Deteksi diferensial Tomato chlorosis virus (ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus (TICV) dengan reverse transcription-polymerase chain reaction (RT-PCR)

DETEKSI DIFERENSIAL TOMATO CHLOROSIS VIRUS
(ToCV) DAN TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS
(TICV) DENGAN REVERSE-TRANSCRIPTION POLYMERASE
CHAIN REACTION (RT-PCR)

AMELIA ANDRIANI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK

AMELIA ANDRIANI. Deteksi Diferensial Tomato Chlorosis Virus (ToCV) dan
Tomato Infectious Chlorosis Virus (TICV) dengan Reverse TranscriptionPolymerase Chain Reaction (RT-PCR). Dibimbing oleh GEDE SUASTIKA.
Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan. Namun, upaya
peningkatan produksi dan mutu tomat untuk memenuhi kebutuhan nasional dan
ekspor menghadapi banyak kendala, salah satunya adalah gangguan organisme

pengganggu tumbuhan (OPT). Beberapa tahun terakhir ini terdapat penyakit baru
yang menyerang tanaman tomat yang disebabkan oleh Tomato chlorosis virus
(ToCV) dan Tomato infectious chlorosis virus (TICV). Penyakit yang diinduksi
oleh ToCV maupun TICV tidak dapat dibedakan gejalanya. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan metode deteksi diferensial TICV dan ToCV melalui
reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR). Sampel tanaman
tomat yang positif terinfeksi tunggal oleh ToCV maupun TICV, dan yang positif
terinfeksi ganda oleh TICV dan ToCV diperoleh dari hasil penelitian terdahulu.
Untuk menguji penerapan metode RT-PCR terhadap sampel dari lapangan,
beberapa sampel juga diperoleh dari sentra produksi tomat di beberapa daerah
seperti Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Sampel daun yang diambil dari
lapangan di ekstraksi dan dideteksi dengan metode RT-PCR dan PCR, kemudian
hasil PCR dielektroforesis. Untuk dapat membedakan virus ToCV dan TICV yang
menginfeksi tanaman tomat, deteksi dilakukan dengan menggunakan primer
khusus, yaitu ToCV-CF (5’GTGTCAGGCCATTGTAAACCAAG-3’) ToCV-CR
(5’CACAAAGCGTTTCTTTTCATAAGCAGG-3’), TICV-CF (5’AATCGGTAG
TGACACGAGTAGCATC-3’) dan TICV-CR (5’-CTTCAAACATCCTCCATCT
GCC-3’) yang dapat mengamplifikasi virus secara terpisah. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pasangan primer ToCV dan TICV benar-benar spesifik
hanya mendeteksi virusnya masing-masing. Panjang pita produk RT-PCR untuk

ToCV diperoleh 360 bp, sedangkan untuk TICV adalah 417 bp. Kedua pasang
primer untuk ToCV dan TICV yang dicampur dapat digunakan untuk mendeteksi
kedua virus ini, baik yang menginfeksi tunggal maupun bersama-sama dalam
jaringan tanaman tomat. Selain utuk mendeteksi virus, metode RT-PCR dengan
kedua pasang primer ini juga dapat diterapkan untuk diagnosis.
Kata kunci: Tomato chlorosis virus (ToCV), Tomato infectious chlorosis virus
(TICV), RT-PCR

DETEKSI DIFERENSIAL TOMATO CHLOROSIS VIRUS
(ToCV) DAN TOMATO INFECTIOUS CHLOROSIS VIRUS
(TICV) DENGAN REVERSE-TRANSCRIPTION POLYMERASE
CHAIN REACTION (RT-PCR)

AMELIA ANDRIANI
A34060895

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Departemen Proteksi Tanaman


DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: Deteksi Diferensial Tomato Chlorosis Virus (ToCV) dan
Tomato Infectious Chlorosis Virus (TICV) dengan
Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RTPCR)

Nama

: Amelia Andriani

NRP


: A34060895

Disetujui,
Pembimbing I

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc.
NIP. 19620607 198703 1 003

Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
NIP. 19640204 199002 1 002

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 10 April 1988 dari pasangan Yos
Ristono (Alm) dan Hj. Mutmainah. Penulis merupakan anak keempat dari empat

bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan menengah umum di SMA Negeri 4
Cirebon pada tahun 2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai
mahasiswa program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI). Selama kuliah, penulis
mengikuti kegiatan kepanitiaan dan organisasi di IPB, yaitu Himpunan
Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) sebagai Staf Divisi Kewirausahaan
periode 2007-2008 dan Staf Divisi Pengembangan Minat dan Bakat 2008-2009.
Penulis pernah mengikuti kegiatan Magang di Laboratorium Biosistematika
Serangga IPB pada tahun 2008. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum
beberapa mata kuliah, antara lain asisten praktikum mata kuliah Biologi Patogen
Tumbuhan tahun 2008-2009, asisten praktikum mata kuliah Hama dan Penyakit
Tanaman Setahun tahun 2009-2010, dan asisten praktikum mata kuliah Dasardasar Proteksi Tanaman tahun 2009-2010.

PRAKATA

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “Deteksi Diferensial Tomato Chlorosis Virus (ToCV) dan Tomato
Infectious Chlorosis Virus (TICV) dengan Reverse Transcription-Polymerase

Chain Reaction (RT-PCR)”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian pada program studi Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Rasa terimakasih yang tulus penulis sampaikan untuk kedua orang tua Yos
Ristono (Alm), Hj. Mutmainah, kakak-kakakku Deni Andrianto, Erwin Rianto,
dan Triani Risnawati, serta keluarga tercinta yang selalu memberikan kasih
sayang, semangat, nasihat, dan doa bagi putrinya. Terima kasih pula kepada Dr.
Ir. Gede Suastika, M.Sc. yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing dan telah
membimbing, memberikan ilmu, dan perhatiannya selama penelitian, serta
memberikan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. I Wayan
Winasa, M.Si. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan masukan dan
menyediakan waktu serta perhatiannya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan
Laboratorium Virologi Tumbuhan Mba Tuti, Mba Pipit, Mba Devi, Mba cici, Pak
Irwan, Ibu Ifa, Ibu Rita, Herlie, Laras, Lara, Dillah yang telah membantu penulis
selama di laboratorium. Terima kasih kepada temanku Alghienka Defaosandi atas
bantuannya terhadap penulis. Terima kasih juga untuk sahabat-sahabatku tercinta,
Sari Nurulita, Lia Nazirah, dan Vani Nur Oktaviany yang selalu membantu dan
memberikan motivasi kepada penulis, serta kepada Gilang Aditya Rahayu yang

senantiasa menemani, memberikan motivasi, doa, dan kasih sayang yang tulus.
Terima kasih juga kepada teman-teman DPT angkatan 41, 42, 43, 44, 45 serta
pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sajikan satu persatu. Penulis berharap,
semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukan

Bogor, Januari 2011

Amelia Andriani

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

ix


PENDAHULUAN ...................................................................................

1

Latar Belakang ................................................................................

1

Tujuan Penelitian ............................................................................

