dibimbing oleh komisi : Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA. sebagai ketua komisi dan Dr.
Ir. Agus Hikmat, MScF. sebagai anggota. Sedangkan penguji luar komisi adalah
Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS.
Penelitian ini merupakan bagian akhir dari pelaksanaan studi tugas belajar
Departemen Kehutanan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : Sk.
3213/Menhut-II/Peg/2006 pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
kekhususan Konservasi Keanekaragaman Hayati di Institut Pertanian Bogor.
Akhirnya, penulis berharap bahwa penelitian ini bermanfaat dan menjadi
iuran dalam pengelolaan TN. Kutai. Amin.

Bogor,

Desember 2007.

Sandi Kusuma

PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH
OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN
SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN
HUJAN DATARAN RENDAH :
STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

SANDI KUSUMA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penentuan Bentuk dan Luas Plot
Contoh Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies

Tumbuhan pada

Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus di Taman Nasional
Kutai adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor,

Desember 2007

Sandi Kusuma
NRP. E051054115

 Hak cipta milik IPB, tahun 2007
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebut sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari IPB.

ABSTRACT
SANDI KUSUMA. Determining of Shape and Size Optimal Sampling Plot for
Measuring of Plant Biodiversity in Low Land Tropical Rain Forest: Case
Study in Kutai National Park. Supervised by YANTO SANTOSA and AGUS
HIKMAT.
The problem for measuring of plant biodiversity was how difficult to
determine shape and size optimal sampling, also which indices had high
sensitivity.
This research was carried out in Kutai National Park (KNP) by using sixteen
samples rectangular and square plot the sampling size was 50 m2 to 25600 m2
which covered species richness.
The result indicated that increasing of number species which unproportional
caused decreasing index. Margalef index indicated high sensitivity. Square plot
covered more species number than rectangular. It caused by the geographic
position of KNP where probability found species linier with latitude. Spatial
distribution pattern of species were clumped in the study sites . Thus, it was also
correlated to latitude position. Optimal sampling sizes for measuring of plant
biodiversity were 1 600 m2 for sapling and 12 800 m2 for tree.
Keywords

:

shape and size sampling, low land tropical rain forest, Kutai
National Park

RINGKASAN
SANDI KUSUMA. Penentuan Bentuk dan Luas Plot Contoh Optimal
Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Hutan Hujan
Dataran Rendah : Studi Kasus di TN. Kutai. Dibimbing oleh YANTO
SANTOSA dan AGUS HIKMAT.
Pengukuran keanekaragaman spesies dibutuhkan untuk menjaga keberadaan
spesies di dalam habitatnya, membantu kita menemukan dan memulai
pemahaman kondisi saat ini dan kemungkinan kondisinya di masa datang,
memantau dampak pengelolaan kawasan dan perubahan lingkungan, dan
menentukan areal yang diberikan prioritas dalam konservasi keanekaragaman
hayati. Masalah yang muncul adalah sulitnya menentukan bentuk dan luas yang
optimal dalam pengukuran keanekaragaman spesies.
Hutan hujan dataran rendah dipilih karena merupakan daerah yang paling
tinggi mengalami penurunan keanekaragaman hayati dalam bentuk kebakaran
hutan, penebangan liar dan konversi lahan. Salah satu contoh kawasan konservasi
yang mewakilinya adalah Taman Nasional Kutai (TN. Kutai).
Data yang dikumpulkan adalah jumlah individu dari spesies-spesies
tumbuhan pada tingkat pancang dan pohon dari 16 plot contoh berbentuk persegi
panjang dan bujur sangkar yang masing-masing luasnya dari 50 m2 – 25 600 m2.
Data spesies pohon dianalisis dengan menghitung jumlah spesies tiap
bentuk, luas dan sebaran spasial spesies. Untuk melihat kesensitifan indeks
digunakan Indeks Margalef, Menhinick,
Simpson dan Shannon-Wiener
Sedangkan sebaran spasial spesies digunakan indeks Morisita. Untuk menentukan
bentuk dan luas plot contoh digunakan t-student.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa penambahan jumlah spesies tidak
selalu direspon dengan penambahan nilai indeks. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan jumlah spesies yang diikuti dengan penambahan jumlah individu
yang tidak proporsional justru akan menurunkan nilai indeks yang dihasilkan.
Indeks Margalef paling responsif terhadap perubahan jumlah spesies dan jumlah
individu.
Spesies –spesies yang saat ini ditemukan jika dibandingkan dengan spesies
yang ditemukan pada 2 dekade sebelumnya terlihat jauh berkurang. Demikian
juga bila dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian di tempat lain. Diduga hal
ini terjadi akibat kebakaran hutan besar di TN. Kutai tahun 1982-83 yang
mengakibatkan 100 000 ha (>50% luas saat ini) terbakar.
Jumlah spesies lebih tinggi ditemukan pada bentuk plot contoh bujur
sangkar dibandingkan persegi panjang untuk tingkat pancang dan pohon. Hasil uji
beda nyata untuk setiap luas plot contoh tingkat pancang menunjukkan bahwa
pada luas 50 m2 bentuk bujur sangkar dan persegi panjang tidak berbeda nyata
(thitung = 1.42), demikian halnya untuk luas plot contoh 1 600 m2 dan 3 200 m2
(thitung = 0.36 dan 0.37). Sedangkan untuk luas plot lainnya menunjukkan
keduanya berbeda nyata. Hasil uji beda tingkat pohon menunjukkan bahwa jumlah
spesies kedua bentuk ini berbeda nyata mulai dari 50 m2 hingga 6 400 m2, dan
tidak berbeda nyata pada saat kurva mulai mendatar (thitung = 2.05 dan 2.04).

