Uji Serologi Diferensial dan Simultan untuk Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus (TICV) pada Tanaman Tomat

UJI SEROLOGI DIFERENSIAL DAN SIMULTAN UNTUK
Tomato chlorosis virus (ToCV) DAN Tomato infectious chlorosis
virus (TICV) PADA TANAMAN TOMAT

LAILATUS SA’ADAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Uji Serologi
Diferensial dan Simultan untuk Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato
infectious chlorosis virus (TICV) pada Tanaman Tomat” adalah benar karya saya
dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Lailatus Sa’adah
NIM A34090028

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
LAILATUS SA’ADAH. Uji Serologi Diferensial dan Simultan Tomato chlorosis
virus (ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus (TICV) pada Tanaman
Tomat. Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA.
Tomato clorosis virus (ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus (TICV)
merupakan Criniviruses yang mengakibatkan gejala yang sama berupa klorosis
pada tomat. Penyakit ini ditandai dengan klorosis pada jaringan antar tulang daun,
daun menjadi lebih tebal dan rapuh, beberapa daun mengalami nekrotik, dan
bagian daun berubah menjadi merah keunguan (bronzing). Kedua virus ini

menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas produksi buah, sehingga menjadi
masalah yang serius pada pertanaman tomat di Indonesia. Antiserum poliklonal
yang diproduksi menggunakan protein selubung masing-masing virus yang
diekspresikan pada Escherichia coli telah tersedia sebelumnya. Penelitian ini
bertujuan menggunakan antiserum tersebut untuk menganalisa hubungan
serologis kedua virus dan untuk pengembangan metode deteksi diferensial dan
simultan. Tanaman tomat yang terinfeksi tunggal maupun ganda oleh ToCV dan
TICV, yang telah dianalisis terlebih dahulu dengan diferensial reverse
transcription-polymerase chain reaction, digunakan sebagai sumber virus.
Analisis menggunakan gel agarose presipitation test (AGPT) dan dot
immunobinding assay (DIBA), ditemukan bahwa tidak ada reaksi silang yang
diamati antara antiserum ToCV dan TICV. Hal ini menunjukkan bahwa kedua
virus tersebut tidak memiliki hubungan serologi. Sehingga berimplikasi bahwa
kedua antiserum tersebut dapat digunakan dalam metode deteksi serologi
diferensial untuk ToCV dan TICV. Selanjutnya, campuran antiserum ToCV dan
TICV dalam AGPT dan DIBA dapat mendeteksi kedua virus dalam jaringan
tanaman tomat yang terinfeksi ganda. Deteksi kedua virus secara simultan dalam
uji serologi tunggal dapat menghemat waktu dan biaya. Metode serologi yang
dikembangkan pada penelitian ini diharapkan menjadi cara terbaik untuk
diagnosis kedua virus ini.

Kata kunci: agarose gel presipitation test, antiserum, Crinivirus, dot
immunobinding assay

ABSTRACT
LAILATUS SA’ADAH. Differential and Simultaneous Serological Test for
Tomato chlorosis virus (ToCV) and Tomato infectious chlorosis virus (TICV) in
Tomato Plant. Supervised by GEDE SUASTIKA
Tomato chlorosis virus (ToCV) and Tomato infectious chlorosis virus
(TICV) are two Criniviruses inducing similar yellowing symptoms in tomato. The
disease was characterized by interveinal chlorosis, leaf brittleness, and limited
necrotic flecking or bronzing on tomato leaves. Both viruses cause a decline in
plant vigor and reduce fruit yield, and are emerging as serious production
problems for tomato field in Indonesia. Polyclonal antisera produced using capsid
proteins of both viruses expressed in Escherichia coli were already prepared
previously. Here, we used the antisera to analize serological relationship of the
viruses and for development of differential and simultaneous detection methods.
Symptomatic tomato plants, single and mix infected by ToCV and TICV after
analyzed by differential reverse-transcription polymerase chain reaction, were
used as virus sources. By applying agarose gel presipitation test (AGPT) and dot
immunobinding assay (DIBA), it was found that no cross-reactions were observed

between ToCV and TICV antisera. This finding indicated that the two viruses are
serologically unrelated. This implies that the two antisera could be used in
differential serological detection methods for ToCV and TICV. Further, mixture
of ToCV and TICV antisera used in AGPT and DIBA allowed simultaneously
detection of both viruses in mix infected tomato plant tissues. Detection of both
viruses in a single serological test is both time and cost saving. These serological
methods developed here appeared the best way to achieve a reliable diagnosis of
these viruses.
Keywords: agarose gel presipitation test, antisera, Crinivirus, dot immunobinding
assay

UJI SEROLOGI DIFERENSIAL DAN SIMULTAN UNTUK
Tomato chlorosis virus (ToCV) DAN Tomato infectiouschlorosis
virus (TICV) PADA TANAMAN TOMAT

LAILATUS SA’ADAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

: Uji Serologi Diferensial dan Simultan untuk Tomato
chlorosis virus (ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus
(TICV) pada Tanaman Tomat
Nama Mahasiswa : Lailatus Sa’adah
NIM
: A34090028
Judul Skripsi

Disetujui oleh

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc

Pembimbing Skripsi

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Agr
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal disetujui:

