PENGARUH MADU Bee pollen TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI IBUPROFEN

(1)

ABSTRACT

THE EFFECT OF Bee pollen HONEY ON HISTOPATHOLOGY IMAGING OF Sprague Dawley STRAIN WHITE RAT’S GASTER THAT

INDUCED BY IBUPROFEN

By

FERINA NUR HAQIQI

Incidence of gastric irritation is increasing globally, caused of them is use of NSAIDs. Side effects that could be occur in gastrointestinal tract is gastric irritation. Alternative treatment for gastric irritation that quite popular is by consuming honey, like Bee pollen honey which is combination of forest honey and pollen from flower pollen. In this study there were 24 samples that divided into 4 groups. Group A is the normal control (distilled water). Group B is negative control (ibuprofen and distilled water). Group C were induced by ibuprofen and Bee pollen honey half of the recommended dose (0,77 mL/kg’s rat). Group D were given ibuprofen and Bee pollen honey with recommended dosage (1,54 mL/kg’s rat). Treatment was given for 14 days. Termination was done by anesthesia that used ketamine-xylazine intaperitoneal, then euthanasia by cervical dislocation method, after that gastric was taken and slide was made with hematoxylin-eosin (HE). The results of histopathology imaging classified in a scoring system that is 0 means no necrosis and no inflammatory cells, 1 means there is focal necrosis and there are inflammatory cells lighter, 2 means difuse necrosis and multifocal inflammatory cells and 3 means perforation. The data was abnormal and homogeneous. Non-parametric test was using Kruskal-Wallis test followed by post hoc test of Mann-Whitney. Based on the test results that obtained, there is significantly difference between groups A, B, C and D. Bee pollen honey has healing effect on histopathology imaging of Sprague dawleystrain white rat’s gaster that induced by ibuprofen.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH MADU Bee pollen TERHADAP GAMBARAN

HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI IBUPROFEN

Oleh

FERINA NUR HAQIQI

Insidensi iritasi gaster semakin meningkat secara global, penyebab tersering adalah pengguanan OAINS. Efek samping yang terjadi pada saluran gastrointestinal yaitu iritasi gaster. Salah satu pengobatan alternatif iritasi gaster yang dikenal masyarakat yaitu dengan mengonsumsi madu, salah satunya madu Bee pollen yang merupakan kombinasi antara madu hutan dan serbuk sari dari bunga pollen. Dalam penelitian ini terdapat 24 sampel yang menjadi 4 kelompok. Kelompok A adalah kontrol normal (hanya diberikan aquades). Kelompok B adalah kontrol negatif (hanya diberikan ibuprofen dan aquades). Kelompok C diberikan ibuprofen dan madu Bee pollen setengah dosis anjuran (0,77 mL/kgBB tikus). Kelompok D diberikan ibuprofen dan madu Bee pollen sesuai dosis anjuran (1.54 mL/kgBB tikus). Perlakuan diberikan selama 14 hari. Tikus diterminasi dengan anastesi terlebih dahulu menggunakan ketamine xylazine secara IP, kemudian di euthanasia dengan metode cervical dislocation kemudian diambil organ gaster dan selanjutnya dibuat preparat dilakukan pengecatan dengan Hematoksilin‒Eosin (HE). Hasil gambaran histopatologi diklasifikasikan dalam sistem skoring yaitu 0 berarti tidak ada nekrosis dan tidak ada sel radang, 1 berarti terdapat nekrosis setempat (fokal) dan terdapat sel radang ringan, 2 berarti nekrosis merata (difusa) dan sel radang menyebar (multifokal) dan 3 berarti perforasi. Didapatkan data yang tidak normal dan homogen. Uji non parametrik menggunakan uji Kruskal‒Wallis yang dilanjutkan dengan uji post hocMann‒Whitney. Berdasarkan uji statistik diperoleh hasil terdapat perbedaan bermakna antara kelompok A, B, C dan D. Madu Bee pollen memiliki pengaruh terhadap histopatologi gaster tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi ibuprofen.


(3)

PENGARUH MADU Bee pollen TERHADAP GAMBARAN

HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI IBUPROFEN

Oleh

FERINA NUR HAQIQI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

PENGARUH MADU Bee pollen TERHADAP GAMBARAN

HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI IBUPROFEN

(Skripsi)

Oleh :

FERINA NUR HAQIQI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Letak gaster……….………..………. 6

2. Gambaran histologis mukosa gaster ..………..…... 8

3. Patogenesis Ulkus Gaster……….. 10

4. Morfologi ulkus gaster……….. 11

5. Waktu paruh, struktur kimia, dan lokasi metabolisme ibuprofen.. 12

6. Efek samping OAINS……… 15

7. Pollen load yang dibawa oleh lebah pekerja………. 16

8. Bee bread dan madu dalam sel-sel di sisiran sarang………. 17

9. Kerangka teori……… 23

10. Kerangka konsep……… 24

11. Diagram alir………... 32

12. Gambaran histopatologis tikus Kelompok A………... 45

13. Gambaran histopatologis tikus Kelompok B……… 46

14. Gambaran histopatologis tikus Kelompok C………... 47


(6)

v

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keterangan Lulus Kaji Etik

2. Sertifikat Hasil Peneraan Timbangan TIkus 3. Hasil Pemeriksaan Histopatologi

4. Dokumentasi Penelitian

5. Pengolahan data dan Uji Statistik 6. Tabel BB Tikus dan konversi dosis


(7)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan mineral pada madu bee pollen……….. 19 2. Kandungan vitamin dan nutrisi lain pada madu bee pollen……… 20

3. Definisi operasional……… 31

4. Hasil skoring gambaran histopatologi gaster tikus yang dilihat dengan

mikroskop cahaya dalam 5 lapang pandang………. 48 5. Hasil rata rata gambaran histopatologis gaster………. 49 6. Analisis Shapiro-Wilk gambaran histopatologis gaster tikus putih………. 50


(8)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I . PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1 Manfaat Teoritis………... 4

1.4.2 Manfaat Praktis……….... 5

II . TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaster ... 6

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Gaster ... 6

2.1.2 Histologi Mukosa Gaster ... 8

2.1.3 Pertahanan Mukosa Gaster ... 9

2.1.4 Patogenesis Ulkus Gaster ... 10

2.1.5 Morfologi Ulkus Gaster ... 11

2.1.6 Penilaian Ulkus ... 12

2.2 Ibuprofen ... 13

2.3 Madu Bee Pollen ... 15

2.3.1 Cara Memperoleh Bee Pollen ... 15

2.3.2 Mekanisme Kerja Madu Bee Pollen dalam penyembuhan ulkus gaster ... 17

2.3.3 Kandungan Madu Bee Pollen ... 18

2.4 Tikus Putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley ... 20

2.5 Kerangka Teori ... 21

2.6 Kerangka Konsep ... 24


(9)

ii

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 25

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 26

3.3 Alat dan Bahan ... 26

3.3.1 Alat Penelitian ... 26

3.3.2 Bahan Penelitian ... 26

3.4 Subyek Penelitian ... 27

3.4.1 Populasi ... 27

3.4.2 Sampel ... 27

3.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 30

3.4.3.1 Kriteria Inklusi... 30

3.4.3.1 Kriteria Eksklusi ... 30

3.5 Variabel Penelitian ... 30

3.5.1 Variabel Bebas (Independent variable) ... 30

3.5.2 Variabel Terikat (Dependent variable) ... 30

3.5.3 Definisi Operasional ... 31

3.6 Diagram Alir………. 32

3.7 Prosedur Penelitian ... 33

3.7.1 Aklamatisasi Hewan Coba ... 33

3.7.2 Pembuatan Larutan Madu Bee pollen ... 33

3.7.3 Induksi Ibuprofen Suspensi……… 35

3.7.4 Induksi Larutan Madu Bee pollen………. 36

3.7.5 Terminasi Hewan Coba………. 37

3.7.6 Prosedur Pembuatan Slide………. 38

3.7.7 Prosedur Pulasan Hematoksilin Eosin………... 41

3.8 Analisis Data ... 42

3.9 Ethical Clearance ... .. 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Hasil……… 43

4.1.1 Gambaran histopatologis gaster tikus putih…… 45

4.1.2 Analisis data………... . 49

4.2 Pembahasan……… 51

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……… 57

5.2 Saran………... 58 DAFTAR PUSTAKA


(10)

(11)

(12)

Bismillahirrahmaanirrahiim… Assalamu’alaikum Wr Wb

Kupersembahkan karya kecil ini sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan ridho-Nya

Untuk kedua orang tuaku dan kedua adikku yang selalu mendukung setiap langkahku tanpa ragu sedikitpun. Dan untuk setiap kasih sayang yang selalu

tercurah untukku.

Untuk teman-teman seperjuangan yang selalu menyemangati dan selalu mengingatkanku untuk terus menjadi pribadi yang lebih baik.

JANGAN PERNAH LELAH UNTUK BELAJAR

KARENA BELAJAR ADALAH

BENTUK IBADAH DAN RASA SYUKUR

ATAS AKAL PIKIRAN YANG ALLAH BERIKAN KEPADA KITA


(13)

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 3 Januari 1995, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari Bapak Ir. H. Ferry Sidjaja, MM dan Ibu Hj. Tuty Huriyah.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDS Hang Tuah IV pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 19 Jakarta pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 6 Jakarta pada tahun 2012.

Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif pada organisasi Forum Studi Islam Ibnu Sina (FSI Ibnu Sina) FK Unila Sebagai Sekretaris Biro Dana dan Usaha periode 2013-2014, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai anggota biro KIK periode 2013-2014 dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FK Unila sebagai ketua komisi B periode 2014-2015.


(15)

SANWACANA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurah kepada suri tauladan dan nabi akhir zaman Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarganya, para sahabatnya dan umatnya sampai akhir zaman.

Skripsi berjudul ”PENGARUH MADU Bee pollen TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS PUTIH JANTAN GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI IBUPROFEN” ini disusun merupakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.

Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan kepada semua pihak yang telah berperan atas dorongan, bantuan, saran, kritik dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan antara lain kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas Lampung. 2. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran


(16)

3. dr. Susianti, M.Sc selaku Pembimbing Pertama atas semua bantuan, saran, bimbingan dan pengarahan yang sangat luar biasa ditengah kesibukan beliau, beliau tetap ada untuk membantu dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Soraya Rahmanisa, S.Si, M.Sc selaku Pembimbing Kedua atas semua

bimbingan, saran dan nasehat yang konstruktif.

5. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku pembahas yang telah memberikan banyak masukan untuk skripsi ini sehingga skripsi ini.

6. Ibu Soraya Rahmanisa, S.Si, M. Sc., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan dan motivasi selama proses perkuliahan.

7. Bapak dan Ibu Staff Administrasi serta seluruh civitas akademik Fakultas Kedokteran Unila, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. 8. Untuk mamaku tercinta, Hj. Tuty Huriyah terima kasih untuk semua cinta

dan kasih sayang yang tidak pernah putus sejak fina masih dalam kandungan sampai saat ini. Terima kasih karena sudah selalu mendukung semua cita-cita yang fina pilih dan selalu menyertai langkah fina dalam meraih cita-cita fina. Terima kasih untuk semua pelajaran hidup yang sudah mama ajarkan selama ini. Terima kasih sudah menjadi mama dan sahabat terbaik buat fina. Fina sayang mama.

9. Untuk papaku tercinta, Ir. H. Ferry Sidjaja, MM terima kasih untuk semua cinta dan kasih sayang yang selalu papa berikan untuk fina. Terima kasih untuk semua didikan papa karena semua didikan papa, fina bisa mampu sampai di titik ini. Terima kasih untuk segala kerja keras papa selama ini untuk mendukung semua mimpi dan cita-cita fina. Fina sayang papa.


(17)

10.Untuk adik adikku tercinta, Ferani Yunita Nur ‘Aini yang selalu mengerti semua permasalahanku dan selalu menjadi pendengar yang baik disetiap ceritaku dan Fanny Agustri Nur Hasanah yang selalu menghiburku dengan segala kelucuannya. Semangat terus yaa dek belajarnya, kakak sayang kalian.

11.Untuk oma tercinta, Hj. Kim Kusdiningsih, terima kasih oma untuk semua doa dan semangat yang selalu oma berikan untuk fina. Sehat-sehat yaa oma, biar nanti oma bisa dateng sumpah dokter fina dan liat fina jadi dokter seperti yang selalu oma bilang ke fina.

12.Untuk seluruh keluarga besar, terima kasih banyak untuk semua dukungannya selama ini. Khususnya untuk Om Don dan Tante Nidya terima kasih banyak atas ilmunya, maaf sering fina gangguin untuk nanya pelajaran selama kuliah.

13.Untuk keluargaku di Lampung, Bukan geng a.k.a Klub Cabe. Ratna Agustina, Andika Yusuf R., Gheavani Legowo, Airi Firadausia K., Desti Nurul Q., Farida Hakim L., Nindriya Kurniandari, Hani Zahiyyah S., Idzni Mardhiyah, Hanifah Rahmania, Fairuz Rabbaniyah, Dyah Kartika U. dan Nico Aldrin A. Terima kasih untuk 3.5 tahun ini, semoga kita kompak selalu sampai jannah-Nya yaa. Aamiiin. Terima kasih sudah menjadi sahabat setia dari masa kita masih jalan kaki bareng, hujan hujanan bareng, ketawa bareng, nangis bareng, ngeteng bareng, belajar bareng, pokoknya semuanya bareng. Hahaha, udah deh ini air mata udah netes juga ngingetnya.


(18)

14.Untuk sobat “tikus-tikus putih” Bobi Kurnia H., Andika Yusuf Ramadhan dan Fairuz Rabbaniyah. Terima kasih atas bantuanya selama penelitian ini, terima kasih telah membuat seorang fina bisa megang tikus dan nyonde tikus. Terima kasih juga untuk Abdul Rois R yang sudah memberikan pencerahan dikala SPSS itu sangat gelap gulita.

15.Untuk keluarga FKUNILA 2012 terima kasih banyak sudah menjadi angkatan yang luar biasa tidak terbayangkan oleh akal sehat. Pokoknya T-W-E-L-V-E good job…good job!

16.Untuk teman teman asisten dosen histologi khususnya untuk angkatan 2012 Andika Yusuf R, Deborah, Ade, Sheba, Gaby, Ruth, Sefira, Rana, Nana, terima kasih untuk kerjasama dan ilmunya selama 2,5 tahun ini. Untuk adik adik asdos histo angkatan 2013 dan 2014 tetap semangat berbagi ilmu. Dan spesial untuk dr. Susianti, M.Sc , dr. Anggi Setiorini, dr. Ricky Pebriansyah dan dr. Nurul Utami selaku dosen pengampu mata kuliah Histologi, terima kasih banyak sudah mempercayakan saya untuk menjadi asdos histo dan terima kasih atas ilmu yang luar biasa selama saya menjadi asdos histo.

17.Untuk kakakku yang paling baik, dr. Elis Sri Alawiyah yang banyak sekali membantu dan menjadi sahabat yang baik semenjak fina masih jadi maba sampai sekarang. Mulai dari nangis zaman propti sampe nangis-nangis gara-gara tikus. Hahaha. Dan untuk kakak-kakaku, dr. Harli Feryadi, dr. Friska Dwi Anggraini, dr. Aqsha Ramadhanisa, dr. Nora Ramkita, dr. Asticaliana Erwika dan dr. Muslim Thaher, terima kasih


(19)

untuk semua nasehat dan bimbingannya selama ini. Untuk Mba Diraifa Intancia, semangat selalu mba!

18.Untuk BFF Mahakam teman semenjak SMA, Cassandra, Fajar, Rifqi, Tyas, Gaby, Rayhan, Dika dan Nesia. Untuk kebersamaannya selama ini. Tetep keep in touch ya sampe kapanpun. Inget janji kita mau ke London sama keliling Eropa bareng. Hahahaha.

19.Untuk teman teman KKN yang sudah membantu seorang ferina survive di tengah hutan karet Tulang Bawang Barat, Kecamatan Way Kenanga, Desa Balam Jaya. Hahahaha. Senang, Ka Ali, Ka Tulus, Ka Ferli, dan Ka Andri terima kasih atas semua bantuan dan pengertiannya sehingga 40 hari itu bisa terlewati.

20.Untuk tim suksesnya fina, mba Rita, om Tarno dan om Masri yang sudah nganterin fina kemana-mana dari zaman ujian masuk FK sampe nganterin tikus ke Lampung. Terima kasih banyaaaak.

21.Untuk guru-guru yang selalu mendukung cita-cita fina, ibu Kadarwati Mardiutama, ibu Husni, ibu Siti Mukhlisoh, ibu Herni, bapak Bambang, ibu Heni, ibu Namih, ibu Herni, ibu Ester dan bapak Denny Mawardi Terima kasih banyak untuk semua ilmu dan kesabarannya dalam membimbing fina.

22.Untuk teman-teman SD Hang Tuah IV dan SMPN 19 Jakarta, terima kasih atas dukungannya.


(20)

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.

Demikianlah, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insidensi iritasi gaster semakin meningkat secara global. Di Indonesia, 4 juta orang menderita iritasi gaster setiap tahunnya, dan 46% dari kejadian iritasi gaster disebabkan oleh pemakaian Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) yang bersifat mengiritasi gaster. Sifat iritatif ibuprofen terhadap gaster ini diawali dengan terjadinya sindroma dispepsia yang berkembang menjadi gastritis hingga menjadi ulkus gaster bahkan dapat menimbulkan suatu perforasi pada gaster (Uyan et al., 2008).

Normalnya, barrier (sistem pertahanan) pada gaster dapat menahan asam klorida (HCl) yang disekresikan oleh sel−sel parietal gaster, hal tersebut dikarenakan gaster yang memiliki barrier berupa lapisan mukosa beserta dengan faktor endogen dan eksogen, epitel kolumnar dan 3 lapisan muskular sehingga HCl dapat mencerna bolus–bolus makanan dari esofagus menjadi kimus−kimus tanpa merusak gaster. Namun, apabila terjadi ketidakseimbangan antara faktor endogen dengan eksogen akan menyebabkan hilangnya barrier pada gaster, sehingga HCl yang dihasilkan sel−sel parietal dapat menyebabkan iritasi pada gaster. Tidak seimbangnya antara faktor


(22)

2

endogen dan eksogen dapat disebabkan oleh makanan, minuman, stres psikologis, OAINS, alkohol, dan bile reflux (Guyton et al., 2006).

Salah satu penyebab terjadinya iritasi gaster yang sering ditemui adalah penggunaan OAINS. Ibuprofen adalah OAINS yang pertama kali diperkenalkan di banyak negara, sekaligus menjadi OAINS over the counter (obat yang bisa didapatkan tanpa preskripsi dokter) pertama. Efek samping yang tersering terjadi pada saluran gastrointestinal yaitu iritasi gaster yang disertai anemia sekunder akibat pendarahan saluran cerna hingga perforasi gaster (Moore, 2007).

Pengobatan iritasi gaster di Indonesia terdiri atas pengobatan alternatif dan medikamentosa. Salah satu alternatif pengobatan yang dikenal masyarakat yaitu dengan mengonsumsi madu. Sejak dahulu, madu dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Penyakit–penyakit yang berhasil disembuhkan diantaranya luka pasca pembedahan, penyakit saluran pernapasan bagian atas, penyakit paru (TBC pulmonary), penyakit cardiovascular, penyakit pada saluran gastrointestinal, penyakit sistem hepatobilier, penyakit syaraf dan penyakit kulit (Suprijono et al., 2011).

Madu memiliki berbagai macam jenis dan efekasi. Jenis–jenis madu dibagi berdasarkan asal nektar yang meliputi madu flora, madu ekstra flora dan madu embun. Salah satu madu yang saat ini sedang dikembangkan adalah madu jenis Bee pollen. Madu Bee pollen merupakan kombinasi antara madu hutan


(23)

3

yang termasuk golongan madu embun dan serbuk sari dari bunga pollen (Mujetahid, 2007).

