Penyebaran Oksigen Terlarut dari Sungai Cicendo di Waduk Cirata, Jawa Barat

(1)

WENING MURIASIH

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Penyebaran Oksigen Terlarut dari Sungai Cicendo di Waduk Cirata, Jawa Barat

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

Wening Muriasih C24080032


(3)

Wening Muriasih. C24080032. Penyebaran Oksigen Terlarut dari Sungai Cicendo di Waduk Cirata, Jawa Barat. Dimbimbing oleh Enan M. Adiwilaga dan Niken T.M. Pratiwi.

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) sebagai salah satu senyawa terpenting untuk mendukung kelangsungan hidup organisme perairan, berasal dari proses fotosintesis oleh autotrof dan difusi melalui udara, serta aliran yang masuk (inflow) ke dalam perairan. Sungai Cicendo merupakan salah satu sungai yang mengalir menuju Waduk Cirata. Sungai tersebut diharapkan dapat memasok DO untuk Waduk Cirata. DO yang dibawa aliran sungai yang masuk ke Waduk Cirata disertai adanya pengaruh fisik lingkungan seperti arus, suhu, dan kekeruhan akan memengaruhi penyebaran DO di waduk. Penyebaran ini menghasilkan ketersediaan DO yang kemudian dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan DO adalah untuk respirasi organisme perairan, dekomposisi bahan organik oleh mikroba, dan proses-proses kimiawi. Kegiatan budidaya ikan dengan karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata menghasilkan limbah organik yang harus didekomposisi oleh mikroba dengan bantuan DO. Peningkatan jumlah limbah organik akan meningkatkan kebutuhan DO. Apabila DO yang tersedia tidak mencukupi kebutuhannya, maka aliran sungai menuju waduk (inflow) dapat memasok ketersediaan DO di perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari penyebaran DO secara spasial pada Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata, Jawa Barat.

Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2012 di Sungai Cicendo hingga Waduk Cirata, Jawa Barat. Stasiun pengambilan contoh ditentukan berdasarkan keterwakilan wilayah, yaitu bagian sungai, pertemuan sungai dengan waduk (transisi), dan waduk. Parameter yang diukur meliputi DO, suhu, kecepatan arus, debit sungai, dan kekeruhan. Seluruh parameter tersebut diukur pada setiap stasiun secara in situ, kecuali kekeruhan. Analisis air contoh untuk kekeruhan dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen MSP, FPIK, IPB. Penyebaran oksigen terlarut dari Sungai Cicendo hingga Waduk Cirata diduga dari perubahan nilai DO sungai hingga mencapai waduk, yaitu melalui pengelompokan stasiun berdasarkan nilai DO. Pengelompokan stasiun diperoleh dari hasil uji lanjut (uji Tukey) setelah analisis ragam satu arah. Pendugaan tersebut didukung oleh parameter fisika, yaitu suhu, kecepatan arus, dan kekeruhan. Aliran sungai dengan kecepatan arus tertentu membawa massa air beserta komponen di dalamnya, termasuk DO. Keberadaan suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus diuji untuk menentukan parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai DO. Berdasarkan parameter yang berpengaruh signifikan tersebut dapat dilakukan analisis terhadap keberadaan DO di perairan sehingga peranan sungai dalam memasok DO dapat diketahui.

Hasil penelitian menunjukkan adanya tiga kelompok stasiun dengan nilai DO berbeda, yang selanjutnya disebut bagian sungai, transisi, dan waduk. Nilai DO tertinggi terdapat pada bagian sungai, kemudian menurun pada bagian transisi dan waduk. Suhu dan kecepatan arus sungai berpengaruh secara signifikan terhadap


(4)

waduk diduga lebih banyak disebabkan oleh aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton, yang diindikasikan dari kecepatan arus yang sangat lambat pada bagian tersebut. Peranan Sungai Cicendo dengan debit 285 L.detik-1 dalam memasok DO di Waduk Cirata telah berhenti pada jarak 403 m dari sungai.


(5)

WENING MURIASIH C24080032

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

Judul Penelitian : Penyebaran Oksigen Terlarut dari Sungai Cicendo di Waduk Cirata, Jawa Barat

Nama Mahasiswa : Wening Muriasih

NRP : C24080032

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui, Pembimbing I,

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga NIP 19481207 198012 1 001

Pembimbing II,

Dr. Ir. Niken T.M. Pratiwi, M.Si. NIP 19680111 199203 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP 19660728 199103 1 002


(7)

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

”Penyebaran Oksigen Terlarut dari Sungai Cicendo di Waduk Cirata, Jawa Barat”. Skripsi ini Penulis susun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak selama penulisan usulan penelitian ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga dan Dr. Ir. Niken T.M. Pratiwi, M.Si. selaku dosen pembimbing serta semua pihak yang telah membantu Penulis.

Penulis menyadari bahwa usulan penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan penyusunan skripsi. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pembacanya.

Bogor, September 2012


(8)

Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga dan Dr. Ir. Niken T.M. Pratiwi, M.Si., masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, arahan dan nasehat, serta saran untuk penulis.

2. Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si selaku penguji tamu dan pembimbing akademik yang telah memberikan saran serta nasihat yang sangat berarti hingga dapat menyelesaikan setiap bidang studi dan skripsi ini.

3. Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil. selaku wakil komisi pendidikan program S1 atas masukan, saran, nasehat, dan perbaikan yang sangat berarti untuk penulis. 4. Kedua orangtua, kakak-kakak, serta saudara-saudara tercinta yang telah

memberikan dukungan moriil dan materiil selama melaksanakan kegiatan akademik di IPB.

5. Bapak Yaya, selaku kepala Badan Pengelola Waduk Cirata yang telah memberikan banyak bantuan dan informasi mengenai penelitian ini.

6. Cirata team (Ridwan Arifin, Aang, dan Bagas) serta keluarga Cirata atas kerja sama dan bantuan selama penelitian.

7. Teman-teman dan adik-adik Arundina (Dila, Fani, O, Andita, Dita, Nindy, Tri, Ega, Maya, Ria, Nindya, Sari, dan Septi) atas kebersamaan dan kekeluargaan yang telah terjalin.

8. De Bungsu (Indah, Precia, Nimas, Dea) atas kesetiaan dan motivasi yang telah diberikan.

9. Teman-teman berbagai kalangan (Sekar, Niken, Pump Icha, dan Pump Tia) yang berbagi ilmu dan waktu demi penyelesaian skripsi.

10. Teman-teman MSP 45 atas kebersamaan dalam menuntaskan perkuliahan dari awal hingga akhir, serta seluruh kakak maupun adik kelas MSP 41,42,43,44,45,46, dan 47 yang tidak dapat disebutkan satu per satu.


(9)

Penulis dilahirkan di Cilacap, pada tanggal 6 Oktober 1990, merupakan anak bungsu dari 5 orang bersaudara dengan orangtua dari Hamim Mustofa (Alm.) dan Kuswati (Alm.). Penulis menempuh pendidikan formal di SD Negeri 1 Panimbang (2002), SMP Negeri 1 Cimanggu (2005), SMA Negeri 4 Purwokerto (2008). Pada tahun 2008 Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan organisasi kampus, di antaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (BEM FPIK) selama periode 2009/2010. Pada organisasi ini Penulis menjabat sebagai anggota divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM). Beberapa kepanitian yang pernah diikuti Penulis yaitu Gebyar Perikanan dan Kelautan 2010 dan 2009, Kongres Nasional HIMAPIKANI X, Orientasi Mahasiswa Baru FPIK 2010, Seminar Nasional Bulan Mutu 2010, Seminar BEST SELLER (Be Entrepreneur, Self and Leadership) 2010, dan Workshop Penulisan PKM 2010.

Selama mengikuti perkuliahan Penulis juga aktif dalam bidang akademik, menjadi Asisten Luar Biasa Mata Kuliah Limnologi Perairan selama 2 periode berturut-turut (2010-2012) dan Asisten Luar Biasa Mata Kuliah Iktiologi (2010/2011). Penulis juga pernah mengikuti kegiatan kerja praktek di bagian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT Unitex.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Penulis menyusun skripsi dengan judul “Penyebaran Oksigen terlarut dari Sungai Cicendo di Waduk Cirata, Jawa Barat”.


(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Permasalahan ... 1

1.3.Tujuan ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1.Waduk Cirata ... 3

2.2.Oksigen Terlarut ... 3

2.2.1. Sumber dan pemanfaatan oksigen terlarut ... 4

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran oksigen terlarut dalam perairan ... 5

2.3.Parameter Penunjang ... 7

2.3.1. Suhu ... 7

2.3.2. Kekeruhan ... 8

2.3.3. Arus ... 9

3. METODE PENELITIAN ... 11

3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian ... 11

3.2.Alat dan Bahan ... 11

3.3.Pelaksanaan Penelitian ... 11

3.3.1. Penelitian pendahuluan ... 11

3.3.2. Penentuan stasiun pengambilan contoh ... 13

3.3.3. Penelitian utama ... 13

3.3.4. Pengumpulan data ... 16

3.3.4.1. Penentuan oksigen terlarut ... 16

3.3.4.2. Parameter fisika ... 16

3.3.5. Analisis data ... 17

3.3.5.1.Analisis ragam satu arah (One-wayanova) ... 17

3.3.5.2. Regresi berganda ... 17

3.3.5.3. Pendugaan penyebaran DO dari Sungai Cicendo di Waduk Cirata ... 19

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

4.1. Hasil ... 20


(11)

vii

5.2. Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(12)

Halaman 1. Hubungan antara konsentrasi oksigen terlarut dan suhu pada

tekanan udara 760 mmHg ... 8

2. Alat dan bahan untuk melakukan pengamatan ... 11

3. Stasiun pengambilan contoh ... 14


(13)

Halaman

1. Diagram alir perumusan masalah ... 2

2. Tipe pergerakan aliran air ... 7

3. Peta lokasi penelitian ... 12

4. Stasiun pengambilan contoh ... 15

5. Penyebaran DO Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata ... 20

6. Penyebaran suhu Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata ... 21

7. Penyebaran kekeruhan arus Sungai Cicendo sampaiWaduk Cirata ... 22

8. Penyebaran kecepatan arus Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata ... 23


(14)

Halaman 1. Alat dan bahan penelitian ... 38 2. Lokasi penelitian... 39 3. Hasil pengukuran DO dan parameter pendukung pada setiap stasiun ... 40 4. Tabel anova dan uji tukey untuk pengujian nilai DO stasiun 1 sampai 9 . 41 5. Hasil uji korelasi dan regresi berganda ... 42


(15)

1.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Waduk merupakan suatu perairan yang terbentuk akibat pembendungan aliran sungai yang dibuat dengan tujuan tertentu (Wetzel 2001). Waduk Cirata adalah salah satu waduk yang merupakan hasil pembendungan aliran Sungai Citarum, Jawa Barat dan terletak di antara Waduk Jatiluhur dan Waduk Saguling. Tujuan utama pembentukan Waduk Cirata adalah sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Saat ini Waduk Cirata juga dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, transportasi, perikanan tangkap, dan perikanan budidaya dengan sistem karamba jaring apung (KJA).

