Induksi Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalamus Ukuran 3 kg Menggunakan OODEV melalui Penyuntikan

INDUKSI PEMATANGAN GONAD CALON INDUK IKAN
PATIN SIAM Pangasianodon hypophthalmus UKURAN
3 KG MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PENYUNTIKAN

OVIE INDRIA SERENA SIHALOHO

DEPARTEMEM BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Induksi Pematangan
Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalmus Ukuran 3 kg
Menggunakan OODEV melalui Penyuntikan adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Ovie Indria Serena Sihaloho
NIM C14100004

ABSTRAK
OVIE INDRIA SERENA SIHALOHO. Induksi Pematangan Gonad Calon Induk
Ikan Patin Siam Pangasianodon hypophthalamus Ukuran 3 kg Menggunakan
OODEV melalui Penyuntikan. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan
HARTON ARFAH.
Pematangan gonad induk ikan patin siam di luar musim pemijahan
sangatlah sulit akibat tidak tersedianya sinyal lingkungan. Diperlukan adanya
rekayasa secara hormonal yaitu menggunkan hormon OODEV yang mengandung
Pregnant Mare Serum Gonadothropine (PMSG) dan antidopamin untuk
mempercepat proses pematangan gonad. Hormon OODEV diinjeksikan secara
intramuskular dengan 3 perlakuan dan 8 ulangan yaitu kontrol (OODEV 0),
penyuntikan OODEV dosis 0,25 ml/kg ikan/2 minggu (OODEV 0,25), dan
penyuntikan OODEV dosis 0,5 ml/kg ikan/2 minggu/2 minggu (OODEV 0,5)
yang disuntikkan sebanyak 4 kali. Hasil menunjukkan bahwa pemberian hormon

OODEV dapat mempercepat kematangan gonad ikan patin siam. Tingkat
kematangan gonad perlakuan OODEV 0,25 dan OODEV 0,5 masing-masing
adalah 100% dan 88%, sedangkan fekunditasnya adalah 26.510±9.574,72 butir/kg
ikan dan 17.252±2.593,24 butir/kg ikan. Secara histologi gonad pada ikan
perlakuan OODEV 0,25 dan OODEV 0,5 mencapai tahap maturing dan mature.
Pemberian hormon OODEV dosis 0,25 ml/kg ikan/2 minggu melalui penyuntikan
berhasil mempercepat kematangan gonad setelah 3 kali penyuntikan dengan
tingkat kematangan gonad III. Hasil penelitian ini memberikan harapan
penyediaan induk matang gonad dan ketersediaan benih di luar musim pemijahan.
Kata kunci: Induksi Pematangan gonad, Pangasianodon hypophthalmus, OODEV

ABSTRACT
OVIE INDRIA SERENA SIHALOHO. Artificial maturation of Stripped Catfish
Brood Pangasianodon hypophthalamus Sized 3 kg Using OODEV by Injection.
Supervised by AGUS OMAN SUDRAJAT and HARTON ARFAH.
Maturation of striped catfish brood out of the spawning season is very
difficult due to the absence of environmental signal. Therefore, hormonal
manipulation using OODEV hormone which contains Pregnant Mare Serum
Gonadothropine (PMSG) and antidopamine was performed to accelerate gonad
maturation process. OODEV hormone was injected using intermuscular method in

three treatments and eight replications which consisted of control (OODEV 0),
OODEV injection of 0,25 ml/kg fish/2 weeks (OODEV 0,25), and OODEV
injection of 0,5 ml/kg fish/2 weeks (OODEV 0,5). Injections were performed 4
times. The results showed that OODEV injection improved gonad maturation of
striped catfish brood. Gonad maturity level of OODEV 0,25 and OODEV 0,5
treatment were 100% and 88% respectively and the fecundity was
26.510±9.574,72 eggs/kg fish and 17.252±2.593,24 eggs/kg fish. Based on
histological observation, gonad of the fishes in OODEV 0,25 and OODEV 0,5
treatment were at maturing and mature level respectively. OODEV hormone
application at dosage of 0,25 ml/kg fish/2 weeks through injection was able to
accelerate gonad maturation into gonad maturity level III after the 3rd injection.
The results revealed the possibility to provide matured brood and larva out of
spawning seasons.
Keywords : Artificial maturation, Pangasianodon hypophthalmus, OODEV

INDUKSI PEMATANGAN GONAD CALON INDUK IKAN
PATIN SIAM Pangasianodon hypophthalmus UKURAN 3 KG
MENGGUNAKAN OODEV MELALUI PENYUNTIKAN

OVIE INDRIA SERENA SIHALOHO


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Induksi Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam
Pangasianodon hypophthalamus Ukuran 3 kg Menggunakan
OODEV melalui Penyuntikan
Nama
: Ovie Indria Serena Sihaloho
NIM
: C14100004

Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Oman Sudrajat M.Sc
Pembimbing I

Ir Harton Arfah, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
anugerah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan yang

berjudul Induksi Pematangan Gonad Calon Induk Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypophthalamus Ukuran 3 kg Menggunakan OODEV melalui Penyuntikan.
Dalam penulisan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat M.Sc dan Ir. Harton Arfah M.Si
selaku pembimbing skripsi serta Bapak Suriya dan Bapak Iyang selaku
pembimbing lapang selama di Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar
Cijengkol, Subang, Jawa Barat.
2. Bapak Dodi Sudenda, S.P, M.M selaku kepala Balai Pengembangan
Budidaya Air Tawar, Cijengkol, Subang, Jawa Barat yang telah memberi
izin dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian di instansi
ini.
3. Abah Oyok, Abah Endang, Pak Enang, Pak Khairuman, Pak Ujang, Pak
Uje serta seluruh pegawai BPBAT Cijengkol Subang lainnya yang telah
banyak membantu selama penelitian di instansi ini.
4. Keluargaku terkasih Bapak Mangaratua Sihaloho, kakak dan adikku
tercinta Lolita Agnesya Sihaloho dan Devi Anggita Sihaloho, Tante
Dorin dan seluruh keluarga yang telah memberikan semangat dan
motivasinya.
5. Teman seperjuangan penulis selama penelitian Adriyani Ginting, Linly
Amelianing Mustikasari, Arman Dea Nugraha yang telah banyak sekali

membantu selama penelitian dan selama diskusi.
6. Teman-teman terkasih A Jon, A Dede, A Jawa, Chio, A Zainal, Dedi,
Rizky, Kak Lia, siswa PKL SMK Negeri 1 Cibadak dan SMK Negeri 2
Indramayu yang telah sangat banyak membantu selama penelitian di
BPBAT Cijengkol Subang.
7. Teman-teman imam musik GBP Duta Kristus terkasih Helena, Devi,
Andreas, Well, Versi, Cukit, Aftian, Utet, Mastha, Gloria, Karina, dan
adik-adik semua yang sangat membantu baik doa dan dukungannya.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Ovie Indria S Sihaloho

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTRAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................................. 1