2

Manfaat Penelitian ..........................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

3


Tomato Chlorosis Virus (ToCV) .....................................................

3

Tomato Infectious Chlorosis Virus (TICV) ......................................

5

Reverse Transcription-PCR (RT-PCR) ...........................................

7

Polymerase Chain Reaction (PCR) .................................................

9

Denaturasi .................................................................................
Penempelan Primer (Annealing) ................................................
Pemanjangan Primer (Extension) ..............................................


10
10
10

BAHAN DAN METODE ........................................................................

12

Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................

12

Bahan dan Alat ................................................................................

12

Metode Penelitian ...........................................................................

13


Penyediaan Sampel Tanaman Sumber ToCV dan TICV ........... 13
Pengambilan Sampel Tanaman Tomat di Lapangan yang
Terserang Virus ............................................................................ 13
Deteksi Diferensial ToCV dan TICV Melalui RT-PCR ..................

13

Ekstraksi RNA Total ...................................................................
Sintesis cDNA .............................................................................
Amplifikasi DNA dengan PCR ...................................................
Elektroforesis ..............................................................................

13
14
14
17

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................

18

Validasi Pasangan Primer ToCV .....................................................

20

Validasi Pasangan Primer TICV ......................................................

21

Validasi Pasangan Primer ToCV dan TICV ....................................

23

Penerapan Metode RT-PCR untuk Sampel dari Lapangan ..............

24

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

28

Kesimpulan .....................................................................................

28

Saran ................................................................................................

28

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

29

DAFTAR TABEL

Halaman
1

2

3

Reagensia PCR dan konsentrasi yang diperlukan untuk validasi
pasangan primer ToCV dan TICV yang digunakan secara terpisah
terhadap 3 template cDNA yang berbeda ………………………….

16

Reagensia PCR dan konsentrasi yang diperlukan untuk validasi
pasangan primer ToCV dan TICV yang digunakan secara
bersamaan1………………………………….....................................

17

Oligonukleotida primer yang digunakan dalam PCR untuk
mengamplifikasi virus ToCV dan TICV secara terpisah ………….

20

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1
2
3
4
5

6

7

8

9

Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh
ToCV………………………………………………………………..

3

Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous)
dan lentur (flexuous) (Liu et al. 2000)………………………………

6

Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh
TICV………………………………..……………………….............

7

Gejala penyakit klorosis pada daun tomat yang disebabkan oleh
ToCVdan/atauTICV ......................................................................

18

Gejala penyakit klorosis akibat infeksi ToCV dan/atau TICV di
areal pertanaman tomat di wilayah Cipanas (kiri), Cianjur (tengah),
dan Lembang (kanan)………………………………….....................

19

Hasil amplifikasi DNA genom virus dengan metode RT-PCR
menggunakan pasangan primer spesifik ToCV-CF dan ToCV-CR
terhadap sampel daun tanaman tomat yang positif terinfeksi tunggal
oleh ToCV (lajur 1), positif terinfeksi tunggal oleh TICV (lajur 2),
dan positif terinfeksi ganda oleh kedua virus ToCV dan TICV
(lajur 3). Lajur 4 adalah kontrol negatif dari tanaman sehat dan
lajur M adalah marker 100 bp DNA ladder …………………….....

21

Hasil amplifikasi DNA genom virus dengan metode RT-PCR
menggunakan pasangan primer spesifik TICV-CF dan TICV-CR
terhadap sampel daun tanaman tomat yang positif terinfeksi tunggal
oleh ToCV (lajur 1), positif terinfeksi tunggal oleh TICV (lajur 2),
dan positif terinfeksi ganda oleh kedua virus ToCV dan TICV
(lajur 3). Lajur 4 adalah kontrol negatif dari tanaman sehat dan
lajur M adalah marker 100 bp DNA ladder …………………….....

22

Hasil amplifikasi DNA genom virus dengan metode RT-PCR
menggunakan campuran primer ToCV-CF, ToCV-CR, TICV-CF,
dan TICV-CR terhadap sampel daun tanaman tomat yang positif
terinfeksi tunggal oleh ToCV (lajur 1), positif terinfeksi tunggal
oleh TICV (lajur 2), dan positif terinfeksi ganda oleh kedua virus
ToCV dan TICV (lajur 3). Lajur 4 adalah kontrol negatif dari
tanaman sehat dan lajur M adalah marker 100 bp DNA ladder ........

24

Hasil amplifikasi DNA genom virus dengan metode RT-PCR
menggunakan campuran primer ToCV-CF, ToCV-CR, TICV-CF,
dan TICV-CR terhadap sampel daun tanaman tomat yang bergejala
klorosis dari Lembang (lajur 1 dan 3), Cipanas (lajur 2), Cianjur
(lajur 4), Garut (lajur 5). Lajur 6 adalah kontrol negatif dari
tanaman sehat dan lajur M adalah marker 100 bp DNA
ladder……………………………………………………………..…

25

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan salah satu
komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena
mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi dan potensi ekspor yang besar.
Upaya peningkatan produksi dan mutu tomat untuk memenuhi kebutuhan nasional
dan ekspor menghadapi banyak kendala, salah satunya adalah gangguan
organisme pengganggu tanaman (OPT) (Maskar & Gafur 2006). Tanaman tomat
merupakan salah satu tanaman yang rentan terhadap infeksi virus. Beberapa jenis
virus telah dilaporkan dapat menyerang tanaman tomat, diantaranya yaitu
Cucumber Mosaik Virus (CMV), Tobacco Mosaik Virus (TMV), dan Pepper
Yellow Leaf Curl Virus (PepYLCV) (Bambang 2008).
Beberapa tahun terakhir ini terdapat penyakit baru yang menyerang tanaman
tomat yang disebabkan oleh virus yang disebut dengan penyakit klorosis. Penyakit
klorosis ini telah banyak dilaporkan menyerang tanaman tomat di berbagai negara
penghasil tomat dunia (Dalmon et al. 2008; Louro et al. 2000). Pertama kali
penyakit klorosis ini dilaporkan menyerang tanaman tomat di daerah California,
Amerika Serikat pada tahun 1989 (Duffus et al. 1996; Wisler et al. 1996, 1998b).
Beberapa tahun kemudian penyakit ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia
seperti Yunani (Dovas et al. 2002), Perancis (Jacquemond et al. 2008), Italia
(Parella 2007; Vaira et al. 2002), Spanyol (Navas-Castillo et al. 2000), dan
Indonesia. Menurut Suastika et al. (2010), penyakit klorosis pada tanaman tomat
telah menyebar di daerah sentra produksi tomat di Jawa, Bali, dan Lombok.
Gejala utama penyakit klorosis yaitu menguningnya jaringan intervenal di
antara tulang daun tomat terutama daun-daun tua, mirip dengan gejala yang
disebabkan oleh kekurangan unsur hara (Accotto et al. 2001; Navas-Castillo et al.
2000). Wisler et al. (1998a) juga menerangkan bahwa gejala menguning awalnya
terjadi pada daun tua di bagian bawah yang kemudian secara bertahap akan
berkembang ke bagian pucuk tanaman. Serangan penyakit ini akan mengurangi