Budidaya ikan dengan KJA menyebabkan air serta bahan lain mudah keluar masuk jaring, termasuk sisa pakan ikan. Sisa pakan yang terbuang dan sisa metabolisme ikan akan didekomposisi oleh mikroba dengan bantuan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO). Jika jumlah produksi oksigen dalam perairan tidak sebanding dengan kebutuhannya, maka dapat terjadi defisit oksigen. Kandungan DO di Waduk Cirata umumnya mengalami deplesi pada dasar perairan bahkan mencapai anoksik (Octaviany 2005).

Beberapa sungai yang ada di sekitar Waduk Cirata mengalir menuju waduk sebagai bagian inlet. Aliran sungai tersebut (inflow) akan membawa dan menjadi salah satu sumber DO bagi perairan waduk (Wetzel 2001). Oksigen ini akan menyebar, kemudian dimanfaatkan oleh organisme dalam waduk baik untuk respirasi maupun dekomposisi, serta proses-proses kimiawi. Penyebaran oksigen terlarut dapat mengindikasikan seberapa besar peranan sungai dalam mendistribusikan oksigen terlarut, terlepas dari sumber oksigen terlarut lain, yaitu fotosintesis dan difusi dari udara.

1.2Rumusan Permasalahan

Waduk Cirata yang dibangun dengan tujuan utama untuk PLTA, saat ini telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, salah satunya adalah kegiatan budidaya ikan dengan KJA. Kegiatan budidaya ikan dengan KJA menghasilkan limbah organik,


(16)

berupa sisa pakan yang terbuang serta sisa metabolisme ikan. Limbah organik yang dihasilkan harus didekomposisi dengan bantuan oksigen terlarut.

Oksigen terlarut (DO) dalam perairan, khususnya perairan waduk, berasal dari proses fotosintesis oleh autotrof dan difusi melalui udara (Boyd 1982), serta aliran yang masuk (inflow) ke dalam perairan (Wetzel 2001). Sungai Cicendo merupakan salah satu sungai yang mengalir menuju Waduk Cirata. Karakteristik fisik lingkungan tertentu (suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus) yang dimiliki Sungai Cicendo diduga dapat mempengaruhi penyebaran DO dari sungai sampai waduk. Penyebaran DO tersebut kemudian dapat menghasilkan ketersediaan DO dalam perairan dan selanjutnya dapat dimanfaatkan. Secara sederhana, rumusan permasalahan dapat digambarkan dalam diagram alir seperti yang tertera pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah

1.3Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari penyebaran oksigen terlarut (DO) secara spasial pada Sungai Cicendo sampai menuju Waduk Cirata, Jawa Barat.

Oksigen terlarut (DO) Limbah organik

Ketersediaan DO

Penyebaran DO Dekomposisi

Waduk Cirata (KJA)

Fotosintesis Difusi dari udara Aliran sungai (inflow) (Faktor lingkungan: suhu, kekeruhan, kecepatan arus)


(17)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Waduk Cirata

Waduk Cirata dibangun pada tahun 1998 dan terletak di perbatasan Bandung, Cianjur, dan Purwakarta. Waduk ini memiliki luas 6200 ha dengan ketinggian 221 m di atas permukaan laut (Husen 2000 in Octaviany 2005). Waduk yang membendung DAS Citarum terletak antara Waduk Saguling dan Waduk Jatiluhur. Selain Sungai Citarum, terdapat beberapa sungai yang mengalir ke Waduk Cirata. Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Cikundul, Cihujang, Cihea, Cibodas, Cipeuyeum, Cisokan, Cidurang, Cibalagung, Cibolang, Cinangsi, Citamiang, Cilangkap, Cicendo, dan Cimeta. Masing-masing sungai tersebut memiliki kualitas air yang berbeda (Baksir 1999).

Pemanfaatan Waduk Cirata yang semakin berkembang, seperti kegiatan budidaya ikan dengan karamba jaring apung (KJA), menjadikan waduk yang mempunyai tujuan untuk keperluan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) ini mengalami perubahan kualitas air. Perairan Waduk Cirata diduga telah tercemar oleh limbah organik dan anorganik. Limbah organik berasal dari kegiatan domestik, pertanian, dan perikanan, sedangkan limbah anorganik, terutama logam berat, berasal dari industri yang terdapat di sekitar waduk. Garno (2000) in Octaviany (2005) mengemukakan status kesuburan Waduk Cirata telah mendekati hipereutrofik. Hal ini terutama disebabkan oleh kegiatan perikanan KJA di waduk tersebut.

2.2Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut adalah senyawa esensial yang diperlukan untuk metabolisme semua organisme perairan. Oksigen terlarut dalam perairan berfluktuasi sepanjang waktu sesuai dengan pemasukan dan pemanfaatannya oleh organisme dan dekomposisi mikroorganisme (Wetzel 2001).


(18)

2.2.1 Sumber dan pemanfaatan oksigen terlarut

Oksigen terlarut dalam perairan berasal dari proses fotosintesis oleh autotrof dan difusi melalui udara (Boyd 1982). Adanya aliran yang masuk (inflow) juga merupakan salah satu sumber oksigen terlarut dalam perairan (Wetzel 2001).

Fitoplankton merupakan salah satu autotrof yang dapat melakukan fotosintesis sehingga menghasilkan oksigen. Fitoplankton memanfaatkan karbondioksida dan energi cahaya matahari untuk fotosintesis. Dengan demikian, fotosintesis hanya dapat terjadi pada perairan yang cukup cahaya matahari (lapisan fotik). Selain itu, ketersediaan nutrien merupakan faktor pembatas proses fotosintesis dalam perairan. Proses fotosintesis ditunjukkan pada reaksi kimia berikut.

6CO2 + 6H2O  C6H12O6 + 6O2 (Cole 1983)

Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam perairan berlangsung lambat. Proses difusi suatu gas dipengaruhi oleh tekanan parsial di atmosfer. Kandungan oksigen sebanyak 21% di atmosfer memiliki tekanan parsial sebesar 0,21 atm, sedangkan kandungan nitrogen sebanyak 79% memiliki tekanan parsial 0,79 atm (Goldman dan Horne 1983). Meskipun demikian, oksigen lebih mudah larut dalam air dibandingkan nitrogen (Wetzel 2001). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung pada beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, serta pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang, dan pasang surut (Salmin 2005). Penyebaran oksigen terlarut dalam perairan dipengaruhi oleh energi yang dihasilkan dari kecepatan angin.

Aliran air yang masuk (inflow) merupakan salah satu sumber oksigen terlarut dalam perairan (Wetzel 2001). Suatu aliran air dapat menyumbang oksigen dalam perairan yang dituju dengan syarat aliran tersebut memiliki ketersediaan oksigen yang mencukupi. Apabila kualitas air pada aliran yang masuk lebih buruk dari perairan yang dituju, maka hal tersebut akan memperburuk kualitas perairan tersebut.

Oksigen terlarut yang terkandung dalam aliran air akan menyebar dalam suatu perairan. Penyebaran tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya suhu, salinitas (jika di laut), aktivitas biologi, arus, serta proses percampuran yang dapat


(19)

mengubah pengaruh-pengaruh dari kegiatan biologis melalui gerakan massa air dan proses difusi (Birowo et al 1975 in Simanjuntak 2000).

Oksigen dimanfaatkan untuk respirasi oleh organisme perairan dan dekomposisi bahan organik oleh mikroba, serta proses-prosess kimiawi. Organisme perairan yang memanfaatkan oksigen untuk respirasi adalah semua organisme termasuk di dalamnya fitoplankton. Respirasi dalam perairan terjadi siang dan malam hari, sedangkan fotosintesis hanya terjadi pada siang hari karena keterbatasan cahaya. Pada siang hari, pelepasan oksigen sebagai hasil fotosintesis pada lapisan fotik lebih besar dari pada oksigen yang dikonsumsi sehingga perairan mengalami supersaturasi. Sebaliknya, pada malam hari, fotosintesis berhenti namun konsumsi oksigen terus berlangsung. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya pola perubahan kadar oksigen dan menghasilkan fluktuasi harian oksigen (Jeffries dan Mills 1996).

Oksidasi bahan organik oleh mikroba dalam perairan terjadi melaui proses dekomposisi. Pasokan oksigen diperlukan secara terus-menerus sehingga dekomposisi dapat berjalan. Hasil dari proses ini berupa bahan anorganik atau dikenal dengan nutrien yang kemudian akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan fitoplankton dan autotrof lain. Apabila pasokan oksigen dalam air tidak mencukupi, maka dekomposisi akan terjadi secara anaerob.

Penurunan kandungan oksigen terlarut dalam perairan tidak hanya diakibatkan oleh respirasi organisme dan dekomposisi. Proses-proses kimiawi yang terjadi dalam perairan dapat memengaruhi kandungan oksigen terlarut. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Welch (1952) bahwa reduksi oksigen oleh gas lain, keberadaan besi dalam perairan serta pelepasan oksigen terlarut dari air ke udara secara otomatis dari lapisan epilimnion dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam perairan.

2.2.2 Faktor-faktor yang memengaruhi penyebaran oksigen terlarut dalam perairan

Penyebaran oksigen dalam perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu, angin, arus, morfologi, masukan allochthonous dari sungai induk, dan respirasi (Cole dan Hannam 1990 in Widyastuti 2004). Menurut Birowo et al (1975) in Simanjuntak (2000), penyebaran oksigen terlarut dalam perairan dipengaruhi oleh suhu, salinitas (jika di laut), aktivitas biologi, arus, serta proses percampuran yang dapat mengubah pengaruh-pengaruh dari kegiatan biologis


(20)

melalui gerakan massa air dan proses difusi. Sementara itu, O’Connor (1967) menggolongkan faktor-faktor yang memengaruhi DO di sungai, salah satunya adalah karakteristik geofisik dari sungai tersebut. Karakteristik geofisik yang dimaksud, diantaranya adalah suhu dan kecepatan arus.

Oksigen dalam perairan mempunyai hubungan berbanding terbalik dan non linier dengan suhu. Kelarutan oksigen meningkat sesuai dengan penurunan suhu (Wetzel 2001). Pada perairan yang memiliki stratifikasi suhu pada musim panas, kandungan oksigen terlarut lebih tinggi pada lapisan perairan bagian dalam dibandingkan lapisan perairan yang lebih hangat. Keadaan demikian sesuai dengan distribusi vertikal oksigen tipe orthograde yang terjadi pada perairan oligotrof (Goldman dan Horne 1983).

Menurut Hutabarat (2000), kecepatan arus di perairan umum yang tergenang (lentic water bodies), misalnya danau dan reservoir (waduk) pada umumnya lebih rendah dari pada kecepatan arus di laut atau pun sungai. Kecepatan arus di perairan danau atau reservoir dipengaruhi oleh angin. Kecepatan arus tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut (Raymont 1963 in Simanjuntak 2000).

Masukan allochthonous dari sungai induk dapat mempengaruhi penyebaran oksigen tergantung dari karakteristik masukan tersebut. Apabila masukan tersebut memiliki kualitas yang lebih baik dengan oksigen terlarut lebih tinggi dibandingkan perairan yang dimasuki (misalnya waduk), maka sungai tersebut berperan sebagai pemasok oksigen bagi waduk. Sebaliknya, apabila masukan memiliki kualitas lebih buruk dengan oksigen terlarut lebih rendah dibandingkan waduk, maka hal ini justru dapat menjadi sumber pencemaran. Penyebab lain dalam penyebaran oksigen terlarut dalam perairan adalah karena respirasi. Oksigen dalam perairan dapat mengalami penurunan apabila respirasi organisme berlangsung terus menerus.

