Penetapan Kadar Glukosa dan Sukrosa Pada Madu Hutan dan Madu Sachet Dengan Metode Luff Schoorl

(1)

Lampiran 1. Identitas Sampel Sampel 1.

Nama contoh : Madu Hutan

Wadah : -

Pabrik : -

Komposisi : Madu Hutan

Waktu Kadaluarsa : - No. Register : - Kode Produksi : -


(2)

Sampel 2

Nama contoh : Madu Rasa

Wadah : Sachet

Pabrik : PT. Madurasa Unggulan Nusantara

Komposisi : Fruktosa, Glukosa, Madu, Pengatur keasaman, Perisai alami jeruk nipis, Pewarna caramel. Waktu Kadaluarsa : September 2018

No. Register : BPOM RI MD 866611005112 Kode Produksi : LFMCJ51


(3)

Lampiran 2. Tabel Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl

Tabel Penetapan Gula menurut Luff Schoorl Menurut SNI 01-2892-1992 Na2S2O3, 0.1

N Glukosa, Fruktosa Gula Inverse (mg) Laktosa (mg) Maltosa

1 2,4 3,6 3,9

2 4,8 7,3 7,8

3 7,2 11,0 11,7

4 9,7 14,7 15,6

5 12,2 18,4 19,6

6 14,7 22,1 23,5

7 17,2 25,8 25,5

8 19,8 29,5 31,5

9 22,4 33,2 35,5

10 25,0 37,0 39,5

11 27,6 40,8 43,5

12 30,3 44,6 47,5

13 33,0 48,6 51,6

14 35,7 52,2 55,7

15 38,5 56,0 59,8

16 41,3 59,9 63,9

17 44,2 63,8 68,0

18 47,1 67,7 72,2

19 50,0 71,1 76,5

20 53,0 75,1 80,9

21 56,0 79,8 85,4

22 59,1 83,9 90,0


(4)

Lampiran 3. Data Penimbangan dan Perhitungan Sampel

Tabel Data Sampel Pengujian Glukosa Madu Hutan

Penimbangan Berat Sampel (mg) Normalitas tio Volume Titrasi (ml)

Blanko Kadar (%)

1 2.0891 0.1090 13.35 24.80 3.63

2 2.0015 0.1090 13.80 24.80 3.65

Tabel Data Sampel Pengujian Glukosa Madu Sachet

Penimbangan Berat Sampel (mg) Normalitas tio Volume Titrasi (ml)

Blanko Kadar (%)

1 2.0398 0.1090 8.35 24.80 57.48

2 2.0534 0.1090 8.15 24.80 57.87

Tabel Data Sampel Pengujiam Sukrosa Madu Hutan

Penimbangan Berat Sampel (mg) Normalitas tio Volume Titrasi (ml)

Blanko Kadar (%)

1 2.0891 0.1090 13.35 24.80 3.63

2 2.0015 0.1090 13.80 24.80 3.65

Tabel Data Sampel Pengujian Sukrosa Madu Sachet

Penimbangan Berat Sampel (mg) Normalitas tio Volume Titrasi (ml)

Blanko Kadar (%)

1 2.0398 0.1090 14.50 24.80 11.09


(5)

Contoh perhitungan : Glukosa :

ml Lar.Tio 0,1 N = (��−��)×�.��� ���

0,1 �

=(24,80−4,50)ml ×0,1090 N

0,1 N

= 22.1270

22 ml = 59,1 glukosa

0,127 ml = 0,127 × (62,2-59,1) =59,5064

=

250

50 � 59,5064

2,0891 × 100 %

=71,80 Sukrosa:

sukrosa 10 ml = (������� −��)�����

0,1

= (��,��−��.��)��,���� �,�

=12,4805

12 ml = 30,3

0,4805 = (33,00-30,3)x 0,4805 = 1,2973

= 30,3 + 1,2973 = 31,5973

Sukrosa =

250 50�

100

10� 31,5973

2,0891 x 100%

Sukrosa = 75,624

= 75,624 – 71,80 =3,824 (0,95) =3,63


(6)

Lampiran 4. Gambar Proses Penetapan Kadar Glukosa dan Sukrosa

Sampel + air suling


(7)

(8)

Pendinginan Sampel


(9)

(10)

Titrasi setelah (+) H2SO4 & KI 10%


(11)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Indonesia. (1992). Cara Uji Gula. SNI 01-2892-1992. Jakarta: Badan Standard Nasional.

Badan Standarisasi Indonesia. (1994). Syarat Mutu Madu. SNI 01-3545-2013. Jakarta: Badan Standard Nasioanal.

Budiyanto, M. (2001). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang. Halaman 20.

Lehninger, A.L.A (1982). Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 326.

McGilvery, R.(1996).Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 209.

Ratnayani, K., Dwi A., dan Gitadewi S. (2008). Penentuan Kadar Glukosa dan

Fruktosa Pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng Dengan KCKT.

Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran. Halaman 2. Sarwono, B. (2001). Lebah Madu. Jakarta: Agromedia Pustaka. Halaman 61-63. Sihombing, D.T.H. (1997). Ilmu Ternak Lebah Madu. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press. Halaman 35; 100-102.

Sudarmadji. (1996). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta. Halaman 80-81.

Sumoprastowo dan Agus S. (1993). Beternak Lebah Madu Modern. Jakarta: Penerbit Bhratara. Halaman 54.

Suranto. (2004). Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Jakarta: Agromedia Pustaka. Halaman 3-6.

Winarno, F.G. (1981). Madu Teknologi, Khasiat dan Analisa. Bogor: Pusbangtepa. Halaman 25-26.