2
ukuran buah tomat dan mengganggu proses pemasakan buah, sehingga
mengakibatkan kerugian ekonomi (Navas-Castillo et al. 2000).
Berdasarkan hasil penelitian, penyakit klorosis pada tomat disebabkan oleh
dua virus yang berbeda, yaitu Tomato chlorosis virus (ToCV) and Tomato
infectious chlorosis virus (TICV) (Duffus et al. 1996; Suastika et al. 2010; Wisler
et al. 1998b). Penyakit yang diinduksi oleh ToCV maupun TICV tidak dapat
dibedakan gejalanya (Dovas et al. 2002). Gejala yang muncul juga akan sama
bila kedua virus ini bersama-sama menginfeksi tanaman tomat (Wintermantel et
al. 2008). Oleh karena itu, diperlukan suatu metode yang dapat mendeteksi kedua
virus ini secara terpisah (differensial diagnostic method). Pada penelitian ini,
didesain suatu primer yang dapat digunakan dalam reverse transcription
polymerase chain reaction (RT-PCR) yang dapat mengamplifikasi sebagian
genom ToCV dan TICV secara terpisah.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode deteksi diferensial TICV
dan ToCV melalui RT-PCR.

Manfaat Penelitian
Metode deteksi diferensial TICV dan ToCV yang diperoleh dalam
penelitian ini akan sangat berguna bagi Badan Karantina Tumbuhan Indonesia
dalam melaksanakan tugasnya sebagai filter masuknya virus tumbuhan ke wilayah
Indonesia.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tomato Chlorosis Virus (ToCV)
ToCV merupakan virus tanaman tomat yang termasuk ke dalam genus
Crinivirus, famili Closteroviridae yang terbatas pada jaringan floem. Virus ini
pertama kali menyerang tanaman tomat di rumah kaca di daerah Florida utaratengah sejak tahun 1989 (Wisler et al. 1996, 1998b) dan menyebar dengan cepat
ke seluruh dunia. Keberadaan ToCV telah dilaporkan di berbagai negara, seperti
Spanyol (Navas-Castillo et al. 2000), Portugal (Louro et al. 2000), Yunani (Dovas
et al. 2002), Perancis (Jackuemond et al. 2008), dan Taiwan (Tsai et al. 2004).
Bahkan diduga ToCV sudah tersebar di Indonesia.
Gejala tanaman tomat yang terinfeksi oleh ToCV yaitu menguningnya daun
menyerupai gejala kekurangan nutrisi, kemudian gejala menguning berlanjut
hingga ke jaringan intervenal di antara tulang daun (interveinal yellowing).
Klorosis awalnya terjadi pada daun-daun tua di bagian bawah, kemudian
berkembang ke bagian pucuk tanaman (Gambar 1). Gejala lanjut menyebabkan
daun menjadi lebih tebal dan kriting, serta mudah rapuh jika dipatahkan (NavasCastillo et al. 2000).

Gambar 1 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh
ToCV

ToCV yang merupakan kelompok dari genus Crinivirus, partikelnya tampak
seperti benang yang sangat panjang (Duffus et al. 1996; Liu et al. 2000). Virion

4
terdiri atas kapsid, kapsid tersebut tidak mempunyai envelope, kapsid atau
nukleokapsid memanjang dengan simetri helix. ToCV merupakan kelompok RNA
dengan panjang partikel 800-850 nm (Wintermantel et al. 2005). Virus ini
mempunyai dua jenis genom (bipartite) berupa RNA utas tunggal single-stranded
RNA (ssRNA), yaitu RNA 1 dan RNA 2 yang masing-masing berukuran 7,8 dan
8,2 kbp (Wisler et al. 1998b). RNA 1 memiliki 8595 nukleotida, terdiri dari
empat open reading frames (ORFs) dan mengkodekan protein yang terlibat dalam
replikasi virus. RNA 2 terdiri dari sembilan ORFs dengan panjang 8247
nukleotida, dan mengkodekan beragam protein yang terlibat dalam perlindungan
genom yaitu sebuah protein kecil yang hidrofobik, sebuah protein yang terkait
dengan virion dengan ukuran 55-60 kDa, dan dua jenis protein mantel yaitu main
capsid protein (CP) dan minor capsid protein (CPm). Selubung protein minor
(CPm) pada ToCV membentuk bagian ekor atau ujung virion yang berperan
dalam penularan dengan kutu kebul (Wintermantel et al. 2005). CPm dari ToCV
memiliki ksepesifikan dengan reseptor Trialeurodes vaporarorium dan Bemisia
tabaci. Menurut Wintermantel & Wisler (2006), kespesifikan virus dan vektornya
sangat ditentukan oleh reseptor yang ada pada stilet serangga dengan CP dari
virus bersangkutan.
Virus ToCV terbatas pada jaringan floem (Medina et al. 2003) dan
terakumulasi pada tingkat rendah pada tanaman yang terinfeksi, sehingga
pembuatan antiserum masih sulit untuk dilakukan. Sampai saat ini hanya
antiserum poliklonal untuk TICV yang baru tersedia (Duffus et al. 1996),
sehingga deteksi yang bisa dilakukan adalah deteksi molekuler melalui Reverse
Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Menurut Wintermantel et
al. (2009), ToCV memiliki sikuen poli (A) pada awal urutan nukeotida RNAnya,
sehingga dalam metode RT-PCR dapat digunakan primer oligo (dT).
ToCV memiliki kisaran inang yang luas, tetapi berdasarkan hasil penelitian
Duffus et al. (1996), menunjukkan bahwa ToCV tidak menginfeksi selada. ToCV
mampu menginfeksi 24 spesies inang tanaman dari tujuh keluarga yang berbeda
(Wintermantel & Wisler 2006).
ToCV tidak bisa ditularkan secara mekanis, sehingga penyebarannya
tergantung oleh keberadaan vektor kutu kebul. ToCV ditransmisikan secara semi

5
persisten oleh empat spesies vektor kutu kebul dari ordo Hemiptera, famili
Aleyrodidae, yaitu Trialeurodes vaporarorium, T. abutilonea, dan Bemisia tabaci
biotipe A dan B (Wisler et al. 1998a). Vektor T. abutilonea dan B. tabaci biotipe
B dilaporkan lebih efisien menularkan ToCV dibandingkan T. vaporarorium dan
B. Tabaci biotipe A. ToCV ditularkan oleh keempat kutu kebul tersebut secara
semipersisten (Wintermantel & Wisler 2006).

