Reaksi dan Titer Antiserum Monoklonal Tomato chlorosis virus (ToCV) terhadap Antigen Virus pada Tanaman Tomat.

REAKSI DAN TITER ANTISERUM MONOKLONAL Tomato
chlorosis virus (ToCV) TERHADAP ANTIGEN VIRUS PADA
TANAMAN TOMAT

JENITA FARADIBA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Reaksi dan Titer
Antiserum Monoklonal Tomato chlorosis virus (ToCV) terhadap Antigen Virus
pada Tanaman Tomat adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Jenita Faradiba
NIM A34090011

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK

JENITA FARADIBA. Reaksi dan Titer Antiserum Monoklonal Tomato chlorosis
virus (ToCV) terhadap Antigen Virus pada Tanaman Tomat. Dibimbing oleh
GEDE SUASTIKA.
Tomato chlorosis virus (ToCV) umumnya menginfeksi tanaman tomat di
seluruh dunia. Virus ini menyebabkan penyakit klorosis pada tanaman sehingga
mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Metode deteksi yang tersedia
untuk ToCV hanya melalui reverse transcription-polymerase chain reaction.

Tetapi, saat ini antiserum monoklonal telah berhasil diproduksi menggunakan
antigen yang bersesuaian dengan 16 oligo asam amino sekuen coat protein ToCV.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis reaksi antiserum terhadap
antigen virus pada tanaman tomat dan (2) mengukur titer antiserum. Reaksi
serologi dianalisis melalui agarose gel precipitation test (AGPT) dan dot
immunobinding assay (DIBA). Titer antiserum diukur menggunakan sap yang
disiapkan dari jaringan daun tomat terinfeksi ToCV. Berdasarkan hasil penelitian,
tidak ada presipitasi yang terlihat dari kompleks antigen-antibodi pada AGPT,
oleh karena itu, metode serologi ini tidak layak digunakan untuk menganalisis
reaksi serologi ToCV. Berbeda dengan AGPT, DIBA memberikan sinyal positif
yang kuat jika antiserum direaksikan dengan sap yang mengandung partikel
ToCV tetapi tidak ada sinyal positif terhadap antigen dari daun tomat sehat. Titer
antiserum pada metode ini mencapai 1/10000. Oleh karena itu, DIBA adalah
metode yang layak digunakan untuk deteksi ToCV menggunakan antiserum
monoklonal ini.
Kata kunci: agarose gel precipitation test, dot immunobinding assay, reverse
transcription-polymerase chain reaction, titer antiserum.

ABSTRACT


JENITA FARADIBA. Reaction and Titer of Monoclonal Antiserum of Tomato
chlorosis virus (ToCV) Against Viral Antigen in Tomato Plants. Supervised by
GEDE SUASTIKA.
Tomato cholorosis virus (ToCV) commonly infects tomato plants
worldwide. The virus induces chlorosis disease on the plants and causes
significant economic losses. Reverse transcription-polymerase chain reaction is
the only method available for ToCV detection. But, currently, a monoclonal-like
antiserum was successfully produced using an antigen containing oligo 16 amino
acids generated based on ToCV coat protein gene. The aims of the research were
(1) to analyze the antiserum reaction to the viral antigen in tomato plant and (2) to
measure the titer of the antiserum. Serological reactions were analyzed using
agarose gel precipitation test (AGPT) and dot immunobinding assay (DIBA). The
titer of the antiserum was measured using undiluted sap prepared from ToCVinfected tomato leaf tissues. Based on the research result, there is no any
precipitation of antigen-antibody complex visible on AGPT, and there for, this
serological method was not reliable for analyzed serological reaction of the virus.
On the other hand, DIBA gave a strong positive signal if the antiserum was
reacted with ToCV-containing sap, but there no any positive signal if the antigen
extracted from healthy tomato plant. Using this method, furthermore, the titer of
the antiserum was reach to 1/10000. The DIBA, therefore, considered as a reliable
serological method for the ToCV using this monoclonal antiserum.