Yazid, Estien dan Lisda Nursanti. (2006). Penentuan Praktikum Biokimia Untuk


(12)

BAB III

METODE PENGUJIAN

3.1 Prinsip

Prinsip metodologi pengujian gula pereduksi pada madu hutan kemasan adalah gula pereduksi seperti glukosa, sukrosa yang terdapat pada sampel uji akan mereduksi larutan Luff Schoorl mrnjadi Cu2O. Jumlah larutan gula yang mereduksi larutan Luff Schoorl ditentukan dengan larutan Natrium tiosulfat.

3.2 Tempat Pengujian

Pengujian penetapan Kadar Glukosa Madu Hutan dan Madu Sachet dilakukan di Badan Riset Standarisasi Industri Medan yang berada di Kawasan Jalan Sisingamangaraja No.24 Medan.

3.3 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada pengujian adalah alat-alat gelas, buret 50 ml, erlenmeyer pendingin tegak 500 ml, neraca analitik, labu ukur 100ml, 250 ml, pemanas listrik, pipet volumetrik 10 ml, 25 ml, 50 ml, termometer, stopwatch. Bahan yang digunakan pada pengujian metode ini adalah Madu Hutan dan Madu Sachet.


(13)

Pereaksi yang digunakan pada pengujian adalah sebagai berikut dan dibuat berdasarkan prosedur yang diterapkan di Balai Riset Standardisasi Industri Medan.

3.4.1 Air Suling

3.4.2 Larutan Kanji 0,5%

Ditimbang 5 gr kanji, lalu dilarutkan dengan sedikit air suling dan ditepatkan hingga volume mencapai 1 liter lalu didihkan, tambahkan sedikit HgO sebagai pengawet dan diberi label penandaan.

3.4.3 Larutan H2SO4 25%

Dipipet 25,51 ml larutan H2SO4 98%, lalu dilarutkan dengan sedikit air suling dan ditetapkan hingga volume mencapai 100 ml dan diberi label penandaan.

3.4.4 KI 20%

Ditimbang Kristal KI sebanyak 20 gr KI, lalu dilarutkan dengan sedikit air suling dan ditetapkan hingga volume mecapai 100 ml dan dibei label penandaan.

3.4.5 Larutan (NH4)2HPO4 10%

Ditimbang 10 g (NH4)2HPO4, lalu dilarutkan dengan sedikit air suling dan ditepatkan hingga volume mencapai 100 ml dan diberi label penandaan.

3.4.6 Na2S2O3 0,1 N

Ditimbang 24,82 gr Na2S2O3, lalu dilarutkan dengan air suling yang baru saja didihkan diatas pemanas listrik, didinginkan dan diencerkan dalam labu ukur 1 liter sampai tanda garis, lalu ditambahkan 0,2 g natrium karbonat dan diberi label penandaan.


(14)

Larutkan 430 g timbal asetat dengan 800 ml air suling, panaskan sampai mendidih, kemudian tambahkan 130 g Timbal dan masak sambil di aduk, didihkan selama 1 jam, setelah dingin BJ nya dijadikan 1,25 dan diberi label penandaan.

3.4.8 Larutan Luff Schoorl

Ditimbang 143,8 gram Na2CO3 anhidrat dan dilarutkan didalam 300 ml air suling sambil diaduk-aduk, lalu ditambahkan 50 gr asam sitrat yang telah dilarutkan dalam 50 ml air suling , lalu dipindahkan larutan tersebut kedalam labu ukur 1 liter, dan ditetapkan samapi garis dengan air suling, lalu dikocok. Didiamkan selama semalaman lalu disaring dengan kertas saring dan diberi label penandaan.

3.5 Prosedur

3.5.1 Prosedur Glukosa

Prosedur pengujian gula pereduksi yang digunakan adalah prosedur yang digunakan adalah prosedur pengujian yang diterapkan di Balai Riset Standardisasi Industri Medan.

Ditimbang seksama 2 g cuplikan dan masukkan kedalam labu ukur 250 ml lalu ditambahkan air suling dan digoyang, setelah itu ditambahkan 5 ml larutan Timbal asetat setengah basa dan digoyang, diteteskan 1 tetes larutan (NH4)2HPO4 10% (bila timbul endapat putih maka penambahan larutan Timbal asetat setengah basa sudah cukup) dan ditambahkan 15 ml larutan (NH4)2HPO410% . Untuk menguji apakah larutan Timbal asetat setengah basa sudah diendapkan seluruhnya, diteteskan 1-2 tetes larutan (NH4)2HPO4 10%. Apabila tidak timbul


(15)

endapan berarti penambahan larutan (NH4)2HPO4 10% sudah cukup, setelah itu digoyang dan ditepatkan isi labu ukur sampai garis tanda dengan air suling, lalu dikocok 12×12, didiamkan dan disaring. Dipipet 10 ml larutan hasil penyaringan dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml, ditambahkan 15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff Schoorl (dengan pipet) serta beberapat butir batu didih, setelah itu dihubungkan erlenmeyer dengan pendingin tegak, dipanaskan di atas pemanas listrik, dan usahakan dalam waktu 3 menit harus sudah mulai mendidih, dipanaskan terus selama 10 menit (memakai stopwatch) kemudian diangkat dan segera didinginkan dalam bak berisi es atau aliran air (jangan digoyang). Setelah dingin ditambahkan 10 ml larutan KI 20%, larutan H2SO4 25% (hati-hati terbentuk gas CO2), dan tambahkan larutan kanji 0,5% sebagai indikator, terbentuk warna biru kemudian dititrasi dengan larutan tio 0,1 N menjadi warna putih gading. Kerjakan penentapan blanko dengan 25 ml air dan 25 ml larutan Lufft Schoorl.

