Reproduksi ikan cichlid di Waduk Cirata, Jawa Barat

REPRODUKSI IKAN CICHLID DI WADUK CIRATA,
JAWA BARAT

SRI WAHYUNI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Reproduksi Ikan Cichlid
di Waduk Cirata, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013

Sri Wahyuni
NIM C25110011

RINGKASAN
SRI WAHYUNI. Reproduksi Ikan Cichlid di Waduk Cirata, Jawa Barat.
Dibimbing oleh SULISTIONO dan RIDWAN AFFANDI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek reproduksi ikan cichlid (nila,
oskar dan gouldsoum) di Waduk Cirata. Penelitian ini dilakukan dari bulan
Februari-Juli 2012. Ikan ditangkap dengan mengunakan gillnet di Waduk Cirata.
Analisis dilakukan untuk menentukan kelimpahan ikan, keanekaragaman,
keseragaman dan dominansi jenis ikan, hubungan panjang berat, faktor kondisi,
nisbah kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks kematangan gonad, fekunditas
dan diameter telur.
Ikan cihlid yang tertangkap selama penelitian berjumlah 357 ekor yang
terdiri atas ikan nila berjumlah 166 ekor (46.49%), ikan oskar berjumlah 106 ekor
(29.69%), dan ikan goldsoum berjumlah 85 ekor (23.80%). Jumlah ikan nila dan
oskar melimpah di stasiun Maleber sedangkan ikan goldsoum melimpah di stasiun
Tegal Datar. Keanekaragaman jenis (H’) tertinggi di stasiun Maleber dengan nilai
2.15, keseragaman jenis (E) tertinggi di stasiun DAM dengan nilai 0.81 dan
dominansi jenis (D) tertinggi di stasiun Maleber dengan nilai 0.84.

Pola pertumbuhan ikan nila, oskar dan goldsoum adalah isometrik. Faktor
kondisi ikan nila tertinggi adalah pada bulan Februari, faktor kondisi ikan oskar
dan goldsoum tertinggi adalah pada bulan Mei.
Selama penelitian, nisbah kelamin (jantan:betina) ikan nila dari 1.0:0.5
sampai 1.0:1.6, oskar dari 1.0:1.3 sampai 1.0:0, dan goldsoum dari 1.0:0 sampai
1.0:1.8 (test "chi-squere" pada 0.05 significance level). Ukuran pertama kali
matang gonad ikan nila jantan dan betina 209 mm dan 179 mm, oskar 144 mm
dan 141 mm, dan goldsoum 146 mm dan 136 mm.
Berdasarkan tingkat kematangan gonad dan indeks kematangan gonad, ikan
nila musim pemijahannya pada bulan Mei dan Juli, ikan oskar dan goldsoum
musim pemijahannya pada bulan Juli. Fekunditas ikan nila berjumlah 1636
sampai 5068 telur, oskar berjumlah 1241 sampai 2757 telur, dan goldsoum
berjumlah 1914 sampai 4003 telur.
Diameter telur ikan nila berkisar antara 0.4-4.36 mm, oskar berkisar antara
0.63-2.39 mm dan goldsoum berkisar antara 0.25-2.45 mm. Berdasarkan
penyebaran diameter telur, tipe pemijahan ikan nila, oskar dan goldsoum adalah
parsial (partial spawning).
Keywords: Ikan Cichlid, Reproduksi, Waduk Cirata

SUMMARY

SRI WAHYUNI. Reproduksi Ikan Cichlid di Waduk Cirata, Jawa Barat.
Dibimbing oleh SULISTIONO dan RIDWAN AFFANDI.
This study aims to analyze some aspects of cichlid fish reproduction (tilapia,
oscar, and goldsoum) in reservoir Cirata. This research was done from February to
July 2012. Fish samples obtained using gillnet in reservoir Cirata. Analysis ware
done to determine fish abundance, diversity, evenness and fish dominance,
relation between length and weight, condition factor sex ratio, gonad maturity,
gonad somatic index, fecundity, and oocyte diameter.
Cichlid fish ware 357 individual consisted of tilapia 166 individuals
(46.49%), oscar 106 individuals (29.69%), and goldsom 85 individuals (23.80%).
Amount of tilapia and oscar were abundant in maleber station, as for goldsoum
were abundant in Tegal Datar station. The highest diversity (H’) is in Maleber
station (2.15). The highest spesies evenness (E) was in DAM station (0.79) and
the highest species dominanc was in Maleber station (0.84).
Tilapia, oscar and goldsoum growth pattern are isometric. The highest
condition factor for tilapia was in Februari 2012; the highhest condition factor for
oscar and goldsoum was in May 2012.
During the study, sex ratio (male:female) of tilapia ranged from 1.0:0.5 to
1.0:1.6, oscar from 1.0:1.3 to 1.0:0, and goldsom from 1.0:0 to 1.0:1.8 (test "chisquere" at 0.05 significance level). First mature gonad of male and female tilapia
was 209 mm and 179 mm, oskar 144 mm and 141 mm, and goldsoum 146 mm

and 136 mm.
Based on the level of maturity of gonads and gonad somatic index, tilapia
had spawning peaks in May and July 2012, oscar and goldsoum had spawning
peaks in July 2012. Fecundity of tilapia ranged from 1636 to 5068 eggs, oscar
ranged from 1241 to 2757 eggs, and goldsom ranged from 1914 to 4003 eggs.
Oocyte diameter of tilapia was 0.4-4.36 mm, oskar was 0.63-2.39 mm dan
goldsoum was 0.25-2.45 mm. Based on the oocyte diameter distribution, the type
of spawning tilapia, oscar and goldsoum was a partial spawning.
Keywords: Cichlid fish, Cirata Reservoir, Reproduction

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


REPRODUKSI IKAN CICHLID DI WADUK CIRATA,
JAWA BARAT

SRI WAHYUNI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Sumberdaya Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tesis:

Dr Ir Isdrajad Setyobudiandi, MSc

Judul Tesis : Reproduksi Ikan Cichlid di Waduk Cirata, Jawa Barat

Nama
: Sri Wahyuni
NIM
: C251100011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Sulistiono, MSc
Ketua

Dr Ir Ridwan Affandi, DEA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Sumberdaya Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr Ir Enan M Adiwilaga

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian:20-8-2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’Ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari-Juli 2012
ini ialah reproduksi ikan cichlid di Waduk Cirata, Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr Ir Sulistiono, M.Sc
dan Dr Ir Ridwan Affandi, DEA selaku pembimbing. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Pemerintah Propinsi Riau yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk tugas belajar di Institut Pertanian Bogor. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa
dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2013
Sri Wahyuni

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Perairan Waduk
Komunitas Ikan
Ekobiologi Ikan Cichlid
Habitat Ikan Cichlid
Aspek Reproduksi
Kualitas Perairan
Dampak Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Terhadap Kualitas Air