Pola sebaran spesies di TN. Kutai menyebar kelompok ke arah garis lintang
yang memungkinkan dijangkau oleh bentuk bujur sangkar. Sehingga penelitian
ini mengungkapkan bahwa plot contoh bujur sangkar yang mencatat jumlah
spesies lebih tinggi (2.06% untuk tingkat pancang, 15.11% untuk tingkat pohon)
dibandingkan persegi panjang.
Alasan inilah yang menyebabkan komposisi spesies plot contoh yang berasal
dari blok Sangkima (berada sekitar 0° 25’40”) berbeda dengan blok Prevab
(berada sekitar 0° 30’45”). Spesies seperti Dendrocide elliptica, Koompassia
excelsa dan Palaquium beccarianum tidak ditemukan di Sangkima tetapi
ditemukan di Prevab, sedangkan spesies seperti Dryobalanops lanceolata, Hopea
dryobalanoides dan Vatica umbonata berada sebaliknya. Perbedaan komposisi
vegetasi inilah yang menyebabkan keduanya saling melengkapi sehingga TN.
Kutai demikian luas sebagai implikasi dari teori biogeografi
Dalam konteknya dengan TN. Kutai, akhirnya hubungan jumlah spesies dan
luas areal sebagaimana persamaan S = CA z, luas areal (A) dipahami meluas
dengan menjangkau garis lintang. Hal sesuai usulan pertama kali Wildreservaat
Koetai oleh Ir. H. Witkamp tahun 1932 seluas 2 000 000 ha sebagai melintang
mulai dari bawah hingga ke atas garis khatulistiwa.
Pengolahan data sebaran spasial yang teridentifikasi di dalam plot contoh
menunjukkan bahwa 92.5% spesies tingkat pancang mengelompok, 6.5% acak
dan 1% merata. Pada tingkat pohon menunjukkan bahwa 87.4% mengelompok,
acak 10.1% dan merata 2.5%. Hasil ini memperlihatkan bahwa spesies-spesies di
TN. Kutai menyebar secara kelompok ke arah garis lintang yang tidak bisa
dijangkau oleh bentuk persegi panjang dan menuntut luas plot contoh yang cukup
luas.
Hasil uji beda nyata jumlah spesies tiap luas plot contoh tingkat pancang
menunjukkan bahwa luas plot contoh 800 m2, 1 600 m2 dan 3 200 m2 tidak
berbeda nyata. Luas plot contoh 1 600 m2 merupakan luas plot contoh optimal
karena ditemukan selisih jumlah spesies paling kecil (0.13) sehingga
dimungkinkan tidak menambah jumlah spesies. Luas plot contoh paling banyak
ditemukan selisih spesies adalah pada penambahan luas plot contoh 400 m2 ke
800 m2 (21.37).
Hasil uji beda nyata luas plot contoh tingkat pohon menunjukkan bahwa luas
plot contoh 6 400 m2, 12 800 m2 dan 25 600 m2 tidak berbeda nyata. Luas plot
contoh 12 800 m2 merupakan luas plot contoh optimal karena ditemukan selisih
jumlah spesies paling kecil (0.06). Sedangkan plot contoh antara 6 400 m2 (15.94)
merupakan luas plot contoh yang ditemukan selisih jumlah spesies paling banyak
dari seluruh plot contoh yang dibuat.
Kata kunci

: bentuk dan luas plot contoh, hutan hujan dataran rendah, Taman
Nasional Kutai

PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH
OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN
SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN
HUJAN DATARAN RENDAH :
STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI

SANDI KUSUMA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional Konservasi Biodiversitas pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS

Judul Penelitian

:

PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT
CONTOH
OPTIMAL
PENGUKURAN
KEANEKARAGAMAN SPESIES
TUMBUHAN
PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN
RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL
KUTAI

Nama

:

Sandi Kusuma

Nomor Pokok

:

E051054115

Sub Program Studi :
Program Studi

:

Konservasi Keanekaragaman Hayati
Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Disetujui :
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA
Ketua

Dr. Ir. Agus Hikmat, MScF
Anggota

Diketahui :
Ketua Program Studi
Ilmu Pengetahuan Kehutanan,

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal ujian : 28 Nopember 2007

Tanggal lulus :

KATA PENGANTAR
Penelitian yang berjudul Penentuan Bentuk dan Luas Plot Contoh
Optimal Pengukuran Keanekaragaman Spesies Tumbuhan pada Ekosistem
Hutan Hujan Dataran Rendah : Studi Kasus di Taman Nasional Kutai
dibimbing oleh komisi : Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA. sebagai ketua komisi dan Dr.
Ir. Agus Hikmat, MScF. sebagai anggota. Sedangkan penguji luar komisi adalah
Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS.
Penelitian ini merupakan bagian akhir dari pelaksanaan studi tugas belajar
Departemen Kehutanan sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : Sk.
3213/Menhut-II/Peg/2006 pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
kekhususan Konservasi Keanekaragaman Hayati di Institut Pertanian Bogor.
Akhirnya, penulis berharap bahwa penelitian ini bermanfaat dan menjadi
iuran dalam pengelolaan TN. Kutai. Amin.

