97
Gambar 14 Peta Administrasi DAS Cicatih-Cimandiri Kabupaten Sukabumi Luas DAS Cicatih adalah 52.979 ha atau 530 km
2
. Sub-sub DAS Ciheulang merupakan wilayah terluas yang mencapai 30 seluruh total Luas Sub DAS atau
15.911 ha. Berikut ini urutan sub-sub DAS yang mempunyai luas terbesar sampai terkecil: Cicatih hulu dengan luas 9.939 ha, Cipalasari dengan luas 9.306 ha,
Cileuleuy dengan luas 9234 ha dan Cikembar yang merupakan daerah hilir dengan luas 8.589 ha. Luas dan persatasenya di sajikan pada Tabel 16.
Tabel 16 Luas wilayah Sub-sub DAS yang berada di DAS Cicatih
No. Nama Sub DAS
Luas ha Persentase
1.
Cicatih hulu 9.939
18,8
2. Cipalasari
9.306 17,6
3. Ciheulang
15.911 30,0
4. Cileuleuy
9.234 17,4
5.
Cikembar 8.589
16,2
Total 52.979
100,0
4.2 Topografi
Ketinggian tempat bervariasi mulai 200 meter di atas permukaan laut m dpl pada daerah hilir sampai mencapai 3000 mdpl di Gunung Salak dan Pangrango.
DAS Cicatih merupakan daerah yang berbukit sampai bergunung pada daerah Gunung Salak dan Pangrango, diselingi dengan dataranlembah diantara bukit dan
sungai yang mengalir di sela-selanya.
98 Topografi dan lereng secara umum dapat dipisahkan kedalam bergunung,
berbukit, bergelombang, berombak dan datar. Lereng dibedakan ke dalam posisi dan tingkat kemiringan. Kemiringan lereng bervariasi mulai dari datar - sangat
curam Gambar 15. Daerah sangat curam sekali dengan kemiringan lebih dari 50 terletak di daerah hulu sungai dimana terdapat Gunung Salak dan di Sub-sub DAS
Cieulang yang terdapat Gunung Pangrango dan Gunung Gede. Secara keseluruhan DAS Cicatih merupakan daerah yang datar sampai landai seperti di Sub-sub DAS
Cikembar. Sekitar 68 wilayah ini merupakan wilayah yang datar sampai landai yang berkemiringan antara 0-20. Wilayah dengan kemiringan lereng dengan
kategori sangat curam sekali 50 sekitar 3 dari keseluruhan wilayah atau 1589 ha.
Gambar 15 Peta kemiringan lereng DAS Cicatih
4.3 Iklim
Penentuan curah hujan wilayah dengan metode Polygon Thiessen dari delapan stasiun hujan yaitu Cicurug, Sekarwangi, Cikembar, Sinagar, Cibunar,
Cipeundeuy, Cipetir, dan Cisampora, selama kurun waktu 24 tahun 1984-2007 disajikan pada Gambar 16.
Hasil analisis curah hujan wilayah didapatkan bahwa curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 86 mm dan tertinggi pada bulan Desember
99 sebesar 239 mm. Setelah mencapai nilai maksimum curah hujan akan mengalami
penurunan sampai mencapai nilai minimum pada bulan Agustus Gambar 17.
Gambar 16 Wilayah curah hujan dengan menggunakan metode Polygon Thiessen di DAS Cicatih
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson daerah-daerah di DAS Cicatih termasuk ke dalam tipe iklim A yang berarti daerah sangat basah dengan
vegetasi hutan hujan tropik dan B yang berarti daerah basah dengan vegetasi masih hutan hujan tropik Tabel 17. Sedangkan berdasarkan klasifikasi iklim Koppen
seluruh wilayah DAS Cicatih termasuk tipe iklim Af yang berarti bahwa suhu minimumnya lebih dari 18
o
C dan curah hujan minimumnya lebih dari 60 mm. Tabel 17 Tipe iklim Schmidt-Ferguson SF dan Koppen K di beberapa Kecamatan
DAS Cicatih
Stasiun Tipe Iklim
SF K
Parakansalak A
Af Cicurug
B Af
Cipetir A
Af Sinagar
A Af
Mandaling B
Af Cisampora
B Af
Cikembang B
Af Salabintana
A Af
Sukabumi B
Af
Sumber: Harmailis 2001
100 Berdasarkan Gambar 18, dapat diketahui bahwa suhu udara di DAS Cicatih
mencapai nilai maksimum pada bulan Mei dan minimum pada bulan Februari. Suhu rata-rata bulanan di wilayah ini berkisar antara 25,1
o
C sampai 26.5
o
C
.
