Penentuan Luas Hutan Optimal Ditinjau Dari Respon Hidrologis di DAS Asahan

PENENTUAN LUAS HUTAN OPTIMAL DITINJAU DARI
RESPON HIDROLOGIS DI DAS ASAHAN

AHMAD DANY SUNANDAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Penentuan Luas
Hutan Optimal Ditinjau Dari Respon Hidrologis di DAS Asahan adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014
Ahmad Dany Sunandar
NIM E 161090074

RINGKASAN

AHMAD DANY SUNANDAR. Penentuan Luas Hutan Optimal Ditinjau Dari
Respon Hidrologis di DAS Asahan. Dibimbing oleh ENDANG SUHENDANG,
HENDRAYANTO, I NENGAH SURATI JAYA dan MARIMIN.
Pengaruh suatu penutupan lahan terhadap respon hidrologis suatu Daerah
Aliran Sungai (DAS) berbeda, tergantung dari karakteristik penutupan lahannya
dan karakteristik fisik DAS tersebut. Penutupan dan penggunaan lahan
berpengaruh pada laju dan kapasitas infiltrasi, laju dan jumlah limpasan serta
evaporasi merubah rezim hidrologi suatu DAS. Penggunaan lahan juga
mempengaruhi tingkat produktivitas lahan dan income masyarakat selain
pengaruh-pengaruh lainnya sehingga penggunaan lahan di suatu DAS perlu
memperhatikan paling tidak aspek hidrologi DAS dan produktivitas lahan di DAS
tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas hutan optimum melalui
optimasi penggunaan lahan di DAS Asahan berdasarkan pada hasil air (debit dan

muatan sedimen) dan produktivitas lahan. Sasaran (tujuan antara) dari penelitian
ini adalah mengetahui perubahan penggunaan lahan empirik dan dampaknya
terhadap hasil air dan keberlakuan model SWAT dalam menduga debit pada
penggunaan lahan tertentu di DAS Asahan.
Penelitian dilaksanakan di DAS Asahan, Sumatera Utara yang menurut
Kementerian Kehutanan merupakan salah satu DAS prioritas di Indonesia.
Analisis perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan analisis citra satelit
LANDSAT TM tahun 1990, 2002 dan 2010 dengan metode post classification
comparison. Analisis hidrologi menggunakan model SWAT yang dikalibrasi
menggunakan SWAT-Cup dan data debit tahun 2010 yang diukur di stasiun
Kisaran Naga. Optimasi penggunaan lahan dilakukan dengan metode linear
programming menggunakan SOLVER command Microsoft Excel dan metode
query dalam analisis ruang hasil optimasi berdasarkan pada kelas kemampuan
lahannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan berhutan di DAS Asahan
cenderung meningkat, yaitu terjadi penambahan hutan seluas 271 hektar.
Penggunaan lahan di DAS Asahan berupa luas perkebunan, pertanian lahan kering
dan sawah meningkat secara nyata, sedangkan luas lahan bervegetasi rawa dan
semak berkurang secara nyata. Lahan hutan umumnya berada di bagian hulu DAS
Asahan yang dicirikan dengan topografi yang relatif curam dan berada di daerah

dengan elevasi yang cukup tinggi dan aksesibilitas yang rendah. Di bagian tengah
dan hilir DAS yang didominasi oleh lahan datar pada elevasi yang lebih rendah,
terjadi perluasan lahan perkebunan, pergantian jenis tanaman semusim serta
peningkatan pembangunan infrastruktur.
Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di bagian tengah dan hilir DAS
Asahan menyebabkan perubahan respon hidrologi terhadap hujan yang turun
dalam DAS. Penambahan luas lahan perkebunan, pertanian lahan kering dan tanah
terbuka pada tahun 2002 dan 2010 meningkatkan aliran permukaan dari 74.64 mm

pada tahun 1990 menjadi 122.93 mm pada tahun 2002 dan 116 mm pada tahun
2010. Hal ini juga menyebabkan meningkatnya hasil air dari 818.11 mm pada
tahun 1990 menjadi 1089.32 mm pada tahun 2002 dan 1 091.8 mm pada tahun
2010 serta meningkatkan sedimen dari 35.27 ton/ha pada tahun 1990 menjadi
61.92 ton/ha pada tahun 2002 dan 52.81 ton/ha pada tahun 2010.
Aplikasi model SWAT di sub DAS Asahan memberikan hasil yang baik
dalam menduga debit yang ditunjukkan dengan nilai NSE = 0.88 dan koefisien
determinan (r2) = 0.89. Model SWAT kemudian diaplikasikan untuk menduga
debit pada penggunaan lahan tertentu di seluruh DAS Asahan. Hasil optimasi di
DAS Asahan menunjukkan penggunaan lahan yang dapat meminimalkan erosi
tanpa menurunkan hasil air dan nilai ekonomi lahannya adalah penambahan luas

hutan menjadi 83 635 hektar (29.86%) yang dapat ditambah melalui agroforestry
di lahan-lahan dengan kelas kemampuan yang kurang sesuai untuk lahan pertanian
seluas 15 832 hektar yaitu yang berada di kelas kemampuan lahan V – VIII dan
melalui reforestasi seluas 20 030 hektar di kawasan hutan. Luas lahan perkebunan
dan sawah bertambah masing-masing seluas 701 hektar dan 1 185 hektar
sedangkan pertanian lahan kering mengalami penurunan seluas 11 436 hektar dan
semak/belukar dan tanah terbuka menjadi hilang. Pada kondisi penggunaan lahan
tahun 2010 sebelum optimasi, besarnya hasil air dan erosi masing-masing adalah 1
054.8 mm dan 104.09 ton/hektar/tahun sedangkan setelah optimasi, hasil air dan
sedimennya menjadi 1 064.1 mm dan 69.30 ton/ha/tahun.
Kata kunci: DAS Asahan, model SWAT, sedimen, hasil air, respon hidrologis.

SUMMARY
AHMAD DANY SUNANDAR. Determining Optimum Forest Area From
Hydrological View in Asahan Watershed. Supervised by ENDANG
SUHENDANG, HENDRAYANTO, I NENGAH SURATI JAYA and MARIMIN.
Effect of a land cover on the hydrological response of a watershed (DAS)
is different, depending on the characteristics of the land cover and the physical
characteristics of the watershed. Land cover and land use affect the rate and
infiltration capacity, the rate and amount of runoff and evaporation change

hydrologic regime of a watershed. Land use also affects land productivity and
income levels of the community beside from other influences thus that land use in
a watershed need to give more attention to the hydrological aspects of watershed
and land productivity in the watershed.
This study aims to determine the optimum forest area through the
optimization of land use in Asahan watershed based on water yield (discharge and
sediment load) and land productivity. The target of this study was to determine
empirical land use change and its impact on water yield and enforceability of
SWAT models in predicting discharge in certain lands use in Asahan watershed.
The research was conducted in Asahan watershed, North Sumatra, which
according to the Ministry of Forestry is one of the priority watersheds in Indonesia.
Analysis of changes in land use performed with Landsat TM satellite images of
1990, 2002 and 2010 with post-classification comparison method. Hydrological
analysis using SWAT model which is calibrated using SWAT-Cup and 2010
discharge data measured at Kisaran Naga station. Optimization of land use
conducted by linear programming method using Microsoft Excel SOLVER
command and query methods in spatial analysis of optimization result based on
land capability class.
The results showed that forested land in Asahan tend to increase, which is
the addition of an area of 271 hectares of forest. Land use in Asahan watershed in

