Analisis Biaya Produksi Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen pada Usaha Madu D-Bee’s di Sindangkerta, Bandung Barat

ANALISIS BIAYA PRODUKSI MADU HUTAN, MADU POLLEN
DAN POLLEN PADA USAHA MADU D-BEE’S DI
SINDANGKERTA, BANDUNG BARAT

HERALDY RISVA SIREGAR

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya
Produksi Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen pada Usaha Madu D-Bee’s di
Sindangkerta, Bandung Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Heraldy Risva Siregar
NIM E24090089

ABSTRAK
HERALDY RISVA SIREGAR. Analisis Biaya Produksi Madu Hutan, Madu
Pollen dan Pollen pada Usaha Madu D-Bee’s di Sindangkerta, Bandung Barat.
Dibimbing oleh EG TOGU MANURUNG.
Madu merupakan hasil hutan bukan kayu yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan. Madu dihasilkan lebah dan bermanfaat sebagai vitamin untuk
daya tahan tubuh dan juga sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit.
Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh besaran biaya produksi yang
diperlukan untuk mendapatkan madu agar dapat menentukan harga pokok Madu
Hutan, keuntungan yang akan diperoleh, mengetahui titik impas dalam melakukan
usaha perlebahan madu dan mengetahui nilai profitabilitas yang dapat diperoleh
dari pengusahaan lebah. Adapun biaya produksi yang harus dikeluarkan dalam 1
tahun untuk produksi madu sebesar Rp135 627 646/tahun dengan biaya tetap
sebesar Rp59 769 646/tahun dan biaya variabel sebesar Rp75 858 000/tahun

dengan titik impas pada pengusahaan madu pada saat penjualan tahun sebesar 151
kg/tahun untuk Madu Hutan dan 60 kg/tahun untuk masing-masing Madu Pollen
dan Pollen. Nilai profitabilitas yang diperoleh dari usaha perlebahan madu ini
sebesar 127.20%. Berdasarkan analisis biaya ini, pemilik lebah mendapatkan
keuntungan yang besar dari pekerjaannya sebagai peternak lebah.
Kata kunci: biaya produksi, Hasil Hutan Bukan Kayu, madu hutan, profitabilitas,
titik impas

ABSTRACT
HERALDY RISVA SIREGAR. Cost Production Analysis of Forest Honey,
Pollen Honey and Pollen at trade D-Bee’s Honey in Sindangkerta, West Bandung.
Supervised by EG TOGU MANURUNG.
Honey is a non wood forest products that very potential to be developed.
Honey comes from bees that can be used as a vitamin for the immune system and
also frequently used to treat a variety of diseases. The objective of this research
are to obtain the necessary amount of production costs to get the honey in order to
determine the cost of Forest Honey, benefits to be derived, knowing the break
even point in doing the business of honey bee and know the value of profitability
which can be obtained from the exploitation of bees. The total cost production to
be incurred in one year for honey production is IDR135 627 646/year which the

fix cost is IDR59 769 646/year and the variable cost is IDR75 858 000/year.
Value of Break Even Point on the cultivation of honey at the time of sale of the
year amounted to 151 kg/year for Honey forest and 60 kg/year for each Honey
Pollen and Pollen . Value of Return on Investment from the honey bee business
by 127.20% . Based on the result of this analysis, the owner get high profit from
his work as beekeepers.
Keywords: Break Even Point, forest honey, Non Wood Forest Product, production
cost, Return on Investment

ANALISIS BIAYA PRODUKSI MADU HUTAN, MADU POLLEN
DAN POLLEN PADA USAHA MADU D-BEE’S DI
SINDANGKERTA, BANDUNG BARAT

HERALDY RISVA SIREGAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan


DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Biaya Produksi Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen
pada Usaha Madu D-Bee’s di Sindangkerta, Bandung Barat
Nama
: Heraldy Risva Siregar
NIM
: E24090089

Disetujui oleh

Dr Ir EG Togu Manurung, MS
Pembimbing

Diketahui oleh


Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan anugrah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini
ialah biaya produksi, dengan judul Analisis Biaya Produksi Madu Hutan, Madu
Pollen, Pollen pada Usaha Madu D-Bee’s di Sindangkerta, Bandung Barat.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir E. G. Togu Manurung,
MS selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Bintang CH Simangunsong dan Ibu Ir
Hotnida CH Siregar yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Undang dari Badan Pusat Statistik,
dan Bapak Debby Bustomi dan karyawan dari peternak lebah yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada papi, Ir R. Siregar, mami, E br Sibarani abang Hans, adek Cindy, tulang

Ferry serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga
menyampaikan terima kasih orang yang dikasihi, Cipta, Setia, Romi, Dennis,
Diego, Irene, Jon, Yosep, Evi, Dea, Ega, Dafi, Ari, kepada teman – teman PMK,
KPA dan teman-teman seperjuangan di THH 46, sukses buat kita semua.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan.
Segala kritik dan saran akan penulis terima dengan senang hati dan bijaksana.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, Februari 2014
Heraldy Risva Siregar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan tempat

2

Bahan

2


Alat

2

Prosedur Analisis Data

3

Metode Analisis Data

3

Sistem Pemasaran dan Dampak Usaha Madu Hutan Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5


Keadaan Umum Pengusahaan Lebah Madu

5

Biaya Pengusahaan Lebah Madu

7

Analisis Break Even Point

9

Analisis Profitabilitas

9

Perbandingan Usaha Madu D-Bee’s dengan Penelitian Sebelumnya

10


Dampak terhadap Kesejahteraan Masyarakat dan Lingkungan

12

Pemasaran

13

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

RIWAYAT HIDUP

23

DAFTAR TABEL
1 Komponen penyusun biaya produksi Madu D-Bee’s
2 Biaya usaha Madu D-Bee's
3 Total penjualan dan pendapatan dari usaha Madu Hutan, Madu Pollen
dan Pollen
4 Komponen BEP pengusahaan Madu D-Bee’s
5 Komponen ROI pengusahaan Madu D-Bee’s

3
8
8
9
9

DAFTAR GAMBAR
1 Peternakan lebah Madu D-Bee’s
2 Kaliandra
3 Kemasan produk dalam botol

5
6
7

DAFTAR LAMPIRAN
Biaya tetap Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen
Biaya variabel Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen
Biaya produksi Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen
Produksi dan pendapatan Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen
Perhitungan Break Even Point Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen
6 Perhitungan Return on Investmen Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen

1
2
3
4
5

15
17
19
20
21
22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan memiliki tiga sumber daya yaitu hasil hutan kayu, hasil hutan bukan
kayu, dan jasa lingkungan. Selama ini manusia memiliki paradigma yang
bertumpu pada hasil hutan kayu (Puslitbang 2013), hal ini membuat hutan
mengalami kerusakan dan jumlah produksi kayu semakin menurun. Laju
kerusakan hutan di Indonesia saat ini cukup tinggi dibandingkan dengan negara
lain. Laju deforestasi hutan Indonesia mencapai 610,375. 92 hektar (ha) per tahun
dan tercatat sebagai tiga besar di dunia (Periyansyah 2013). Oleh karena itu perlu
adanya pengembangan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu sehingga tidak lagi
terfokus pada hasil hutan kayu.
Hasil Hutan Bukan Kayu adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun
hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari
ekosistem hutan (Peraturan Menteri Kehutanan 2009), salah satunya adalah madu
hutan. Madu hutan merupakan salah satu produk hasil hutan bukan kayu hewani
yang dihasilkan Apis cerana dan Apis dorsata. Pengusahaan lebah madu tidak
hanya memproduksi madu hutan, namun juga memproduksi royal jelly, bee
venom, propolis, pollen dan lilin lebah (wax). Peternak lebah madu ada yang
menggabungkan antara madu hutan dan pollen sehingga menghasilkan produk
turunan yang dikenal dengan madu pollen. Semua produk lebah tersebut memiliki
manfaat yang besar.
Indonesia sangat cocok untuk pengusahaan lebah madu. Luas hutan
Indonesia sebesar 136 juta ha, memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi
30,000–40,000 jenis tumbuhan yang menyebar di seluruh kepulauan (Suwardi dan
Gusmailina 2006). Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia sangat berpotensi
dalam pengembangan pengusahaan lebah madu. Namun, Indonesia masih
memiliki sedikit jumlah peternak lebah yang membuat total produsksi madu
nasional sekitar 1,000–1,500 ton per tahun lebih kecil dari tingkat kebutuhan
madu nasional sekitar 4,000 ton per tahun (BKPM 2014)
Sedikitnya jumlah peternakan lebah madu di Indonesia disebabkan oleh
besarnya modal yang diperlukan untuk memulai usaha ini. Saat ini untuk
mendapatkan modal yang besar masih cukup sulit, apalagi bagi masyarakat sekitar
hutan. Selain itu juga informasi dan pengetahuan tentang tata cara pengelolaan
lebah yang baik juga belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Melihat
kondisi ini sebaiknya pemerintah mengembangkan usaha budidaya lebah madu
karena wilayah Indonesia berpotensi sebagai tempat pengembangan lebah madu.
Sebagai salah satu usaha untuk mengembangkan usaha budidaya lebah madu
maka penulis melakukan penelitian mengenai analisis biaya pengusahaan lebah
madu.

Perumusan Masalah
Hal yang mendasar dalam melakukan usaha perlebahan adalah mengetahui
aliran dana yang diperlukan agar usaha perlebahan dapat tercapai. Penelitian
mengenai aliran dana akan digunakan untuk mengetahui biaya produksi madu,

2
menghitung harga pokok dan mengetahui kapan keadaan titik impas (break event
point) serta nilai keuntungan yang diperoleh dalam melakukan usaha perlebahan.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menghitung biaya produksi Madu Hutan, Madu
Pollen dan Pollen serta mengetahui tingkat Break Even Point (BEP) dan Return
on Invenstment (ROI) dari pengusahaan lebah madu.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada peternak
lebah tentang komponen biaya produksi untuk kepentingan pengelolaan dan
pengendalian biaya, serta memberikan informasi kepada mahasiswa dan
masyarakat tentang proses pengelolaan Madu Hutan serta memotivasi dan
meningkatkan minat mahasiswa dan masyarakat dalam mengembangkan produk
hasil hutan bukan kayu lainnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah menghitung biaya tetap dan
variable, menghitung biaya penyusutan, menghitung bunga modal dari usaha
budidaya lebah madu dan mengetahui tingkat BEP dan ROI agar meningkatkan
minat masyarakat mengembangkan usaha perlebahan.

METODE
Waktu dan tempat
Kegiatan penelitian dilaksanakaan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan
Desember 2013 dan bertempat di Desa Mekarwangi, Kecamatan Sindangkerta,
Kabupaten Bandung Barat.

Bahan
Bahan yang diperlukan berupa data-data produksi madu dan rincian aliran
dana yang dikeluarkan untuk melakukan usaha perlebahan.

Alat
Perangkat lunak seperti Ms. office & Ms. excel 2007 dan perangkat keras
berupa laptop.

3
Prosedur Analisis Data
Kegiatan penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan, yaitu pengambilan data
barang yang dibutuhkan dalam proses produksi, pengambilan data jumlah
produksi, pengambilan data alur dana yang digunakan, melakukan perhitungan
data, penyajian data, dan analisis data.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer dikumpulkan dengan cara pengukuran langsung dan
wawancara di lapangan, sementara data sekunder dikumpulkan dengan pencatatan
data yang tersedia di daerah peternak atau pengutipan dari laporan dan literatur
yang berkaitan.

Metode Analisis Data
Analisis yang dilakukan adalah analisis biaya produksi, analisis break even
point, analisis profitabilitas (ROI), analisis sistem pemasaran produk dan dampak
usaha pengelolaan Madu Hutan terhadap kesejahteraan masyarakat.
Analisis Biaya Produksi
Analisis biaya produksi madu hutan dilakukan untuk mengetahui struktur
biaya yang diperlukan dan besarnya keuntungan yang dapat diperoleh peternak.
Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Komponen-komponen
biaya dalam memproduksi madu hutan dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1 Komponen penyusun biaya produksi madu hutan
Jenis data
Biaya tetap

Biaya variabel

Komponen
Penyusutan dan bunga modal untuk penyediaan lahan dan
gubuk kerja
Pembuatan kotak lebah
Pengadaan bibit lebah
Alat pengeringan / oven
Gaji karyawan tetap
Biaya bahan baku
Biaya bahan penolong
Upah karyawan panen

Biaya Tetap
Biaya tetap yang dimaksud meliputi biaya penyusutan dan bunga modal
untuk penyediaan lahan dan gubuk kerja, gaji karyawan tetap, pembuatan kotak
lebah, pengadaan bibit lebah dan penyusutan alat pengeringan.
Biaya penyusutan dan bunga modal dilakukan terhadap komponen modal
tetap, yaitu gubuk kerja, kotak lebah, bibit lebah, dan alat pengeringan. Menurut
Kuswadi (2005), biaya penyusutan dan bunga modal dapat dihitung dengan
metode garis lurus seperti pada persamaan (1), sedangkan bunga modal dihitung
dengan menggunakan persamaan (2).