Keywords: agarose gel precipitation test, antiserum titer, dot immunobinding
assay, reverse transcription–polymerase chain reaction.

REAKSI DAN TITER ANTISERUM MONOKLONAL Tomato
chlorosis virus (ToCV) TERHADAP ANTIGEN VIRUS PADA
TANAMAN TOMAT

JENITA FARADIBA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


: Reaksi dan Titer Antiserum Monoklonal Tomato chlorosis
virus (ToCV) terhadap Antigen Virus pada Tanaman Tomat.
Nama Mahasiswa: Jenita Faradiba
NIM
: A34090011

Judul Skripsi

Disetujui oleh

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc
Pembimbing Skripsi

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal disetujui:


Reaksi dan Titer Antiserum Monoklonal Tomato chlorosis
virus (ToCV) terhadap Antigen Virus pada Tanaman Tomat.
Nama Mahasiswa: Jenita Faradiba
NIM
A34090011
Judul Skripsi

Disetujui oleh

Dr. I . Gede Suastika, M.Sc
Pembimbing Skripsi

Tanggal disetujui: セuHN@

n セ イ@



PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarajana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian untuk skripsi yang berjudul ”Reaksi dan Titer Antiserum Monoklonal
Tomato chlorosis virus (ToCV) terhadap Antigen Virus pada Tanaman Tomat”
dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi
Tanaman mulai bulan Maret hingga September 2013.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
Bapak Gede Suastika selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
memberikan bantuan berupa masukan, motivasi, dan bimbingan, Bapak Idham
Sakti Harahap selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberikan
motivasi dan bimbingan, Ayahanda Syafruddin, Ibunda Oneng Herwalis, kakak
Ratu Rizqia Bulqis, adik Rizal Abudzar, adik Hasemy Abdillah Rafsanjani, adik
Mehdi Sabili Bazargan serta keluarga besar penulis yang telah mendoakan dan
senantiasa memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis, Muhammad
Asyiddiqi yang selalu mendoakan, membantu dan memberikan semangat, rekanrekan di Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB atas bantuan dan semangatnya,
teman-teman Proteksi Tanaman IPB angkatan 46 serta seluruh civitas akademik
Departemen Proteksi Tanaman IPB yang telah membantu dan memberikan

semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Penulis
juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak.
.

Bogor, Januari 2014
Jenita Faradiba

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE
Tanaman Sumber ToCV
Uji Serologi
AGPT

DIBA
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman Sumber ToCV
AGPT
DIBA
Titer Antiserum
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

vii
1
1
1
1
2
2
2
2

2
3
3
5
6
7
9
9
9
10

DAFTAR GAMBAR

1

Tanaman tomat yang memperlihatkan gejala klorosis hasil
pengamatan pada saat survei di daerah Pacet, Cianjur

4


2

Hasil reverse transcription-polymerase chain reaction (RTPCR) menggunakan pasangan primer spesifik ToCV terhadap
tanaman tomat bergejala klorosis yang dikoleksi dari Pacet,
Cianjur.

5

3

Hasil agarose gel precipitation test (AGPT) pada gel Agarosa
1%.

5

4

Hasil dot immunobinding
membran nitroselulosa.