Madu Bee pollen terus dikembangkan karena komponennya yang terdiri dari madu hutan dan pollen yang memiliki khasiat baik untuk kesehatan. Madu hutan terbukti memiliki beberapa efek berupa efek antibakteri, antiinflamasi, dan antioksidan. Efek antibakteri pada madu bekerja dengan cara membuat kondisi gaster menjadi tidak mendukung untuk pertumbuhan bakteri baik untuk bakteri gram positif maupun negatif. Efek antiinflamasi langsung pada madu bekerja dengan cara meningkatkan kadar Malondialdehid (MDA) dan peroksidasi lipid yang dapat menurunkan jumlah sel–sel radang. Sedangkan efek antioksidan pada madu bekerja dengan cara, kandungan fenol pada madu dapat memblok aktivitas Reactive Oxygen Species (ROS) yang merupakan pembawa pesan umpan balik dari respon inflamasi (Bogdanov, 2015).

Pada penelitian sebelumnya didapatkan bahwa pollen memiliki kandungan vitamin dan mineral yang cukup lengkap diantaranya; vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, vitamin B9, vitamin C, vitamin E, seng (Zn), kalium (K), magnesium (Mg), fosfor (P), natrium (Na) dan cupri (Cu). Selain itu terdapat kandungan senyawa kimia seperti flavonoid, fitosterol, fenilamin, lisin, falin, asam alfalinoleik, dan polifenol. Diharapkan dengan adanya kombinasi madu hutan dengan serbuk sari bunga pollen dalam bentuk madu Bee pollen dapat memberikan efek penyembuhan pada iritasi gaster secara optimal (Campos et al., 2008).


(24)

4

1.2 Perumusan Masalah

Apakah madu Bee pollen memiliki pengaruh terhadap gambaran histopatologi gaster tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi ibuprofen?

1.3 Tujuan

a. Mengetahui adanya pengaruh madu Bee pollen terhadap gambaran histopatologi gaster tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi ibuprofen.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan bidang histopatologi, biomedik dan farmakologi mengenai pengaruh madu Bee pollen terhadap histopatologi gaster tikus putih galur Sprague dawley yang diinduksi ibuprofen.


(25)

5

1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1 Bagi Peneliti

Menambah wawasan peneliti tentang pengaruh dari pemberian madu Bee pollen terhadap histopatologi gaster tikus putihjantan galur Sprague dawley yang diinduksi ibuprofen.

1.4.2.2 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang efek dari pemberian madu Bee pollen terhadap iritasi gaster yang salah satunya disebabkan oleh ibuprofen.

1.4.2.3 Bagi Peneliti Lain

Menjadi bahan referensi atau pustaka untuk dikembangkan ke penelitian selanjutnya.

1.4.2.4 Bagi Institusi

Mendukung visi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung sebagai 10 Fakultas Kedokteran terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan Agromedicine.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Gaster

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Gaster

Salah satu organ traktus gastrointestinal adalah gaster. Gaster terletak pada bagian superior sinistra rongga abdomen dibawah diafragma seperti terlihat pada gambar 1. Secara anatomi, gaster terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus, korpus, dan pilorus (Ellis, 2006).

Gambar 1. Letak gaster (Ellis, 2006)

Fungsi gaster diantaranya; absorbsi nutrisi seperti glukosa, sekresi asam klorida (HCl), produksi kimus, mencerna protein, produksi mukus dan produksi faktor intrinsik yaitu suatu glikoprotein yang disekresikan oleh


(27)

7

sel parietal. Secara histologis, terdapat beberapa kelenjar pada bagian gaster diantaranya:

a. Kelenjar kardia hanya mensekresi mukus

b. Kelenjar fundus–korpus yang terdiri dari sel utama (chief cell) mensekresi pepsinogen, sel parietal mensekresi HCl dan faktor intrinsik, serta mensekresi mukus.

c. Kelenjar pilorus terletak di antrum pilorus berfungsi untuk mensekresi mukus dan gastrin (Ellis, 2006).

Tahap fisiologis sekresi HCl pada mukosa gaster, terdiri dari 3 tahap diantaranya:

a. Tahap yang diinisiasi dengan melihat, merasakan, membaui, dan menelan makan, yang dimediasi oleh aktivitas vagal disebut tahap sefalik.

b. Tahap gastrik meliputi stimulasi reseptor regangan oleh otot pada gaster dan dimediasi oleh impuls vagal serta sekresi gastrin dari sel endokrin (sel G) di kelenjar–kelenjar antral. Sekresi Gastrin dipicu oleh asam amino dan peptida di lumen.

c. Tahap intestinal terjadi setelah kimus menuju duodenum dan memicu sekresi enzim–enzim pencernaan yang di sekresi oleh pankreas, hepar, dan kandung empedu. (Guyton et al., 2006).


(28)

8

2.1.2 Histologi Mukosa Gaster

Secara histologis, gaster terdiri dari beberapa lapisan yaitu tunika mukosa, submukosa, tunika muscularis, dan tunika serosa. Tunika mukosa memiliki 2 bagian yaitu bagian foveolar superficial dan bagian glandula. Bagian foveolar memiliki bentuk dan ukuran yang relatif seragam, meliputi sel–sel epitel yang juga melapisi lekukan berbentuk corong yang disebut sumuran gaster seperti terlihat pada gambar 2 (Eroschenko, 1996).

Gambar 2. Gambaran histologis mukosa gaster (Iizuka 2007).

Sel–sel epitel mukosa merupakan epitel kolumner simpleks yang mensekresi lendir dan bersatu membentuk selubung sekretorik. Kelenjar– kelenjar gaster yang terletak di lamina propia tunika mukosa dan


(29)

9

bermuara ke dasar sumuran gaster terdiri dari kelenjar fundus, kelenjar korpus–fundus dan kelenjar pilorus. Setiap kelenjar tubulosa memiliki 3 bagian; korpus sebelah dalam, leher ditengah, dan isthmus di atas. Melalui isthmus, kelenjar terbuka ke dasar sumuran. Kelenjar korpus– fundus terdiri dari sel utama, sel parietal, sel mukosa leher, dan sel endokrin. Sel yang paling banyak adalah chief cell di korpus kelenjar korpus–fundus (Suprijono et al., 2011).

2.1.3 Pertahanan Mukosa Gaster

Pertahanan mukosa melindungi mukosa gaster dari autodigesti, yaitu: a) Sekresi mukus: lapisan tipis pada permukaan mukosa gaster. HCl

dan pepsin di sekresikan dari kelenjar gaster melewati lapisan permukaan mukosa dan memasuki lumen gaster tanpa adanya kontak langsung dengan epitel mukosa gaster.

b) Sekresi bikarbonat: epitel mukosa gaster mensekresi bikarbonat ke zona batas adhesi mukus, menyebabkan pH mikro–lingkungan netral pada zona batas adhesi mukus.

c) Pertahanan epitel: rangkaian interseluler yang menjadi pertahanan dari difusi balik ion hidrogen.

d) Vaskularisasi gaster: menyediakan oksigen, bikarbonat, dan nutrien untuk epitel gaster (Wibhisono et al., 2014).


(30)

10

2.1.4 Patogenesis Ulkus Gaster

Faktor yang penting dalam pathogenesis ulkus gaster adalah efek iritatif dan destruktif yang ditimbulkan oleh Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS). Salah satu jenis OAINS adalah Ibuprofen yang dapat menyebabkan iritasi pada gaster dengan 2 cara yaitu; secara langsung atau iritasi topikal dari jaringan epitel sekaligus menghambat sintesis prostaglandin. Terdapat beberapa mekanisme lain seperti histamin yang dapat menstimulasi sekresi HCl dan pepsin. Timbul reaksi inflamasi pada mukosa yang menjadi edema. Kapiler mukosa yang mengalami ekstravasasi, mengakibatkan hemoragi intestinalis dan perdarahan seperti pada gambar 3 (Agung et al., 2013).


(31)

11

2.1.5 Morfologi Ulkus Gaster

Inflamasi yang terus menerus tanpa adanya terapi yang adekuat dapat menyebabkan iritasi atau erosi gaster, dimana terjadi kehilangan integritas dari mukosa gaster yang terbatas pada mukosa dan tidak mencapai lapisan muskularis gaster. Efek dari iritasi gaster dapat berupa hiperemi ringan dan edema disertai sebukan sel radang, limfosit, makrofag, polimorfonuklear (PMN), dan eosinofil pada lapisan permukaan dari lamina propia. Bahkan pada beberapa kasus dilaporkan terjadi pelepasan mukosa setempat. Apabila proses ini tidak dihambat, akan terjadi terus menerus hingga pada lapisan muskularis. Dan lesi yang sudah mencapai lapisan muskularis disebut ulkus (Goldie, 2013).


(32)

12

2.1.6 Penilaian Ulkus

Ulkus gaster dapat di deteksi dengan berbagai pemeriksaan. Diantaranya pemeriksaan radiologi berupa pemeriksaan barium x–ray, pemeriksaan pH nafas, endoskopi dan pemeriksaan histopatologi. Pada pemeriksaan ini akan didapatkan hasil seperti:

a) Pada pemeriksaan barium x–ray akan didapatkan gambaran letak dari ulkus. Apakah ulkus masih berada di gaster atau sudah sampai duodenum. Dan dapat juga melihat luas dari ulkus.

b) Pemeriksaan pH nafas tidak memberikan banyak informasi, hanya menjelaskan apakah terjadi peningkatan asam lambung sudah refluks sampai ke esofagus.

c) Pemeriksaan yang paling spesifik adalah endoksopi. Alat endoskopi dilengkapi dengan kamera, alat untuk memasukkan udara ke dalam saluran cerna, serta lampu. Endoskopi akan dimasukkan ke saluran cerna, lalu setelah sampai gaster akan terlihat kondisi pada dinding saluran cerna.

d) Sedangkan pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk menilai gambaran histopatologi, dapat dikelompokkan dengan teknik skoring sebagai berikut:

0: Tidak ada nekrosis dan tidak ada sel radang


(33)

13

2: Nekrosis merata (difusa) dan sel radang menyebar (multifokal)

3: Perforasi (Mustaba et al., 2012)

2.2Ibuprofen

Ibuprofen merupakan golongan OAINS. Efek samping ibuprofen dalam sediaan oral salah satunya adalah iritasi pada gaster. Ibuprofen diserap dengan mudah di dinding saluran pencernaan. Kadar puncak ibuprofen zat aktif dalam darah dicapai dalam waktu 1–2 jam setelah pemberian oral, dapat dilihat pada gambar 5, dengan waktu paruh eliminasi selama dua jam. Karena memiliki waktu paruh yang pendek, pemberian ibuprofen dapat dilakukan tiga kali sehari untuk mendapatkan efek terapi yang optimum (Arianto, 2005).