4
............................................... (1)
Keterangan:
Dj = Depresiasi dari investasi ke-j (Rp/tahun);
Pj = Harga beli dari investasi ke-j (Rp);
Rj = Nilai sisa (rongsokan) dari investasi ke-j (rp);
Nj = Masa pakai ekonomis dari investasi ke-j (tahun);
j = 1,2,3…,n ; jenis mesin dan peralatan yang digunakan dalam
proses produksi
{

}

………….. (2)

Keterangan:
Mj = Bunga modal dari investasi ke-j (Rp/tahun);
Pj = Harga beli dari investasi ke-j (Rp);
Rj = Nilai sisa (rongsokan) dari investasi ke-j (rp);
Nj = Masa pakai ekonomis dari investasi ke-j (tahun);
= Tingkat bunga per tahun (% per tahun)
j = 1,2,3…,n ; jenis mesin dan peralatan yang digunakan dalam
proses produksi

Gaji karyawan tetap untuk setiap yang diproduksi didapatkan dengan
persaman:
………………………………… (3)
Keterangan:
Bg = Biaya gaji per tahun (Rp)
Gt = Gaji yang dikeluarkan setiap tahun (Rp/tahun)
Q = Rata-rata produksi madu hutan per tahun (liter/tahun)
Biaya Variabel
Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan penolong dan
biaya upah karyawan panen .
Analisis Break Even Point
Titik break even point menunjukkan total jumlah produksi minimal supaya
perusahaan tidak menderita kerugian (Gilarso 2003). Perhitungan break even point
dilakukan dengan menggunakan persamaan (4).
x F…………………………… (4)
Keterangan:
NBEP = Tingkat produksi madu hutan pada titik impas (kg/tahun)
Qj = Total produksi madu hutan setahun (kg/tahun)
R
= Penerimaan total dari penjualan madu hutan setahun (Rp/tahun)
C
= Biaya variabel total dari penjualan madu hutan setahun (Rp/tahun)
F = Biaya tetap total dari penjualan madu hutan setahun (Rp/tahun)

5
Analisis Profitabilitas (ROI)
Analisis profitabilitas dilakukan untuk melihat kemampuan perusahaan
dalam memperoleh keuntungan. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh
keuntungan dapat dilihat dari nilai ROI yang dihasilkan. Jika nilai ROI yang
dihasilkan perusahaan semakin besar, maka laba bersih yang dihasilkan juga akan
semakin besar. Nilai ROI dihitung dengan menggunakan persamaan (5).
……………… (5)
Keterangan:
ROI = Kemampuan perusahaan memperoleh laba (%)
NI = Laba bersih yang dihasilkan perusahaan (Rp/tahun)
AV = Semua aset/modal yang dimiliki perusahaan (Rp/tahun)

Sistem Pemasaran dan Dampak Usaha Madu Hutan Terhadap
Kesejahteraan Masyarakat
Analisis sistem pemasaran produk dilakukan secara deskriptif dengan cara
melihat rantai pemasaran produk tersebut mulai dari produsen hingga ke
konsumen, sedangkan analisis dampak usaha madu hutan terhadap masyarakat
dilakukan untuk mengetahui manfaat keberadaan usaha tersebut bagi masyarakat
dari segi tingkat pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan keadaan lingkungan
sekitar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Pengusahaan Lebah Madu
Madu hutan ini diprakarsai oleh Bapak RO.Yoesoef kemudian diwariskan
kepada anak beliau Bapak Debby Bustomi. Perlebahan madu hutan ini berada di
Desa Mekarwangi, Kecamatan Sindangkerta, Kabupaten Bandung Barat. Dalam
melakukan usaha perlebahan, Bapak Debby Bustomi melakukan persiapan lahan
untuk menempatkan kotak lebah di dekat gubuk kerja beliau. Gambar 1
menunjukkan peternakan lebah Madu D-Bee’s.

Gambar 1 Peternakan lebah Madu D-Bee’s

6
Sejarah dalam melakukan usaha perlebahan ini dimulai pada tahun 1978 oleh
Bapak alm. Yoesoef dengan teknik perlebahan modern yaitu teknik menggunakan
kotak lebah dan bingkai untuk sarang lebah di daerah Sukabumi, Gunung Arca.
Pada kisaran tahun 1978 – 1979, Beliau mendapatkan bantuan dana (Hibah) dari
IBRA, WHO dan FAO. Pada tahun 1980, Bapak alm Yoesoef mengembangkan
Pusat Perlebahan Nasional (Pusbahnas) di Parung Panjang dan di tahun 1982,
Beliau pensiun dari Perhutani kemudian mengembangkan sendiri bersama anak
beliau, Bapak Debby Bustomi. Dalam menjalankan kegiatan perlebahan, Bapak
Debby Bustomi memiliki teman sekerja dan membuat sebuah sistem yaitu inti
plasma dimana masyarakat khususnya anak muda karang taruna diajarkan untuk
mengurusi lebah dan hutan yang digunakan sebagai tempat lebah mencari nektar
sebagai makanannya.
Jenis pakan lebah yang berada di Desa Mekarwangi, Kecamatan
Sindangkerta didominasi pohon Kaliandra (Gambar 2). Selain pohon Kaliandra, di
sana juga terdapat pohon Pinus, Kopi, Mahoni dan beberapa pohon lokal yang
hanya diketahui oleh para tetua di daerah tersebut. Pohon Kaliandra di Desa
Mekarwangi dijaga dan dilindungi oleh Pak Debby dan beberapa orang yang
bekerja dalam pengusahaan Madu D-Bee’s. Pak Debby memasang tanda larangan
penebangan agar masyarakat tidak menebang pohon Kaliandra. Selain itu, Pak
Debby dengan sengaja melakukan penanaman pohon Kaliandra agar pakan untuk
lebah tetap tersedia. Penanaman pohon Kaliandra dilakukan karena pohon ini
menghasilkan sari bunga yang lebih banyak dibandingkan dari pohon lainnya.
Biaya untuk menanam, merawat dan memelihara pohon Kaliandra tidak dilakukan
pada analisis biaya produksi Madu D-Bee’s karena benih pohon Kaliandra
didapatkan dari pohon Kaliandra yang sudah ada dan setelah ditanam tidak
dilakukan perawatan dan pemeliharaan yang intens sehingga tidak memerlukan
biaya yang besar. Jadi, pada analisis biaya produksi Madu D-Bee’s, penanaman,
pemeliharaan, dan perawatan pohon Kaliandra diasumsikan tidak ada.

Gambar 2 Kaliandra
Selain menjual madu murni, Bapak Debby juga memproduksi madu olahan
seperti Madu Pollen dan Pollen saja. Madu Pollen merupakan hasil
pencampuran antara madu hutan (KA 21%) dan bee pollen kering dengan
perbandingan 1:1. Semakin rendah tingkat kadar air madu maka semakin tinggi
kualitas madu tersebut (Sihombing, 1997).
Di Indonesia, madu dihasilkan dari beberapa jenis lebah madu diantaranya:
Apis andreniyormis, Apis dorsata, Apis cerana, Apis koschevnikovi, Apis nigrocicta,
dan Apis mellifera.Dari berbagai jenis lebah madu tersebut, jenis Apis dorsata
merupakan lebah madu Asia yang paling produktif dalam menghasilkan madu.

