Uji Serologi Tomato chlorosis virus (ToCV) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)

UJI SEROLOGI Tomato chlorosis virus (ToCV) PADA
TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.)

RIZA DESTARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Uji Serologi Tomato
chlorosis virus (ToCV) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)”
adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Riza Destari
NIM A34090031

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
RIZA DESTARI. Uji Serologi Tomato chlorosis virus (ToCV) pada Tanaman
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA.
Tomato chlorosis virus (ToCV) merupakan salah satu anggota genus
Crinivirus yang ditularkan melalui kutukebul dan terbatas hanya pada jaringan
floem tanaman inangnya. Virus ini dilaporkan telah menginfeksi tanaman tomat di
dunia dan pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 2006. Pada tanaman
tomat, ToCV menimbulkan gejala berupa menguningnya bagian di antara tulang
daun (interveinal yellowing) yang berawal dari daun bagian bawah dan
berkembang ke bagian atas tanaman. Virus ini juga dapat mengakibatkan
turunnya kebugaran tanaman dan menurunkan hasil produksi karena dapat

menunda proses pematangan dan buah yang dihasilkan berukuran lebih kecil.
Antiserum poliklonal telah berhasil dibuat dengan menggunakan coat protein
(CP) ToCV yang diekpresikan pada Escherichia coli. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis reaksi dan titer antiserum dengan menggunakan uji serologi
melalui metode agarose gel precipitation test (AGPT) dan dot immunobinding
assay (DIBA). Titer antiserum diukur dengan menggunakan sap tanaman yang
tidak diencerkan yang berasal dari tanaman tomat terinfeksi ToCV. Berdasarkan
hasil penelitian ini, antiserum ToCV bereaksi secara spesifik dengan antigen
ToCV. Sinyal positif pada metode AGPT dan DIBA tampak jika antiserum
bereaksi dengan sap tanaman tomat sumber ToCV, akan tetapi sinyal positif tidak
tampak jika antigen berasal dari sap tanaman tomat sehat. Titer antiserum yang
didapatkan dengan metode AGPT adalah 1/2, sedangkan dengan menggunakan
DIBA titer antiserum mencapai 1/10000. Oleh karena itu, DIBA merupakan
metode serologi yang dapat dipertimbangkan dalam deteksi ToCV dengan
menggunakan antiserum ini.
Kata kunci: agarose gel precipitation test, titer antiserum, dot immunobinding
assay.

ABSTRACT
RIZA DESTARI. Serological Test of Tomato chlorosis virus (ToCV) in Tomato

Plants (Lycopersicon esculentum Mill.). Supervised by GEDE SUASTIKA.
Tomato chlorosis virus (ToCV), a whitefly-transmitted and phloemlimited Crinivirus infecting tomatoes worldwide, is reported for the first time
occur in Indonesia in 2006. In tomato, ToCV cause interveinal yellowing that
developed initially on lower leaves and then progressed to the upper part of the
plant. Affected plants were less vigorous and yielded less due to reduced fruit
growth and delayed ripening. Polyclonal antiserum has been already produced
using capsid proteins of ToCV expressed in Escherichia coli. Reaction and titer of
the antiserum were analyzed in this research. Serological reactions were analyzed
using agarose gel precipitation test (AGPT) and dot immunobinding assay
(DIBA). The titer of the antiserum was measured using undiluted sap prepared
from ToCV-infected tomato leaf tissues. Based on the research result, the ToCV
antiserum was specifically reacted with ToCV antigen. AGPT and DIBA gave a
strong positive signal if the antiserum was reacted with ToCV-containing sap, but
there no any positive signal if the antigen extracted from healthy tomato plant.
Using AGPT method, the titer of the antiserum was only 1/2, but using DIBA the
titer was reach up to 1/10000. The DIBA, therefore, considered as a reliable
serological method for the ToCV using this antiserum.
Key words: agarose gel precipitation test, antiserum titer, dot immunobinding
assay.


UJI SEROLOGI Tomato chlorosis virus (ToCV) PADA
TANAMAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.)

RIZA DESTARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

: Uji Serologi Tomato chlorosis virus (ToCV) pada Tanaman
Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
Nama Mahasiswa : Riza Destari

NIM
: A34090031

Judul Skripsi

Disetujui oleh

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal disetujui:

Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NIM


Uji Serologi Tomato chlorosis virus (ToCV) pada Tanaman
Tomat (Lycopersicon esclilentlll71 Mill.)
Riza Destari
A34090031

Disetujui oleh

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc
Dosen Pembimbing

awangsih, M.Si
Ketua Departemen

Tanggal disetujui:

,1 D FEB 20 14

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan segala kemampuan dan keterbatasan
yang dimiliki penulis. Skripsi yang berjudul “Uji Serologi Tomato chlorosis virus
(ToCV) pada Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)” disusun sebagai
salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M. Sc selaku
dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen pembimbing skripsi atas
bimbingannya selama penelitian. Dr. Ir Sri Hendrastuti Hidayat, M. Sc, dan Dr. Ir.
Tri Asmira Damayanti, M. Agr yang telah memberikan saran, nasihat, serta
pengarahan selama di laboratorium. Staf pengajar di Departemen Proteksi
Tanaman yang telah memberikan pengajaran mata kuliah selama di Departemen
Proteksi Tanaman. Kepada Fitrianingrum Kurniawati, M. Si dan Sari Nurulita, SP
yang telah berkenan menjadi tutor selama penelitian. Teman-teman Laboratorium
Virologi yang senantiasa membantu selama penelitian dan teman-teman HPT 46
yang selalu ada dalam suka dan duka. Kepada orang tua tercinta bapak Samsul
Rizal, ibu Yulizar, adik Ari Saputra, dan adik Ferri Yusra yang selalu memberikan
semangat, motivasi, doa, dan kasih sayang yang tulus.
Semoga skripsi ini bermanfaat
Bogor, Februari 2014
Riza Destari