Bogor,

Desember 2007.

Sandi Kusuma

UCAPAN TERIMA KASIH
Sujud syukur kepadaMu ya Allah, dalam setiap tarikan nafas yang ada
adalah kebesaranMu. DariMu semua bermula, hingga setiap proses akhirnya
menjadi indah. Menyibak rahasia hutan adalah pengakuan akan kebesaranMu
yang berakhir pada keindahanMu.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Kehutanan melalui
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi

Alam yang telah

memberikan kesempatan untuk melanjutkan studi Pascacarjana di IPB. Semoga
orang-orang yang berada di balik pemberian kesempatan itu mendapatkan hal-hal
terbaik dalam hidupnya, diterangkan jalannya dan dimudahkan segala urusannya.
Penghargaan yang tulus diberikan kepada Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA.
dalam kapasitasnya sebagai ketua sub program studi dan ketua komisi
pembimbing, yang dengan jiwa besarnya mempercayai penulis untuk melakukan
penelitian ini, membantu menegakkan karakter tentang bagaimana pengelolaan
sebuah kawasan konservasi. Dr. Ir. Agus Hikmat, M. ScF. yang dengan penuh
kesabaran memberikan warna dalam penulisan sebuah karya ilmiah. Keduanya
mencermati angka-angka dan mentransformasikannya ke dalam huruf-huruf yang
akhirnya penuh arti. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan, MS. melengkapinya dengan
tinjauan yang menjadikannya sempurna.
Penulis bersyukur telah diberikan bantuan yang luar biasa dalam
melaksanakan penelitian oleh Slamet Rohmadi dan Sugiannur untuk pengenalan
jenis pohon; Alimuddin, Sarju, Sunarso, Andi dan Rokhim untuk pembuatan plot
contoh; dan Abdul Syukur yang telah merelakan dirinya untuk menjadi tukang
masak selama penelitian berlangsung.
Penulis berhutang budi kepada Ir. Agus Budiono, M. Sc.,

Ir. Jhodi

Mohtar, MM. dan Juwadi. Masing-masing bersama keluarga yang telah membuka
ruang kekeluargaan sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan, membantu
menguatkan hingga penyelesaian studi pascasarjana. Andai kesempatan untuk
membalasnya selalu ada.
Sahabat-sahabat di Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati,
yang pengalamannya dari Sumatera-Papua senantiasa menjadi diskusi yang
menarik. Semangat kebersamaan menjadi bukti bahwa kita pernah bertemu

mencari simbol dan memberinya nilai. Saat kita terserak, satu yang menjadi
simpul : Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Doa yang senantisa mengalir dari ibu dan bapak, menjadi inspirasi dan
kekaguman tentang kekuasaan yang kadang anugerahNya tak pernah bisa untuk
disangka-sangka. Pun keberadaan Nirmala Basuki dan Jendera Purusha
Hayuningrat, untuk kerelaan terhadap seorang kakak yang waktunya tersita
hingga tak pernah bisa mencermati perkembangan adik-adik.
Satu persatu tak mungkin nama-nama disebut karena tentu akan menjadi
daftar yang teramat panjang. Terima kasih untuk semuanya.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Grobogan, Jawa Tengah, pada tanggal 30 Mei 1975
dari ayah Kresno Dipojono dan ibu Sri Budi Harumi. Penulis merupakan putra
pertama dari tiga bersaudara.
Tahun 1993 penulis tamat dari Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA)
Kadipaten dan mendapatkan tugas di Taman Nasional Kutai (sekarang bernama
Balai Taman Nasional Kutai). Tahun 1997 penulis mendapatkan beasiswa dari
Departemen Kehutanan untuk melanjutkan pendidikan di Program Diploma IV
Kehutanan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan di Fakultas Kehutanan IPB
dan menamatkannya tahun 2001. Tahun 2006 penulis kembali mendapatkan
beasiswa dari Departemen Kehutanan untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah
Pascasarjana IPB di Sub Program Studi Konservasi Keanekaragaman Hayati,
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan.
Sebelum melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB, sehari-hari
penulis bertugas sebagai Kepala Urusan Perencanaan dan Konservasi Balai
Taman Nasional Kutai.

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR TABEL..................................................................................
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................

xiv
xv
xvi

PENDAHULUAN
Latar Belakang ...............................................................................
Tujuan ............................................................................................
Manfaat ..........................................................................................
Kerangka Pemikiran .......................................................................
Hipotesa..........................................................................................

1
3
4
4
5

TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman Hayati ................................................................
Pengukuran Keanekaragaman Hayati ............................................
Hubungan Jumlah Spesies dengan Areal .......................................
Hubungan Jumlah Spesies dengan Kelimpahan.............................
Pola Sebaran Spasial Individu........................................................

6
7
8
8
9

KEADAAN UMUM LOKASI KAJIAN
Letak dan Luas ...............................................................................
Sejarah TN. Kutai...........................................................................
Topografi, Tanah dan Iklim ...........................................................
Flora dan Fauna ..............................................................................
Penutupan Kawasan .......................................................................
Kondisi Masyarakat di Dalam TN. Kutai.......................................

