Analisis indikator penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja karyawan pada PT Sariwangi AEA

ANALISIS INDIKATOR PENILAIAN KINERJA DENGAN
FAKTOR PENDORONG MOTIVASI KERJA KARYAWAN
PADA PT SARIWANGI AEA

SAKINA ABDULRAHMAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Indikator
Penilaian Kinerja Dengan Faktor Pendorong Motivasi Kerja Karyawan Pada PT
Sariwangi AEA adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Sakina Abdulrahman
NIM H24090147

ABSTRAK
SAKINA ABDULRAHMAN. Analisis Indikator Penilaian Kinerja Dengan Faktor
Pendorong Motivasi Kerja Karyawan Pada PT Sariwangi AEA. Dibimbing oleh
ERLIN TRISYULIANTI.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi indikator penilaian kinerja
umum di PT Sariwangi AEA, menganalisis hubungan indikator penilaian kinerja
dan faktor pendorong motivasi kerja dengan karakteristik karyawan pada PT
Sariwangi AEA, dan menganalisis hubungan kepentingan indikator output dalam
penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja. Berdasarkan hasil
penelitian disimpulkan bahwa indikator penilaian kinerja yang diterapkan pada PT
Sariwangi AEA adalah indikator-indikator penyelesaian pekerjaan, kualitas kerja,
produktivitas, kedisiplinan, keterampilan, kerja sama dan inisiatif. Berdasarkan
hasil analisis tabulasi silang terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator
penyelesaian pekerjaan sedangkan indikator lainnya tidak berhubungan begitupun

aspek pendidikan tidak berhubungan dengan semua indikator penilaian kinerja.
Terdapat hubungan antara faktor pendorong motivasi (motivator dan hygiene
factor) dengan masa kerja sedangkan pada pendidikan kedua faktor pendorong
motivasi kerja tersebut tidak berhubungan. Selain itu, indikator output dalam
penilaian kinerja tidak berhubungan dengan faktor pendorong motivasi kerja
karyawan pada alpha 5%.
Kata kunci: masa kerja, motivasi kerja, pendidikan, penilaian kinerja

ABSTRACT
SAKINA ABDULRAHMAN. Analysis of Performance Assessment Indicators
with Motivation Factors Employees of PT Sariwangi AEA. Supervised by ERLIN
TRISYULIANTI.
The purposes of this study were to identify common performance
assessment indicators in PT Sariwangi AEA, to analyze the relationship between
indicators of performance assessment and motivating factors and the type of
employees at PT Sariwangi AEA, and to analyze the relationship between the
interests of the output indicators in the assessment of the performance of the
driving factors of work motivation. Based on the results of the study to
conclusions is that the assessment of performance indicators applied to the PT
Sariwangi AEA are indicators encluding completion of work, quality of work,

productivity, discipline, skills, cooperation and initiative. Based on the results of
cross-tabulation analysis there is a relationship between the work duration with
the work completion indicator while the others do not have any relathionship.
According to the results, all performance indicators also have no relationship with
education aspect. There is a significant relationship between driving factors
(motivator and hygiene factors) with work duration of employees. In education
aspect, the driving factors of work motivation have no relationship with the
motivation driving factirs at the degred of trust of 5 percent.
Keywords: employment, motivation, education, performance assessment

ANALISIS INDIKATOR PENILAIAN KINERJA DENGAN
FAKTOR PENDORONG MOTIVASI KERJA KARYAWAN
PADA PT SARIWANGI AEA

SAKINA ABDULRAHMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah
Manajemen Sumber Daya Manusia, dengan judul Analisis Indikator Penilaian
Kinerja Dengan Faktor Pendorong Motivasi Kerja Karyawan Pada PT Sariwangi
AEA.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Erlin Trisyulianti, STP, MSi dan
Bapak Ir Pramono D Fewidarto, MS selaku pembimbing, serta Bapak Dr Ir Abdul
Kohar Irwanto, MSc yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Murjito selaku HR SW
Internasional, Ibu Devi manajer SDM beserta staf SW Internasional Trading

Business Unit PT Sariwangi AEA Gunung Putri Bogor, yang telah membantu
selama pengumpulan data. Terima kasih kepada penyandang dana PT Aneka
Tambang Tbk atas dukungannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga (kakak Masria, kak Ambo, kak Hirwan,
ko Abdulah, Alfarezi, Etong, Afif, Firga, Sartika, Saskia, Nabil, Inka Ayu,
Muntia, Sukemi, Apri dan Grilweni) atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima
kasih kepada kanda Dahlan Etlegar, S.Hut atas segala doa dan dukungannya. Serta
terima kasih untuk sahabat Nada Soraya Pusparini, SE dan teman-teman Fauzia
Istanti, Zaehul Akbar Murdiono, STP, Putri Mei Limbong, SE, Isnaini, Aswiwin,
Rabia dan Putri Anjani dan keluarga besar IPMHT Bogor atas seluruh dukungan
dan bantuan yang telah diberikan selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014
Sakina Abdulrahman

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

2

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

METODE PENELITIAN

4


Kerangka Pemikiran

4

Waktu dan Tempat Penelitian

6

Jenis dan Sumber Data

6

Metode Pengambilan Sampel

6

Metode Pengumpulan Data

6


Pengolahan dan Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Gambaran Umum Perusahaan

7

Struktur Organisasi Perusahaan

8

Karakteristik Karyawan

8


Tabulasi Silang

9

Implikasi Manajerial
SIMPULAN DAN SARAN

23
23

Simpulan

23

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA


25

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Tingkat reliabilitas metode cronbach’s alpha
Skala likert pada penelitian
Karakteristik karyawan
Hubungan masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan
Hubungan masa kerja dengan indikator kualitas kerja
Hubungan masa kerja dengan indikator produktivitas
Hubungan masa kerja dengan indikator kedisiplinan
Hubungan masa kerja dengan indikator keterampilan
Hubungan masa kerja dengan indikator kerja sama
Hubungan masa kerja dengan indikator inisiatif
Hubungan masa kerja dengan hygiene factor
Hubungan masa kerja dengan motivator
Hubungan pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan
Hubungan pendidikan dengan indikator kualitas kerja
Hubungan pendidikan dengan indikator produktivitas
Hubungan pendidikan dengan indikator kedisiplinan
Hubungan pendidikan dengan indikator keterampilan
Hubungan pendidikan dengan indikator kerja sama
Hubungan pendidikan dengan indikator inisiatif
Hubungan pendidikan dengan hygiene factor
Hubungan pendidikan dengan motivator
Hubungan kepentingan indikator output dalam penilaian kinerja dengan
faktor pendorong motivasi kerja karyawan