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Tanaman Tomat Sumber ToCV
Ekstraksi RNA Total
Sintesis complementary cDNA
Amplifikasi DNA
Elektroforesis
Agarose Gel Precipitation Test (AGPT)
Dot Immunobinding Assay (DIBA)
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanaman Tomat Sumber ToCV
Reaksi Antiserum terhadap ToCV
Agarose Gel precipitation Test (AGPT)
Dot Immunobinding Assay (DIBA)
Titer Antiserum ToCV
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
1
2
2
3
3
3

3
3
4
4
5
6
6
8
8
9
9
10
11
14
14
14
15
17

DAFTAR TABEL

1
2
3

Komposisi reaktan reverse transcription untuk sintesis cDNA genom
ToCV
Komposisi reaktan polymerase chain reaction untuk satu kali reaksi
amplifikasi DNA genom ToCV
Titer antiserum poliklonal ToCV pada metode agarose gel
precipitation test (AGPT) dan dot immunobinding assay (DIBA)
pada seri pengenceran yang berbeda*

4
5
11

DAFTAR GAMBAR

1

Ilustrasi pengujian AGPT.

2

Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat, dicirikan dengan
(a) menguningnya bagian di antara tulang daun (interveinal
yellowing); (b) nekrotik pada beberapa bagian daun; dan (c)
terjadinya perubahan warna menjadi keunguan (bronzing)
Hasil amplifikasi DNA terhadap gen coat protein ToCV
menggunakan reverse transcription-polymerase chain reaction.
Marker 1 kb DNA ladder (Thermo Scientific, USA) [Lajur M];
kontrol negatif (tanaman sehat) [Lajur K(-)]; tanaman bergejala
[Lajur 1, 2, dan 3]
Reaksi antigen (sap tanaman terinfeksi ToCV [AgTo] atau sap
tanaman tomat sehat [AgKo] dengan antibodi (antiserum ToCV
[AsTo])) pada metode agarose gel precipitation test
Reaksi antigen (sap tanaman tomat sehat [Lajur H] dan tomat
terinfeksi ToCV [Lajur T]) dengan antibodi (antiserum ToCV) pada
metode dot immunobinding assay
Reaksi antiserum ToCV [As] terhadap antigen (partikel virus dalam
sap tanaman tomat [Ag]) melalui agarose gel pricipitation test pada
pengenceran 1/1 [Lajur a]; 1/2 [Lajur b]; dan (c) 1/4 [Lajur c]
Reaksi antiserum ToCV terhadap antigen (partikel virus dalam sap
tanaman tomat) melalui dot immunobinding assay pada pengenceran
1/1000 [Membran a]; 1/10000 [Membran b]; dan 1/100000
[Membran c]

3

4

5

6

7

antigen;

antibodi

6
8

9

10

10

12

13

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tomato chlorosis virus (ToCV) merupakan salah satu anggota genus
Crinivirus yang termasuk ke dalam famili Closteroviridae yang ditularkan oleh
kutukebul dan terbatas hanya pada jaringan floem. Virus ini pertama kali
ditemukan tahun 1996 di pertanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)
rumah kaca di daerah Florida bagian utara. Gejala yang ditimbulkan berupa
menguningnya bagian di antara tulang daun (interveinal yellowing) yang berawal
dari daun-daun di bagian bawah dan berkembang ke bagian atas tanaman. Gejala
demikian dapat menghambat proses fotosintesis tanaman (Wintermantel dan
Wisler 2006). Selain itu virus ini juga dapat menurunkan kebugaran tanaman dan
menyebabkan kehilangan hasil (Wisler et al. 1998a) karena menunda proses
pematangan buah, serta buah yang dihasilkan ukurannya menjadi jauh lebih kecil
(Navas-Castillo et al. 2000). Keberadaan ToCV telah dilaporkan dibeberapa
negara di dunia seperti Amerika Serikat (Wisler et al. 1998b) khususnya Florida
(Wintermantel dan Wisler 2006), Cyprus (Papayiannis et al. 2006), Meksiko
(Alvarez-Ruiz et al. 2007), Turki (Cevik 2008), Pulau Mayotte (Masse et al.
2008) dan termasuk Indonesia (Hartono dan Wijanarko 2007; Suastika et al.
2010) karena telah menjadi kendala penting bagi pertanaman tomat.
Adanya serangan ToCV tentu sangat mengkhawatirkan mengingat produksi
tomat Indonesia yang cukup tinggi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
produksi tomat di Indonesia pada tahun 2010, 2011, dan 2012 secara berturutturut adalah 891 616 ton, 954 046 ton, dan 887 556 ton (BPS 2012). Perlu
adanya cara tepat untuk mengetahui adanya infeksi virus ini sedini mungkin di
lapangan. Beberapa ahli telah mengembangkan berbagai macam cara untuk
mendeteksi keberadaan virus yang menginfeksi tanaman salah satunya melalui
deteksi molekuler seperti reverse transcription-polymerase chain reaction (RTPCR) (Agrios 2005). Deteksi melalui RT-PCR lebih banyak dilakukan karena
dapat memberikan hasil yang cepat serta akurat. Akan tetapi, deteksi melalui RTPCR sangat sulit dilakukan karena kendala biaya alat dan bahan yang cukup
mahal. Oleh karena itu cara lain yang mulai dikembangkan salah satunya adalah
deteksi melalui uji serologi.
Uji serologi merupakan suatu metode yang digunakan untuk deteksi virus
pada tanaman yang dapat memberikan hasil lebih sensitif, spesifik, dan tidak
memerlukan waktu yang cukup lama serta dengan biaya yang terjangkau. Metode
uji serologi untuk deteksi virus tanaman terdiri dari agarose gel precipitation test
(AGPT), dot immunobinding assay (DIBA), dan enzyme linked immunosorbent
assay (ELISA) (Naidu dan Hughes 2003). Metode-metode tersebut merupakan
metode yang dilakukan dengan menggunakan antiserum. Berdasarkan hasil
penelitian Kurniawati (2012) telah berhasil dibuat antiserum poliklonal untuk
ToCV yang merupakan hasil imunisasi kelinci dengan protein produk ekspresi
gen CP ToCV pada Escherichia coli. Antiserum poliklonal merupakan antiserum
yang mengandung beberapa antibodi yang dapat mengenali lebih dari satu jenis
epitop pada partikel virus (Ritter 2000). Melalui metode uji serologi inilah dapat
diketahui kemampuan antiserum yang diproduksi tersebut dalam mendeteksi
keberadaan ToCV di dalam tanaman.