Gambar 5. Waktu paruh, struktur kimia, dan lokasi metabolisme ibuprofen (Hendradiana et al., 2006).


(34)

14

Ibuprofen memiliki sifat tidak larut dalam air. Jadi untuk mendapatkan sediaan peroral dalam bentuk cair dapat diformulasikan ke dalam bentuk sediaan suspensi. Untuk membuat suatu sediaan suspensi, dibutuhkan bahan pensuspensi seperti natrosol HBR yang dapat meningkatkan viskositas dan memperlambat sedimentasi sehingga dapat menghasilkan suspensi yang stabil (Emilia et al., 2011).

Ibuprofen adalah turunan dari asam fenil propionat dari golongan OAINS. Ibuprofen yang memiliki analgetik–antipiretik ini bekerja dengan cara menghambat enzim siklo–oksigenase pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam arakidonat menjadi Prostaglandin G2 (PG–G2) terganggu (Gosal et al., 2012).


(35)

15

Ibuprofen memiliki efek samping diantaranya; gastroulseratif, diare, mual, pusing, kadang terjadi ruam pada kulit. Ulkus pada sistem gastrointestinal merupakan resiko tinggi pada pemberian dosis besar, seperti terlihat pada gambar 6 (Putra et al., 2011).

Gambar 6. Efek samping OAINS (Febrianti et al., 2013).

2.3Madu Bee pollen

Di Indonesia, madu dipercaya masyarakat dapat menyembuhkan beberapa penyakit sejak dulu. Penyakit–penyakit yang dipercaya dapat disembuhkan oleh madu antara lain: luka (pasca pembedahan, penyakit saluran pernapasan bagian atas, penyakit paru (TBC pulmonary), penyakit jantung, penyakit pada saluran gastrointestinal, penyakit sistem hepatobilier, penyakit syaraf dan penyakit kulit. (Mutmainnah, 2008).


(36)

16

2.3.1 Cara Memperoleh Madu Bee pollen

Serbuk sari pollen merupakan sel gamet jantan pada bunga pollen yang merupakan sumber protein bagi lebah madu. Serbuk sari diambil oleh lebah madu pekerja pada saat mengunjungi bunga (Radam, 2011).

Dalam 12 bulan, 1 koloni lebah dapat mengkonsumsi 20–40 kg serbuk sari. Serbuk sari akan menempel pada permukaan tubuh lebah madu. Lebah madu akan mengumpulkan serbuk sari pollen di kedua kaki belakangnya (corbiculata) seperti terlihat pada gambar 7. Pada corbiculata, terbentuk suatu struktur yang disebut pollen basket untuk untuk mengumpulkan butir–butir serbuk sari. Serbuk sari yang terkumpul pada pollen basket disebut pollen load atau pollen pellet (Panel, 2011).

Gambar 7. Pollen load yang dibawa oleh lebah pekerja (Widowati, 2013).

Bee pollen merupakan pollen load yang sudah terkumpul. Bila pollen load dilepaskan pada sisiran sarang (comb), pollen load akan bercampur dengan madu. Campuran ini kemudian dimasukkan oleh lebah pekerja ke dalam


(37)

17

sel–sel berbentuk segi enam pada sisiran sarang dan serbuk sari ini disebut dengan bee bread seperti terlihat pada gambar 8 (Widowati, 2013).

Gambar 8. Bee bread dan madu dalam sel–sel di sisiran sarang (Widowati, 2013) .

2.3.2 Mekanisme Kerja Madu Bee pollen dalam Penyembuhan Ulkus Gaster Madu Bee pollen terus dikembangkan karena komponennya yang terdiri dari madu hutan dan Bee pollen itu sendiri memiliki khasiat yang sangat baik untuk kesehatan. Madu hutan sendiri terbukti memiliki beberapa efek berupa efek antibakteri, antiinflamasi, dan antioksidan (Bukhari et al., 2011).

Efek antibakteri pada madu bekerja dengan cara membuat kondisi lingkungan sekitarnya menjadi tidak mendukung untuk pertumbuhan bakteri baik untuk bakteri gram positif maupun negatif. Efek antiinflamasi langsung pada madu bekerja dengan cara meningkatkan kadar MDA dan


(38)

18

peroksidasi lipid yang dapat menurunkan jumlah sel–sel radang. Sedangkan efek antioksidan pada madu bekerja dengan cara, kandungan fenol pada madu dapat memblok aktivitas ROS yang merupakan pembawa pesan umpan balik dari respon inflamasi (Molan, 2006).

Serbuk sari pada pollen memiliki kandungan vitamin dan mineral yang cukup lengkap yang dapat menunjang dari proses penyembuhan yang dilakukan oleh madu hutan diantaranya; vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, vitamin B9, vitamin C, vitamin E, seng (Zn), kalium (K), magnesium (Mg), fosfor (P), natrium (Na) dan cupri (Cu). Serta kandungan lain seperti flavonoid, fitosterol, fenilamin, lisin, falin, asam alfalinoleik, dan polifenol. Diharapkan dengan adanya kombinasi dari madu hutan dan serbuk sari bunga pollen dalam bentuk madu Bee pollen dapat memberikan efek penyembuhan pada ulkus gaster secara optimal (Campos et al., 2008).

2.3.3 Kandungan Madu Bee pollen

a. Karbohidrat

Karbohidrat terutama polisakarida seperti fruktosa, glukosa dan sukrosa terdiri dari sekitar 90% dari madu.

b. Serat kasar

Serat kasar memiliki kandungan yang bervariasi. Sebuah studi di Swiss melaporkan serat kasar berbeda antara 10 dan 13 g pada Bee pollen.


(39)

19

c. Protein

Pollen mengandung semua asam amino esensial. Tapi kandungan protein, tergantung dari asal botani madu, walaupun tidak ada perbedaan yang bermakna.

d. Lemak

Kandungan lemak juga tergantung dari asal botani madu. 3% dari total lipid pada madu adalah asam lemak bebas sekitar setengah dari seluruh kandungannya adalah asam oleat tak jenuh, (omega–6) linoleat dan linolenat (omega–3).

e. Komponen Mineral

Ada variasi tergantung pada jenis serbuk sari. Mineral utama adalah kalium. Kadar mineral juga tergantung dari asal bunga didapatkannya serbuk sari. Hal ini berlaku untuk kalium, magnesium, kalsium, mangan dan besi, sedangkan seng dan tembaga isi serbuk sari tampaknya lebih konstan, kandungan mineral pada madu Bee pollen tersaji pada tabel 1 (Bogdanov, 2015).

Tabel 1. Kandungan mineral pada madu Bee pollen (Bogdanov 2015).

Mineral Kandungan Mineral/100mg

Potassium (K) 400–2000

Fosfor (P) 80–600

Kalsium (Ca) 20–300

Magnesium (Mg) 20–300

Zink (Zn) 3–25

Mangan (Mn) Besi (Fe) Cupri (Cu) Selenium (Se)

2–11 1.1–17 0.2–1.6 0,05–0,005


(40)

20

f. Vitamin dan kandungan nutrisi lainnya

Ada kontribusi gizi yang signifikan dari sebagian besar vitamin hadir dalam serbuk sari: provitamin A, vitamin E (tokoferol), niacin, tiamin, asam folat dan biotin (Campos et al., 2008).

Tabel 2. Kandungan vitamin dan nutrisi lain pada madu Bee pollen (Campos et al., 2008).

Mineral Kandungan /100mg

Absorbic acid (C) 7–56

β–karoten (provitamin A) 1–20

Tocopherol (vitamin E) 4–32

Niacin (B3) 4–14.4

Pyridoxin (B6) 0.2–0.7

Thiamin (B1) Riboflavin (B2) Pantothenic acid Folic acid Biotin (H)

0.6–1.3 0.6–2.6 0.5–2 0.3–1 0,05–0,07

2.4Tikus Putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley

Berbagai hewan berukuran kecil memiliki karakteristik tertentu yang relatif serupa dengan manusia, sementara hewan lainnya mempunyai kesamaan dengan aspek fisiologis metabolis manusia. Tikus putih galur Sprague dawley adalah salah satu strain tikus yang banyak digunakan untuk penelitian. Tikus Sprague dawley adalah tikus albino yang dihasilkan di tanah pertanian Sprague dawley. Tikus Sprague dawley lebih banyak dipilih karena lebih tahan terhadap perlakuan. Selain itu, tikus juga merupakan hewan omnivora, dan memiliki karakteristik fisiologis lebih mirip dengan manusia dibandingkan dengan hewan


(41)

21

coba lain seperti kelinci, serta dapat dikontrol dari segi asupan makanan untuk mengurangi terjadinya bias pada penelitian (Ridwan, 2013).