6
7
8
10
10
11
12
12
13
14
15
15
16
17
17
18
19
19
20
21
21
22

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran

4

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara agraris memiliki masalah yang serius dalam hal
kemampuan daya saing di sektor agribisnis. Mutu sumber daya manusia agribisnis
Indonesia saat ini berada dibawah Thailand, Philipina dan Malaysia. Apabila
permasalahan tersebut tidak segera diperbaiki maka keunggulan bersaing
perusahaan-perusahaaan agribisnis Indonesia akan menjadi rendah dan kurang
berpotensi dalam menghadapi era persaingan global.
PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (AEA) sebagai salah satu
perusahaan agribisnis di bidang produksi dan pengepakan teh menyumbang 25%
total ekspor teh Indonesia (PT Sariwangi AEA 2013), memiliki tantangan besar
dalam menghadapi implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015
dimana tingkat persaingan antar perusahaan akan menjadi sangat kompetitif.
Salah satu kunci untuk memenangkan persaingan tersebut adalah dengan
peningkatan standar kualitas produk barang dan jasa yang memenuhi selera pasar.
Sumber daya manusia dalam suatu perusahaan merupakan faktor penting
dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Kegiatan SDM pada suatu perusahaan
tidak akan terlepas dari faktor produktivitas yang merupakan indikator penting
bagi suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya. Peningkatan produktivitas
merupakan salah satu upaya yang harus dilakukan perusahaan agar mampu
bertahan dan berdaya saing tinggi. Jika karyawan mampu mengoptimalkan
tenaganya sebaik mungkin dalam upaya peningkatan produktivitas, maka akan
menghasilkan produk atau jasa yang berdaya saing dan bermutu tinggi. Usaha
yang dapat dilakukan untuk mencapai peningkatan kinerja yang akan
menghasilkan meningkatkan produktivitas, salah satunya dengan menerapkan
manajemen kinerja yang baik.
Manajemen kinerja diperlukan agar karyawan mengetahui tugas-tugas yang
harus dilakukannya dan bagaimana tugas
tersebut diharapkan untuk
dikerjakannya. Salah satu aspek penting dari manajemen kinerja adalah penilaian
kinerja atau performance appraisal. Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan perusahaan untuk mengukur kinerja karyawannya. Penilaian
kinerja adalah proses melalui bagaimana organisasi-organisasi mengevaluasi atau
menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusankeputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang
pelaksanaan kerja mereka (Handoko 2001). Penilaian kinerja yang diterapkan oleh
perusahaan tujuannya untuk mengukur kinerja secara fair dan obyektif
berdasarkan persyaratan pekerjaan dan untuk meningkatkan kinerja dengan
mengidentifikasi tujuan-tujuan pengembangan yang spesifik.
Para penyelia dan manajer harus mengevaluasi kinerja agar dapat
mengetahui tindakan atau langkah-langkah apa yang harus diambil selanjutnya.
Pada saat sama, para karyawan membutuhkan umpan balik atas kinerja mereka
sebagai pedoman bagi peningkatan kerja di masa yang akan datang. Penilaian
kinerja yang baik memberikan umpan balik yang sangat dibutuhkan secara terus
menerus tidak hanya pada saat proses penilaian dilakukan. Para karyawan dengan
masa kerja yang lama juga menginginkan umpan balik yang positif atas hal-hal

2
baik yang mereka kerjakan. Umpan balik spesifik dapat membantu mereka dalam
melakukan perencanaan karir, pelatihan dan pengembangan, peningkatan gaji,
promosi dan berbagai keputusan lainnya.
Penilaian dilakukan dengan membandingkan kinerja setiap karyawan
dengan standar/indikator yang ditetapkan. Salah satu keuntungan penggunaan
standar penilaian adalah obyektivitas. Tetapi, agar obyektif karyawan harus
memahami dengan baik indikator yang menjadi dasar dalam penilaian kinerja.
Dibeberapa organisasi, karyawan ikut menetapkan indikator kinerjanya. Hal ini
memberikan akurasi dalam penilaian dikarenakan karyawan memiliki pemahaman
yang lebih baik tentang persyaratan pekerjaan dan karyawan lebih mudah
menerima hasil penilaian mereka. Hasil penilaian kinerja harus dapat mendorong
perbaikan kinerja berikutnya. Menurut Marwansyah (2010), Penilaian kinerja
adalah salah satu alat motivasi paling ampuh yang tersedia bagi pemimpin atau
manajer. Manfaat penilaian kinerja adalah memotivasi karyawan dan memberikan
peluang kepada atasan untuk mendorong karyawan ke arah kinerja yang
diharapkan dan mendorong terciptanya keadilan dan akurasi dalam penilaian.
Mendasari hal tersebut, maka pentingnya penelitian ini dilakukan adalah
untuk menganalisis hubungan indikator penilaian kinerja dengan faktor pendorong
motivasi kerja karyawan. Sehingga kemajuan karyawan dapat terus mendapat
dukungan dari perusahaan dan membantu perusahaan dalam mencapai visi dan
misi yang telah dibuat.
Perumusan Masalah
Indikator apa saja yang berdasarkan pendapat karyawan dapat
mencerminkan secara obyektif sehingga dapat digunakan dalam penilaian kinerja.
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (1) mengidentifikasi
indikator penilaian kinerja umum di PT Sariwangi AEA, (2) menganalisis
hubungan indikator penilaian kinerja dan faktor pendorong motivasi kerja dengan
karakteristik karyawan pada PT Sariwangi AEA, (3) menganalisis hubungan
kepentingan indikator output dalam penilaian kinerja dengan faktor pendorong
motivasi kerja.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau sebagai bahan
pertimbangan bagi perusahaan dalam membuat kebijakan mengenai penilaian
kinerja karyawan agar dapat mendorong motivasi kerja karyawan. Serta sebagai
sarana belajar untuk mengimplementasikan ilmu yang diperoleh selama kuliah
dan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Selain itu diharapkan dapat menjadi
bahan masukan dan informasi mengenai penilaian kinerja dan motivasi kerja
karyawan dan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup pada hubungan indikator
penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja. Indikator penilaian
kinerja meliputi indikator (penyelesaian pekerjaan, kualitas kerja, produktivitas,

3
kedisiplinan, keterampilan, kerja sama, dan inisiatif). Sedangkan indikator faktor
pendorong motivasi kerja dalam penelitian ini adalah hygiene factor: balas jasa
(gaji atau upah), kondisi kerja, kebijakan dan administrasi, hubungan antar pribadi
dan motivator: pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, penempatan
kerja yang sesuai dan pengembangan potensi individu. Penelitian ini juga
berfokus pada indikator penilaian kinerja apa yang diperlukan dan motivator
yang penting terkait output.