7
Lebah ini membuat sarang dengan hanya satu sisiran yang menggantung di dahan
dan ranting pohon, langit-langit terbuka dan tebing jurang bebatuan. Karena itu
sampai sekarang para ilmuwan belum berhasil membudidayakan lebah Apis dorsata
dalam bentuk tertutup (Novandra 2013).
Bapak Debby mencari madu hutan yang diproduksi oleh Apis dorsata dan
Apis cerana. Madu dari Apis dorsata didapatkan Pak Debby secara insidental dan
madu dari Apis cerana didapatkan dari cara penggembalaan yang tidak memerlukan
perawatan khusus. Pada perhitungan analisis biaya ini, diasumsikan biaya total
merupakan rata-rata dari madu yang dihasilkan oleh Apis dorsata dan Apis cerana.
Cara pengambilan madu hutan Apis dorsata menggunakan teknik pengasapan dan
teknik frontal. Tetapi karena merasa teknik pengasapan akan mencemarkan atau
memberi polusi asap pada madu, maka Bapak Debby lebih suka menggunakan
teknik frontal yaitu langsung mengusir lebah menggunakan tangan dan memotong
sarang yang ada di atas pohon yang kemudian akan jatuh ke bawah ke tempat yang
telah disediakan oleh partner kerja Bapak Debby Bustomi.
Setelah sarang lebah dipanen, sarang dimasukkan ke dalam ekstraktor agar
cairan madu keluar. Selesai diekstrak, cairan madu diberikan perlakuan dengan
memasukkan ke dalam oven penjemuran agar kadar air madu dapat berkurang.
Madu yang sudah dikondisikan kemudian dikemas ke dalam botol. Untuk Madu
Hutan dan Madu Pollen dikemas ke dalam botol berukuran 250 mg sedangkan untuk
Pollen dimasukkan ke dalam botol berukuran 100 mg. Gambar 3 menunjukkan
contoh kemasan produk Madu D-Bee’s.

Gambar 3 Kemasan produk dalam botol

Biaya Pengusahaan Lebah Madu
Biaya pengusahaan Madu Hutan dalam penelitian ini dihitung selama satu
tahun, yaitu pada tahun 2012. Untuk biaya penanaman, perawatan, dan
pemeliharaan pohon Kaliandra tidak dimasukkan ke dalam perhitungan analisis
biaya dan untuk pembagian biaya Apis dorsata dan Apis cerana tidak dilakukan
karena madu dari Apis dorsata didapatkan secara insidental yang tidak dapat
dihitung secara konstan. Komponen biaya tetap pada usaha Madu Hutan terdiri
dari: penyusutan (depresiasi), bunga modal, biaya pemeliharaan inventaris,
listrik serta gaji tetap. Komponen penyusun biaya variabel pada usaha Madu
Hutan terdiri dari biaya material, biaya upah dan biaya pemasaran produk Madu
Hutan. Jumlah biaya tetap dan biaya variabel untuk pengusahaan Madu D-Bee’s
dapat dilihat pada Tabel 2.

8
Tabel 2 Biaya usaha Madu D-Bee’s
Kegiatan
Biaya tetap
Depresiasi
Bunga
modal
Gaji tetap
Pemeliharaa
n inventaris
Listrik
Biaya
variabel
Material
Pemasaran
Upah

Satuan
Rp/tahun
Rp/tahun

Total
59,769,646
11,840,500

Madu Hutan
35,158,615
6,965,000

Madu Pollen
7,031,723
1,393,000

Pollen
17,579,308
3,482,500

Rp/tahun

5,929,146

3,487,733

697,547

1,743,866

Rp/tahun

25,200,000

14,823,529

2,964,706

7,411,765

Rp/tahun

12,000,000

7,058,824

1,411,765

3,529,412

Rp/tahun

4,800,000

2,823,529

564,706

1,411,765

Rp/tahun

75,858,000

44,622,000

8,925,000

22,311,000

Rp/tahun
Rp/tahun
Rp/tahun

Total

Rp/tahun

30,308,000
42,550,000
3,000,000
135,627,646

17,828,000
25,029,000
1,765,000
79,780,615

3,566,000
5,006,000
353,000
15,956,723

8,914,000
12,515,000
882,000
39,890,308

Sumber : peternak (data diolah)
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa besarnya biaya usaha Madu D-Bee’s
adalah Rp135 627 646/tahun. Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya
variabel. Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa biaya tetap lebih kecil daripada
biaya variabel yaitu total biaya tetap sebesar Rp59 769 646/tahun dan total biaya
variabel sebesar Rp75 858 000/tahun. Biaya tetap ini lebih kecil daripada biaya
variabel disebabkan karena produksi madu hutan tidak memerlukan peralatan
perlebahan dan inventaris yang mahal. Selain itu, biaya variabel yang diperlukan
termasuk besar dari segi material, pemasaran dan upah pemanenan. Komponen
biaya tetap, biaya variabel dan biaya total dari usaha Madu D-Bee’s dapat dilihat pada
Lampiran 1 , Lampiran 2 dan Lampiran 3.
Pemilik perlebahan Madu D-Bee’s telah menetapkan besarnya keuntungan
yang diinginkan. Oleh karena itu, harga pokok penjualan dihitung dengan
menggunakan harga penjualan yang diberikan peternak. Adapun total produksi
dan pendapatan yang dicapai oleh peternak Madu D-Bee’s dalam setahun dapat
dilihat dari Tabel 3.
Tabel 3 Total produksi dan pendapatan usaha Madu D-Bee’s
Jenis Produk
Madu Hutan
Madu Pollen
Pollen
Total

Satuan (gram)
250
250
100
600

Harga
(Rp/botol)
50,000
55,000
65,000
170,000

Produksi
(botol/tahun)
2,000
800
2,000
4,800

Pendapatan
(Rp/tahun)
100,000,000
44,000,000
130,000,000
274,000,000

Sumber : peternak (data diolah)
Harga jual dan pendapatan dari pengusahaan Madu D-Bee’s dapat dilihat
pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat diketahui pendapatan total pengusahaan Madu DBee’s dari kapasitas produksi berjumlah 4800 botol/tahun atau sebesar 900 kg/tahun
sebesar Rp274 000 000. Mujetahid menulis dalam jurnal perennial bahwa jumlah hasil
pemanenan madu lebah hutan dalam setahun dapat mencapai 1601,25 kg. Dari
pendapatan total, dapat diketahui bahwa usaha ini tergolong usaha kecil. Adapun
perhitungan total pendapatan Madu D-Bee’s dapat dilihat di Lampiran 4.

9

Analisis Break Even Point
Analisis Break Even Point (BEP) digunakan untuk mengetahui pada tingkat
produksi berapa Madu D-Bee’s tidak mengalami keuntungan dan juga tidak
mengalami kerugian atau jumlah hasil produksi sama dengan jumlah biaya
produksi. Nilai Break Even Point pada pengusahaan Madu D-Bee’s dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4 Komponen BEP pengusahaan Madu D-Bee’s
Jenis
Produk

Total
produksi
(kg/tahun)

Madu
Hutan
Madu
Pollen
Pollen
Total

Penerimaan
total
(Rp/tahun)

Biaya variabel
total
(Rp/tahun)

Biaya tetap
total
(Rp/tahun)

BEP
(kg/tahun)

500

100,000,000

44,622,000

35,158,615

151

200

44,000,000

8,925,000

7,031,723

60

200

130,000,000

22,311,000

17,579,308

60

900

274,000,000

75,858,000

59,769,646

271

Sumber : peternak (data diolah)
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa tingkat BEP pengusahaan
Madu D-Bee’s dicapai pada berbagai tingkat produksi seperti terlihat pada Tabel
4. Untuk Madu Hutan berkisar 151 kg/tahun, sedangkan Madu Pollen 60
kg/tahun dan Pollen 60 kg/tahun. Adapun tingkat BEP total Madu D-Bee’s
adalah 271 kg/tahun. Cara perhitungan Break Even Point dari usaha Madu DBee’s dapat dilihat pada Lampiran 5.