2.5Kerangka Teori

Destruksi mukosa gaster diduga merupakan faktor penting dalam patogenesis iritasi gaster. Ibuprofen adalah salah satu OAINS yang dapat menyebabkan iritasi pada gaster dengan 2 cara yaitu; secara langsung atau iritasi topikal dari jaringan epitel dan menghambat sintesis prostaglandin. Selain itu, terdapat beberapa mekanisme lain seperti pelepasan senyawa histamin, sekresi asam dan pepsin yang tinggi serta peningkatan permeabilitas vaskuler terhadap protein. Hal tersebut menyebabkan terjadinya edema pada mukosa, peningkatan sel PMN dan hilangnya protein plasma dalam jumlah besar. Sehingga terjadi kerusakan mukosa pada kapiler yang menyebabkan perdarahan intestinal dan erosi pada mukosa gaster (Prasanti, 2006).

Pengobatan ulkus gaster di Indonesia terdiri atas pengobatan alternatif dan medikamentosa. Salah satu alternatif pengobatan ulkus gaster yang beredar di masyarakat yaitu dengan mengonsumsi madu. Jenis madu yang saat ini sedang dikembangkan adalah madu Bee pollen. Madu Bee pollen terus dikembangkan karena komponennya yang terdiri dari madu hutan dan Bee pollen itu sendiri memiliki khasiat yang sangat baik untuk kesehatan. Madu hutan sendiri terbukti memiliki beberapa efek berupa efek antibakteri, antiinflamasi, dan antioksidan. Efek antibakteri pada madu bekerja dengan cara membuat kondisi lingkungan


(42)

22

sekitarnya menjadi tidak mendukung untuk pertumbuhan bakteri baik untuk bakteri gram positif maupun negatif. Efek antiinflamasi langsung pada madu bekerja dengan cara meningkatkan kadar MDA dan peroksidasi lipid yang dapat menurunkan jumlah sel–sel radang. Sedangkan efek antioksidan pada madu bekerja dengan cara, kandungan fenol pada madu dapat memblok aktivitas ROS yang merupakan pembawa pesan umpan balik dari respon inflamasi (Campos et al., 2008).

Menurut penelitian sebelumnya, Bee pollen memiliki kandungan vitamin dan mineral yang cukup lengkap yang dapat menunjang dari proses penyembuhan yang dilakukan oleh madu hutan diantaranya; vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, vitamin B9, vitamin C, vitamin E, seng (Zn), kalium (K), magnesium (Mg), fosfor (P), natrium (Na) dan cupri (Cu), serta kandungan lain seperti flavonoid, fitosterol, fenilamin, lisin, falin, asam alfalinoleik, dan polifenol. Diharapkan dengan adanya kombinasi dari madu hutan dan serbuk sari bunga pollen dalam bentuk madu Bee pollen dapat memberikan efek penyembuhan pada ulkus gaster secara optimal, kerangka teori penelitian ini terangkum dalam gambar 9 (Bogdanov, 2015).


(43)

23


(44)

24

2.6Kerangka Konsep

Gambar 10. Kerangka konsep penelitian

2.7Hipotesis

Madu Bee pollen memiliki pengaruh terhadap histopatologi gaster tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi ibuprofen.

TIKUS PUTIH (RATTUS NORVEGICUS) DEWASA JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY KONTROL (DIBERIKAN PAKAN NORMAL) DIBERIKAN IBUPROFEN SUSPENSI MENILAI GAMBARAN HISTOPATOLO GIS MUKOSA GASTER TIKUS DIBERIKAN MADU BEE POLLEN SESUAI DOSIS

ANJURAN DIBERIKAN

MADU BEE POLLEN SETENGAH

DOSIS ANJURAN


(45)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Penlitian ini merupakan penelitian penelitian eksperimental dengan rancangan Post Test Only Control Group Design. Pengambilan data dilakukan hanya pada saat akhir penelitian setelah dilakukannya perlakuan dengan membandingkan hasil pada kelompok yang diberi perlakuan dengan kelompok yang tidak diberi perlakuan.

3.2Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Animal House FK Unila dan Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Hewan coba akan dipelihara di Animal House FK Unila dari masa adaptasi, perlakuan, hingga terminasi. Sedangkan pembuatan preparat gaster hewan coba dan pemeriksaan histopatologi akan dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian ini akan dilakukan kurang lebih selama 6 bulan (Juli–Desember 2015).


(46)

26

3.3Alat dan Bahan 3.3.1 Alat Penelitian

Alat–alat yang digunakan untuk penelitian ini diantaranya:

a. Neraca Elektronik dengan kapasitas/daya baca 3000g/0,1g untuk menimbang berat tikus,

b. Kandang tikus c. Botol minum tikus d. Tempat makan tikus e. Sonde lambung f. Spuit

g. Object glass h. Cover glass i. Slicer preparat

j. Mikroskop cahaya berkamera k. Laptop

3.3.2 Bahan Penelitian

Bahan–bahan yang digunakan untuk penelitian ini diantaranya:

a. Tikus Putih (Rattus norvegicus) dewasa jantan galur Sprague dawley b. Ibuprofen suspensi (tiap 5 ml mengandung 100 mg ibuprofen)

c. Madu Bee pollen dengan nama dagang Bee pollen Plus d. Sekam untuk kandang tikus


(47)

27

e. Pakan tikus

f. Air untuk minum tikus g. Handscoon, masker

h. Formaldehid 10% (metanal atau formalin) i. Hematoksilin eosin

j. Minyak emersi

3.4Subyek Penelitian 3.4.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) dewasa jantan galur Sprague dawley berumur 3−4 bulan dengan berat antara 150−250 gram yang diperoleh dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor .

3.4.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah organ gaster tikus putih galur Sprague dawley yang telah diberi perlakuan dengan dosis dan dalam kurun waktu tertentu. Besar sampel dihitung dengan metode rancangan acak lengkap dapat menggunakan rumus Frederer yaitu (t–1)(r–1)>15, t adalah jumlah kelompok percobaan dan n merupakan jumlah sampel tiap kelompok (Supranto, 2000).


(48)

28

t = Kelompok perlakuan

n = Jumlah sampel untuk 1 kelompok perlakuan

(4–1)(n–1)≥15 3(n–1)≥15

3n–3≥15 3n≥18

n≥6 Besar sampel (N) = txn

= 4x6

= 24 ekor tikus

Jadi dalam penelitian ini, dibutuhkan 24 tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague dawley yang terbagi dalam 4 kelompok masing– masing kelompok terdiri dari 6 ekor, yaitu:

a. Kelompok normal (A) yaitu tikus yang tidak diberikan ibuprofen suspensi maupun madu Bee pollen. Hanya diberikan pakan biasa dengan ukuran sama seperti 3 kelompok lainnya.

b. Kelompok kontrol negatif (B) hanya diberikan Ibuprofen suspensi (tiap 5 ml mengandung 100 mg ibuprofen). Dosis pemberian ibuprofen suspense untuk setiap kali pemberian adalah 6 ml/kgBB/kali pemberian.


(49)

29

Pemberian ibuprofen dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari selama 7 hari (Febrianti et al., 2013).

c. Kelompok C diberikan Ibuprofen suspensi (tiap 5 ml mengandung 100 mg ibuprofen). Dosis pemberian ibuprofen suspense untuk setiap kali pemberian adalah 6 ml/kgBB/kali pemberian. Pemberian ibuprofen dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari selama 7 hari dan 7 hari berikutnya diberikan madu Bee pollen yang tersertifikasi oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan merek dagang Bee pollen Plus. Dosis yang digunakan dalam perlakuan adalah setengah dari dosis anjuran yaitu 0.77 ml/Kg BB tikus. Dilanjutkan dengan metode pengenceran dengan perbandingan 1:3 dengan aquades untuk mempermudah administrasi madu secara peroral.

d. Kelompok D diberikan Ibuprofen suspensi (tiap 5 ml mengandung 100 mg ibuprofen). Dosis pemberian ibuprofen suspense untuk setiap kali pemberian adalah 6 ml/kgBB/kali pemberian. Pemberian ibuprofen dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari selama 7 hari dan 7 hari berikutnya diberikan madu Bee pollen yang tersertifikasi oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan merek dagang Bee pollen Plus. Dosis yang digunakan dalam perlakuan adalah 1,54 ml/Kg BB tikus. Dilanjutkan dengan metode pengenceran dengan perbandingan 1:3 dengan aquades untuk mempermudah administrasi madu secara peroral.


(50)

30

3.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.4.3.1 Kriteria Inklusi :

a. Sehat (tikus dengan bulu yang tidak kusam, bergerak aktif, konsumsi pakan dalam jumlah normal).

b. Memiliki berat badan sekitar 150–250 gram. c. Berjenis kelamin jantan.

d. Berusia sekitar 3−4 bulan.

3.4.3.2 Kriteria Eksklusi :

a. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi di laboratorium.

b. Sakit (tampakan tikus dengan rambut kusam, rontok dan aktivitas kurang atau tidak aktif, keluar eksudat yang abnormal dari mata, mulut, anus, genital).

c. Tikus Mati

3.5Variabel Penelitian

3.5.1 Variabel Bebas (Independent variable)

Variabel bebas pada penelitian ini adalah Madu Bee pollen

3.5.2 Variabel Terikat (Dependent variable)

Histopatologi mukosa gaster tikus putih galur Sprague dawley yang diinduksi ibuprofen suspensi.


(51)

31

3.5.3 Definisi Operasional Tabel 3. Definisi Operasional

Variabel Definisi Skala

Ukur Lama

Pemberian Ibuprofen

Diberikan Ibuprofen suspensi (tiap 5 ml mengandung 100 mg ibuprofen). Dosis pemberian ibuprofen suspense untuk setiap kali pemberian adalah 6 ml/kgBB/kali pemberian

Pemberian ibuprofen dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari selama 7 hari (Febrianti et al., 2013).

Numerik

Lama pemberian madu

Madu yang digunakan dalam penelitian ini adalah madu Bee pollen yang tersertifikasi oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan merek dagang Bee pollen Plus.

Dosis yang digunakan dalam perlakuan menggunakan dosis madu yang biasa diberikan kepada manusia dan dikonversi menjadi dosis hewan. Dosis madu yang dianjurkan untuk manusia dengan BB 60 kg (BB standar manusia) sebesar 15 ml dan dikonversi menjadi dosis hewan coba melalui rumus Body Surface Area sehingga didapatkan dosis madu yang digunakan sebesar 1,54 ml/Kg BB tikus.