TINJAUAN PUSTAKA
Penilaian Kinerja
Menurut Mangkuprawira (2011) kinerja adalah kesediaan seseorang atau
kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya
sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Kinerja
merupakan proses sekaligus output dan outcome dari seseorang dan organisasi.
Semakin baik mutu kinerja proses pekerjaan karyawan semakin tinggi
produktivitas kerja dan karirnya.
Menurut Mangkuprawira (2011), penilaian kinerja adalah proses yang
dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang. Apabila
hal itu dikerjakan dengan benar, maka para karyawan, penyelia mereka,
departemen SDM, dan akhirnya perusahaan akan menguntungkan dengan jaminan
bahwa upaya para individu karyawan mampu mengkontribusi pada fokus strategik
dari perusahaan.
Motivasi Kerja
Motivasi adalah faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku
atau keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam
bentuk usaha yang keras atau lemah (Hariandja 2007). Faktor-faktor yang
mendorong motivasi kerja menurut (Usmara 2006) adalah faktor hygiene atau
intrinsik adalah gaji dan upah, kondisi kerja, kebijakan dan administrasi
perusahaan dan hubungan antar pribadi. Sedangkan motivator atau intrinsik yaitu:
prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab dan pengembangan
potensi individu.
Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Sastrajendra (2010) dengan judul “
Hubungan Penilaian Kinerja Dengan Motivasi Kerja Widyaiswara Pada Pusat
Diklat Kehutanan Kementerian Kehutanan Bogor”. Hasil penelitian yang
diperoleh yaitu penilaian kinerja yang diterapkan pada Widyaiswara di Pusat
Diklat Kehutanan Kementerian Kehutanan Bogor secara keseluruhan adalah baik.
Pernyataan tujuan penilaian kinerja, waktu penilaian, prosedur penilaian kinerja
dan metode penilaian adalah baik. Namun pada pernyataan implementasi
penilaian kinerja menurut pegawai kurang baik. Penilaian kinerja berhubungan
dengan motivasi kerja pada Widyaiswara di Pusat Diklat Kehutanan Kementerian
Kehutanan Bogor menunjukkan bahwa semua indikator penilaian kinerja
berhubungan dengan motivasi kerja. Indikator penilaian kinerja yang memiliki

4
hubungan sedang dengan motivasi kerja adalah tujuan penilaian. Indikator
penilaian kinerja yang memiliki hubungan kuat dengan motivasi adalah waktu
penilaian kinerja dan prosedur penilaian kinerja sedangkan indikator yang
memiliki hubungan lemah dengan motivasi kerja adalah metode penilaian kinerja.
Indikator penilaian kinerja yang memiliki hubungan sangat kuat dengan motivasi
kerja adalah implementasi penilaian kinerja.
Penelitian juga dilakukan oleh Naulina (2009) dengan judul “Analisis
Hubungan Sistem Penilaian Kinerja Dengan Motivasi Kerja Dan Kepuasan Kerja
Karyawan Pada Divisi Human Resources & General (HR & GA) PT Indocement
Tunggal Prakarsa (ITP), Tbk Citereup”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
persepsi karyawan terhadap sistem penilaian kinerja PT ITP,Tbk adalah baik. Uji
korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif,agak
lemah dan nyata antara sistem penilaian kinerja dengan motivasi kerja dan
kepuasan kerja karyawan. Hal ini berarti indikator sistem penilaian kinerja mampu
meningkatkan motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan Divisi HR & GA PT
ITP, Tbk Citereup.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Nurjanah (2002) dengan judul “faktorfaktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan di PT Sariwangi AEA”.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor ekstrinsik karyawan yang
memiliki hubungan nyata dengan tingkat motivasi kerja karyawan adalah
hubungan atasan dan bawahan, peraturan perusahaan, kondisi lingkungan kerja,
kompensasi dan tunjangan, serta penilaian prestasi kerja. Keseluruhan faktor
tersebut berhubungan positif dengan motivasi kerja sehingga mengandung
pengertian bahwa semakin tinggi tingkat kepuasan mereka terhadap faktor
tersebut maka motivasi kerja karyawan pun akan semakin tinggi. Sedangkan
hubungan sesama rekan kerja tidak memiliki pengaruh nyata pada motivasi kerja
karyawan, hal ini mengandung pengertian bahwa kepuasan karyawan terhadap
hubungan sesama rekan kerja tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap
peningkatan motivasi kerja karyawan. Sedangkan faktor-faktor intrinsik karyawan
seluruhnya tidak memiliki hubungan dengan motivasi kerja karyawan. Hal ini
berarti bahwa tingkat motivasi kerja karyawan pada perusahaan tersebut tidak
dipengaruhi oleh tingkat umur, lama kerja, jumlah tanggungan hidup karyawan,
tingkat pendidikan terakhir dan jenis kelamin. Sehingga disimpulkan bahwa hanya
faktor ekstrinsik saja yang memiliki pengaruh terhadap motivasi kerja karyawan
pada PT Sariwangi AEA.

METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
PT Sariwangi Agricultural Estate Agency (AEA) sebagai salah satu
perusahaan agribisnis di bidang produksi dan pengepakan teh. Visi PT Sariwangi
AEA adalah menjadi perusahaan industri yang terkemuka, eksklusif, inovatif,
terpercaya dan memiliki manajemen mutu terbaik. Dalam rangka peningkatan
mutu sumber daya manusia maka PT Sariwangi AEA akan melakukan:
Peningkatan disiplin kerja karyawan, Peningkatan keahlian karyawan melalui
pelatihan, Peningkatan manajemen mutu, Peningkatan keselamatan kerja dan
Peningkatan kesejahteraan karyawan.