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Uji Serologi
Diferensial dan Simultan Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato infectious
chlorosis virus (TICV) pada Tanaman Tomat". Skripsi ini merupakan salah satu
syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M. Sc. selaku
dosen pembimbing akademik sekaligus dosen pembimbing skripsi atas
bimbingannya selama penelitian. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M. Sc, dan Dr.
Ir. Tri Asmira Damayanti, M. Agr yang telah memberikan saran, nasihat, dan

pengarahan selama bekerja di Laboratorium. Staf pengajar di Departemen
Proteksi Tanaman yang telah memberikan mata kuliah di Departemen Proteksi
Tanaman. Kepada Fitrianingrum Kurniawati, M. Si dan Sari Nurulita, SP yang
telah menjadi tutor selama penelitian. Teman-teman Laboratorium Virologi yang
senantiasa membantu selama penelitian, teman-teman HPT 46 dan teman-teman
“Midori” yang selalu ada dalam suka dan duka, serta Bapak, Ibu, kakak-kakak
dan saudara kembar penulis yang selalu memberikan semangat, motivasi, doa, dan
kasih sayang yang tulus, dan instansi BUMN yang telah memberikan beasiswa.
Semoga skripsi ini bermanfaat
Bogor, Desember 2013
Lailatus Sa’adah

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat
BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Bahan Penelitian
Metode Penelitian
Tanaman Sumber Virus
Uji Serologi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman Sumber ToCV dan TICV
Uji Serologi Diferensial ToCV dan TICV
Uji Serologi Simultan ToCV dan TICV
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vii
1
1
1
2

3
3
3
3
3
4
6
6
7
9
11
11
11
12
14

vii

DAFTAR GAMBAR


1

2

3

4

5

Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat varietas Marta yang
ditemukan saat survei di daerah Pacet, Cianjur, Jawa Barat. (a)
gejala intervenal yellowing; (b) leaf brittleness; (c)merah keunguan
(bronzing); dan (d) nekrotik
Hasil amplifikasi DNA virus dengan metode reverse transcriptationpolymerase chain reaction menggunakan campuran primer ToCV
dan TICV. Lajur 1, sampel tanaman tomat yang positif terinfeksi
oleh ToCV; lajur 2 yang positif terinfeksi TICV; dan lajur 3, yang
positif terinfeksi ganda oleh ToCV dan TICV. K- (kontrol negatif)
dari tanaman sehat dan M adalah marker 100 bp DNA ladder
Reaksi antiserum (a) ToCV; dan (b) TICV pada agarose gel

presipitation test. Ag 1: sap tanaman tomat sehat (tanpa gejala), Ag
2: sap tanaman tomat terinfeksi ToCV, Ag 3: sap tanaman tomat
terinfeksi TICV, dan Ag 4: sap tanaman tomat terinfeksi ganda
ToCV dan TICV
Reaksi antiserum (a) ToCV; dan (b) TICV pada dot immonobinding
assay. Bufer (B), sap tanaman sehat (K-), sap tanaman tomat
terinfeksi TICV (Ti), sap tanaman tomat terinfeksi ToCV (To), dan
sap tanaman tomat terinfeksi ganda ToCV dan TICV (TiTo)
Uji secara simultan dengan mencampurkan antiserum ToCV dan
TICV. (a) AGPT; (b) DIBA. Ag 1: sap tanaman tomat sehat (tanpa
gejala), Ag 2: sap tanaman tomat terinfeksi ToCV, Ag 3: sap
tanaman tomat terinfeksi TICV, dan Ag 4: sap tanaman tomat
terinfeksi ganda ToCV dan TICV

6

7

8

9

10

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penyakit klorosis pada tanaman tomat telah diketahui disebabkan oleh dua
virus yang berbeda yaitu Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato infectious
chlorosis virus (TICV) dari genus Crinivirus (Duffus et al. 1996; Suastika et al.
2010; Wisler et al. 1998b). Kedua virus ini dapat menginfeksi tanaman tomat
secara terpisah (single infection) maupun bersama-sama (mixed infection). Gejala
yang diinduksi oleh ToCV maupun TICV tidak dapat dibedakan baik pada infeksi
tunggal maupun ganda (Dovas et al. 2002; Wintermantel et al. 2008). Gejala khas
dari penyakit ini adalah terjadi klorosis atau menguning pada jaringan antar tulang
daun terutama pada daun-daun tua, mirip dengan gejala akibat kekurangan unsur
hara (Accotto et al. 2001; Navas-Castillo et al. 2000). Menurut Navas-Castillo et
al. (2000) gejala klorosis diawali pada daun tua di bagian bawah yang kemudian
secara bertahap berkembang ke bagian pucuk tanaman. Akibat penyakit ini,
kuantitas maupun kualitas produksi tomat menjadi sangat menurun karena ukuran
buah menjadi jauh lebih kecil dari normal dan proses pemasakan buah terganggu,
sehingga secara ekonomi sangat merugikan.
Cara pengendalian yang tepat untuk mengatasi penyakit klorosis pada
tanaman tomat memerlukan metode deteksi yang tepat untuk mendiagnosis
penyebabnya. Berbagai metode deteksi telah dikembangkan untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi virus pada tanaman tomat, salah satunya adalah reverse
transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR) (Andriani 2011). Namun
demikian, metode molekuler ini memerlukan peralatan dan bahan yang relatif
lebih mahal dibandingkan metode lain, misalnya uji serologi. Uji serologi adalah
pengujian keberadaan virus menggunakan antiserum (Hull 2002; Naidu and
Hughes 2003). Beberapa teknik serologi yang sering digunakan untuk mendeteksi
atau mengidentifikasi virus pada jaringan tanaman antara lain agarose gel
presipitation test (AGPT), dot immunobinding assay (DIBA) dan enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA) (Bos 1990; Naidu and Hughes 2003).
Penelitian sebelumnya telah berhasil membuat antiserum terhadap ToCV
dan TICV dan telah tersedia di Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB. Kedua
antiserum poliklonal ini merupakan hasil immunisasi kelinci dengan protein
selubung (CP) masing-masing virus hasil ekspresi pada Escherichia coli
(Kurniawati 2012). Suatu antiserum poliklonal, karena mengenal beberapa (lebih
dari satu) jenis epitope pada antigen, memiliki kemungkinan bereaksi silang
(cross reaction) dengan virus lain yang umumnya masih anggota genus yang
sama (Gebre-Selassie et al. 1981; Wetter and Conti 1988; Letschertet al. 2002).
Antiserum ToCV dan TICV yang telah tersedia belum diketahui reaksi
serologinya.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan serologi antara
ToCVdan TICV, serta memanfaatkan antiserum ToCV dan TICV untuk uji
serologi diferensial dan simultan.