6

assay (DIBA)

menggunakan

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomato chlorosis virus (ToCV) merupakan salah satu patogen penting yang
menyebabkan gejala klorosis pada tanaman tomat di lapangan dan rumah kaca di
seluruh dunia (Louro et al. 2000; Dalmon et al. 2008). Gejala penyakit klorosis ini
hampir sama seperti kekurangan nitrogen atau magnesium, daun bagian bawah
menguning terutama pada jaringan di antara tulang daun, adanya bercak ungu
kemerahan (bronzing) atau bahkan bercak nekrosis pada area daun yang
menguning, dan terkadang daun menjadi rapuh (leaf brittleness) (Papayiannis
2006).
ToCV pertama kali ditemukan di Florida, Amerika Serikat pada tahun 1989
(Wisler et al. 1996, 1998b) kemudian menyebar ke berbagai negara di seluruh
dunia seperti Spanyol (Navas-Castillo et al. 2000), Portugal (Louro et al. 2000),
Yunani (Dovas et al. 2002), Taiwan (Tsai et al. 2004), Perancis (Jacquemond et
al. 2009), Jepang (Hirota et al. 2010), Italia (Acotto et al. 2011) dan juga di
Indonesia (Suastika et al. 2010). ToCV tidak dapat ditularkan secara mekanis,
sehingga penyebarannya tergantung pada vektor kutukebul. Kutukebul yang dapat
menularkan ToCV adalah Trialeurodes vaporariorum, T. abutilonea dan Bemisia
tabaci biotipe A dan B (Wisler et al. 1988a).
Sampai saat ini deteksi ToCV hanya dilakukan dengan pendekatan
molekuler menggunakan teknik reverse transcription–polymerase chain reaction
(RT-PCR) (Andriani 2011, Nurulita 2011). Deteksi virus secara molekuler
memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal sehingga deteksi virus secara
serologi sangat dibutuhkan. Sampai saat ini tersedia berbagai metode uji serologi
mulai dari yang sederhana seperti agarose gel precipitation test (AGPT)
(Noordam, 1973) sampai yang kompleks seperti enzyme linked immunosorbent
assay (ELISA) atau dot immunobinding assay (DIBA) (Mahmood et al. 1997).
Antiserum monoklonal, yang dihasilkan dari imunisasi kelinci dengan oligo 16
asam amino yang bersesuaian dengan asam amino coat protein ToCV (Prof.
Tomohide Natsuaki, Utsunomiya University, Japan, 2012 September 3,
komunikasi pribadi), telah tersedia di Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB.
Reaksi dan titer antiserum ini terhadap ToCV isolat Indonesia belum diketahui.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis reaksi serologi dari
antiserum ToCV monoklonal terhadap virus isolat Indonesia dan (2) mengukur
titer antiserum ToCV monoklonal melalui metode serologi AGPT dan DIBA.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai reaksi
serologi dan titer antiserum monoklonal ToCV.