Tujuan Penelitian ............................................................................................. 2
METODE ................................................................................................................ 2
Waktu dan Tempat ........................................................................................... 2
Rancangan Pelaksanaan ................................................................................... 3
Pelaksanaan Penelitian ..................................................................................... 3
Parameter Pengamatan ..................................................................................... 5
Analisis data ..................................................................................................... 8
Analisis biaya ................................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 8
Hasil ................................................................................................................. 8
Pembahasan .................................................................................................... 17
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 19
Kesimpulan .................................................................................................... 19
Saran .............................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20
LAMPIRAN .......................................................................................................... 21
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 25

DAFTAR TABEL
1. Kandungan nutrisi pakan induk ikan patin siam Pangasianodon

hypopthalmus ...................................................................................................... 3
2. Data parameter pertambahan bobot dan panjang ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus yang dipelihara selama 70 hari ........................ 8
3. Data pengamatan parameter kematangan ikan patin siam Pangasianodon
hypophthamlus .................................................................................................... 9
4. Kriteria kematangan gonad ikan patin siam (Pangasius hypopthalamus)
betina secara morfologis dan histologis pada berbagai tingkat
kematangan ....................................................................................................... 12
5. Fisika-kimia air di kolam pemeliharaan ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus .................................................................................................. 15
6. Analisis biaya pemijahan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus ...... 16

DAFTAR GAMBAR
1. Histologi gonad ikan silver butter catish (Schilbe intermedius) ......................... 7
2. Diameter telur ikan patin siam (P. hypophthalmus) ......................................... 10
3. Hasil pengamatan diameter telur ikan patin siam dengan mikroskop
perbesaran 40 kali PA (OODEV 0,5 ml/kg induk) (a) dan PB (OODEV
0,25 ml/kg induk (b).......................................................................................... 10
4. Indeks kematangan gonad (IKG) pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 ............ 11
5. Indeks hepatosoma (IHS) pada minggu ke-0 dan minggu ke-8. ....................... 11

6. Morfologi dan histologi gonad ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus PA (OODEV dosis 0,5 ml/kg) ................................................. 13
7. Morfologi dan histologi gonad ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus PB (OODEV dosis 0,25 ml/kg) ............................................... 14
8. Morfologi dan histologi gonad ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus PC (kontrol) ............................................................................. 15

DAFTAR LAMPIRAN
1. Wadah dan sketsa wadah penelitian.................................................................. 22
2. Proses penyuntikan ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) ............ 23
3. Analisis Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS) induk ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus ........................................................................ 24
4. Analisis Pertambahan Bobot Mutlak (PBM) induk ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus ........................................................................ 24
5. Analisis Pertambahan Panjang Mutlak (PPM) induk ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus ........................................................................ 24

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) merupakan salah satu
komoditas unggulan budidaya Indonesia yang setiap tahunnya mengalami
peningkatan produksi. KKP (2014) menyebutkan bahwa pencapaian target
produksi ikan patin konsumsi hingga tahun 2013 mencapai 87,9%. Sementara
BPBAT Cijengkol Subang telah ditetapkan sebagai Catfish Center dalam
memproduksi induk dan benih yang membantu dalam pemenuhan target produksi.
Ketersediaan benih diluar musim pemijahan sangatlah sulit yang disebabkan
pemijahannya masih bergantung pada musim. Sinyal-sinyal lingkungan seperti
suhu, cahaya, DO, dan lainnya yang merangsang terbentuknya bahan-bahan utama
dalam pematangan gonad induk betina ikan patin siam tidak tersedia diluar musim
penghujan yang merupakan musim pemijahan ikan patin siam. Secara alami, induk
ikan patin siam dapat matang gonad dalam kurun waktu 6 bulan sekali.
Secara alami pematangan gonad induk ikan patin siam dipengaruhi oleh
sinyal lingkungan. Sinyal akan diterima oleh saraf pusat kemudian diteruskan ke otak
untuk kemudian otak memberikan perintah pituitari menghasilkan hormon utama
yang akan merangsang berbagai macam aktivitas ovari (Berniar et al. 2009).
Pematangan gonad membutuhkan kerja hormon gonadotropin terutama jenis FSH dan
sedikit LH yang dilepas oleh kelenjar pituitari untuk kemudian dibawa melalui aliran
darah ke gonad dan terjadi perkembangan gonad. FSH bersama dengan LH
diperlukan dalam proses pematangan oosit pada induk betina ikan (Olijve et al. 1996).
FSH berperan dalam pembentukan folikel sedangkan LH berperan dalam pematangan
akhir dan ovulasi (Nagahama 1987). Namun terdapat dopamine yang juga dihasilkan
di otak dapat menghambat pembentukan gonadotropin. Dopamine bertindak sebagai
aktivator yang mengatur beberapa fungsi fisiologis tubuh misalnya dalam proses
pematangan gonad. Sehingga untuk mengambat kerja ini diperlukan antidopamin
yang memblok kerja dopamine. Antidopamin dapat menghentikan kerja dopamin
yang dapat menghambat pelepasan hormon dari pituitari dan juga menghambat
pituitari dalam merespon penyuntikan LHRHa (Mylonas dan Zohar 2001).
Gonadotropin akan bekerja pada sel teka dan mensintesis testosteron.
Testosteron diangkut ke sel granulosa lalu diaromatase menjadi estradiol-17β yang
akan beredar menuju hati memasuki jaringan dengan cara difusi dan secara spesifik
merangsang vitelogenin (bakal kuning telur). Vitelogenin dilepas ke aliran darah dan
akan diserap secara perlahan oleh folikel oosit yang akan membesar sampai pada
ukuran maksimum (Nagahama 1987). Namun aktivitas ini masih terkendala karena
tidak tersedianya sinyal lingkungan, sehingga diperlukan adanya rekayasa hormonal
yaitu menginduksi hormon gonadotrophin jenis FSH dalam PMSG serta antidopamin
yang terkandung dalam hormon OODEV (Oosit developer).
Hormon OODEV merupakan hormon yang dapat merangsang perkembangan
oosit pada ikan-ikan belum matang gonad yang mengandung kombinasi hormon
Pregnant Mare Serum Gonadothropine (PMSG) dan bahan kimia antidopamin.
Hormon ini diujikan pada induk ikan patin siam yang masih dara atau belum pernah
dipijahkan sebelumnya. Metode yang digunakan adalah metode penyuntikan, metode
ini dianggap lebih efektif karena hormon PMSG dan antidopamin dapat langsung
masuk ke pembuluh darah ikan untuk kemudian dapat diinduksi kematangan
gonadnya. PMSG adalah hormon yang terdapat dalam serum bangsa Equidae dan