Tomato Infectious Chlorosis Virus (TICV)
TICV pertama kali ditemukan di lahan tomat di daerah California tahun
1993. Lahan pertanaman tomat di daerah Irvine (Orange, California) terserang
penyakit klorosis. Tanaman yang sakit ini menunjukkan gejala menguning pada
bagian di antara tulang daun (interveinal yellowing), nekrosis, dan serangan yang
parah menyebabkan kehilangan hasil di seluruh daerah. Penelitian selanjutnya
menunjukkan bahwa penyakit ini disebabkan oleh Tomato infectious chlorosis
virus (TICV). Virus ini tidak hanya menginfeksi tanaman tomat, tetapi juga
menginfeksi tanaman budidaya lain yang mempunyai nilai ekonomi, dan juga
dapat menginfeksi beberapa gulma (Duffus et al. 1994). Penyakit ini menyebar
dan menimbulkan kerugian yang sangat besar di negara penghasil tomat seperti
Italia (Vaira et al. 2000), Yunani (Dovas et al. 2002), Perancis (Dalmon et al.
2005), dan Spanyol (Font et al. 2002). Di Asia, TICV telah menyebar di Jepang
(Hartono et al. 2003), Taiwan (Tsai et al. 2004), dan bahkan sudah ada di
Indonesia (Hartono & Wijonarko 2007; Suastika et al. 2010).
Sama seperti ToCV, TICV juga memiliki inang yang luas. TICV mampu
menyerang 26 spesies dari delapan keluarga yang berbeda. Inang TICV mencakup
beberapa tanaman penting termasuk tomat (Lycopersicon esculentum Mill.),
tomatilo (Physalis ixocarpa Brot.), kentang (Solanum tuberosum L.), artichoke
(Cynara scolymus L.), selada (Lactuca sativa L.), bunga petunia (Petunia x
hybrida Vilm.), dan Ranunculus (Lie et al. 1998).
TICV termasuk ke dalam genus Crinivirus, famili Closteroviridae yang
terbatas pada jaringan floem. Virus ini diketahui sebagai virus yang
ditransmisikan oleh kutukebul pada tanaman yang terinfeksi (Klaaasen et al.
1995). Tidak seperti ToCV yang ditularkan oleh Trialeurodes vaporarorium, T.

6
abutilonea, dan Bemisia tabaci biotipe A dan B (Wisler et al. 1998a), TICV hanya
ditularkan oleh T. vaporarorium (Hemiptera: Aleyrodidae).
Taksonomi TICV, yaitu:
Kingdom

: Virus

Filum

: Not divided

Kelas

: Not divided

Ordo

: Unassigned

Family

: Closteroviridae

Genus

: Crinivirus

Spesies

: Tomato infectious chlorosis virus

(Duffus et al. 1994)
Partikel TICV memiliki panjang rata-rata 645 nm, modal length 850 nm,
dan partikel terpanjang 1600 nm (Duffus et al. 1996; Liu et al. 2000). Menurut
Wisler et al. (1996) hasil ekstraksi tanaman tomat sakit dan purifikasi
menunjukkan partikel virus yang seperti benang (threadlike) berbentuk panjang
(filamentous), lentur (flexuous), dengan panjang 850 sampai 900 nm, lebar 12 nm
(Gambar 2).

Gambar 2 Partikel TICV berbentuk seperti benang, memanjang (filamentous) dan
lentur (flexuous) (Liu et al. 2000).
TICV berbentuk memanjang, lentur, partikel berfilamen dengan ukuran
sekitar 850-900 nm. Closterovirus ini menginduksi sitoplasma pada floem
tanaman terinfeksi (Duffus et al. 1996). Genom TICV bersegmen (segmented).
TICV mempunyai dua genom (bipartite), positif sense single strain (ss) RNA,

7
yaitu genomik RNA 1 dan RNA 2 dengan ukuran 7,8 dan 7,4 kb (Liu et al. 2000).
Genom virus menyandikan protein struktural dan protein non struktural. RNA 1
mengkode dua jenis protein yang terlibat dalam replikasi virus, sedangkan RNA 2
mengandung beberapa gen yaitu untuk sebuah protein kecil yang hidrofobik
(small hydrophobic protein), sebuah protein berukuran sekitar 60 kDa, dan dua
jenis protein mantel yaitu main capsid protein (CP) dan minor capsid protein
(CPm) (Wintermantel et al. 2005).
Infeksi TICV pada tanaman tomat menyebabkan daun-daun tomat klorosis,
yaitu menguning di antara tulang daun (interveinal yellowing) (Gambar 3). Pada
perkembangan selanjutnya daun-daun menjadi rapuh (leaf brittleness), mengalami
nekrotik pada beberapa bagian dan warna bagian yang nekrotik menjadi merah
keunguan (bronzing), kebugaran (vigor) tanaman menjadi sangat berkurang, dan
apabila menghasilkan buah maka ukurannya jauh lebih kecil dari normal dan
proses pematangannya terganggu, serta mudah gugur (early senescence) sehingga
sangat menurunkan bahkan meniadakan nilai ekonomi tanaman yang terinfeksi
(Duffus et al. 1996; Dalmon et al. 2008).

Gambar 3 Gejala penyakit klorosis pada tanaman tomat yang disebabkan oleh
TICV

Reverse Transcription-PCR (RT-PCR)
Teknik RT-PCR dikembangkan untuk melakukan analisis terhadap molekul
RNA hasil transkripsi yang terdapat dalam jumlah sangat sedikit di dalam sel.
Oleh karena PCR tidak dapat dilakukan dengan menggunakan RNA sebagai
cetakan, maka terlebih dahulu dilakukan proses transkripsi balik (reverse
transcription) terhadap molekul RNA sehingga diperoleh molekul cDNA

8
(complementary DNA). Molekul cDNA tersebut kemudian digunakan sebagai
cetakan dalam proses PCR. Teknik RT-PCR ini sangat berguna untuk mendeteksi
ekspresi gen, untuk amplifikasi RNA sebelum dilakukan kloning dan analisis,
maupun untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik (Yuwono
2006).
Teknik

RT-PCR

memerlukam

enzim

transkriptase

balik

(reverse

transcription). Enzim transkriptase balik adalah enzim DNA polymerase yang
menggunakan molekul RNA sebagai cetakan untuk menyintesis molekul DNA
(cDNA) yang komplementer dengan molekul RNA tersebut. Beberapa enzim
transkriptase balik yang dapat digunakan antara lain mesophilic viral reverse
transcriptase (RTase) yang dikode oleh virus avian myoblastosis (AMV) maupun
oleh virus moloney murine leukemia (M-MuLV), dan Tth DNA polymerase.
RTase yang dikode oleh AMV maupun M-MuLV bersifat sangat prosesif dan
mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 10 kb, sedangkan Tth DNA
polymerase mampu menyintesis cDNA sampai sepanjang 1-2 kb (Yuwono 2006).
Berbeda dengan Tth DNA polymerase, enzim RTase AMV dan M-MuLV
mempunyai aktivitas RNase H yang akan menyebabkan terjadinya degradasi RNA
dalam hybrid RNA: cDNA. Aktivitas semacam ini dapat merugikan jika
berkompetisi dengan proses sintesis DNA selama proses produksi untai pertama
cDNA. Enzim RTase yang berasal dari M-MuLV mempunyai aktivitas RNase H
yang lebih rendah dibandingkan dengan yang berasal dari AMV (Yuwono 2006).
Enzim M-MuLV mencapai aktivitas maksimum pada suhu 37ºC sedangkan
enzim AMV pada suhu 42ºC dan Tth DNA polymerase mencapai aktivitas
maksimum

pada

suhu

60-70ºC.