5
5

5
5
9
9
11
12

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data

13
13
14
15
18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Pembahasan

22
22
38

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

47
47
47

DAFTAR PUSTAKA

47

LAMPIRAN

55

RIWAYAT HIDUP

74

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Bahan dan alat
Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan
Struktur anatomis gonad
Hasil pengukuran parameter kualitas air
Deskripsi substrat di masing-masing stasiun penelitian
Jenis-jenis ikan berdasarkan waktu penelitian
Jenis-jenis ikan berdasarkan stasiun penelitian
Analisis indeks keanekaragaman (H') indeks keseragaman (E) dan
indeks dominansi jenis (D) di stasiun penelitian
Hubungan panjang berat ikan cichlid
Faktor kondisi ikan cichlid berdasarkan stasiun penelitian
Nisbah kelamin ikan nila, oskar dan goldsoum
Hasil perhitungan ukuran pertama kali matang gonad berdasarkan
Sperman Karber
Kisaran panjang total, berat tubuh dan fekunditas ikan cichlid
berdasarkan stasiun penelitian

14
15
17
22
23
24
24
26
26
28
28
29
35

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka pendekatan dan pemecahan masalah
Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Ikan oskar (Amphilophus citrinellus)
Ikan goldsoum (Cichlasoma trimaculatum)
Peta stasiun penelitian di Waduk Cirata

4
7
8
9
14

6
7
8
9
10
11

Jumlah ikan cichlid berdasarkan waktu penelitian
Jumlah ikan cichlid berdasarkan stasiun penelitian
Faktor kondisi ikan nila
Faktor kondisi ikan oskar
Faktor kondisi ikan goldsoum
Persentase tingkat kematangan gonad (TKG) I-V ikan nila jantan (a) dan
betina (b) berdasarkan waktu penelitian
Persentase tingkat kematangan gonad (TKG) I-V ikan oskar jantan (a) dan
betina (b) berdasarkan waktu penelitian
Persentase tingkat kematangan gonad (TKG) I-V ikan goldsoum jantan (a)
dan betina (b) berdasarkan waktu penelitian
Persentase indeks kematangan gonad (IKG) pada ikan nila, oskar dan
goldsoum berdasarkan waktu penelitian
Persentase tingkat kematangan gonad (TKG) I-V ikan nila jantan (a) dan
betina (b) berdasarkan stasiun penelitian
Persentase tingkat kematangan gonad (TKG) I-V ikan oskar jantan (a) dan
betina (b) berdasarkan stasiun penelitian
Persentase tingkat kematangan gonad (TKG) I-V ikan goldsoum jantan (a)
dan betina (b) berdasarkan stasiun penelitian

25
25
27
27
27

12
13
14
15
16
17

29
30
31
32
33
33
34

18
19
20
21

Sebaran diameter telur ikan nila TKG IV di Waduk Cirata
Sebaran diameter telur ikan oskar TKG IV di Waduk Cirata
Sebaran diameter telur ikan goldsoum TKG IV di Waduk Cirata
Struktur histologis perkembangan gonad ikan nila, oskar, goldsoum jantan
TKG IV dengan pembesaran 40 x 10 dan pewarrnaan dengan H & E
22 Struktur histologis perkembangan gonad ikan nila, oskar, dan goldsoum
betina TKG IV berdasarkan pembesaran 40 x 10 dan pewarrnaan dengan H
&E

36
36
36
37

37

DAFTAR LAMPIRAN
1

Gambar stasiun penelitian
Data kualitas air
3 Pertumbuhan ikan cichlid secara keseluruhan
4 Nisbah kelamin ikan cichlid
5 Fekunditas stasiun penelitian
6 Pertumbuhan ikan nila
7 Pertumbuhan ikan oskar
8 Pertumbuhan ikan goldsoum
9 Indeks keragaman jenis (H'), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominasi (D) di stasiun penelitian
10 Ukuran pertama kali matang gonad ikan nila betina dan jantan
11 Ukuran pertama kali matang gonad ikan oskar betina dan jantan
12 Ukuran pertama kali matang gonad ikan goldsoum betina dan jantan
2

55
57
59
62
63
64
65
66
67
68
70
72

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk Daerah Aliran
Sungai (DAS) Citarum. Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu Waduk
Saguling di bagian hulu dan Waduk Jatiluhur di bagian hilir. Secara geografis, Waduk
Cirata terletak pada koordinat 107o14’15” LS-107o22’03” LS dan 06o41’30” BT 06o48’07” BT. Secara administratif, Waduk Cirata termasuk dalam 3 Kabupaten yaitu
Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Bandung. Waduk Cirata
terletak pada ketinggian 225 m diatas permukaan laut, mempunyai luas genangan
maksimum 6.200 ha dengan kedalaman rata-tara 34.9 m (Purnamaningtyas dan Tjahjo
2010). Fungsi utama pembangunan waduk ini adalah sebagai pembangkit tenaga listrik.
Beberapa kegiatan yang mempengaruhi kualitas perairan di Waduk Cirata antara lain
adalah aktivitas pemukiman, rekreasi dan adanya budidaya ikan di keramba jaring
terapung. Kegiatan tersebut menyebabkan meningkatnya jumlah bahan organik yang
masuk ke perairan dan berpengaruh terhadap kualitas dan tingkat kesuburan perairan.
Waduk Cirata menjadi habitat beragam jenis sumberdaya perikanan, setidaknya
terdapat 18 jenis sumberdaya ikan yang terdapat di Waduk Cirata, yang terkelompok
dalam delapan famili yaitu Cyprinidae, Bagridae, Eleotridae, Cichlidae, Pangasidae,
Ophiocephalidae, Chanidae dan Characidae (Jubaedah 2004). Komunitas ikan di perairan
Waduk Cirata terdiri atas ikan asli dan ikan asing.
Ikan nila (Oreochromis niloticus), oskar (Amphilophus citrinellus) dan goldsoum
(Cichlasoma trimaculatum) adalah jenis-jenis ikan dari famili Cichlidae. Masyarakat
sekitar Waduk Cirata memanfaatkan ikan ini sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan
hias. Ikan nila sengaja dipelihara di KJA sedangkan ikan oskar dan ikan goldsoum adalah
ikan asing yang bukan merupakan jenis ikan yang sengaja ditebar, melainkan ikan yang
terlepas dari keramba jaring apung (KJA) atau terbawa bersama dengan benih ikan yang
dipelihara di KJA. Ikan cichlid di Waduk Cirata dapat memberi dampak positif bagi
perikanan atau sebaliknya memberi dampak negatif. Dampak negatif terjadi jika ikan
cichlid menjadi spesies invasif. Lodge et al. (2006) sebagaimana dikutip Belle dan Yeo
(2010) mendefinisikan spesies invasif sebagai spesies yang mampu mempertahankan
populasinya pada ekosistem alami atau semi alami dan berpengaruh negatif terhadap
spesies lain bahkan dapat menghilangkan spesies lain. Beberapa karakteristik yang
dimiliki ikan cichlid menunjukkan bahwa spesies ini berpotensi sebagai jenis ikan invasif
jika diintroduksi. Jubaedah (2004) menemukan proporsi ikan cichlid di Waduk Cirata
sebesar 34.55% dari total hasil tangkapan. Tjahjo et al. (2009) menyatakan bahwa
komposisi ikan oskar sebesar 40.4% dari total hasil tangkapan di Waduk Jatiluhur. Hal
ini mengindikasikan bahwa populasi ikan cichlid di Waduk tersebut cukup tinggi. Dimasa
mendatang dikhawatirkan populasi ikan cichlid tersebut akan menekan populasi ikan asli.
Ikan asli semakin berkurang akibat hilangnya habitat pemijahan dan pembesaran,
penurunan kualitas air, dan fluktuasi air waduk (Kartamihardja 2008), sedangkan ikan
cichlid sangat mudah beradaptasi dengan lingkungannya, sehingga mempunyai
kemampuan yang tinggi dalam menyesuaikan diri terhadap fluktuasi ketersediaan pakan
yang ada (Purnamaningtyas dan Tjahjo 2010). Pesatnya perkembangan populasi ikan
cichlid dapat menimbulkan dampak negatif terhadap ikan asli. Hal yang perlu diwaspadai
bukan hanya ikan asing yang berperan sebagai pemangsa, tetapi juga potensial menjadi
pesaing ikan asli dalam memanfaatkan makanan dan ruang untuk kelangsungan hidupnya