the form of plantation, dry land agriculture and paddy field increased significantly,
while area of vegetated marsh and shrubs is reduced significantly. Forest land
generally located in the upper Asahan watershed characterized by relatively steep
topography and located in areas with a high enough elevation and low
accessibility. In the middle and lower reaches of the watershed is dominated by
flat land at a lower elevation, expansion of plantations occure, turn kind of
seasonal crops and increased infrastructure development.
Changes in land use that occurred in the middle and lower reaches in
Asahan watershed cause changes in the hydrological response to rainfall in the
watershed. Addition of plantation area, dry land agriculture and open land in 2002
and 2010 increase runoff from 74.64 mm on 1990 to 122.93 mm in 2002 and 116
mm in 2010. It also increases water yield form 818.11 mm in 1990 to 1089.32 mm
in 2002 and 1091.8 mm in 2010 and sediment yield from 35.27 tons/ha in 1990 to
61.92 tons/ha in 2002 and 52.81 tons/ha in 2010.
Application of SWAT Asahan sub watershed give a good results in
estimating discharge as indicated by the value of NSE = 0.88 and the coefficient

of determinant (r2) = 0.89. SWAT model was then applied to estimate the
discharge at a particular land use throughout the Asahan watershed. The results of
optimization on Asahan watershed showed that land use which can reduce water

erosion without lowering water yield and economic value of the land is 83 986
hectare of forest area (36.52%) which can be applied through agroforestry (15 832
hectare) in less suitable for agricultural land or in land capability class of V – VIII
and reforestation in forest area (20 030 hectare). Plantation area and paddy field
are increase of 701 hectares and 1 081 hectares, respectively. Dry land agriculture
is decrease 30 090 hectares and marsh/shrub and open soil be lost. In the year
2010 land use conditions before optimization, the magnitude of the results of
water yield and erosion are 1 064.9 mm and 104.09 tons/hectare/year, respectively
whereas after optimization, the results of water yield and erosion are 1 064.1 mm
and 69.30 tons/hectare/year, respectively.
Key words: Asahan watershed, SWAT model, sediment, water yield, hydrologic
response

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PENENTUAN LUAS HUTAN OPTIMAL DITINJAU DARI
RESPON HIDROLOGIS DI DAS ASAHAN

AHMAD DANY SUNANDAR

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup:


1. Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS
2. Dr Ir Omo Rusdiana

Penguji pada Ujian Terbuka:

1. Dr Ir Prijanto Pamoengkas MSc
2. Prof Ris Dr Ir Pratiwi MSc

Judul Disertasi

: Penentuan Luas Hutan Optimal Ditinjau Dari Respon
Hidrologis di DAS Asahan

Nama

: Ahmad Dany Sunandar

NIM


: E161090074

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Endang Suhendang, MS
Ketua

Dr Ir Hendrayanto, MAgr
Anggota

Prof Dr Ir I Nengah Surati Jaya, MAgr
Anggota

Prof Dr Ir Marimin, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Departemen Manajemen Hutan

Fakultas Kehutanan IPB
Ketua,

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Ahmad Budiaman, MScF Trop.

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 15 September 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga disertasi dengan judul “Penentuan Luas Hutan
Optimal Ditinjau Dari Respon Hidrologis di DAS Asahan” ini dapat diselesaikan.
Disertasi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada
Program Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dan disertasi ini dibiayai oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan, Kementerian Kehutanan, melalui program Research
School. Bagian dari disertasi ini akan dipublikasikan pada Jurnal Penelitian Hutan
dan Konservasi Alam dengan judul Dampak Perubahan Penggunaan Lahan
Terhadap Respon Hidrologis di DAS Asahan saat ini masih dalam proses review.
Sebuah artikel dengan judul Land Use Optimization in Asahan Watershed with
Linear Programming and SWAT Model akan dipublikasikan di International
Journal of Science: Basic and Applied Research.
Penulis juga menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada
1. Prof Dr Ir Endang Suhendang MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
dengan sabar selalu memberikan arahan, motivasi dan semangat kepada
penulis baik secara langsung maupun tidak langsung selama menyelesaikan
studi.
2. Dr Ir Hendrayanto MAgr, yang selalu memberikan masukan dan arahan
sehingga penulis dapat pencerahan mengenai bidang penelitian yang relatif
baru bagi penulis dan dapat menyelesaikan kewajiban ini dengan baik.
3. Prof Dr Ir I Nengah Surati Jaya MAgr, yang selalu memberikan
pengetahunannya serta dorongan agar penulis lebih memahami tentang sistem
informasi geografis.
4. Prof Dr Ir Marimin MSc, yang selalu memberikan koreksi selaku pembimbing
dan ilmu terkait dengan program linier
5. Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS atas kesediannya menjadi penguji luar komisi
pada ujian tertutup dan atas komentar dan masukannya untuk perbaikan
disertasi ini.
6. Dr Ir Omo Rusdiana MS, selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup yang
telah memberikan masukan untuk menambah wawasan penulis tentang DAS.
7. Dr Ir Prijanto Pamoengkas MSc, selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka
atas saran dan masukan sehingga menambah warna pada disertasi ini.
8. Prof Ris Dr Ir Pratiwi MSc, selaku penguji luar komisi pada ujian tertutup atas
saran dan masukannya sehingga disertasi ini menjadi lebih berbobot.
9. Seluruh penyelenggara dan pelaksana Sekolah Pascasarjana IPB, terutama
pengelola Mayor Ilmu Pengelolaan hutan yang telah memberikan pelayanan
terbaik selama penulis menyelesaikan studi.
10. Kepala Badan Litbang Kehutanan, Kepala Pusat Litbang Konservasi dan
Rehabilitasi serta Kepala Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli atas

kesempatan dan biaya yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi doctor ini.
11. Teman-teman di Batalion 09 atas kebersamaan dan dorongan semangatnya
yang tidak akan pernah dilupakan.
12. Semua teman di IPH sebagai teman diskusi yang banyak memberikan saran
dan masukan terhadap disertasi ini.
13. Teman-teman di SWAT-User atas bantuannya yang sungguh sangat besar
untuk penyelesaian studi ini.
14. Kedua orangtua, H. Achmad Djuaeni dan Hj. Nengsih atas pengorbanan, doa
dan dukungannya; Istriku tercinta, Hj. Eti Setiawati dan kedua anakku
tersayang, Ahmad Imam Syamil dan Zaki Abdurrahman atas pengorbanan dan
doanya, semoga bisa menjadi dorongan dan contoh yang baik untuk kalian.
15. Seluruh pihak yang telah memberikan dukungan hingga penulisan disertasi ini
dapat diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat baik bagi diri penulis sendiri maupun yang
membaca tulisan ini.