Sedangkan berdasarkan grafik kelembaban udara relatif diketahui bahwa kelembaban udara di DAS Cicatih mencapai nilai maksimum pada bulan Februari
dan minimum pada bulan Agustus. Kelembaban rata-rata bulanan di wilayah ini berkisar antara 83,5 sampai 88,8 Gambar 19.
Berdasarkan grafik lama penyinaran diketahui bahwa lama penyinaran di DAS Cicatih mencapai nilai maksimum pada bulan Agustus dan minimum pada
bulan Januari. Radiasi rata-rata bulanan di wilayah ini berkisar antara 29,0 -
53,2 Gambar 20.
Gambar 17 Curah hujan rata-rata bulanan 1990-2008 berdasarkan metode
polygon Thiessen di DAS Cicatih Gambar 18 Grafik suhu udara tahun 1984-
2004 di DAS Cicatih
Gambar 19 Grafik kelembaban udara selama 21 tahun 1984-2004 di DAS Cicatih
Gambar 20 Grafik lama penyinaran selama 21 tahun 1984-2004 di DAS
Cicatih
4.4 Tutupan Lahan Land Cover
Hasil analisis citra landsat 7 ETM pathrow 12265 dan setelah melalui groundchek menunjukkan bahwa terdapat dua belas tipe tutupan lahan di DAS
Cicatih, yaitu hutan primer dan sekunder, kawasan dan zona industri, kawasan
50 100
150 200
250 300
350 400
450
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agt
Sep Okt
Nop Des
C u
ra h
H u
ja n
m m
Bulan
Grafik curah hujan rata-rata bulanan tahun 1990-2008 berdasarkan metode polygon Thiessen di DAS Cicatih
CH Rata2 CH Maksimum
CH Minimum
19,0 21,0
23,0 25,0
27,0 29,0
31,0 33,0
35,0 37,0
Jan Feb Mar Apr
Mei Jun
Jul Agt Sep Okt Nov Des
Su h
u o
C
Bulan
Grafik Suhu Maksimum dan Minimum Tahun 1984-2004
Suhu maksimum Suhu minimum
Suhu rata-rata
80,0 81,0
82,0 83,0
84,0 85,0
86,0 87,0
88,0 89,0
90,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
Agt Sep Okt Nov Des
R H
Bulan
Grafik Kelembaban Udara Tahun 1984-2004
0,0 10,0
20,0 30,0
40,0 50,0
60,0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
Agt Sep Okt Nov Des
R a
d ia
si
Bulan
Grafik Lama Penyinaran Tahun 1984-2004
101 pertambangan, kebun campuran, ladangtegalan, pemukiman, perkebunan, sawah,
semak belukar, dan sungaidanautubuh air. Peta penutupan lahan tahun 1991, 2001, dan 2008 masing-masing disajikan pada Gambar 21-23. Luas dan persentase
penutupan lahan di DAS Cicatih dapat dilihat pada Tabel 18 berikut. Tabel 18 Luas masing-masing tipe penutupan lahan pada tahun 1991, 2001, dan 2008
No Penutupan lahan
Luas ha Persentase luas
1991 2001
2008 1991
2001 2008
1 Hutan Primer
9715 9024
9019 18,13
16,84 16,83
2 Hutan Sekunder
935 782
566 1,75
1,46 1,06
3 Kawasan dan Zona Industri
35 45
55 0,07
0,08 0,10
4 Kawasan Pertambangan
254 246
250 0,47
0,46 0,47
5 Kebun Campuran
8902 9467
9766 16,62
17,67 18,23
6 Ladangtegalan
13643 14282 13392 25,47
26,66 25,00
7 Pemukiman
2135 2218
2232 3,99
4,14 4,17
8 Perkebunan
3388 3616
4438 6,32
6,75 8,28
9 Sawah
13943 13533 13521 26,03
25,26 25,24
10 Semak Belukar
340 104
101 0,63
0,19 0,19
11 Sungaidanautubuh air
217 215
212 0,41
0,40 0,40
12 Tanah kosongterbuka
67 42
22 0,13
0,08 0,04
Total 53574 53574 53574 100,00
100,00 100,00
Daerah hutan berada pada daerah hulu yang mempunyai kelerengan curam sampai sangat curam tepatnya disekitar Gunung Salak dan Gunung Pangrango. Hanya
sebagian kecil hutan yang berada di daerah tengah DAS yaitu yang berada di Gunung Walat. Daerah persawahan sebagian besar berada di wilayah tengah dan
hulu DAS yang berada pada daerah dengan kemiringan kurang dari 15.