2
(Wargasasmita 2005). Ikan cichlid bersifat omnivora cenderung karnivora (Nurnaningsih
2004) yang ditenggarai dapat menjadi kompetitor bagi ikan asli di Waduk Cirata, terkait
sifatnya yang generalis dalam memanfaatkan sumberdaya makanan (Tjahjo et al. 2009).
Selain itu ikan ini juga memiliki ketahanan hidup yang tinggi dan toleran terhadap
perubahan lingkungan (Frose dan Pauli 2010).
Berdasarkan fakta di atas maka diperlukan penelitian awal mengenai biologi ikan
cichlid di Waduk Cirata terutama tentang aspek reproduksinya yang merupakan aspek
dasar penting untuk dikaji karena menggambarkan kesesuaian dan adaptasi suatu spesies
pada habitatnya, terlepas dari apakah ikan cichlid akan berdampak positif atau dampak
negatif di Waduk Ciarata. Hingga saat ini belum ada penelitian yang komprehensif
mengenai ikan cichlid ini di Waduk Cirata, oleh sebab itu informasi yang dihasilkan dari
penelitian ini penting untuk dijadikan sebagai dasar pengelolaan ikan cichlid di Waduk
Cirata.
Perumusan Masalah
Komunitas ikan di perairan Waduk Cirata terdiri atas ikan asli dan ikan asing.
Keberadaan spesies ikan asing dapat berdampak positif ataupun negatif. Masalah yang
dihadapi Waduk Cirata adalah meningkatnya jumlah ikan cichlid sehingga beberapa jenis
ikan asli di Waduk Citara dikhawatirkan akan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
karena ikan cichlid dapat menjadi predator dan kompetitor, sehingga menjadi ancaman
bagi ikan lainnya. Jika tidak ada upaya menekan pertumbuhan populasi ikan cichlid,
dikhawatirkan dimasa mendatang di Waduk Cirata, ikan cichlid akan mendominasi ikanikan lain. Apabila keadaan seperti ini tidak dikelola dengan baik, pada akhirnya akan
mengancam kelangsungan hidup biota lain yang hidup di waduk tersebut. Berdasarkan
uraian tersebut, maka perlu dilakukan kajian tentang bio ekologi khususnya aspek
reproduksi ikan cichlid yaitu ikan nila (O.niloticus), oskar (A.citrinellus) dan goldsoum
(C.trimaculatum) terutama mengenai:
- Preferensi habitatnya.
- Biologi reproduksinya
Dengan tersedianya informasi tentang aspek reproduksi ikan tersebut maka diharapkan
akan mampu mengendalikan populasinya.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek reproduksi ikan cichlid
(nila, oskar dan goldsoum) di Waduk Cirata.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan
dan upaya pengelolaan ikan nila (O.niloticus), oskar (A.citrinellus) dan goldsoum
(C.trimaculatum) di Waduk Cirata.

Ruang Lingkup Penelitian
Masuknya ikan cichlid secara tidak sengaja di Waduk Cirata telah mengancam
keseimbangan ekosistem perairan. Kondisi tersebut apabila tidak dikelola dengan baik

3

akan menjadi masalah bagi ekosistem waduk dan mengancam kelangsungan hidup biota
air yang hidup di dalamnya. Penelitian ini didasari atas pemikiran pentingnya pengelolaan
ikan cichlid di Waduk Cirata, mengingat perkembangan ikan cichlid di Waduk Cirata
semakin meningkat. Untuk dapat mengendalikan jumlah ikan cichlid di Waduk, langkah
awal yang harus ditempuh adalah menganalisis aspek reproduksinya yang meliputi
ukuran pertamakali matang gonad, musim pemijahan, tempat pemijahan, potensi
reproduksi dan tipe pemijahan. Dari uraian diatas, konsep pendekatan yang digunakan
dapat dilihat pada Gambar 1.

4

Beban Antropogenik

Hidromorfomertik

Kualitas Air:

Beban
masuk
an?

Hidrodi
namik

Suhu, Kedalaman,
Kekeruhan, Tipe
subtrat. O2 terlarut, pH,
Alkalinitas, NO2-N, NH3

Tempat
pemijahan

Kualitas air
&
Habitat
Struktur populasi:

Reproduksi

Data
biologi
reproduksi
ikan cichlid

Nisbah Kelamin,
Tingkat Kematangan
Gonad, Indeks
Kematangan Gonad,
Ukuran Ikan Pertama
Kali Matang Gonad,
Fekunditas, dan
Diameter Telur