BAHAN DAN METODE
Tanaman Sumber ToCV
Tanaman tomat bergejala klorosis dikoleksi dari pertanaman tomat petani di
daerah Pacet, Cianjur. Penelitian dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai
Maret sampai September 2013. ToCV pada tanaman tomat sampel dideteksi
melalui RT-PCR, menggunakan pasangan primer ToCV CP-F (5’-AATTAAGG
ATCCGAGAACAGTGCYGTTGC-3’) dan ToCV CP-R (5’-AATTAAAAGC
TTTTAGCAACCAGTTATCGATGCAAG-3’) (Fitriasari 2010). Kegiatan ini
meliputi ekstraksi RNA total, sintesis complementary (c) DNA, amplifikasi DNA
dan elektroforesis.
Uji Serologi
Antiserum yang digunakan adalah antiserum monoklonal hasil imunisasi
kelinci dengan antigen yang merupakan oligo 16 asam amino bersesuaian dengan
sekuen asam amino coat protein ToCV isolat Jepang (Pemberian Prof. Tomohide
Natsuaki, Utsunomiya University, Jepang). Reaksi antiserum dievaluasi dengan
dua metode serologi yaitu AGPT dan DIBA.
AGPT
Metode AGPT dilakukan pada media 1% gel agarosa. Media agar dibuat
dengan melarutkan 0.1 g agarosa dan 0.01 g natrium azid dalam 5 ml bufer PBS
[NaCl 8 g, Na2HPO4 1.15 g, KH2PO4 0.2 g, KCl 0.2 g, akuades 1000 ml] pH 7.5
dan 5 ml akuabides di dalam microwave selama 1 menit. Agar cair tersebut
dituangkan di atas kaca preparat setebal ± 2 mm secara merata. Pada agar yang
sudah memadat dibuat lubang berdiameter 4 mm dengan jarak antar lubang 4 mm.
Satu lubang di tengah diisi dengan antigen berupa sap daun tomat sumber ToCV.
Sap disiapkan dengan menggerus daun dalam bufer PBS (1:10 b/v) sedangkan 6
lubang di sekelilingnya masing-masing diisi antiserum ToCV dengan pengenceran
seri dupleks 1/1 sampai 1/32. Antiserum diencerkan dengan akuabides.
Pengamatan terjadinya garis presipitasi dilakukan setiap hari sampai tiga hari.
DIBA
Metode DIBA dilakukan berdasarkan Mahmood et al. (1997) yang
dimodifikasi. Membran nitroselulosa digunting sebesar ± 3 x 2 cm sebanyak 3
lembar. Sebelum digunakan membran direndam dalam bufer TBS [Tris-HCl 0.02
M, NaCl 0.15 M, pH 7.5] selama 10 detik dan dikeringanginkan. Antigen
disiapkan dengan menggerus daun sumber ToCV dalam bufer TBS (1:1 b/v). Sap
disentrifugasi pada mesin sentrifugasi (Tomy MRX-151) dengan kecepatan 5000
rpm selama 2 menit. Supernatan sebanyak 2 µl diblot pada membran dan
dikeringanginkan. Membran kemudian diinkubasi dalam bufer blocking (TBS
yang mengandung Triton X-100 dan skim milk 2%) selama 2 jam. Setelah dicuci
dengan akuades, membran diinkubasi secara terpisah masing-masing dalam
siapan antiserum yang diencerkan 1/1000, 1/10000 dan 1/100000 dalam bufer
TBS yang mengandung skim milk 2% pada suhu 4°C semalam. Setelah dicuci
dengan bufer TBST [Tris-HCl 0.02 M, NaCl 0.15 M, + Tween-20 0.05%, pH 7.5],
membran diinkubasi dalam konjugat (Goat anti rabbit-IgG) yang diencerkan
1/1000 dalam bufer TBS pada suhu ruang selama 1 jam. Setelah dicuci kembali

3
dengan bufer TBST, membran diinkubasi dalam larutan substrat (45 µl nitro blue
tetrazolium (NBT) dan 35 µl bromo chloro indolil phosphate (BCIP) dilarutkan
dalam 10 ml bufer AP [Tris-HCl 0.1 M, NaCl 0.1M, dan MgCl2 5mM, pH 9.5]).
Bila sinyal positif telah terjadi, reaksi dihentikan dengan merendam membran
dalam dH2O.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanaman Sumber ToCV
Tanaman tomat yang diamati pada survei di daerah Pacet, Cianjur hampir
sebagian besar (lebih dari 75% populasi) menunjukkan gejala penyakit klorosis
yang ditandai dengan menguningnya lamina di antara tulang daun (interveinal
yellowing). Pada beberapa bagian daun yang mengalami klorosis memperlihatkan
bercak keunguan dan ada juga yang mengalami nekrotik. Ukuran daun tetap
normal, tidak mengalami perubahan bentuk namun lebih rapuh bila diremas.
Gejala penyakit klorosis dan ciri-ciri lain yang menyertainya ini sesuai dengan
gejala khas infeksi Crinivirus pada tanaman tomat (Louro et al. 2000; Navascastillo et al. 2000; Papayiannis et al. 2006). Sampai saat ini telah diketahui
bahwa selain ToCV, terdapat satu spesies virus lain yaitu Tomato infectious
chlorosis virus (TICV) anggota Crinivirus yang dapat menginduksi penyakit yang
sama (Nurulita 2011). Kedua virus ini (ToCV dan TICV) tidak mempunyai
hubungan serologi (Sa’adah 2013) sehingga deteksi keberadaan ToCV pada
tanaman tomat sumber virus melalui RT-PCR dilakukan hanya menggunakan
primer spesifik ToCV.