2

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis reaksi antiserum ToCV dan
mengukur titer antiserum ToCV melalui AGPT dan DIBA.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai cara deteksi
ToCV pada tanaman tomat dengan menggunakan uji serologi dengan titer
antiserum yang berbeda.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada
bulan Maret sampai September 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri dari daun tanaman tomat yang positif
terinfeksi Tomato chlorosis virus (ToCV), antiserum ToCV yang telah tersedia di
Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB yang merupakan hasil imunisasi kelinci
dengan protein produk ekspresi gen CP ToCV pada Escherichia coli (Kurniawati
2012).
Metode Penelitian
Tanaman Tomat Sumber ToCV
Sampel tanaman tomat diperoleh dari daerah Pacet dan Pasir Sarongge
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat berdasarkan gejala yang dimiliki seperti
menguningnya bagian di antara tulang daun (interveinal yellowing), nekrotik,
serta perubahan warna daun menjadi merah keunguan (bronzing). Verifikasi
keberadaan ToCV pada sampel tanaman tersebut dilakukan melalui RT-PCR yang
terdiri dari proses ekstraksi RNA total, sintesis complementary cDNA, amplifikasi
DNA, dan elektroforesis dengan menggunakan Bench-Top Protocols for Xprep
Plant RNA Mini Kit (PKT Korea).
Ekstraksi RNA Total. Ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan RNA total
dengan menggunakan Bench-Top Protocols for Xprep Plant RNA Mini Kit (PKT
Korea). Sebanyak 0.1 g sampel daun tanaman yang bergejala digerus dalam
nitrogen cair dan ditambahkan 500 µl bufer XPRB yang mengandung 1%
mercaptoethanol. Hasil gerusan selanjutnya dipipet ke dalam filter column
berwarna putih dan disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 13000 rpm.
Supernatan yang ada dipipet tanpa menyentuh pelet dan dipindahkan ke tabung
koleksi baru sambil dihitung volumenya. Selanjutnya supernatan ditambahkan
dengan ethanol 96% sebanyak 1/2 volume supernatan yang ada (±100 µl).
Suspensi tersebut dicampur dengan cara membolak-balikkan tabung koleksi
sebanyak 10 kali.
Setelah tercampur, suspensi tersebut dipipet ke dalam XPPLR mini column
berwarna merah dan disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 13000 rpm.
Sisa supernatan yang terdapat pada dasar tabung koleksi kemudian dibuang dan
XPPLR mini column tersebut dipindahkan ke tabung koleksi yang baru. Sebanyak
500 µl wash buffer 1 ditambahkan ke dalam XPPLR mini column dan
disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 13000 rpm. Supernatan yang
terdapat di tabung koleksi dibuang dan dipasang kembali ke XPPLR mini column.
Sebanyak 750 µl wash buffer 2 ditambahkan ke dalam XPPLR mini column dan
disentrifugasi selama 1 menit dengan kecepatan 13000 rpm. XPPLR mini column