2
memiliki cara kerja merangsang pertumbuhan sel-sel interstitial dan pembentukan
sel-sel lutea yang sangat banyak mengandung unsur daya kerja FSH dan sedikit LH
(Menzer dan Schams 1979). Antidopamin yang terdapat dalam ovaprime berfungsi
memblok dopamin sehingga sekresi gonadotropin di otak tidak terhambat (Harker
1992 dalam Saleh 2009).
Penelitian sebelumnya telah dilakukan upaya dalam menginduksi kematangan
gonad oleh Samara (2010) dan Febrina (2010) menyatakan bahwa penggunaan
hormon PMSG 5 IU, 10 IU dan 20 IU dan antidopamin 10 ppm serta penambahan
HCG dapat membuntingkan induk ikan patin siam 100% serta dapat memperbaiki
kualitas penetasan larvanya yang disertai dangan penambahan vitamin C 100 mg/kg
dan 300 mg/kg. Rachman (2013) menyatakan baha penggunaan PMSG 10 IU/bobot
induk ditambah dengan antidopamin 0.01 mg/kg bobot induk dapat menyebabkan
induk patin pasca memijah rematurasi dalam waktu 42 hari. Sedangkan Nainggolan et
al. (2014) menyatakan bahwa induksi pematangan gonad menggunakan OODEV
dosis 15 IU dikombinasi dengan penambahan spirulina 3% dapat mempercepat
kematangan gonad induk ikan lele disertai peningkatan kelangsungan hidup telur dan
larvanya.
Meskipun penggunaan PMSG dan antidopamin telah diketahui dapat
menginduksi pematangan gonad ikan patin siam, namun kombinasi yang tepat dan
dosis yang paling efektif masih belum diketahui secara pasti. Teknik dan waktu
yang tepat untuk penyuntikan ikan patin siam ini juga masih perlu diteliti lebih
lanjut. Sehingga penelitian ini dilakukan penyuntikan hormon OODEV pada ikan
patin siam dara selama 2 minggu sekali sebanyak 4 kali penyuntikan. Penggunaan
hormon OODEV ini diharapkan dapat mempercepat maturasi induk betina ikan
patin siam sehingga dapat mengatasi kelangkaan benih patin sepanjang tahun.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mempercepat kematangan gonad dan
mengetahui dosis penyuntikan OODEV yang efektif dalam mempercepat
kematangan gonad calon induk ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada Februari hingga April 2014. Pemeliharaan
ikan uji dan perlakuan di Kompeks Kolam B Balai Pengembangan Budidaya Air
Tawar, Cijengkol, Subang, Jawa Barat. Hormon diperoleh dari Laboratorium
Reproduksi dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Perairan Bogor. Pengamatan diameter telur,
dan pengamatan histologi gonad dilakukan di Laboratorium Reproduksi dan
Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Perairan Bogor. Serta pembuatan preparat histologi dilakukan di
Laboratorium Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

3
Rancangan Percobaan
Penelitian dirancang dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 3 perlakuan dan 8 ulangan, data diolah menggunakan Microsoft Excel
2007 dan SPSS 16.0 serta dibahas secara deskriptif. Perlakukan penelitian ini
adalah:
1. Kontrol; OODEV 0
2. Penyuntikan hormon OODEV dosis 0,25 ml/kg ikan; OODEV 0,25
3. Penyuntikan hormon OODEV dosis 0,5 ml/kg ikan; OODEV 0,5
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan wadah
Wadah yang digunakan adalah sebuah kolam berukuran 30x20x1,2 m yang
diberi sekat bambu dengan luas 6x5 m. Persiapan wadah meliputi kegiatan
pengeringan dasar kolam, pembersihan dan rehabilitasi, pemasangan sekat bambu,
pemasangan jaring, serta pengisian air. Pengeringan dilakukan selama 2-3 hari
untuk membuang gas-gas beracun sisa budidaya sebelumnya. Kemudian
dilakukan pembersihan dan rehabilitasi kolam selama 1 hari. Pemasangan sekat
bambu dilakukan selama 1 hari yaitu memasang bambu pagar di kolam sebanyak
3 kolom, yaitu kolom OODEV 0, OODEV 0,25, dan OODEV 0,5. Kemudian
dilakukan pengisian air setinggi 1,2 m dan diendapkan selama 1 hari sebelum
kolam siap ditebarkan induk percobaan. Pada sisi sekat bambu diberi waring
untuk mencegah pakan berpindah dari satu petak ke petakan lainnya. Desain
layout kolam penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.
Ikan patin
Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah calon induk patin siam
betina dengan bobot 2-3,5 kg dan panjang 60-74 cm umur 2-3 tahun. Induk yang
dipilih adalah induk yang belum matang gonad dan diambil dari ikan stok yang
berada di kolam Balai Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPBAT) Cijengkol,
Jawa Barat sebanyak 8 ekor untuk masing-masing perlakuan.
Manajemen pemberian pakan
Pakan yang diberikan adalah pakan induk komersil dengan merk dagang
Cargil Vitality dengan FR 1,5% bobot tubuh induk. Pakan diberikan sebanyak 2
kali sehari yaitu pagi (pukul 07.00 WIB) dan sore hari (pukul 16.00 WIB).
Kandungan nutrisi pakan yang diberikan kepada ikan induk ikan patin siam adalah
sebagai berikut (Tabel 1).
Tabel 1 Kandungan nutrisi pakan induk ikan patin Pangasianodon hypophthalmus
Komponen
Protein
Lemak
Kadar abu
Serat kasar
Kandungan air
Vit. C
Sumber: Cargil Vitality