Bogor, September 2014
Ahmad Dany Sunandar

xiv

DAFTAR ISI
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Kebaruan
Sistematika Tulisan
2 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Luas DAS Asahan
Topografi
Debit
Curah Hujan
Jenis Tanah
Penggunaan Lahan
3 ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAS ASAHAN
SECARA VISUAL MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM TAHUN
1990 - 2013
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN
4 ANALISIS RESPON DEBIT TERHADAP PERUBAHAN
PENGGUNAAN LAHAN DI DAS ASAHAN
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN
5 DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP
RESPON HIDROLOGI DI DAS ASAHAN (KEBERLAKUAN MODEL
SWAT)
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN

xii
xiv
xv
xvi
xvii
xvii
1
1
3
3
3
3
4
5
5
5
6
8
8
9
10

14
14
15
17
25
26
26
27
28
36

37
37
38
42
53

xv

6

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN DI DAS ASAHAN DENGAN
APLIKASI SWAT DAN LINIER PROGRAMMING
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
HASIL DAN PEMBAHASAN
SIMPULAN
7 PEMBAHASAN UMUM
8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
Daftar Pustaka
RIWAYAT HIDUP

54
54
55
62
69
70
75
75
75
75
98

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Luas DAS Asahan berdasarkan wilayah administrasi
kabupaten/kota
Luas dan persen luas dari masing-masing kelas lereng
Luas dan persen luas dari masing-masing kelas ketinggian
Karakteristik debit sungai utama di DAS Asahan
Klasifikasi kelas intensitas curah hujan
Luas DAS berdasarkan kelas intensitas curah hujan hasil
interpolasi
Luas masing-masing jenis tanah di DAS Asahan
Nilai TSL untuk setiap jenis tanah di DAS Asahan (ton/ha/tahun)
Luas masing-masing penggunaan lahan di DAS Asahan
Klasifikasi penggunaan lahan di DAS Asahan
Luas perubahan penggunaan lahan pada masing-masing kelas
penggunaan lahan
Perubahan penutupan lahan di DAS Asahan tahun 1990 - 2002
Perubahan penutupan lahan di DAS Asahan tahun 2002 – 2013
Perubahan penutupan lahan di DAS Asahan tahun 1990 – 2013
Curah hujan rata-rata wilayah tahun 1990, 2002 dan 2010 di sub
DAS Asahan
Hasil pengolahan data debit tahun 1990, 2002 dan 2010
Rasio limpasan terhadap curah hujan (%)
Hasil pemisahan debit sungai menjadi base flow dan run off
Basis data iklim yang diperlukan dalam pembangkit data (.wgn)
Kriteria nilai NSE
Luas masing-masing penutupan lahan dan perubahannya (hektar)
Penambahan/pengurangan luas setiap penggunaan lahan (dalam
hektar)
Output hasil simulasi SWAT
Parameter yang digunakan dalam kalibrasi
Respon aliran permukaan, aliran dasar, hasil air dan sedimen

6
6
8
8
9
9
10
11
13
16
18
22
23
24
29
30
31
33
40
41
42
44
46
48
51

xvi

26 Persamaan hubungan curah hujan dengan debit, aliran permukaan,
aliran dasar dan hasil air untuk masing-masing penggunaan lahan
27 Kriteria klasifikasi kelas kemampuan lahan
28 Hubungan kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan tipe
penggunaan lahan
29 Nilai Lahan untuk pertanian lahan kering, perkebunan dan padi
sawah
30 Nilai TSL terboboti untuk DAS Asahan (ton/ha/tahun)
31 Erosi rata-rata dari setiap penggunaan lahan di DAS Asahan
tahun 2010
32 Luas setiap kelas kemampuan lahan
33 Fungsi kendala dalam optimasi
34 Luas setiap penggunaan lahan di DAS Asahan
35 Hasil air, sedimen dan erosi hasil dari simulasi SWAT
36 Satuan Lahan di DAS Asahan
37 Luas penggunaan lahan aktual dan hasil optimasi
38 Hasil air sedimen dan erosi hasil simulasi SWAT setelah optimasi
spasial tahun 2010
39 Luas penggunaan lahan pada kondisi erosi sama dengan TSL
40 Hasil air, sedimen dan erosi hasil simulasi SWAT pada kondisi
erosi sebesar TSL

53
57
57
58
59
60
60
61
62
63
63
65
67
68
74

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Lokasi Penelitian
Peta kelas kemiringan lereng di DAS Asahan
Peta kelas ketinggian di DAS Asahan
Sebaran kelas intensitas curah hujan di DAS Asahan
Peta jenis tanah (klasifikasi PPT) di DAS Asahan
Peta penggunaan lahan di DAS Asahan hasil analisis citra
Landsat ETM 2013
Peta penutupan lahan di DAS Asahan tahun 1990
Peta penutupan lahan di DAS Asahan tahun 2002
Peta penutupan lahan di DAS Asahan tahun 2013
Poligon Thiessen yang terbentuk di DAS Asahan
Sebaran curah hujan rata-rata wilayah dalam satu tahun
Curah hujan rata-rata wilayah di Sub DAS Asahan tahun 19902010
Hyetograf dan hidrograf debit total dan debit limpasan di DAS
Asahan tahun 1990
Hyetograf dan hidrograf debit total dan debit limpasan di DAS
Asahan tahun 2002
Hyetograf dan hidrograf debit total dan debit limpasan di DAS
Asahan tahun 2010
Hubungan curah hujan dan limpasan stasiun Tanah Jawa
Hubungan curah hujan dan limpasan stasiun Marjanji Aceh

5
7
7
9
11
12
19
19
20
28
29
30
34
34
34
35
35

xvii

18
19
20
21
22
23
24

25
26
27
28
29
30

Hubungan curah hujan dan limpasan stasiun Air Joman
Penggunaan lahan di sub DAS Asahan tahun 1990
Penggunaan lahan di sub DAS Asahan tahun 2002
Penggunaan lahan di sub DAS Asahan tahun 2010
Hasil simulasi model SWAT selama 20 tahun
Nilai NSE dan r2 sebelum kalibrasi (atas) dan sesudah kalibrasi
bawah)
Grafik hubungan curah hujan dengan debit, aliran permukaan,
aliran dasar dan hasil air pada penggunaan lahan tahun 1990
(atas), 2002 (tengah) dan 2010 (bawah)
Dugaan besaran erosi yang terjadi di DAS Asahan
Sebaran penggunaan lahan di DAS Asahan tahun 2010
Peta penggunaan lahan hasil optimasi spasial di DAS Asahan
Hasil tumpang susun peta kawasan hutan dengan penggunaan
lahan
Hasil tumpang susun peta kawasan dengan peta hasil optimasi
Penggunaan lahan optimal untuk erosi di bawah TSL

35
43
43
44
47
47

52
59
63
68
70
73
73

LAMPIRAN
1
2
3
4

Data tanah yang digunakan dalam SWAT
Data iklim untuk weather generator (.wgn)
Data debit bulanan
Hasil perhitungan dengan program linier