Wilayah Kajian

Gambar 1 Kerangka pendekatan dan pemecahan masalah

Pengelolaan
ikan cichlid
berdasarkan
informasi
biologi
reproduksi

5

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Perairan Waduk
Waduk merupakan bentuk perairan tawar yang tergenang sebagai akibat
pembendungan bagian badan sungai. Waduk Cirata merupakan perairan yang dibentuk
dari pembendungan Sungai Citarum dan beberapa anak sungainya, sehingga terjadi
perubahan habitat dari tipe ekosistem yang mengalir (lotik) ke tipe ekositem perairan
yang tergenang (lentik). Waduk Cirata dibangun pada tahun 1983 dan mulai digenangi
pada tahun 1987. Sama halnya dengan diwaduk-waduk lain, bentuk gradient
longitudinal perairan Waduk Cirata terbagi menjadi tiga zona yakni: zona perairan
sungai, perairan transisi dan perairan lakustrin (Jubaedah 2004).
Sungai Citarum pada bagian inlet Waduk Cirata memiliki karakteristik perairan
sistem sungai yang mengalir (riverin) dan sistem waduk yang tergenang (lakustrin).
Perubahan sistem tersebut, diduga menyebabkan perubahan komposisi jenis dan
populasi ikan. Sungai Citarum mempunyai ikan asli lebih dari 20 jenis (Sarnita 1982;
Kartamihardja et al. 1987; Krismono et al. 1987 dalam Jubaedah 2004), tetapi setelah
pembendungan terjadi pengurangan jumlah jenis, pada tahun 1986 dan tahun 2000
tinggal 16 dan 4 jenis ikan asli di Waduk Juanda. Kegiatan perikanan yang berkembang
di Waduk Cirata adalah budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) yang
dimulai pada tahun 1988. Jumlah KJA di Waduk Cirata meningkat dari tahun ke tahun,
data pada tahun 2004 jumlahnya mencapai lebih dari 40.000 unit (BPWC 2004).
Komunitas Ikan
Komunitas ikan di perairan Waduk Cirata terdiri atas ikan asli dan ikan
introduksi. Komposisi jenis pada suatu komunitas ikan sangat dipengaruhi oleh ada
tidaknya spesies invasif di lingkunan perairan tersebut. Disamping itu pembangunan
waduk akan mengakibatkan perubahan habitat, jenis-jenis ikan yang menyukai air
berarus akan menurun jumlahya, sedangkan jenis-jenis ikan yang menyukai perairan
tenang akan berkembang dengan baik (Bhukaswan 1980).
Faktor biotik yang mempengaruhi struktur komunitas ikan adalah adanya
hubungan pemangsaan dan kompetisi (Jackson et al. 2001). Kompetisi antar jenis ikan
akan terjadi ketika salah satu jenis organisme menggunakan sumberdaya yang terbatas
dan akhirnya mengurangi sumberdaya yang tersedia untuk organisme lainnya. Intensitas
dan peluang terjadinya kompetisi antar jenis organisme merupakan fungsi kesamaan
dalam pemanfaatan sumberdaya dari kedua organisme tersebut. Menurut Krebs (1994),
jika terjadi tekanan disuatu lingkungan perairan, maka kekayaan jenis organisme yang
ada akan relatif rendah dan terjadi dominasi oleh jenis ikan tertentu.
Ekobiologi Ikan Cichlid
Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Nila
Ikan nila berasal dari Afrika. Ikan ini telah diintroduksikan di Sumatera, Jawa,
Kalimantan dan Sulawesi (Kottelat et al. 1993). Ikan nila dimasukan ke Indonesia pada
tahun 1969, yang didatangkan secara resmi oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar
(BPPAT) dari Taiwan. Sebelumnya, nila dan mujair dikenal dengan nama ilmiah

6

Tilapia nilotica dan Tilapia mossambica. Namun sejak tahun 1980, nama nila dan
mujair telah diganti menjadi Oreochromis nilotica dan Oreochromis mossambica.
Perubahan klasifikasi terbaru tersebut dipelopori oleh beberapa ahli diantaranya, Dr.
Trewavas, Wohlfart, dan Hulata. Dalam sebuah publikasi yang diterbitkan oleh British
Museum of Natural History, Dr. Trewavas membagi ikan-ikan dari famili Cichlidae
tersebut ke dalam 3 genus, antara lain:
1. Genus Tilapia
Genus ini memijah dan meletakkan telurnya pada substrat (batu, kayu, dan
sebagainya). Induk jantan dan betina secara bergantian menjaga telur dan anakanaknya. Selain itu, genus Tilapia tersebut mengeluarkan telur dalam jumlah yang
sedikit. Contoh spesiesnya adalah T. Sepermanii, T. Rendali, dan T. Zilli.
2. Genus Sarotherodon
Genus Sarotherodon memijah dan mengerami telurnya di rongga mulut induk jantan
atau pindahkan dari rongga mulut induk jantan ke rongga mulut induk betina. Contoh
spesiesnya adalah S. Malanothreon, dan S. Galilaenus.
3. Genus Orechromis
Pada genus ini, induk betinalah yang mengerami telur di dalam rongga mulut dan
menjaga anak-anaknya. Contoh spesiesnya adalah O. Nilotica, O. Aureus, O.
Spilurus, O. Leucostica, O. Vulcani, dan O. Nigra.
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, ikan nila dan mujair yang ada di
Indonesia mempunyai kebiasaan memijah dan mengerami telurnya di dalam rongga
mulut induk betina. Akibatnya, penamaan ikan nila dan mujair di Indonesia mengalami
perubahan menjadi Oreochromis nilotica untuk ikan nila dan Oreochromis mossambica
untuk ikan mujair. Pada umumnya ikan nila dikenal sebagai Tilapia, Sarotherodon dan
Oreochromis. Klasifikasi ikan nila menurut Trewavas (1982) adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas
: Teleostei
Ordo
: Percormorphii
Sub Ordo
: Percoidea
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus
Ikan nila memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan dari
genus Tilapia lainnya (Hepher dan Pruginin 1981). Ikan nila mempunyai kemampuan
beradaptasi yang baik di air tawar, air payau, dan air laut. Ikan ini juga tahan terhadap
perubahan lingkungan, bersifat omnivora dan mampu mencerna makanan secara efisien.
Pertumbuhannya cepat dan tahan terhadap serangan penyakit.

7

Gambar 2 Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila memiliki keunggulan antara lain mudah berkembangbiak, toleran
terhadap kondisi lingkungan, berdaging tebal, disukai masyarakat, mudah
dibudidayakan (Phelps dan Popma 2000: Shalaby et al. 2007: Bombata dan Somatun
2008). Karena mudah berkembangbiak, maka dapat terjadi pemijahan yang tidak
terkontrol (Phelps dan Popma 2000: Dunham 2004: Biswas et al. 2005).
Ikan nila merupakan spesies ikan yang berukuran besar antara 200-400 gram,
memiliki sifat omnivora sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan
tumbuhan (Amri dan Khairuman 2003). Ikan nila bersifat eurihaline sehingga dapat
hidup diperairan tawar hingga perairan bersalinitas. Salinitas yang dapat di toleransi
oleh ikan nila adalah antara 0-35‰ (Watanabe et al.1991).
Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Oskar (Amphilophus citrinellus)
Ikan oskar merupakan salah satu jenis ikan yang bukan asli Sungai Citarum
maupun perairan Indonesia, namun berasal dari Amerika Selatan, Sungai Amazon,
Parana, Rio Paraguay, dan Rio Negro (Anomius 2006 dalam Purnamaningtyas dan
Tjahjo 2010). Hampir semua Oskar yang beredar saat ini adalah hasil dari
pembudidayaan, jarang yang merupakan tangkapan asli dari habitatnya. Hidupnya
sangat agresif di daerah litoral. Di Waduk Cirata ikan ini disebut juga dengan nama red
devil, sehingga ikan ini sangat cocok untuk dijadikan ikan hias air tawar
(Purnamaningtyas dan Tjahjo 2007). Warna ikan tersebut tergantung dari kebiasaan
makannya dan tempat ikan tersebut hidup. Ikan ini merupakan hasil tebaran (introduksi)
yang tidak sengaja atau ikan yang lolos dari keramba jaring apung (Purnamaningtyas
dan Tjahjo 2010).
Klasifikasi ikan oskar (Amphilophus citrinellus) menurut Froese dan Pauly (2006)
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Phillum
: Chordata
Kelas
: Actinoptergii
Ordo
: Perciformes
Famili
: Cichlidae
Genus
: Amphilophus
Spesies
: Amphilophus citrinellus