11
11
11
12
13
14

METODOLOGI
Waktu dan Tempat .........................................................................
Alat dan Bahan ...............................................................................
Metode
Jenis data ...............................................................................
Pengumpulan data .................................................................
Analisis data ..........................................................................
Pengujian Hipotesa................................................................

16
16
16
16
18
20

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ukuran Keanekaragaman Spesies ..................................................
Bentuk plot contoh .........................................................................
Luas plot contoh .............................................................................

22
28
32

KESIMPULAN
Kesimpulan ....................................................................................
Saran...............................................................................................

38
38

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
LAMPIRAN

39

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Jenis tanah di TN. Kutai .................................................................

12

2

Data pemukim di dalam TN. Kutai ................................................

15

3

Bentuk dan luas plot contoh ...........................................................

17

4

Rata-rata nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pancang ...

22

5

Regresi nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pancang .....

23

6

Rata-rata nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pohon ......

25

7

Regresi nilai indeks keanekaragaman spesies tingkat pohon.........

26

8

Perhitungan uji beda bentuk plot contoh tingkat pancang .............

29

9

Perhitungan uji beda bentuk plot contoh tingkat pohon.................

30

10

Uji beda luas plot contoh tingkat pancang .....................................

33

11

Uji beda luas plot contoh tingkat pohon.........................................

36

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Perkembangan TN. Kutai berdasarkan analisis citra ...............

14

2

Sketsa pembuatan petak contoh ...............................................

17

3

Peta ketinggian TN. Kutai ........................................................

18

4

Hubungan luas plot contoh tiap bentuk dengan delta
jumlah spesies ..........................................................................

20

Kesensitifan indeks keanekaragaman spesies tingkat
pancang ....................................................................................

24

Kesensitifan indeks keanekaragaman spesies tingkat
pohon........................................................................................

26

Kecenderungan penambahan jumlah spesies tingkat
pancang ....................................................................................

28

Kecenderungan penambahan jumlah spesies tingkat
pohon........................................................................................

29

9

Usulan Wildreservaat Koetai oleh Witkamp (1932) ................

32

10

Jumlah spesies tiap luas plot contoh bujur sangkar
tingkat pancang ........................................................................

33

Hubungan luas plot contoh bujur sangkar dengan
selisih jumlah spesies tingkat pancang .....................................

34

Jumlah spesies tiap luas plot contoh bujur sangkar
tingkat pohon............................................................................

35

Hubungan luas plot contoh bujur sangkar dengan
selisih jumlah spesies tingkat pohon ........................................

36

5
6
7
8

11
12
13

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Rekapitulasi hasil identifikasi spesies tingkat pancang
plot contoh bujur sangkar ............................................................

44

Rekapitulasi hasil identifikasi spesies tingkat pohon plot
contoh bujur sangkar ...................................................................

65

Rekapitulasi hasil identifikasi spesies tingkat pancang
plot contoh persegi panjang ........................................................

81

Rekapitulasi hasil identifikasi spesies tingkat pohon plot
contoh persegi panjang ................................................................

99

Peta kontur TN. Kutai dan posisi TN. Kutai dalam
Propinsi Kalimantan Timur .........................................................

115

Spesies yang saling berbeda antara blok Sangkima dan
Prevab, TN. Kutai .......................................................................

116

7

Sebaran spasial spesies tingkat pancang .....................................

117

8

Sebaran spasial spesies tingkat pohon.........................................

121

9

Penyebaran spesies tingkat pancang terhadap luas plot
contoh ..........................................................................................

125

Penyebaran spesies tingkat pohon terhadap luas plot
contoh ..........................................................................................

126

Rekapitulasi nama spesies plot contoh bujur sangkar
tingkat pancang ...........................................................................

127

Rekapitulasi nama spesies plot contoh bujur sangkar
tingkat pohon...............................................................................

131

Rekapitulasi nama spesies plot contoh persegi panjang
tingkat pancang ...........................................................................

135

Rekapitulasi nama spesies plot contoh persegi panjang
tingkat pohon...............................................................................

139

2
3
4
5
6

10
11
12
13
14

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki jumlah keanekaragaman hayati nomor 2 paling banyak
di dunia setelah Brasil (Noerdjito et al. 2005), yang mencakup 10% tumbuhan
berbunga, 12% spesies mamalia, 16% spesies reptil dan ampibi, 17% spesies
burung, dan lebih dari 25% spesies ikan (BAPPENAS 1993).
Keanekaragaman