85
89
91
95

DAFTAR ISTILAH
BAPPEDA
BPDAS
CN
DEM
HRU

MUSLE
NSE
Respon Hidrologis
SDR
SUFI

: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
: Curve Number (nilai kurva aliran pada kondisi air tanah
kapasitas lapang)
: Digital
Elevation
Model
(data
digital
yang
menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi)
: Hydrologial Response Units (unit respon hidrologis yang
merupakan hasil gabungan dari penggunaan lahan, jenis
tanah dan slope)
: Modified Soil Loss Equation (persamaan untuk menduga
erosi)
: Nash Sutcliffe Efficiensy (persamaan untuk melihat
kedekatan model dengan observasi)
: pemindahan air hujan yang jatuh dalam DAS menjadi
limpasan melalui saluran-saluran dalam DAS
: Sediment Delivery Ratio (nisbah pelepasan sedimen)
: Sequential Uncertainty Fitting (kalibrasi model SWAT
secara otomatis)

xviii

SWAT
TM
TSL

: Soil and Water Assessment Tool (model hidrologi yang
berbasis proses fisik)
: Thematic Mapper (sendor yang digunakan pada
satelitLandsat untuk mengamati permukaan bumi)
: Tolerable Soil Loss (erosi yang diperbolehkan dalam
satuan lahan tertentu)

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) mempunyai karakteristik dasar alami
(morfometri) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alamiah yang tidak dapat
diubah manusia (Murtiono 2001). Karakteristik dasar ini merupakan hasil dari
proses alami yang dipengaruhi oleh topografi, geologi, tanah, dan iklim. Respon
suatu DAS terhadap hujan yang jatuh di atasnya merupakan kombinasi dari faktor
morfometri DAS dengan faktor dari manusia yang dapat diubah seperti tata guna
lahan. Faktor-faktor DAS yang dapat mempengaruhi kondisi hidrologi adalah
ukuran, bentuk, topografi, geologi dan penggunaan lahan di permukaan tanah.
Semakin luas area vegetasi di permukaan tanah maka kesempatan air untuk
berinfiltrasi akan semakin besar. Dengan demikian, simpanan air bawah
permukaan pun akan meningkat dan sebaliknya, laju dan volume aliran
permukaan akan semakin menurun (Emilda 2010). Dari sisi lanskap, pola
penggunaan lahan yang ada di atasnya sangat berpengaruh terhadap sistem
hidrologi dan kualitas suatu DAS (Paul & Meyer 2001; Tong & Chen 2002).
Parameter-parameter yang berkaitan dengan kualitas air berkaitan erat dengan
proporsi atau tipe-tipe penggunaan lahan dari suatu DAS (Lenat & Crawford
1994; Tong & Chen 2002).
Perubahan penggunaan dan penutupan lahan merupakan cerminan dari
perubahan ekosistem lahan dan hal ini menyebabkan terjadinya perubahan rezim
hidrologi (Xiaoming et al. 2007). Perubahan penggunaan lahan di DAS juga dapat
mempengaruhi pasokan air dengan mengubah proses hidrologi seperti infiltrasi,
resapan air tanah, aliran dasar dan limpasan (Lin et al. 2007). Perubahan lahan
juga memberi dampak pada pengurangan kapasitas resapan, terutama dilihat dari
proporsi lahan pemukiman yang semakin bertambah sehingga akan meningkatkan
laju limpasan permukaan (Pawitan 2004). Vegetasi penutup dan tipe penggunaan
lahan juga mempengaruhi aliran sungai sehingga adanya perubahan penggunaan
lahan berpengaruh pada aliran sungai (Sinukaban et al. 2000). Hal ini sejalan
dengan pendapat yang dikemukakan oleh Bathurst (2011) yang menyatakan
bahwa hutan memberikan keuntungan yang signifikan dalam mitigasi banjir untuk
kejadian hujan pada tingkat yang sedang (moderate) dan melindungi tanah dari
erosi dan transfer sedimen dalam kejadian yang lebih luas.
Pengaruh suatu penutupan lahan dalam DAS (seperti hutan) sudah banyak
diuji melalui berbagai penelitian (Bosch & Hewlett 1982; Bruinjzeel 1990;
Bruinjzeel 2004; Andreassian 2004) tetapi pengaruh ini berbeda untuk DAS
dengan karakter yang berbeda, tergantung pada iklim, faktor tanah (pedologi)
(Andreassian 2004) dan penggunaan lahan lainnya (Brown et al. 2005; Xiaoming
et al. 2007). Di Indonesia, penelitian mengenai pengaruh perubahan penggunaan
lahan terhadap respon hidrologis telah banyak dilakukan. Hidayat (2002)
menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan dan pengurangan luas hutan di
DAS Way Besay Hulu dari 69% di tahun 1970 menjadi 23% di tahun 1993 telah
menyebabkan peningkatan erosi menjadi 32,25 ton/ha/tahun dan lebih besar dari
erosi yang diperbolehkan sebesar 22.4 ton/ha/tahun. Salwati (2004) menunjukkan
bahwa perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Cilalawi berupa pengurangan

2

luas hutan (4.06%), sawah (8.13%) dan kebun campuran (2.5%) menjadi
perumahan di DAS Citarum periode tahun 1997 – 2003 mengakibatkan
peningkatan volume dan debit puncak aliran permukaan masing-masing sebesar
6.1% dan 6.8% akibat penyusutan luas hutan di daerah hulu yang menurunkan
daya serap air oleh tanah.
Salah satu permasalahan yang banyak dijumpai dalam DAS adalah
masalah erosi dan banjir. Menurut Suripin (2001), erosi yang terjadi pada berbagai
DAS di Asia merupakan yang tertinggi dibandingkan di tempat lain dan untuk
menanganinya maka di Indonesia ditetapkan DAS prioritas yang didasarkan pada
kriteria lain rendahnya prosentase penutup lahan, tingginya sediment load, dan
daerah yang rawan terhadap banjir. DAS Asahan sendiri merupakan salah satu
DAS prioritas di Sumatera Utara dengan daerah hilir yang mengalami banjir
musiman di bagian hilir dan tingginya sedimentasi di muara sungainya (Sunandar
2013). Tingginya sedimentasi menunjukkan bahwa tingkat erosi yang terjadi juga
tinggi dan akan mengurangi kapasitas daya tampung sungai sehingga rawan
terhadap kelebihan pasokan air di saat hujan yang kemudian menimbulkan banjir.
Pendekatan sistem dalam analisis hidrologi merupakan suatu teknik
penyederhanaan dari sistem prototipe ke dalam suatu sistem model, sehingga
perilaku sistem yang kompleks dapat ditelusuri secara kuantitatif. Hal ini
menyangkut sistem dengan mengidentifikasikan adanya aliran massa/energi
berupa masukan dan keluaran serta suatu sistem simpanan (Pawitan 1995). Harto
(2000) mengemukakan bahwa tujuan penggunaan suatu model dalam hidrologi,
antara lain sebagai berikut : a) peramalan (forecasting) menunjukkan besaran
maupun waktu kejadian yang dianalisis berdasar cara probabilistik; b) perkiraan
(predicting) yang mengandung pengertian besaran kejadian dan waktu hipotetis
(hipotetical future time); c) sebagai alat deteksi dalam masalah pengendalian; d)
sebagai alat pengenal (identification) dalam masalah perencanaan; e) ekstrapolasi
data/informasi; f) perkiraan lingkungan akibat tingkat perilaku manusia yang
berubah/meningkat; dan g) penelitian dasar dalam proses hidrologi.
Model SWAT (Soil and Water Assessment Tool) adalah model yang
dikembangkan untuk memprediksi dampak pengelolaan lahan (land management
practices) terhadap air, sedimen dan bahan kimia pertanian yang masuk ke sungai
atau badan air pada suatu DAS yang kompleks, dengan tanah, penggunaan tanah
dan pengelolaannya yang bermacam-macam sepanjang waktu yang lama (Arsyad
2010). SWAT merupakan model terdistribusi yang terhubung dengan Sistem
Informasi Geografis (SIG) dan mengintegrasikan Spatial DSS (Decision Support
Sistem). Model SWAT dioperasikan pada interval waktu harian dan dirancang
untuk memprediksi dampak jangka panjang dari praktek pengelolaan lahan
terhadap sumberdaya air, sedimen dan hasil agrochemical pada DAS besar dan
komplek dengan berbagai skenario tanah, penggunaan lahan dan pengelolaan
berbeda (Pawitan 2004). SWAT memungkinkan sejumlah proses fisik yang
berbeda untuk disimulasikan pada suatu DAS. Penggunaan model SWAT dapat
mengidentifikasi, menilai, mengevaluasi tingkat permasalahan suatu DAS dan
sebagai alat untuk memilih tindakan pengelolaan dalam mengendalikan
permasalahan tersebut. Dengan demikian diharapkan dengan penggunaan model
SWAT dapat dikembangkan beberapa skenario guna menentukan kondisi
perencanaan pengelolaan DAS terbaik.