a

b

c

Gambar 1 Tanaman tomat yang memperlihatkan gejala klorosis hasil pengamatan
pada saat survei di daerah Pacet, Cianjur. Penyakit klorosis ditandai
dengan (a) menguningnya lamina di antara tulang daun (interveinal
yellowing), (b) nekrotik pada bagian yang mengalami klorosis, dan (c)
keunguan pada bagian yang mengalami klorosis.
Tanaman tomat sumber ToCV telah berhasil didapatkan melalui deteksi
dengan teknik RT-PCR. Melalui metode ini didapatkan tiga tanaman tomat yang
mengandung ToCV (Gambar 2). Keberadaan ToCV pada jaringan tanaman tomat
tersebut ditandai dengan adanya fragmen DNA berukuran sekitar 700 bp. Hasil
amplifikasi ini telah sesuai dengan primer yang didesain spesifik untuk ToCV
(Fitriasari 2010). Daun tomat yang positif mengandung ToCV selanjutnya
digunakan untuk uji serologi AGPT dan DIBA.

5

1

2

3

4

5

1000 bp
750 bp

Gambar 2

±700 bp

Hasil reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR)
menggunakan pasangan primer spesifik ToCV terhadap tanaman
tomat bergejala klorosis yang dikoleksi dari Pacet, Cianjur. Lajur 1:
marker 1 kb DNA ladder (Thermo Scientific, USA), lajur 2: sampel
tanaman tomat sehat (tidak bergejala), lajur 3-5: sampel tanaman
tomat bergejala klorosis No. 1-3.

AGPT
Reaksi antara antibodi (yang terdapat dalam antiserum ToCV) dan antigen
(dalam hal ini partikel virus ToCV yang ada dalam sap tanaman tomat)
membentuk kompleks antigen-antibodi (Ag-Ab) dan dapat dilihat dengan
berbagai cara, salah satunya melalui AGPT. Sinyal positif dalam AGPT adalah
terjadinya garis presipitasi berwarna putih pada gel di antara yang berisi antiserum
dan yang berisi sap tanaman terinfeksi. Pada penelitian ini garis presipitasi tidak
terlihat pada AGPT (Gambar 3) walaupun percobaan yang sama telah diulangi
sampai tujuh kali (data tidak diperlihatkan).
As
6

As
5

As
1

Ag

As
4

As
2

As
3

Gambar 3 Hasil agarose gel precipitation test (AGPT) pada gel Agarosa 1%.
Pada lubang tengah (Ag) ditambahkan siapan sap tanaman tomat
terinfeksi ToCV tanpa diencerkan; pada lubang pinggir (dari As1
sampai As6) masing-masing ditambahkan antiserum monoklonal
ToCV dengan pengenceran 1/1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan 1/32.
Hal ini terjadi mungkin karena antiserum ToCV yang digunakan adalah
antiserum monoklonal. Antiserum monoklonal hanya mengandung satu jenis
antibodi yang mengenali satu jenis epitope pada partikel virus, sedangkan

6
antiserum poliklonal mengandung beberapa (lebih dari satu) jenis antibodi
yang masing-masing mengenali epitope yang berbeda pada partikel virus (Roitt
1995). Sa’adah (2013) berhasil mendeteksi ToCV melalui AGPT menggunakan
antiserum poliklonal.