5
Pelaksanaan penilaian kinerja dilakukan setiap perusahaan termasuk PT.
Sariwangi AEA untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia. Indikator yang
digunakan dalam penilaian kinerja adalah penyelesaian pekerjaan, kualitas kerja,
produktivitas, kedisiplinan, keterampilan, kerja sama dan inisiatif. Menurut
Marwansyah (2010), Penilaian kinerja adalah salah satu alat motivasi paling
ampuh yang tersedia bagi pemimpin atau manajer. Motivasi merupakan dorongan
yang membuat karyawan (seseorang) melakukan sesuatu dengan cara tertentu dan
untuk tujuan tertentu (Mangkuprawira dan Hubeis 2007). Indikator yang
digunakan dalam Faktor-faktor yang mendorong motivasi kerja menurut (Usmara
2006) adalah faktor hygiene atau intrinsik adalah gaji dan upah, kondisi kerja,
kebijakan dan administrasi perusahaan dan hubungan antar pribadi. Sedangkan
motivator atau intrinsik yaitu: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung
jawab dan pengembangan potensi individu.
PT Sariwangi AEA
Visi Dan Misi SDM
Kondisi Karyawan Yang Ada
Penilaian Kinerja
Indikator Penilaian Kinerja
sebagai berikut:
1. Penyelesaian Pekerjaan
2. Kualitas kerja
3. Produktivitas
4. Kedisiplinan
5. Keterampilan
6. Kerja Sama
7. Inisiatif

Faktor Pendorong Motivasi
Kerja sebagai berikut:
1. Faktor Hygiene
2. Motivator

8.

Tidak

Tidak

Karakteristik
Karyawan sebagai
berikut:
1. Masa Kerja
2. Pendidikan

Ada
Hubungan

Ada
Hubungan

Ya

Ya
Kriteria Penilaian Spesifik

Kriteria Penilaian
Kinerja

Kriteria Penilaian General

Pengembangan Metode Penilaian Kinerja Yang Adil

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

6
Berdasarkan uraian diatas untuk mengetahui hubungan indikator penilaian
kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja maka perlu dianalisis apakah
sudah sesuai dengan harapan karyawan dengan berdasarkan karakteristik
karyawan, jika tidak berhubungan maka dapat diterapkan kriteria penilaian kinerja
yang general untuk semua karyawan dalam melakukan penilaian kinerja dan jika
terdapat hubungan maka pihak perusahaan harus menerapkan kriteria penilaian
kinerja yang spesifik. Pengembangan metode penilaian kinerja yang adil
diharapkan dapat memotivasi karyawan dalam bekerja sehingga nantinya dapat
meningkatkan kinerja karyawan.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian tentang hubungan indikator penilaian kinerja dan faktor
pendorong motivasi kerja karyawan ini dilaksanakan pada PT Sariwangi
Agricultural Estate Agency yang terletak di Jl. Mercedes Benz no. 288, Cicadas Gunung Putri Bogor. Waktu penelitian dilakukan selama bulan Januari- Februari
2014.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari wawancara langsung
dengan karyawan melalui kuesioner berisi daftar pertanyaan mengenai indikator
penilaian kinerja dengan faktor pendorong motivasi kerja karyawan. Sedangkan
data sekunder diperoleh dari data internal perusahaan, dokumen perusahaan, buku,
internet dan artikel yang terkait.
Metode Pengambilan Sampel
Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara sensus
karena jumlah karyawan pada divisi Trading Business Unit yang tidak terlalu
banyak yaitu 67 orang.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data penelitian ini adalah wawancara pada karyawan
Trading Business Unit PT Sariwangi AEA dengan menggunakan instrumen
kuesioner. Sebelum Kuesioner digunakan terlebih dahulu dilakukan uji validitas
dan reliabilitas. Suliyanto (2005), mengemukakan bahwa validitas didefinisikan
sebagai sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan
fungsi ukurnya, sedangkan reliabilitas pada dasarnya adalah sejauh mana suatu
hasil pengukuran dapat dipercaya. Tingkat reliabilitas dengan metode Cronbach’s
Alpha diukur berdasarkan skala alpha 0 sampai 1 yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Tingkat reliabilitas metode Cronbach’s Alpha
Alpha
0.00-0.20
0.21-0.40
0.41-0.60
0.61-0.80
0.81-1.00

Tingkat Realibilitas
Kurang Reliabel
Agak Reliabel
Cukup Reliabel
Reliabel
Sangat Reliabel

7
Hasil uji validitas dilakukan pada seluruh pernyataan indikator penilaian
kinerja dan faktor pendorong motivasi kerja. Hasil uji validitas tersebut terdapat
satu pernyataan pada indikator penilaian kinerja yang tidak valid yaitu pernyataan
nomor 26 dengan r hitung 0.240 sedangkan uji validitas pada faktor pendorong
motivasi kerja terdapat dua pertanyaan yang tidak valid yaitu pertanyaan no 8 dan
13 dengan r hitung 0.223 dan 0.207.
Uji validitas menunjukkan nilai r hitung untuk pernyataan yang valid 0.2510.700 dapat disimpulkan r hitung (0.251 – 0.699) > r tabel (0.244) pada taraf alpha
5% yang artinya seluruh pernyataan mampu mengukur apa yang ingin diukur.
Hasil uji reliabilitas dilakukan pada seluruh pernyataan indikator penilaian
kinerja dan faktor pendorong motivasi kerja karyawan. Hasil uji menunjukkan
nilai crobanch alpha untuk seluruh pernyataan indikator penilaian kinerja sebesar
0.768 dari 28 butir pernyataan dan faktor pendorong motivasi kerja sebesar 0.832
dari 19 butir pernyataan. Berdasarkan metode crobanch alpha nilai ini
menunjukkan pernyataan berada pada tingkat reliabel artinya seluruh pernyataan
dapat dipercaya dan diandalkan sebagai alat ukur apabila dilakukan pengukuran
ulang.
Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Deskriptif
Data yang dianalisis deskriptif dikumpulkan dari hasil pengisian kuesioner
oleh karyawan Trading Business Unit PT Sariwangi AEA dengan menggunakan
skala likert. Pembobotan skala likert pada kuesioner dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Skala likert pada penelitian
Pernyataan
Skala likert
Sangat Setuju
5
Setuju
4
Cukup Setuju
3
Tidak Setuju
2
Sangat Tidak Setuju
1
Pada penelitian ini analisis deskriptif dilakukan dengan tabulasi silang untuk
melihat hubungan karakteristik karyawan dengan indikator penilaian kinerja dan
faktor pendorong motivasi kerja serta indikator output dalam penilaian kinerja
dengan faktor pendorong motivasi kerja.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perusahaan
Perusahaan Sariwangi AEA (Agriculture Estate Agency) didirikan oleh
Johan Alexander Supit pada tahun 1963 di Palmerah, Jakarta dalam bentuk
Perseroan Komanditor (CV). Tahun 1973 bentuk perusahaan tersebut berubah
menjadi Perseroan Terbatas (PT). Tahun 1987 PT Sariwangi AEA pindah ke Jl.
Mayor Oking No. 7 A Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor. Tahun 1993
perusahaan ini mengalami goncangan usaha sehingga pada akhirnya lisensi teh
celup mereka dijual ke PT Unilever. Tahun 1996 PT Sariwangi A.E.A membuka

8
lokasi pabrik baru di Jl. Mercedes Benz No. 288 Desa Cicadas, Kecamatan
Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Lokasi tersebut dibagi ke dalam empat blok
yaitu:
a.