4

4

dipindahkan ke tabung koleksi yang baru dan disentrifugasi selama 3 menit
dengan kecepatan 13000 rpm. Sebanyak 20 µl RNAse free water (air bebas
nuklease) ditambahkan ke dalam XPPLR mini column dan didiamkan selama 1
menit. Kemudian, disentrifugasi kembali selama 2 menit dengan kecepatan 13000
rpm untuk mendapatkan RNA total. RNA total ini yang selanjutnya digunakan
sebagai templat dalam reaksi RT.
Sintesis complementary cDNA. Proses RT-PCR dilakukan menggunakan
kit komersial Access RT-PCR System (Promega, USA). Hasil ekstraksi RNA
berupa RNA total selanjutnya dilakukan sintesis DNA melalui proses Reverse
Transcription (RT) atau transkipsi balik yang digunakan untuk merubah RNA
menjadi DNA. Adapun komposisi bahan yang digunakan dalam proses RT-PCR
terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi reaktan reverse transcription untuk sintesis cDNA genom
ToCV
Reaktan
Volume (µl)
ddH2O
3.70
Bufer RT
2.00
dTT 50 mM
0.35
dNTP10 mM
0.50
MMuLV Rev
0.35
Ribolock
0.35
Random heksamer
0.75
RNA
2.00
Total volume
10.00
Reaksi RT dilakukan dengan menggunakan Automated Thermal cycler
(Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA) dalam volume total
10 µl. RT diprogram satu siklus pada suhu 25 ºC selama 5 menit, 42 ºC selama 60
menit, dan 70 ºC selama 15 menit. Hasil RT berupa cDNA selanjutnya digunakan
dalam proses PCR.
Amplifikasi DNA. Reaksi PCR dilakukan dengan menggunakan Go Taq
Green Master Mix 2x (Promega, Madison, USA) dalam volume total 25 µl.
Adapun komposisi bahan yang digunakan dalam proses PCR terdapat pada Tabel
2.

5

Tabel 2 Komposisi reaktan polymerase chain reaction untuk satu kali reaksi
amplifikasi DNA genom ToCV
Reaktan
Go taq green
Primer CP F
Primer CP R
ddH2O
Templat cDNA
Total

Volume (µl)
12.5
1.00
1.00
8.50
2.00
25.00

Primer yang digunakan dalam proses PCR merupakan primer yang spesifik
untuk mendeteksi ToCV, yaitu ToCV CP-R (5’-AATTAAAAGCTTTTAGCAA
CCAGTTATCGATGCAAG-3’) dan ToCV CP-F (5’-AATTAAGGATCCGAG
AACAGTGCYGTTGC-3’) yang digunakan untuk mengamplifikasi genom virus
pada bagian coat protein (CP) sebesar 700 bp.
Program amplifikasi terdiri dari denaturasi awal pada suhu 94 ºC selama 4
menit; dilanjutkan 30 siklus untuk denaturation (fase pemisahan utas DNA) pada
suhu 94 ºC selama 1 menit, annealing (penempelan primer) pada suhu 45 ºC
selama 1 menit, elongation (sintesis untaian DNA baru) pada suhu 72 ºC selama 2
menit; ditambah pasca extention pada suhu 72 ºC selama 10 menit, dan disimpan
pada 4 ºC. Proses PCR dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Automated
Thermal Cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem, USA).
Elektroforesis. Hasil amplifikasi DNA yang didapat dari proses PCR
selanjutnya dilakukan visualisasi dengan elekroforesis gel agarose 1%. Sebanyak
0.3 gram agarose ditambah bufer Tris-Borate EDTA (TBE) 0.5x sebanyak 30 ml
dipanaskan di dalam microwave selama 2 menit hingga tercampur merata. Larutan
didiamkan selama 5 menit kemudian dituang ke dalam cetakan dan didiamkan
selama 1 jam hingga agar memadat dan membentuk gel. Setelah gel terbentuk,
sebanyak 4 µl marker DNA berukuran 1 kb (Thermo Scientific, USA) dan 7 µl
hasil PCR dimasukkan masing-masing ke dalam sumur gel. Elektroforesis
dilakukan selama 30 menit dengan voltase sebesar 50 volt, kemudian dilanjutkan
dengan voltase sebesar 100 volt selama 5 menit. Gel tersebut selanjutnya
direndam dalam larutan ethidium bromida (EtBr) selama 10 menit dan direndam
di dalam air selama 2 menit. DNA hasil elektroforesis selanjutnya divisualisasi di
bawah UV transiluminator. Pita DNA diambil gambarnya menggunakan kamera
digital.

6

6

Agarose Gel Precipitation Test (AGPT)
Reaksi antigen-antibodi pada metode AGPT dilakukan pada media 1% gel
agarose (Sigma, USA). Agar dibuat dengan melarutkan 0.1 g agarose dan 0.01 g
Natrium azida dalam 5 ml aquabidest dan 5 ml bufer PBS [NaCl 8 g, Na2HPO4
1.15 g, KH2PO4 0.2 g, KCl 0.2 g, aquades 1000 ml] pH 7.4 yang kemudian
dipanaskan dalam microwave selama 1 menit. Agar yang sudah cair tersebut
dituangkan di atas kaca preparat dengan ketebalan sekitar 2 mm dan dibiarkan
pada suhu ruang hingga terbentuk gel. Gel agar kemudian dilubangi dengan cork
borer berdiameter 4 mm dan jarak 4 mm antar lubang. Lubang diisi dengan
reaktan berbeda yang terdiri dari antigen dan antibodi sebanyak 20 µl. Antigen
yang dimasukkan berupa sap tanaman tomat yang positif terserang ToCV dan
tanaman sehat sebagai kontrol negatif. Sap disiapkan dengan menggerus daun
tomat dalam bufer PBS dengan perbandingan 1/10 (b/v). Antibodi yang
dimasukkan berupa antiserum ToCV yang telah tersedia di Laboratorium Virologi
Tumbuhan IPB yang merupakan hasil imunisasi kelinci dengan protein produk
ekspresi gen CP ToCV pada E. coli (Kurniawati 2012). Antiserum diencerkan
mulai dari 1/1 (tanpa pengenceran), 1/2, 1/4, 1/8, 1/16, 1/32, sampai 1/64 dalam
aquabidest. Terbentuknya garis presipitasi sebagai hasil dari reaksi antigenantibodi pada gel agarose diamati setelah inkubasi semalam pada suhu ruangan.