Kandungan
36-38%
5-6%
Max 10%
Max 4%
Max 11%
Min 300 ppm

4
Manajemen fisika-kimia air
Pengukuran fisika-kimia air dilakukan 1 kali dalam seminggu pada pagi dan
sore hari. Parameter yang diukur adalah suhu, pH, dan DO. Pengukuran suhu
menggunakan termometer, pengukuran pH menggunakan pH meter, dan
pengukuran DO menggunakan DO meter. Pengukuran diukur langsung di bagian
inlet, outlet, dan petak kolam penelitian.
Penyuntikan ikan patin dan kanulasi
Penyuntikan ikan uji dilakukan sebanyak 1 kali dalam dua minggu pada
minggu ke-2, minggu ke-4, minggu ke-6, dan minggu ke-8. Penyuntikan
dilakukan secara intramuskular dengan menggunakan syringe. OODEV 0
dilakukan penyuntikan larutan fisiologis sebanyak 0,5 ml/kg induk, OODEV 0,25
penyuntikan hormon OODEV dosis 0,25 ml/kg induk, dan OODEV 0,5
penyuntikan hormon OODEV dosis 0,5 ml/kg induk larutan fisiologis (kontrol).
Kanulasi dilakukan untuk mengetahui keberadaan telur dalam gonad dengan
menggunakan kateter. Pengecekan telur dilakukan 1 kali dua minggu.
Pengambilan sampel gonad, telur, dan hepatosoma
Pembedahan ikan uji dilakukan untuk mengambil sampel gonad yang
dilakukan pada awal dan akhir pemeliharaan dengan tujuan untuk pengambilan
data pengamatan histologi, perhitungan indeks kematangan gonad (IKG),
fekunditas, dan mengetahui tingkat kematangan gonad ikan masing-masing 3 ekor
per perlakuan. Pembedahan dilakukan menggunakan pisau bedah dibelah dari
bagian lubang anus hingga operkulum secara melintang kemudian dipotong
menggunakan pisau bedah. Gonad ditimbang menggunakan timbangan digital.
Untuk pembuatan preparat histologi gonad, bagian ujung depan gonad dipotong
menggunakan pisau bedah dan dimasukkan ke dalam botol film yang telah berisi
larutan Butter Netral Formalin (BNF) 10%. BNF berfungsi untuk mengawetkan
gonad. Setelah 3 hari larutan BNF 10% diganti dengan larutan fisiologis.
Sampel telur diambil dari dalam gonad ikan yang telah dibedah. Telur
dimasukkan ke dalam botol film yang telah berisi larutan serra. Larutan serra
berfungsi untuk mengawetkan telur dan mempertahankan bentuk telur. Sampel
telur diambil untuk pengamatan diameter telur yang akan diamati di Laboratorium
Reproduksi dan Genetika Ikan, Departemen Budidaya Perairan, IPB.
Pembedahan juga disertai dengan pengambilan sampel hepatosoma untuk
parameter indeks hepatosoma. Hepatosoma terletak di rongga perut bagian bawah
di belakang jantung, kemudian dipotong menggunakan pisau bedah dan ditimbang
pada timbangan digital.
Pengumpulan Data
Pengukuran parameter kematangan gonad dan pertumbuhan ikan
dilakukan pada minggu ke-0, minggu ke-2, minggu ke-4, minggu ke-6, dan
minggu ke-8. Minggu ke-0 untuk mengetahui bobot dan panjang awal ikan patin
serta sampel untuk histologi gonad. Minggu ke-2, ke-4, dan ke-6 untuk
mengetahui pertumbuhan ikan dan tingkat kebuntingan ikan. Sedangkan minggu
ke-8 untuk megetahui pertumbuhan akhir, indeks kematangan gonad (IKG),
indeks hepatosomatik (IHS), histologi akhir (setelah ikan bunting), fekunditas,
dan diameter telur.

5

Parameter pengamatan
Pertambahan Bobot Mutlak (PBM)
Parameter pertambahan bobot mutlak diukur dari semua ikan percobaan
yaitu 8 ekor per perlakuan. Menurut Huisman (1976) nilai pertambahan bobot
mutlak dihitung dengan rumus :
PBM (g) = Wt – Wo
Keterangan : PBM = Pertambahan bobot mutlak (g)
Wt
= Bobot rata-rata ikan pada akhir penelitian (g)
Wo
= Bobot rata-rata ikan pada awal penelitian (g)
Pertambahan Panjang Mutlak (PPM)
Parameter pertambahan panjang mutlak diukur dari semua ikan percobaan
yaitu 8 ekor per perlakuan.Menurut Huisman (1976) nilai pertambahan panjang
mutlak dihitung dengan rumus :
PPM (cm) = Pt – Po
Keterangan : PPM = Pertambahan panjang mutlak (cm)
Pt
= Panjang rata-rata ikan pada akhir penelitian (cm)
Po
= Panjang rata-rata ikan pada awal penelitian (cm)
Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)
Menurut Huisman (1987) laju pertumbuhan spesifik merupakan nilai
kisaran pertumbuhan ikan per hari dengan membandingkan bobot pada waktu ke-t
dan waktu ke-0 pada semua ikan percobaan. Nilai LPS dihitung dengan rumus:
LPS (%/hari) =
Keterangan :

LPS
wt
wo
t

x 100%

= Laju Pertumbuhan Spesifik (%/hari)
= Bobot ikan pada waktu ke-t (g)
= Bobot ikan pada waktu ke-0 (g)
= waktu (hari)

Tingkat Kebuntingan
Tingkat kebuntingan ikan didapatkan berdasarkan keberadaan gamet betina
dalam ovarium. Pengecekan kebuntingan dilihat melalui kanulasi menggunakan
kateter untuk mengetahui keberadaan telur. Berdasarkan Bahri (2000) dalam Elis
(2003) tingkat kebuntingan merupakan persentase perbandingan antara ikan yang
telah memiliki gamet dengan jumlah ikan secara keseluruhan.
Tingkat kebuntingan

=

6

Gonadosomatic Index (GSI) atau Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Menurut Ohta et al (1996) GSI atau IKG dihitung berdasarkan
perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan dengan rumus:
IKG
Keteranga :

IKG
BG
Bt

=

= Indeks kematangan Gonad (%)
= berat gonad (g)
= betar tubuh (g)

Hepatosomatic Index (HSI) atau Indeks Hepatosoma (IHS)
Menurut Ohta et al (1996) HSI atau IHS dihitung berdasarkan
perbandingan antara bobot hati dengan bobot tubuh ikan dengan rumus:
IHS
Keterangan :

IHS
BG
Bt

=

= Indeks hepatosoma (%)
= berat hati (g)
= betar tubuh (g)

Histologi Gonad
Pengamatan histologi gonad dilakukan sebelum dan setelah penyutikan
yaitu pada minggu ke-0 dan ke-8. Histologi adalah ilmu yang mempelajari
anatomi pada tingkat jaringan dan sel suatu organisme. Beberapa tahapan dalam
histologi adalah fixation, decalcification, bleaching, embedding, sectioning,
staining, dan mounting. Histologi gonad ikan mas betina mengacu pada Okuthe
(2012) dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai berikut. Siregar (1999) telah
mengelompokkan tingat kematangan gonad ikan patin siam sebagai berikut.
Tabel 4 Kriteria perkembangan gonad ikan patin siam (Pangasius hypopthalamus)
betina secara morfologis dan histologi pada berbagai tingkat kematangan
(Siregar 1999).
Tingkat
kemaangan
gonad
I

II

III

IV

Morfologi

Histologi

Ovari kecil dan halus seperti benang,
warna
ovari
merah
muda,
memanjang di rongga perut
Ukuran ovari bertambah besar, arna
coklat muda,butiran telur belum
terlihat dengan mata telanjang
Ukuran ovari relatif lebih besar dan
hampir mengisi 1/3 rongga perut,
butiran-butiran telur terluhat jelas
dengan warna kuning muda
Gonad mengisi rongga perut, butiran
telur semakin besar dan hampir sama
dan mudah dipidahkan, kantung
tubulus seminifer agak lunak.

Didominasi
oleh
oogonia
berukuran 7,5-12,5 μm, inti sel
membesar
Oogonia menjadi oosit 200-250
μm, membentuk kantung kuning
telur, sitoplasma berwarna ungu.
Lumen berisi telur, ukuran oosit
750-1125 μm, inti mulai tampak
Inti terlihat jelas dan sebaran
kuning telur mendomiasi oosit.
Ukuran oosit 1300-1500 μm.

7

Ket: A]. Stage 1B and II oocytes amidst vitellogenic oocytes, a characteristic feature observed in
adult S. intermedius ovaries (Oc1) B]. Late Stage III (Oc3) oocyte with yolk granules in the
cytoplasm. C]. Migration of the germinal vesicle to the oocyte periphery in late Stage VI
(Oc4) oocytes. D]. Atretic oocytes (At.Oc), amidst stage III and IV (Oc4) oocytes in an adult
ovary.