8

Umumnya ikan oskar memiliki warna oranye cerah dengan ukuran ikan jantan
yang lebih besar dibandingkan ikan betina (Froese dan Pauly 2010). Diferensiasi ukuran
berdasarkan jenis kelamin tidak dapat dilihat pada fase juvenil. Perbedaan dapat dilihat
ketika ikan sudah dewasa karena ikan jantan mengalami pertumbuhan yang pesat
setelah dewasa (Oldfield 2007 dalam Anggita 2011). Menurut Barlow (1976)
pewarnaan ikan oskar bermacam-macam, namun warna tubuh yang normal adalah
berwarna coklat hingga abu-abu tua dan hitam dengan tiga macam spot, yaitu terdapat
bulatan hitam besar di tubuhnya yang dinamakan spotted, terdapat banyak bulatan
dinamakan striped, dan terdapat banyak garis vertikal hitam dinamakan barred. Jenis
oskar berwarna oranye, merah hingga putih adalah pengaruh genetika (xanthomorfik)
yang dinamakan varietas gold. Ikan oskar berukuran maksimal 30 cm. Apabila dewasa
mempunyai morfologi yang berbeda antara jantan dan betina, mempunyai ukuran ekor
lebih panjang daripada ukuran kepala dan terdapat benjolan di kepalanya.

Gambar 3 Ikan oskar (Amphilophus citrinellus)
Ikan oskar (A. citrinellus) hidup di perairan tropis, berasal dari sungai dengan
kesadahan rendah dan bersifat masam, membutuhkan pH 6-8, alkalinitas 6-25 ppm
CaCO3, dan suhu 23-27oC (Anomius 2007).
Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Goldsoum
Ikan goldsoum berasal dari dari Afrika (Stiassny et al. 2008). Ikan goldsoum
(Cichlasoma trimaculatum) menurut Gunther (1867) dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub Kelas
: Teleosin
Ordo
: Perciformes
Famili
: Cichlidae
Genus
: Cichlasoma
Spesies
: Cichlasoma trimaculatum

9

Gambar 4 Ikan goldsoum (Cichlasoma trimaculatum)
Umumnya ikan ini memiliki warna hijau kelabu kehitaman dan pada tubuhnya
ada tulisan seperti hurup China. Hidupnya sangat agresif di daerah litoral dan
permukaan, bersifat benthopelagis dengan suhu; 21°C - 30°C. Ikan ini pada saat dewasa
akan terlihat benjolan di kepalanya sehingga cocok untuk dijadikan ikan hias air tawar.
Hidupnya di dasar perairan, menyukai dasar perairan yang berlumpur dan berpasir,
hidup di akar dan gulma. Makanannya terdiri atas ikan kecil, makro-invertebrata dan
serangga air dan darat (Fish Base 2013).
Habitat Ikan Cichlid
Ikan nila dapat hidup di perairan tawar hingga payau (euryhaline). Ikan ini
tergolong ikan diurnal (Breder dan Rosen 1966), memiliki pola ruaya potamodromous
(Riede 2004), hidup secara berkelompok. Ikan nila digolongkan sebagai ikan herbivora
(Tengjaroenkul dan Smith 2000), tempat hidup idealnya adalah di perairan tenang
seperti bendungan, sungai dan danau air tawar.
Ikan oskar adalah ikan tropis yang menyukai perairan danau dangkal, banyak
ditemukan di perairan mengalir maupun tergenang, sering menempati celah-celah
bebatuan ataupun benda keras lainnya untuk dikuasai (teritorial) sebagai tempat
perlindungan, pemijahan hingga menjaga anakannya (Page dan Burr 1991). Ikan oskar
juga dapat ditemukan di daerah lain dengan substrat berbeda, bahkan kondisi perairan
yang tercemar (Oldfield et al. 2006 dalam Anggita 2011).
Ikan goldsoum terdapat di danau dan sungai, ikan ini merupakan predator tingkat
tinggi. Ikan goldsoum termasuk jenis ikan substrate guarding (Englund et al. 2000;
Stiassny et al. 2008) yang akan meletakkan telur pada bebatuan, ranting-ranting pohon
ataupun benda keras lainnya yang terendam air (rock spawner) (Balon 1981 dalam
Patzner 2008).
Aspek Reproduksi
Reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus kehidupan yang akan
menjamin keberlangsungan hidup spesies (Nikolsky 1963). Reproduksi merupakan
aspek penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Faktor yang mengontrol siklus

10

reproduksi ikan di perairan terdiri atas faktor fisika, kimia dan biologi. Faktor fisika
yang mengontrol siklus reproduksi ikan yang hidup di daerah tropis adalah arus, suhu,
kekeruhan dan substrat. Faktor kimia antara lain oksigen terlarut, pH, nitrogen, sisa
metabolit serta zat buangan lain yang berbahaya bagi kehidupan ikan di perairan,
sedangkan faktor biologi yang mengontrol siklus reproduksi ikan meliputi faktor
fisiologis individu dan kemampuan merespon terhadap berbagai faktor lingkungan
terhadap pathogen, predator dan kompetitor (Bye 1984).
Beberapa aspek biologi reproduksi antara lain rasio kelamin, tingkat kematangan
gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas dan musim pemijahan.
Pemijahan sebagai salah satu bagian dari reproduksi, merupakan mata rantai daur hidup
yang menentukan kelangsungan hidup spesies (Effendie 2002). Tingkat kematangan
gonad dapat digunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada
saat pertama kali matang gonad, proporsi jumlah stok yang secara produktif matang,
dan untuk memahami tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies
(Nielson 1983 dalam Sulistiono et al. 2001).
Nisbah kelamin adalah perbandingan antara ikan jantan dan ikan betina, dan
berpengaruh terhadap kestabilan suatu populasi di alam rasio kelamin 1:1 merupakan
kondisi yang ideal. Nisbah kelamin diperlukan untuk mengetahui perbandingan jantan
dan betina, sehingga dapat diduga keseimbangan populasinya. Berdasarkan Nikolsky
(1969), dari segi tingkah laku pemijahan, perbandingan rasio kelamin dapat berubah
menjelang dan selama pemijahan. Pada ikan yang melakukan ruaya untuk memijah
terjadi perubahan nisbah kelamin secara teratur. Pada awalnya ikan jantan dominan dari
pada ikan betina, kemudian nisbah kelamin berubah menjadi 1:1 diakhiri dengan
dominasi ikan betina.
Ciri seksual pada ikan dapat diketahui dengan pengamatan ciri fisik ikan secara
langsung dan atau dengan mengamati kondisi gonad ikan tersebut. Effendie (1997)
mengemukakan bahwa perbedaan jenis kelamin pada ikan dapat diidentifikasi dengan
cara mengamati ciri seksual sekunder dan primer. Ciri seksual sekunder diidentifikasi
dengan mengamati bentuk luar tubuh dan pelengkapnya. Ciri seksual primer akan
diketahui dengan mengamati organ yang secara langsung berhubungan dengan proses
reproduksi yaitu ovarium dengan pembuluhnya pada ikan betina dan testis dengan
pembuluhnya pada ikan jantan. Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu
kematangan gonad sebelum dan sesudah berpijah. Selama proses reproduksi sebagian
besar energi yang dikonsumsi oleh ikan akan tertuju untuk perkembangan gonad atau
pertumbuhan gonadik (Effendie 1997). Selanjutnya dinyatakan bahwa pertambahan
berat gonad ikan betina pada tahap matang gonad akan mencapai 10-25% dari berat
tubuh dan pada ikan jantan 5-10%.
Fekunditas adalah jumlah semua telur-telur yang akan dikeluarkan pada waktu
pemijahan. Besarnya nilai fekunditas akan menentukan kesinambungan suatu populasi
ikan dengan dinamikanya (Effendie 1979). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa
fekunditas indvidu adalah jumlah telur yang terdapat di dalam ovarium ikan.
Menentukan fekunditas ikan sebaiknya dilakukan pada tingkat kematangan gonad IV
dan yang paling baik sesaat sebelum terjadinya pemijahan. Nilai fekunditas dari suatu
spesies ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ketersediaan makanan, ukuran
ikan (panjang dan berat) dan faktor lingkungan (Effendie 1979). Indeks kematangan
gonad merupakan perbandingan antara berat gonad dngan berat tubuh yang nilainya
dinayatakan dalam persen. Pertambahan berat gonad akan semakn bertambah dengan
bertambahnya ukuran gonad dan diameter telur. Berat gonad akan mencapai maksimm