DIBA
Berbeda dengan AGPT, pada DIBA diperoleh sinyal positif yang sangat
jelas (Gambar 4). Pada dot yang ditetesi sap tanaman tomat sakit (mengandung
ToCV) terjadi perubahan warna substrat NBT+BCIP menjadi ungu. Perubahan
warna ini terjadi karena hasil kerja enzim Avidin yang ada pada konjugat (Kubota
et al. 2011). Konjugat berikatan dengan antibodi yang diaplikasikan terlebih
dahulu dan telah berikatan dengan antigen (partikel ToCV yang termobilisasi pada
membran). Oleh karena itu pada sinyal positif terdapat rantai ikatan partikel
ToCV (pada membran) + antibodi ToCV + konjugat (yang mengandung enzim
Avidin) + substrat. Perubahan warna substrat menjadi ungu merupakan sinyal
positif DIBA.
Pada dot yang ditetesi bufer atau sap tanaman tomat sehat tidak terjadi
perubahan warna menjadi ungu. Hal ini terjadi karena pada tempat dot tersebut
tidak terdapat partikel ToCV yang termobilisasi dan oleh karenanya tidak terjadi
rantai ikatan selanjutnya. Pada daerah yang tidak mengandung enzim Avidin tidak
akan terjadi reaksi perubahan warna substrat NBT+BCIP menjadi ungu (Lin et al.
1990.
Sinyal positif, terjadinya perubahan warna substrat menjadi ungu hanya
terjadi pada dot yang mengandung partikel virus ToCV (Gambar 4). Hal ini
memperlihatkan kespesifikan reaksi antiserum monoklonal ToCV. Antiserum ini
tidak bereaksi dengan antigen lain, misalnya sap tanaman tomat sehat. Hasil
pengujian ini mengindikasikan bahwa antiserum monoklonal ToCV ini sangat
layak untuk digunakan sebagai sarana deteksi ToCV pada jaringan tanaman
tomat.

1

Gambar 4

2

3

4

Hasil dot immunobinding assay (DIBA) menggunakan membran
nitroselulosa. Pada membran diteteskan secara duplo dengan bufer
TBS (lajur 1), sap daun tomat sehat (lajur 2), sap daun tomat
terinfeksi ToCV, sampel no.1 (lajur 3), dan sampel no.2 (lajur 4).
Antiserum ToCV diencerkan 1/1000.

7
Titer Antiserum ToCV
Titer antiserum adalah tingkat tertinggi dari pengenceran antiserum yang
masih memberikan sinyal positif terhadap adanya kompleks Ag-Ab pada uji
serologi tertentu (Noordam, 1973). Kesensitifan metode serologi sangat
menentukan titer antiserum yang digunakan.
Tabel 1 Reaksi (sinyal) pada agarose gel precipitation test (AGPT) dan dot
immunobinding assay (DIBA) pada berbagai tingkat pengenceran
antiserum monoklonal*
Metode