3.5.2 Prosedur Sukrosa

Pipet 50 ml hasil saringan pada penetapan gula pereduksi ke dalam labu ukur 100 ml, tambahkan 25 ml HCl 25% pasang termometer dan lakukan hidrolisis di atas penangas Air. Apabila suhu mencapai 68-70 osuhu dipertahankan 10 menit tepat, Angkat dan bilas termometer dengan air lalu dinginkan, Tambahkan NaOH 30% Sampai netral (warna merah jambu) dengan indikator fenoftalein, Tepatkan sampai tanda tera dengan air suling kocok 12 kali, Pipet 10 ml larutan tersebut dan masukkan kedalam Erlenmeyer 500 ml, Tambahkan 15 ml air suling dan 25 ml larutan Luff (dengan pipet) serta beberapa butir batu didih, Hubungkan dengan pendingin tegak dan panaskan diatas penangas listrik,


(16)

Usahakan dalam waktu 3 menit sudah harus mulai mendidih . Panaskan terus sampai 10 menit (pakai stopwatch). Angkat dan segera dinginkan dalam bak berisi es (jangan digoyang). Setelah dingin tambahkan 10 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% (hati-hati terbentuk gas CO2), dan tambahkan larutan kanji 0,5% sebagai indikator, terbentuk warna biru kemudian dititrasi dengan larutan tio 0,1 N menjadi warna putih gading.

3.6 Interprestasi Hasil

(V2-V1) ml tio yang dibutuhkan oleh contoh dijadikan ml 0,1000 N kemudian dalam daftar cari berapa mg glukosa yang tertera untuk ml tio yang dipergunakan pada Lampiran 2 Tabel Penetapan Gula Menurut Luff Schoorl.

% Gula sebelum inversi = �1��

× 100%

W1 = Glukosa (mg)

FP = Faktor pengenceran (ml) w = Bobot Contoh (mg)


(17)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penetapan Kadar Gula Pereduksi Metode Luff Schoorl

Pada percobaan penetapan kadar glukosa dalam madu hutan dan madu sachet dengan menggunakan metode Luff Schoorl, glukosa yang terkandung didalam madu hutan memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu glukosa minimal 65%, glukosa pada madu sachet tidak memenuhi syarat, sukrosa pada madu hutan memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu maksimal 5% sedangkan pada madu sachet tidak memenuhi syarat.

Tabel 4.1 Hasil Penetapan Kadar Glukosa Pada Madu Hutan

Penimbangan Berat Sampel (mg) Normalitas tio Volume Titrasi (ml)

Blanko Kadar (%)

1 2.0891 0.1090 4.50 24.80 71.80%

2 2.0015 0.1090 5.10 24.80 71.78%

(Memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu glukosa min65%)

Tabel 4.2 Hasil Penetapan Kadar Glukosa Pada Madu Sachet

Penimbangan Berat Sampel (mg) Normalitas tio Volume Titrasi (ml)

Blanko Kadar (%)

1 2.0398 0.1090 8.35 24.80 57.48

2 2.0534 0.1090 8.15 24.80 57.87

(≠ Memenuhi syarat SNI 01-3534-2013)

Tabel 4.3 Hasil Penetapan Kadar Sukrosa Pada Madu Hutan

Penimbangan Berat Sampel (mg) Normalitas tio Volume Titrasi (ml)

Blanko Kadar (%)

1 2.0891 0.1090 13.35 24.80 3.63


(18)

Tabel 4.4 Hasil Penetapan Kadar Sukrosa Pada Madu Sachet

Penimbangan Berat Sampel (mg) Normalitas tio Volume Titrasi (ml)

Blanko Kadar (%)

1 2.0398 0.1090 14.50 24.80 11.09

2 2.0534 0.1090 14.40 24.80 10.97

(≠Sukrosa memenuhi syarat SNI 01-3534-2013)

4.2 Pembahasan

Percobaan penetapan kadar glukosa dan sukrosa pada madu hutan dan madu sachet dengan metode Luff Schoorl, diketahui bahwa kadar rata-rata glukosa pada madu hutan sebesar 71,79% sesuai dengan SNI 01-3545-2013, kadar glukosa yang diperoleh pada madu minimal 65%, kadar rata-rata glukosa pada madu sachet sebesar 57,48%, tidak sesuai dengan SNI .Kadar ra-rata sukrosa pada madu hutan sebesar 3,64% sesuai dengan SNI 01-3545-2013, dan kadar sukrosa yang diperoleh pada madu maksimal 5%, kadar rata-rata sukrosa pada madu sachet adalah sebesar 11,03%, tidak sesuai dengan SNI dengan itu dinyatakan bahwa madu sachet ada penambahan bahan lain.

Monosakarida akan mereduksi CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksi dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. Kemudian I2 yang dibebaskarn tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisis I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Proses Iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat dalam larutan yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodide berlebihan akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi


(19)

dan membebaskan I2 yang setara jumlahnyaa dengan banyaknya oksidator. I2bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehingga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum dilakukan sebelum titik ekivalen (Winarno, 1981).

Penambahan Indikator dilakukan setelah campuran mendekati titik akhir, hal ini dilakukan karena apabila dilakukan pada awal titrasi, maka amilum dapat membungkus iod dan mengakibatkan warna titik akhir titrasi menjadi tidak terlihat tajam.


(20)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Penentuan kadar glukosa dan sukrosa pada madu hutan dan sachet dengan metode Luff Schoorl dilakukan dengan menghidrolisis glukosa, fruktosa,dan gula lainnya yang terdapat pada sampel uji akan mereduksi larutan Luff Schoorl mrnjadi Cu2O. Jumlah larutan glukosa yang meredukti larutan Luff Schoorl ditentukan dengan cara titrasi dengan larutan Natrium tiosulfat. Dari hasil percobaan penetapat kadar glukosa pada madu diketahui glukosa yang terkandung didalam madu hutan sebesar 71,79%, memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu glukosa minimal 65%, glukosa pada madu sachet sebesar 57,48%, tidak memenuhi syarat, sedangkan sukrosa pada madu hutan sebesar3,64%, memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu maksimal 5% sedangkan pada madu sachet sebesar 11,03%, tidak memenuhi syarat.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya, untuk pengujian pada madu dilakukan juga pengujianberdasarkan persyaratan parameter uji mutu yang lain seperti aktivitas enzim diastase, air, keasaman, padatan yang tak larut dalam air, abu, cemaran logam dan pengujian lain, karena pengujian tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui kelayakan suatu produk yang dipasarkan layak dikonsumsi oleh masyarakat.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Lebah Madu

Lebah madu merupakan serangga yang berperan penting dalam menghasilkan madu. Serangga ini mengubah nektar yang dihasilkan tanaman menjadi madu dan selanjutnya madu akan disimpan di dalam sarang lebah madu, yang bertujuan untuk cadang makanan anak-anak lebah (Suranto, 2014).