11

sesaat sebelum ikan memijah, kemudian menurun dengan cepat selama pemijahan
berlangsung hingga selesai (Effendie 1979). Nilai IKG ikan tergantung dari nilai
kematangan gonadnya (Sulistiono et al. 2001)
Pengukuran diameter telur sangat diperlukan untuk mengetahui apakah ikan yang
diamati melakukan pemijahan total (total spawner) atau pemijahan parsial (Small brood
spawner/Multiple spawner). Total spawner merupakan kelompok ikan yang telurnya
berukuran seragam, dan semua telur dikeluarkan pada saat pemijahan dan pemijahan
berlangsung dalam waktu yang singkat (Welcomme 2001). Small brood spawner
merupakan kelompok ikan yang pada gonadnya terdapat telur yang ukurannya beragam
dan dikeluarkan secara parsial, sedangkan sebagian telur lainnya menunggu matang dan
dikeluarkan di waktu pemijahan berikutnya. Umumnya kelompok ikan ini dapat
memijah beberapa kali dalam setahun dan mengasuh anaknya (parental care).
Kualitas Perairan
Kualitas air secara luas dapat diartikan sebagai faktor fisik, kimia dan biologi air
yang mempengaruhi kehidupan ikan dan berkaitan erat dengan pencemaran perairan,
karena perubahan kualitas perairan dapat terjadi akibat masuknya bahan pencemar ke
dalam perairan. Tercemar tidaknya suatu perairan dan seberapa besar pencemaran
tersebut dapat diketahui melalui suatu pengujian terhadap sifat-sifat air, antara lain:
A. Sifat-sifat fisik air, seperti:
1. Kekeruhan dan kecerahan
Kekeruhan menggambarkan sifat optis air yang ditentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh partikel yang terdapat di
dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh bahan tersuspensi maupun terlarut seperti
lumpur, pasir halus, bahan anorganik dan bahan organik seperti seperti plankton,
detritus dan mikroorganime (APHA 1998). Kekeruhan berbanding terbalik
dengan kecerahan. Kedua parameter ini merupakan hal yang penting dalam
menentukan produktivitas perairan.
2. Suhu
Suhu dapat mempengaruhi sebaran organisme akuatik dan reaksi kimia dalam
perairan. Menurut Fardiaz (1992), kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa
akibat, seperti: menurunnya jumlah oksigen terlarut dalam air, meningkatnya
kecepatan reaksi kimia, terganggunya kehidupan ikan dan hewan air lainnya dan
jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin
akan mati.
B. Sifat-sifat kimia air, seperti:
1. pH
Nilai pH perairan menggambarkan keseimbangan antara asam dan basa. Sifat
basa suatu perairan dicirikan dengan adanya asam-asam mineral dan asam
karbonat dalam perairan (Fardiaz 1992). Menurut Pescod (1973) batas toleransi
organisme perairan terhadap pH bervariasi tergantung pada faktor lingkungan
lain seperti suhu, oksigen terlarut, jenis dan stadia organisme. Kisaran toleransi
ikan terhadap pH adalah 4-11 (Wedemeyer 1996), sedangkan pH optimum untuk
ikan adalah 6-9 (Wedemeyer 1996).
2. Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut dalam suatu perairan merupakan zat utama bagi kehidupan
organisme akuatik untuk pernafasan maupun proses metabolismenya (Goldman

12

dan Horne 1983). Sumber oksigen terlarut bisa berasal dari difusi dari atmosfir
kedalam air melalui lapisan permukaan, dan hasil dari proses fotosintesis
tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny dan Olem 1994).
Menurut Fardiaz (1992), suatu perairan dikatakan telah tercemar, jika kosentrasi
oksigen terarutnya telah turun sampai dibawah batas yang dibutuhkan untuk
kehidupan biota air. Penyebab utama berkurangnya kosentrasi oksigen terlarut di
dalam air adalah karena oksigen dalam air digunakan untuk penguraian atau
oksidasi pencemar organik. Pencemar organik tersebut antar lain: kotoran
(hewan dan manusia), sampah organik, bahan buangan industri dan rumah
tangga.
3. Karbondioksida (CO2) bebas
Istilah karbondioksida bebas digunakan untuk menjelaskan CO2 yang terlarut
dalam air selain dari yang terikat sebagai ion bikarbonat (HCO3) dan ion
karbonat (CO32-). Karbondioksida bebas menggambarkan keberadaan CO2
diperairan yang membentuk kesetimbangan dengan CO2 di atmosfer (Ackereth
et al. 1989 dalam Effendi 2000). Ikan umumnya mampu mentolelir kadar CO2
bebas di bawah 5-10 ppm (Wedemeyer 1996).
4. Nitrogen
Senyawa nitrogen ditemukan pada tumbuhan dan hewan sebagai penyusun
protein dan klorofil. Nitrogen di dalam perairan ditemukan dalam bentuk
nitrogen anorganik seperti: ammonia (NH3), ammonium (NH4), nitrit (NO2),
nitrat (NO3), nitrogen organik seperti: protein, asam amino, dan urea. Bentukbentuk nitrogen ini mengalami transformasi di perairan sebagai bagian dari
siklus nitrogen (Cole 1988 dalam Effendi 2000). Senyawa nitrogen yang
membahayakan kehidupan organisme akuatik antara lain NH3 dan NO2-N.
Sebaiknya kandungan NH3-N di perairan kurang dari 0.02 mg/l dan nitrit kurang
dari 0.1 mg/l (Wedemeyer 1996).
Dampak Kegiatan Budidaya Ikan di KJA Terhadap Kualitas Air
Pengembangan budidaya ikan pada KJA di waduk telah mencemari perairan
karena kandungan NH4, NO2N, NO.N dan H2S yang merupakan produk utama
dekomposisi bahan organik. Terpolusinya waduk oleh limbah KJA secara tidak
langsung menyebabkan kepadatan fitoplankton tinggi (22.080-43.840 sel/ml) dan
pertumbuhannya dipacu oleh nutrien hasil dekomposisi limbah organik (Garno 2000).
Dampak kegiatan budidaya ikan dalam KJA adalah penumpukan pakan yang tidak
termakan dan sisa metabolisme ikan serta manusia di dasar perairan. Pakan dan sisa
metabolisme tersebut terakumulasi di dasar perairan dan terwujud dalam bentuk bahan
organik. Menurut Boyd (1990) bahan organik akan terkonsentrasi terutama di
pemusatan lokasi keramba. Peningkatan intensitas bahan organik baik eksternal maupun
internal menyebabkan eutrofikasi dan menimbulkan dampak perubahan struktur
biofisik-kimia perairan waduk. Tingkat kesuburan Waduk Cirata yang lebih dekat ke
kondisi hipertrofik sangat membahayakan kehidupan ikan akibat deplesi oksigen.
Menurut Sukimin dan Nurlatifah (2000) perubahan habitat dan pencemaran
merupakan faktor utama yang menyebabkan kepunahan ikan dan atau hilangnya
keragaman hayati di ekosistem akuatik.