3

Model SWAT telah banyak diaplikasikan dalam memodelkan hidrologi di
berbagai DAS di Indonesia. Model SWAT terbutki mampu diaplikasikan di
berbagai DAS untuk berbagai keperluan terkait dengan hidrologi antara lain untuk
analisis debit sungai untuk berbagai penggunaan lahan di DAS Citarum (Adrionita
2011), kajian respon hidrologi di DAS Keduang (Atmaja 2012), pewilayahan
hidroklimat untuk optimasi penggunaan lahan pertanian di DAS Barito Hulu
(Anwar 2012) dan pengelolaan lahan untuk mengurangi aliran permukaan di sub
DAS Ciliwung Hulu (Yustika 2013).
Rumusan Masalah
Hubungan antara keberadaan hutan dengan respon hidrologis telah banyak
diteliti namun seperti yang dikatakan oleh Andreassian (2004), untuk DAS yang
berbeda dengan tipe iklim dan geologi serta manajemen lahan yang berbeda,
keberadaan hutan tidak akan memberikan dampak yang sama. Keberadaan hutan
juga sering dikaitkan dengan kemampuannya dalam mengurangi erosi yang alami.
Dalam kasus DAS Asahan, pengaruh eksistensi hutan terhadap respon
hidrologinya masih perlu diteliti. Untuk itu maka yang menjadi pertanyaan adalah
seperti apa karakteristik DAS Asahan dari sisi biofisik dan morfometri serta
karakteristik debitnya dikaitkan dengan curah hujan dan penutupan dan
penggunaan lahan, bagaimana perubahan penutupan dan penggunaan lahan yang
terjadi, bagaimana pengaruh perubahan luas lahan terhadap respon hidrologinya
dan berapa luas lahan hutan optimal yang dapat meminimalkan erosi tanpa
menurunkan nilai ekonomi lahannya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan lahan optimal di
DAS Asahan dengan pendekatan multi kriteria.
Manfaat
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi mengenai
keberlakuan model SWAT dalam menduga dampak perubahan lahan terhadap
respon hidrologis dan untuk menganalisis hubungan antara keberadaan hutan
dengan fungsi hidrologi dari DAS Asahan, serta penggunaan lahan optimal untuk
mendukung pembangunan DAS Asahan secara berkelanjutan.
Kebaruan
Kebaruan dalam penelitian ini adalah penentuan luas hutan optimal untuk
meminimalkan erosi. Fokus dari penelitian ini adalah pada penggunaan lahan
optimal di DAS Asahan dengan memanfaatkan model SWAT dan program linier.
Advance dari penelitian ini adalah pada penelitian peruubahan lahan dan
hubungannya dengan respon hidrologi serta optimasi penggunaan lahan dengan
lokasi di DAS Asahan dengan dua tahap optimasi yang belum pernah dilakukan
sebelumnya. Scholar (ilmiah) terletak pada pendekatan yang berbasis data
kuantitatif baik data spasial maupun tabular dengan diverifikasi pada data

4

sekunder hasil pengukuran untuk mendapatkan penggunaan lahan optimal di DAS
Asahan.
Sistematika Tulisan
Uraian dalam tulisan ini didahului dengan Pendahuluan yang menjelaskan
tentang latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan, kebaruang dan
manfaat penelitian, kondisi umum DAS Asahan yang menerangkan morfometri,
ketinggian, kemiringan lahan dan kondisi penutupan lahannya. Selanjutnya
diuraikan tentang analisis perubahan penutupan dan penggunaan lahan yang
terjadi di DAS Asahan pada periode tahun 1990 – 2002 dan 1990 – 2010 dan debit
di sungai Asahan; analisis keberlakuan model SWAT di DAS Asahan, Analisis
keberadaan hutan terhadap debit DAS Asahan menggunakan model SWAT yang
telah dikalibrasi dan divalidasi, analisis penggunaan lahan optimal menggunakan
pendekatan model SWAT dan program linier dan ditutup dengan pembahasan
umum, kseimpulan dan saran.

5

2 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di DAS Asahan, Propinsi Sumatera Utara. DAS
Asahan terletak pada koordinat 99.03° – 99.96° Bujur Timur dan 2.41° - 3.04°
Lintang Utara. DAS Asahan berbatasan dengan DAS Merbau, sebelah selatan
berbatasan dengan sub DAS Kualuh, sebelah timur berbatasan dengan Selat
Malaka dan sebelah barat berbatasan dengan daerah tangkapan air Danau Toba
(BPDAS Asahan Barumun, 2006). Lokasi penelitian analisis keberlakuan model
SWAT menggunakan sub DAS Asahan dengan titik patusan (outlet) di SPAS
Kisaran Naga sedangkan analisis penggunaan lahan optimal dilakukan untuk
seluruh DAS Asahan (Gambar 1).