Gambar 1 Ilustrasi pengujian AGPT.

antigen;

antibodi.

Dot Immunobinding Assay (DIBA)
DIBA dilakukan berdasarkan metode Mahmood et al. (1997). Membran
nitroselulosa direndam terlebih dahulu dalam bufer TBS [Tris HCl 0.02 M, NaCl
0.15 M, dalam 100 ml aquades steril] selama 1 menit dan dikeringanginkan
sebelum digunakan. Antigen berupa sap disiapkan dengan menggerus daun tomat
sumber virus dan yang sehat dalam bufer TBS dengan perbandingan 1/10 (b/v).
Setelah dijernihkan dengan sentrifugasi 5000 rpm selama 2 menit, sebanyak 4 µl
sap diteteskan pada membran nitroselulosa dan dibiarkan hingga kering.
Selanjutnya membran direndam dalam larutan blocking (non fat milk 2% dalam
TBS yang mengandung Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 2%) selama 2 jam
sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Membran dicuci sebanyak 5 kali
dengan menggunakan dH2O selama 5 menit untuk setiap pencucian sambil
digoyang dengan kecepatan 100 rpm. Selanjutnya, masing-masing membran

7

direndam dalam antiserum ToCV yang diencerkan 1/1000, 1/10000, dan 1/100000
dalam TBSM (TBS yang mengandung non fat milk 2%) selama 24 jam pada suhu
4 ºC. Setelah dicuci sebanyak 5 kali dengan bufer TBST (TBS, 0.05% Tween-20),
membran direndam dalam konjugat Goat anti rabbit-IgG (Sigma, USA) yang
dilarutkan dengan seri pengenceran yang sama dalam TBSM, selama 60 menit
dalam suhu 4 ºC. Membran dicuci kembali dengan TBST sebanyak 5 kali. Setelah
pencucian, membran siap untuk diwarnai di dalam larutan nitro blue tetrazolium
(NBT)/ bromo chloro indolil phosphate (BCIP) sebanyak 100 µl untuk setiap 5 ml
bufer AP [Tris HCl 0.1 M, NaCl 0.1 M, MgCl2 5 mM, pH 9.5 dalam 200 ml
aquades steril]. Pengamatan dilakukan dengan melihat reaksi positif yang ditandai
dengan terjadinya perubahan warna putih menjadi ungu pada membran
nitroselulosa yang telah ditetesi antigen. Reaksi dihentikan dengan merendam
membran dalam dH2O kemudian dikeringkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tanaman Tomat Sumber ToCV
Tanaman tomat yang digunakan sebagai sumber ToCV merupakan tanaman
yang menunjukkan gejala penyakit klorosis yang dikoleksi dari daerah Pacet dan
Pasir Sarongge Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Penyakit klorosis pada tanaman
tomat sampel dicirikan dengan gejala menguning pada bagian di antara tulang
daun (interveinal yellowing), beberapa bagian daun mengalami nekrotik, atau
perubahan warna menjadi merah keunguan (bronzing) (Gambar 2). Gejala seperti
ini bersesuaian dengan yang dideskripsikan oleh Wintermantel dan Wisler (2006).

a

b

c

Gambar 2 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat, dicirikan dengan (a)
menguningnya bagian di antara tulang daun (interveinal yellowing);
(b) nekrotik pada beberapa bagian daun; dan (c) terjadinya perubahan
warna menjadi keunguan (bronzing).
Deteksi keberadaan ToCV pada tanaman tomat sampel berhasil dilakukan
melalui RT-PCR (Gambar 1). Dari beberapa tanaman tomat yang dikoleksi, tiga
diantaranya memberikan sinyal positif pada RT-PCR yang menggunakan primer
spesifik untuk ToCV yaitu CP-R (5’AATTAAAAGCTTTTAGCAACCAGT
TATCGATGCAAG-3’) dan ToCV CP-F (5’-AATTAAGGATCCGAGAACAG
TGCYGTTGC-3’).

9

M

700 bp

K(-)

1

2

3

±700 bp

Gambar 3 Hasil amplifikasi DNA terhadap gen coat protein ToCV menggunakan
reverse transcription-polymerase chain reaction. Marker 1 kb DNA
ladder (Thermo Scientific, USA) [Lajur M]; kontrol negatif (tanaman
sehat) [Lajur K(-)]; tanaman bergejala [Lajur 1, 2, dan 3].
Hal ini ditunjukkan dengan ditemukannya pita DNA hasil amplifikasi
dengan PCR berukuran ±700 bp (Fitriasari 2010) yang merupakan DNA ToCV
yang sesuai dengan target basa primer CP-F dan CP-R yang digunakan (Gambar
3). Tanaman yang positif terinfeksi ToCV digunakan sebagai sumber virus pada
uji serologi selanjutnya.
Reaksi Antiserum terhadap ToCV
Agarose Gel Precipitation Test (AGPT)
AGPT dilakukan untuk melihat reaksi pengendapan antigen oleh antibodi
spesifik. Pengendapan antigen oleh antibodi ini diperlihatkan oleh adanya garis
presipitasi di media gel agarose (Natih et al. 2010). Hasil pengujian dengan
metode AGPT menunjukkan bahwa antiserum dapat bereaksi dengan jelas
terhadap antigen ToCV. Hal ini ditandai dengan terbentuknya garis presipitasi
berwarna putih yang tampak di antara lubang gel agarose yang diisi dengan
antigen (sap tanaman bergejala) dan antibodi (antiserum) setelah 2-3 hari
pengamatan (Gambar 4). Reaksi yang tampak pada pada kontrol negatif
menunjukkan antiserum tidak bereaksi terhadap antigen tanaman, sehingga tidak
terbentuk garis presipitasi.