13

METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dari Februari-Juli 2012 di Waduk
Cirata, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat dengan menggunakan metoda survei.
Pengambilan ikan contoh dilakukan sekali dalam sebulan pengamatan yang mewakili
kondisi musim kemarau dengan interval waktu 30 hari. Identifikasi ikan dilakukan di
Laboratorium Ekobiologi Ikan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIKIPB. Analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan,
Departemen MSP, FPIK-IPB. Pembuatan preparat histologis dilakukan di Laboratorium
Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan FPIK-IPB. Sedangkan pengukuran
substrat dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian, IPB. Lokasi penelitian meliputi 6 stasiun dengan
rincian sebagai berikut:
Stasiun 1 : DAM, terletak pada koordinat S:06o42’254’’ dan E:107o20’508’’,
merupakan daerah bebas yang digunakan untuk
kepentingan
pembangkit tenaga air dan pertanian penduduk
Stasiun 2 : Kecamatan Maniis, terletak pada koordinat S:06o43’011’’ dan
E:107o19’351’’, daerah genangan (lakustrin), alur air luas dan perairan
relative tenang, banyak pepohonan, daerah budidaya KJA.
Stasiun 3 : Desa Maleber, terletak pada koordinat S:06o43’346’’ dan
E:107o15’203’’. Mendapat masukan dari Sungai Cikundul, lalu lintas
perahu, banyak sampah, daerah budidaya KJA dan pertanian penduduk.
Stasiun 4 : Desa Jatinengang, terletak pada koordinat S:06o44’007’’ dan
E:107o16’564’’, daerah transisi, alur air cukup luas dan arus sedang,
gelombang relatif tenang, daerah budidaya KJA
Stasiun 5 : Kecamatan Raja Mandala, terletak pada koordinat S:06o44’652’’ dan
E:107o17’365’’, daerah aliran air masuk (riverin) Sungai Citarum, alur
air sempit, arus yang relative tinggi dan banyak pepohonan, daerah
budidaya KJA
Stasiun 6 : Desa Tegal Datar, terletak pada koordinat S:06o43’193’’ dan
E:107o17’621’’, merupakan perwakilan bagian tengah hulu dari Waduk
Cirata dan juga merupakan outlet, daerah budidaya KJA.
Penetapan lokasi sampling dilakukan secara purposive yang didasarkan pada
pertimbangan permasalahan kondisi lingkungan yang ada di stasiun pengamatan. Lokasi
pengamatan ditentukan berdasarkan perbedaan tipe substrat zona litoral waduk,
pertimbangan aliran air sungai yang masuk ke waduk, aktivitas kegiatan Keramba
Jaring Apung (KJA) dan sumber masukan bahan organik. Berdasarkan pertppimbangan
tersebut, ditetapkan lokasi pengamatan sebagai berikut (Gambar 5).

14

Gambar 5 Peta stasiun penelitian di Waduk Cirata
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan penelitian meliputi contoh ikan cichlid (nila, oskar dan goldsoum) dan air
yang diperoleh dari hasil sampling di lapangan selama penelitian. Sedangkan alat yang
digunakan pada penelitian ini adalah gillnet atau jaring insang percobaan monofilament,
Ekman Grab, botol sample untuk pengambilan contoh air. Bahan dan alat penelitian
yang digunakan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Bahan dan alat penelitian
Jenis
Kegunaan
Alat
Menangkap ikan.
1. Gillnet
2. Penggaris dengan sensitifitas 1 mm Mengukur panjang total ikan dan
gonad ikan nila, oskar dan goldsoum
Mengukur berat dan gonad ikan
3. Timbangan digital dengan
sensitifitas 0.01 gr
Menampung ikan
4. Kantong/ember plastik besar
Membedah ikan
5. Alat bedah
Mengamati gonad
6. Mikroskop, gelas objek dengan
penutup
Wadah untuk mengawetkan gonad
7. Botol film/Plastik
Bahan
1. Ikan nila, oskar dan golosom
2. Larutan formalin konsentrasi 10%
3. Larutan Bouin
4. Aquades

Objek pengamatan
Mengawetkan ikan dan gonad
Memfiksasi gonad untuk analisis
histologi
Pengenceran

15

Metode Pengumpulan Data
Pengamatan Habitat
Habitat yang diamati adalah kondisi lingkungan yang meliputi parameter fisikakimia perairan. Parameter fisika yang diamati antara lain temperatur, kedalaman,
kekeruhan dan tipe substrat. Parameter kimia yang diukur antara lain oksigen terlarut,
pH, alkalinitas, NO2 dan NH3. Data fisia-kimia air diperoleh dari tiap stasiun. Contoh
air diambil dengan menggunakan botol sample dan masing-masing stasiun diambil satu
sub pengamatan.
Tabel 2 Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan
Parameter
Satuan
Metode dan Alat
Lokasi
Fisika
o
Temperatur/Suhu
C
Termometer
Insitu
Kedalaman
m
Tali berskala
Insitu
Kekeruhan
NTU
Turbidimeter
Laboratorium
Tipe subtrat
Ekman Grab
Laboratorium
Kimia
O2 terlarut
mg/liter
Titrasi
Insitu
pH
pH tester
Insitu
Alkalinitas
mg/liter
Spektrofotometer
Laboratorium
NO2-N
mg/liter
Spektrofotometer
Laboratorium
NH3
mg/liter
Spektrofotometer
Laboratorium
Hasil pengukuran fisika dan kimia perairan di setiap lokasi pengamatan
selanjutnya dibandingkan dengan standar kualitas air waduk yang optimal untuk
mendukung reproduksi ikan cihlid. Berdasarkan data hasil penangkapan ikan cichlid di
masing-masing stasiun juga dapat ditentukan kelimpahan relatif ikan cichlid yang dapat
menunjukkan kualitas lingkungan di suatu perairan.
Reproduksi
Pengambilan dan penanganan ikan contoh
Ikan contoh yang diambil dari Waduk Cirata berasal dari hasil tangkapan dengan
menggunakan alat tangkap gillnet. Pengambilan ikan contoh dilakukan setiap bulan
selama observasi di lapangan guna mendapatkan semua ukuran ikan cichlid. Prosedur
pengamatan aspek reproduksi ikan adalah sebagai berikut:
A. Pengukuran dan Pengamatan Ikan Contoh di Laboratorium.
Contoh ikan diperoleh dengan menggunakan gillnet percobaan monofilament
yang terbuat dari bahan nilon dengan enam ukuran mata jaring yaitu: 1 inchi, 1.5 inchi,
2 inchi, dan 2.5 inchi, 3 inchi, 3.5 inhci dengan panjang 36 meter untuk masing-masing
ukuran mata jaring dan lebar 1.2 m, 1.7 m, 2.4 m, 3 m, 5 m, dan 5.5 m untuk setiap
ukuran mata jaring. Jaring tersebut dipasang dengan sudut 450-900 terhadap garis pantai.
Pengoperasian jaring dilakukan pada setiap stasiun dari arah pantai ke arah perairan
lepas. Jaring ditempatkan dikolom air, pada kedalaman 1 meter dibawah permukaan air.
Pemasangan jaring dilakukan pada waktu sore hari yakni pada pukul 15.00 WIB sampai
06.00 WIB pagi. Lama pengoperasian jaring ikan adalah 15 jam.
Hasil tangkapan yang diperoleh dari masing-masing stasiun pengamatan
dipisahkan menurut jenis, dihitung jumlah dan ukurannya pemasangan alat tangkap