Zona riverine pada waduk menerima air dari sungai yang mengalir ke waduk. Aliran air sungai (inflow) tersebut berupa arus densitas yang mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut pada lapisan epilimnion, metalimnion, dan hipolomnion. Perbedaan densitas pada perairan tawar terutama disebabkan oleh perbedaan suhu perairan. Perbedaan densitas selanjutnya menyebabkan pergerakan aliran air (Gambar 2). Jika densitas inflow lebih kecil dari densitas air permukaan waduk,


(21)

maka inflow akan berada di bagian atas (overflow). Jika densitas inflow lebih besar dari densitas air permukaan waduk, maka inflow akan berada di bagian bawah perairan (underflow). Interflow terjadi ketika arus densitas yang meninggalkan sungai menyebar secara horizontal ke dalam badan perairan (Ji 2007).

a. Overflow b. Interflow

c. Underflow

Gambar 2. Tipe pergerakan aliran air: a. Overflow, b. Interflow, c. Underflow Sumber: Ji (2007)

2.3Parameter Penunjang

2.3.1 Suhu

Suhu perairan dipengaruhi oleh cahaya matahari. Pengaruh cahaya matahari terhadap suhu perairan berhubungan dengan musim, lintang, ketinggian, waktu dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan, aliran, serta kedalaman badan air. Berbagai proses fisika, kimia, dan biologi sangat dipengaruhi oleh perubahan suhu perairan.

Perbedaan intensitas cahaya matahari yang menembus ke dalam perairan menyebabkan terjadinya stratifikasi panas. Pada perairan tergenang, terdapat tiga lapisan panas,, yaitu epilimnion, metalimnion, dan hipolimnion. Lapisan epilimnion merupakan lapisan paling permukaan dengan proses penyerapan cahaya lebih


(22)

intensif sehingga memiliki suhu lebih hangat dan densitas yang lebih kecil dari lapisan bawahnya. Pada lapisan epilimnion, terjadi pengadukan oleh gelombang dan turbulensi permukaan air yang digerakkan oleh angin sehingga lapisan ini tercampur (mixed). Lapisan metalimnion (termoklin) merupakan lapisan dengan perubahan suhu yang relatif besar terhadap kedalaman. Lapisan hipolimnion adalah lapisan dasar dengan perubahan suhu yang kecil.

Peningkatan suhu perairan menyebabkan penurunan tingkat kelarutan gas-gas dalam air, termasuk oksigen. Kelarutan oksigen mempunyai hubungan terbalik dan non linier terhadap suhu. Kelarutan oksigen meningkat seiring dengan menurunnya suhu (Wetzel 2001). Hubungan antara suhu dengan konsentrasi oksigen terlarut pada perairan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan suhu dan konsentrasi oksigen terlarut jenuh pada tekanan udara 760 mmHg (Cole 1983).

Suhu (oC)

Konsentrasi O2 terlarut (mg.L-1)

Suhu (oC)

Konsentrasi O2 terlarut (mg.L-1)

Suhu (oC)

Konsentrasi O2 terlarut (mg.L-1)

0 14,62 12 10,78 24 8,42

1 14,22 13 10,54 25 8,26

2 13,38 14 10,31 26 8,11

3 13,46 15 10,08 27 7,97

4 13,11 16 9,87 28 7,83

5 12,77 17 9,66 29 7,69

6 12,45 18 9,47 30 7,56

7 12,14 19 9,28 31 7,43

8 11,84 20 9,09 32 7,3

9 11,56 21 8,91 33 7,18

10 11,29 22 8,74 34 7,06

11 11,03 23 8,58 35 6,95

2.3.2 Kekeruhan

Kekeruhan perairan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan suatu perairan dapat disebabkan oleh bahan-bahan organik, seperti plankton dan organisme lainnya, serta bahan-bahan anorganik seperti lumpur dan pasir halus. Tingkat kekeruhan perairan mempengaruhi tingkat


(23)

kedalaman pencahayaan matahari. Semakin keruh suatu badan air, sinar matahari yang masuk ke dalam air akan semakin terhambat.

Kekeruhan pada perairan mengalir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan tersuspensi yang berukuran cukup besar berupa lapisan permukaan tanah yang terbawa aliran pada saat hujan. Kekeruhan pada perairan menggenang lebih disebabkan oleh bahan tarsuspensi yang berupa koloid dan partikel halus (Goldman dan Horne 1983). Kekeruhan yang disebabkan oleh lumpur dan partikel yang dapat mengendap digunakan sebagai faktor pembatas, sedangkan kekeruhan yang disebabkan oleh organisme, merupakan indikasi produktivitas (Odum 1971). Kekeruhan akan sangat mempengaruhi penetrasi cahaya matahari pada suatu kolom air yang akan mempengaruhi kecepatan fotosintesis, kadar oksigen yang dihasilkan, maupun kemampuan hewan-hewan air untuk hidup (Sunanisari et al. 2009).

2.3.3 Arus

Arus sebagai faktor pembatas pada aliran air, ditentukan oleh kemiringan, kedalaman, dan kelebaran dasarnya (Odum 1971). Menurut Welch dan Lindell (1980), terdapat lima kategori arus yaitu arus yang sangat lambat (kurang dari 0,10 m.detik-1), lambat (0,10-0,25 m.detik-1), sedang (0,25-0,50 m.detik-1), cepat (0,50-1 m.detik-1), dan sangat cepat (lebih dari 1 m.detik-1).

Meskipun arus merupakan ciri utama pada perairan mengalir, namun aliran air (sungai) dengan perairan menggenang (waduk) tidak dapat dipisahkan secara tegas. Kecepatan arus bervariasi pada bagian yang berbeda dalam suatu aliran air yang sama. Kecepatan arus menurun pada perairan sungai yang besar dan akan semakin menurun ketika suatu sungai bermuara menuju perairan menggenang (waduk). Penurunan kecepatan arus ini berlangsung hingga menyerupai kondisi perairan menggenang (Odum 1971).

Arus perairan dapat menentukan penyebaran gas dalam air, misalnya oksigen terlarut (Odum 1971). Sungai yang mengalir menuju waduk dengan arus yang sedemikian rupa akan membawa massa air dengan berbagai karakteristiknya, termasuk oksigen terlarut. Massa air dari sungai tersebut kemudian menyebar berdasarkan pengaruh kekuatan arus setelah memasuki waduk. Dalam hal ini, oksigen terlarut menyebar sesuai dengan massa air yang menyebar. Semakin besar


(24)

kecepatan arus dan debit air, semakin cepat dan semakin luas penyebaran kualitas air yang terjadi.

Debit merupakan jumlah air (volume) yang mengalir di dalam saluran atau sungai per unit waktu (Rahayu et al. 2009). Debit merupakan hasil kali antara luas penampang sungai dengan arus (kecepatan aliran). Peningkatan debit air dapat meningkatkan bahan terlarut akibat erosi pada badan air. Meskipun demikian, konsentrasi bahan tersebut mengalami penurunan karena terjadi proses pengenceran. Hal ini dapat digambarkan seabagai berikut. Apabila suatu aliran sungai yang membawa oksigen terlarut memasuki waduk dan memiliki debit tertentu, maka secara teoritis apabila kandungan oksigen terlarut pada sungai yang lebih tinggi akan mengalami pengenceran, diikuti dengan penurunan nilai oksigen terlarut tersebut.


(25)

3.

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Lokasi Penelitian

Kegiatan penelitian dibagi dalam dua tahap, yaitu kegiatan penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Masing-masing kegiatan tersebut dilakukan di lapang pada bulan Maret 2012. Penelitian dilaksanakan di Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata, Jawa Barat. Peta lokasi penelitian tertera pada Gambar 3.

3.2Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian mengacu pada standar APHA (2005). Alat dan bahan tersebut tertera pada Tabel 2 dan Lampiran 1.

Tabel 2. Alat dan bahan untuk melakukan pengamatan (APHA 2005).

Parameter Unit Metode/Alat Keterangan

Fisika

Kecepatan aliran m.detik-1 Flow meter In situ

Suhu °C Termometer In situ

Kekeruhan NTU Turbidity meter Ex situ

Debit L.detik-1 Cross section In situ

Kedalaman m Tali berskala In situ

Kimia

Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO)

mg.L-1 DO meter In situ

3.3Pelaksanaan Penelitian 3.3.1Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan lokasi penelitian yang tepat. Tahap ini meliputi survei terhadap beberapa sungai yang menjadi inlet Waduk Cirata. Adapun beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam kegiatan survei tersebut antara lain kegiatan di sekitar sungai, kondisi sungai, serta nilai DO sungai tersebut.


(26)

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

107°15'00" BT 17'24" 19'48" 22'12"

0 6 °4 7 '2 4 " L S 4 6 '1 2 " 4 5 '0 0 " 4 3 '4 8 "

PETA LOKASI PENELITIAN SUNGAI CICENDO-WADUK CIRATA

JAWA BARAT

Disiapkan Oleh : Wening Muriasih

(C24080032) Sumber : - Google Earth, 2012 - Observasi Lapang, 2012

Legenda :

: Lokasi penelitian Sungai Cicendo : Jalan Raya : Waduk Cirata

: Daratan 5,96 Km Jawa Barat 24'36" 4 2 '3 6 " 4 1 '2 4 " : Sungai Outlet (DAM) Inlet Inlet Inlet Inlet Inlet Inlet Inlet Inlet


(27)

Berdasarkan hasil survei, dipilih Sungai Cicendo sebagai lokasi yang tepat untuk penelitian ini. Aliran Sungai Cicendo langsung masuk ke Waduk Cirata, tanpa terhalang oleh vegetasi maupun aktivitas pemancingan. Selain itu, wilayah pertemuan antara sungai dengan waduk dapat dibedakan dengan jelas, seperti yang tertera pada Gambar 4.

Hal yang selanjutnya dilakukan untuk memastikan bahwa Sungai Cicendo merupakan sungai yang benar-benar cocok untuk dijadikan lokasi penelitian adalah dengan mengukur nilai DO dari sungai tersebut dan dibandingkan dengan DO rata-rata di Waduk Cirata-rata. Pengukuran DO dilakukan pada siang hari. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut, diperoleh nilai DO Sungai Cicendo sebesar 8,5 mg.L-1 dan DO rata-rata Waduk Cirata yaitu 6 mg.L-1. Dengan demikian, Sungai Cicendo dipilih sebagai lokasi penelitian ini dengan kemungkinan sungai tersebut dapat berperan sebagai pemasok DO terhadap waduk.

3.3.2Penentuan stasiun pengambilan contoh

Penentuan stasiun pengambilan contoh dilakukan dengan metode pengambilan contoh acak berlapis (stratified random sampling). Stasiun pengambilan contoh ditentukan berdasarkan keterwakilan wilayah perairan Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata. Secara garis besar, wilayah pengambilan contoh dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian sungai, bagian pertemuan sungai dengan waduk (transisi), dan bagian waduk. Stasiun pengambilan contoh (Stasiun 1-9) ditentukan secara acak pada setiap bagian dan ditetapkan tiga substasiun (a, b, c) pada setiap stasiun tersebut, kecuali stasiun pada bagian sungai. Stasiun pengambilan contoh selanjutnya tertera pada Tabel 3 dan Gambar 4.