Menurut (Yazid dan Lisda, 2006)

Lebah madu diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan : Animalia

Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Hymenoptera Famili : Apidea Genus : Apis

Spesies : Apis dorsata(Yazid dan Lisda, 2006).

2.2 Madu

Madu murni menurut Farmakope Indonesia adalah madu yang diperoleh dari sarang lebah Apis mellifera dan spesies lainnya yang telah dimurnikan dengan pemanasan 70 oC. Setelah dingin, kotoran yang mengapung disaring. Selanjutnya, madu dapat ditambahkan dengan air secukupnya untuk pengenceran


(22)

sehingga bobot madu per ml memenuhi persyaratan yang telah dilakukan (Sarwono, 2001).

Menurut FDA (USA) defenisi dari madu asli adalah nektar dari tanaman yang dikumpulkan, diolah, dan simpan dalam sarangnya oleh lebah madu (Winarno, 1981).

2.3 Madu Hutan

2.3.1 Pengertian Madu Hutan

Madu hutan adalah madu yang dihasilkan dari lebah yang mencari makan dari bunga-bunga tanaman dihutan dan membentuk sarangnya didahan-dahan pepohonan hutan. Bentuk madu merupakan cairan Warnanya bening atau kekuningan pucat samapai cokelat kekuningan. Rasanya khas, yaitu manis dengan aroma yang enak dan segar. Jika dipanaskan, aromanya menjadi lebih kuat tetapi bentuknya tak berubah (Sarwono, 2001).

Madu adalah zat manis alami yang dihasilkan oleh lebah madu dengan bahan baku nektar bunga. Nektar adalah senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar tanaman dalam bentuk larutan gula. Nektar dikumpulkan lebah pekerja dari bunga dengan cara mengisapnya memakai mulut melalui kerongkongan, lalu masuk ke perut didalam abdomen (Sarwono, 2001) .

Lebah pekerja menghisap madu dan mengunyahnya selama 20 menit, lalu memuntahkanya kembali sambil menambah enzim yang disebut enzim invertase dan amilase. Enzim ini akan mengubah sukrosa menjadi dekstrosa dan levulosa. Sebelumnya bahan tersebut masih mengandung kadar air yang rendah (17%) dan tinggi gula buah yaitu fruktosa. Kadar air yang rendah akan menjaga madu dari


(23)

kerusakan untuk jangka waktu relatif lama dan mencegah terjadinya peragian pada madu, lalu madu disimpan dalam sel-sel sarang setetes demi setetes didalam bilik penyimpanan, tujuan penyimpanan madu tersebut merupakan pakan cadangan bagi anak-anak lebah (Sihombing, 1997 ; Sarwono, 2001).

Nektar biasanya dinilai dari kuantitas (dalam mg) dan konsentrasi (%) gula yang dikandung nektar pada satu bunga dalam 24 jam. Dari penilaian inilah diperoleh “nilai gula” (sugar value) yakni banyak gula (dalam mg) per bunga per 24 jam. Banyak gula dan konsentrasinya dalam nektar berfluktuasi oleh faktor eksternal dan internal, seperti kharakteristik spesies tumbuhan, hal ini penting sebagai bahan untuk menghasilkan madu. Faktor internal yang berpengaruh terhadap produksi nektar dan kadar gulanya sebagian terletak pada tumbuhan itu sendiri. Ukuran bunga, luas permukaan nektari, umur tumbuhan, umur bunga, spesies, varietas dan kultivar mempengaruhi nektar yang dihasilkan. Faktor eksternal yang mempengaruhi nektar dan kandungan gulanya adalah kelembapan tanah, pemakaian pupuk, temperatur, angin, dan lama sinar dalam sehari mempengaruhi nektar (Sihombing, 1997).

2.3.2 Penggolongan Madu

Menurut Sarwono (2001), penggolongan madu berdasarkan asal nektar dibedakan atas 2 golongan, yaitu:

1. Madu flora adalah madu yang dihasilkan dari nektar bunga yang berasal dari satu jenis bunga yang disebut monoflora, yang berasal dari aneka ragam bunga disebut poliflora. Madu ekstraflora adalah madu yang dihasilkan dari nektar diluar bunga, seperti daun, cabang, atau batang tanaman.


(24)

2. Madu embun adalah madu yang dihasilkan dari cairan hasil sukesi serangga, yang kemudian eksudatnya diletakkan di bagian tanaman. Selanjutnya cairan itu dihisap dan dikumpulkan oleh lebah madu. Madu ini berwarna gelap dengan aroma yang tajam .

Menurut Sarwono (2001), Penggolongan madu didasarkan proses pengambilannya dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:

1. Madu Ekstraksi (Extracted Honey) adalah madu yang diperoleh dari sarang yang tidak rusak dengan cara memutarnya memakai ekstraktor.

2. Madu Paksa (Strained Honey) adalah madu yang diperoleh dengan paksa tidak sesuai dengan masa panen.

3. Merusak sarang lebah lewat pengepresan, penekanan atau lewat cara lain.

2.3.3 Komposisi Madu

Menurut Sihombing (1997), zat-zat atau senyawa yang terkandung dalam madu sangat kompleks dan kini telah diketahui tidak kurang dari 181 macam zat atau senyawa dalam madu. Mungkin dimasa datang akan ditemukan lagi senyawa lain bila penelitian terus dilakukan. Komposisi madu ditentukan oleh dua faktor utama yakni komposisi nektar asal madu bersangkutan dan faktor-faktor eksternal tertentu.