2

2
Manfaat

Metode deteksi secara diferensial dan simultan untuk TICV dan ToCV yang
diperoleh dalam penelitian ini berguna dalam menghitung kejadian penyakit yang
terinfeksi tunggal maupun ganda di lapangan.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian
dilakukan dari bulan April sampai September 2013.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah tanaman tomat yang bergejala klorosis dari
daerah Pacet, Cianjur, Jawa Barat, dan antiserum TICV dan ToCV dari hasil
penelitian terdahulu.
Metode Penelitian
Tanaman Sumber Virus
Tanaman tomat bergejala klorosis diambil langsung dari lapangan yaitu
daerah Pacet, Cianjur, Jawa Barat. Infeksi TICV dan ToCV secara tunggal
maupun ganda pada tanaman sumber virus diverifikasi melalui reverse
transcription-polymerase chain reakction (RT-PCR). Kegiatan ini meliputi
ekstrasi RNA total, sintesis complementary (c)DNA, amplifikasi DNA dan
visualisasi dengan elektroforesis.
Ekstraksi RNA Total. Total RNA diekstraksi dari daun tomat begejala
klorosis menggunakan Rneasy Plant Mini Kits (Qiagen Inc., Chatsworth, CA.,
USA). Daun tomat sebanyak 0.1 gram digerus menggunakan mortar dan pistil
dalam nitrogen cair sampai menjadi tepung kemudian ditambahkan 450 μl buffer
ekstraksi yang mengandung 1% mercaptoethanol. Hasil gerusan dimasukkan ke
dalam QIA shredder spin colomn yang berwarna merah dan disentrifugasi dengan
kecepatan 13.000 rpm selama 2 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan ke
dalam tabung mikro baru dan ditambahkan ethanol 96% sebanyak 0.5 volum
supernatan. Setelah tercampur rata, siapan dimasukan ke dalam QIA shredder
spin colomn pink dan disentrifugasi dengan kecepatan 13.000 rpm selama 1 menit.
QIA shredder spin colomn pink tersebut ditambahkan buffer RW1 sebanyak 500
μl, kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan 13.000 rpm selama 1
menit untuk mencuci kolom. Colomn dipindahkan ke tabung koleksi baru,
selanjutnya ditambahkan 750 μl buffer RW2 dan disentrifugasi dengan kecepatan
13.000 rpm selama 1 menit. QIA shredder spin colomn pink kemudian
dipindahkan ke dalam tabung koleksi baru dan disentrifugasi selama 3 menit pada
kecepatan 13.000 rpm agar kering. Setelah itu, QIA shredder spin colomn pink
dipindahkan ke dalam tabung 1.5 ml kemudian ditambahkan RNeasy free water
sebanyak 50 μl dan didiamkan selama 1 menit. Kemudian disentrifugasi kembali
selama 1 menit pada kecepatan 13.000 rpm untuk mendapatkan hasil ekstraksi
berupa RNA total.
Sintesis complementary (c)DNA. RNA hasil ekstraksi digunakan sebagai
cetakan dalam sintesis cDNA dengan menggunakan teknik reverse transcription