Gambar 1. Lokasi Penelitian
Luas DAS Asahan
Luas DAS Asahan adalah 284 853 hektar yang mencakup empat wilayah
administratif yaitu tiga kabupaten dan satu kota. Luas wilayah pada setiap
kabupaten dan kota di DAS Asahan disajikan pada Tabel 1.
Sebagian besar DAS Asahan merupakan bagian dari Kabupaten Asahan
(86.69%) dan mencakup mulai dari wilayah hulu hingga hilirnya dan hanya
sebagian kecil saja yang merupakan wilayah Kabupaten Toba Samosir dan
Simalungun, yaitu di daerah hulu. Hal ini menyebabkan Kabupaten Asahan
menjadi kabupaten yang mempunyai peran penting dalam pengelolaan DAS
Asahan. Di lain pihak, kota Tanjung Balai secara keseluruhan berada di daerah

6

hilir DAS Asahan sehingga kota ini merupakan kota terdampak terhadap kegiatan
yang dilakukan di bagian hulu dari DAS Asahan ini.
Tabel 1 Luas DAS Asahan berdasarkan wilayah administrasi kabupaten/kota
No
1
2
3
4

Kabupaten/Kota
Luas (Ha)
Persen (%)
Kota Tanjung Balai
7 786
2.72
Simalungun
5 746
2.01
Toba Samosir
24 500
8.57
Asahan
247 811
86.69
Jumlah
284 853
100.00
Sumber: Hasil deliniasi DAS Asahan dengan batas administrasi wilayah
Panjang sungai utama di DAS Asahan adalah 149.75 km sedangkan
luasnya adalah 284 853 hektar atau 2 848.9 km2. Berdasarkan rumus perhitungan
lebar DAS maka lebar DAS Asahan diperoleh sebesar 14.80 km. Luas DAS
Asahan ini tergolong cukup besar dan berdasarkan Pedoman Identifikasi
Karakteristik DAS yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan, termasuk pada
kelas sedang.
Topografi
DAS Asahan didominasi wilayah bertopografi datar yang terletak di
bagian tengah dan hilir. Wilayah bertopografi curam sampai sangat curam
(kemiringan > 25%) hanya 10.8% dari luas DAS Asahan, yang terletak di bagian
hulu DAS. Secara lebih rinci, luas setiap kelas kemiringan di DAS Asahan
disajikan dalam Tabel 2 dan distribusi ruang kelas kemiringan lereng disajikan
dalam Gambar 2.
Tabel 2

Luas dan persen luas dari masing-masing kelas lereng

No Kelas Lereng
Luas (ha)
1 0-8%
194 008
2 > 8-15%
36 602
3 > 15-25%
24 624
4 > 25-40%
27 009
5 > 40%
3 510
Sumber: hasil pengolahan data DEM

Persen (%)
67.88
12.80
8.61
9.48
1.23

7

Gambar 2. Peta kelas kemiringan lereng di DAS Asahan

Gambar 3. Peta kelas ketinggian di DAS Asahan

8

Tabel 3

Luas dan persen luas dari masing-masing kelas ketinggian

No Kelas Tinggi
Luas (ha)
1
0-300
203 629
2
> 300-600
21 974
3
> 600-900
17 749
4
> 900-1200
18 888
5
> 1200-1500
12 503
6
> 1500-1800
4 921
7
> 1800-2100
1 667
8
> 2100-2400
224
Sumber: pengolahan data DEM

Persen (%)
72.32
7.80
6.30
6.71
4.44
1.75
0.59
0.08

Debit
Karakteristik debit sungai utama di DAS Asahan disajikan pada Tabel 4.
Menurut Pawitan (2004), debit sungai Asahan yang mempunyai debit jenis 17.1
m3/s/km2 termasuk pada kelas moderate (di rentang 10 – 80 m3/s/km2) jika
dibandingkan dengan sungai-sungai di dunia. Perbandingan debit maksimum dan
minimum pada kondisi ekstrem seperti yang tertulis pada Tabel 4, adalah sebesar
25.3 yang berarti berada kelas sedang (BTPDAS Solo 2002).
Tabel 4

Karakteristik debit sungai utama di DAS Asahan

Debit Jenis
Nama
Luas DAS
Debit (m3/detik)
2
(Qmax/100km2)
Sungai
(km )
Q
Qmax
Qmin
79.90
481.0*
19.01*
17.1
Asahan
2 816
Sumber : Balai wilayah Sungai II, data tahun 2012; * pada kondisi ekstrem

Curah Hujan
Curah hujan di DAS Asahan mengikuti pola Monsoon yang berarti dalam
satu tahu terdapat dua puncak hujan yaitu di bulan Maret atau April serta di bulan
November atau Desember. Berdasarkan hasil interpolasi data curah dari lima
stasiun curah hujan di DAS Asahan periode tahun 1990 – 2010, diperoleh peta
intensitas curah hujan seperti pada Gambar 4 dan klasifikasi kelas intensitas curah
hujan adalah seperti pada Tabel 6.
Hasil interpolasi memperlihatkan bahwa DAS Asahan cenderung memiliki
intensitas curah hujan yang rendah (57.38%) sedangkan yang tinggi relatif sedikit
(17.5%). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun curah hujan rata-ratanya dalam
satu tahun tinggi tapi relatif merata sepanjang tahun. Pengaruh intensitas curah
hujan ini akan tinggi dan menyebabkan terjadinya erosi pada daerah-daerah yang
mempunyai tanah dengan tingkat erodibilitas yang tinggi. Selain itu juga faktor
lereng akan berpengaruh terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh hujan.

9

Tabel 5

Klasifikasi kelas intensitas curah hujan

Kelas Intensitas
Besaran Intensitas
Hujan
Hujan (mm/hari hujan)
1
0 – 13.6
2
> 13.6 – 20.7
3
> 20.7 – 27.7
4
> 27.7 – 34.8
5
> 34.8
Sumber : Pengolahan data curah hujan
Tabel 6

Keterangan
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

Luas DAS berdasarkan kelas intensitas curah hujan hasil interpolasi

No. Kelas
Keterangan
Luas (ha)
1
Sangat Rendah
14 558
2
Rendah
164 050
3
Sedang
57 234
4
Tinggi
50 035
Sumber: Pengolahan data curah hujan

Persen (%)
5.09
57.38
20.02
17.50

Gambar 4. Sebaran kelas intensitas curah hujan di DAS Asahan
Jenis Tanah
Berdasarkan peta jenis tanah yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah
(PPT), jenis tanah di DAS Asahan ada 11 jenis, yaitu Alluvial, Hidromorf Kelabu,
Podsolik Merah Kuning, Podsolik Merah, Regosol dan Latosol, Organosol dan
Glei Humus, Latosol dan Podsolik Merah Kuning, Posolik Coklat dan Kelabu,
Latosol, Kompleks Podsolik Coklat, Podsolik dan Latosol dan Kompleks Podsolik
Merah Kuning, Latosol dan Litosol. Gambaran mengenai sebaran jenis tanah di
DAS Asahan disajikan pada Gambar 5 dan luas untuk masing-masing jenis tanah
disajikan pada Tabel 7.