10

Gambar 4

10

AgKo

AgTo

AsTo

AsTo

Reaksi antigen (sap tanaman terinfeksi ToCV [AgTo]) atau sap
tanaman tomat sehat [AgKo] dengan antibodi (antiserum ToCV
[AsTo]) pada metode agarose gel precipitation test.

Garis presipitasi yang tidak terbentuk pada kontrol negatif menandakan
bahwa antibodi yang terkandung di dalam antiserum tersebut hanya mengenali
protein CP ToCV (dalam bentuk partikel virus) dan tidak mengenali protein lain
seperti protein tanaman tomat (Adnyani 2012). Reaksi positif yang terdapat pada
(Gambar 4) menunjukkan bahwa antiserum hasil imunisasi kelinci dengan protein
produk ekspresi gen CP ToCV pada E. coli (Kurniawati 2012) dengan spesifik
dapat bereaksi terhadap antigen ToCV.
Dot Immunobinding Assay (DIBA)
Hasil pengujian dengan metode DIBA yang menunjukkan reaksi antara
antibodi (antiserum ToCV) dengan antigen (sap tanaman tomat sakit dan sehat)
tampak pada Gambar 5. Hasil pengujian menunjukkan tidak terjadi reaksi antara
antiserum ToCV dengan komponen tanaman tomat. Hal ini ditunjukkan dengan
tidak terjadinya perubahan warna ungu pada membran yang telah ditetesi sap
tanaman tomat sehat (Gambar 5). Berbeda dengan bagian membran yang ditetesi
sap tanaman tomat yang positif terserang ToCV, terjadi reaksi antara antiserum
ToCV dengan antigen ToCV (partikel virus) yang ditunjukkan dengan adanya
perubahan warna ungu pada membran yang ditetesi sap tanaman sumber ToCV
(Gambar 5).
H

Gambar 5

T

Reaksi antigen (sap tanaman tomat sehat [Lajur H] dan tomat
terinfeksi ToCV [Lajur T]) dengan antibodi (antiserum ToCV) pada
metode dot immunobinding assay.

11

Perubahan warna ungu disebabkan karena antiserum ToCV yang merupakan
hasil imunisasi kelinci dengan protein produk ekspresi gen CP ToCV pada E. coli
(Kurniawati 2012) yang digunakan sebagai antibodi primer berikatan dengan pita
CP ToCV sebagai antigennya. Anti Rabbit IgG AP-Conjugated (konjugat Goat
anti rabbit-IgG) yang digunakan sebagai antibodi sekunder akan mengikat
antibodi primer tersebut, sehingga pada saat dilakukan pewarnaan dengan
menggunakan substrat NBT/ BCIP yang akan berikatan dengan enzim AP (alkalin
phosphatase) pada antibodi sekunder sehingga menghasilkan dot berwarna ungu
pada membran nitroselulosa (Widodo dan Aulanni’am 2005). Sama halnya seperti
hasil yang didapatkan dari metode AGPT, bahwa antibodi yang terkandung di
dalam antiserum tersebut hanya mengenali protein CP ToCV (dalam bentuk
partikel virus) dan tidak mengenali protein lain seperti protein tanaman tomat
(Adnyani 2012), sehingga hasil yang ditunjukkan pada kontrol negatif (tanaman
sehat) tidak menunjukkan adanya perubahan warna ungu. Selain itu, antiserum
yang digunakan (diuji) bereaksi spesifik hanya dengan partikel ToCV.
Titer Antiserum ToCV
Titer antiserum adalah tingkat pengenceran tertinggi dari suatu antiserum
yang masih memberikan sinyal positif terhadap adanya kompleks antigen-antibodi
pada uji serologi tertentu (Noordam 1973). Antigen yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan partikel ToCV yang terdapat dalam sap tanaman tomat
yang positif terinfeksi ToCV dan tidak dilakukan pengenceran. Sedangkan
antiserum yang digunakan merupakan hasil imunisasi kelinci dengan protein
produk ekspresi gen CP ToCV pada E. coli (Kurniawati 2012) yang dilakukan seri
pengenceran pada tingkat tertentu yang berbeda untuk setiap uji serologi. Hasil
titer antiserum ToCV yang digunakan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Titer antiserum poliklonal ToCV pada metode agarose gel precipitation
test (AGPT) dan dot immunobinding assay (DIBA) pada seri
pengenceran yang berbeda*
Metode

AGPT

DIBA

Pengenceran antiserum
1/1
1/2
1/4
1/8
1/16
1/32
1/1000
1/10000
1/100000

Sinyal
+
+
+
+
-

*Pengujian sejenis telah dilakukan sebanyak 5-7 kali dan memberikan hasil yang konsisten

Seri pengenceran antiserum yang digunakan untuk masing-masing uji
serologi dilakukan berbeda karena kepekaan yang dimiliki kedua metode ini