Gambar 1 Histologi Gonad ikan silver butter catish Schilbe intermedius (Okuthe
2012)
Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang dihasilkan pada induk betina
sebelum memijah (Effendie 2002). Fekunditas dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
Fekunnditas =
xN
Keterangan :

N = Jumlah telur dalam sampel

Diameter Telur
Diameter telur adalah panjang garis tengah telur sebelum dibuahi untuk
menilai kematangan telur yang diukur dengan mikroskop, kemudian dikonversi
dengan faktor konversi dari pembesaran yang digunakan.
Diameter telur =

x 1 mm

8
Fisika-kimia Air
Fisika-kimia air yang diukur selama pemeliharaan adalah suhu, pH, dan
oksigen terlarut (DO).
Analisis Data
Rancangan Percobaan yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri 3
perlakuan. Perlakuan yang digunakan adalah OODEV 0, OODEV 0,25, dan
OODEV 0,5. Analisis statistic dilakukan pada parameter pertambahan bobot
mutlak, pertambahan panjang mutlak, Laju Pertumbuhan Spesifik, dan Laju
Pertumuhan Harian diolah menggunakan SPSS 16.0, sedangkan parameter
diameter telur dan fekunditas diolah dengan MS Excel 2007.
Analisis Biaya
Analisis biaya pemijahan dihitung dengan membandingkan pemasukan
hasil penjualan larva dan benih ikan patin siam yang pematangan gonadnya
dirangsang menggunakan hormon OODEV dengan pemasukan hasil penjualan
larva dan benih ikan patin siam yang pematangan gonadnya tanpa menggunakan
OODEV per kilogram induk. Frekuensi pemijahan ikan patin siam yang
pematangan gonadnya dirangsang menggunakan hormon OODEV adalah
sebanyak 4 kali/tahun, sedangkan yang tanpa menggunakan hormon OODEV
hanya 1 kali/tahun.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Perkembangan pertambahan bobot dan panjang
Parameter pengamatan yang terkait kematangan gonad meliputi
pertambahan bobot mutlak, pertambahan panjang mutlak, dan laju pertumbuhan
spesifik yang disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 2 Data parameter pertambahan bobot dan panjang ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus yang dipelihara selama 70 hari
Parameter *)
PBM (kg)
PPM (cm)
LPS (%/hari)

OODEV O
0,74±0,36a
3,50±1,41a
0,37±0,21a

Perlakuan
OODEV 0,25
0,81±0,16a
2,88±1,73a
0,40±0,12a

OODEV 0,5
0,89±0,33a
3,25±1,49a
0,36±0,11a

* Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
(P>0,05) uji selang Tukey
*)
Pertambahan Bobot Mutlak (PBM), Pertambahan Panjang Mutlak (PPM), Laju Pertumbuhan
Spesifik (LPS)

Pemeliharaan ikan patin siam yang dilakukan selama 10 minggu
menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik terlihat dari pertambahan bobot
mutlak (PBM). Pertambahan bobot mutlak terbesar adalah pada OODEV 0,5 yaitu

9
0,89±0,33 kg, sedangkan yang terendah adalah OODEV 0 yaitu 0,74±0,36 kg.
Pengukuran nilai pertambahan panjang mutlak hasil penelitian tertinggi adalah
OODEV 0 yaitu 3,50±1,41 cm, sedangkan yang terendah adalah OODEV 0,25
yaitu 2,88±1,73 cm. Parameter LPS OODEV 0, OODEV 0,25, dan OODEV 0
masing-masing, 0,37±0,21%/hari 0,40±0,12%/hari, dan 0,36±0,11%/hari. Pada
perhitungan nilai PBM, PPM, LPS masing-masing perlakuan menunjukkan tidak
berbeda nyata (P>0,05).
Perkembangan gonad dan telur
Parameter tingkat kebuntingan, induk matang gonad, fekunditas, dan
diameter telur ikan patin siam merupakan parameter yang berkaitan langsung
dengan pematangan gonadnya. Data pengamatan parameter kematangan gonad
disajikan pada Tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 3 Data pengamatan parameter kematangan gonad ikan patin siam
Pangasianodon hypophthalmus
Parameter*)
TK
Induk matang
gonad
Fekunditas (butir/kg
induk
TKG
Keberadaan telur
pada minggu keDiameter telur
(mm)
*)

OODEV 0
25%

Perlakuan
OODEV 0,25
100%

OODEV 0,5
88%

0%

0%

0%

-

26.510±9.574,72

17.252±2.593,06

-

III

II

2

4 dan 6

4 dan 6

-

0,70±0,12

0,58±0,14

Tingkat Kebuntingan (TK), Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Jumlah induk yang bunting pada OODEV 0; OODEV 0,25; dan OODEV
0,5 masing-masing adalah 25%, 100%, dan 88%. Namun tidak ada induk yang
telah mencapai matang gonad pada TKG 4 atau final maturation, induk penelitian
hanya sampai pada TKG 1 hingga TKG 3. OODEV 0,25 lebih baik dibanding
OODEV 0 dan OODEV 0,5 karena pada OODEV 0,25 ikan mengalami
perkembangan telur 100% pada minggu ke-4 dan minggu ke-6. Jumlah telur per
kilogram induk pada OODEV 0,25 lebih banyak dibanding OODEV 0,5.
Sedangkan pada OODEV 0 gonad induk ikan tidak mengandung telur.
Pengukuran diameter telur hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar 4
sebagai berikut.

10
1.00
0.90
Diameter telur (mm)

0.80

0.70

0.70
0.58

0.60
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10

0.00

0.00
0

0,25

0,5

OODEV (ml/kg)

Gambar 2 Diameter telur ikan patin siam Pangasianodon hypopthalamus.
Pengukuran diameter telur pada penelitian mendekati kisaran normal yaitu
OODEV 0,25 dan OODEV 0,5 masing-masing adalah 0,70±0,12 mm dan
0,58±0,14 mm. Diameter telur yang teramati dapat dilihat pada Gambar 5 sebagai
berikut.

Gambar 3 Hasil pengamatan diameter telur ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus dengan mikroskop perbesaran 40 kali OODEV 0,25
(a) dan OODEV 0,5 (b)
Nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG) akan semakin meningkat disertai
dengan penambahan ukuran gonadnya. Jika gonad semakin berkembang maka
nilai IKG akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Perbandingan nilai
IKG sebelum dan setelah penyuntikan dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai
berikut.