1. Monosakarida dan Disakarida Dalam Madu

Monosakarida adalah jenis gula yang sangat dominan terdapat pada madu. Jenis monosakarida tersebut adalah levulosa dan hanya sebagian kecil kandungan madu yang kadar dekstrosa mencakup 85-90 % dari karbohidrat yang terdapat didalam madu dan hanya sebagian kecil madu yang mengandung karbohidrat jenis oligosakarida dan polisakarida. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa


(25)

kandungan karbohidrat jenis disakarida paling sedikit ada sebelas selain kandungan sukrosa yang terdapat didalam madu dan merupakan untuk pertama kali diisolasi dari bahan alami. Disakarida yang diidentifikasi dalam madu adalah maltosa, isomaltulosa, nigerosa, turanosa, maltulosa, kojinosa, eukrosa, neotrehalosa, gentioiosa, laminaribiosa dan satu senyawa pada madu yang belum diketahui namanya.

2. Trisakarida dan Gula Berantai Panjang Dalam Madu

Sekitar tahun 50-an telah diketahui kandungan trisakarida yang terdapat dalam madu adalah melezitosa, erlosa, fruktomaltusa, ketosa, rafinosa, dan dekstrantriosa. Pada tahun 60-an ditemukan adanya karbohidrat jenis polisakarida didalam madu, yakni erlosa, isomaltotrioasa, isopanosa, panosa, maltotrioasa dan centosa.

3. Asam Dalam Madu

Ciri rasa (flavor) dan aroma pada madu sebagian di sumbang oleh senyawa-senyawa asam-asam yang di kandungnya, sumbangan lain adalah pelindung terhadap mikroorganisme (pH madu 3,91). Paling sedikit ada sebelas senyawa jenis asam yang di ketahui terdapat dalam madu. Keasam pada madu di tentukan oleh disosiasi ion hidrogen dalam larutan air pada madu, namun sebagian besar juga di sumbang oleh kandungan berbagai macam mineral memiliki pH yang tinggi.

4. Vitamin Pada Madu

Madu banyak mengandung vitamin yang sangat baik bagi tubuh, seperti vitamin yang larut di dalam air yaitu tianin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), piridoksin (vitamin B6), namun vitamin-vitamin lain juga seperti biotin, asam


(26)

folat, dan asetilkholin terdapat juga dalam madu. Madu juga mengandung vitamin-vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin K yang ekivalen dengan 25 µg menadion per 100 gram madu.

Menurut Suranto (2004), komposisi kimia dari madu per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Madu Per 100 gram

Komposisi Jumlah

Kalori 328 kal

Kadar Air 17,2 g

Protein 0,5 g

Karbohidrat 82,4 g

Abu 0,2 g

Tembaga 4,4-9,2 mg

Fosfor 1,9-6,3 mg

Besi 0,06-1,5 mg

Mangan 0,02-0,4 mg

Magnesium 1,2-3,5 mg

Thiamin 0,1 mg

Riboflavin 0,02 mg

Niasin 0,20 g

Lemak 0,1 g

Ph 3,4-4,5

Asam Total 43,1 mg

5. Enzim Pada Madu

Dua enzim yang sangat dominan terdapat pada madu, yakni emzim diastase dan invertase. Konsep enzim yang lama menggolongkan enzim amilasemenjadi 2 yaitu, kelompok pertama adalah α-amilase (amiloklastik atau amilitik) yang memutuskan rantai pati menjadi dekstrin dan menghasilkan hanya sedikit gula tereduksi. Kelompok kedua yaitu β-amilase (sakharogenik) yang memutuskan gula tereduksi maltose dan ujung rrantai pati. Derajat keasaman

optimum bagi α-amilase berkisar antara 5,0 pada suhu 22-30oC sampai


(27)

pada suhu 45-50oC. Kebanyakan derajat keasaman optimum bagi enzim diastase pada madu adalah 5,3.

2.3.4 Manfaat Madu

Dalam Bidang Farmasi manfaat madu sangat banyak dan beragam, penggunaan madu dalam bidang kosmetik dan juga dalam bidang obat-obatan dimulai dari kurang lebih 2500 tahun yang lalu. Hippocrates telah berhasil menemukan madu sebagai obat dalam penyembuhan luka, dan semenjak hal tersebut penggunaan dan manfaat madu berkembang mengingat kandungan madu yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat jenis monosakarida yaitu seperti glukosa dan banyak digunakan dalam obat untuk penyembuhan bermacam-macam penyakit (Sumoprastowo dan Agus, 1993).

2.3.5 Syarat Mutu Madu

Tabel 2.2Tabel Mutu Madu berdasarkan Standart Nasioanal Indonesia menurut

SNI 01-3545-2013

No Jenis uji Satuan Persyaratan

A Uji organoleptik

1 Bau - Khas madu

2 Rasa Khas madu

B Uji Laboratoris

1 Aktifitas enzim diastase DN Min 3*)

2 Hidroksimetilfurfural (HMF) mg/kg Maks 50

3 Kadar air %b/b Maks 22

4 Gula pereduksi (glukosa) %b/b Min 65

5 Sukrosa %b/b Maks 5

6 Keasaman Ml NaOH/kg Maks 50

7 Padatan tak larut dalam air %b/b Maks 0,5

8 Abu %b/b Maks 0,5

9 Cemaran Logam

9.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks 2,0

9.2 Cadmium (Cd) Mg/kg Maks 0,2

9.3 Merkuri (Hg) Mg/kg Maks 0,03

10 Cemaran Arsen Mg/kg Maks 1,0

11 Kloramfenikol Tidak terdeteksi


(28)

12.2 Angka Paling Mungkin (APM) koliform

APM/g <3

12.3 Kapang dan Khamir Koloni/g <1x10 CATATAN : Persyaratan ini berdasarkan pengujian setelah madu dipanen Sumber: SNI 01-3545-2013

2.4 Gula Pereduksi

2.4.1 Pengertian Gula Pereduksi

Gula perduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus karbonil dan hidroksi yang bebas dan reaktif, mudah dioksidasi oleh reagen yang relatif lemah seperti larutan basa encer ion kupri yang akan tereduksi kupro (McGilvery, 1996).