Analisis Profitabilitas
Kemampuan suatu usaha dalam memperoleh laba dapat dilihat dari nilai
profitabilitas atau ROI (Return on Investment). Semakin besar nilai ROI yang
diperoleh oleh suatu kegiatan usaha maka laba bersih yang dihasilkan oleh suatu
usaha akan semakin besar. Komponen untuk menghitung ROI pada
pengusahaan Madu D-Bee’s dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Komponen ROI pengusahaan Madu D-Bee’s
Jenis Produk
Madu Hutan
Madu Pollen
Pollen
Total

Penerimaan Total
(Rp/tahun)
100,000,000
44,000,000
130,000,000
274,000,000

Total Biaya
Total Investasi
(Rp/tahun)
(Rp/tahun)
79,780,615
15,956,723
39,890,308
135,627,646
108,783,000

Dengan skala usaha yang tergolong kecil, pengusaha Madu D-Bee’s ini
mempunyai nilai ROI sebesar 127.20%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
usaha ini menghasilkan laba sebesar 127.20% dari jumlah investasi atau modal
yang ditanamkan pada usaha Madu D-Bee’s. Dengan tingkat suku bunga bank
9.75% per tahun maka ROI pada pengusahaan Madu D-Bee’s berada jauh
di atas suku bunga bank. Hal ini berarti dengan menjalankan usaha ini peternak

10
akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari pada menyimpan uang di
bank.
Pengusaha Madu D-bee’s ini memiliki untung yang besar karena tidak
memerlukan biaya besar untuk membeli mesin produksi madu. Cukup dengan
peralatan yang sederhana sudah bisa mendapatkan nilai tambah ekonomi yang
cukup besar. Selain itu, pemilik usaha Madu D-Bee’s menjual produk madunya
secara eceran (botol), sehingga harga jual di pasaran menjadi jauh lebih tinggi
daripada secara curah (kiloan).Untuk perhitungan dari ROI dapat dilihat pada
Lampiran 6.
Walaupun usaha ini cukup menguntungkan dan layak untuk dikembangkan,
tetapi saat ini usaha tersebut belum banyak dilakukan di Indonesia. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor seperti modal usaha yang cukup besar serta
keterampilan dan keahlian dalam mengelola koloni lebah dengan baik. Saat ini
untuk mendapatkan modal yang besar masih cukup sulit, apalagi bagi
masyarakat di sekitar hutan. Informasi dan pengetahuan tentang tata cara
pengelolaan lebah yang baik juga belum banyak diketahui oleh masyarakat
luas, karena saat ini pelatihan tentang tata cara beternak lebah yang baik
belum banyak dilakukan di Indonesia. Selain itu, pengetahuan masyarakat
tentang manfaat lebah dalam membantu penyerbukan dan meningkatkan hasil
panen kurang, sehingga banyak masyarakat di daerah yang banyak terdapat
pakan lebah merasa kalau lebah itu akan mengganggu tanaman mereka dan
menurunkan hasil panen mereka.
Faktor lain yang menghambat perkembangan usaha perlebahan di Indonesia
adalah kondisi hujan dan kelembaban udara yang tinggi. Hal ini bertentangan
dengan sifat madu yang higroskopis (mudah menyerap air), sehingga
menyebabkan kadar air madu yang dihasilkan menjadi tinggi. Umumnya kadar air
madu alami Indonesia di atas 21 %. Madu yang baik memiliki kadar air kurang
dari 17% karena pada kondisi demikian madu akan terhindar dari fermentasi,
sehingga keasaman madu tetap rendah dan kadar sukrosa menurun. Salah satu
syarat madu untuk dapat diekspor adalah memiliki kadar air ± 17 %.
Dalam meningkatkan nilai jual suatu produk, maka penjual harus
memerhatikan mutu dari produk tersebut. Semakin bagus mutu dari suatu produk
maka harga jual dari produk tersebut akan semakin meningkat.

Perbandingan Usaha Madu D-Bee’s dengan Penelitian Sebelumnya
Penelitian mengenai biaya pengusahaan lebah madu sudah pernah
dilakukan sebelumnya oleh Kurniastuti (2004) di perlebahan milik rakyat dan
Perhutani, Nengsih (2007) di Perlebahan Putera Apiari, Gultom (2007) di
Perlebahan Puspa Alas Roban dan Leonard (2008) pada Usaha Madu Odeng di
Desa Bantar Jaya,. Namun demikian, keempat usaha tersebut memiliki kegiatan
yang berbeda dengan Madu D-Bee’s. Oleh karena itu perbandingan dilakukan
terhadap tingkat ROI-nya saja.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniastuti pada tahun 2004
dapat diketahui bahwa nilai ROI yang dihasilkan UP3 Regaloh adalah -71.63%,
sedangkan ROI UP3 Gunung Arca adalah -64.29% (A. mellifera) dan -38.74%
(A. cerana). Hal ini disebabkan oleh jumlah produksi madu yang sangat kecil,