11
2.5
2.18

IKG (%)

2
1.38

1.5
0.87

1

0.95

0.87

IKG minggu ke-0

0.87

IKG minggu ke-8
0.5
0
0

0,25

0,5

OODEV (ml/kg)

Gambar 4 Indeks Kematangan Gonad (IKG) pada minggu ke-0 dan minggu ke-8
ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus.
Nilai indeks kematangan gonad pada minggu ke-0 ke minggu ke-8
mengalami peningkatan. Peningkatan nilai IKG tertinggi terdapat pada OODEV
0,25 yaitu 0,87% pada minggu ke-0 meningkat menjadi 2,18% pada minggu ke-8.
Sedangkan untuk OODEV 0,5 bernilai 0,87% pada minggu ke-0 dan 1,38% pada
minggu ke-8. Nilai IKG OODEV 0 adalah 0,87% pada minggu ke-0 dan 0,95%
pada minggu ke-8.
Nilai Indeks Hepatosoma (IHS) berhubungan dengan aktivitas vitelogenin
di hati. Parameter Indeks Hepatosoma (IHS) pada penelitian dapat disajikan pada
Gambar 3 sebagai berikut.
0,15

0.16
0.14

0,13

0,13

0,13

0.12
IHS (%)

0.1
0.08

IHS minggu ke-0
0,05

0.06

0,05

IHS minggu ke-8

0.04
0.02
0
0

0,25

0,5

OODEV (ml/kg)

Gambar 5 Indeks Hepatosoma (IHS) pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 ikan
patin siam Pangasianodon hypophthalmus.

12
Nilai indeks hepatosoma ikan patin siam sebelum dilakukan penyuntikan
(minggu ke-0) adalah 0,13% dari bobot tubuh ikan. Setelah dilakukan
penyuntikan (minggu ke-8) nilai IHS OODEV 0,25 dan OODEV 0,5 menurun
yaitu menjadi 0,05% bobot tubuh, sedangkan OODEV 0 nilai IHS naik yaitu
menjadi 0,15% bobot tubuh.
Mofologi dan Histologi gonad
Kriteria perkembangan gonad dapat dilihat berdasarkan morfologi dan
histologi gonadnya. Pengamatan morfologi gonad ikan patin siam dilakukan
pembedahan pada minggu ke-0 dan minggu ke-8. Terdapat perbedaan bentuk dan
ukuran gonad sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Pada minggu ke-0 terlihat
ukuran gonad masih kecil, banyak terdapat lapisan lemak, dan tidak terdapat telur.
Sedangkan untuk OODEV 0,25 dan OODEV 0,5 dibanding dengan OODEV 0
terlihat gonad ikan mengalami perubahan yaitu ukuran dan keberadaan telur.
Perubahan morfologi gonad pada minggu ke-0 dan minggu ke-8 masing-masing
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6, 7 dan 8.
Pengamatan histologi yang dilakukan adalah gonad yang diambil pada
minggu ke-0 dan minggu ke-8. Terdapat perbedaan yang signifikan antara
OODEV 0 dengan perlakuan lainnya. OODEV 0 sebelum dan sesudah
penyuntikan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Gonad masih terdapat
lapisan lemak dan tidak terlihat adanya telur. Sedangkan OODEV 0,25 dan
OODEV 0,5 terdapat perbedaan yang signifikan pada histologi gonad sebelum
dan sesudah dilakukannya penyuntikan. Histologi gonad OODEV 0,5
menunjukkan lapisan lemak yang tipis dan terdapat telur yang masih belum
seragam ukurannya. Demikian juga pada OODEV 0,25 histologi gonadnya
menunjukkan lapisan lemak yang tipis dan terdapat telur yang sudah mulai
seragam. Ditinjau dari segi ukuran, ukuran telur OODEV 0,25 lebih besar dan
seragam dibanding OODEV 0,5. Berikut merupakan Gambar 6, Gambar 7. Dan
Gambar 8 yang menunjukkan gonad dan hasil histologinya sebelum dan sesudah
dilakukan penyuntikan.

13

IM

(A)

(B)

IM

(C)

(D)

Gambar 6 Morfologi dan histologi gonad ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus OODEV 0 (perbesaran 100 kali), gonad minggu ke-0
(A), histologi gonad minggu ke-0 (B), gonad minggu ke-8 (C),
histologi gonad (D) minggu ke-8. Keterangan: fase Immature (IM).

14

IM

(A)

(B)

M
M

MA

(C)
(D)
Gambar 7 Morfologi dan histologi gonad ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus OODEV 0,25 (perbesaran 100 kali), gonad minggu
ke-0 (A), histologi gonad minggu ke-0 (B), gonad minggu ke-8 (C),
histologi gonad (D) minggu ke-8. Keterangan: fase Immature (IM),
fase Maturing (MA), fase Mature (M).

15

IM

(A)

(B)

MA

M

MA

(C)
(D)
Gambar 8 Morfologi dan histologi gonad ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus OODEV 0,5 (perbesaran 100 kali), gonad minggu
ke-0 (A), histologi gonad minggu ke-0 (B), gonad minggu ke-8 (C),
histologi gonad (D) minggu ke-8. Keterangan: fase Immature (IM),
fase Maturing (MA), fase Mature (M).
Fisika-kimia Air
Hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut (Tabel 2).
Tabel 5 Fisika-kimia air di kolam pemeliharaan ikan patin siam Pangasianodon
hypophthalmus
Parameter
DO
pH
Suhu

Hasil
Pengukuran
1,4-6
6,70-8,61
25-29

Kualitas air optimum
(Sunarma 2007)
4,0-15,0
6,0-9,0
25-30

Satuan

Alat ukur

mg/l
ºC

DO meter
pH meter
Termometer

Selama penelitian air di kolam pemeliharaan ikan uji dipertahankan
ketinggian airnya setinggi 1,2 m dengan air masuk dan keluar secara terus
menerus (flow through) menggunakan paralon berdiameter 8 inci. Hasil
pengamatan fisika-kimia air di kolam uji masih dalam batas normal, kecuali pada

16
parameter DO karena curah hujan yang cukup tinggi sehingga kadar oksigen
terlarutnya menurun. Namun induk ikan patin yang diujikan masih dapat bertahan
hidup.
Analisis Biaya
Analisis biaya pemijahan dihitung dengan membandingkan pemasukan
hasil penjualan larva dan benih ikan patin siam yang dirangsang menggunakan
hormon OODEV dengan pemasukan hasil penjualan larva dan benih yang
pematangan gonadnya tanpa menggunakan OODEV per kilogram induk. Asumsi
fekunditas, SR (kelangsungan hidup), harga penjualan larva dan benih bersumber
dari Balai Pengembangan Budidaya Air Taraw (BPBAT) Cijengkol, Subang.
Dengan asumsi fekunditas 150.000 butir/kg induk, SR larva 67%, harga jual larva
Rp 5,00/ekor, dan harga jual benih 1 inci Rp 80,00/ekor. Harga hormon OODEV
Rp 250.000,00/ampul (10 ml). Frekuensi pemijahan menggunakan OODEV 4 kali
lebih sering dibanding yang pematangan gonadnya tanpa menggunakan
OODEVdalam 1 tahun. Sehingga pemasukan penjualan larva maupun benih
menggunakan OODEV lebih tinggi. Analisis biaya dapat dilihat pada Tabel 3
sebagai berikut.
Tabel 6 Analisis biaya pemijahan ikan patin siam Pangasianodon hypophthalmus
Frekuensi pemijahan/tahun
Fekunditas
Larva (SR 67%)
Harga larva
Larva
Benih 1 inci
Pemasukan
Larva
Benih 1 inci
Kebutuhan hormon (4 kali
penyuntikan/pemijahan)
Kebutuhan hormon tahun (4 kali
pemijahan)
Biaya pengeluaran kebutuhan
hormon (% pemasukan)
Pemasukan (per tahun)
Larva
Benih 1 inci