2.4.2 Gula Pereduksi Jenis Monosakarida

Monosakarida (C6H12O6) adalah gula yang paling sederhana yang terdiri dari molekul tunggal. Tata nama monosakarida tergantung dari gugus fungsioanal yang dimiliki dan letak gugus hidroksilnya. Berdasarkan jumlah atom karbon yang dimiliki, monosakarida jenis yang lain yaitu: Triosa (3 karbon), Tetrosa (4 karbon), Pentosa (5 karbon), Heksosa (6 karbon). Monosakarida yang penting adalah gula yang mempunyai 6 karbon, contohnya : glukosa, fruktosa, dan galaktosa (Budiyanto, 2011).

Sebagian besar karbohidrat, terutama golongan monosakarida dan disakarida, mempunyai sifat mereduksi. Contohnya: glukosa, fruktosa, galaktosa, laktosa dan maltose. Sifat mereduksi dari karbohidrat disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau gugus keton bebas dan dapat juga karena mempunyai gugus hidroksil bebas yang reaktif (Yazid dan Lisda, 2006).


(29)

2.5 Sukrosa

2.5.1 Pengertian Sukrosa

Sukrosa umumnya dikenal sebagai gula meja, dan diperoleh dari tebu atau gula bit. Buah-buahan dan sayuran juga secara alami mengandung sukrosa. Ketika sukrosa dikonsumsi, enzim beta-fructosidase memisahkan sukrosa menjadi unit-unit gula individu glukosa dan fruktosa. Kedua gula kemudian diambil oleh mekanisme transportasi khusus mereka. Tubuh merespon kadar glukosa dari makanan dengan cara biasa. Namun, penyerapan fruktosa terjadi pada waktu yang sama. Tubuh akan menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama dan kelebihan energi dari fruktosa, jika tidak dibutuhkan, akan dituangkan ke dalam sintesis lemak, yang dirangsang oleh insulin dilepaskan dalam menanggapi glukosa.

2.5.2 Fungsi Sukrosa

Fungsi Sukrosa, Tubuh Anda membutuhkan pasokan konstan energi. Sebagai karbohidrat, sukrosa menyediakan tubuh Anda dengan energi yang dibutuhkan untuk melakukan fungsi fisik dan mental. Fruktosa dan glukosa yang dimetabolisme oleh tubuh Anda untuk melepaskan energi untuk sel-sel Anda. Energi yang dihasilkan selama metabolisme membantu tubuh Anda melakukan kedua kegiatan fisik dan mental (Ratnayanti, 2008).

2.6 Metode Luff Schoorl

Metode Luff Schoorl merupakan suatu metode atau cara penentuan

monosakarida dengan kimiawi. Penentuan titrasi dengan menggunakan Natrium Tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekivalen dengan kuprooksida


(30)

yang terbentuk dan juga ekivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam Kalium iodida. Banyak iod yang dapat diketahui dengan titrasi dengan menggunakan Natrium tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan Indikator Amilum. Apabila larutan berubahwarnanya dari biru menjadi putih, adalah menunjukkan sudah selesai (Sudarmadji, 1996).


(31)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Madu adalah nektar dari tanaman yang dikumpulkan oleh lebah madu, diolah dan disimpan dalam sarang lebah Apis dorsata, Apis mellifera dan spesies lainnya. Komponen utama madu adalah glukosa, sedikit sukrosa, mineral, vitamin dan berbagai enzim. Kandungan gizinya yang tinggi menyebabkan madu banyak dikonsumsi secara rutin, baik oleh orang dewasa, anak-anak dan juga bayi (Winarno, 1981).

Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan glukosa yaitu minimal 65% dan sukrosa maksimal 5%. Sedangkan, jenis glukosa pada madu tidak hanya glukosa. Sementara itu proses produksi madu oleh lebah itu sendiri merupakan proses yang kompleks, sehingga kemungkinan besar terjadi perbedaan kadar dan komposisi glukosa dan sukrosa diantara jenis madu yang beredar di masyarakat. Komposisi gula pereduksi (glukosa) dan sukrosa tiap-tiap madu dapat mempengaruhi khasiat madu terutama digunakan dalam proses pengobatan (Ratnayanti, 2008).

Madu murni menurut Farmakope Indonesia adalah madu yang diperoleh dari sarang lebah Apis mellifera dan spesies lainnya yang telah dimurnikan dengan pemanasan 70oC. Setelah dingin, kotoran yang mengapung disaring. Selanjutnya, madu dapat ditambahkan dengan air secukupnya untuk pengenceran sehingga bobot madu per ml memenuhi persyaratan yang telah dibakukan. Bentuk


(32)

samapai cokelat kekuningan. Rasanya khas, yaitu manis dengan aroma yang enak dan segar. Jika dipanaskan, aromanya menjadi lebih kuat tetapi bentuknya tak berubah. Bobotnya per ml berkisar antara 1,352 gram sampai 1,385 gram (Sarwono, 2001).

Oleh karena itu penetapan kadar glukosa dan sukrosa pada madu perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas produk dan keaslian yang sudah dipasarkan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar glukosa dan sukrosa pada madu adalah untuk mengetahui apakah kadar gula pereduksi (glukosa) dan sukrosa pada madu sudah memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan dalam Standar Nasioanal Indonesia (SNI).