4

4

(RT). Reaksi RT dilakukan dengan total volume 10 µl yang mengandung 2 µl
RNA total, 2 µl buffer RT 10X, 0.35 µl 50 mM DTT (dithiothreitol), 0.5 µl 10
mM dNTP (deoksiribonukleotida triphosphat), 0.35 µl M-MuLV Rev, 0.35 µl
RNase inhibitor, 0.75 µl oligo dT, dan 3.7 µl H2O. Reaksi RT dilakukan dalam
sebuah Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied
Biosystem, USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu 25 ºC selama 5
menit, 42 ºC selama 60 menit, dan 70 ºC selama 15 menit. Siapan cDNA hasil RT
digunakan sebagai cetakan dalam reaksi PCR.
Amplifikasi DNA. cDNA hasil RT digunakan untuk memperbanyak pita
DNA dengan PCR. Reaksi PCR dilakukan pada volume 25 µl terdiri dari12.5 µl
Go Tag Green Master Mix 2x (Promega, Madison, USA), 6.5 µl H2O, 1 µl Primer
F TICV-CP, 1µl Primer R TICV-CP, 1µl Primer F ToCV-CP, 1µl Primer R
ToCV-CP, dan 2µ l cDNA. Komponen-komponen tersebut untuk satu kali reaksi.
Amplifikasi genom TICV dan ToCV dilakukan menggunakan sepasang primer
TICV CP-F 5’-AATTAAGGATCCGAAAACTTATCTGGTAATGCAAAC-3’
dan TICVCP-R 5’-AATTAAAAGCTTTTAGCATGGGTGTTTCATATCAGCC3’. ToCV CP-F 5’-AATTAAGGATCCGAGAACAGTGCYGTTGC-3’ dan
ToCV CP-R 5’-AATTAAAAGCTTTTAGCAACCAGTTATCGATGCAAG-3’.
Proses ini dilakukan dengan metode duplex dengan denaturasi awal pada 94ºC
selama 4 menit, dilanjutkan dengan 30 siklus untuk ToCV yang terdiri dari
denaturasi pada 94 ºC selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada 45 ºC
selama 1 menit, dan pemanjangan (Extension) pada 72 ºC selama 2 menit.
Dilanjutkan dengan 30 siklus untuk TICV yang terdiri dari denaturasi pada 94 ºC
selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada 55 ºC selama 45 detik, dan
pemanjangan (Extension) pada 72 ºC selama 2 menit. Khusus untuk siklus
terakhir ditambahkan 10 menit pada 72 ºC, dan inkubasi pada suhu 4 ºC.
Elektroforesis. Elektroforesis menggunakan gel Agarose 1%. Agarosa
ditimbang sebanyak 0.3 gram, dicampur dengan 30 ml buffer TBE 0.5 x (Tris 0.5
M, asam borat 0.65 M, dan EDTA 0.02 M), dan dipanaskan dalam microwave
selama 2 menit hingga agarosa larut kemudian dituang ke dalam pencetak gel.
Sisir ditempatkan di dekat tepian gel dan gel didiamkan hingga mengeras selama
satu jam. Setelah gel siap, maka sebanyak 4 μl marker 100 bp DNA ladder dan 7
μl hasil PCR dimasukkan masing-masing ke dalam sumur gel dan dilakukan
elektroforesis. Elektroforesis dilakukan selama 30 menit dengan voltase sebesar
50 Volt, dilanjutkan dengan voltase 100 Volt selama 10 menit. Gel agarose hasil
running direndam dalam larutan ethidium bromade selama 10 menit, kemudian
direndam dalam air steril selama 5 menit. Kemudian divisualisasi di bawah UV
transiluminator. Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektroforesis tersebut
diambil gambarnya menggunakan kamera digital yang telah tersedia.
Uji Serologi
Metode yang digunakan untuk uji serologi diferensial dan simultan dalam
penelitian yaitu Agarose Gel Precipitation Test (AGPT) dan Dot Immunobinding
Assay (DIBA).
AGPT. Metode ini dilakukan dengan menggunakan media agarosa 1%
dalam reaksi antigen-antibodi. Media agar dibuat dengan melarutkan 0.1 g

5
agarosa, 0.01 g natrium azid, 5 ml PBS (NaCl 8 g, Na2HPO4 1.15 g, KH2PO4 0.2
g, KCl 0.2 g, akuades 1000 ml pH 7.5) dan 5 ml akuabides yang dipanaskan
dalam microwave selama 1 menit. Agar cair tersebut dituangkan di atas gelas
obyek setebal ± 2 mm, didiamkan hingga agar memadat. Kemudian dibuat dua
lubang dengan cork borer berdiameter 4 mm dan jarak antar lubang 4 mm.
Lubang satu diisi antiserum, dan lubang yang lain diisi 20 ul sap daun tomat
sumber virus. Sap dibuat dengan menggerus 0.1 g daun tomat dalam 1 ml PBS
(1:10 b/v). Antiserum ToCV dan antiserum TICV yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan hasil penelitian sebelumnya yaitu hasil immunisasi
kelinci dengan protein produk ekspresi gen protein selubung (CP) TICV dan
ToCV pada Escherichia coli (Kurniawati 2012). Reaksi antigen-antibodi
dibiarkan terjadi pada suhu ruang dan diamati sampai terbentuk garis presipitasi.
DIBA. Metode ini dilakukan mengikuti Mahmood et al. (1997) yang
dimodifikasi. Membran nitroselulosa sebelum digunakan direndam terlebih
dahulu dalam TBS (Tris-HCl 0.02 M, NaCl 0.15 M, pH 7.5) selama 10 detik dan
dikeringanginkan, kemudian diblot dengan 4ul sap sumber virus. Sap disiapkan
dengan menggerus daun tomat sumber virus dalam TBS (1:1 b/v) dan Sap
disentrifugasi pada 5000 rpmselama 2 menit. Setelah itu, membran diberi
perlakuan berturut-turut sebagai berikut: (1) direndam dalam larutan blocking
(skim milk 2% dalam TBS yang mengandung Triton X-100 2%) selama 30 menit,
kemudian dicuci 5 kali dengan dH2O; (2) direndam dalam larutan antiserum
1:1000 (v/v, dalam TBS yang mengandung 2% skim milk) diinkubasi semalam
pada suhu 4oC, selanjutnya dicuci dengan TBST (Tris-HCl 0.02 M, NaCl 0.15 M,
+ Tween-20 0.05%, pH 7.5) sebanyak 5 kali; (3) direndam dalam konjugat (goat
anti rabbit-IgG) 1:1000 (v/v, dalan TBS yang mengandung 2% skim milk) selama
60 menit, kemudian dicuci dengan TBST sebanyak 5 kali; (4) direndam dalam
substrat NBT/BCIP (45 ul nitro blue tetrazolium, dan 35 ul bromo chloro indolil
phosphate dilarutkan dalam 10 ml buffer AP [Tris-HCl 0.1 M, NaCl 0.1M, MgCl2
5mM, pH 9.5]) sampai terjadi perubahan warna menjadi ungu pada membran
nitroselulosa yang ditetesi sap, dan reaksi dihentikan dengan merendam dalam
dH2O.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanaman Sumber ToCV dan TICV
Survei telah dilakukan pada pertanaman tomat di daerah Pacet, Cianjur,
Jawa Barat (dengan ketinggian 1200 mdpl). Ditemukan banyak tanaman tomat
yang memperlihatkan gejala klorosis pada saat survei. Penyakit ini ditandai
dengan perubahan warna kuning pada jaringan diantara tulang daun (interveinal
yellowing) (Gambar 1a), yang dimulai dari daun-daun tua di bagian bawah
kemudian berkembang ke bagian pucuk; daun menjadi lebih tebal dan rapuh (leaf
brittleness) (Gambar 1b); kadang-kadang terjadi perubahan warna pada bagian
daun menjadi merah keunguan (bronzing) (Gambar 1c); dan pada gejala lanjut
beberapa bagian daun klorotik mengalami nekrotik (Gambar 1d). Gejala semacam
ini bersesuaian dengan gejala yang diinduksi oleh ToCV dan TICV menurut
peneliti terdahulu (Dalmon et al. 2008; Duffus et al. 1996; Li et al. 1998; NavasCastillo et al. 2000; Wintermantel et al. 2006; Wisler et al. 1998a).