Menggunakan OODEV
4 kali
150.000 butir/kg
100.000 ekor

Tanpa OODEV
1 kali
150.000 butir/kg
100.000 ekor

Rp 5
Rp 80

Rp 5
Rp 80

Rp 500.000
Rp 8.000.000

Rp 500.000
Rp 8.000.000

Rp 25.000

-

Rp 100.000

-

5% (larva)
0,31% (benih 1 inci)

-

Rp 2.000.000
Rp 32.000.000

Rp 500.000
Rp 8.000.000

Tabel diatas menunjukkan bahwa penggunaan hormon OODEV untuk
merangsang kematangan gonad dapat meningkatkan frekuensi pemijahan ikan
patin siam yaitu menjadi 4 kali lipat. Penggunaan hormon ini sangat ekonomis
sehingga pemasukan dari hasil penjualan larva dan benih ikan patin dapat lebih
tinggi.

17
Pembahasan
Pertambahan bobot mutlak pada masing-masing perlakuan diakhir
pemeliharaan menunjukkan peningkatan. Pemberian pakan secara restricted yaitu
sebanyak 1,5-2% bobot tubuh/hari menunjukkan nafsu makan ikan yang cukup
baik. Pakan yang diberikan adalah pakan induk komersil dengan kadar protein 3638%. Meninjau dari data laju pertumbuhan spesifik pada OODEV 0, OODEV
0,25, dan OODEV 0,5 masing-masing tidak berbeda nyata. Ikan yang sudah
mencapai induk pertumbuhan somatiknya relatif lambat karena diasumsikan
pertambahan bobot tubuh ikan diikuti dengan pertambahan bobot gonadnya.
Menurut Affandi dan Tang 2002, pertambahan bobot gonad pada ikan betina 1025% untuk mencapai tingkat kematangan akhir. Setelah pemeliharaan selama 10
minggu yaitu 4 kali penyuntikan, parameter PBM dan PPM juga tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata secara statistik. Namun parameter yang
berhubungan langsung dengan kematangan gonad seperti fekunditas, diameter
telur, dan tingkat kebuntingan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
kontrol.
Kematangan gonad merupakan tingkatan perubahan morfologi serta
histologi gonadnya. Secara morfologi kematangan gonad ikan patin siam dapat
ditandai dengan perubahan ukuran perut ikan serta perubahan pada kelaminnya,
yaitu perut ikan mengembang dan bila diraba terasa sedikit padat, serta lubang
urogenitalnya memerah dan membengkak. Selain itu tingkat kematangan gonad
secara histologi dapat terlihat lebih jelas yaitu ukuran telur dan keseragaman
telurnya.
Fekunditas merupakan jumlah telur per kilogram induk betina. OODEV
0,25 sebanyak 26.510±9.574,72 butir/kg bobot tubuh, sedangkan OODEV 0,5
hasil penelitian diketahui sebanyak 17.252±2.593,24 butir/kg bobot tubuh.
Perhitungan nilai fekunditas menggunakan metode bobot sampling yaitu bobot
gonad dibagi bobot sampel telur dikalikan jumlah telur dalam sampel. Gonad
yang diambil sebagai sampel berasal dari induk yang belum mencapai
kematangan gonad akhir yaitu pada TKG 1 hingga TKG 3 dimana gonad masih
terdapat lapisan lemak (lihat pada Gambar 7 dan 8). Menurut SNI 2000,
fekunditas normal ikan patin siam sebanyak 120.000 butir telur/kg bobot tubuh.
Fekunditas OODEV 0,25 lebih baik dibanding OODEV 0,5 karena gonad pada
OODEV 0,25 mengalami perkembangan gonad yang baik terlihat dari nilai Indeks
Kematangan Gonad (IKG) (Gambar 2). Nilai IKG OODEV 0, OODEV 0,25, dan
OODEV 0,5 masing-masing adalah 0,95±0,33%, 2,18±1,89% dan 1,38±0,52%.
Sedangkan nilai IKG sebelum dilakukan penyuntikan adalah 0,87±0,05%.
Kebuntingan induk ikan ditandai dengan meningkatnya nilai IKG karena gonad
ikan semakin berkembang. Menurut Potalangi et al (2004) nilai IKG pada tingkat
kematangan gonad I adalah 0,78% sedangkan pada tingkat kematangan gonad III
mencapai 1,24%.
Nilai indeks hepatosoma minggu ke-0 dan minggu ke-8 hasil penelitian
menunjukkan OODEV 0,25 dan OODEV 0,5 mengalami penurunan yang sama
yaitu 0,13% menjadi 0,05%, sedangkan OODEV 0 mengalami peningkatan yaitu
0,13% menjadi 0,15%. Indeks hepatosoma merupakan perbandingan antara bobot
hati terhadap bobot tubuhnya. Nilai IHS akan pada akhir penyuntikan akan
semakin menurun karena pada tahap tersebut proses vitelogenesis akan berhenti