AGPT

DIBA

Pengenceran antiserum
1/1
1/2
1/4
1/8
1/16
1/32
1/1000
1/10000
1/100000

Sinyal
+
+
-

*Pengujian sejenis telah dilakukan sebanyak 5-7 kali dan memberikan hasil yang konsisten.
Antigen yang digunakan pada penelitian ini adalah partikel ToCV yang
terdapat dalam siapan sap tanaman tomat terinfeksi yang tidak diencerkan
sedangkan untuk antiserum dilakukan seri pengenceran pada tingkat tertentu yang
berbeda untuk setiap uji serologi. Pada AGPT pengenceran antiserum dilakukan
dari 1/1, 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, sampai 1/32 sedangkan untuk DIBA dari 1/1000,
1/10000 sampai 1/100000.
Perbedaan tingkat pengenceran antiserum yang digunakan untuk masingmasing uji serologi dikarenakan kepekaannya berbeda, pada AGPT sinyal positif
dilihat langsung dari presipitasi kompleks Ag-Ab yang terakumulasi. Pada
penelitian ini, reaksi antigen dan antibodi pada AGPT tidak memberikan sinyal
positif pada setiap tingkat pengenceran antiserum. Hal ini terjadi karena kompleks
Ag-Ab yang terakumulasi tidak mencukupi untuk dilihat dengan mata telanjang.
Disamping itu, antiserum yang digunakan adalah antiserum monoklonal (antibodi
yang terkandung hanya mengenali satu jenis epitope pada partikel virus) sehingga
tidak membentuk agregasi Ag-Ab yang mencukupi agar terlihat titik-titik
presipitasi. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa antiserum
monoklonal ToCV ini tidak dapat digunakan dalam AGPT.
Sinyal negatif pada AGPT tidak berarti bahwa tidak terjadi kompleks AgAb pada reaksi antiserum dengan sap tanaman sakit (Gambar 3), karena melalui
DIBA sinyal positif sangat kuat diperoleh (Gambar 4). Pada DIBA sinyal positif
masih terlihat pada tingkat pengenceran antiserum yang cukup tinggi yaitu
1/10000, namun sinyal positif sudah tidak terlihat pada tingkat pengenceran
antiserum 1/100000 (Tabel 1). Hasil DIBA pada penelitian ini menunjukkan
adanya korelasi antara tingkat pengenceran antiserum dan perubahan warna ungu
pada kertas membran, yaitu semakin rendah konsentrasi antiserum yang

8
digunakan maka akan semakin pudar warna ungu yang terlihat pada kertas
membran (data tidak ditampilkan). Berdasarkan hasil penelitian ini, antiserum
monoklonal ToCV melalui metode DIBA layak digunakan untuk mendeteksi
keberadaan ToCV pada jaringan tanaman tomat. Sinyal positif masih sangat jelas
terlihat walaupun antiserum yang digunakan pada tingkat pengenceran cukup
tinggi (1/10000), yang berarti bahwa penggunaan antiserum dalam setiap
pengujian sangat sedikit.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Antiserum ToCV monoklonal yang diuji pada penelitian ini bereaksi secara
spesifik dengan partikel ToCV isolat Indonesia dan tidak terjadi reaksi silang
dengan komponen protein jaringan tanaman tomat. Titer antiserum ini sangat
tinggi (1/10000) sehingga sangat layak digunakan sebagai sarana deteksi ToCV
pada tanaman tomat melalui metode DIBA namun tidak melalui AGPT.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengkaji dan mengevaluasi reaksi
antiserum monoklonal dengan metode serologi yang lain seperti enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA) dan western blotting.

DAFTAR PUSTAKA
Accotto GP, Vaira AM, Vecchiati M, Finetti MM, Gallitelli D, Davino M. 2011.
First report of Tomato chlorosis virus in Italy. Plant Dis. 85(11):1208.
Andriani A. 2011. Deteksi diferensial Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato
infectious chlorosis virus (TICV) dengan reverse transcription-polymerase
chain reaction (RT-PCR) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Dalmon A, Fabre F, Guilbaud L, Lecoq H, Jacquemond M. 2008. Comparative
whitefly transmission of Tomato chlorosis virus and Tomato infectious
chlorosis virus from single or mixed infections. Plant Pathol. 58(2):221227.
Dovas CI, Katis NI, Avgelis AD. 2002. Multiplex detection of Criniviruses
associated with epidemics of a yellowing disease of tomato in Greece.
Plant Dis. 86(12):1345-1349.
Fitriasari, ED. 2010. Keefektifan kutukebul dalam menularkan virus penyebab
penyakit kuning pada tanaman Tomat [Tesis]. Bogor (ID): Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hirota T, Natsuaki T, Murai T, Nisashigawa H, Niibori K, Goto K, Hartono S,
Suastika G, Okuda S. 2010. Yellowing disease of tomato caused by Tomato
chlorosis virus newly recognized in Japan. J Gen Plant Pathol. 76(2):168171.
Jacquemond M, Verdin E, Dalmon A, Guilbaud L, Gognalons P. 2009.
Serological and molecular detection of Tomato chlorosis virus and Tomato
infectious chlorosis virus in tomato. Plant Pathol. 58(2):210-220.
Kubota K, Usugi T, Tsuda S.
2011.
Production of antiserum and
immunodetection of Cucurbit chlorotic yellows virus, a novel whiteflytransmitted Crinivirus. J Gen Plant Pathol. 77(2):116-120.
Lin NS, Hsu YH, Hsu HT. 1990. Immunological detection of plant viruses and a
mycoplasma-like organism by direct tissue blotting on nitrocellulose
membranes. Phytopathology. 80(9):824-828.
Louro D, Accotto GP, Vaira AM. 2000. Occurrence and diagnosis of Tomato
chlorosis virus in Portugal. Eur J Plant Pathol. 106(6):589-592.
Mahmood T, Hein GL, French RC. 1997. Development of serological procedures
for rapid and reliable detection of wheat streak mosaic virus in a single
wheat curlmite. Plant Dis. 81(3):250-253.
Navas-Castillo J, Camero R, Bueno M, Moriones E. 2000. Severe yellowing
outbreaks in tomato in Spain associated with infections of Tomato
chlorosisvirus. Plant Dis. 84(8):835-837.
Noordam D. 1973. Identification of Plant Viruses Methods and Experiments.
Wageningen (NL): Center for Agricultural Publishing and Documentation
Nurulita S. 2011. Identifikasi Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato
infectious chlorosis virus (TICV) melalui reverse transcription-polymerase
chain reaction (RT-PCR) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