Blok A :

b.

Blok B :

c.
d.

Blok C :
Blok D :

Head Office, Production Departemen, dan Finish Product
Departemen
Technical
Departement
Manufacturing,
Developing
Maintenance, Coffe Roaster dan Flavoring.
Bulk Products dan Musholla.
Trading Business Unit, Ware House, Ruang Arsip dan
Poliklinik
Struktur Organisasi Perusahaan

PT Sariwangi A.E.A dipimpin oleh seorang presiden direktur yang juga
merupakan pemilik utama dan seorang direktur sebagai pelaksana harian. Pada
perusahaan ini terdapat enam departemen yaitu: HRD Departement, Finished
Product Departement, Finance and Accounting Departement, Technical
Departement, Export/Import Document Departement, serta Trading Business Unit
and Ware House Departement.
Karakteristik Karyawan
Karyawan dalam penelitian ini adalah karyawan pada Trading Business
Unit. Analisis karakteristik karyawan sangat penting dilakukan karena
karakteristik tersebut akan mempengaruhi kemampuan dalam memahami
indikator penilaian kinerja yang diterapkan perusahaan. Karakteristik karyawan
meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, dan masa kerja. Karakteristik
karyawan selengkapnya dapat pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik karyawan
Karakteristik
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Usia
21-30
31-40
41-50
>51
Total
Pendidikan
SMP
SMA
SMK
D3
S1
Total
Lama Kerja
1-5
6-10
11-15
16-20
>21

Jumlah (orang)
66
1
67
32
24
8
3
67
4
39
19
4
1
67
14
27
6
16
4

Persentase (persen)
99
1
100
48
36
12
4
100
6
58
28
6
2
100
21
42
7
24
6

9
Lanjutan Tabel 3.
Total
67
100
Berdasarkan Tabel 3 menjelaskan bahwa perbandingan jumlah karyawan
laki-laki pada Trading Business Unit sebesar 99% lebih banyak dari jumlah
karyawan perempuan sebesar 1%. Perbedaan antara keduanya karena Trading
Business Unit lebih banyak membutuhkan tenaga kerja berjenis kelamin laki-laki.
Hal ini dikarenakan pekerjaan di pabrik seperti menyiapkan bahan baku produksi
serta pencampuran bahan baku dari berbagai pemasok dan bertanggungjawab
dalam pergudangan bahan baku sedangkan karyawan perempuan untuk pekerjaan
quality control. Usia karyawan tertinggi oleh karyawan yang berusia 21-30 tahun
yaitu sebesar 48% diikuti oleh karyawan usia 30-40 tahun yaitu sebesar 36%.
Sementara itu karyawan pada usia 41-50 tahun sebesar 12% dan posisi terendah
karyawan pada usia ≥ 51 tahun sebesar 4%. Hal ini menjelaskan bahwa pada
Trading Business Unit didominasi oleh karyawan yang berusia 21-30 tahun,
dikarenakan karyawan pada usia ini lebih produktif. Pendidikan karyawan
merupakan salah satu pertimbangan bagi karyawan dalam menetapkan fungsi dan
jabatan karyawan pada perusahaaan. Semakin tinggi pendidikan karyawan
semakin besar kesempatan jenjang karier yang diterimahnya. Pendidikan
karyawan terbanyak yaitu SMA sebesar 58%, diikuti oleh karyawan dengan
pendidikan SMK sebesar 28%. Sementara karyawan dengan pendidikan SMP dan
D3 sebesar 6% dan tingkat pendidikan S1 sebesar 2%. Hal ini menjelaskan
bahwa tingkat pendidikan di dominasi oleh SMA, dikarenakan karyawan dengan
latar belakang pendidikan SMA pada Trading Business Unit PT Sariwangi AEA
mampu menyelesaikan pekerjaan tersebut. Sedangkan lama kerja karyawan
didominasi oleh karyawan dengan lama kerja 6-10 tahun yaitu sebesar 42%,
diikuti oleh karyawan dengan lama kerja 16-20 tahun sebesar 24%, karyawan
dengan lama kerja 1-5 tahun sebesar 21%. Sementara karyawan dengan lama
kerja 11-15 tahun sebesar 7% dan lama kerja ≥ 21 tahun sebesar 6%. Hal ini
dikarenakan karyawan sudah merasa cocok dengan pekerjaan mereka. Sehingga
memberikan keuntungan pada perusahaan karena semakin lama masa kerja
seseorang maka semakin tinggi pula pengalaman kerja, pengetahuan dan loyalitas
orang tersebut (Kustikasari 2011).
Tabulasi Silang
Tabulasi silang dapat memperlihatkan hubungan antar karakteristik dengan
melihat nilai chi-square, jika nilai chi-square hitung lebih besar dari chi-square
tabel maka dapat dikatakan tolak H0 sehingga tidak ada hubungan antara baris dan
kolom. Hubungan baris dan kolom dapat dilihat melalui nilai Asymp Sig.(2-sided),
jika nilai chi-square test menampilkan hasil kurang dari 0.05 maka asumsi ditolak,
yang artinya ada hubungan antara baris dan kolom.
Tabulasi Silang Masa Kerja dengan Indikator Penilaian Kinerja
Hubungan masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan
Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator penyelesaian
pekerjaan, dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih panjang cenderung

10
menganggap penyelesaian pekerjaan sebagai indikator yang penting. Hubungan
masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hubungan masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan
Masa
Kerja
1-5
6-10
11-15
16-20
≥21
Total (%)

STS
0
0
0
0
0
0

Indikator Penyelesaian Pekerjaan (%)
TS
KS
S
0
0
11.9
0
0
25.4
0
0
9.0
0
0
20.9
0
0
0
0
0
67.2

SS
10.4
19.4
1.5
1.5
0
32.8

Total (%)