3.3.3Penelitian utama

Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui penyebaran oksigen terlarut yang berasal dari Sungai Cicendo sampai di Waduk Cirata dengan pendekatan perubahan nilai DO beserta parameter fisika yang mendukung. Beberapa parameter fisika tersebut adalah kecepatan arus, suhu, dan kekeruhan.

Setiap wilayah perairan, yaitu sungai dan waduk, memiliki karakteristik tersendiri, baik dari nilai DO maupun parameter fisikanya. Selain nilai DO, kecepatan arus pada sungai menjadi dasar pendugaan penyebaran DO dari sungai sampai waduk. Pertemuan antara sungai dengan waduk menyebabkan terjadinya


(28)

percampuran massa air sungai dengan massa air waduk. Massa air sungai yang memiliki kecepatan arus dan debit tertentu akan mengalami pergerakan aliran dan menggantikan massa air waduk sebelum akhirnya mengalami pencampuran.

Tabel 3. Stasiun pengambilan contoh

Bagian Stasiun Lintang Selatan Bujur Timur

Sungai Cicendo

1 2 3 4

6° 45' 9,00" 107° 21' 11,00" 6° 45 '8,92" 107° 21' 10,52" 6° 45' 8,68" 107° 21' 9,84" 6° 45' 8,40" 107° 21' 8,80" Pertemuan sungai

dengan waduk 5

a 6° 45' 8,60" 107° 21' 6,81" b 6° 45' 8,80" 107° 21' 7,21" c 6° 45' 9,20" 107° 21' 7,35"

Waduk Cirata

6

a 6° 45' 12,56" 107° 21' 4,86" b 6° 45' 12,64" 107° 21' 6,38" c 6°45' 13,43" 107° 21' 7,66" 7

a 6° 45' 15,93" 107° 21' 0.15" b 6° 45' 16,91" 107° 21' 0.50" c 6° 45' 17,60" 107° 21' 1.20" 8

a 6° 45' 22,90" 107° 20' 50,50" b 6° 45' 24,70" 107° 20' 50,90" c 6° 45' 25,90" 107° 20' 49,50" 9

a 6° 45' 19,22" 107° 20' 45,37" b 6° 45' 21,54" 107° 20' 43,85" c 6° 45' 23,30" 107° 20' 40,70"

Proses pencampuran air sungai dengan waduk terjadi secara bertahap. Melalui proses ini pula akan terjadi pencampuran DO yang terbawa aliran sungai dengan DO waduk. Nilai DO yang pada mulanya tinggi pada bagian sungai akan menurun sesuai dengan aliran menuju waduk. Nilai ini akan semakin menurun hingga massa air sungai bercampur dengan massa air waduk sehingga menghasilkan DO yang mendekati DO rata-rata waduk. Demikian pula halnya dengan yang terjadi pada parameter lain seperti suhu dan kekeruhan. Oleh karena itu, hal ini juga didukung oleh nilai suhu dan kekeruhan sehingga pendugaan penyebaran DO menjadi lebih kuat.


(29)

Gambar 4. Stasiun pengambilan contoh

107°20'38.4" BT 20'49.2" 21'00" 21'10.8"

0 6 °4 5 '2 8 .8 " L S 4 5 '2 1 .6 " 4 5 '1 4 .4 " 4 5 '0 7 .2 " S. Cicendo PETA LOKASI PENGAMBILAN CONTOH

Disiapkan Oleh : Wening Muriasih (C24080032)

Sumber : - Google Earth, 2012 - Observasi Lapang, 2012

1 2 3 4 5a5b 5c 6a 6b 6c 7a 7b 7c 8a 8b 8c 9a 9b 9c Waduk Cirata Legenda :

: Lokasi pengambilan contoh

: Sungai Cicendo : Waduk Cirata : Daratan

314 m

Kab. Bandung Barat Kab. Bandung Barat

Cipeundeuy


(30)

3.3.4Pengumpulan data

3.3.4.1Penentuan oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO)

Aliran masuk (inflow) berperan sebagai salah satu sumber DO dalam perairan (Wetzel 2001). Aliran tersebut dapat berperan sebagai pemasok DO jika DO yang dibawanya melebihi DO pada perairan yang dituju. DO selanjutnya digunakan untuk respirasi organisme dan dekomposisi bahan organik.

Pada penelitian ini, penyebaran DO diduga dari perubahan nilai DO beserta parameter fisika sungai hingga menuju waduk. Pengukuran DO pada sungai dilakukan pada bagian tepi dan tengah sungai sehingga dianggap mewakili DO sungai, sedangkan debit hanya diukur pada satu titik di sungai. Selanjutnya, pengukuran tersebut dilakukan sepanjang aliran sungai hingga memasuki wilayah waduk.

Pertemuan antara sungai dengan waduk menyebabkan massa air sungai akan teraduk. Hal ini berhubungan dengan nilai DO sungai yang juga akan bercampur dengan DO waduk. Massa air yang tercampur merata menyebabkan tidak adanya perbedaan yang signifikan pada setiap lapisan kedalaman. Hal ini terjadi pada bagian waduk yang sangat dekat dengan sungai atau yang merupakan muara bagi sungai pemasok air ke waduk. Oleh karena itu, pengukuran DO di waduk hanya dilakukan pada lapisan permukaan sehingga akan menghasilkan penyebaran DO dari sungai sampai permukaan waduk saja.

3.3.4.2Parameter fisika

Parameter fisika diukur sebagai pendukung pendugaan penyebaran DO. Parameter fisika yang diukur meliputi kedalaman, suhu, kecepatan aliran (arus), debit sungai, dan kekeruhan. Seluruh parameter tersebut diukur secara in situ, kecuali kekeruhan, dengan menggunakan alat sebagaimana yang tertera pada Tabel 2.

Pengukuran parameter fisika perairan, kecuali debit, dilakukan pada setiap titik pengambilan contoh air untuk analisis DO. Pengukuran debit sungai hanya dilakukan pada Stasiun 1. Pengukuran debit tersebut mengacu pada Rahayu et al. (2009) yaitu dengan pembagian lebar dan badan sungai serta dilakukan pengukuran kecepatan arus pada setiap bagian. Debit setiap bagian tersebut didapat dari perkalian antara luas (lebar x kedalaman) dan kecepatan arus sungai. Kemudian,


(31)

debit sungai didapat dari penjumlahan setiap debit pada bagian sungai yang telah dihitung tersebut.

3.3.5Analisis data

3.3.5.1Analisis ragam satu arah (One-way Anova)

Analisis ragam satu arah (One-way Anova/Anova satu arah) adalah uji beberapa rata-rata yang digunakan untuk menentukan perbedaan dan persamaan beberapa rata-rata. Analisis ragam satu arah atau anova satu jalur merupakan anova yang mempelajari perbedaan antara satu variabel bebas dengan satu variabel terikat. Variabel bebas dan variabel terikat pada penelitian ini adalah stasiun sebagai variabel bebas dan nilai DO sebagai variabel terikat (Usman dan Akbar 2006).

Uji anova satu arah pada penelitian ini digunakan untuk menentukan stasiun-stasiun yang memiliki nilai DO rata-rata berbeda atau sama dengan stasiun-stasiun lainnya. Hiptosesis yang digunakan dalam analisis anova tersebut adalah sebagai berikut. H0: tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai DO pada Stasiun 1-9 H1: terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai DO pada Stasiun 1-9

Keputusan tolak atau terima H0 ditentukan berdasarkan nilai signifikansi atau p-value yang dibandingkan dengan taraf nyata (α). Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 0.05 sehingga kriteria pengambilan keputusan tersebut adalah sebagai berikut.

Jika p < α (0,05), maka tolak H0; Jika p > α (0,05), maka terima H0.

Apabila hasil anova menunjukkan adanya perbedaan nilai DO yang signifikan (tolak H0), maka perlu dilakukan uji lanjut menggunakan uji Tukey (HSD). Uji Tukey digunakan untuk menentukan stasiun-stasiun yang memiliki nilai DO berbeda dan nilai DO sama (Usman dan Akbar 2006).

3.3.5.2Regresi Berganda

Regresi berganda digunakan untuk menentukan pola hubungan antara beberapa variabel bebas (independent) terhadap satu variabel terikat (dependent). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah parameter fisika perairan yang meliputi suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus, sedangkan variabel terikat yang dimaksud adalah nilai DO di perairan yang diteliti. Model regresi linier berganda untuk suatu populasi dengan jumlah variabel sebanyak n variabel ditunjukkan sebagai berikut.


(32)

= + + …+ +

Penelitian ini dilakukan terhadap contoh yang diambil dari populasi dan variabel bebas yang terdapat pada penelitian yaitu tiga variabel (suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus). Oleh karena itu, model regresi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (Irianto 2004).

= + + +

Regresi berganda dilakukan pada setiap variabel yang bebas (independent) dan tidak saling berhubungan. Apabila terdapat hubungan diantara variabel, maka hubungan tersebut akan meniadakan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

Multikolinieritas merupakan suatu indikasi yang menunjukkan adanya suatu hubungan yang linier di antara variabel bebas, dalam hal ini di antara suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus. Multikolinieritas dapat dideteksi berdasarkan matriks korelasi antara variabel bebas tersebut.

Matriks korelasi diperoleh dengan menghitung koefisien korelasi antara satu variabel bebas dengan variabel bebas lainnya. Koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai dengan 1. Koefisien korelasi yang mendekati -1 atau 1 menunjukkan terdapat hubungan antara variabel bebas yang diujikan (multikolinieritas). Koefisien korelasi dibandingkan dengan nilai p. Apabila variabel bebas berkorelasi dengan variabel lain dan memiliki nilai p kurang dari taraf nyata (α = 0,05), maka korelasi tersebut signifikan, tetapi apabila p lebih dari α, maka korelasi tersebut tidak signifikan.

Uji signifikansi koefisien regresi dilakukan untuk menentukan variabel bebas berpengaruh signifikan atau tidak. Uji tersebut ditentukan berdasarkan nilai p untuk setiap variabel bebas. Hipotesis untuk uji koefisien regresi adalah sebagai berikut. H0: variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai DO


(33)

Keputusan tolak atau terima H0 ditentukan berdasarkan nilai signifikansi atau p yang dibandingkan dengan taraf nyata (α). Taraf nyata yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebesar 0.05 sehingga kriteria pengambilan keputusan tersebut adalah sebagai berikut.

Jika p < α (0,05), maka tolak H0; Jika p > α (0,05), maka terima H0.

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel bebas (suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus) secara bersama-sama terhadap nilai DO. Korelasi tersebut perlu diuji tingkat signifikansinya berdasarkan perbandingan p dengan α (0,05). Prinsip pengambilan keputusan dari uji tersebut sama seperti pengambilan keputusan pada uji koefisien regresi.