Gambar 21 Peta penutupan lahan DAS Cicatih tahun 1991
Gambar 22 Peta penutupan lahan DAS Cicatih tahun 2001
102
Gambar 23 Peta penutupan lahan DAS Cicatih tahun 2008
Penggunaan lahan merupakan land use merupakan wujud dan perpaduan dari aktivitas manusia di wilayah tertentu untuk memenuhi kebutuhan. Penggunaan
lahan dapat diketahui dengan menghitung intensitas dan laju penggunaan sumber daya lahan. Perubahan penggunan lahan akan mempengaruhi tingkat produktivitas
sumber daya lahan dan kondisi ekosistem secara keseluruhan, baik di wilayah hulu DAS maupun wilayah hilir DAS. Perubahan tutupan lahan land cover merupakan
faktor yang sangat penting dikaitkan pengaruhnya terhadap sifat dan karakteristik DAS terutama fisik, kimia, bilogi, sedimentasi, dan debit.
Pada Tabel 19 disajikan laju perubahan penutupan lahan per tahun untuk periode 1991-2001.
Tabel 19 Laju perubahan penutupan lahan per tahun periode 1991-2008
No Jenis Penutupan lahan
Luas ha Persentase luas
1 Hutan Primer
-38,7 -0,0722
2 Hutan Sekunder
-20,5 -0,0383
3 Kawasan dan Zona Industri
1,1 0,0021
4 Kawasan Pertambangan
-0,2 -0,0004
5 Kebun Campuran
48,0 0,0896
6 Ladangtegalan
-13,9 -0,0260
7 Pemukiman
5,4 0,0101
8 Perkebunan
58,3 0,1089
9 Sawah
-23,4 -0,0438
10 Semak Belukar
-13,3 -0,0248
11 Sungaidanautubuh air
-0,3 -0,0005
12 Tanah kosongterbuka
-2,5 -0,0047
Sumber: Hasil intepretasi peta tata guna lahan dan citra satelit ETM 1991 dan 2008
Dari Tabel 19 diperoleh informasi bahwa kawasan industri, pemukiman, kebun campuran, dan perkebunan mengalami pertumbuhan luas positif penambahan,
103 sedangkan hutan, kawasan pertambangan, ladangtegalan, sawah, semak belukar,
tubuh air,dan tanah kosong mengalami pertumbuhan luas negatif penurunan di seluruh wilayah DAS. Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk
memenuhi kebutuhan pemukiman sebesar 0,01 5,4 ha. Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk perkebunan 0,12 58,3 ha. Laju pertumbuhan per
tahun pembukaan lahan untuk kawasan industri 0,002 1,1 ha. Laju pertumbuhan per tahun pembukaan lahan untuk kebun campuran 0,09 48,0 ha.