12

12

berbeda. Pada metode AGPT, sinyal positif merupakan akumulasi presipitasi
kompleks Ag-Ab yang dilihat secara langsung. Oleh karena itu, reaksi antigen dan
antibodi pada AGPT memberikan sinyal positif pada tingkat pengenceran
antiserum yang sangat rendah yaitu 1/2, sedangkan pada tingkat pengenceran
yang lebih tinggi sudah tidak terlihat lagi garis presipitasi (Gambar 5, Tabel 3).
Hal ini terjadi karena pada tingkat pengenceran yang lebih tinggi, kompleks AgAb yang terakumulasi tidak mencukupi untuk dilihat secara langsung dengan
kasat mata. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dinyatakan bahwa titer
antiserum ToCV ini mencapai 1/2 dengan AGPT.
a

b

c

Ag

Ag

Ag

As

As

As

Gambar 6 Reaksi antiserum ToCV [As] terhadap antigen (partikel virus dalam
sap tanaman tomat [Ag]) melalui agarose gel pricipitation test pada
pengenceran 1/1 [Lajur a]; 1/2 [Lajur b]; dan (c) 1/4 [Lajur c].
Pada DIBA sinyal positif masih terlihat pada tingkat pengenceran
antiserum yang cukup tinggi yaitu 1/10000. Namun sinyal positif sudah tidak
terlihat pada tingkat pengenceran antiserum 1/100000 (Tabel 3). Hasil DIBA pada
penelitian ini menunjukkan adanya korelasi antara tingkat pengenceran antiserum
dan perubahan warna menjadi ungu pada kertas membran, yaitu semakin rendah
konsentrasi antiserum yang digunakan maka akan semakin pudar warna ungu
yang terlihat pada kertas membran (Gambar 7). Berdasarkan hasil penelitian ini,
antiserum poliklonal ToCV melalui metode DIBA layak digunakan untuk
mendeteksi keberadaan ToCV pada jaringan tanaman tomat. Sinyal positif masih
sangat jelas terlihat walaupun antiserum yang digunakan pada tingkat
pengenceran sangat tinggi (1/10000), yang berarti penggunaan antiserum dalam
setiap pengujian sangat sedikit.

13

a

b

c

Gambar 7 Reaksi antiserum ToCV terhadap antigen (partikel virus dalam sap
tanaman tomat) melalui dot immunobinding assay pada pengenceran
1/1000 [Membran a]; 1/10000 [Membran b]; dan 1/100000 [Membran
c].
Menggunakan kedua metode serologi (AGPT dan DIBA) dapat terlihat
bahwa antiserum poliklonal yang digunakan mampu mendeteksi keberadaan
ToCV dalam jaringan tanaman tomat. Tingginya konsentrasi antiserum yang
digunakan dalam metode AGPT (titer 1/2) membuat metode ini menjadi tidak
efisien. Untuk menimbulkan sinyal positif pada metode AGPT diperlukan
konsentrasi antigen dan antibodi yang sangat tinggi karena sensitivitasnya yang
sangat rendah (Sere et al. 2005). Berbeda dengan penggunaan antiserum dalam
metode DIBA yang hanya diperlukan dalam konsentrasi yang sangat rendah (titer
1/10000). DIBA memiliki tingkat sensitivitas lebih tinggi jika dibandingkan
dengan AGPT. Hal ini dikarenakan membran nitroselulosa yang digunakan sangat
baik untuk blotting protein. Antigen yang mengandung protein ToCV yang
ditetesi di atas membran dapat terikat dengan sangat baik di membran tersebut.
Hal ini ditunjukkan dengan tingginya titer antiserum yang didapatkan dari metode
DIBA jika dibandingkan dengan AGPT. Walaupun DIBA memiliki sensitivitas
yang lebih tinggi dibandingkan AGPT, tidak berarti metode AGPT harus
ditinggalkan karena metode ini merupakan satu-satunya metode serologi yang
dapat membedakan isolat virus yang berbeda tipe serologinya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Berdasarkan pengujian melalui AGPT dan DIBA terlihat bahwa antiserum
ToCV poliklonal yang diuji pada penelitian ini bereaksi secara spesifik dengan
partikel ToCV dan tidak terjadi reaksi silang dengan komponen protein jaringan
tanaman tomat. Titer antiserum yang diuji mencapai 1/2 pada AGPT dan 1/10000
pada DIBA, sehingga kedua metode ini sangat layak digunakan sebagai sarana
deteksi ToCV pada tanaman tomat.
Saran
Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai konjugat antiserum ToCV
sehingga dapat dilakukan deteksi ToCV dengan metode uji serologi lainnya
terhadap beberapa sampel tanaman tomat dari berbagai daerah dengan
menggunakan antiserum yang sama sehingga dapat dilihat perbandingan hasil
yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Adnyani NNP. 2012. Uji serologi Tomato infectious chlorosis virus (TICV) pada
tanaman tomat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th Ed. New York (US): Academic Press.
Alvarez-Ruiz P, Jimenez CG, Leyva-Lopez NE, Mendez-Lozano J. 2007. First
report of Tomato chlorosis virus infecting tomato crops in Sinaloa,
Mexico. Plant Pathol. 56(6):1043. doi: 10.1111/j.1365-3059.2007.01626.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi buah-buahan di Indonesia. [Internet].
Badan Pusat Statistik; [diunduh pada 2013 Apr 17]. Tersedia pada:
http://www.bps.go.id.
Cevik B, Erki G. 2008. First report of Tomato chlorosis virus in Turkey. Plant
Pathol. 57(4):767. doi: 10.1111/j.1365-3059.2007.01795.
Fitriasari ED. 2010. Keefektifan kutukebul dalam menularkan virus penyebab
penyakit kuning pada tanaman tomat [tesis]. Bogor (ID): Intitut Pertanian
Bogor.
Hartono S, Wijonarko A. 2007. Karakterisasi biologi molekuler Tomato infectious
chlorosis virus penyebab penyakit kuning pada tanaman tomat di Indonesia.
Akta Agrosia. 2(11/12):139-146.
Kurniawati F. 2012. Karakterisasi dan ekspresi gen coat protein Tomato infectious
chlorosis virus pada Escherichia coli [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Mahmood T, Hein GL, French RC. 1997. Development of serological procedures
for rapid and reliable detection of Wheat streak mosaic virus in a single
wheat curl mite. Plant Dis. 81(3):250-253.
Massea D, Lefeuvre P, Delatte H, Karime ALA, Hostachy B, Reynaud B, Lett
JM. 2008. Tomato chlorosis virus: first report in Mayotte Island. Plant
Pathol. 57(16):388. doi: 10.1111/j.1365-3059.2007.01760.
Naidu RA, Hughes Jd’A. 2003. Methods for the detection of plant viral diseasesin
plan virology in sub-Saharan Africa, Proceedings of plant virology. IITA,
Ibadan, Nigeria. Eds. Hughes JDA, Odu B, pp. 233-260.
Natih KKN, Soejoedono RD, Wibawan IWT, Pasaribu FH. 2010. Preparasi
imunoglobulin G kelinci sebagai antigen penginduksi antibodi spesifik
terhadap virus Avian Influenza H5N1 strain Legok. J Veter. 11(2):99-106.
Navas-Castillo J, Camero R, Bueno M, Moriones E. 2000. Severe yellowing
outbreaks in tomato in Spain associated with infections of Tomato chlorosis
virus. Plant Dis. 84(8):835-837.
Noordam D. 1973. Identification of Plant Viruses Methods and Experiments.
Wageningen: Center for Agricultural Publishing and Documentation.
Papayiannis LC, Ioannou N , Dovas CI , Maliogka VI,Katis NI. 2006. First report
of Tomato chlorosis virus on tomato crops in Cyprus. Plant Pathol.
55(4):567. doi: 10.1111/j.1365-3059.2006.01423.
Ritter MA. 2000. Polyclonal and Monoclonal Antibodies From: Methods in
Molecular Medicine. Totowa (NJ): Humana Press Inc.