3.3.5.3Penyebaran DO dari Sungai Cicendo di Waduk Cirata

Penyebaran oksigen terlarut dari Sungai Cicendo hingga Waduk Cirata dapat diduga dari perubahan nilai DO sungai hingga mendekati DO rata-rata waduk, yaitu melalui pengelompokan stasiun dengan nilai DO berbeda antar kelompok. Pengelompokan stasiun tersebut diperoleh dari hasil uji lanjut setelah analisis ragam satu arah. Pendugaan tersebut didukung oleh parameter fisika, seperti suhu kecepatan arus, dan kekeruhan. Aliran sungai dengan kecepatan arus tertentu membawa massa air beserta komponen di dalamnya, termasuk DO (Odum 1971). Penyebaran nilai suhu dan kekeruhan menjadi data pendukung untuk memastikan sejauh mana penyebaran DO dari sungai menuju waduk. Keberadaan suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus tersebut diuji untuk menentukan parameter yang berpengaruh signifikan terhadap nilai DO. Berdasarkan parameter yang berpengaruh signifikan terhadap nilai DO tersebut dapat dilakukan terhadap keberadaan DO di perairan sehingga peranan sungai dalam memasok DO dapat diketahui. Penyebaran DO dan parameter lain ditampilkan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik yang diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16.


(34)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil

Sungai Cicendo dengan kedalaman berkisar 0,3-0,5 m, memiliki debit sebesar 285 L.detik-1. Kedalaman perairan meningkat setelah memasuki Waduk Cirata, yaitu berkisar 1,1-5,7 m (Lampiran 1). Stasiun penelitian yang berlokasi di sungai adalah Stasiun 1 sampai dengan Stasiun 4, sedangkan stasiun penelitian yang berlokasi di waduk adalah Stasiun 6 sampai dengan Stasiun 9. Stasiun 5 merupakan stasiun yang berlokasi di wilayah pertemuan antar sungai dengan waduk, dan keterangan a, b, dan c merupakan substasiun. Pengukuran DO beserta beberapa parameter pendukung dilakukan pada setiap stasiun. Beberapa parameter pendukung tersebut yaitu suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus. Grafik hasil penyebaran nilai DO, suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus Sungai Cicendo menuju Waduk Cirata ditampilkan pada Gambar 5 sampai dengan Gambar 8. Penyebaran tersebut diurutkan mulai dari Stasiun 1 sampai Stasiun 9 yang ditampilkan dalam satuan jarak dengan titik acuan Stasiun 1 (jarak 0 m).

Gambar 5. Penyebaran DO Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200

D

O

(

m

g

.L

-1)

Jarak dari Stasiun 1 (m) St A St B St C

St 1-4

St 6 St 7 St 8 St 9 St 5


(35)

Nilai DO Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata bervariasi, yaitu berkisar antara 5,3-8,05 mg.L-1. Nilai DO tertinggi, sebesar 8,05 mg.L-1, terdapat pada Stasiun 1, sedangkan nilai DO terendah, sebesar 5,3 mg.L-1, terdapat pada Stasiun 7c dan 8c. Secara umum, nilai DO menurun dari sungai menuju waduk, baik pada Stasiun a, b, maupun c, kecuali pada Stasiun 5c. Nilai DO pada Stasiun 5c meningkat, meskipun selanjutnya mengalami penurunan seperti kelompok Stasiun a dan b.

Nilai DO secara umum menurun dari sungai menuju waduk, tetapi mengalami sedikit peningkatan pada wilayah waduk (Stasiun 7 ke Stasiun 8 dan 9). Salah satu sumber DO di waduk berasal dari fotosisntesis oleh fitoplankton. Kelimpahan fitoplankton yang berbeda berkaitan dengan nilai DO dalam perairan. Peningkatan nilai DO di wilayah waduk diduga disebabkan oleh perbedaan kelimpahan fitoplankton di perairan tersebut.

Berbeda dengan DO, suhu perairan Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata mengalami peningkatan. Grafik penyebaran suhu sungai sampai ke waduk terdapat pada Gambar 6.

Gambar 6. Penyebaran suhu Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata

Suhu perairan Sungai Cicendo lebih rendah dibandingkan dengan suhu perairan setelah memasuki Waduk Cirata. Suhu perairan sungai berkisar 28,2-29,03

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200

S

u

h

u

(

oC

)

Jarak dari stasiun 1 (m) St A St B St C

St 6 St 7 St 8 St 9 St 5


(36)

o

C, sedangkan suhu waduk berkisar 30-34,3 oC. Suhu ini meningkat ke arah waduk secara perlahan, namun tidak demikian untuk Stasiun 5a dan 5b. Suhu perairan pada Stasiun tersebut meningkat cukup tinggi, yaitu 34,3 oC untuk Stasiun 5a dan 33,5 oC untuk Stasiun 5b, sedangkan suhu pada Stasiun 5c hanya 30 oC.

Kekeruhan merupakan pengukuran terhadap material tersuspensi. Kekeruhan yang disebabkan oleh partikel yang dapat mengendap sering digunakan sebagai faktor pembatas (Odum 1971). Grafik penyebaran kekeruhan Sungai Cicendo hingga Waduk Cirata ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Penyebaran kekeruhan Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata

Kekeruhan Sungai Cicendo bervariasi dengan nilai tertinggi sebesar 184 NTU (pada Stasiun 3), sedangkan setelah memasuki Waduk Cirata, kekeruhan tersebut cenderung menurun dengan nilai terendah, sebesar 6,48 NTU (pada Stasiun 8c). Kekeruhan sungai meningkat dari Stasiun 1 sampai Stasiun 3, kemudian menurun pada stasiun berikutnya hingga mencapai stasiun yang berada di kawasan waduk. Stasiun 5 (a, b, c) memiliki kekeruhan yang lebih tinggi dibandingkan stasiun berikutnya yaitu Stasiun 6, 7, 8, dan 9. Stasiun 5 merupakan stasiun yang

0 50 100 150 200

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200

K

e

k

e

r

u

h

a

n

(

N

T

U

)

Jarak dari stasiun 1 (m)

St A St B St C

St 5

St 1-4 St 6

St 7


(37)

berhubungan langsung dengan sungai serta memiliki kedalaman yang paling dangkal di antara stasiun lainnya di waduk, yaitu antara 1,1-1,7 m.

Secara umum, kekeruhan air menurun setelah meninggalkan sungai (Stasiun 1 sampai Stasiun 4). Penurunan kekeruhan diduga terjadi akibat pengenceran massa air sungai dengan massa air waduk. Apabila kekeruhan setelah meninggalkan sungai tetap tinggi, maka hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kandungan oksigen terlarut. Kekeruhan yang tinggi dapat menurunkan konsentrasi oksigen terlarut dalam perairan (Palter et al. 2007). Oksigen tersebut digunakan untuk mengoksidasi bahan organik penyebab kekeruhan yang berasal dari sungai.

Arus merupakan ciri utama pada perairan mengalir sehingga sering dianggap sebagai faktor pembatas (Odum 1971). Kecepatan arus Sungai Cicendo bervariasi mulai dari Stasiun 1 yang berada di kawasan sungai sampai Stasiun 9 yang sudah berada di waduk (Gambar 8).

Gambar 8. Penyebaran kecepatan arus Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata

Kecepatan arus Sungai Cicendo hingga Waduk Cirata berkisar antara 0-0,5 m.s-1. Kecepatan arus tertinggi sebesar 0,5 m.s-1 terdapat pada Stasiun 1 dan

-0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1100 1200

K e c e p a ta n a r u s (m .s -1)

Jarak dari stasiun 1 (m)

St A St B St C

St 5

St 1-4 St 6

St 7


(38)

terendah sebesar 0 m.s-1 pada Stasiun 6b, 6c, 8, dan 9. Kecepatan arus pada lokasi penelitian secara umum menurun ke arah waduk dan mulai mencapai nilai nol pada Stasiun 6b dan 6c. Hal ini sebagaimana pernyataan Odum (1971) bahwa kecepatan arus bervariasi pada bagian yang berbeda dalam suatu aliran air yang sama. Kecepatan arus menurun pada perairan yang lebar dan akan semakin menurun ketika suatu sungai bermuara menuju perairan menggenang (waduk). Penurunan kecepatan arus ini berlangsung hingga menyerupai kondisi perairan menggenang.

Penurunan kecepatan arus dari sungai ke waduk tidak terjadi pada Stasiun 3. Sebaliknya, kecepatan arus pada Stasiun 3 meningkat menjadi 0,43 m.s-1. Hal ini disebabkan karena adanya penyempitan aliran serta struktur bebatuan yang lebih besar di sekitar Stasiun 3. Kecepatan arus pada Stasiun 6a sebesar 0,02 m.s-1 merupakan arus yang sangat lambat (Welch dan Lindell 1980). Selanjutnya, kecepatan arus pada Stasiun 6b dan 6c sudah mencapai nol, tetapi masih terdapat arus pada Stasiun 7 walaupun dengan nilai kecepatan yang sangat kecil.

4.2Pembahasan

Aliran masuk (inflow) merupakan salah satu sumber oksigen terlarut (DO) dalam perairan (Wetzel 2001). Suatu inflow dapat memasok DO dengan syarat bahwa inflow tersebut memiliki kandungan DO yang lebih tinggi dari perairan yang dituju. Pengamatan terhadap peranan Sungai Cicendo dalam memasok DO di Waduk Cirata dilakukan dengan mengukur nilai DO mulai dari bagian sungai hingga menuju ke waduk. Hal ini disertai dengan pengukuran beberapa parameter fisika, yaitu suhu, kekeruhan, kecepatan arus, dan debit sungai.

Sungai Cicendo yang mengalir menuju Waduk Cirata memiliki debit 285 L.detik-1. Berdasarkan hasil uji ragam satu arah (anova), diketahui terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai DO rata-rata pada Stasiun 1 sampai 9 (p<0,05). Hal tersebut berbeda dengan sebaran DO secara spasial di Laguna Aitoliko yang diteliti oleh Gianni et al. (2012). Nilai DO di Laguna Aitoliko tersebut tidak berbeda secara signifikan di setiap titik pengamatan yang mencakup seluruh lapisan permukaan laguna.

Hasil uji Tukey menunjukkan adanya tiga homogeneous subsets yang berarti terdapat tiga kelompok dengan nilai DO rata-rata pada stasiun dalam satu kelompok


(39)

tidak berbeda tetapi berbeda dengan kelompok lainnya (Gambar 9). Kelompok I terdiri dari Stasiun1-5, kelompok II terdiri dari Stasiun 4, 5, 6, 9; dan kelompok III terdiri dari Stasiun 6, 7, 8, dan 9 (Lampiran 4).

Stasiun 4 dan 5 tergabung ke dalam dua kelompok yaitu kelompok I dan II, sedangkan Stasiun 6 dan 9 tergabung ke dalam kelompok II dan III. Setiap stasiun tersebut secara umum berkelompok sesuai dengan posisi dari stasiun awal (sungai). Oleh karena itu, dilakukan penegasan terhadap anggota kelompok supaya setiap kelompok tersebut dapat mewakili wilayah perairan sesuai posisi dari stasiun awal. Kelompok I, II, dan III selanjutnya disebut dengan bagian sungai, transisi, dan waduk. Bagian sungai terdiri dari Stasiun 1-4, bagian transisi terdiri dari Stasiun 5 dan 6, serta bagian waduk terdiri dari Stasiun 7-9.