11
sehingga pendapatan yang diperoleh lebih kecil dari biaya
yang
dikeluarkan. Nilai ROI yang negatif pada UP3 Regaloh dan UP3 Gunung Arca
(A. mellifera dan A. cerana) mengindikasikan bahwa perlebahan yang dikelolah
oleh Perhutani mengalami kerugikan. Rendahnya produksi madu yang
dihasilkan perlebahan milik Perhutani disebabkan oleh pengelolaan lebah
yang kurang optimal (Kurniastuti, 2004). Dari nilai ROI pada peternakan milik
rakyat yang diteliti Kurniastuti (2004), baik untuk perlebahan Harapan Maju
Semesta dan Kaliandra Sari menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk
dijalankan. Nilai ROI kedua peternakan tersebut berturut-turut adalah 81.03%
dan 236.71%. Nilai ROI Kaliandra Sari yang berada diatas 100% menunjukkan
bahwa Kaliandra Sari memiliki laba yang sangat besar.
Bila dibandingkan dengan Harapan Maju Semesta dan Kaliandra Sari,
nilai ROI Putera Apiari lebih kecil, yaitu hanya 63.18%. Hal ini disebabkan
karena skala usaha Putera Apiari lebih kecil dari Harapan Maju Semesta,
namun alasan yang sama tidak dapat digunakan untuk Kaliandra Sari. Dengan
memiliki 200 stup Kaliandra Sari memiliki ROI yang jauh lebih tinggi dari
pada Putera Apiari yang memiliki 400 stup. Hal ini terjadi karena Kaliandra
Sari menjual semua madunya dalam kemasan botol, sehingga memiliki harga
jual yang lebih tinggi dan keuntungan yang dihasilkan pun menjadi lebih
tinggi, sedangkan Putera Apiari menjual sebagian besar madunya secara
curah sehingga harga jualnya relatif lebih rendah. Selain itu juga semakin
banyak jumlah lebah yang dipelihara maka biaya variabel yang dihasilkan pun
menjadi lebih besar.
Nilai ROI pada perlebahan Puspa Alas Roban 19.79%. Bila dibandingkan
dengan penelitian Gultom (2007) pada perlebahan Puspa Alas Roban maka
nilai ROI perlebahan Perhutani lebih rendah dari pada Puspa Alas Roban,
namun nilai ROI Puspa Alas Roban lebih rendah dari pada perlebahan rakyat
lainnya. Hal ini terjadi karena skala usaha Puspa Alas Roban memang lebih
kecil dari ketiga perlebahan rakyat yang telah disebutkan. Selain itu, Puspa
Alas Roban menjual semua madunya secara curah sehingga harga jualnya
lebih rendah dan keuntungan yang diperoleh lebih rendah dari perlebahan rakyat
lainnya.
Bila dibandingkan dengan perlebahan Perhutani, Madu Odeng hasil
penelitian Leonard (2008) memiliki nilai ROI yang lebih tinggi, yaitu 49.25%,
namun nilai tersebut masih berada dibawah nilai ROI perlebahan Harapan Maju
Semesta dan Putera Apiari yang memiliki ROI di atas 50%. Tingginya nilai
ROI kedua perlebahan tersebut disebabkan oleh tingginya jumlah madu yang
diproduksi. Selain itu juga, seluruh madu yang diproduksi oleh
perlebahan Harapan Maju Semesta dan Putera Apiari merupakan madu
yang dihasilkan sendiri oleh kedua perlebahan tersebut, sedangkan Madu
Odeng sebagian besar madunya (80%) berasal dari pembelian dari peternak
lain. Akibatnya biaya produksi madu yang siap dijual menjadi tinggi. Jika
Madu Odeng dibandingkan dengan perlebahan Kaliandra Sari, maka Madu
Odeng memiliki nilai ROI yang lebih rendah dari pada Kaliandra Sari. Hal ini
terjadi karena madu yang diproduksi oleh perlebahan Kaliandra Sari juga
merupakan madu yang dihasilkan dari peternakan sendiri, sedangkan pada Madu
Odeng tidak semua produknya dihasilkan dari peternakan Madu Odeng, tetapi
sebagian besar (80%) diperoleh dari pembelian dari peternak lain.

12
Nilai ROI pengusahaan lebah Puspa Alas Roban mempunyai nilai
sebesar 19.79% (tingkat suku bunga 8.5%). Angka tersebut menunjukkan bahwa
tingkat laba bersih Puspa Alas Roban sebesar 19.79% dari total investasi. Bila
dibandingkan dengan Puspa Alas Roban, Madu Odeng memiliki nilai ROI yang
lebih tinggi, karena Madu Odeng menjual produknya secara eceran (botolan).
Harga jual madu secara eceran lebih tinggi dari pada secara curah, seperti yang
dilakukan oleh Puspa Alas Roban, sehingga keuntungan yang diperoleh dari
penjualan secara botolan menjadi lebih tinggi. Selain itu juga Puspa Alas Roban
menjual produknya dibawah harga pokok, sehingga keuntungan yang diperoleh
Puspa Alas Roban tidak optimal.
Perlebahan Madu D-Bee’s di Desa Mekarwangi, Kecamatan Sindangkerta
mendapatkan nilai ROI sebesar 127.20%. Bila dibandingkan dengan perlebahan
Perhutani, Madu D-Bee’s hasil penelitian Risva (2014) memiliki nilai ROI yang
lebih tinggi, namun nilai tersebut masih berada dibawah nilai ROI perlebahan
milik rakyat, Kaliandra Sari yang memiliki ROI 236.71%. Madu Perhutani
memiliki nilai ROI negatif, berarti Perhutani mengalami kerugian dalam
mengelolah Madu Perhutani sehingga sebaiknya Madu Perhutani mengoptimalkan
pengelolaan lebah atau memberhentikan usaha perlebahan Madu Perhutani dan
beralih ke usaha lain. Nilai ROI Madu D-Bee’s dan Madu Kaliandra Sari
mencapai nilai ROI di atas 100%. Hal ini disebabkan Madu D-Bee’s dan Madu
Kaliandra Sari menjual madu dalam bentuk botol bukan dalam bentuk curah.Nilai
ROI perlebahan milik rakyat, Kaliandra Sari di atas nilai ROI Madu D-Bee’s
karena perlebahan milik rakyat, Kaliandra Sari memiliki 200 stup lebah
sedangkan Madu D-Bee’s memiliki 50 stup. Selain itu, Madu Kaliandra Sari
menggembalakan A.mellifera yang dapat menghasilkan madu lebih banyak dari
pada A.cerana yang digembalakan pada usaha Madu D-Bee’s.
Bila nilai ROI yang diperoleh pada perlebahan Putra Apiari dibandingkan
dengan Madu D-Bee’s maka perlebahan Putera Apiari memiliki nilai yang lebih kecil
dibandingkan dengan usaha Madu D-Bee’s. Hal ini disebabkan perlebahan Putera
Apiari menjual sebagian besar madunya secara curah. Hal ini membuat harga
jualnya relatif lebih rendah.
Perlebahan Puspa Alas Roban mendapatkan ROI yang lebih kecil dari pada
Madu D-Bee’s. Hal ini disebabkan perlebahan Puspa Alas Roban menjual
produknya secara curah dan harga jualnya di bawah harga pokok. Hal ini
membuat hasil penjualan pada Perlebahan Puspa Alas Roban tidak optimal.
Madu Odeng tidak semua produknya dihasilkan dari peternakan Madu
Odeng, tetapi sebagian besar (80%) diperoleh dari pembelian dari peternak lain.
Hal ini membuat Madu Odeng harus mengeluarkan biaya yang besar untuk bahan
baku madu sehingga nilai ROI yang diperoleh lebih sedikit dari pada Madu D-Bee’s.
Nilai ROI Madu D-Bee’s mengindikasikan perlebahan Madu D-Bee’s ini
mendapatkan untung yang sangat besar dan perlu untuk lebih dikembangkan agar
keuntungan yang diperoleh akan semakin besar.

Dampak terhadap Kesejahteraan Masyarakat dan Lingkungan
Usaha perlebahan Madu D-Bee’s ini telah memberikan dampak positif bagi
kesejahteraan masyarakat karena usaha ini dapat memberikan manfaat langsung

13
seperti menciptakan lapangan usaha baru, menyerap tenaga kerja serta
meningkatkan kesehatan masyarakat. Pengelolaan lebah relatif mudah apabila kita
memahami karakteristik lebah yang kita kelola dan diperlukan ketelitian serta
ketekunan dalam mengelola koloni lebah. Selain itu, melalui usaha perlebahan ini
maka hutan akan terjaga karena masyarakat akan menjaga pohon – pohon di hutan
agar nektar tersebut dapat diolah lebah menjadi madu. Selain itu, peternakan lebah
juga berdampak positif bagi hasil perkebunan, karena dalam aktivitas hidupnya
lebah membantu proses penyerbukan bunga. Hal ini tentu saja dapat
membantu meningkatkan hasil perkebunan buah tanaman pakan lebah.