16

selama 15 jam. Ikan-ikan tersebut selanjutnya dibagi menjadi beberapa kelompok kelas
ukuran panjang.
Contoh ikan segera dimasukkan kedalam wadah dan diawetkan dengan larutan
formalin 10% untuk dianalisis di Laboatorium. Ikan diidentifikasi dengan mengunakan
buku identifikasi Saanin (1984) dan Kottelat et al. (1993). Pengukuran dan pengamatan
data morfologi, identifikasi serta ikan contoh dilakukan di Laboratorium yang meliputi:
1. Pengukuran panjang total, panjang baku dan berat total.
Di laboratorium, contoh ikan diukur panjang total dan panjang bakunya dengan
menggunakan mistar dengan tingkat ketelitian 1 mm. Pengukuran panjang total
dilakukan dengan cara mengukur dari ujung kepala terdepan sampai ujung sirip ekor
yang paling belakang. Panjang baku diukur dari bagian ujung kepala terdepan sampai
ke pertengahan sirip ekor. Pengukuran berat contoh dilakukan dengan cara
menimbang seluruh tubuh ikan contoh dengan menggunakan timbangan digital
dengan tingkat ketelitian 0.0001 gram. Sampel ikan yang telah diawetkan dan
diidentifikasi.
2. Pengamatan struktur morfologis gonad.
Pengamatan struktur morfologis gonad bersamaan dengan pengamatan jenis
kelamin. Untuk mengetahui jenis kelamin dan berat gonad ikan maka dilakukan
pembedahan. Pembedahan ikan dimulai dari bagian anus sampai dengan tutup insang
dan dilakukan dengan menggunakan gunting yang ujungnya runcing terlebih dahulu
dan setelah ada celah kemudian diganti dengan ujungnya yang tumpul, hal ini
bertujuan agar tidak merusak organ dalam pada ikan yang dianalisis. Organ gonad
yang diperoleh setelah pembedahan kemudian dipisahkan dan diawetkan
menggunakan formalin 10% dalam botol film. Ciri seksual primer diamati dengan
cara melihat perbedaan gonad ikan jantan dan ikan betina (testis dan ovarium).
3. Penentuan jenis kelamin.
Penentuan jenis kelamin ikan dilakukan setelah ikan dibedah dengan melakukan
pengamatan terhadap struktur gonad maka ditentukan jenis kelamin jantan dan
betina. Berdasarkan data jenis kelamin tersebut dapat dihitung nisbah kelaminnya.
4. Penentuan tingkat kematangan gonad.
Gonad yang telah dikeluarkan dari tubuh ikan kemudian ditimbang dalam
keadaan segar (berat keseluruhan) selanjutnya diambil sebagian (Subsampel) dan
diawetkan dengan larutan bouin untuk tujuan pembuatan preparat histologi. Masingmasing spesimen gonad disimpan disertai dengan data ukuran panjang dan beratnya.
Penentuan tingkat kematangan gonad dilakukan melalui pengamatan secara
makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan secara makroskopis mengacu pada
kriteria menurut Effendie (1979). Pengamatan secara mikroskopis melalui metode
histologis. Pengamatan terhadap preparat gonad meliputi status kematangan gonad,
perkembangan dan ukuran oosit. Pengamatan, pengukuran dan perhitungan
dilaksanakan terhadap seluruh oosit yang terdapat dalam preparat.
Tingkat kematangan gonad ikan dapat ditentukan secara morfologis dan
histologis. Gonad ikan jantan dan betina yang telah dibedah dan dipisahkan
sebelumnya kemudian diamati tahap perkembangan. Penentuan morfologis gonad
didasarkan pada bentuk, warna, ukuran, volume gonad pada rongga perut dan ukuran
(Tabel 3).

17

TKG
I

II

III

IV

V

Tabel 3 Struktur anatomis gonad (Effendi 1979)
Betina
Jantan
Ovari seperti benang, panjang sampai Testes seperti benang, lebih pendek
kedepan rongga tubuh. Warna jernih. (terbatas) dan terlihat ujungnya di
Permukaan licin.
rongga tubuh. Warna jernih.
Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan Ukuran testes lebih besar. Pewarnaan
lebih gelap kekuning-kuningan. Telur putih seperti susu. Bentuk lebih jelas
belum terlihat jelas dengan mata.
daripada tingkat I.
Ovari bewarna kuning. Secara Permukaan testes tampak bergerigi.
morpologis, butir-butir telur mulai Warna makin putih, testes makin besar.
kelihatan dengan mata.
Dalam keadaaan diawetkan mudah
putus.
Ovari makin besar, telur berwarna Seperti pada tingkat III tampak lebih
kuning, mudah dipisahkan. Butir jelas. Testes semakin pejal.
minyak tidak tampak, mengisi 1/2-2/3
rongga perrut, usus terdesak.
Ovari berkerut, dinding tebal, butir Testes bagian belakang kempis dan di
telur sisa terdapat di dekat pelepasan. bagian dekat pelepasan masih berisi.
Banyak telur seperti pada tingkat II.

5. Penimbangan Bobot Gonad
Bobot gonad yang sudah diawetkan sebelumnya kemudian ditimbang dengan
menggunakan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0.0001 gram.
6. Fekunditas
Penghitungan jumlah telur dilakukan dengan metode gravimetrik. Gonad ikan
cichlid betina (TKG III dan IV) diawetkan dalam larutan formalin 10% selama 24
jam. Gonad contoh yang sudah dikeringkan lalu ditimbang berat totalnya (G),
kemudian secara acak dari