Nilai DO rata-rata tertinggi terdapat pada bagian sungai, kemudian menurun pada bagian transisi dan waduk. Bagian sungai yang merupakan bagian awal (jarak 0 m) memiliki nilai DO berkisar antara 7,2-8,3 mg.L-1 dengan rata-rata 7,59+0,34 mg.L-1. Bagian transisi dengan jarak 50 m dari bagian sungai memiliki nilai DO yang berkisar antara 5,8-7,6 mg.L-1 dengan rata-rata 6,58+0,61 mg.L-1, sedangkan nilai DO pada kelompok waduk dengan jarak 403 m dari bagian sungai berkisar antara 5,3-6,6 mg.L-1 dengan rata-rata 5,82+0,49 mg.L-1.

Rata-rata nilai DO pada bagian waduk sebesar 5,82+0,49 mg.L-1 lebih tinggi dari nilai DO rata-rata untuk waduk kaskade Sungai Citarum secara umum. Nilai DO rata-rata untuk waduk kaskade adalah sebesar 3,51 mg.L-1 (Tjahjo dan Purnamaningtyas 2010). Selain itu, nilai DO bagian waduk dalam penelitian ini juga melebihi DO permukaan Waduk Saguling yang diteliti oleh Adiwilaga et al. (2009), yaitu sebesar 4,04 mg.L-1. Nilai DO tersebut merupakan nilai DO tertinggi selama waktu pengamatan 24 jam di lokasi KJA di Waduk Saguling.

Nilai DO yang lebih tinggi pada bagian waduk dalam penelitian ini merupakan nilai DO pada lokasi yang belum terdapat KJA. Selain itu, posisi dari bagian waduk terletak di dekat sungai sehingga nilai DO di bagian tersebut diduga mendapat pengaruh dari aliran sungai.

Penyebaran nilai DO di waduk yang berasal sungai berbeda dari penyebaran nilai DO yang ada di laut. Penyebaran nilai DO di waduk, tinggi pada bagian perairan yang paling dekat dengan sungai, sedangkan penyebaran DO di laut, rendah


(40)

Gambar 9. Kelompok stasiun berdasarkan nilai oksigen terlarut

107°20'38.4" BT 20'49.2" 21'00" 21'10.8"

0 6 °4 5 '2 8 .8 " L S 4 5 '2 1 .6 " 4 5 '1 4 .4 " 4 5 '0 7 .2 " S. Cicendo PETA LOKASI PENGAMBILAN CONTOH

Disiapkan Oleh : Wening Muriasih

(C24080032) Sumber : - Google Earth, 2012 - Observasi Lapang, 2012

1 2 3 4 5a 5b 5c 6a 6b 6c 7a 7b 7c 8a 8b 8c 9a 9b 9c Waduk Cirata Legenda :

: Lokasi pengambilan contoh

: Sungai Cicendo : Waduk Cirata : Daratan

314 m

Kab. Bandung Barat Kab. Bandung Barat

Cipeundeuy

Waduk Cirata

: Kelompok 1 : Kelompok 2 : Kelompok 3


(41)

pada bagian perairan yang paling dekat dengan sungai atau dekat pantai, kemudian meningkat pada bagian lepas pantai. Hal ini sebagaimana hasil penelitian Simanjuntak (2007a, 2007b) di perairan Mamberamo, Papua dan Teluk Banten yang menunjukkan bahwa penyebaran DO tertinggi terdapat pada bagian lepas pantai dan rendah pada bagian dekat pantai. Kondisi demikian terjadi akibat perbedaan kualitas air sungai yang bermuara, baik di waduk maupun di laut.

Nilai DO yang berbeda pada Sungai Cicendo hingga Waduk Cirata diduga akibat perbedaan kondisi fisik perairan yang memengaruhi nilai DO pada setiap bagian perairan. Oleh karena itu, analisis regresi berganda dilakukan untuk mengetahui hubungan antar parameter fisika (suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus) terhadap nilai DO pada masing-masing bagian.

Analisis regresi berganda menghasilkan model yang dapat digunakan untuk memprediksi nilai DO di perairan. Model yang didapat dari regresi tersebut tertera pada Tabel 5.

Tabel 4. Persamaan regresi berganda pada bagian sungai, transisi, dan waduk. Bagian Persamaan regresi

Sungai DO = 20,7 – 0,468 Suhu + 1,09 Kec Arus Transisi DO = 6,08 + 6,258 Kec Arus

Waduk DO = 19,9 – 0,461 Suhu + 0,0415 Kekeruhan – 36,8 Kec Arus

Model yang diperoleh tersebut digunakan untuk memprediksi nilai DO berbeda di bagian sungai, transisi, dan waduk. Nilai koefisien regresi (suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus) pada model tersebut menunjukkan hubungan fungsional terhadap nilai DO. Suhu memiliki hubungan negatif dengan nilai DO di bagian sungai dan waduk. Hubungan negatif tersebut berarti apabila suhu rendah, maka nilai DO tinggi dan apabila suhu tinggi, maka nilai DO rendah. Hal tersebut berbeda dengan kecepatan arus yang memiliki hubungan positif dengan nilai DO di bagian sungai dan transisi, sedangkan kecepatan arus pada bagian waduk memiliki hubungan negatif. Hubungan positif tersebut berarti apabila kecepatan arus tinggi, maka nilai DO tinggi dan apabila kecepatan arus rendah, maka nilai DO rendah.

Berdasarkan analisis regresi berganda yang telah dilakukan, diperoleh pula informasi mengenai parameter-parameter yang berpengaruh secara signifikan


(42)

terhadap nilai DO di perairan. Parameter-parameter tersebut adalah suhu dan kecepatan arus berpengaruh signifikan terhadap nilai DO pada bagian sungai (p<0,05), sedangkan parameter yang berpengaruh secara signifikan pada bagian transisi hanya kecepatan arus (p<0,05). Pada bagian waduk tidak terdapat parameter (dari yang diujikan) yang signifikan terhadap nilai DO (p>0,05).

O’Connor (1967) menggolongkan faktor-faktor yang memengaruhi DO di sungai. Salah satu faktor yang memengaruhi DO di sungai adalah karakteristik geofisik dari sungai tersebut. Karakteristik geofisik yang dimaksud di antaranya suhu dan kecepatan arus.

Kelarutan oksigen mempunyai hubungan terbalik dengan suhu perairan (Cole 1983). Semakin rendah suhu, semakin tinggi tingkat kelarutan oksigen di dalam air. Sebaliknya, semakin tinggi suhu, semakin rendah tingkat kelarutan oksigen dalam air. Kelarutan oksigen yang tinggi menunjukkan bahwa peluang oksigen untuk larut dalam air semakin tinggi dan hal tersebut dapat menyebabkan konsentrasi atau nilai oksigen terlarut dalam perairan (DO) menjadi tinggi.

Bagian sungai umumnya memiliki suhu yang lebih rendah dari bagian transisi dan waduk. Suhu yang rendah tersebut diduga dapat meningkatkan kelarutan oksigen yang kemudian memengaruhi nilai DO di bagian sungai tersebut. Hal serupa terjadi pula pada perbandingan nilai DO dengan suhu perairan di dekat PLTU-PLTGU Tambak Lorok Semarang berdasarkan hasil penelitian Huboyo dan Zaman (2007). Pola penaikan nilai DO di perairan tersebut sebanding dengan pola penurunan suhu perairan.

Bagian sungai terletak pada Sungai Cicendo yang merupakan perairan mengalir. Perairan mengalir dicirikan oleh aliran air yang memiliki kecepatan arus tertentu. Kecepatan arus pada bagian sungai dengan kisaran 0,17-0,83 m.s-1 merupakan kecepatan arus tertinggi dibandingkan bagian transisi dan bagian waduk. Hal tersebut serupa dengan nilai DO pada bagian sungai yang berkisar 7,27-8,05 mg.L-1 dengan rata-rata 7,59+0,34 mg.L-1 merupakan nilai tertinggi dari bagian lainnya. Boyd (1982) menyatakan bahwa oksigen dapat masuk ke dalam perairan melalui proses difusi dari udara. Proses difusi tersebut dipengaruhi oleh turbulensi atau pergerakan massa air, dalam hal ini adalah kecepatan arus. Semakin besar


(43)

kecepatan arus, maka peluang terjadinya difusi oksigen dari udara ke dalam air semakin besar sehingga menyebabkan nilai DO yang semakin tinggi.

Sama seperti bagian sungai, kecepatan arus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai DO pada bagian transisi (p<0,05). Bagian transisi merupakan bagian yang terletak di Waduk Cirata yang berhubungan langsung dengan Sungai Cicendo sehingga bagian transisi mendapat aliran massa air yang berasal dari sungai.

Massa air yang dibawa dari sungai memiliki nilai DO yang lebih tinggi dari DO rata-rata waduk. Apabila diasumsikan nilai DO rata-rata waduk menyebar rata, maka bagian yang paling dekat dengan sungai seperti mendapat aerasi dari sungai tersebut. Hal ini ditandai dengan nilai DO yang rendah pada bagian waduk tetapi tinggi pada bagian transisi.

Kecepatan arus pada bagian transisi berkisar antara 0-0,2 m.s-1. Kecepatan arus tersebut lebih rendah dari bagian sungai, tetapi lebih tinggi dari bagian waduk. Kecepatan arus demikian berpengaruh secara signifikan terhadap nilai DO di bagian transisi (berkisar 6,17-7,00 mg.L-1 dengan rata-rata 6,58+0,61 mg.L-1). Nilai DO di bagian transisi sebanding dengan kecepatan arus, yaitu lebih rendah dari bagian sungai dan lebih tinggi dari bagian waduk.

Kecepatan arus berpengaruh secara signifikan terhadap nilai DO di bagian transisi, menyebabkan nilai DO cukup tinggi pada bagian transisi dibandingkan bagian waduk, tetapi lebih rendah dari bagian sungai. Kecepatan arus bagian transisi lebih rendah dari bagian sungai sehingga menyebabkan DO bagian transisi lebih rendah. Kecepatan arus yang berpengaruh dalam hal ini diduga tidak saja menyebabkan difusi oksigen dari udara ke dalam air, melainkan terjadi pula transfer oksigen dari massa air yang berasal dari sungai. Massa air dari sungai membawa DO yang tinggi sehingga massa air tersebut bercampur dengan air waduk dan menyebabkan percampuran nilai DO.

Berbeda dengan bagian sungai dan transisi, parameter suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai DO pada bagian waduk (p>0,05). Koefisien determinasi sebesar 34,4% menunjukkan bahwa hanya 34,4% nilai DO di bagian waduk yang dapat dijelaskan oleh suhu, kekeruhan, dan


(44)

kecepatan arus, sedangkan masih terdapat 65,6% dari nilai DO yang dijelaskan oleh faktor lain.

Waduk merupakan salah satu jenis perairan menggenang (Wetzel 2001). Waduk Cirata merupakan waduk yang terbentuk akibat pembendungan aliran Sungai Citarum, Jawa Barat. Dengan demikian, Waduk Cirata akan memiliki karakteristik perairan menggenang secara umum.

Salah satu karakterisitk perairan menggenang adalah tidak memiliki arus sehingga memiliki residence time lebih lama (Odum 1971). Salah satu sumber DO pada perairan menggenang terutama berasal dari fotosintesis oleh autotrof yaitu fitoplankton (Boyd 1982).