22.3
44,8
10.5
22.4
0
100

Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Berdasarkan Tabel 4, terlihat tidak ada pola yang jelas terkait masa kerja
dengan indikator penilaian kinerja. Dan didasarkan pada hipotesis awal bahwa
terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator penyelesaian pekerjaan.
Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa mayoritas karyawan dengan masa kerja 6-10
tahun yaitu 44.8% setuju dengan penyelesaian pekerjaan sebesar 25.4% sebagai
indikator penilaian kinerja sedangkan karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun
yaitu 10.4% sangat setuju terhadap penyelesaian pekerjaan sebagai indikator
penilaian kinerja karyawan. Hasil uji Asymp Sig menunjukkan masa kerja dengan
indikator penyelesaian pekerjaan memiliki nilai Sig. sebesar 0.036 > 0.05 maka
tolak Ho yang artinya terdapat hubungan antara masa kerja dengan penyelesaian
pekerjaan sebagai indikator penilaian kinerja pada taraf 5%. Hal ini
mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda
memiliki kemampuan yang berbeda dalam menyelesaikan pekerjaan. Dengan
demikian kriteria penilaian yang dilakukan lebih spesifik antara masa kerja yang
berbeda dalam penilaian kinerja.
Hubungan masa kerja dengan indikator kualitas kerja
Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kualitas kerja,
dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih panjang cenderung menganggap
kualitas kerja sebagai indikator yang penting. Hubungan masa kerja dengan
indikator kualitas kerja dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hubungan masa kerja dengan indikator kualitas kerja
Masa
Kerja
1-5
6-10
11-15
16-20
≥21
Total (%)

STS
0
0
0
0
0
0

Indikator Kualitas Kerja (%)
TS
KS
S
0
0
20.9
0
1.5
32.8
0
0
7.5
0
0
20.9
0
0
0
0
1.5
82.1

SS
1.5
10.4
3.0
1.5
0
16.4

Total (%)
22.4
44.7
10.5
22.4
0
100

Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Berdasarkan Tabel 5 tampak tidak ada pola yang jelas terkait masa kerja
dengan indikator kualitas kerja. Dan didasarkan pada hipotesis awal bahwa

11
terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kualitas kerja pada Tabel 5
menjelaskan bahwa manyoritas karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu
44.7% setuju dengan indikator kualitas kerja sebesar 32.8% sebagai indikator
penilaian kinerja. Sedangkan karyawan dengan masa kerja 11-16 tahun sangat
setuju sebesar 3% yaitu 10.5%. Hasil uji Asymp Sig menunjukkan masa kerja
dengan indikator kualitas kerja memiliki nilai Sig. 0.504 > 0.05 maka terima Ho
artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kualitas kerja
pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan semua karyawan dengan masa kerja yang
berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator kualitas
kerja. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator tersebut sebagai bagian
dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator kualitas kerja
dalam penilaian kinerja tersebut dapat menjadikan hasil penilaian kinerja
dianggap obyektif.
Hubungan masa kerja dengan indikator produktivitas
Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator produktivitas,
dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih panjang cenderung menganggap
indikator produktivitas sebagai indikator yang penting. Hubungan masa kerja
dengan indikator produktivitas dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Hubungan masa kerja dengan indikator produktivitas
Masa
Kerja

1-5
6-10
11-15
16-20
≥21
Total (%)

STS
0
0
0
0
0
0

Indikator Produktivitas (%)
TS
KS
S
0
0
17.9
0
0
26.9
0
0
10.4
0
0
19.4
0
0
0
0
0
74.6

SS
4.5
17.9
0
3.0
0
25.4

Total (%)
22.4
44,8
10.4
22.4
0
100

Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Berdasarkan hipotesis awal terdapat hubungan antara masa kerja dengan
indikator produktivitas pada Tabel 6, mayoritas karyawan dengan masa kerja 6-10
tahun yaitu 44.8% setuju dengan indikator produktivitas sebesar 26.9% sebagai
indikator penilaian kinerja. Sedangkan karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun
yaitu 4.5% dan 16-20 tahun yaitu 3% sangat setuju dengan indikator produktivitas
sebagai indikator penilaian kinerja. Berdasarkan hasil uji Asymp Sig masa kerja
dengan indikator produktivitas memiliki nilai Sig. 0.067 > 0.05 maka terima H0
artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator produktivitas
pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa
kerja yang berbeda setuju dengan indikator produktivitas sebagai indikator
penilaian kinerja. Hal ini juga berarti bahwa karyawan setuju dengan indikator
tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya
indikator produktivitas dalam penilaian kinerja tersebut bisa menjadikan hasil
penilaian kinerja dianggap tepat.
Hubungan masa kerja dengan indikator kedisiplinan
Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kedisiplinan,
dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama cenderung menganggap

12
indikator kedisiplinan sebagai indikator yang penting. Hubungan masa kerja
dengan indikator kedisiplinan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Hubungan masa kerja dengan indikator kedisiplinan
Masa
Kerja

1-5
6-10
11-15
16-20
≥21
Total (%)

STS
0
0
0
0
0
0

Indikator Kedisiplinan (%)
TS
KS
S
0
0
7.4
1.5
3.0
17.9
0
0
4.5
0
0
9.0
0
0
0
1.5
3.0
38.8

Total (%)
SS
14.9
22.4
6.0
13.4
0
56.7

22.3
44,8
10.5
22.4
0
100

Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Keterkaitan antara masa kerja dengan indikator kedisiplinan dapat dilihat
pada Tabel 7 dan didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara
masa kerja dengan indikator kedisiplinan tampak tidak ada pola yang jelas terkait
masa kerja dengan indikator kedisiplinan. Karyawan dengan masa kerja 6-10
tahun yaitu 44.8% sangat setuju dengan kedisiplinan sebesar 22.4% serta kurang
setuju sebesar 3% dan tidak setuju sebesar 1.5% sebagai indikator penilaian
kinerja. Sedangkan yang setuju sebesar 9% yaitu karyawan dengan masa kerja 1620 tahun serta sebesar 7.4% karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun dan
selebihnya sebesar 4.5% karyawan dengan masa kerja 11-15 tahun indikator
kedisiplinan sebagai indiaktor penilaian kinerja. Hasil uji Asymp Sig masa kerja
dengan indikator kedisiplinan memiliki nilai Sig. 0.884 > 0.05 maka terima Ho
artinya tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kedisiplinan
pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa
kerja yang berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator
kedisiplinan. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator tersebut sebagai
bagian dari kriteria penilaian kinerja karyawan. Dengan demikian adanya
indikator kedisiplinan dalam penilaian kinerja bisa menjadikan hasil penilaian
kinerja dianggap obyektif.
Hubungan masa kerja dengan indikator keterampilan
Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator keterampilan,
dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama cenderung menganggap
indikator kedisiplinan sebagai indikator yang penting. Hubungan antara masa
kerja dengan indikator keterampilan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Hubungan masa kerja dengan indikator keterampilan
Masa Kerja
1-5
6-10
11-15
16-20
≥21
Total (%)