Laju penurunan luas penutupan lahan dialami oleh tipe penggunaan lahan untuk hutan, kawasan pertambangan, ladangtegalan, sawah, semak belukar, tubuh
air,dan tanah kosong. Laju penurunan luas hutan primer dan sekunder per tahun di wilayah DAS Cicatih masing-masing sebesar 0,07 38,7 ha, sedangkan untuk
hutan sekunder laju penurunannya sebesar 0,04 20,5 ha. Luas kawasan pertambangan mengalami laju penurunan per tahun sebesar 0,0004 0,2 ha, laju
penurunan luas ladangtegalan per tahun sebesar 0,026 13,9 ha, laju penurunan luas sawah per tahun sebesar 0,04 23,4 ha, laju penurunan luas semak belukar
per tahun sebesar 0,02 13,3 ha, laju penurunan luas tubuh air per tahun sebesar 0,0005 0,3 ha, dan laju penurunan luas tanah kosong per tahun 0,005 2,5 ha.
Boer et al. 2004 menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan dan penutup lahan sangat besar pengaruhnya terhadap keseimbangan air dalam suatu DAS.
Beberapa studi menunjukkan bahwa deforestasi meningkatkan debit puncak dan frekuensi terjadinya banjir. Deforestasi cenderung menurunkan aliran dasar karena
deforestasi dan pembukaan lahan akan menurunkan kapasitas infiltrasi sehingga aliran permukaan akan berlangsung dengan cepat yang menimbulkan banjir pada
musim hujan, sebaliknya jumlah air yang masuk ke dalam tanah berkurang sehingga menurunkan volume air yang mengalir ke sungai utama. Selanjutnya
Pawitan 2004 menyatakan bahwa dampak perubahan penutup lahan dalam skala luas akan mengakibatkan perubahan fungsi hidrologis DAS yang berawal dari
penurunan curah hujan wilayah dan siikuti dengan penurunan water yield di DAS.
4.5 Satuan Lahan
Berdasarkan unsur-unsur penyusun tersebut di atas maka satuan lahan Daerah Aliran Sungai Cicatih dapat dibedakan ke dalam 148 unit lahan, yang
disajikan pada Gambar 24 dan legenda satuan lahannya disajikan pada Lampiran 4.
104
1. Alluvial
Lahan alluvial terbagi menjadi 3 satuan lahan 1, 2 dan 3 yaitu jalur aliran sungai kecil dan jalur aliran sungai besar. Jalur aliran sungai terdapat pada jalur
anak-anak sungai kecil dengan lebar sungai yang sempit, tersebar diseluruh wilayah penelitian. Satuan lahan jalur aliran mempunyai sifat datar memanjang
mengikuti jalur aliran, berasosiasi dengan kebasahan, sebagian bertebing. Tanah berkembang dari bahan induk endapan aluvial berupa pasir, debu liat kerikil dan
batu bolder, sehingga pada beberapa tempat batu bolder muncul dipermukaan tanah. Klasifikasi tanah Typic Dystrudepts, Flufentic Dystrudepts, Fluvaquentic
Endoaquepts. Jalur sungai besar terdapat pada jalur aliran sungai Cicatih bagian hilir, datar penggunaan lahannya berupa sawah, kebun campuran dan pekarangan.
Gambar 24 Peta satuan lahan DAS Cicatih 2. Perbukitan Tektonik
Berdasarkan bahan induknya perbukitan tektonik terdiri dari bahan batupasir dasitan, batupasir gampingan, batupasir kuarsa, napal tufaan dan marl,
batulempung napalan, dan batugamping koral.