10

DAS Asahan didominasi oleh jenis tanah Podsolik (termasuk Podsolik
Coklat, Podsolik Merah dan Podsolik Merah Kuning). Menurut Hardjowigeno
(2003), tanah Podsolik merupakan tanah dengan horizon penimbun liat (horizon
argilik) dan kejenuhan basanya kurang dari 50%, tidak mempunyai horizon albik.
terdiri atas jenis kombinasi Padsolik, Latosol, Regosol, Aluvial, Hidromorf
kelabu, Organosol dan Glei humus.
Tabel 7 Luas masing-masing jenis tanah di DAS Asahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Jenis Tanah
Aluvial
Hidromorf Kelabu
Komplek Podsolik Coklat Podsolik dan Litosol
Komplek Podsolik Merah Kuning Latosol dan Litosol
Latosol
Latosol dan Podsolik Merah Kuning
Orgonosol dan Glei Humus
Podsolik Coklat dan Kelabu
Podsolik Merah
Podsolik Merah Kuning
Regosol dan Latosol

Luas (ha)
3 722
24 887
55 706
11 833
22 978
61 928
9 785
10 039
31 400
11 908
37 405

Persen (%)
1.32
8.84
19.78
4.20
8.16
21.99
3.47
3.57
11.15
4.23
13.28

Material batuan di Sub DAS diwilayah DAS Asahan didominasi oleh
batuan sedimen, seperti batu lumpur, batu pasir, batu lanau, konglomerat dan
alluvium muda. Kondisi bahan induk ini ditambah dengan curah hujan yang tinggi
dan tipe iklim Af sangat berpengaruh terhadap jenis tanah yang terbentuk dimana
untuk Sub DAS diwilayah DAS Asahan jenis tanahnya didominasi oleh jenis
tanah podsolik, latosol dan litosol. Jenis tanah ini memiliki antara lain solum
kedalaman sedang (1 – 2 m), tekstur halus pada horizon Bt karena kandungan liat
yang tinggi pada horizon ini, struktur blocky, kosistensi teguh, permeabilitas
lambat sampai baik dan tingkat erodibilitas yang tinggi (BPDAS Asahan Barumun
2006). Berdasarkan hasil pengamatan kedalaman solum tanah di tiap jenis tanah
maka dapat disusun erosi yang dapat ditoleransi (Tolerable Soil Loss - TSL) dari
setiap jenis tanah yang ada. Besarnya TSL untuk setiap jenis tanah di DAS
Asahan disajikan pada Tabel 8 dan sebaran jenis tanahnya disajikan pada Gambar
6.
Penggunaan Lahan
Penutupan lahan (land cover) dan penggunaan lahan (land use) adalah dua
elemen kunci yang menggambarkan lingkungan terestrial dalam kaitannya baik
dengan proses-proses alami maupun aktivitas manusia. Penutupan lahan mengacu
pada benda yang terletak pada permukaan planet yang baik yang berasal dari alam
atau antropogenik (Jansen & di Gregorio 2002). Penggunaan lahan mengacu pada
benda yang mewakili aktifitas manusia yang menghasilkan produksi barang dan
jasa bagi masyarakat (Mendoza et al. 2011). Dalam penelitian ini, klasifikasi
penggunaan lahan merupakan modifikasi dari klaisfiasi penggunaan lahan yang
dikeluarkan oleh Badan Standarisasi Nasional Nomor 7645:2010 tentang

11

Klasifikasi Penutup Lahan ynag membagi penggunaan lahan menjadi 11 kelas.
Hasil analisis citra Landsat ETM tahun 2013 untuk penggunaan lahan di DAS
Asahan disajikan pada Gambar 6 dan luas masing-masing penggunaan lahan pada
Tabel 9.
Tabel 8

Nilai TSL untuk setiap jenis tanah di DAS Asahan (ton/ha/tahun)

No
Jenis tanah
1
Aluvial
2
Hidromorf Kelabu
3
Kompleks Podsolik Coklat dan Latosol
4
Podsolik Merah kuning Latosol dan Litosol
5
Latosol
6
Podsolik Merah Kuning dan Latosol
7
Organosol dan Glei Humus
8
Podsolik Coklat dan Kelabu
9
Podsolik Merah
10 Podsolik Merah Kuning
11 Regosol dan Latosol
Sumber: hasil perhitungan

TSL
50.76
45.56
57.29
58.59
42.44
63.34
38.9
48.31
84.4
65.21
64.17

Gambar 5. Peta jenis tanah (klasifikasi PPT) di DAS Asahan
Berdasarkan hasil analisis citra, pada tahun 2013 penggunaan lahan yang
utama di DAS Asahan adalah hutan lahan kering, pertanian lahan kering dan
perkebunan. Pertanian lahan kering yang utama di DAS Asahan adalah sawah
tadah hujan (khususnya di daerah hulu), pertanian semusim, kopi dan hortikultura.
Untuk jenis perkebunan, jenis yang dominan adalah kepala sawit, baik yang
dimiliki oleh perkebunan swasta, BUMN maupun milik masyarakat dan karet.

12

Menurut informasi, tempat ditanamnya kelapa sawit pertama kali di Indonesia
adalah di DAS Asahan sehingga perkembangan perkebunan sawit di daerah ini
cukup pesat. Perkebunan terutama berada di bagian tengah hingga hilir DAS
karena didukung oleh faktor biofisiknya, yaitu topografi yang relatif datar, curah
hujan yang cukup, aksesibilitas yang relatif tinggi dan sumberdaya manusia yang
mencukupi.
Hutan lahan kering yang ada di DAS Asahan hanya ada di bagian hulu dan
mempunyai luas 46 757 hektar atau 16.50% dari total luas DAS Asahan. Areal
hutan ini juga tidak membentuk satu blok hutan yang utuh tapi telah terbagi
menjadi beberapa fragmen dan secara administratif juga masuk pada tiga wilayah
administrasi pemerintahan (Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Asahan dan
Kabupaten Simalungun).

Gambar 6. Peta penggunaan lahan di DAS Asahan hasil analisis citra Landsat
ETM 2013
Bentuk vegetasi penutup lahan hasil analisis citra satelit menunjukkan
bahwa pertanian lahan kering dan perkebunan merupakan bentuk penutupan lahan
yang dominan di DAS Asahan pada atahun 2013. Daerah ini memang merupakan
salah satu areal perkebunan yang utama di Sumatera Utara karena relatif datar,
mempunyai infrastruktur yang cukup baik dan dilintasi oleh jalur trans sumatera.
Menurut data BPS Kabupaten Asahan (2011), Kabupaten Asahan merupakan
salah satu sentra perkebunan di Sumatera Utara dengan komoditi utama yaitu
karet, kelapa sawit, coklat, kopi dan kelapa, baik yang dimiliki oleh perusahaan
BUMN atau swasta serta perorangan.