Indikator Keterampilan (%)

STS
0
0
0
0
0
0

TS
0
0
0
0
0
0

KS
0
0
0
0
0
0

S
19.4
34.3
10.4
20.9
0
85.0

SS
3.0
10.5
0
1.5
0
15.0

Total (%)
22.40
44.80
10.40
22.40
0
100

13
Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Berdasarkan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara masa kerja
dengan indikator keterampilan. Berdasarkan Tabel 8 tampak tidak ada pola yang
jelas terkait masa kerja dengan indikator keterampilan. Hal ini menjelaskan
bahwa karyawan tersebar dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 34.3% setuju
dengan indikator keterampilan sebagai indikator penilaian kinerja. Sedangkan
karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun yaitu 3% sangat setuju dengan
keterampilan sebagai indikator penilaian kinerja. Hasil uji Asymp Sig masa kerja
dengan keterampilan memiliki nilai Sig. 0.292 > 0.05 maka terima Ho artinya
tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator keterampilan pada
taraf 5%. Hal ini dikarenakan semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda
setuju terhadap indikator keterampilan. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati
dengan indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan
demikian adanya indikator keterampilan dalam penilaian kinerja maka dapat
menjadikan hasil penilaian kinerja yang obyektif.
Hubungan masa kerja dengan indikator kerja sama
Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kerja sama,
dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama cenderung menganggap
indikator kerja sama sebagai indikator yang penting dalam penilaian kinerja
karyawan. Hubungan antara masa kerja dengan indikator kerja sama dapat dilihat
pada Tabel 9.
Tabel 9 Hubungan masa kerja dengan indikator kerja sama
Masa Kerja
1-5
6-10
11-15
16-20
≥21
Total (%)

STS
0
0
0
0
0
0

Indikator Kerja Sama (%)
TS
KS
S
0
1.5
9
0
1.5
25.4
0
0
9
0
1.5
14.9
0
0
0
0
4.5
58.3

Total (%)
SS
11.9
17.8
1.5
6.0
0
37.2

22.4
44.7
10.5
22.4
0
100

Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Berdasarkan Tabel 9 menjelaskan tidak terdapat pola yang jelas terkait masa
kerja dengan indikator kerja sama. Karyawan dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu
25.4% setuju dengan kerja sama sebagai indikator penilaian kinerja. Sedangkan
karyawan dengan masa kerja 1-5 tahun sangat setuju dengan kerja sama sebesar
11.9% sebagai indikator penilain kinerja dan selebihnya karyawan dengan masa
kerja 16-20 tahun yaitu 1.5% kurang setuju dengan kerja sama sebagai indikator
penilaian kinerja. Didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara
masa kerja dengan indikator kerja sama. Hasil uji Asymp Sig masa kerja dengan
indikator kerja sama memiliki nilai Sig. 0.516 > 0.05 maka terima Ho artinya
tidak terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator kerja sama pada taraf
5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa kerja yng
berbeda memiliki pandangan yang sama mengenai keberadaan indikator kerja
sama. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator tersebut sebagai bagian

14
dari kriteri penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator tersebut bisa
menjadikan hasil penilaian kinerja yang obyektif.
Hubungan masa kerja dengan indikator inisiatif
Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan indikator inisiatif,
dimana karyawan dengan masa kerja yang lebih lama cenderung menganggap
indikator inisiatif sebagai indikator yang penting dalam penilaian kinerja
karyawan. Hubungan antara masa kerja dengan indikator inisiatif dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10 Hubungan masa kerja dengan indikator inisiatif
Masa Kerja
1-5
6-10
11-15
16-20
≥21
Total (%)

STS
0
0
0
0
0
0

TS
0
0
0
0
0
0

Indikator Inisiatif (%)
KS
S
1.5
20.9
1.5
32.8
0
10.4
0
20.9
0
0
3.0
85.0

Total (%)
SS
0
10.5
0
1.5
0
12.0

22.4
44.8
10.4
22.4
0
100

Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Berdasarkan Tabel l0 terlihat bahwa tidak terdapat pola yang jelas terkait
masa kerja dengan indikator inisiatif. Hal ini menjelaskan bahwa karyawan
dengan masa kerja 6-10 tahun yaitu 32.8% setuju dengan inisiatif sebagai
indikator penilaian kinerja. Sedangkan karyawan 1-5 tahun yaitu 1.5% kurang
setuju dengan indikator inisiatif sebagai indikator penilaian kinerja serta tidak ada
yang sangat setuju dengan hal tersebut. Karyawan dengan masa kerja 16-20 tahun
yaitu 1.5% sangat setuju dengan indikator inisiatif sebagai indikator penilaian
kinerja. Berdasarkan hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara masa kerja
dengan indikator inisiatif. Hasil uji Asymp Sig masa kerja dengan indikator
inisiatif memiliki nilai Sig. 0.204 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat
hubungan antara masa kerja dengan indikator inisiatif pada taraf 5%. Hal ini
mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda
memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator inisiatif. Hal ini
juga berarti karyawan sepakat indikator tersebut sebagai bagian dari kriteria
penilaian kinerja. Dengan demikian adanya indikator inisiatif dalam penilaian
kinerja tersebut bisa menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap obyektif.
Tabulasi Silang Masa Kerja dengan Faktor Pendorong Motivasi Kerja
Hubungan masa kerja dengan hygiene factor
Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan hygiene factor, dimana
karyawan dengan masa kerja yang lebih lama menganggap hygiene factor sebagai
faktor pendorong motivasi kerja yang penting. Hubungan masa kerja dengan
hygiene factor dapat dilihat pada Tabel 11.