Kecepatan arus bagian waduk berkisar 0-0,03 m.s-1 merupakan arus yang sangat lambat, sesuai dengan pembagian kategori arus yang ditetapkan oleh Welch dan Lindell (1980). Arus yang sangat lambat pada waduk diduga terjadi akibat pengaruh angin (Hutabarat 2000). Hasil regresi berganda menunjukkan bahwa 65,6% DO di bagian waduk tidak dipengaruhi oleh suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus, tetapi dipengaruhi oleh faktor lain. Kondisi arus yang sangat lambat di bagian waduk dengan rata-rata 0,01 m.s-1 mencirikan bahwa bagian waduk tersebut adalah bagian yang sesungguhnya dari Waduk Cirata.

Perairan yang berwarna hijau pada bagian waduk dapat mengindikasikan keberadaan organisme autotrof, yaitu fitoplankton. Fitoplankton memanfaatkan karbondioksida dan energi cahaya matahari untuk fotosintesis dan kemudian menghasilkan oksigen ke dalam perairan (Cole 1983). Sementara itu, Boyd (1982) menyatakan bahwa sumber DO pada perairan menggenang terutama berasal dari fotosintesis oleh autotrof seperti fitoplankton. Dengan demikian, nilai DO yang terdapat pada bagian waduk diduga lebih banyak disebabkan oleh fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton, dibuktikan dengan warna perairan waduk yang hijau.

Nilai DO rata-rata tertinggi terdapat pada bagian sungai, kemudian menurun pada bagian transisi dan waduk. Nilai DO pada sungai dipengaruhi secara signifikan oleh suhu dan kecepatan arus. Nilai DO pada bagian transisi hanya dipengaruhi secara signifikan oleh kecepatan arus, sedangkan nilai DO pada bagian transisi merupakan indikasi dari penyebaran DO yang terbawa oleh massa air dari sungai. Kondisi fisik perairan pada bagian waduk menunjukkan bahwa bagian


(45)

tersebut merupakan bagian yang sesungguhnya dari Waduk Cirata. Nilai DO pada bagian tersebut diduga lebih banyak disebakan oleh fotosintesis yang dilakukan fitoplankton. Berdasarkan hal tersebut, dapat ditentukan bahwa penyebaran DO yang berasal dari sungai telah berhenti pada bagian waduk, yaitu pada jarak 403 m dari sungai atau dengan kata lain peranan sungai dalam memasok DO terjadi sejauh 403 m.

Sungai Cicendo diharapkan dapat memasok DO ke Waduk Cirata, untuk mengatasi permasalahan pencemaran di Waduk Cirata, khususnya pencemaran yang berasal dari dalam waduk tersebut (autochthonous), seperti akibat banyaknya jumlah KJA sebagai sarana budidaya ikan. Jumlah KJA yang terus bertambah setiap tahun berbanding lurus dengan peningkatan beban pencemaran di Waduk Cirata. Peningkatan beban pencemaran yang terus menerus akan melampaui batas waduk dalam melakukan aksi pulih diri. Hal ini akan menjadi semakin parah apabila terdapat banyak sungai dengan kondisi tercemar yang masuk ke Waduk Cirata, dikhawatirkan kualitas air waduk akan semakin menurun.

Sungai Cicendo yang memiliki debit 285 L.detik-1 dapat memasok DO ke Waduk Cirata sejauh 403 m dari mulut sungai. KJA di Waduk Cirata terletak pada jarak sekitar 1500 m dari mulut sungai. Oleh karena itu, Sungai Cicendo yang hanya memasok DO sejauh 403 m ke Waduk Cirata masih belum dapat memasok DO untuk KJA di waduk. Keadaan demikian terjadi untuk kondisi perairan pada waktu penelitian ini (bulan Maret). Kondisi perairan, terutama perairan mengalir (sungai) bersifat dinamis pada setiap musim. Perbedaan musim menyebabkan perbedaan kondisi perairan, misalnya pada musim hujan akan meningkatkan debit sungai. Peningkatan debit sungai tersebut diduga dapat meningkatkan jarak pasokan DO dari sungai ke waduk.

Beberapa alternatif pengelolaan dapat dilakukan untuk menekan permasalah pencemaran di Waduk Cirata. Alternatif tersebut, di antaranya adalah dengan meminimumkan jumlah beban pencemaran dari dalam waduk, misalnya dengan pembatasan operasi KJA, menambah variasi ikan yang dibudidaya yang dapat memakan sisa pakan atau pemakaian jarring apung berlapis, dan memaksimalkan pemanfaatan pakan alami. Selain itu, hal penting lain yang harus dilakukan adalah menjaga keseimbangan kualitas air dari Sungai Cicendo serta sungai-sungai lain


(46)

yang akan bermuara ke Waduk Cirata. Apabila sungai-sungai yang bermuara ke Waduk Cirata tersebut sudah memiliki kualitas air yang buruk maka sungai-sungai tersebut tidak dapat mengatasi permasalahan waduk, tetapi akan memperburuk permasalahan di waduk.


(47)

5.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Penyebaran oksigen terlarut (DO) dan parameter lain secara spasial dapat dilihat berdasarkan kisaran nilainya. Terdapat tiga bagian perairan berdasarkan keberadaan DO dan karakteristik lingkungan, yaitu bagian sungai yang dicirikan oleh kecepatan arus yang paling tinggi dengan kandungan DO sebesar 7,59+0,34 mg.L-1, bagian transisi yang dicirikan oleh kecepatan arus yang menurun dari bagian sungai dengan kandungan DO sebesar 6,58+0,61 mg.L-1, dan bagian waduk yang tenang dan memiliki kandungan DO sebesar 5,82+0,49 mg.L-1. Suhu dan kecepatan arus sungai berpengaruh secara signifikan terhadap nilai DO di sungai. Nilai DO pada bagian transisi merupakan indikasi penyebaran DO yang berasal dari sungai. Nilai DO pada waduk diduga lebih banyak disebabkan oleh aktivitas fotosintesis fitoplankton. Peranan Sungai Cicendo dalam memasok DO di Waduk Cirata telah berhenti pada jarak 403 m dari sungai.

5.2Saran

Analisis penyebaran oksigen terlarut dari suatu perairan mengalir menuju perairan menggenang dapat diduga berdasarkan pergerakan massa air yang tercermin dari fakor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan nilai DO. Keterbatasan faktor pendukung menyebabkan penarikan kesimpulan kurang signifikan karena perlu dilakukan pengujian terhadap faktor lain. Faktor lain tersebut dalam penelitian ini di antaranya keberadaan fitoplankton yang melakukan fotosintesis sebagai sumber DO dalam perairan. Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan mengenai kelimpahan fitoplankton di bagian Waduk Cirata sehingga dapat digunakan sebagai penduga faktor yang berpengaruh terhadap nilai DO, khususnya di bagian waduk. Selain itu, untuk dapat mengetahui penyebaran DO pada musim yang berbeda, maka perlu dilakukan penelitian serupa pada musim yang berbeda.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwilaga EM, Hariyadi S, dan Pratiwi NTM. 2009. Perilaku oksigen terlarut selama 24 jam pada lokasi karamba jaring apung di Waduk Saguling, Jawa Barat. Limnotek. 16(2): 109-118.

APHA (American Public Health Association), AWWA (American Water Works Assocition) dan WPFC (Water Pollution Control Federation). 2005. Standard methods for the examination of water and waste water. 21th ed. Baltimore, MD. 1081 hal.

Baksir A. 1999. Hubungan antara produktivitas primer fitoplankton dan intensitas cahaya di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. [Tesis]. Program Pascasarjana. IPB. Bogor.

Boyd CE. 1982. Water quality in warm water fish pond. Departemen of Fisheries Allied Aquaculture, Agriculture Experimental Station Auburn University. Auburn. Alabama. 52 hal.

Cole GA. 1983. Textbook of limnology. 3rd ed. Waveland Press. USA.401 hal.

Gianni A, Kehayias G, dan Zacharias I. 2012. Temporal and spatial distribution of physico-chemical parameters in an anoxic lagoon, Aitoliko, Greece. Journal of environment biologi. 33: 107-114

Goldman CR dan Horne AJ. 1983. Limnology. Mc Graw Hill International Book Company. Tokyo. 464 hal.

Huboyo HS dan Zaman B. 2007. Analisis sebaran temperatur dan salinitas air limbah PLTU-PLTGU berdasarkan system pemetaan spasial (studi kasus: PLTU-PLTGU Tambak Lorok Semarang). Jurnal Presipitasi. 3(2): 40-45.

Hutabarat S. 2000. Produktivitas perairan dan plankton. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 61 hal.

Irianto A. 2004. Statistik: konsep dasar, aplikasi, dan pengembangannya. Prenada Media Group. Jakarta. 330 hal.


(49)

Jeffries M dan Mills D. 1996. Freshwater ecology: principles, and application. John Wiley dan Sons Ltd. UK. 285 hal.

Ji ZG. 2007. Hydrodynamics and water quality “Modeling Rivers, Lakes, Estuaries”. Wiley-Interscience A John Wiley & Sons, Inc. 334 hal.

O’connor D. 1967. The temporal and spatial distribution of dissolved oxygen in streams. Water resources research. 3(1): 65-79.

Octaviany MJ. 2005. Fluktuasi kandungan oksigen terlarut selama 24 jam pada lokasi Karamba Jaring Apung Ciputri di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Odum EP. 1971. Fundamental of ecology. WB Saunders Company. Philadelphia. 574 hal.

Palter J, Coto SL, dan Ballestero D. 2007. The distribution of nutrients, dissolved oxygen, and chlorophyll a in the upper Gulf of Nicoya, Costa Rica, a tropical esturary. Tropical Biology. 55(2): 427-436.

Rahayu S, Widodo RH, Van Noordwijk, Suryadi I dan Verbist B. 2009. Monitoring air di daerah aliran sungai. World Agroforestry Centre - Southeast Asia Regional Office. Bogor. 104 hal.

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan kebutuhan oksigen biologi (BOD) sebagai salah satu indikator untuk menentukan kualitas perairan. Oseana. 30(3): 21-26.

Simanjuntak M. 2000. Kondisi oksigen terlarut di perairan Teluk bayur dan Teluk Bungus, Sumatera Barat. [terhubung berkala]. http://www.elib.pdii.lipi.go.id [15 Jun 2012].

Simanjuntak M. 2007a. Kandungan oksigen terlarut pada waktu pasang dan surut di Perairan Mamberamo, Papua. Torani. 17(4): 52-63.


(50)

Simanjuntak M. 2007b. Variasi musiman oksigen terlarut di perairan Teluk Banten: 1. Pola sebaran oksigen terlarut. Ilmu Kelautan. 12(3): 125-132.

Sunanisari S, Suryono T, Yustiawati, Awalina dan Syawal MS. 2009. Distribusi spasial dan temporal kualitas Air Sungai Cikaniki, Jawa Barat. Limnotek. 16(2): 132-139.

Tjahjo DWH dan Purnamaningtyas SE. 2010. Bio-limnologi waduk kaskade Sungai Citarum, Jawa Barat. Limnotek. 17(2): 147-157.

Usman H dan Akbar PS. 2006. Pengantar statistika. PT Bumi Aksara. Jakarta. 363 hal.

Welch PS. 1952. Limnology. 2nd ed. McGraw-Hill book Company, Inc. New York, Toronto, London. 538 hal.