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh daripenetapan kadar glukosa dan sukrosa pada madu adalah agar dapat mengetahui bahwa madu hutan dan madu sachet yang dipasarkan memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan dalam Standar Nasioanal Indonesia (SNI) sehingga produk tersebut layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat.


(33)

PENETAPAN KADAR GLUKOSA DAN SUKROSA PADA MADU HUTAN DAN MADU SACHET DENGAN METODE LUFF SCHOORL

ABSTRAK

Madu hutan adalah madu yang dihasilkan dari lebah yang mecari makan dari bunga-bunga tanaman di hutan dan membentuk sarangnya di dahan-dahan pepohonan hutan, zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga.Menurut Farmakope Indonesia madu adalah yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis dorsatadan spesies lainnya yang telah dimurnikan dengan pemanasan sampai 70oC. Setelah dingin, kotoran yang mengapung disaring. Selanjutnya, madu dapat ditambah dengan airsecukupnya untuk pengenceran sehingga bobot madu per ml memenuhi persyaratan yang telah dibakukan.

Pengujian glukosa dan sukrosa dilakukan dengan metode Luff Schoorl untuk memperkiran kandungan dan keasalian bahan yang digunakan dan sebagai parameter mutu madu yang dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) Industri Meda.

Hasil percobaan penetapat kadar glukosa pada madu diketahui glukosa yang terkandung didalam madu hutan sebesar 71,79%, memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu glukosa minimal 65%, glukosa pada madu sachet sebesar 57,48%, tidak memenuhi syarat, sedangkan sukrosa pada madu hutan sebesar3,64%, memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu maksimal 5% sedangkan pada madu sachet sebesar 11,03%, tidak memenuhi syarat.


(34)

PENETAPAN KADAR GLUKOSA DAN SUKROSA PADA

MADU HUTAN DAN SACHET DENGAN

METODE LUFF SCHOORL

TUGAS AKHIR

OLEH:

ERNALA BR GINTING NIM 132410022

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(35)

PENETAPAN KADAR GLUKOSA DAN SUKROSA PADA

MADU HUTAN DAN SACHET DENGAN

METODE LUFF SCHOORL

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ERNALA BR GINTING NIM 132410022

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(36)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR GLUKOSA DAN SUKROSA PADA

MADU HUTAN DAN SACHET DENGAN

METODE LUFF SCHOORL

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

ERNALA BR GINTING NIM 132410022


(37)

(38)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah Bapa karena atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Penetapan Kadar Glukosa Dan Sukrosa Pada Madu Hutan Dan Madu Sachet Dengan Metode Luff Schoorl”.

Tujuan penyusunan Tugas Akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Prakter Kerja Lapangan (PKL) di Balai Riset Standarisasi Industri Medan.

Selama menyusun Tugas Akhir ini, Penulis juga mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof, Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., Selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 3. Bapak Dr. Panal Sitorus, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing

Akademik dan Bapak Alhamra, Selaku Kepala Labroratorium Makanan dan Miunuman Hasil Pertanian dan Selaku Pembimbing PKL di Baristand Industri Medan.

4. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.

5. Bapak Ir. Maruahal Situmorang, M.Si., Selaku Kepala Baristand Industri Medan.


(39)

6. Bapak Kusno, ST., Selaku Seksi Standarisasi dan Sertifikasi Baristand Industri Medan.

7. Teman-teman mahasiswa-mahasiswi Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2013, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka yang senantiasa memberikan semangat, bantuan dan terus memacuku.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, ayahanda Rahmat Ginting dan Ibunda Reni Angela Br Tarigan yang sudah memberi dukungan secara moral dan material, dan terimakasih juga kepada saudara kandung penulis, Andalanta Ginting, Mia Lovany Ginting yang selalu memberi semangat.

Penulis menyadari bahwa tuliasan ini tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2016 Penulis,

Ernala Br Ginting NIM 132410022


(40)

PENETAPAN KADAR GLUKOSA DAN SUKROSA PADA MADU HUTAN DAN MADU SACHET DENGAN METODE LUFF SCHOORL

ABSTRAK

Madu hutan adalah madu yang dihasilkan dari lebah yang mecari makan dari bunga-bunga tanaman di hutan dan membentuk sarangnya di dahan-dahan pepohonan hutan, zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga.Menurut Farmakope Indonesia madu adalah yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis dorsatadan spesies lainnya yang telah dimurnikan dengan pemanasan sampai 70oC. Setelah dingin, kotoran yang mengapung disaring. Selanjutnya, madu dapat ditambah dengan airsecukupnya untuk pengenceran sehingga bobot madu per ml memenuhi persyaratan yang telah dibakukan.

Pengujian glukosa dan sukrosa dilakukan dengan metode Luff Schoorl untuk memperkiran kandungan dan keasalian bahan yang digunakan dan sebagai parameter mutu madu yang dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) Industri Meda.

Hasil percobaan penetapat kadar glukosa pada madu diketahui glukosa yang terkandung didalam madu hutan sebesar 71,79%, memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu glukosa minimal 65%, glukosa pada madu sachet sebesar 57,48%, tidak memenuhi syarat, sedangkan sukrosa pada madu hutan sebesar3,64%, memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu maksimal 5% sedangkan pada madu sachet sebesar 11,03%, tidak memenuhi syarat.