Penggunaan

enzim

M-MuLV

kurang

menguntungkan jika RNA yang digunakan sebagai cetakan mempunyai struktur
sekunder yang ekstensif. Di lain pihak, penggunaan Tth DNA polymerase kurang
menguntungakan jika ditinjau dari kebutuhan enzim ini terhadap ion Mn karena
ion Mn dapat memengaruhi ketepatan (fidelity) sintesis DNA. Meskipun
demikian, enzim Tth DNA polymerase mempunyai keunggulan karena dapat
digunakan untuk reaksi transkripsi balik sekaligus proses PCR dalam satu langkah
reaksi (Yuwono 2006).

9

Reaksi transkripsi balik dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa
macam primer yaitu (Yuwono 2006):
1. Oligo (dT) sepanjang 12-18 nukleotida yang akan melekat pada ekor poli (A)
pada ujung 3’ mRNA mamalia. Primer semacam ini pada umumnya akan
menghasilkan cDNA yang lengkap.
2. Heksanukleotida acak yang akan melekat pada cetakan mRNA yang
komplementer pada bagian manapun. Primer semacam ini akan menghasilkan
cDNA yang tidak lengkap (parsial).
3. Urutan nukleotida spesifik yang dapat digunakan secara selektif untuk

menyalin mRNA tertentu. 

Polimerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu metode enzimatis untuk
melipatgandakan secara eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu dengan
cara in vitro. Metode ini banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan
analisis genetik, misalnya untuk melipatgandakan suatu molekul DNA. Dengan
metode ini, segmen tertentu pada DNA dapat digandakan hingga jutaan kali lipat
dalam waktu relatif singkat. Kelebihan lain metode PCR adalah bahwa reaksi ini
dapat dilakukan dengan menggunakan komponen dalam jumlah sangat sedikit,
misalnya DNA cetakan yang diperlukan hanya sekitar 5 µg, oligonukleotida yang
diperlukan hanya sekitar 1 mM, dan reaksi ini biasa dilakukan dalam volume 50100 µl (Yuwono 2006). Menurut Muladno (2010), PCR merupakan suatu reaksi in
vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara
mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target
tersebut melalui bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu
thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan
nukleotida yang posisisnya diapit sepasang primer. Primer yang berada sebelum
daerah target disebut sebagai forward primer dan yang berada setelah daerah
target disebut reverse primer. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian
molekul DNA baru dikenal sebagai enzim polymerase (Muladno 2010).

10
Empat komponen utama pada proses PCR adalah (1) DNA template
(cetakan), yaitu fragmen DNA yang akan dilipatgandakan, (2) oligonukleotida
primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida) yang
digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3) deoksiribonukleotida
trifosfat (dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan (4) enzim Taq DNA
polymerase, yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA.
Komponen lain yang juga penting adalah senyawa buffer (Yuwono 2006).
Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dengan cara PCR terdiri dari
tiga tahapan atau tiga reaksi, yaitu denaturasi, penempelan primer (annealing),
dan pemanjangan primer (extension).

Denaturasi
Tahapan pertama dimulai dengan melakukan denaturasi DNA cetakan
sehinggga rantai DNA yang berantai ganda (double stranded) akan terpisah
menjadi rantai tunggal (single stranded). Denaturasi DNA dilakukan dengan
menggunakan panas (95ºC) selama 1-4 menit (Yuwono 2006). Denaturasi yang
tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami renaturasi (membentuk DNA untai
ganda kembali) secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR.
Adapun waktu denaturasi yang terlalu lama, mungkin dapat mengurangi aktivitas
enzim Taq polymerase (Muladno 2010).

Penempelan Primer (Annealing)
Tahap kedua yaitu penempelan primer (annealing) pada DNA cetakan yang
telah terpisah menjadi rantai tunggal yang dilakukan pada suhu 55ºC selama 1
menit. Primer akan membentuk jembatan hidrogen dengan cetakan pada daerah
sekuen yang komplementer dengan sekuen primer (Yuwono 2006). Pada tahapan
ini, primer forward yang runutan nukleotidanya berkomplemen dengan salah satu
untai tunggal akan menempel pada posisi komplemennya. Demikian juga primer
reverse akan menempel pada untai tunggal lainnya (Muladno 2010).

Pemanjangan Primer (Extension)

11
Setelah kedua primer menempel pada posisinya masing-masing, enzim Taq
polymerase mulai mensintesis molekul DNA baru yang dimulai dari ujung 3’nya
masing-masing primer (Muladno 2010). Sintesis DNA ini terjadi pada suhu 72ºC
selama 1-2 menit. Pada suhu ini, DNA polymerase akan melakukan proses
polimerasi rantai DNA yang baru berdasarkan informasi yang ada pada DNA
cetakan dengan bantuan enzim Taq DNA polymerase (Yuwono 2006).
Setelah terjadi polimerasi, rantai DNA yang baru akan membentuk jembatan
hidrogen dengan DNA cetakan. DNA rantai ganda yang terbentuk dengan adanya
ikatan hidrogen antara rantai DNA cetakan dengan rantai DNA baru hasil
polimerasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan menaikkan suhu inkubasi
menjadi 95ºC. Rantai DNA yang baru tersebut selanjutnya akan berfungsi sebagai
cetakan bagi reaksi polimerasi berikutnya. Ketiga tahapan tersebut diulangi lagi
sampai 25-30 siklus sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul
DNA rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan (Yuwono
2006).

12

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Survei penyakit klorosis dan koleksi sampel tanaman tomat sakit dilakukan
di sentra produksi tomat di daerah Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut. Deteksi
virus dilakukan di Laboratorium Virologi, Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari bulan
Februari sampai Oktober 2010.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel daun tomat yang
bergejala penyakit klorosis. Selain bahan tanaman, digunakan juga beberapa
bahan kimia atau reagensia yang dipergunakan untuk ekstraksi RNA, RT-PCR,
PCR, dan elektroforesis. Bahan-bahan yang digunakan untuk ekstraksi RNA
diantaranya yaitu, nitrogen cair, merkaptoethanol, ethanol 96%, buffer RLT,
buffer RW1, buffer RPE, dan RNAse free water. Bahan-bahan yang diperlukan
untuk RT-PCR yaitu 50 mM DTT (dithiothreitol), M-MuLV Rev, 10 mM dNTP
(deoksiribonukleotida triphosphat), RNAse inhibitor, oligo (dT), dan H2O. Untuk
PCR, diperlukan bahan kimia seperti buffer PCR 10X + Mg2+, 10 mM dNTP,
H2O, Taq DNA polymerase, sucrose cresol 10X, dan primer. Selain itu, agarose,
buffer Tris-Acetat EDTA (TAE) 0,5X, dan ethidium bromida juga diperlukan
sebagai bahan pembuatan gel dalam proses elektroforesis.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sarung tangan, mortar
dan pistil, tabung mikro 2 ml, mesin sentrifuse, pipet, QIAshredder spin column
ungu, RNeasy mini colomn pink, Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR
System 9700; PE Applied Biosystem, USA), alat pencetak gel, alat elektroforesis,
transluminator ultraviolet, dan kamera digital.