Pemasaran
Merupakan hal yang penting untuk mengenalkan produk atau brand kepada
orang banyak atau pembeli. Peternakan lebah di Sindangkerta ini memiliki nama
produk Madu D-bee’s. Dalam melakukan penjualan dan pemasaran produknya,
peternak Madu D-Bee’s di Sindangkerta ini memiliki agen di beberapa daerah.
Adapun daerah pemasaran agen tersebut yaitu berada di Bandung, Ciamis,
Indramayu, dan Karawang. Selebihnya pemasaran berjalan dengan sendirinya
yaitu dari mulut ke mulut. Pengusahaan lebah madu ini juga telah mendapatkan
ijin dari Majelis Ulama Indonesia yang menandakan halal dan dari Departemen
Kesehatan RI yang menandakan layak untuk memproduksi produk Madu DBee’s ini.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa biaya produksi
Madu D-Bee’s sebesar Rp135 627 646/tahun dengan total biaya tetap sebesar
Rp59 769 646/tahun dan total biaya variabel sebesar Rp75 858 000/tahun. Dari
nilai biaya tetap, biaya variabel dan harga jual sebesar maka diperoleh nilai break
event point sebesar 151 kg/tahun untuk Madu Hutan dan 60 kg/tahun untuk
masing-masing Madu Pollen dan Pollen. Dari hasil analisis rugi laba yang
dilakukan, diperoleh nilai ROI dari Madu D-Bee’s ini sebesar 127.20%. Usaha ini
sangat bagus dan memiliki untung yang besar.

Saran
Saran yang dapat diberikan adalah meningkatkan kapasitas produksi dari
usaha Madu D-Bee’s untuk meningkatkan pendapatan, menjaga kualitas dari
Madu D-Bee’s agar kepercayaan konsumen dalam mengkonsumsi Madu D-Bee’s
terus meningkat, bekerja sama dengan pemerintah dalam memperluas penyebaran
informasi tentang manfaat madu, cara budidaya lebah madu serta cara pengolahan
madu kepada masyarakat agar usaha madu dapat lebih berkembang di Indonesia

14
serta pemerintah sebaiknya memberikan pinjaman dana dengan bunga ringan agar
masyarakat dapat melakukan usaha perlebahan seperti usaha Madu D’Bee’s.

DAFTAR PUSTAKA
[BKPM]. Badan Kordinasi Penanaman Modal. 2014. Konsumsi madu di
Indonesia masih rendah. [diunduh 2014 Januari 21]. Tersedia pada: http:
//regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/id/displayberita.
Gilarso T. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Yogyakarta: Kanisius.
Gultom SMP. 2007. Analisis biaya pengusahaan lebah madu pada perlebahan
puspa alas roban di Gringsing, Kabupaten Batang, Jawa Tengah [skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan
dan Akuntansi Biaya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok
Gramedia.
Kurniastuti EA. 2004. Analisis biaya pengusahaan lebah madu pada perlebahan
milik rakyat dan milik Perhutani di Pati Jawa Tengah dan Sukabumi Jawa
Barat [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Leonard S. 2008. Analisis biaya usaha Madu Odeng di Desa Bantar Jaya,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mujetahid AM. 2007. Teknik pemanenan madu lebah hutan oleh masyarakat
sekitar hutan di Kecamatan Mallawa Kabupaten Maros. Jurnal Perennial.
4(1):36-40
Nengsih NY. 2007. Analisis biaya pengusahaan lebah madu pada perlebahan
putera apiari di Pati Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Novandra Alex, Made I Widnyana. 2013. Peluang pasar produk perlebahan
Indonesia. Acara Alih Teknologi Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan
Bukan Kayu.
Peraturan Menteri Kehutanan. 2009. Kriteria dan Indikator Penetapan Jenis Hasil
Hutan Bukan Kayu Unggulan. Jakarta.
Periyansyah A. 2013. Laju kerusakan hutan di Indonesia duduki peringkat tiga
besar [internet]. [diunduh 2014 Januari 21]. Tersedia pada:
http://unisifm.com/%EF%BB%BFlaju-kerusakan-hutan-di-Indonesia-dudukiperingkat-3-besar-yogya-radio-jogja/.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas Hutan. 2013.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Hutan Bukan Kayu “Peranan Hasil Litbang
Hasil Hutan Bukan Kayu Dalam Mendukung Pembangunan Kehutanan” 12
September 2012. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan
Produktivitas Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor,
Halaman 1 Keynote speech.
Sihombing DTH. 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Suwardi E.S dan Gusmailina. 2006. Teknologi Budidaya, Pemanfaatan dan
Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta: CV. Sinar Jaya.

15
Lampiran 1 Biaya tetap Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen

Komponen

Jumlah
Satuan

Pi
(Rp,000,/unit)

Ni
(tahun)

Ri
(Rp Juta)

Pemasaran
Kendaraan:
mobil
Kendaraan:
motor
Peralatan dan
perlengkapan
Sewa lahan

I
(Rp
Juta)

Di
(Rp
Juta)

Mi
(Rp
Juta) a

30.000

4.000

1.658

1 unit

20,000

10

0

20.000

2.000

1.073

1 unit

10,000

5

0

10.000

2.000

0.585

6.503

1.189

0.424

20 ha

50

10

0

-

0.100

0.054

Kotak eram

75 stup

50

5

0

3.750

0.750

0.219

Kotak super

75 stup

30

10

0

2.250

0.225

0.121

Tiang kayu

50 unit

5

10

0

0.250

0.025

0.013

Masker

4 unit

15

2

0

0.060

0.030

0.004

Sarung tangan

4 unit

7

2

0

0.028

0.014

0.002

Pengungkit

5 unit

15

5

0

0.075

0.015

0.004

Kurungan ratu

10 unit

3

3

0

0.030

0.010

0.002

Sikat lebah

4 unit

15

3

0

0.060

0.020

0.004

4.960

0.938

0.288

Peralatan
produksi
Drum / panci
besar
Ember

2 unit

50

4

0

0.100

0.025

0.006

6 unit

15

2

0

0.090

0.045

0.007

Timbangan

2 unit

500

10

0

1.000

0.100

0.054

Baskom

6 unit

5

2

0

0.030

0.015

0.002

Mixer

1 unit

150

5

0

0.150

0.030

0.009

Pisau madu

5 unit

12

4

0

0.060

0.015

0.004

Saringan

3 unit

10

4

0

0.030

0.008

0.002

1 unit

3,500

5

0

3.500

0.700

0.205

0.800

0.160

0.047

Oven
penjemuran
Pengemasan
produk
Kompor gas
Dryer
Barang
Inventaris
Kalkulator
Lemari
pendingin
Handphone
Ratu lebah
Bangunan
(rumah)
Reklame
Keranjang
kemasan