a
Gambar 1

b

c

d

Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat varietas Marta yang
ditemukan saat survei di daerah Pacet, Cianjur, Jawa Barat. (a)
gejalaintervenal yellowing; (b) leaf brittleness; (c) merah keunguan
(bronzing); dan (d) nekrotik.

Beberapa tanaman tomat bergejala klorosis yang dikoleksi dari lahan petani
di tempat pengambilan sampel berhasil diverifikasi sebagai sumber ToCV dan
TICV dengan metode RT-PCR. PCR dilakukan dengan mencampur kedua
pasangan primer ToCV dan TICV yang telah diketahui dapat digunakan untuk
mendeteksi kedua virus tersebut baik yang menginfeksi tunggal maupun ganda
(Andriani 2011). Hasil visualisasi di bawah sinar UV (Gambar 2) menunjukkan
ditemukannya tanaman tomat yang terinfeksi tunggal oleh ToCV atau TICV, dan
yang terinfeksi ganda. Tanaman yang terinfeksi oleh ToCV ditunjukkan oleh
adanya pita DNA berukuran 700 bp, sesuai dengan primer yang digunakan
(Fitriasari 2010). Begitu juga dengan tanaman tomat yang terinfeksi oleh TICV
ditandai oleh pita DNA berukuran 792 bp, sesuai dengan primer yang digunakan
(Orillio dan Navas-Castillo 2009). Sedangkan tanaman tomat yang terinfeksi
ganda oleh ToCV dan TICV ditandai dengan adanya kedua pita DNA tersebut.

7
M

K-

1

2

3

800 bp
700 bp

±792 bp
±700 bp

Gambar 2 Hasil amplifikasi DNA virus dengan metode reverse transcriptationpolymerase chain reaction menggunakan campuran primer ToCV dan
TICV. Lajur 1, sampel tanaman tomat yang positif terinfeksi oleh
ToCV; lajur 2 yang positif terinfeksi TICV; dan lajur 3, yang positif
terinfeksi ganda oleh ToCV dan TICV. K- (kontrol negatif) dari
tanaman sehat dan M adalah marker 100 bp DNA ladder.
Hasil pengamatan di lapangan dan hasil deteksi virus melalui RT-PCR
memperlihatkan bahwa tanaman tomat yang terinfeksi tunggal ToCV atau TICV
maupun terinfeks ganda kedua virus ini memperlihatkan gejala dengan variasi
yang tidak dapat dibedakan. Beberapa peneliti terdahulu juga menemukan hal
yang sama (Dalmon et al. 2008; Dovas et al. 2002; Font et al. 2002; Jacquemond
et al. 2008). Ketiga sampel tanaman tomat (yang terinfeksi tunggal ToCV atau
TICV dan yang terinfeksi ganda) ini digunakan sebagai sumber virus untuk
penelitian selanjutnya.
Uji Serologi Diferensial ToCV dan TICV
AGPT
Antiserum ToCV dan antiserum TICV yang diuji berhasil dilihat reaksi
serologinya terhadap virus target melalui metode AGPT. Pada AGPT, antibodi
yang terkandung dalam antiserum akan berdifusi dalam media agar dan bertemu
dengan antigen dari partikel virus target membentuk kompleks antigen-antibodi.
Kompleks antigen-antibodi terbentuk secara bertahap sampai jumlahnya
mencukupi untuk terlihat sebagai garis presipitasi (Hutchison 1962; Nickel et al.
2004; Noordam 1973).
Seperti disajikan dalam Gambar 3a, garis presipitasi (yang merupakan
signal positif) hanya terjadi pada reaksi antara antiserum ToCV terhadap sap
tanaman tomat yang terinfeksi ToCV dan sap tanaman yang terinfeksi ganda.
Garis presipitasi tidak terbentuk pada reaksi antara antiserum ToCV terhadap sap
tanaman tomat sehat (tanpa gejala) dan antara antiserum ToCV dengan sap
tanaman tomat yang terinfeksi TICV. Demikian juga, dalam Gambar 3b, terjadi
reaksi antara antiserum TICV terhadap sap tanaman tomat yang terinfeksi TICV
dan sap tanaman yang terinfeksi ganda. Garis presipitasi tidak terbentuk pada
reaksi antara antiserum TICV dengan sap tanaman tomat sehat dan antara
antiserum TICV dengan sap tanaman tomat yang terinfeksi ToCV.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa jenis-jenis antibodi yang
terkandung pada antiserum ToCV dan TICV tersebut hanya mengenali epitope