13

Metode Penelitian
Penyediaan Sampel Tanaman Tomat Sumber ToCV dan TICV
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sampel daun tomat yang
bergejala penyakit klorosis. Sampel tanaman tomat yang positif terinfeksi tunggal
oleh Tomato chlorosis virus (ToCV) maupun Tomato infectious chlorosis virus
(TICV), dan yang positif terinfeksi ganda oleh TICV dan ToCV diperoleh dari
hasil penelitian terdahulu (Fitriasari 2010).

Pengambilan Sampel Tanaman Tomat di Lapangan yang Terserang Virus
Beberapa sampel diperoleh dari lapangan untuk menguji penerapan metode
RT-PCR terhadap sampel dari lapangan. Pengambilan sampel dilakukan di sentra
produksi tomat di beberapa daerah seperti Cianjur, Cipanas, Lembang, dan Garut.
Sampel daun yang diambil dari lapangan dideteksi di laboratorium.

Deteksi Diferensial ToCV dan TICV Melalui RT-PCR
Untuk dapat membedakan virus ToCV dan TICV yang menginfeksi tanaman
tomat, dilakukan deteksi virus melalui metode RT-PCR dan menggunakan primer
khusus yang dapat digunakan dalam RT-PCR yang dapat mengamplifikasi virus
secara terpisah.
Ekstraksi RNA total. RNA total diekstraksi dari jaringan daun tanaman
tomat bergejala penyakit klorosis dengan menggunakan Rneasy Plant Mini Kits
(Qiagen Inc., Chatsworth, CA., USA). Tahapannya adalah sebanyak 0,1 g sampel
daun digerus dengan menggunakan mortar dan pistil steril dengan bantuan
nitrogen cair. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung mikro 2 ml dan
ditambahkan 450 µl buffer RLT yang mengandung 1% merkaptoethanol,
kemudian divortex. Sampel diinkubasi pada suhu 56ºC selama 10 menit. Sampel
dipipet, lalu dimasukkan ke dalam QIAshredder spin column ungu dan
ditempatkan pada tabung koleksi 2 ml, lalu disentrifuse pada kecepatan 13000
rpm selama 2 menit. Supernatan dipipet tanpa menyentuh pelet dalam tabung

14
koleksi, lalu dipindahkan ke dalam tabung mikro 2 ml baru. Kemudian
ditambahkan 0,5 vol ethanol 96% (± 225 ml) dan dicampur dengan rata. Sampel
dimasukkan (± 650 ml) termasuk endapan yang terbentuk ke dalam RNeasy mini
colomn pink, kemudian ditempatkan pada tabung koleksi 2 ml lalu disentrifuse
pada kecepatan 10000 rpm selama 15 detik. Cairan yang terdapat pada tabung
koleksi dibuang, kemudian ditambahkan 700 ml buffer RW1 ke dalam RNeasy
colomn, lalu ditutup dengan baik dan disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm
selama 15 detik untuk mencuci colomn. RNeasy colomn dipindahkan ke dalam
tabung koleksi 2 ml baru, buffer RPE dipipet sebanyak 500 µl lalu dimasukkan ke
dalam RNeasy colomn dan ditutup rapat, disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm
selama 15 detik. Tabung koleksi digunakan kembali, ditambahkan sebanyak 500
µl buffer RPE lalu disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 2 menit. Untuk
meyakinkan bahwa colomn telah kering, colomn dipindahkan pada tabung koleksi
baru, kemudian disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 1 menit.
Selanjutnya, 40 µl RNAse free water ditambahkan ke dalam RNeasy colomn,
didiamkan 10 menit lalu disentrifuse pada kecepatan 10000 rpm selama 1 menit.
Siapan RNA total ini digunakan sebagai template dalam reaksi RT-PCR.
Sintesis cDNA. RNA hasil ekstraksi selanjutnya ditranskripsi balik menjadi
cDNA (complementary DNA) dengan menggunakan teknik Reverse Transcription
(RT). Reaksi RT dibuat dengan total volume 10 µl yang mengandung 2 µl RNA
total, 1 µl buffer RT 10X, 0,35 µl 50 mM DTT (dithiothreitol), 2 µl 10 mM dNTP
(deoksiribonukleotida triphosphat), 0,35 µl M-MuLV Rev, 0,35 µl RNase
inhibitor, 0,75 µl oligo (dT), dan 3,2 µl H2O. Komponen-komponen tersebut
digunakan untuk satu kali reaksi RT. Reaksi RT dilakukan dalam sebuah
Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem,
USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu 25ºC selama 5 menit, 42ºC
selama 60 menit, dan 70ºC selama 15 menit. Siapan cDNA hasil RT ini,
digunakan sebagai DNA template dalam reaksi PCR.
Amplifikasi DNA dengan PCR. Amplifikasi DNA virus dilakukan dengan
metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan

pasangan

primer yang telah didesain khusus untuk mengamplifikasi virus secara terpisah.
Pasangan primer yang spesifik digunakan untuk mendeteksi virus ToCV yaitu

15
ToCV-CF (5’-GTGTCAGGCCATTGTAAACCAAG-3’) dan ToCV-CR (5’CACAAAGCGTTTCTTTTCATAAGCAGG-3’) dengan prediksi ukuran produk
360 bp. Sedangkan pasangan primer yang spesifik digunakan untuk mendeteksi
virus TICV yaitu TICV-CF (5’-AATCGGTAGTGACACGAGTAGCATC-3’)
dan TICV-CR (5’-CTTCAAACATCCTCCATCTGCC-3’) dengan prediksi
ukuran produk 417 bp. Dalam penelitian ini, dilakukan tiga cara untuk
mengamplifikasi DNA ToCV, TICV, dan keduanya. Pertama, pasangan primer
ToCV digunakan untuk mengamplifikasi DNA ToCV, TICV, dan campuran
kedua DNA tersebut. Kedua, digunakan pasangan primer TICV untuk
mengamplifikasi DNA ToCV, TICV, dan campuran kedua DNA tersebut. Ketiga,
digunakan

pasangan

mengamplifikasi

primer

TICV

dan

ToCV

yang

dicampur

untuk

DNA ToCV, TICV, dan campuran kedua DNA tersebut.

Komponen reagensia yang diperlukan untuk cara 1 dan 2 terlihat pada Tabel 1,
sedangkan komponen reagensia untuk cara ketiga terlihat pada Tabel 2. Untuk
mendeteksi sampel dari lapangan, PCR dilakukan dengan mencampur kedua
primer.
Reaksi PCR dengan total volume 25 µl, terdiri atas 1 µl masing-masing
primer, 2,5 µl buffer PCR 10X + Mg2+, 0,5 µl 10 mM dNTP, 2,5 µl sucrose cresol
10X, 0,3 µl Taq DNA polymerase, 14,2 µl H2O, dan 1 µl DNA template.
Amplifikasi ini dilakukan pada Automated Thermal cycler (Gene Amp PCR
System 9700; PE Applied Biosystem, USA). Amplifikasi ini didahului dengan
denaturasi awal pada 94ºC selama 4 menit. Kemudian dilanjutkan dengan 30
siklus yang terdiri dari denaturasi pada 94ºC selama 1 menit, penempelan primer
(annealing) pada 62ºC selama 1 menit, dan pemanjangan (Extension) pada 72ºC
selama 2 menit. Khusus untuk siklus terakhir, ditambahkan 10 menit pada 72ºC
untuk tahapan sintesis, dan siklus berakhir pada suhu 4ºC. Setelah dilakukan PCR,
maka hasil yang diperoleh dapat dielektroforesis. PCR dilakukan berkali-kali
untuk melihat validasi pasangan primer ToCV, pasangan primer TICV, dan
pasangan primer keduanya.