hayati

Indonesia

penting

karena

banyak

sektor

pembangunan bergantung secara langsung maupun tidak langsung pada
keanekaragaman hayati dan fungsi-fungsi alami yang terlindungi (BAPPENAS
1993). Bahkan semua mahluk hidup di bumi bergantung pada keanekaragaman
tumbuhan dalam siklus materi dan aliran energi (Given 1994) yang senantiasa
hijau sepanjang tahun, karena itu hutan hujan Indonesia dikenal sebagai paru-paru
dunia.
Kondisi keanekaragaman hayati menurun saat ini dengan semakin
terbatasnya kemampuan untuk regenerasi, fragmentasi habitat, perubahan iklim,
polusi, introduksi spesies pendatang dan penggunaan bahan material secara luas
(McNeely et al. 1991 dalam Salleh & Manokaran 1995; Burley 1994 dalam
Burley & Gauld 1995; Smitinand 1995).
Hutan hujan dataran rendah merupakan daerah yang paling tinggi
mengalami penurunan keanekaragaman hayati. Hal ini disebabkan daerah inilah
yang paling sering menerima gangguan seperti kebakaran, pencurian kayu,
pemukiman dan konversi untuk perkebunan. (MacKinnon et al. 1986; Yusuf
1994). Klasifikasi hutan hujan dataran rendah adalah hutan di daerah tropis yang
memiliki ketinggian 2 m – 1000 m dpl (Soerianegara & Indrawan 2005).
Indonesia terkait dengan 5 (lima) konvensi yang sudah ditandatangani yang
berhubungan dengan keanekaragaman hayati, yaitu : Konvensi Ramsar 1975,
Konvensi CITES 1975, Konvensi Keanekaragaman Hayati 1992 dan Konvensi
Perubahan Iklim 1992 (diperbaharui menjadi Protokol Kyoto 1997) dan Konvensi
Bio-Safety (Cartagena Protocol) 2004 (Noerdjito et al. 2005). Tahapan paling
penting dari pelaksanaan konvensi-konvensi itu adalah mengukur dan memantau
keanekaragaman hayati (KMNLH 1992; BAPPENAS 1993), yang akhirnya dalam

berbagai simposium internasional (terakhir di Bangkok, 27 Agustus – 2
September 1994 tentang Measuring and Monitoring Biodiversity in Tropical and
Temperate Forests) pembahasan tentang pengukuran keanekaragaman hayati
menjadi agenda penting.
Pengelolaan

keanekaragaman

hayati

mensyaratkan

pengukuran

keanekaragaman hayati (WCMC 1992), untuk menjaga keanekaragaman hayati
di habitatnya melalui upaya untuk menjaga keberadaan spesies di dalam
habitatnya, membantu kita menemukan dan memulai pemahaman kondisi saat ini
dan kemungkinan kondisinya di masa datang, memantau dampak pengelolaan
kawasan dan perubahan lingkungan, dan

menentukan areal yang diberikan

prioritas dalam konservasi keanekaragaman hayati

(Pielou 1995; Namkoong

1995; Burley & Gauld 1995).
Pengukuran dan indeks keanekaragaman hayati didasarkan atas jumlah
spesies atau kelimpahan relatif (Burley & Gauld 1995) dalam plot-plot contoh
(Pielou 1995). Jumlah spesies ini yang ditransformasikan ke dalam indek-indeks
keanekaragaman, yang diambil dari 2 (dua) hal, yaitu : kekayaan spesies, yaitu
jumlah spesies; dan kemerataan, yaitu sejauhmana kesamaan dari kelimpahan
spesies (Magurran 1988). Semakin tinggi nilai indeks mencerminkan sema kin
tinggi keanekaragaman spesies (Boontawee et al. 1995).
Keanekaragaman bervariasi dalam ruang dan waktu, yang merupakan fungsi
dari spatial dan temporal dari perubahan ekosistem yang terjadi padanya (WCMC
1992; Turner 1995). Hal ini tentu saja tidak selalu menjamin bahwa seluruh
ukuran plot contoh selalu sama dan jumlah spesies meningkat seiring plot contoh
yang dibuat (Magurran 1988). Masalah yang muncul adalah sulitnya menentukan
jumlah spesies, karena jumlah spesies berhubungan dengan luas plot contoh (Kreb
1978; Darlington 1957 dalam Van Dyke 2003), demikian halnya dengan besarnya
gangguan dari masing-masing spesies di dalam habitatnya (Lloyd 1967 dalam
Kumar 1977) sehingga ukuran dan bentuk plot contoh lebih menjadi hal penting
dalam pengukuran keanekaragaman (Myers et al. 1995). Dari sini para ahli belum
sepakat tentang bentuk dan luas plot contoh yang dapat digunakan dalam
pengukuran keanekaragaman spesies.

Taman Nasional Kutai (TN. Kutai) yang mewakili ekosistem hutan hujan
dataran rendah, memiliki fungsi melestarikan keanekaragaman spesies tumbuhan
dan satwa (BAPPENAS 2003). Pengelolaan yang dilakukan adalah mengukur dan
memantau

keanekaragaman

spesies

yang

diwakilinya

sebagai

upaya

mempertahankan ekosistem hutan hujan dataran rendah. Pertanyaan penting yang
diajukan adalah bentuk dan luas plot contoh seperti apa yang optimal (Burley &
Gauld 1995) dalam pengukuran keanekaragaman spesies tumbuhan di TN. Kutai?
Karena menurut Myers (1984) untuk melestarikan spesies membutuhkan
pengetahuan berapa jumlah spesies yang ada, dimana mereka berada dan seberapa
besar ancaman yang terjadi.
Pengukuran keanekaragaman tumbuhan di TN. Kutai akan dilakukan pada
tumbuhan berkayu (pohon), karena hutan merupakan sekelompok tumbuhan yang
didominasi pohon yang berinteraksi dengan lingkungannya (Soerianegara