Dilanjutkan dengan metode pengenceran dengan perbandingan 1:3 dengan aquades untuk mempermudah administrasi madu secara peroral. Dosis pemberian madu akan terbagi dalam 2 dosis yaitu:

 Dosis 1 adalah setengah dari dosis anjuran madu Bee pollen yaitu 0.77 ml/KgBBtikus/ pemberian.

 Dosis 2 adalah dosis anjuran madu Bee pollen

yaitu 1,54 ml/KgBBtikus/pemberian (Reagan– Shaw et al., 2008).

Numerik

Gambaran histopatologi mukosa gaster tikus

Sediaan histopatologi dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 40x dalam 5 lapang pandang, dengan interpretasi:

0: Tidak ada nekrosis dan tidak ada sel radang

1: Terdapat nekrosis setempat (fokal) dan terdapat sel radang ringan

2: Nekrosis merata (difusa) dan sel radang menyebar (multifokal)

3: Perforasi (Mustaba et al., 2012).


(52)

32

3.6 Diagram Alir


(53)

33

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Aklamatisasi Hewan Coba

Aklamatisasi hewan coba tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley yang berusia 3–4 bulan dengan berat antara 150–250 gr yang akan menjalani masa adaptasi selama 1 minggu di tempat pemeliharaan untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya sebelum diberikan perlakuan. Tikus ditempatkan dalam kandang dengan tutup terbuat dari kawat dan dialasi sekam, makanan tikus berupa pelet (Ridwan, 2013).

Pemberian makanan dan minuman diberikan ad libitum. Lingkungan kandang dibuat agar tidak lembab, suhu kandang dijaga sekitar 25oC, dan diberikan pencahayaan yang cukup. Masing–masing kelompok tikus diletakkan dalam kandang tersendiri dan disekat sehingga tidak saling berinteraksi. Kesehatan tikus dipantau setiap hari hingga akhirnya diterminasi (Febrianti et al., 2013).

3.7.2 Pembuatan Larutan Madu Bee pollen

Madu yang digunakan dalam penelitian ini adalah madu Bee pollen yang terstandar sesuai dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan merek dagang Bee pollen Plus. Dosis yang digunakan dalam perlakuan menggunakan dosis madu yang biasa diberikan kepada manusia dan dikonversi menjadi dosis hewan. Dosis madu yang dianjurkan untuk manusia dengan BB 60 kg (BB standar manusia) sebesar 15 ml dan


(54)

34

dikonversi menjadi dosis hewan coba melalui rumus Body Surface Area (BSA) yang terangkum dibawah ini:

HED (mg atau mlKg ) = dosishewancoba � hewanmanusiacoba Keterangan :

HED : Human Equivalent Dose Km : Konstanta konversi

HED madu didapat sebesar 15 ml untuk 60 kg. sehingga didapat sebesar 0,25 ml/kg BB manusia. HED lalu dikonversikan menjadi dosis hewan coba tikus menggunakan rumus BSA, dibawah ini:

HED (mg atau mlKg ) = dosishewancoba � hewanmanusiacoba

, mlKg = dosishewancoba ×

dosishewancoba = × .

dosis hewan coba sebesar = 1,54 ml/kg BB tikus

Jadi dosis madu yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 1,54 ml/kg BB tikus. Dilanjutkan dengan metode pengenceran dengan perbandingan 1:3 dengan aquades untuk menpermudah administrasi madu secara peroral. Dosis pemberian madu akan terbagi dalam 2 dosis yaitu:


(55)

35

a. Dosis A adalah dosis anjuran madu Bee pollen yaitu 1,54 ml/KgBBtikus/pemberian

b. Dosis B adalah setengah dari dosis anjuran madu Bee pollen yaitu 0.77 ml/KgBBtikus/ pemberian (Reagan–Shaw et al., 2008).

3.7.3 Induksi Ibuprofen Suspensi

Ibuprofen yang digunakan dalam penelitian ini berupa sediaan suspensi yang didapat dari apotek di Bandar Lampung. Dosis yang digunakan sebesar 360 mg/kgBB/hari, dimana pada penelitian sebelumnya, dosis ini dapat memberikan efek yang bermakna pada gaster tikus (Febrianti et al., 2013).

Dosis pemberian ibuprofen suspensi untuk setiap kali pemberian adalah: 360mg/kgBBxBB tikus

/ ��

= � ℎ � �/ ��

Jumlah ibuprofen (ml/kg bb) = 3 � Jumlah ibuprofen (ml/kg bb) = 18 mL

Jumlah ibuprofen (ml/kg bb) = 18ml/kgBB/3 kali pemberian/hari Jumlah ibuprofen (ml/kg bb) = 6 ml/kgBB/kali pemberian

Jadi, ibuprofen yang diberikan pada tikus setiap kali pemberian adalah 6 ml/kgBB/kali pemberian.


(56)

36

Pemberian ibuprofen dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari selama 7 hari. Prosedur pemberian ibuprofen adalah sebagai berikut:

a. Cuci tangan WHO

b. Gunakan handscoon dan masker c. Pasang sonde lambung ke ujung spuit

d. Siapkan ibuprofen suspensi, dan masukkan kedalam spuit

e. Ambil tikus secara perlahan, lalu fiksasi bagian mulut dan leher tikus f. Berikan ibuprofen peroral sesuai dengan dosis yang ditentukan g. Kembalikan tikus ke dalam kandang

3.7.4 Induksi Larutan Madu Bee pollen

Setelah pemberian ibuprofen suspensi selama 7 hari, 2 kelompok tikus akan di berikan madu Bee pollen secara peroral dengan 2 dosis yang berbeda menggunakan sonde lambung selama 7 hari, sebanyak 2 kali sehari.

a. Cuci tangan WHO.

b. Pakai handscoon dan masker.

c. Pasang sonde lambung ke ujung spuit.

d. Siapkan madu Bee pollen yang sudah diencerkan dan masukkan kedalam spuit.


(57)

37

f. Berikan madu Bee pollen yang dengan dosis 1ml/200mgBB dengan menggunakan sonde lambung lambung sesuai dengan dosis yang ditentukan.

g. Kembalikan tikus ke dalam kandang.

Setelah perlakuan selesai dilakukan selama 7 hari. Tikus diterminasi sesuai dengan cara yang diatur dalam kode etik penggunaan hewan coba. Yaitu dengan di anastesi dan selanjutnya dipatahkan leher dari tikus. Setelah itu, tikus di buka dan diambil gasternya untuk dibuat sediaan/slide (Mustaba et al., 2012).

3.7.5 Terminasi Hewan Coba

Terminasi tikus dilakukan setelah perlakuan terakhir. Tikus diterminasi dengan anastesi terlebih dahulu menggunakan ketamine:xylazine dosis 75– 100mg/kg : 5–10 mg/kg (perbandingan 10:1) secara IP, kemudian di euthanasia dengan metode cervical dislocation. Pemberian ketamine:xylazine merupakan euthanasia metode noninhalasi dan biasa digunakan sebagai langkah pertama dari metode euthanasia dua langkah yang dapat menghilangkan kesadaran dengan cepat, yaitu sekitar tiga sampai lima detik setelah injeksi. Sementara cervical dislocation merupakan euthanasia metode fisik yang dapat digunakan pada tikus dengan berat badan ≤ 250 gr, karena jika berat badan tikus lebih berat maka akan terdapat massa otot yang besar di area servikal sehingga menyulitkan dislokasi servikal. Cara melakukan dislokasi servikal pada tikus yaitu


(58)

38

dengan meletakkan ibu jari dan jari telunjuk di setiap sisi leher pada dasar tengkorak untuk memberi tekanan ke bagian posterior dasar tulang tengkorak dan sumsum tulang belakang, sementara tangan lainnya pada bagian ekor lalu ditarik dengan cepat sehingga terjadi pemisahan vertebra servikal dari tengkorak dan terjadi pemisahan sumsum tulang belakang dari otak (Ridwan, 2013).

Setelah itu tikus dibedah dan diambil gasternya. Dilanjutkan dengan memasukkan jaringan gaster ke dalam tabung penyimpanan organ dan di masukkan dalam lemari es dengan suhu sebesar –40C selama 1 hari, setelah itu masukkan dalam upright freezer pada suhu –800C (Atmaja, 2008).

3.7.6 Prosedur pembuatan slide a. Fixation

1. Memfiksasi spesimen berupa potongan organ gaster yang dipilih segera dengan larutan pengawet formalin 10%

2. Mencuci dengan air mengalir b. Trimming

1. Mengecilkan organ menjadi 3 mm.

2. Memasukan potongan organ gaster ke dalam embeding cassette. c. Dehidrasi

1. Mengurangi kadar air dengan meletakan embeding cassete pada kertas tisu.


(59)

39

2. Berturut–turut melakukan perendaman organ gaster dalam alkohol bertingkat 80% dan 95% masing–masing selama 1 jam.

d. Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xilol I, II, III masing–masing selama 1 jam.

e. Impregnasi

Impregnasi dengan menggunakan parafin I, II, III masing–masing selama 2 jam

f. Embeding

1. Membersihkan sisa parafin yang ada dengan memanaskan beberapa saat diatas api dan usap dengan kapas.

2. Menyiapkan parafin cair dengan memasukkan parafin ke dalam cangkir logam dan memasukan ke dalam oven dengan suhu diatas 58oC.

3. Menuangkan parrafin ke dalam cairan pan.

4. Memidahkan satu–persatu dari embeding cassete ke dasar pan dengan mengatur jarak satu dengan lainnya.

5. Memasukan pan ke dalam air.

6. Melepaskan parafin yang berisi potongan gaster dari pan dengan memasukan ke dalam suhu 4–6oC beberapa saat.

7. Memotong parafin sesuai dengan letak jaringan yang ada menggunakan scapel hangat.


(60)

40

8. Meletakan pada blok kayu, ratakan pinggirnya dan buat sedikit meruncing.

9. Memblok paraffin siap dipotong dengan mikrotom g. Cutting

1. Melakukan pemotongan pada ruangan dingin.

2. Sebelum memotong, mendinginkan blok terlebih dahulu.

3. Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan pemotongan halus dengan ketebalan 4–5µ m.