A. Perbukitan Tektonik dengan Bahan Induk Batupasir Dasitan
Secara fisiografis termasuk dalam berbukit kecil dengan lereng 15-30 dan 30 dengan jenis penggunaan lahan berupa lahan kering terbagi dalam 2 satuan
lahan LU 4 dan 5. Tanahnya drainase cepat, permeabilitas sedang sampai cepat,
105 bersolum dangkal sampai agak dalam, tekstur sedang sampai agak kasar, reaksi
tanah masam dan diklasifikasikan sebagai Typic Dystrudept USDA, 1997 dan Regosol Coklat PPT, 1983. Potensi pertanian rendah dengan kendala lereng terjal,
tingkat kesuburan tanah rendah dan potensi air rendah. B. Perbukitan Tektonik dari Bahan Induk Batupasir Gampingan
Secara fisiografis termasuk dalam perbukitan tektonik yang kemudian berdasarkan posisi lereng punggung dan sisi lereng, tingkat kemiringan lereng 0-
3, 3-8, 15-30 dan 30 dan penggunaan lahan berupa lahan kering dapat dibedakan kedalam 4 satuan lahan No 6, 7, 8 dan 9. Tanahnya drainase baik
permeabilitas sedang, bersolum dangkal sampai agak dalam, tekstur sedang, reaksi tanah agak masam sampai netral dan diklasifikasikan sebagai Typic Eutrudepts
USDA, 1997 dan Kambisol Eutrik PPT, 1983. Potensi pertanian rendah sampai sedang dengan kendala lereng terjal, tingkat kesuburan tanah rendah dan potensi air
rendah.
C. Perbukitan Tektonik dari Bahan Induk Batupasir Kuarsa
Secara fisiografis termasuk dalam perbukitan tektonik yang kemudian berdasarkan posisi lereng punggung dan sisi lereng, tingkat kemiringan lereng 8-
15 , 15-30 dan 30 dan penggunaan lahan berupa lahan kering dapat dibedakan kedalam 3 satuan lahan No 10, 11 dan 12. Tanahnya drainase baik
permeabilitas cepat, bersolum dangkal sampai agak dalam, tekstur kasar, reaksi tanah masam dan diklasifikasikan sebagai Typic Dystrudedts, dan Lithic
Dystrudepts USDA 1997 setara Regosol Dystrik PPT, 1983. Potensi pertanian rendah sampai sangat rendah dengan kendala lereng terjal, tingkat kesuburan tanah
rendah dan potensi air rendah. Pada saat ini batuan pasir kuarsa dimanfaatkan ditambang sebagai bahan baku semen.
D. Perbukitan Tektonik dari Bahan Induk Napal Tufaan dan Marl
Secara fisiografis termasuk dalam perbukitan tektonik yang kemudian berdasarkan posisi lereng punggung dan sisi lereng, tingkat kemiringan lereng 0-
3, 8-15 , 15-30 dan 30 dan penggunaan lahan berupa lahan kering dan lahan basah dapat dibedakan kedalam 5 satuan lahan No 13, 14, 15, 16 dan 17.
106 Tanahnya drainase sedang sebagian agak terhambat, permeabilitas lambat,
bersolum dangkal sampai agak dalam, tekstur halus, reaksi tanah agak masam sampai netral dan diklasifikasikan sebagai Typic Eutrudepts, dan Aquic Eutrudepts
USDA, 1997 dan Kambisol Eutrik dan Kambisol Gleik PPT, 1983. Potensi pertanian agak rendah sampai sedang dengan kendala lereng terjal, tingkat
kesuburan tanah rendah dan potensi air rendah sampai sedang, dan tanah mudah mengalami longsor.
E. Perbukitan Tektonik dari Bahan Induk Batulempung Napalan
Secara fisiografis termasuk dalam perbukitan tektonik yang kemudian berdasarkan posisi lereng punggung dan sisi lereng, tingkat kemiringan lereng 3-
8, 8-15, 15-30 dan 30 dan penggunaan lahan berupa lahan kering dapat dibedakan kedalam 5 satuan lahan No 18, 19, 20 dan 21. Tanahnya drainase
sedang, permeabilitas lambat, bersolum dangkal sampai agak dalam, tekstur halus, reaksi tanah agak masam sampai netral dan diklasifikasikan sebagai Typic
Eutrudepts USDA 1997 dan Kambisol Eutrik PPT, 1983. Potensi pertanian sedang dengan kendala lereng terjal, tingkat kesuburan tanah rendah dan potensi air
rendah sampai sedang, dan tanah mudah mengalami longsor.
3. Volkan