13

Tabel 9
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Luas masing-masing penggunaan lahan di DAS Asahan

Jenis Tutupan Lahan
Hutan lahan kering
Hutan mangrove
Pemukiman
Perkebunan
Pertanian Lahan Kering
Rawa
Sawah
Semak belukar
Tanah Terbuka
Tubuh Air
Vegetasi rawa

Luas (ha)
47 803
461
2 469
77 867
118 899
222
3 313
21 163
5 040
3 366
2 817

Persen (%)
16.87
0.16
0.87
27.47
41.95
0.08
1.17
7.47
1.78
1.19
0.99

14

3 ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAS
ASAHAN SECARA VISUAL MENGGUNAKAN CITRA
LANDSAT TM TAHUN 1990 - 2013
PENDAHULUAN
Perubahan lahan merupakan suatu proses yang dinamis yang berlangsung
dalam skala ruang dan waktu yang berbeda dan hal ini merupakan hasil dari
proses alami atau berbagai hasil dari berbagai aktivitas manusia yang menghuni di
atasnya. Perubahan penutupan lahan ini berpengaruh pada sistem dan fungsi lahan
tersebut dan berpengaruh pada siklus hodrologi dan biogeochemical, biodiversitas,
kualitas tanah dan kehidupan manusia (Lambin et al. 2003; Overmars & Vreiburg
2005). Hal ini yang menyebabkan pentingnya penelitian mengenai perubahan
penutupan dan penggunaan lahan dalam konteks perubahan lingkungan dan
pembangunan berkelanjutan.
Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri dari iklim, relief, tanah, air
dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap
penggunaan lahan (Sitorus 2003). Penutupan lahan (land cover) dan penggunaan
lahan (land use) adalah dua elemen kunci yang menggambarkan lingkungan
terestrial dalam kaitannya baik dengan proses-proses alami maupun aktivitas
manusia. Penutupan lahan mengacu pada benda yang terletak pada permukaan
planet yang baik yang berasal dari alam atau antropogenik (Jansen & di Gregorio
2002). Sedangkan, penggunaan lahan mengacu pada benda yang mewakili
aktifitas manusia yang menghasilkan produksi barang dan jasa bagi masyarakat
(Mendoza et al. 2011).
Perubahan penggunaan lahan merupakan hasil interaksi antara dimensi
ruang dan waktu dengan dimensi biofisik dan manusia (Veldkamp & Verburg
2004). Perubahan penggunaan lahan seringkali terjadi karena adanya interaksi dari
berbagai faktor dan bukan karena faktor tunggal (Verburg & Veldkamp 2001) dan
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan lahan
adalah perubahan iklim, peningkatan jumlah penduduk dan proses urbanisasi (Wu
et al. 2008).
Perubahan penggunaan dan penutupan lahan merupakan cerminan dari
perubahan ekosistem lahan dan hal ini akan menyebabkan perubahan rezim
hidrologi (Xiaoming et al. 2007). Perubahan penggunaan lahan di DAS juga dapat
mempengaruhi pasokan air dengan mengubah proses hidrologi seperti infiltrasi,
resapan air tanah, aliran dasar dan limpasan (Lin et al. 2007). Adanya kegiatan
alih fungsi lahan hutan menjadi non hutan menyebabkan laju degradasi hutan di
Indonesia makin meningkat yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas
sumberdaya tanah dan air dalam kawasan hutan. Semakin besar ukuran DAS
maka akan semakin besar pula debit dan volume aliran permukaan. Semakin luas
area vegetasi di permukaan tanah maka kesempatan air untuk berinfiltrasi akan
semakin besar. Dengan demikian, simpanan air bawah permukaan pun akan
meningkat dan sebaliknya, laju dan volume aliran permukaan akan semakin
menurun (Emilda 2010). Vegetasi penutup dan tipe penggunaan lahan akan kuat

15

mempengaruhi aliran sungai sehingga adanya perubahan penggunaan lahan akan
berdampak pada aliran sungai (Sinukaban et al. 2000).
Deteksi perubahan merupakan suatu proses dalam mengidentifikasi
perbedaan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi melalui pengamatan pada
waktu yang berbeda (Singh 1989). Pemanfaatan citra satelit untuk mendeteksi
perubahan yang terjadi di permukaan bumi telah banyak digunakan untuk
berbagai kepentingan, tidak saja untuk mendeteksi perubahan tetapi juga untuk
mengkuantifikasi dan memetakan letak terjadinya perubahan itu. Keberhasilan
aplikasi penginderaan jauh dalam deteksi perubahan penggunaan lahan adalah
karena perkembangan teknik-teknik untuk deteksi perubahan penggunaan lahan
yang sudah semakin maju, peningkatan kualitas data spasial dan spectral dari
instrumen optik (satelit) serta kemudahan untuk mendapatkan citra satelit melalui
open access (Were et al. 2013). Beberapa teknik untuk mendeteksi perubahan
penutupan lahan adalah analisis komposit dan image differencing, image rationing,
image regression, post classification comparison, change vector analysis, neural
network, multi temporal spectral mixture analysis hingga multi dimensional
temporal feature space analysis (Sing 1989; Mas 1999; Lu et al. 2004; Coppin et
al. 2004). Tulisan ini memaparkan tentang perubahan penutupan lahan yang
terjadi di DAS Asahan, Sumatera Utara selama dua puluh tahun terakhir
menggunakan teknik penginderaan jauh. Secara khusus, tulisan ini memaparkan
1) hasil identifikasi dan pemetaan perubahan penggunaan lahan pada tahun 1992,
2002 dan 2013; 2) deteksi dan penentuan besaran perubahan penggunaan lahan
yang terjadi pada tahun-tahun tersebut. .
METODE PENELITIAN
A. Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra Landsat TM yang
menampilkan citra penutupan lahan tahun 1990 (path 128, row 58, date
acquisition 18 Desember 1990), 2002 (path 128, row 58, date acquisition 2
Februari 2002), 2010 (path 128, row 58, date acquisition 10 Februari 2010) dan
2013 (path 128, row 58, date acquisition 10 Desember 2013) gabungan dari band
5, 4 dan 3. Penggunaan tiga tahun pengamatan adalah untuk melihat dinamika
perubahan penggunaan lahan yang terjadi di DAS Asahan dimana pada tahun
2002 terjadi musim kemarau yang cukup panjang. Selain itu, penggunaan tahun
1990 dan 2010 disesuaikan juga dengan ketersediaan data debit yang ada di
stasiun pengukuran debit untuk keperluan analisis perubahan penggunaan lahan
kaitannay dengan perubahan debit.
Pada tulisan ini perubahan penggunaan lahan dibedakan menjadi dua lokasi,
yaitu di DAS Asahan secara umum dengan periode 1990 – 2013 dan di sub DAS
Asahan secara khusus pada periode 1990 – 2010 untuk keperluan analisis
perubahan penggunaan lahan kaitannya dengan perubahan debit, dan analisis
keberlakuan model SWAT di DAS Asahan. Hal ini terkait dengan analisis yang
digunakan dalam pembahasan pada bab-bab selanjutnya.

16

B. Klasifikasi Citra
Klasifikasi secara kuantitatif dalam konteks multispectral dapat diartikan
sebagai suatu proses mengelompokkan piksel ke dalam kelas-kelas yang
ditetapkan berdasarkan peubah-peubah yang digunakan. Citra yang telah
dikelompokkan dapat terdiri atas beberapa kelas penutupan lahan, seperti vegetasi,
tanah kososng, padang rumput atau permukaan lahan terbangun (Jaya 2010).
Penentuan penutupan atau penggunaan lahan didasarkan pada panduan
yang dikeluarkan oleh Badan Planologi Kehutanan (2008) dan membagi
penggunaan lahan menjadi 11 kelas, yaitu hutan lahan kering, perkebunan,
pertanian, pemukiman, tanah terbuka, sawah, mangrove, lahan basah tidak
berhutan, rawa, semak balukar dan tubuh air. Untuk mengetahui perubahan yang
terjadi dilakukan post classification image analysis denga