4. Memilih lembaran potongan yang paling baik, mengapungkan pada air dan menghilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain ditarik menggunkan kuas runcing.

5. Memindahkan lembaran jaringan ke dalam water bath selama beberapa detik sampai mengembang sempurna.

6. Dengan gerakan menyendok mengambil lembaran jaringan tersebut dengan slide bersih dan menempatkankan di tengah atau sepertiga bawah atau atas, jangan sampai ada gelembung udara dibawah jaringan.

7. Menempatkan slide yang berisi jaringan pada inkubator suhu 37 derajat C selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna (Wibhisono et al., 2014).


(61)

41

3.7.7 Prosedur pulasan Hematoksilin Eosin

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, pilih slide yang terbaik selanjutnya secara berurutan memasukan ke dalam zat kimia di bawah ini dengan waktu sebagai berikut. Untuk pewarnaan, zat kimia yang pertama digunakan xilol I, II, III masing–masing selama 5 menit. Kedua, zat kimia yang digunakan adalah alkohol absolut I, II, III masing–masing selama 5 menit. Zat kimia yang ketiga yaitu aquades selama 1 menit. Keempat, potongan organ dimasukan ke dalam zat warna Harris Hematoksilin Eosin selama 20 menit (Freitas et al., 2011).

Kemudian memasukan potongan organ gaster ke dalam NaCl selama 1 menit dengan sedikit menggoyang–goyangkan organ, dan ditekan sedikit agar isi lambungnya keluar. Keenam, mencelupkan organ ke dalam asam alkohol 2–3 celupan. Ketujuh, dibersihkan dengan aquades bertingkat masing–masing 1 dan 15 menit. Kedelapan, memasukan organ ke dalam eosin selama 2 menit. Kesembilan, secara berurutan memasukan potongan organ dalam alkohol 96% selama 2 menit, alkohol 96%, alkohol absolut III dan IV masing–masing selama 3 menit. Terakhir memasukan kedalam xilol IV dan V masing–masing selama 5 menit (Febrianti et al., 2013).


(62)

42

a. Mounting

Setelah pewarnaan selesai menempelkan slide diatas kertas tisu pada tempat datar, menetesi dengan bahan mounting yaitu kanada balsam dan ditutup dengan cover glass, cegah jangan sampai terbentuk gelembung udara

b. Membaca slide dengan mikroskop

Slide diperiksa dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x. Metode yang digunakan dalam melihat preparat dalam prosedur double blinded dan slide akan dibaca oleh dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA.

3.8 Analisis Data

a. Uji Normalitas dan Homogenitas (p>0,05)

Hasil penelitian dianalisis apakah data terdistribusi normal atau tidak secara statistik dengan menggunakan uji normalitas Shapiro–Wilk. Uji ini digunakan untuk menguji data yang berjumlah ≤50. Kemudian dilakukan uji Levene untuk mengetahui apakah dua atau lebih kelompok data memiliki varians yang sama atau tidak.

b. Uji Parametrik

Hasil uji normalitas dan homogenitas didapatkan hasil data tidak normal dan homogen. Maka dari itu digunakan uji nonparametrik dengan Kruskal-Wallis.


(63)

43

c. Uji Post–hoc

Analisis Post–Hoc menggunakan uji Mann–Whitney, dikarenakan pada uji nonparametric menggunakan KruskalWallis

3.9 Ethical clearance

Ethical clearance penelitian ini didapatkan dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Penelitian ini telah lulus kaji etik dan mendapatkan surat persetujuan etik nomor 2561/UN26/8/DT/2015.


(64)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan :

1. Madu Bee pollen memiliki pengaruh terhadap histopatologi gaster tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi ibuprofen.

2. Madu Bee pollen dengan dosis 1.54 mL/kgBB tikus (15 mL/hari setelah dikonversi ke dosis manusia) dapat memberikan pengaruh penyembuhan yang optimal pada gaster yang diinduksi ibuprofen.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah: 1. Peneliti

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi dosis dan lama terapi dari madu Bee pollen.


(65)

58

2. Masyarakat atau pasien

Madu Bee pollen dapat dijadikan alternatif pengobatan penyakit pada gaster seperti sindroma dispepsia, gastritis, dan ulkus gaster. Selain efekasi yang baik, madu Bee pollen lebih murah dan terjangkau, serta lebih aman untuk dikonsumsi.

3. Peneliti lain

Melakukan uji lanjutan pada tahap uji klinik sehingga madu Bee pollen dapat menjadi obat fitofarmaka.

4. Institusi/FK Unila

Menggali obat tradisional/herbal lain yang memiliki fungsi yang sama sebagai terapi alternatif penyakit pada gaster. Sehingga, dapat mendukung visi FK Unila menjadi 10 Fakultas Kedokteran terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan agromedicine.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Agung A, Arjana G. 2013. Studi histopatologi hepar tikus putih yang diinduksi aspirin pasca pemberian madu per oral. Indonesia Medicus Veterinus, 2(5):

488−95.

Arianto A. 2005. Pembuatan kapsul obat golongan anti‐inflamasi nonsteroid (ibuprofen) yang tidak mempunyai efek samping dalam lambung dan pengujian disolusi. Jurnal Penelitian USU, 17(5): 49–55.

Arief S. 2007. Radikal Bebas. Artikel ilmiah. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Atmaja DA. 2008. Pengaruh ekstrak kunyit terhadap gambaran mikroskopik mukosa lambung mencit balb/c yang diberi parasetamol. Artikel ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Bogdanov S. 2015. Pollen production nutrition and health. Artikel ilmiah. New Zealand:Bee Product Science.

Bukhari MH, Khalil J, Qamar S, Qamar Z, Zahid M, Ansari N, Bakhshi I M. 2011. Comparative gastroprotective effects of natural honey, Nigella sativa and cimetidine against acetylsalicylic acid induced gastric ulcer in albino rats. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan, 21(3): 151–6. Campos MGR, Bogdanov S, deAlmeida−Muradian LB, Szczesna T, Mancebo Y,

Frigerio C, Ferreira F. 2008. Pollen composition and standardisation of analytical methods. Journal of Apicultural Research, 47(2): 154–61.

Carpes ST. 2009. Chemical composition and free radical scavenging activity of Apis mellifera bee pollen from southern brazil. Brazilian Journal of Food Technology, 12(3): 220–29.

Ellis H. 2006. Clinical anatomy applied anatomy for students and junior doctors 11th ed. Blackwell Publishing. London: Blackwell.


(67)

Emilia WT, Fahrurroji A. 2013. Formulasi dan evaluasi stabilitas fisik suspensi ibuprofen dengan menggunakan natrosol hbr sebagai bahan pensuspensi. Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 1(1): 1–12.

Eroschenko VR. 1996. Atlas of histology with functional correlations 8th ed. Moscow: Sans Tache.

Febrianti RV, Wahyuningsih, I. 2013. Ibuprofen−polivinilpirolidon (pvp) pada tikus putih jantan ulcerogenic effect of ibuprofen solid dispersion in rats male. Journal of Pharmaciana.3(2): 29 – 36.

Freitas FFBP, Fernandes HB, Piauilino CA, Pereira SS, Carvalho KIM, Chaves MH, Oliveira FA. 2011. Gastroprotective activity of Zanthoxylum rhoifolium lam in animal models. Journal of Ethnopharmacology, 137(1): 700–8.

Goldie LP. 2013. Peptic ulcer disease introduction peptic ulcer disease. Journal of Hopkins Medicine, 13(1):1–17.

Gosal F, Paringkoan ,Wenas NT. 2012. Patofisiologi dan penanganan gastropati obat anti−inflamasi nonsteroid. Jurnal Ikatan Dokter Indonesia. 62(11): 444−9. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology 11th ed. Philadelphia:

Elsevier Saunders.

Hendradiana A, Husaeni H, Bisri T. 2006. Efektivitas ibuprofen dan parasetamol untuk mencegah agitasi pascaanastesi sevlofuran pada pasien pediatri yang menjalani labioplasti. Jurnal Ikatan Dokter Spesialis Anestesiology Indonesia, 24(2): 143–51.

Iizuka M. 2007. Color atlas of histology. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Kautsari S, Susatyo P, Sulistyoningrum E. 2010. Tinjauan histologis pembuluh darah tikus putih (Rattus norvegicus) diabetes yang diberi rebusan daging buah mahkota dewa Phaleria macrocarpha. Jurnal Mandala of Health, 4(2): 92–6. Molan PC. 2006. The evidence supporting the use of honey as a wound dressing. The

International Journal of Lower Extremity Wounds, 5(1): 40–54.

Moore N. 2007. Ibuprofen a journey from prescription to over the counter use. Journal of The Royal Society of Medicine, 100(48): 2–6.

Mujetahid MA. 2007. Teknik pemanenan madu lebah hutan oleh masyarakat sekitar hutan di kecamatan mallawa kabupaten maros. Jurnal Perennial, 4(1): 36–40.


(68)

Mustaba R, Winaya IO, Berata IK. 2012. Studi histopatologi lambung pada tikus putih yang diberi madu sebagai pencegah ulkus lambung yang diinduksi Aspirin. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, 1(4): 471–82.

Mutmainnah S. 2008. Efek madu sebagai gastroprotektor terhadap kerusakan mukosa lambung mencit yang diinduksi indometasin. Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta, 4(2): 35−42.

Panel E. 2011. Statement on the safety of MON810 maize pollen occurring in or as food. EFSA Journal, 9(11): 1–7.

Prasanti DI. 2006. Perdarahan saluran cerna bagian atas. Artikel ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Putra YP, Yuslianti ER. 2011. Pengaruh ekstrak antanan centella asiatica dibandingkan dengan ibuprofen terhadap kadar hcl gaster tikus. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani, 1(1): 45−51.