15
Tabel 11 Hubungan masa kerja dengan hygiene factor
Masa Kerja
1-5
6-10
11-15
16-20
≥21
Total (%)

STS
0
0
0
0
0
0

TS
0
0
0
0
0
0

hygiene factor (%)
KS
0
0
0
0
0
0

S
20.9
32.8
10.5
22.4
0
86.6

Total (%)
SS
1.5
11.9
0
0
0
13.4

22.4
44.7
10.5
22.4
0
100

Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Berdasarkan Tabel 11 menjelaskan bahwa mayoritas karyawan dengan masa
kerja 6-10 tahun yaitu 44.7% setuju dengan hygiene factor sebesar 32.8% sebagai
faktor pendorong motivasi kerja karyawan. Sedangkan karyawan dengan masa
kerja 1-5 tahun yaitu 1.5% sangat setuju hygiene factor sebagai faktor pendorong
motivasi kerja karyawan. Didasarkan pada hipotesis awal bahwa terdapat
hubungan antara masa kerja dengan hygiene factor. Hasil uji Asymp Sig masa
kerja dengan hygiene factor memiliki nilai Sig. 0.036 < 0.05 maka tolak Ho
artinya terdapat hubungan antara masa kerja dengan hygiene factor pada taraf
5%. Hal ini berarti bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda
memiliki hygiene factor yang berbeda. Dengan demikian kriteria penilaian yang
dilakukan lebih spesifik antara masa kerja yang berbeda dalam memotivasi kerja
karyawan.
Hubungan masa kerja dengan motivator
Diduga terdapat hubungan antara masa kerja dengan motivator, dimana
karyawan dengan masa kerja yang lebih lama menganggap motivator sebagai
faktor pendorong motivasi kerja yang penting. Hubungan masa kerja dengan
motivator dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Hubungan masa kerja dengan motivator
Masa Kerja
1-5
6-10
11-15
16-20
≥21
Total (%)

STS
0
0
0
0
0
0

TS
0
0
0
0
0
0

Motivator (%)
KS
0
0
0
0
0
0

Total (%)
S
16.4
14.9
10.4
19.4
0
61.1

SS
6.0
29.9
0
3
0
38.9

22.4
44.8
10.4
22.4
0
100

Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Berdasarkan Tabel 12 tampak tidak ada pola yang jelas terkait masa kerja
dengan motivator. Tabel 12 menjelaskan bahwa karyawan dengan masa kerja 6-10
tahun yaitu 29.9% sangat setuju dan masa kerja 16-20 tahun yaitu 19.4% setuju
dengan motivator sebagai faktor pendorong motivasi kerja. Dan didasarkan pada
hipotesis awal bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan motivator.
Hasil uji Asymp Sig masa kerja dengan motivator memiliki nilai Sig. 0.000 < 0.05
maka tolak Ho artinya terdapat hubungan antara masa kerja dengan motivator

16
sebagai faktor pendorong motivasi kerja pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan
bahwa semua karyawan dengan masa kerja yang berbeda memiliki faktor
motivator yang berbeda. Dengan demikian kriteria penilaian yang dilakukan lebih
spesifik antara masa kerja yang berbeda dalam memotivasi kerja karyawan.
Tabulasi Silang Pendidikan dengan Indikator Penilaian Kinerja
Hubungan pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan
Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator penyelesaian
pekerjaan, dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi menganggap
indikator penyelesaian pekerjaan sebagai indikator penilaian kinerja yang penting.
Hubungan pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan dapat dilihat pada
Tabel 13.
Tabel 13 Hubungan pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan
Pendidikan
SMP
SMA
SMK
D3
S1
Total (%)

STS
0
0
0
0
0
0

Indikator Penyelesaian Pekerjaan (%)
TS
KS
S
0
0
6
0
0
43.3
0
0
13.4
0
0
4.5
0
0
0
0
0
67.2

Total (%)

SS
0
14.9
14.9
1.5
1.5
32.8

6
58.2
28.3
6
1.5
100

Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Berdasarkan Tabel 13 tampak tidak ada pola yang jelas terkait pendidikan
dengan indikator penyelesaian pekerjaan. Tabel 13 menjelaskan bahwa karyawan
dengan pendidikan SMA yaitu 58.2% setuju dengan indikator penyelesaian
pekerjaan sebesar 43.3% sebagai indikator penilaian kinerja. Sedangkan karyawan
yang sangat setuju yaitu 28.3% adalah karyawan dengan pendidikan SMK. Selain
itu juga karyawan yang setuju yaitu 6% terhadap indikator penyelesaian pekerjaan
sebesar 1.5% sebagai indikator penilaian kinerja. Didasarkan hipotesis awal
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator
penyelesaian pekerjaan. Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan penyelesaian
pekerjaan memiliki nilai Sig. 0.078 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat
hubungan antara pendidikan dengan indikator penyelesaian pekerjaan pada taraf
5%. Hal ini mengindikasikan bahwa semua karyawan dengan pendidikan yang
berbeda memiliki pandangan yang sama terhadap keberadaan indikator
penyelesaian pekerjaan. Hal ini juga berarti karyawan menyepakati indikator
tersebut sebagai bagian dari kriteria penilaian kinerja. Dengan demikian adanya
indikator penyelesaian pekerjaan dalam penilaian kinerja tersebut dapat
menjadikan hasil penilaian kinerja dianggap obyektif.
Hubungan pendidikan dengan indikator kualitas kerja
Diduga terdapat hubungan antara pendidikan dengan indikator kualitas kerja,
dimana karyawan dengan pendidikan yang lebih tinggi cenderung menganggap
kualitas kerja sebagai indikator yang penting. Hubungan pendidikan dengan
indikator kualitas kerja dapat dilihat pada Tabel 14.

17
Tabel 14 Hubungan pendidikan dengan indikator kualitas kerja
Pendidikan
SMP
SMA
SMK
D3
S1
Total (%)

STS
0
0
0
0
0
0

Indikator Kualitas Kerja (%)
TS
KS
S
0
0
6
0
1.5
41.8
0
0
26.9
0
0
6
0
0
1.5
0
1.5
82.2

SS
0
14.8
1.5
0
0
16.3

Total (%)
6
58.1
28.4
6
1.5
100

Keterangan: STS = sangat tidak setuju, TS = tidak setuju, KS = kurang setuju, S =
setuju, SS = sangat setuju
Berdasarkan Tabel 14 tampak tidak ada pola yang jelas terkait pendidikan
dengan indikator kualitas kerja. Tabel 14 menjelaskan bahwa karyawan dengan
pendidikan SMA yaitu 58.1% setuju dengan indikator kualitas kerja sebesar
82.2% sebagai indikator penilaian kinerja sedangkan karyawan dengan pendidikan
SMK yaitu 16.3% sangat setuju indikator kualitas kerja indikator penilain kinerja.
Hasil uji Asymp Sig pendidikan dengan indikator kualitas kerja memiliki nilai Sig.
0.549 > 0.05 maka terima Ho artinya tidak terdapat hubungan antara pendidikan
dengan indikator kualitas kerja pada taraf 5%. Hal ini mengindikasikan semua
karyawan dengan pendidikan yang berbeda memiliki pandangan yang sama
terhadap keberadaan indika