8

8

yang terdapat pada masing-masing virus target. Dengan kata lain, antiserum yang
diuji tidak bereaksi silang baik terhadap protein tanaman maupun terhadap virus
lain. Kespesifikan reaksi masing-masing antiserum ini memungkinkan
penggunaannya sebagai perangkat uji serologi diferensial untuk deteksi ToCV dan
TICV pada jaringan tanaman tomat.
a
Ag 1

Ag 2

Ag 3

Ag 4

As
ToCV

As
ToCV

As
ToCV

As
ToCV

Ag 1

Ag 2

Ag 3

Ag 4

As
TiCV

As
TiCV

As
TiCV

As
TiCV

b

Gambar 3

Reaksi antiserum (a) ToCV; dan (b) TICV pada agarose gel
presipitation test. Ag 1: sap tanaman tomat sehat (tanpa gejala), Ag
2: sap tanaman tomat terinfeksi ToCV, Ag 3: sap tanaman tomat
terinfeksi TICV, dan Ag 4: sap tanaman tomat terinfeksi ganda
ToCV dan TICV.

DIBA
Metode DIBA juga sangat baik mengekspresikan reaksi serologi antiserum
ToCV dan TICV yang diuji. Pada DIBA, partikel virus target yang terkandung
dalam sap tanaman sumber virus diimobilisasi pada membran Nitropure
nitrocellulose, kemudian antibodi (yang terkandung dalam antiserum) yang
diaplikasikan berikatan dengan partikel virus pada epitope yang dikenalinya.
Konjugat (yang mengandung enzim avidin) mengenali dan berikatan dengan
antiserum, sehingga terjadi rantai ikatan virus-antibodi-konjugat. Enzim (yang
dikonjugasikan pada konjugat) kemudian akan merubah warna substrat menjadi
ungu (Lin et al. 1990), yang merupakan signal positif untuk DIBA. Dalam reaksi
DIBA, jumlah enzim yang sedikit saja sudah dapat menyebabkan perubahan
warna substrat (Somowiyarjo 1997), sehingga DIBA dianggap metode yang
cukup sensitif. Kebutuhan antiserum dalam reaksi DIBA tidak banyak, dan
terlihat pada penelitian ini hanya dibutuhkan antiserum dengan pengenceran 1000
kali. Jika dibandingkan dengan AGPT yang memerlukan antiserum tanpa
diencerkan, kebutuhan antiserum untuk DIBA sangat sedikit.
Seperti pada AGPT, pada DIBA pun terlihat kespesifikan reaksi antiserum
ToCV dan TICV yang diuji (Gambar 4). Bila antiserum ToCV diaplikasikan,
signal positif DIBA terjadi hanya pada daerah membran yang diblot dengan sap
tanaman tomat yang terinfeksi ToCV baik tunggal maupun ganda (dengan TICV)
(Gambar 4a). Demikian juga antiserum TICV memberikan signal positif DIBA

9
hanya pada daerah membran yang diblot dengan sap sumber TICV tunggal
maupun ganda (dengan ToCV) (Gambar 4b). Kespesifikan reaksinya semakin
jelas karena kedua antiserum ini memberikan signal negatif terhadap sap tanaman
tomat sehat (tanpa gejala) maupun sap yang mengandung virus heterologousnya.
Pada DIBA, metode serologi yang lebih sensitif dari AGPT, juga tidak terdeteksi
adanya reaksi silang antara ToCV dan TICV.
a