18
karena vitelogenin dalam hati akan dialirkan melalui pembuluh darah ke oosit
hingga oosit mencapai ukuran maksimum. Proses vitelogenesis terjadi dalam hati
yaitu terbentuknya vitelogenin oleh estradiol-17 yang akan dilepaskan ke
pembuluh darah yang secara perlahan akan diserap oosit yang disertai dengan
pertambahan ukuran diameter telur. Sedangkan nilai IHS pada OODEV 0
mengalami peningkatan yang disebebkan proses pembentukan vitelogenin di hati
masih berlangsung.
Diameter telur yang diamati pada penelitian ini adalah telur dari OODEV
0,25 dan OODEV 0,5, sedangkan OODEV 0 telur masih belum dapat dihitung
karena belum mengalami perkembangan telur. Diameter rata-rata telur pada
OODEV 0,25 dan OODEV 0,5 yaitu 0,70±0,12 mm dan 0,58±0,14 mm.
Berdasarkan kriteria tingkat kematangan gonad mengacu pada Siregar (1999)
menunjukkan bahwa OODEV 0,25 telah mencapai tingkat kematangan gonad III
sedangkan OODEV 0,5 mencapai tingkat kematangan gonad II. Pada kondisi
lapang, induk penelitian ini masih belum dapat dipijahkan karena masih belum
mencapai tingkat kematangan akhir. Berdasarkan hasil histologinya, OODEV 0,25
berada pada fase maturing dan mature. Oosit membentuk kantung kuning telur,
sitoplasma berwarna ungu, kemudian inti mulai tampak. Ukuran diameter telur
bergantung pada jenis ikannya. Ikan botia mencapai tingkat kematangan gonad
pada ukuran diameter telur 1-1,2 mm, tiger catfih 1,3-1,4 mm, sedangkan ikan
trout mencapai 4,0 mm (Billard 1982, Satriyani et al 1999 dalam Satriyani 2008).
Saat menjelang ovulasi akan terjadi peningkatan diameter telur yang disebabkan
adanya pengisian oleh masa kuning telur yang homogen akibat adanya
peningkatan kadar estrogen dan vitelogenin. Ukuran telur juga berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup larva berkaitan dengan ketersediaan cadangan
makanan pada yolk.
Induk ikan patin siam mencapai tingkat kebuntingan pada OODEV 0,
OODEV 0,25, dan OODEV 0,5 masing-masing adalah 25%, 100%, dan 88%.
OODEV 0,25 lebih baik dibanding perlakuan lain karena semua induk mengalami
perkembangan gonad 100%. Penelitian sebelumnya (Samara 2010) menyebutan
bahwa penggunaan PMSG 10 IU/kg induk dan HCG 5 IU/kg induk memberikan
hasil terbaik dibanding penggunaan PMSG 20 IU/kg induk dan HCG 10 IU/kg
induk yaitu dengan tingkat kebuntingan 100% dan kelangsungan hidup larva
sebesar 98,63%.
Berdasarkan parameter fekunditas, IKG, IHS diameter telur, dan tingkat
kebuntingan diketahui bahwa OODEV 0,25 lebih baik dibanding OODEV 0,5
yang artinya hanya dengan dosis yang rendah dapat memberikan pengaruh yang
lebih baik dibanding perlakuan lainnya. Kelebihan dosis hormon akan
menyebabkan adanya feedback negatif dari otak sehingga terbentuk kombinasi
sistem peghambat yang menyebabkan terjadinya keseimbangan respon.
Penggunaan PMSG sebelumnya telah berhasil dilakukan untuk
memijahkan mamalia diluar musim pemijahannya. Gates dan Bozarts (1978)
dalam penelitiannya berhasil membuat tikus hibrid matang gonad pada usia 2-27
hari dengan dosis PMSG 2,5 IU. Oleh sebab itu penggunaan PMSG diujikan
untuk mempercepat kematangan gonad pada ikan. PMSG terdiri atas Follicle
Stimulatting Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) yang membantu
merangsang terbentuknya foloke, merangsang pertumbuhan sel-sel interstitial dan
merangsang terbentuknya sel-sel lutea.

19
Antidopamin merupakan bahan kimia yang dapat menghentikan kerja
dopamin, sedangkan dopamin adalah bahan kimia yang dapat menghambat pelepasan
hormon dari pituitari dan juga menghambat pituitari dalam merespon penyuntikan
LHRHa (Harker 1992 dalam Prasetya 2002). Saleh (2009) menyebutkan bahwa
penggunaan antidopamin 10 mg/l secara tunggal pada ikan sumatra (Puntius
tetrazona) tidak mampu mempercepat kematangan gonad dan proses ovulasi dalam
24 jam karena diduga tidak bisa memaksa otak untuk mengeluarkan LHRH yang
disebabkan masih berjalannya proses vitelogenesis. Penggunaan aromatase inhibitor
dan antidopamin berperan dalam proses reproduksi ikan yaitu pada tahap pematangan
gonad (final maturation) dan ovulasi pada induk ikan betina. Hasil menunjukkan ikan
berhasil bunting 100% pada OODEV 0,25 dan 88% pada OODEV 0,5 namun belum
sampai pada tahap pematangan akhir telur (final maturation).
Diasumsikan fekunditas ikan patin siam sebanyak 150.000 butir/kg induk, SR
larva 67%, harga larva Rp 5,00/ekor, dan harga benih 1 inci Rp 80,00/ekor. Jumlah
larva yang menetas sebanyak 100.000 ekor, sehingga pemasukan penjualan larva Rp
500.000,00 dan pemasukan benih 1 inci Rp 8.000.000,00 dalam 1 siklus pemijahan
per kilogram induk. Harga penyuntikan hormon OODEV (dosis 0.25 ml/kg dilakukan
4 kali penyuntikan) Rp 25.000,00 untuk satu kali pemijahan (diasumsikan 1 ampul
OODEV Rp 250.000,00). Penggunaan hormon OODEV dibanding tanpa diinduksi
hormon dapat meningkatkan frekuensi pemijahan menjadi 4 kali lipat per tahun
dibanding tanpa menggunakan OODEV hanya 1 kali setahun. Sehingga didapatkan
pemasukan hasil penjualan meningkat 4 kali lipat yaitu sebesar Rp 2.000.000,00
untuk penjualan larva dan Rp 32.000.000,00 untuk penjualan benih 1 inci. Biaya
pengeluaran kebutuhan hormon hanya 5% dari hasil penjualan larva dan 0.31% dari
hasil penjualan benih 1 inci. Penggunaan hormon OODEV sangat ekonomis
digunakan untuk meningkatkan frekuensi pemijahan dan biaya pemasukan yang jauh
lebih tinggi juga.
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui dosis penyuntikan hormon
OODEV yang efektif untuk meningkatkan pemijahan ikan patin siam. Secara alami
ikan patin siam akan mengalami pematangan gonad setelah 6 bulan. Pada penelitian
ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan hormon OODEV dengan 0,25 ml/kg
bobot tubuh dapat mempercepat kebuntingan ikan pada minggu ke-2 dan 4. Sehingga
penggunaan hormon ini dapat meningkatkan produksi budidaya ikan patin siam

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penyuntikan calon induk ikan patin siam P. hypopthalamus ukuran 3 kg
dengan menggunakan hormon OODEV dosis 0,25 ml/kg dengan interval waktu 2
minggu sekali efektif dapat mempercepat kematangan gonad dalam waktu 4
minggu dengan tingkat kematangan gonad III.
Saran
Induksi pematangan gonad calon induk patin dapat menggunakan hormon
OODEV dosis 0,25 ml/kg per 2 minggu minimal 3 kali penyuntikan (6 minggu).

20

DAFTAR PUSTAKA
Affandi R. Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air.Unri Press, Riau.
Bernier NJ, Kraak GV, Farrel, Brauner CJ. 2009. Fish neuroendocrinology.in : fish
physilogy Vol 28. by : Farrel AP and Brauner CJ. first edition. academic press.
London. 537 p.
Effendi MI. 2002. Biologi Perikanan. Bogor (ID) : Yayasan Pusaka Nusantara
Elis. 2003. Hubungan perubahan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonad (TKG)
dengan ukuran ikan belut sawah Monopterus albus di Desa Kahuripan,
Kecamatan Tawang, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Febrina C. 2010. Rekayasa Rematurasi Ikan Patin Siam Pangasianodon
hypopthalamus dengan Penyuntikan Hormon PMSG dan HCG serta
Penambahan Vitamin Mix 100mg/kg pada Pakan. [skripsi]. Bogor (ID)
Institut Pertanian Bogor.
Gates AH., Bozarts JL. 1978. Ovulation in the PMSG-treated Immature Mouse :
Effect of Dose, Age, Weight, Puberty, Season, an