Radam RR. 2011. Produktivitas dan kontribusi peternakan lebah madu terhadap pendapatan masyarakat di desa muara pamangkih kabupaten hulu sungai tengah. JurnalHutan Tropis, 12(32): 43−50.

Reagan−Shaw S, Nihal M, Ahmad N. 2008. Dose translation from animal to human studies revisited. The FASEB Journal, 22(3): 659–61.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. Jurnal Ikatan Dokter Indonesia, 63(3): 112–6.

Supranto J. 2000. Teknik sampling untuk survei dan eksperimen. Jakarta: Rineka Cipta.

Suprijono A, Trisnadi S, Negara HP. 2011. Pengaruh pemberian madu terhadap gambaran histopatologi lambung studi pada tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi indometasin. Jurnal Sains Medika, 3(1): 41–7.

Uyan A, Danal A, Akyüz F, Binnur P. 2008. The etiological factors of duodenal and gastric ulcers. Journal of Intechopen, 4(3): 93−8.

Wibhisono H, Busman H, Susantiningsih T. 2014. Efek protektif ekstrak etanol daun binahong (anredera cordifolia) terhadap gambaran histopatologi lambung tikus putih galur Sprague dawley yang diinduksi etanol. Majority Journal, 3(6):


(69)

Widowati R. 2013. Substitute pollen pengganti serbuk sari. Jurnal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan, 1(1): 31−6.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan :

1. Madu Bee pollen memiliki pengaruh terhadap histopatologi gaster tikus putih jantan galur Sprague dawley yang diinduksi ibuprofen.

2. Madu Bee pollen dengan dosis 1.54 mL/kgBB tikus (15 mL/hari setelah dikonversi ke dosis manusia) dapat memberikan pengaruh penyembuhan yang optimal pada gaster yang diinduksi ibuprofen.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah: 1. Peneliti

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi dosis dan lama terapi dari madu Bee pollen.


(2)

58

2. Masyarakat atau pasien

Madu Bee pollen dapat dijadikan alternatif pengobatan penyakit pada gaster seperti sindroma dispepsia, gastritis, dan ulkus gaster. Selain efekasi yang baik, madu Bee pollen lebih murah dan terjangkau, serta lebih aman untuk dikonsumsi.

3. Peneliti lain

Melakukan uji lanjutan pada tahap uji klinik sehingga madu Bee pollen dapat menjadi obat fitofarmaka.

4. Institusi/FK Unila

Menggali obat tradisional/herbal lain yang memiliki fungsi yang sama sebagai terapi alternatif penyakit pada gaster. Sehingga, dapat mendukung visi FK Unila menjadi 10 Fakultas Kedokteran terbaik di Indonesia pada tahun 2025 dengan kekhususan agromedicine.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Agung A, Arjana G. 2013. Studi histopatologi hepar tikus putih yang diinduksi aspirin pasca pemberian madu per oral. Indonesia Medicus Veterinus, 2(5):

488−95.

Arianto A. 2005. Pembuatan kapsul obat golongan anti‐inflamasi nonsteroid (ibuprofen) yang tidak mempunyai efek samping dalam lambung dan pengujian disolusi. Jurnal Penelitian USU, 17(5): 49–55.

Arief S. 2007. Radikal Bebas. Artikel ilmiah. Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Atmaja DA. 2008. Pengaruh ekstrak kunyit terhadap gambaran mikroskopik mukosa lambung mencit balb/c yang diberi parasetamol. Artikel ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Bogdanov S. 2015. Pollen production nutrition and health. Artikel ilmiah. New Zealand:Bee Product Science.

Bukhari MH, Khalil J, Qamar S, Qamar Z, Zahid M, Ansari N, Bakhshi I M. 2011. Comparative gastroprotective effects of natural honey, Nigella sativa and cimetidine against acetylsalicylic acid induced gastric ulcer in albino rats. Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan, 21(3): 151–6. Campos MGR, Bogdanov S, deAlmeida−Muradian LB, Szczesna T, Mancebo Y,

Frigerio C, Ferreira F. 2008. Pollen composition and standardisation of analytical methods. Journal of Apicultural Research, 47(2): 154–61.

Carpes ST. 2009. Chemical composition and free radical scavenging activity of Apis mellifera bee pollen from southern brazil. Brazilian Journal of Food Technology, 12(3): 220–29.

Ellis H. 2006. Clinical anatomy applied anatomy for students and junior doctors 11th ed. Blackwell Publishing. London: Blackwell.


(4)

Emilia WT, Fahrurroji A. 2013. Formulasi dan evaluasi stabilitas fisik suspensi ibuprofen dengan menggunakan natrosol hbr sebagai bahan pensuspensi. Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 1(1): 1–12.

Eroschenko VR. 1996. Atlas of histology with functional correlations 8th ed. Moscow: Sans Tache.

Febrianti RV, Wahyuningsih, I. 2013. Ibuprofen−polivinilpirolidon (pvp) pada tikus putih jantan ulcerogenic effect of ibuprofen solid dispersion in rats male. Journal of Pharmaciana.3(2): 29 – 36.

Freitas FFBP, Fernandes HB, Piauilino CA, Pereira SS, Carvalho KIM, Chaves MH, Oliveira FA. 2011. Gastroprotective activity of Zanthoxylum rhoifolium lam in animal models. Journal of Ethnopharmacology, 137(1): 700–8.

Goldie LP. 2013. Peptic ulcer disease introduction peptic ulcer disease. Journal of Hopkins Medicine, 13(1):1–17.

Gosal F, Paringkoan ,Wenas NT. 2012. Patofisiologi dan penanganan gastropati obat anti−inflamasi nonsteroid. Jurnal Ikatan Dokter Indonesia. 62(11): 444−9. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology 11th ed. Philadelphia:

Elsevier Saunders.

Hendradiana A, Husaeni H, Bisri T. 2006. Efektivitas ibuprofen dan parasetamol untuk mencegah agitasi pascaanastesi sevlofuran pada pasien pediatri yang menjalani labioplasti. Jurnal Ikatan Dokter Spesialis Anestesiology Indonesia, 24(2): 143–51.

Iizuka M. 2007. Color atlas of histology. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Kautsari S, Susatyo P, Sulistyoningrum E. 2010. Tinjauan histologis pembuluh darah tikus putih (Rattus norvegicus) diabetes yang diberi rebusan daging buah mahkota dewa Phaleria macrocarpha. Jurnal Mandala of Health, 4(2): 92–6. Molan PC. 2006. The evidence supporting the use of honey as a wound dressing. The

International Journal of Lower Extremity Wounds, 5(1): 40–54.

Moore N. 2007. Ibuprofen a journey from prescription to over the counter use. Journal of The Royal Society of Medicine, 100(48): 2–6.

Mujetahid MA. 2007. Teknik pemanenan madu lebah hutan oleh masyarakat sekitar hutan di kecamatan mallawa kabupaten maros. Jurnal Perennial, 4(1): 36–40.


(5)

putih yang diberi madu sebagai pencegah ulkus lambung yang diinduksi Aspirin. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, 1(4): 471–82.

Mutmainnah S. 2008. Efek madu sebagai gastroprotektor terhadap kerusakan mukosa lambung mencit yang diinduksi indometasin. Jurnal Universitas Muhammadiyah Surakarta, 4(2): 35−42.

Panel E. 2011. Statement on the safety of MON810 maize pollen occurring in or as food. EFSA Journal, 9(11): 1–7.

Prasanti DI. 2006. Perdarahan saluran cerna bagian atas. Artikel ilmiah. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Putra YP, Yuslianti ER. 2011. Pengaruh ekstrak antanan centella asiatica dibandingkan dengan ibuprofen terhadap kadar hcl gaster tikus. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani, 1(1): 45−51.

Radam RR. 2011. Produktivitas dan kontribusi peternakan lebah madu terhadap pendapatan masyarakat di desa muara pamangkih kabupaten hulu sungai tengah. Jurnal Hutan Tropis, 12(32): 43−50.

Reagan−Shaw S, Nihal M, Ahmad N. 2008. Dose translation from animal to human studies revisited. The FASEB Journal, 22(3): 659–61.

Ridwan E. 2013. Etika pemanfaatan hewan percobaan dalam penelitian kesehatan. Jurnal Ikatan Dokter Indonesia, 63(3): 112–6.

Supranto J. 2000. Teknik sampling untuk survei dan eksperimen. Jakarta: Rineka Cipta.

Suprijono A, Trisnadi S, Negara HP. 2011. Pengaruh pemberian madu terhadap gambaran histopatologi lambung studi pada tikus putih jantan galur wistar yang diinduksi indometasin. Jurnal Sains Medika, 3(1): 41–7.

Uyan A, Danal A, Akyüz F, Binnur P. 2008. The etiological factors of duodenal and gastric ulcers. Journal of Intechopen, 4(3): 93−8.

Wibhisono H, Busman H, Susantiningsih T. 2014. Efek protektif ekstrak etanol daun binahong (anredera cordifolia) terhadap gambaran histopatologi lambung tikus putih galur Sprague dawley yang diinduksi etanol. Majority Journal, 3(6):


(6)

Widowati R. 2013. Substitute pollen pengganti serbuk sari. Jurnal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan, 1(1): 31−6.


Dokumen yang terkait

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA (Phaleria macrocarpa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus) GALUR SPRAGUE DAWLEY YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

6 25 78

EFEK EKSTRAK KULIT PISANG KEPOK (Musa acuminata) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ULKUS GASTER TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI ASPIRIN

4 31 82

PENGARUH EKSTRAK ETANOL 96% BIJI JENGKOL (Pithecollobium Jiringa) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GASTER DAN BERAT GASTER TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 14 68

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ARTERI KORONARIA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 13 66

EFEK PROTEKTIF THYMOQUINONE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

1 12 70

EFEK PROTEKTIF THYMOQUINONE TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) GALUR Sprague dawley YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN

2 35 76

PENGARUH PEMBERIAN MINYAK JELANTAH TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR Sprague dawley

0 26 71

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116