b
B

K

Ti

To

TiTo

B

K-

Ti

To

TiTo

Gambar 4 Reaksi antiserum (a) ToCV; dan (b) TICV pada dot immonobinding
assay. Bufer (B), sap tanaman sehat (K-), sap tanaman tomat terinfeksi
TICV (Ti), sap tanaman tomat terinfeksi ToCV (To), dan sap tanaman
tomat terinfeksi ganda ToCV dan TICV (TiTo).
Uji Serologi Simultan ToCV dan TICV
Seperti pada hasil survei dan deteksi virus yang telah dipaparkan di atas,
tanaman tomat bergejala klorosis mungkin akibat terinfeksi oleh ToCV atau TICV
secara tunggal maupun ganda, dan tanaman tomat yang terinfeksi oleh ToCV atau
TICV baik secara tunggal maupun ganda tidak memperlihatkan gejala khas untuk
masing-masing kejadian. Oleh karena itu, deteksi yang dilakukan dengan
antiserum terhadap salah satu virus akan meloloskan virus yang lainnya. Agar
tidak terjadi hal semacam ini maka dapat dilakukan uji serologi menggunakan
kedua antiserum ini secara terpisah. Namun demikian, cara ini akan membutuhkan
reaktan dalam jumlah dua kali lipat.
Berdasarkan penelitian ini berhasil dilakukan uji serologi simultan terhadap
ToCV dan TICV dengan mencampur kedua jenis antiserum dalam satu reaksi.
Hasil yang cukup jelas dapat terlihat dengan menggunakan metode AGPT
maupun DIBA (Gambar 5). Campuran antiserum ToCV dan TICV memberikan
signal positif terhadap sap tanaman tomat yang terinfeksi ToCV atau TICV saja
maupun yang terinfeksi kedua virus tersebut, dan tidak memberikan signal positif
terhadap sap tanaman sehat (tanpa gejala) pada AGPT maupun DIBA. Dengan
demikian, capuran antiserum ToCV dan TICV pada penelitian ini dapat
diaplikasikan untuk deteksi simultan virus-virus tersebut pada tanaman tomat. Uji
serologi simultan ini, terutama metode DIBA, dapat dianjurkan untuk digunakan
sebagai alat deteksi virus pada bahan tanaman tomat bagi Badan Karantina
Tumbuhan agar tidak terjadi kecolongan salah satu virus ToCV dan TICV, yang
masih termasuk Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK) A1.

10

10

a
Ag 1

Ag 2

Ag 3

Ag 4

As
TicToc

As
TicToc

As
TicToc

As
TicToc

b
B

Gambar 5

K-

Ti

To

TiTo

B

K-

Ti

To

TiTo

Uji secara simultan dengan mencampurkan antiserum ToCV dan
TICV. (a) AGPT; (b) DIBA. Ag 1: sap tanaman tomat sehat (tanpa
gejala), Ag 2: sap tanaman tomat terinfeksi ToCV, Ag 3: sap
tanaman tomat terinfeksi TICV, dan Ag 4: sap tanaman tomat
terinfeksi ganda ToCV dan TICV.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
ToCV tidak mempunyai hubungan serologi dengan TICV, walaupun kedua
virus ini merupakan anggota dalam satu genus Crinivirus. Berdasarkan
kespesifikannya, antiserum ToCV dan TICV dapat digunakan untuk uji serologi
diferensial. Campuran antiserum ToCV dan TICV dapat diaplikasikan untuk uji
serologi simultan terhadap kedua virus ini, baik melalui AGPT maupun DIBA.
Saran
Perlu dilakukan pengujian menggunakan antiserum ToCV dan TICV
terhadap sampel tanaman tomat terinfeksi virus dalam jumlah yang lebih banyak
untuk membuktikan kesahihan deteksi diferensial maupun simultan.

DAFTAR PUSTAKA

Accotto GP, Vaira AM, Vecchiati M, finetti Sialer MM, Gallitelli D, Davino M.
2001. First report ofTomato chlorosis virus in Italy. Plant Dis. 85(11):1208.
Andriani A. 2011. Deteksi diferensial Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato
infectious chlorosis virus (TICV) dengan reverse transcription-polymerase
chain reaction (RT-PCR) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Bos L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan. Triharso, penerjemah. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction toPlant
Virology.
Dalmon A, Fabre F, Guilbaud L, Lecoq H, Jacquemond M. 2008. Comparative
whitefly transmission of Tomato chlorosis virus and Tomato infectious
chlorosis virus from single or mixed infections. Plant Pathol. 58(2):221227.
Dovas CI, Katis NI, Avgelis AD. 2002. Multiplex detection of Criniviruses
associated with epidemics of a yellowing disease of tomato in Greece.
Plant Dis. 86(12):1345-1349.
Duffus JE, Liu H-Y, Wisler GC. 1996. Tomato infectious chlorosisvirus a new
clostero-like virus transmitted by Trialeurodes vaporariorum. Eur J Plant
Pathol. 102(3):219-226.
Fitriasari ED. 2010. Keefektifan kutukebul dalam menularkan virus penyebab
penyakit kuning pada tanaman tomat [tesis]. Bogor (ID):Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
FontMJ, Culebras PM, Jorda MC, Louro D, Vaira AM, Accoto GP. 2002. First
report of Tomato infectious chlorosis virus in Spain. Plant Dis. 86(6):696.
Gebre-Selassié K, Dumas de Vaulx, Marchoux G, Pochard E. 1981. Le virus de
la mosaïque du tabac chez le piment. I Apparition en France du pathotype
P1-2. Agronomie 1(10): 853-858. doi 10.1051/agro:19811005.
Hull R. 2002. Plant Virology. Ed ke-4. San Diego: Acedemic Press.
Jacquemond M, Verdin E, Dalmon A, Guilbaud L, Gognalons P. 2008.
Serological and molecular detection of Tomato chlorosis virus and
Tomatoinfectious chlorosis virus in tomato. Plant Pathol. 58(2):210-220.
Hutchison JGP. 1962. A method for permanent preservation of antigen-antibody
precipitation lines in agar. J Clin Pathol. 15(2):185.
Kurniawati F. 2012. Karakterisasi dan ekspresi gen coat protein Tomato infectious
chlorosis virus pada Escherichia coli [tesis]. Bogor (ID): Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Letschert B, Adam G, Lesemann DE, Willingmann P, Heinze C. 2002. Detection
and differentiation of serologically cross-reacting Tobamoviruses of
economical importance by RT-PCR and RT-PCR-RFLP. J Virol Methods.
106(1): 1-10.
Li RH, Wisler GC, Liu HY, and Duffus JE. 1998. Comparison of diagnostic
techniques for detecting Tomato infectious chlorosis virus. Plant Dis.
82(1):84-88.