16

Tabel 1 Reagensia PCR dan konsentrasi yang diperlukan untuk validasi pasangan
primer ToCV dan TICV yang digunakan secara terpisah terhadap 3
template cDNA yang berbeda
ToCV
Reagensia
H2O

1

Vol. per
reaksi
(µl)1
14,2

TICV

42,6

Vol. per
reaksi
(µl)
14,2

Konsentrasi
(µl) 2

42,6

Buffer PCR 10X + Mg2+

2,5

7,5

2,5

7,5

dNTP mix (10 mM)

0,5

1,5

0,5

1,5

Socrose cresol 10x

2,5

7,5

2,5

7,5

Taq DNA polymerase

0,3

0,9

0,3

0,9

Primer ToCV-CF

1

3

-

-

Primer ToCV-CR

1

3

-

-

Primer TICV-CF

-

-

1

3

Primer TICV-CR

-

-

1

3

cDNA (infeksi ToCV)

1

3

1

3

cDNA (infekti TICV)

1

3

1

3

cDNA (infeksi ganda)

1

3

1

3

Volume total yang diperlukan sebanyak 25 µl untuk 1X reaksi.
Volume total yang diperlukan sebanyak 75 µl untuk 3X reaksi.

2

Konsentrasi
(µl)

17

Tabel 2 Reagensia PCR dan total konsentrasi yang diperlukan untuk validasi
pasangan primer ToCV dan TICV yang digunakan secara bersamaan1
Vol. per reaksi (µl)
12,2

Konsentrasi (µl) 2
36,6

Buffer PCR 10X + Mg2+

2,5

7,5

dNTP mix (10 mM)

0,5

1,5

Socrose cresol 10x

2,5

7,5

Taq DNA polymerase

0,3

0,9

Primer ToCV-CF

1

3

Primer ToCV-CR

1

3

Primer TICV-CF

1

3

Primer TICV-CR

1

3

cDNA (infeksi ToCV)

1

3

cDNA (infekti TICV)

1

3

cDNA (infeksi ganda)

1

3

Reagensia
H2O

1

Pasangan primer ToCV dan pasangan primer TICV dicampur dalam 1 tube PCR.
Volume total yang diperlukan sebanyak 75 µl untuk 3X reaksi.

2

Elektroforesis. Pembuatan gel agarose dilakukan dengan konsentrasi 1%.
Agarose sebanyak 3 gr dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer 100 ml, lalu
ditambahkan 30 ml buffer Tris-Acetat EDTA (TAE) 0,5x (0,045 M Tris-Acetat,
0,01 M EDTA). Kemudian campuran dipanaskan dalam microwave sampai
agarose larut. Larutan agar didinginkan hingga suhu 60ºC selama kurang lebih 15
menit, lalu ditambahkan 1,5 µl ethidium bromida kemudian diaduk. Sebelumnya,
pencetak gel disiapkan terlebih dahulu dan sisir gel diletakkan di bagian atas
pencetak gel. Selanjutnya, larutan gel agarose dituang ke dalam cetakan. Gel
didiamkan sampai mengeras (30-45 menit). Setelah mengeras, gel diambil dan
diletakkan ke dalam bak elektroforesis yang berisi buffer TAE 0,5 kali. Sebanyak
7 µl DNA hasil PCR dimasukkan ke dalam sumur gel elektroforesis dan pada
sumuran gel elektroforesis yang berada di posisi sebelah kiri dimasukkan 10 µl
100 bp DNA ladder. Elektroforesis dilakukan dengan tegangan 50 volt selama 60
menit. Hasil elektroforesis divisualisasikan dengan transluminator ultraviolet.
Pita DNA yang terbentuk pada hasil elektroforesis tersebut dipotret dengan
menggunakan kamera digital.

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyakit klorosis beberapa tahun terakhir ini telah menyerang pertanaman
tomat di beberapa negara. Menurut Duffus et al. (1996) dan Wisler et al. (1998b)
penyakit klorosis pada tomat disebabkan oleh dua virus, yaitu Tomato chlorosis
virus (ToCV) and Tomato infectious chlorosis virus (TICV).
Gejala penyakit yang diinduksi oleh ToCV tidak dapat dibedakan dengan
gejala penyakit yang diinduksi oleh TICV (Dovas et al. 2002). Gejala yang
muncul juga akan sama bila kedua virus ini bersama-sama menginfeksi tanaman
tomat (Wintermantel et al. 2008). Di lapangan, gejala penyakit kedua virus ini
terlihat sama. Gejala ToCV dan TICV pada tanaman tomat yaitu menguningnya
daun yang terbatas antara tulang daun tetapi tulang daun tampak terlihat berwarna
hijau (Gambar 4). Gejala menguning pada umumnya diikuti dengan perubahan
warna daun bagian atas menjadi ungu, sehingga terkadang petani sering
menyebutnya sebagai “Penyakit Ungu” (Hartono & Wijonarko 2007).

Gambar 4 Gejala penyakit klorosis pada daun tomat yang disebabkan oleh ToCV
dan/atau TICV
Wisler et al. (1998a) menerangkan bahwa gejala menguning awalnya terjadi
pada daun tua di bagian bawah yang kemudian secara bertahap akan berkembang
ke bagian atas tanaman. Selain klorosis pada daun, gejala lain yang terlihat adalah

19
nekrosis, daun menggulung ke bawah, dan diikuti dengan masalah pertumbuhan
serta penurunan hasil produksi buah tomat. Serangan penyakit ini akan
mempengaruhi ukuran buah tomat dan penundaan proses pemasakan buah,
sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi (Navas-Castillo et al. 2000). Di areal
pertanaman tomat, tanaman yang terserang virus ini menyebar dengan pola spotspot tidak merata di seluruh lahan (Gambar 5).

Gambar 5 Gejala penyakit klorosis akibat infeksi ToCV dan/atau TICV di areal
pertanaman tomat di wilayah Cipanas (kiri), Cianjur (tengah), dan
Lembang (kanan)
Crinivirus merupakan kelompok virus yang terbatas pada jaringan floem
(Medina et al. 2003) dan terakumulasi pada tingkat rendah pada tanaman yang
terinfeksi, sehingga pembuatan antiserum masih sulit untuk dilakukan. Sampai
saat ini hanya antiserum poliklonal untuk TICV yang baru tersedia (Duffus et al.
1996), sedangkan antiserum untuk ToCV belum tersedia, sehingga deteksi virus
tidak dapat dilakukan melalui uji serologi, terutama deteksi virus ToCV. Oleh
karena itu, deteksi kedua virus ini dilakukan melalui pendekatan molekuler
terutama Reverse Transcription-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Deteksi
dengan RT-PCR memerlukan sepasang primer yang didesain khusus untuk
mendeteksi virus secara terpisah. Primer-primer yang digunakan dalam metode
ini, seperti terlihat pada Tabel 3 telah didesain khusus berdasarkan analisa sikuen
ToCV dan TICV yang diunduh dari GenBank.