16

16

Sere Y, Onasanya A, Afolabi AS, Abo EM. 2005. Evaluation and potential of
double immunodifusion gel assay for serological characterization of Rice
yellow mottle virus isolates in West Africa. Afric J of Biotec. 4(2):197-205.
Suastika G, Hartono S, Nishigawa H, Natsuaki T. 2010. Yellowing disease
outbreaks in tomato in Indonesia associated with infection of Tomato
chlorosis virus and Tomato infectious chlorosis virus. [abstract]ISSAAS
International Congress 2010: Agricultural Adaptation in Response to
Climate Change; 2010 Nov 14-18; Denpasar (ID).
Widodo E, Aulianni’am. 2005. Spesifitas antibodi BovineZona Pellusida 3 (AntibZP3) terhadap ZP3 kelinci berbasis bZP3 sebagai antigen kontraseptif. J
Chem. u5(2):182 – 187.
Wintermantel WM, Wisler GC. 2006. Vector specificity, host range, and genetic
diversity of Tomato chlorosis virus. Plant Dis. 90(6):814-819.
Wisler GC, Li RH, Liu HY, Lowry DS, Duffus JE. 1998a. Tomato chlorosis
virus: a new whitefly-transmitted, phloem-limited, bipartite closterovirus of
tomato. Phytopathology. 88(5):402-409.
Wisler GC, Duffus JE, Liu HY, Li RH. 1998b. Ecology and epidemiology of
whitefly-transmitted closteroviruses. Plant Dis. 82(3):270-280.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surakarta pada tanggal 26 Desember 1990 sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Samsul Rizal dan Ibu Yulizar.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 112
Jakarta Barat, DKI Jakarta .
Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2009. Penulis diterima
dengan mayor Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Untuk
mendukung mata kuliah mayor yang penulis ambil, penulis juga mengambil
berbagai mata kuliah dari beberapa mayor departemen lain sebagai supporting
course, seperti Ekonomi Sumberdaya (Departemen Ekonomi dan Sumberdaya
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen), Silvika dan Silvikultur
(Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan), Manajemen Keuangan Konsumen
(Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia), Metode
Penangkapan Ikan (Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan).
Selama masa perkuliahan, penulis aktif bergabung dalam beberapa
organisasi kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Pertanian (BEM-A) sebagai
anggota Departemen Pertanian periode 2010-2011. Selain itu penulis juga aktif
mengikuti magang di Laboratorium Vertebrata Hama Departemen Proteksi
Tanaman dan di Balai Proteksi Tanaman Jogjakarta. Menjadi asisten praktikum
Pengantar Virologi Tumbuhan dan asisten praktikum Ilmu Penyakit Tumbuhan
Dasar untuk program S1, serta asisten praktikum Hama dan Penyakit benih
program D3. Tahun 2012 penulis didanai oleh Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi dalam usulan bidang Penelitian (PKM-P). Berbagai kegiatan kepanitiaan
dan juga kegiatan kampus pernah penulis ikuti baik di dalam Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, serta antar fakultas di IPB.