1 unit

300

5

0

0.300

0.060

0.018

2 unit

250

5

0

0.500

0.100

0.029

66.520

5.554

3.514

3 unit

40

5

0

0.120

0.024

0.007

1 unit

1,300

5

0

1.300

0.260

0.076

1 unit

2,400

2

0

2.400

1.200

0.176

30

2

0

1.500

0.750

0.110

1 unit

60,000

20

0

60.000

3.000

3.071

2 unit

300

5

0

0.600

0.120

0.035

12 unit

30

3

0

0.360

0.120

0.023

50 stup

16
Baki untuk
menjemur
Total
a

24 unit
Rp/tahun

10

3

0

0.240

0.080

0.016

108.783

11.841

5.929

Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga Bank Rakyat Indonesia sebesar
9.75% yang berlaku awal tahun 2013 (www.bi.go.id), Pi: harga satuan, Ni: umur teknis, Ri: nilai sisa,
I: total investasi, Di: penyusutan, Mi: bunga modal

17
Lampiran 2a Komponen variabel Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen
Komponen

Satuan

Produksi
Produksi
Material
Plastik
mika
Botol
Dus
packing
Gas
Pemasaran
BBM
Brosur
Stiker
Pulsa
Upah
Biaya
panen

botol/tahun
%

kg/tahun
botol/tahun
unit/tahun
kg/tahun
liter/tahun
unit/tahun
unit/tahun
Rp/tahun

Rp/tahun

Jumlah
6,800
100
17

10

2

5

6,800

4,000

800

2,000

636

374

75

187

36

21

4

11

176
35
588
118
4,000
800
705,822 141,176

88
294
2,000
352,941

3,000,000 1,764,706 352,941

882,353

300
1,000
6,800
1,200,000

MH: Madu Hutan, MP: Madu Pollen, P: Pollen
59/100 x 17 = 10

Kebutuhan
MP
800
12

MH
4,000
59

P
2,000
29

18
Lampiran 2b Biaya variabel Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen

Komponen
Material
Plastik mika
Botol
Dus packing
Gas
Pemasaran
BBM
Brosur
Stiker
Pulsa
Upah
Biaya panen
Total

Harga
Biaya
Satuan
(Rp.000/
(Rp.000/
tahun)
unit)
30,308
60
1,020
17 kg
6,800
4
27,200
botol
3
1,908
636 unit
5
180
36 kg
42,550
4.
1,350
300 liter
5
6
6,000
1000 unit
5
34,000
6800 unit
1,200
3,000
3,000
75,858
Jumlah
Satuan
(/tahun)

MH: Madu Hutan, MP: Madu Pollen, P: Pollen

Harga (Rp.000/tahun)
MH

MP

P

17,828
600
16,000

3,566
120
3,200

8,914
300
8,000

1,122
106
25,029
794

224
21
5,006
159

561
53
12,515
397

3,529
20,000
706
1,765
1,765
44,622

706
4,000
141
353
353
8,924

1,765
10,000
353
882
882
22,311

19
Lampiran 3 Biaya produksi Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen
Komponen
Produksi
Produksi
Biaya tetap
Depresiasi
Bunga modal
Gaji tetap
Pemeliharaan
inventaris
Listrik
Biaya
variable
Material
Pemasaran
Upah
TOTAL

Satuan /
Jumlah

Total
(Rp/tahun)
6,800
botol/tahun
100
%
Rp/tahun
59,769,646
Rp/tahun
11,840,500
Rp/tahun
5,929,146
Rp/tahun
25,200,000

MH
4,000
59
35,158,615
6,965,000
3,487,733
14,823,529

Jenis Produk
MP
P
800
2,000
12
29
7,031,723 17,579,308
1,393,000
3,482,500
697,547
1,743,866
2,964,706
7,411,765

Rp/tahun
Rp/tahun

12,000,000
4,800,000

7,058,824
2,823,529

1,411,765
564,706

3,529,412
1,411,765

Rp/tahun
Rp/tahun
Rp/tahun
Rp/tahun
Rp/tahun
Rp/botol

75,858,000
30,308,000
42,550,000
3,000,000
135,627,646
19,945

44,622,000
17,828,000
25,029,000
1,765,000
79,780,615
19,945

8,925,000
3,566,000
5,006,000
353,000
15,956,723
19,945

8,925,000
3,566,000
5,006,000
353,000
39,890,308
19,945

MH: Madu Hutan, MP: Madu Pollen, P: Pollen
59% x 11,840,500 = 6,965,000

20
Lampiran 4 Produksi dan pendapatan Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen
Jenis
Produk
MH
MP
P
TOTAL

Satuan
(gram)
250
250
100
600

Harga
(Rp/botol)
50,000
55,000
65,000
170,000

MH: Madu Hutan, MP: Madu Pollen, P: Pollen

Produksi
(Botol/tahun)
2,000
800
2,000
4,800

Pendapatan
(Rp/tahun)
100,000,000
44,000,000
130,000,000
274,000,000

21
Lampiran 5 Perhitungan Break Even Point Madu Hutan, Madu Pollen dan Pollen

xF
1.Madu Hutan
NBEP =

x 59,769,646

= 151 kg/tahun
2.Madu Pollen
NBEP =

x 59,769,646

= 60 kg/tahun
3.Pollen
NBEP =
= 60 kg/tahun

x 59,769,646

22
Lampiran 6 Perhitungan Return on Investment Madu Hutan, Madu Pollen dan
Pollen



= 127.20%

23

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Cirebon, pada tanggal 22 Januari 1992, dari pasangan Ir
Richard B.M. Siregar dan Evalinda br. Sibarani. Penulis merupakan putra kedua
dari tiga bersaudara.
Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1997 di SD. ST. Antonius
Medan kemudian pada tahun 2002 pindah ke SD. ST. Maria Pekanbaru dan lulus
tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan ke SMP Kristen Kalam Kudus
Pekanbaru dan lulus tahun 2006. Setelah itu, penulis melanjutkan ke SMAN 1
Pekanbaru dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi melalui program Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Program studi Teknologi Hasil Hutan,
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis melakukan kegiatan Praktikum Pengenalan Ekosistem Hutan
(P2EH) di Sancang Barat dan Kamojang serta melakukan Praktik Pengelolaan
Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Wallat (HPGW) dan sekitarnya.
Penulis juga telah melakukan Praktik Kerja Lapang di PT. Riau Andalan Pulp and
Paper di Kabupaten Pelalawan, Riau pada bulan April 2013.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) khususnya di bagian Komisi
Pelayanan Anak (KPA) dan organisasi Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(HIMASILTAN) khususnya di bagian Biokomposit.
Penulis pernah mendapatkan penghargaan juara 1 sebagai pemusik dalam
lomba vocal grup dan juga pernah sebagai ketua dari Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM) yang didanai DIKTI pada tahun 2011.