(41)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Klasifiksasi Lebah Madu ... 3

2.2 Madu ... 3

2.3 Madu Hutan ... 4

2.3.1 Pengertian Madu Hutan ... 4

2.3.2 Penggolongan Madu ... 5

2.3.3 Komposisi Madu ... 6

2.3.4 Manfaat Madu ... 8

2.3.5 Syarat Mutu Madu ... 9


(42)

2.4.1 Pengertian Gula Pereduksi... 10

2.4.2 Gula Pereduksi Jenis Monosakarida ... 10

2.5 Sukrosa ... 10

2.5.1 Pengertian Sukrosa ... 10

2.5.2 Fungsi Sukrosa ... 11

2.4 Metode Luff Schrool... 11

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN ... 12

3.1 Prinsip ... 12

3.2 Tempat Pengujian ... 12

3.3 Alat dan Bahan ... 12

3.4 Pereaksi Sukrosa ... 12

3.4.1 Air Suling ... 13

3.4.2 Larutan Kanji 0,5% ... 13

3.4.3 Larutan H2SO4 25% ... 13

3.4.4 KI 20% ... 13

3.4.5 Larutan (NH4) 2HPO4 10% ... 13

3.4.6 Larutan Na2S2O3 0,1 N ... 13

3.4.7 Larutan Timbal Asetat setengah basa ... 13

3.4.8 Larutan Luff Schoorl... 14

3.5 Prosedur ... 14

3.5.1 Prosedur Glukosa ... 14

3.5.2 Prosedur Sukrosa ... 15

3.6 Interprestasi Hasil ... 16


(43)

4.1 Hasil Penetapan Kadar Gula Pereduksi

Metode Luff Schoorl ... 17

4.2 Pembahasan... 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1 Kesimpulan ... 20

5.2 Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21


(44)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Komposisi Kimia Madu per 100gr ... 8

2.2 Mutu Madu Berdasarkan SNI ... 9

4.1 Hasil Penetapan Kadar Glukosa Madu Hutan ... 17

4.2 Hasil Penetapan Kadar Glukosa Madu Sachet ... 17

4.3 Penetapan Kadar Sukrosa Madu Hutan ... 17


(45)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Identitas Sampel ... 22

2 Tabel Penetapan Gula Menurut Luff Scoorl... 24

3 Data Penimbangan dan Perhitungan Sampel ... 25


(1)

vi

DAN MADU SACHET DENGAN METODE LUFF SCHOORL ABSTRAK

Madu hutan adalah madu yang dihasilkan dari lebah yang mecari makan dari bunga-bunga tanaman di hutan dan membentuk sarangnya di dahan-dahan pepohonan hutan, zat manis alami yang dihasilkan lebah dengan bahan baku nektar bunga.Menurut Farmakope Indonesia madu adalah yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis dorsatadan spesies lainnya yang telah dimurnikan dengan pemanasan sampai 70oC. Setelah dingin, kotoran yang mengapung disaring. Selanjutnya, madu dapat ditambah dengan airsecukupnya untuk pengenceran sehingga bobot madu per ml memenuhi persyaratan yang telah dibakukan.

Pengujian glukosa dan sukrosa dilakukan dengan metode Luff Schoorl untuk memperkiran kandungan dan keasalian bahan yang digunakan dan sebagai parameter mutu madu yang dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi (Baristand) Industri Meda.

Hasil percobaan penetapat kadar glukosa pada madu diketahui glukosa yang terkandung didalam madu hutan sebesar 71,79%, memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu glukosa minimal 65%, glukosa pada madu sachet sebesar 57,48%, tidak memenuhi syarat, sedangkan sukrosa pada madu hutan sebesar3,64%, memenuhi syarat sesuai dengan SNI 01-3534-2013 yaitu maksimal 5% sedangkan pada madu sachet sebesar 11,03%, tidak memenuhi syarat.


(2)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Klasifiksasi Lebah Madu ... 3

2.2 Madu ... 3

2.3 Madu Hutan ... 4

2.3.1 Pengertian Madu Hutan ... 4

2.3.2 Penggolongan Madu ... 5

2.3.3 Komposisi Madu ... 6

2.3.4 Manfaat Madu ... 8

2.3.5 Syarat Mutu Madu ... 9


(3)

viii

2.4.2 Gula Pereduksi Jenis Monosakarida ... 10

2.5 Sukrosa ... 10

2.5.1 Pengertian Sukrosa ... 10

2.5.2 Fungsi Sukrosa ... 11

2.4 Metode Luff Schrool... 11

BAB III METODOLOGI PENGUJIAN ... 12

3.1 Prinsip ... 12

3.2 Tempat Pengujian ... 12

3.3 Alat dan Bahan ... 12

3.4 Pereaksi Sukrosa ... 12

3.4.1 Air Suling ... 13

3.4.2 Larutan Kanji 0,5% ... 13

3.4.3 Larutan H2SO4 25% ... 13

3.4.4 KI 20% ... 13

3.4.5 Larutan (NH4) 2HPO4 10% ... 13

3.4.6 Larutan Na2S2O3 0,1 N ... 13

3.4.7 Larutan Timbal Asetat setengah basa ... 13

3.4.8 Larutan Luff Schoorl... 14

3.5 Prosedur ... 14

3.5.1 Prosedur Glukosa ... 14

3.5.2 Prosedur Sukrosa ... 15

3.6 Interprestasi Hasil ... 16


(4)

ix

4.1 Hasil Penetapan Kadar Gula Pereduksi

Metode Luff Schoorl ... 17

4.2 Pembahasan... 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 20

5.1 Kesimpulan ... 20

5.2 Saran ... 20

DAFTAR PUSTAKA ... 21


(5)

x

Tabel Halaman

2.1 Komposisi Kimia Madu per 100gr ... 8

2.2 Mutu Madu Berdasarkan SNI ... 9

4.1 Hasil Penetapan Kadar Glukosa Madu Hutan ... 17

4.2 Hasil Penetapan Kadar Glukosa Madu Sachet ... 17

4.3 Penetapan Kadar Sukrosa Madu Hutan ... 17


(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Identitas Sampel ... 22

2 Tabel Penetapan Gula Menurut Luff Scoorl... 24

3 Data Penimbangan dan Perhitungan Sampel ... 25