13
Lin NS, Hsu YH, Hsu HT. 1990. Immunological detection of plant viruses and a
mycoplasma-like organism by direct tissue blotting on nitrocellulose
membranes. Phytopathology. 80(9):824-828.
Mahmood, T., Hein, G. L., and French, R. C. 1997. Development of serological
procedures for rapid and reliable detection of wheat streak mosaic virus in a
single wheat curlmite. Plant Dis. 81(3):250-253.
Naidu RA, Hughes JDA. 2003. Methods for the detection of plant viral diseasesin
plant virology in sub-Saharan Africa, Proceedings of plant virology, IITA,
Ibadan, Nigeria. Eds. Hughes JDA, Odu B, pp. 233- 260.
Navas-Castillo J, Camero R, Bueno M, Moriones E. 2000. Severe yellowing
outbreaks in tomato in Spain associated with infections of Tomato
chlorosisvirus. Plant Dis. 84(8):835-837.
Nickel O, Targon MLPN, Fajardo TVM, Machado MA, Trivillin AP. 2004. Polyclonal
antibodies to the coat protein of Apple stem grooving virus expressed in Escherchia
coli: production and use in immunodiagnosis. Fitopatol Bras. 29(5).
doi:10.1590/S0100-41582004000500017.
Noordam D. 1973.Identification of Plant Viruses Methods and
Experiments.Wageningen (UR): Center for Agricultural Publishing and
Documentation.
Orílio AF, Navas-Castillo J. 2009. The complete nucleotide sequence of the
RNA2 of the CrinivirusTomato infectious chlorosis virus: isolates from
North America and Europe are essentially identical. Arch of Virol. 154(4):
683-687.
Somowiyarjo S, Sumardiyono YB, Suharno. 1997. Pemanfaatan membran
nitroselulosa untuk pengiriman antigen uji dalam deteksi TMV dengan
DIBA.J Perlind Tan Indonesia.3(1):1-5.
Suastika G, Hartono S, Nishigawa H, Natsuaki T. 2010. Yellowing disease
outbreaks in tomato in Indonesia associated with infection of Tomato
chlorosis virus and Tomato infectious chlorosis virus[abstract]. Di dalam:
ISSAAS International Congress 2010: Agricultural Adaptation in Response
to Climate Change; 2010 Nov 14-18; Denpasar (ID): ISSAAS.
Wetter C. and Conti M. 1988. Pepper mild mottle virus. CMI/AAB Descriptions
of Plant Viruses N°330.
Wintermantel WM, Cortez AA, Anchieta AG, Gulati-Sakhuja A, Hladky LL.
2008. Co-infection by two Crinivirus alters accumulation of each virus in a
host-specific manner and influences efficiency of virus transmission.
Phytopathology. 98(12):1340-1345.
Wintermantel WM, Wisler GC. 2006. Vector specificity, host range, and genetic
diversity of Tomato chlorosis virus. Plant Dis. 90(6):814-819.
Wisler GC, Duffus JE, Liu H-Y, Li RH. 1998a. Ecology and epidemiology of
white.y-transmitted Closteroviruses. Plant Dis. 82(3):270–280.
Wisler GC, Li RH, Liu H-Y, Lowry DS, Duffus JE, 1998b. Tomato
chlorosisvirus: a new white.y-transmitted, phloem-limited, bipartite
Closterovirus of tomato. Phytopathology.88(5):402–409.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang pada tanggal 26 Desember 1990, anak bungsu
dari pasangan Bapak Nur Hadi Ro’is dan Ibu Umnia Ulfah. Tahun 2009 penulis
menamatkan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gondanglegi, dan pada tahun yang
sama diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa IPB, pada tahun 2009-2013 penulis menjadi
anggota Koperasi Mahasiswa IPB (KOPMA IPB). Anggota Capung Fotografi
Club Departemen Proteksi Tanaman (2010-2012), Anggota Organik Farming
Club Departemen Proteksi Tanaman (2010-2013). Tahun 2011 penulis magang di
Laboratorium Virologi, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Menjadi asisten
praktikum Ilmu Penyakit Tanaman Dasar semester Ganjil tahun ajaran 2011-2012,
dan semester Ganjil tahun ajaran 2012-2013, asisten praktikum Virologi semester
Genap tahun ajaran 2013-2014. Tahun 2011 penulis didanai oleh Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi dalam usulan Program Kreatifitas Mahasiswa bidang
Kewirusahaan (PKM-K), dan tahun 2012 dalam bidang Penelitian (PKM-P).
Penulis menjadi juara II lomba Catur dalam rangka SERI-Art di Fakultas
Pertanian.