Welch EB dan Lindell T. 1980. Ecological effects of waste water. Cambridge University Press. Cambridge. 352 hal.

Wetzel RG. 2001. Limnology: lake and river ecosystems 3rd ed. Academic Press. San Diego, Ma. 1006 hal.

Widyastuti E. 2004. Ketersediaan oksigen terlarut selama 24 jam secara vertikal pada lokasi perikanan karamaba jaring apung di waduk Ir. H. Juanda, Purwakarta. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(51)

(52)

Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian

DO meter Set winkler Pemberat+tali berskala

Flow meter Meteran Van dorn water sampler

GPS Botol sampel+polybag Turbidity meter


(53)

Lampiran 2. Lokasi Penelitian

Sungai Cicendo


(54)

Lampiran 3.Hasil pengukuran DO dan parameter pendukung pada setiap stasiun

Stasiun Kedalaman (m)

Suhu (0C)

DO (mg.L-1)

Kekeruhan (NTU)

Kec Arus (m.s-1)

Jarak rata-rata dari stasiun 1 (m) Jarak dari batas sungai-waduk (m)

1* A 0,4 28,3 8,3 62,6 0,83 0 -

B 0,59 28,1 7,8 60,9 0,17 0 -

2 A 0,36 28,9 7,6 103 0,33 15 -

B 0,59 28,9 7,5 111 0,3 15 -

3 A 0,34 29,2 7,8 167 0,57 37 -

B 0,23 29,2 7,5 201 0,3 37 -

4

A 0,3 29 7,3 164 0,35 71 -

B 0,25 29 7,3 133 0,35 71 -

C 0,2 29,1 7,2 138 0,2 71 -

5**

A 1,7 34,3 6,6 63,2 0,1 121 50

B 1,1 33,5 6,8 94,8 0,16 121 50

C 1,6 30 7,6 121 0,2 121 50

6

A 1,9 30,1 6,5 24,7 0,02 246 175

B 1,6 30,3 6,2 25,3 0 246 175

C 2,3 30,7 5,8 25 0 246 175

7

A 2,4 31,2 5,5 22,4 0,03 474 403

B 2,1 31,2 5,8 23 0,01 474 403

C 2,6 32,4 5,3 19,9 0,01 474 403

8

A 3,5 31,1 6,1 7,36 0 876 805

B 2,5 31,2 5,8 6,5 0 876 805

C 4,4 31,2 5,3 6,48 0 876 805

9

A 5,7 31,3 5,5 11,7 0 1130 1059

B 3,6 31,3 6,6 13,1 0 1130 1059

C 3,7 31,3 6,5 11,7 0 1130 1059

Keterangan:

*Debit: 285 L.detik-1


(55)

Lampiran 4. Tabel anova dan uji tukey untuk pengujian nilai DO stasiun 1 sampai 9 Anova

Sumber JK dB KT F Sig.

Between Groups 16,603 8 2,075 14,269 0,000 Within Groups 2,182 15 0,145

Total 18,785 23

Hasil Uji Tukey untuk kelompok homogen Stasiun N Subset (alpha = 0.05)

III II I

7 3 5,5333

8 3 5,7333

6 3 6,1667 6,1667

9 3 6,2000 6,2000

5 3 7,0000 7,0000

4 3 7,2667 7,2667

2 2 7,5500

3 2 7,6500

1 2 8,0500


(1)

Lampiran 4. Tabel anova dan uji tukey untuk pengujian nilai DO stasiun 1 sampai 9 Anova

Sumber JK dB KT F Sig.

Between Groups 16,603 8 2,075 14,269 0,000

Within Groups 2,182 15 0,145

Total 18,785 23

Hasil Uji Tukey untuk kelompok homogen Stasiun N Subset (alpha = 0.05)

III II I

7 3 5,5333

8 3 5,7333

6 3 6,1667 6,1667

9 3 6,2000 6,2000

5 3 7,0000 7,0000

4 3 7,2667 7,2667

2 2 7,5500

3 2 7,6500

1 2 8,0500


(2)

42

Lampiran 5. Hasil uji korelasi dan regresi berganda 1. Bagian sungai (stasiun 1, 2, 3, 4)

Korelasi suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus Suhu Kekeruhan Kekeruhan r = 0,892

p = 0,001

Kecepatan arus r = -0,175 r = -0,186 p = 0,652 p = 0,632

a. Regresi DO dengan suhu dan kecepatan arus

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant 20,7 4,188 4,94 0,003

Suhu -0,468 0,1445 -3,24 0,018 1,032

Kec Arus 1,09 0,2759 3,95 0,008 1,032

S = 0,1572 R-Sq = 84,0% Tabel sidik ragam (Anova)

Sumber variansi dk JK KT F P

Regresi 2 0,7806 0,3903 15,79 0,004

Sisa 6 0,1483 0,0247

Total 8 0,9289

b. Regresi DO dengan kekeruhan dan kecepatan arus

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant 7,58 0,2568 29,50 0,000

Kekeruhan -0,0032 0,0015 -2,15 0,075 1,036

Kec Arus 1,11 0,3447 3,22 0,018 1,036

S = 0,1960 R-Sq = 75,2% Tabel sidik ragam (Anova)

Sumber variansi dk JK KT F P

Regresi 2 0,6984 0,3492 9,09 0,015

Sisa 6 0,2305 0,0384


(3)

2. Bagian transisi (stasiun 5 dan 6)

Korelasi suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus Suhu Kekeruhan Kekeruhan r = 0,268

p = 0,607

Kecepatan arus r = 0,345 r = 0,992 p = 0,503 p = 0,000

a. Regresi DO dengan suhu dan kecepatan arus

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant 9,24 1,933 4,78 0,017

Suhu 0,102 0,0624 -1,64 0,199 1,135

Kec Arus 7,03 1,361 5,17 0,014 1,135

S = 0,2494 R-Sq = 65,12% Tabel sidik ragam (Anova)

Sumber variansi dk JK KT F P

Regresi 2 1,6617 0,8308 13,35 0,032

Sisa 3 0,1867 0,0622

Total 5 1,8483

b. Regresi DO dengan suhu dan kekeruhan

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant 8,07 2,251 3,58 0,037

Suhu -0,0735 0,0728 -1,01 0,387 1,078

Kekeruhan 0,0141 0,0033 4,21 0,025 1,078

S = 0,2987 R-Sq = 85,5% Tabel sidik ragam (Anova)

Sumber variansi dk JK KT F P

Regresi 2 1,5807 0,7904 8,86 0,055

Sisa 3 0,2676 0,0892


(4)

44

3. Bagian waduk (stasiun 7, 8, 9)

Korelasi suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus Suhu Kekeruhan Kekeruhan r = 0,369

p = 0,328

Kecepatan arus r = 0,234 r = 0,804 p = 0,545 p = 0,009

Hasil regresi berganda bagian waduk (stasiun 7, 8, 9)

Predictor Coef SE Coef T P VIF

Constant 19,9 14,91 1,34 0,239

Suhu -0,461 0,4810 -0,96 0,382 1,173

Kekeruhan 0,0415 0,0471 0,88 0,418 3,140

Kec Arus -36,8 28,78 -1,28 0,257 2,869

S = 0,4988 R-Sq = 34,4% Tabel sidik ragam (Anova)

Sumber variansi dk JK KT F P

Regresi 3 0,6514 0,2171 0,87 0,514

Sisa 5 1,2442 0,2488


(5)

Wening Muriasih. C24080032. Penyebaran Oksigen Terlarut dari Sungai Cicendo di Waduk Cirata, Jawa Barat. Dimbimbing oleh Enan M. Adiwilaga dan Niken T.M. Pratiwi.

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) sebagai salah satu senyawa terpenting untuk mendukung kelangsungan hidup organisme perairan, berasal dari proses fotosintesis oleh autotrof dan difusi melalui udara, serta aliran yang masuk (inflow) ke dalam perairan. Sungai Cicendo merupakan salah satu sungai yang mengalir menuju Waduk Cirata. Sungai tersebut diharapkan dapat memasok DO untuk Waduk Cirata. DO yang dibawa aliran sungai yang masuk ke Waduk Cirata disertai adanya pengaruh fisik lingkungan seperti arus, suhu, dan kekeruhan akan memengaruhi penyebaran DO di waduk. Penyebaran ini menghasilkan ketersediaan DO yang kemudian dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan DO adalah untuk respirasi organisme perairan, dekomposisi bahan organik oleh mikroba, dan proses-proses kimiawi. Kegiatan budidaya ikan dengan karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata menghasilkan limbah organik yang harus didekomposisi oleh mikroba dengan bantuan DO. Peningkatan jumlah limbah organik akan meningkatkan kebutuhan DO. Apabila DO yang tersedia tidak mencukupi kebutuhannya, maka aliran sungai menuju waduk (inflow) dapat memasok ketersediaan DO di perairan. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari penyebaran DO secara spasial pada Sungai Cicendo sampai Waduk Cirata, Jawa Barat.

Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2012 di Sungai Cicendo hingga Waduk Cirata, Jawa Barat. Stasiun pengambilan contoh ditentukan berdasarkan keterwakilan wilayah, yaitu bagian sungai, pertemuan sungai dengan waduk (transisi), dan waduk. Parameter yang diukur meliputi DO, suhu, kecepatan arus, debit sungai, dan kekeruhan. Seluruh parameter tersebut diukur pada setiap stasiun secara in situ, kecuali kekeruhan. Analisis air contoh untuk kekeruhan dilakukan di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen MSP, FPIK, IPB. Penyebaran oksigen terlarut dari Sungai Cicendo hingga Waduk Cirata diduga dari perubahan nilai DO sungai hingga mencapai waduk, yaitu melalui pengelompokan stasiun berdasarkan nilai DO. Pengelompokan stasiun diperoleh dari hasil uji lanjut (uji Tukey) setelah analisis ragam satu arah. Pendugaan tersebut didukung oleh parameter fisika, yaitu suhu, kecepatan arus, dan kekeruhan. Aliran sungai dengan kecepatan arus tertentu membawa massa air beserta komponen di dalamnya, termasuk DO. Keberadaan suhu, kekeruhan, dan kecepatan arus diuji untuk menentukan parameter yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai DO. Berdasarkan parameter yang berpengaruh signifikan tersebut dapat dilakukan analisis terhadap keberadaan DO di perairan sehingga peranan sungai dalam memasok DO dapat diketahui.

Hasil penelitian menunjukkan adanya tiga kelompok stasiun dengan nilai DO berbeda, yang selanjutnya disebut bagian sungai, transisi, dan waduk. Nilai DO tertinggi terdapat pada bagian sungai, kemudian menurun pada bagian transisi dan waduk. Suhu dan kecepatan arus sungai berpengaruh secara signifikan terhadap


(6)

nilai DO di sungai. Nilai DO pada bagian transisi dipengaruhi secara signifikan oleh kecepatan arus dan merupakan indikasi penyebaran DO dari sungai. Nilai DO pada waduk diduga lebih banyak disebabkan oleh aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton, yang diindikasikan dari kecepatan arus yang sangat lambat pada bagian tersebut. Peranan Sungai Cicendo dengan debit 285 L.detik-1 dalam memasok DO di Waduk Cirata telah berhenti pada jarak 403 m dari sungai.