&

Indrawan 2005). Spesies tumbuhan berkayu (pohon) inilah yang digunakan
sebagai penanda keberadaan sebuah hutan (Moon & Brown 1914; De Laubenfels
1970; Myers 1984; Anwar et al. 1984).
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bentuk dan luas plot contoh
dilakukan pada tingkat pohon (Laurance et al. 1998; Stochlgren et al. 1995 dalam
Keely & Fotheringham 2005). Sedangkan penelitian ini ditambahkan tingkat
pancang, sehingga dapat digunakan untuk tingkat semai dan tingkat tiang dapat
digunakan luas plot contoh tingkat pohon.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui indeks keanekaragaman yang paling responsif
2. Bentuk dan luas plot contoh yang optimal untuk mengukur keanekaragaman
spesies tumbuhan tingkat pancang dan pohon di Taman Nasional Kutai (TN.
Kutai).

Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan metode baku dalam
pengukuran dan pemantauan keanekaragaman spesies tumbuhan tingkat pancang
dan pohon di TN. Kutai.
Kerangka Pemikiran
Pengukuran keanekaragaman hayati yang paling sederhana adalah dengan
menghitung jumlah spesies (Poole 1974; Krebs 1978). Hal ini mengingat
tingkatan spesies merupakan pemeran utama dalam konservasi yang secara
konseptual, biologis dan legal dapat diterima (Meffe & Carrol 1992 dalam
Haryanto 1995). Pemahaman tingkatan spesies merupakan dasar dalam
memahami keanekaragaman hayati karena tingkatan spesies hampir secara
universal digunakan sebagai unit dimana keanekaragaman hayati diukur (WCMC
1992). Mengingat peran sentralnya dalam konservasi keanekaragaman hayati,
keanekaragaman spesies merupakan unit pengukuran yang dapat dijadikan
indikator keanekaragaman hayati dari suatu wilayah (Haryanto 1995).
Keanekaragaman bervariasi menurut ruang dan waktu (WCMC 1992;
Turner 1995), secara sistematik dan dapat diduga mengikuti garis lintang (Pianka
1983 dalam Magurran 1988; Kreb 1985 dalam Magurran 1986; Begon et al. 1986
dalam Magurran 1988) dan berhubungan dengan areal (MacArthur & Wilson
1967 dalam Magurran 1988; Wiliamson 1981 dalam Magurran 1988), dari sinilah
pemahaman bahwa peningkatan spesies berkaitan dengan perluasan plot contoh
yang dipelajari (Myers et al. 1995).
Sebaran spesies di dalam ekosistem dijelaskan Ludwig dan Reynolds (1988)
mengikuti pola acak, kelompok dan teratur. Pola sebaran ini merupakan posisi
individu di dalam lingkungannya, yang merupakan hasil dari sejarah keberadaan,
kematian dan pergerakan (Poole 1974), dan respon dari keterbatasan, kebakaran
dan hempasan angin yang secara kontinu menggangu keberhasilan suksesi
(Couhgley 1977).
Bentuk plot contoh dengan luasan yang sama memiliki panjang bentuk
(keliling) yang berbeda-beda, demikian halnya dengan daerah yang terwakili
dalam sebaran garis lintang dan ketinggian dari atas laut di TN. Kutai.
Keunggulan masing-masing bentuk plot contoh antara lain bahwa persegi panjang

menjangkau ketinggian dari muka laut lebih luas dan bujur sangkar menjangkau
garis lintang lebih luas.
Bentuk dan luas plot contoh akhirnya menjadi perhatian dalam penelitian ini
yang akan diuji, untuk menjawab bentuk dan luas yang optimal dalam pengukuran
keanekaragaman spesies tumbuhan tingkat pancang dan pohon di TN. Kutai.
Bentuk dan luas plot contoh ini diuji dengan mentransformasikannya ke dalam
kurva minimum spesies area hingga mencapai delta kurang dari 10% (Kusmana
1995; Soerianegara & Indrawan 2005) untuk mengetahui metode yang optimal
dalam pengukuran keanekaraman spesies tumbuhan di TN. Kutai.

Hipotesa
Hipotesa dalam penelitian ini adalah :
1.

Besarnya ukuran keanekaragaman spesies tumbuhan pada tingkat pancang
dan pohon yang diperoleh di TN. Kutai bervariasi menurut bentuk plot
contoh.

2.

Besarnya ukuran keanekaragaman spesies tumbuhan pada tingkat pancang
dan pohon yang diperoleh di TN. Kutai bervariasi menurut luas plot contoh.

TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman merupakan sebuah konsep yang merujuk pada variasi dan
perbedaan dari berbagai individu dalam sebuah komunitas (WCMC 1992),
dimana mereka berinteraksi (Woodruff & Gall 1992 dalam Szmidt 1995). Dari
sini Wilcox (1984) dalam MacKinnon et al. (1986) mengungkapkan bahwa
keanekaragaman hayati adalah berbagai macam bentuk kehidupan, peranan
ekologi yang dimilikinya dan keanekaragaman plasma nutfah yang terkandung di
dalamnya. Hal senada disampaikan Boontawee et al. (1995) yang mendefinisikan
keanekaragaman hayati sebagai variasi dari organisme dan sistem ekologi yang
terjadi.
Semakin tinggi keanekaragaman hayati dipercaya ekosistem semakin stabil
(Elton 1958 dalam Kumar 1977), karena keanekaragaman hayati menyangkut
keragaman dan kelimpahan relatif dari spesies (Magurran 1988). Keduanya
menentukan kekuatan adaptasi dari populasi yang akan menjadi bagian dari
interaksi spesies (Gregorius 1995).
Smitinand

(1995)

mengungkapkan

bahwa

keanekaragaman

hayati

menyediakan manfaat ekonomi secara langsung dalam pangan, obat dan industri
bahan baku, menjaga kelangsungan sistem alami yang memberikan peran penting
bagi kehidupan seperti fotosintesis, pengaturan tata air dan iklim dan penyerapan
polutan-olutan. Haryanto (1995) mengungkapkan bahwa 30 000 spesies tumbuhan
memiliki bagian yang dapat dimakan, dan sepanjang sejarah kehidupan umat
manusia hanya 7 000 spesies yang telah dibudidayakan atau dikoleksi sebagai
bahan pangan. Dari seluruh tumbuhan yang telah dimanfaatkan tersebut, 20
spesies memberikan sumbagan 90% pangan dunia, dan hanya 3 spesies (gandum,
jagung dan beras) yang mensuplai kebutuhan pangan dunia lebih dari 50%.
Banyak spesies buah-buahan yang dapat dikembangkan sebagai komoditi
ekonomi. Paling sedikit 3 000 spesies buah-buahan tropis (200 spesies secara
aktual telah dimanfaatkan).
Keanekaragaman

hayati

terbagi

ke

dalam

3

tingkatan

yaitu

:

keanekaragaman genetik, spesies dan komunitas (ekosistem) (Primack et al.

1998). Suatu lengkang spesies dari keanekaragaman genetik berada pada 3 (tiga)
tingkatan, yaitu : variasi genetik di dalam individu (heterosigositas), perbedaan
antar individu di dalam suatu populasi dan perbedaan genetik antar populasi
(Thohari 1995). Keanekaragaman spesies mencakup seluruh organisme di bumi
(Primack et al. 1988), dengan menghitung jumlah spesies (Krebs 1978).
Sedangkan keanekaragaman komunitas (ekosistem) mewakili tanggapan spesies
secara kolektif pada kondisi lingkungan yang berbeda (Primack et al. 1988).

Pengukuran Keanekaragaman Hayati
Magurran

(1988)

menjelaskan

pentingnya

keanekaragaman

dan

pengukurannya, yaitu : (1) keanekaragaman hayati merupakan topik sentral dalam
ekologi, dimana upaya untuk melihat pola-pola keragaman spasial dan temporal
menggugah mi nat peneliti dan mendorongnya untuk memahami ekologi; (2)
pengukuran keanekaragaman hayati seringkali untuk melihat kestabilan sistem
ekologi; dan, (3) keanekaragaman hayati terlihat sebagai sebuah konsep yang jelas
dan secara cepat dapat diukur.
Primack et al. (1988) menyebutkan bahwa pada tingkat yang paling
sederhana, keanekaragaman hayati didefinisikan sebagai jumlah spesies yang
ditemukan pada suatu komunitas, ukuran yang disebut dengan kekayaan spesies.
Krebs (1978) mengungkapkan bahwa jumlah spesies merupakan konsep pertama
dan tertua dalam keanekaragaman spesies yang biasa disebut species richness.
Pengukuran keanekaragaman hayati terbagi atas 3 kategori, yaitu : (1)
indeks kekayaan spesies, indeks-indeks ini intinya mengukur jumlah spesies yang
ditemukan

dalam

plot

contoh;

(2)

model

kelimpahan

spesies,

yang

mendiskripsikan distribusi kelimpahan spesies. Model kelimpahan spesies
memberikan kemerataan dan ciri untuk spesies yang tidak seimbang; dan (3)
indeks yang berdasarkan atas proporsi kelimpahan spesies (Magurran 1988).
Hal paling sering yang dilakukan untuk mengukur keanekaragaman hayati di
hutan adalah meletakkan plot-plot contoh pada sejumlah tempat (Boontawee et al.
1995). Kusmana (1995) menjelaskan bentuk plot contoh yaitu : bujur sangkar,
lingkaran dan persegi panjang. Lebih lanjut Kusmana (1995) mengungkapkan
bahwa ukuran plot prinsipnya harus cukup besar agar individu spesies yang ada