11
Papayiannis LC, Ioannou N, Dovas CI, Mallogka VI, Katis NI. 2006. First Report
of Tomato cholorosis virus on Tomato Crops in Cyprus. Plant Pathol.
55(4):567.
Roitt IM. 1995. Immunology. 4th ed. London (UK): Wolfe Publishing.
Sa’adah L. 2013. Deteksi serologi diferensial dan simultan Tomato chlorosis virus
(ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus (TICV) [Skripsi]. Bogor
(ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suastika G, Hartono S, Nishigawa H, Natsuaki T. 2010. Yellowing disease
outbreaks in tomato in Indonesia associated with infection of Tomato
chlorosis virus and Tomato infectious chlorosis virus. J ISSAAS 17(1):227273.
Tsai WS, Shih SL, Green SK, Hanson P, Liu HY. 2004. First report of the
occurrence of Tomato chlorosis virus and Tomato infectious chlorosis virus
in Taiwan. Plant Dis. 8(8):311.
Wisler GC, Duffus JE, Liu HY, Li RH. 1998a. Ecology and epidemiology of
whitefly-transmitted Closteroviruses. Plant Dis. 82(3):270–280.
Wisler GC, Li RH, Liu HY, Lowry DS, Duffus JE, 1998b. Tomato chlorosis
virus: a new whitefly-transmitted, phloem-limited, bipartite Closterovirus of
tomato. Phytopathology. 88(5):402–409.
Wisler GC, Liu HY, Klaassen VA, Duffus JE, Falk BW. 1996. Tomato infectious
chlorosis virus has a bipartite genome and induces phloem limited
inclusions characteristic of the Closteroviruses. Phytopathology. 86(6):622–
626.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 Januari 1991 dari ayah
Syafruddin dan ibu Oneng Herwalis. Penulis adalah putri kedua dari lima
bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA KORNITA BOGOR dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur undangan dan diterima di Program Studi Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif dalam organisasi
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian pada tahun ajaran 2010/2011.
Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Virologi Tumbuhan pada tahun
2012/2013 dan 2013/2014, asisten mata kuliah Ilmu Penyakit Tumbuhan Dasar
tahun ajaran 2012/2013 dan asisten Hama dan Penyakit Benih dan Pascapanen
untuk mahasiswa diploma IPB tahun ajaran 2012/2013. Bulan Juli-Agustus 2012
penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Pangauban, Cisurupan, Garut.