20

Tabel 3 Oligonukleotida primer yang digunakan dalam PCR untuk mengamplifikasi virus ToCV dan TICV secara terpisah
Primer

Sekuen 5’-3’

ToCV-CF

GTGTCAGGCCATTGT
AAACCAAG

ToCV-CR

CACAAAGCGTTTCTT

Ukuran
produk (bp)

360

Lokasi

(RNA 2)
4682-5041

Acc. No

NC007341

TTCATAAGCAGG
TICV-CF

AATCGGTAGTGACA
CGAGTAGCATC

TICV-CR

CTTCAAACATCCTCC

417

(RNA2)
5629-6045

FJ542306

ATCTGCC

Validasi Pasangan Primer ToCV
Primer ToCV-CF dan ToCV-CR berhasil mendeteksi virus ToCV melalui
metode RT-PCR terhadap sampel yang positif terserang ToCV. Berdasarkan isolat
NC007341 yang berasal dari USA, Florida (Wintermantel et al. 2005), primer
ToCV-CF dengan sekuen GTGTCAGGCCATTGTAAACCAAG terletak pada
posisi 4682-4705 dan primer ToCV-CR dengan sekuen CACAAAGCGTTTC
TTTTCATAAGCAGG terletak pada posisi 5014-5041. Oleh karena itu, produk
PCR adalah sebesar 360 bp. Gambar 6 menunjukkan hasil PCR dengan panjang
pita DNA sebesar 360 bp.
Pasangan primer ToCV tunggal terbukti spesifik hanya mendeteksi virus
ToCV saja, sedangkan sampel yang positif TICV tidak teramplifikasi oleh primer
ini. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 6, lajur 1 dengan sampel yang positif
terinfeksi tunggal oleh ToCV, maka pita DNA akan muncul dengan panjang 360
bp. Pada lajur 2 dengan sampel yang positif terinfeksi tunggal oleh TICV, pita
DNA tidak muncul karena TICV tidak teramplifikasi oleh pasangan primer ToCV
ini. Untuk sampel yang terinfeksi ganda oleh ToCV dan TICV, jika diamplifikasi

21
dengan pasangan primer ToCV, maka pita DNA yang muncul hanya satu, yaitu
pita DNA ToCV saja dan pita DNA TICV tidak terlihat (lajur 3). Hal ini
membuktikan pasangan primer ToCV benar-benar spesifik hanya mendeteksi
virus ToCV saja. Tanaman yang sehat jika diamplifikasi dengan menggunakan
pasangan primer ini, juga tidak akan manghasilkan pita DNA (lajur 4).

M

1

2

3

4

c

360 bp

Gambar 6

Hasil amplifikasi DNA genom virus dengan metode RT-PCR
menggunakan pasangan primer spesifik ToCV-CF dan ToCV-CR
terhadap sampel daun tanaman tomat yang positif terinfeksi tunggal
oleh ToCV (lajur 1), positif terinfeksi tunggal oleh TICV (lajur 2),
dan positif terinfeksi ganda oleh kedua virus ToCV dan TICV
(lajur 3). Lajur 4 adalah kontrol negatif dari tanaman sehat dan
lajur M adalah marker 100 bp DNA ladder
Validasi Pasangan Primer TICV

Gejala penyakit yang diinduksi, baik oleh ToCV maupun TICV tidak dapat
dibedakan keduanya (Dovas et al. 2002). Namun, jika dilakukan deteksi melalui
deteksi molekuler dengan menggunakan metode RT-PCR dan PCR, maka akan
didapatkan hasil yang berbeda. Berdasarkan hasil penelitian, setelah dilakukan
amplifikasi, ternyata panjang pita DNA TICV lebih panjang daripada panjang pita
DNA ToCV. Pita DNA ToCV berukuran 360 bp, sedangkan pita DNA TICV
berukuran 417 bp. Pada Gambar 7 terlihat pita DNA yang muncul dengan panjang
417 bp. Hasil panjang pita DNA tersebut sesuai dengan hasil perhitungan yang
telah dilakukan terhadap isolat TICV-CA4 segment RNA2. Berdasarkan isolat
FJ542306 yang berasal dari USA (Orilio & Navas castillo 2009), amplifikasi
cDNA

TICV

menggunakan

primer

TICV-CF

dengan

sekuen

AATCGGTAGTGACACGAGTAGCATC terletak pada posisi 5629-5654 dan

22
primer TICV-CR dengan sekuen CTTCAAACATCCTCCATCTGCC terletak
pada posisi 6023-6045, sehingga produk PCR sebesar 417 bp.
Sama halnya dengan pasangan primer ToCV yang hanya mendeteksi virus
ToCV, pasangan primer TICV tunggal juga spesifik hanya mendeteksi virus
TICV saja. Dalam Gambar 7 terlihat hasil yang berbeda dengan Gambar 6.
Sampel tanaman tomat yang positif terinfeksi tunggal oleh ToCV tidak
teramplifikasi dengan pasangan primer TICV, sehingga pita DNA tidak muncul
(lajur 1). Sedangkan sampel yang positif terinfeksi tunggal TICV menunjukkan
pita DNA dalam gel agarose dengan panjang 417 bp (lajur 2). Untuk sampel yang
terinfeksi ganda oleh kedua virus ini yaitu ToCV dan TICV, maka pita DNA yang
terlihat hanya pita DNA TICV saja, sedangkan pita DNA ToCV tidak terlihat. Hal
ini dikarenakan pasangan primer TICV hanya mengamplifikasi sampel yang
terinfeksi TICV saja.
Hasil pada Gambar 6 dan 7 menunjukkan bahwa pasangan primer ToCV
dan TICV benar-benar spesifik hanya mendeteksi virusnya masing-masing.
Primer ToCV hanya menempel pada sikuen DNA ToCV, dan primer TICV
menempel pada sikuen DNA TICV.

M

1

2

3

4

417 bp

Gambar 7

Hasil amplifikasi DNA genom virus dengan metode RT-PCR
menggunakan pasangan primer spesifik TICV-CF dan TICV-CR
terhadap sampel daun tanaman tomat yang positif terinfeksi tunggal
oleh ToCV (lajur 1), positif terinfeksi tunggal oleh TICV (lajur 2),
dan positif terinfeksi ganda oleh kedua virus ToCV dan TICV
(lajur 3). Lajur 4 adalah kontrol negatif dari tanaman sehat dan
lajur M adalah marker 100 bp DNA ladder

23

Validasi Pasangan Primer ToCV dan T