dalam contoh dapat mewakili komunitas, tetapi harus cukup kecil agar individu
yang ada dapat dipisahkan, dihitung dan diukur tanpa duplikasi atau pengabaian.
Hubungan Jumlah Spesies dengan Areal
Poole (1974) mengungkapkan bahwa jumlah spesies di Prancis meningkat
dengan semakin besarnya areal dalam logaritma. Bentuk kurva digambarkan
secara kasar mengikuti eksponensial. Contoh dari hubungan ini diberikan oleh
Preston (1962) dalam Poole (1974) melalui persamaan S = CAz, dimana S adalah
jumlah spesies, A adalah luas areal, dan C dan z adalah konstanta. Transformasi
persamaan dalam logaritma menjadi log S = log C + z log A. Dalam konteks
pengukuran keanekaragaman hayati, Magurran (1988) mengungkapkan bahwa
tidak selalu menjamin bahwa semakin besar ukuran plot contoh akan
meningkatkan jumlah spesies.
Secara umum dijelaskan WCMC (1992) bahwa keanekaragaman spesies di
habitat alaminya meningkat pada areal hangat dan turun pada areal yang semakin
tinggi garis lintang dan ketinggian dari permukaan laut. Areal paling kaya tidak
terbantahkan adalah hutan hujan. Pemahaman yang belum pasti tentang hutan
hujan berkaitan dengan kondisi asli keanekaragaman dan pemeliharaan
keanekaragaman, menyangkut hal-hal antara lain kondisi saat ini dan kondisi di
masa lalu (dalam geologi dan evolusi) yang berlaku, antara lain iklim, tanah dan
topografi. Iklim yang terbangun dengan kondisi hangat, kelembaban dan musim
yang relatif selama waktu lama lebih merupakan hal penting.

Hubungan Jumlah Spesies dengan Kelimpahan
Satu hal yang menyolok untuk diamati fenomenanya secara konsisten di
dalam ekologi adalah variasi dari kelimpahan spesies. Variasi ini telah mendorong
para ahli ekologi untuk menggambarkan dan menyinggung pertanyaan dalam
komunitas alami. Misalnya berapa jumlah spesies yang ada dan bagaimana
kelimpahan relatifnya? Berapa spesies yang jarang? Berapa spesies yang
melimpah? (Ludwig & Reynolds 1988). Kelimpahan spesies biasanya didasarkan
atas jumlah individu tiap spesies, namun biomasa dan persentase penutupan biasa
juga digunakan (Pielou 1975 dalam Ludwig & Reynolds 1988).

Poole (1974) mengungkapkan 3 bentuk sebaran sebagaimana spesies di
dalam komunitasnya ditentukan berdasarkan ketersediaan sumberdaya, yaitu :
rangkaian logaritma (The logaritmic series) (oleh Ludwig & Reynolds 1988
disebut juga sebagai lognormal distribution), the broken stick model dan the
niche preemption model (oleh Ludwig & Reynolds 1988 disebut juga sebagai
geometric distribution).
May (1981) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) menjelaskan bahwa
lognormal distribution memberikan susunan spesies dimana kelimpahannya
dipengaruhi beberapa faktor tidak terkait lingkungan (independent). May (1975)
dalam Ludwig dan Reynolds (1988) mengungkapkan bahwa lognormal
distribution telah digunakan untuk mendeskripsikan pola kelimpahan dalam
jumlah besar dari komunitas.
Giller (1984) dalam Ludwig dan Reynolds (1988) menggambarkan the
broken stick model sebagai kelimpahan yang secara acak yang garisnya
dipatahkan, biasanya dalam bentuk pemanfaatan spesies. Model ini memberikan
asumsi bahwa spesies di dalam komunitas dipisahkan atau memanfaatkan
sumberdaya tidak saling tumpang tindih.
Ludwig dan Reynolds (1988) menggambarkan geometric distribution
sebagai kondisi dimana sumberdaya tunggal dimanfaatkan penuh oleh spesies dan
dapat bertahan dalam berbagai tingkatan cara, yaitu

sendiri, menjadi spesies

yang dominan karena menempati lebih dahulu, berikutnya spesies ini menempati
bagian kecil dari komunitas dan seterusnya.

Pola Sebaran Spasial Individu
Poole (1974) mengemukakan bahwa jumlah individu di dalam populasi
secara kontinu berubah seiring waktu dan jarak. Pola sebaran dari populasi,
misalnya posisi individu di dalam lingkungannya, merupakan hasil dari sejarah,
keberadaan dan pergerakan. Di lapangan, populasi sulit ditemukan interaksi
populasi secara menyolok, tetapi kadang-kadang melalui pengamatan pola sebaran
individu beberapa pengetahuan terhadap karakter biologi dari spesies dan alasan
dibalik perubahan kerapatan populasi dapat diperoleh. Santosa (1995) menyebut

hal ini sebagai penyebaran populasi, yaitu suatu gambaran proses individuindividu dalam ruang (dispersal) dan waktu (temporal).
Ludwig dan Reynolds (1988) membagi pola sebaran individu menjadi 3
(tiga), yaitu : acak, kelompok (oleh Poole 1974 disebut sebagai agregat) dan
teratur ( oleh Poole 1974 disebut sebagai reguler). Secara ringkas, hubungan
antara nilai rata-rata jumlah individu yang ditemukan dalam plot contoh dan
ragamnya dipengaruhi oleh pola sebaran dari populasi, yaitu untuk acak adalah σ 2
= µ, kelompok adalah σ 2 > µ dan teratur adalah σ 2 < µ.

KEADAAN UMUM LOKASI KAJIAN
Letak dan Luas
TN. Kutai terletak di antara 0°7’54” - 0°33’53” Lintang Utara dan
116°58’48” - 117°35’29” Bujur Timur dengan luas kawasan 198.629 ha. Secara
administratif pemerintahan termasuk dalam Kota Bontang, Kabupaten Kutai
Timur dan Kabupaten Kutai Kertanegara.
TN. Kutai membentang di sepanjang garis khatulistiwa mulai dari pantai
Selat Makasar di sebelah timur, menuju daratan sebelah barat