Persepsi Remaja terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah Di Desa Cileungsi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEKERJAAN DI SEKTOR PERTANIAN
PADI SAWAH DI DESA CILEUNGSI KECAMATAN CIAWI
KABUPATEN BOGOR
YOSHINTA MEILINA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Remaja
Terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah Di Desa Cileungsi
Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Yoshinta Meilina
NIM 134070120
ABSTRAK
YOSHINTA MEILINA. Persepsi Remaja Terhadap Pekerjaan di Sektor Pertanian
Padi Sawah di Desa Cileungsi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Dibimbing
oleh RATRI VIRIANITA.
Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, merupakan salah satu
daerah yang memiliki potensi alam yang mendukung untuk pertanian padi sawah.
Remaja Desa Cileungsi sebagai salah satu orang dengan usia yang termasuk
dalam angkatan kerja, akan diteliti persepsinya terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik
remaja dan karakteristik lingkungan remaja di Desa Cileungsi, menganalisis
persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah,
dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi remaja
Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei. Adapun hasil penelitian
yang diperoleh yaitu faktor internal (tingkat pendidikan dan jenis kelamin)
berhubungan dengan persepsi remaja Desa Cileungsi (dalam hal peranan dan
kenyamanan kerja) terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah.
Kata kunci: padi sawah, persepsi, remaja
ABSTRACT
YOSHINTA MEILINA. Adolescent Perception of Lowland Rice Farming at
Cileungsi Village, Ciawi Subdistrict, Bogor Regency. Mentored by RATRI
VIRIANITA.
Cileungsi Village, Ciawi Subdistrict, Bogor Regency is one of the potential
areas of lowland rice farming. Adolescent of Cileungsi Village as the age of the
workforce will be observed for their perceptions in farming. This research aims to
identify the characteristics of adolescents and their environment, to analyze
adolescent perceptions of lowland rice farming and factors which related with the
adolescent of Cileungsi Village perception. The method of this research is survey
method. The result obtained by the internal factors (educational level and gender)
related with adolescent of the village’s perception (role and work comfort) about
lowland rice farming.
Keyword: lowland rice, perception, adolescent
PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEKERJAAN DI SEKTOR PERTANIAN
PADI SAWAH DI DESA CILEUNGSI KECAMATAN CIAWI
KABUPATEN BOGOR
YOSHINTA MEILINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan PengembanganMayarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Persepsi Remaja terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi
Sawah Di Desa Cileungsi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
Nama
: Yoshinta Meilina
NIM
: I34070120
Disetujui oleh
Ratri Virianita, S.Sos, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat
gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah Persepsi
Remaja Terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah Di Desa Cileungsi
Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah memperoleh bantuan, dorongan,
semangat dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung atau secara
tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik, karena
tanpa bantuan dan dukungan dari mereka, mungkin penulisan skripsi ini tidak
akan terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ratri Virianita, S.Sos, M.Si
selaku dosen pembimbing atas kesabarannya membimbing, berdiskusi, dan
memberikan saran agar skripsi ini segera terselesaikan. Ibu Kokom, Dewi, pihak
Kelurahan Desa Cileungsi yang selalu memberikan informasi terkait dengan
pertanian padi sawah di Desa Cileungsi, dan masyarakat Desa Cileungsi. Kedua
orangtua, (Alm) Panahatan Sitorus dan Manur Marisi serta kedua kakak penulis,
Renie Connie dan Daniel Panama, tercinta yang telah memberikan kesabaran,
kasih sayang, doa, dukungan moril dan materil serta semangat kepada penulis.
Mba Desi, Dorothy, Jeana, dan GP Sola Gratia lainnya yang mengasihi,
memfasilitasi, dan mendukung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Temanteman “AADC” Rusunawa yang tak pernah bosan mengingatkan dan mendoakan
penyelesaian skripsi ini. Hayako dan Tetet atas kesetiakawanannya. Keluarga
besar SKPM 44 atas perhatian, kasih sayang, dan kebersamaannya sampai saat ini
dan semua pihak, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu
terselsaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Yoshinta Meilina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Kegunaan Penelitian
3
PENDEKATAN TEORITIS
4
Tinjauan Pustaka
4
Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis Penelitian
17
Definisi Operasional
17
METODE
20
Metode Penelitian
20
Lokasi dan Waktu
20
Teknik Sampling
20
Pengumpulan Data
21
Prosedur Analisis Data
21
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
23
Letak Geografis dan Keadaaan Alam Desa Cileungsi
23
Keadaan Demografi dan Sosial
23
Sarana dan Prasarana
25
Potensi Sumber Daya Alam
25
KARAKTERISTIK REMAJA DAN LINGKUNGAN DESA CILEUNGSI
27
Faktor Internal Responden Penelitian
27
Faktor Eksternal Responden Penelitian
29
PERSEPSI
REMAJA
TERHADAP
PERTANIAN PADI SAWAH
PEKERJAAN
DI
SEKTOR
32
Persepsi tentang Pendapatan
32
Persepsi tentang Peranan
33
Persepsi tentang Resiko Usaha
34
Persepsi tentang Kenyamanan Kerja
35
PERSEPSI REMAJA MENURUT FAKTOR INTERNAL REMAJA
37
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Tingkat
Pendidikan
37
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengalaman
Pribadi
38
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Jenis Kelamin
38
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Tingkat Pendidikan
38
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengalaman Pribadi
39
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Jenis Kelamin
39
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Tingkat
Pendidikan
40
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengalaman
Pribadi
40
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Jenis Kelamin
40
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Tingkat
Pendidikan
40
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan
Pengalaman Pribadi
41
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Jenis
Kelamin
PERSEPSI REMAJA MENURUT FAKTOR EKSTERNAL REMAJA
42
43
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Status
Kepemilikan Lahan Sawah
43
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengaruh Orang
tua
44
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengaruh Teman
Sebaya
44
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Status Kepemilikan
Lahan Sawah
44
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengaruh Orang tua
45
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengaruh Teman
Sebaya
45
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Status
Kepemilikan Lahan Sawah
45
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengaruh
Orang tua
46
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengaruh
Teman Sebaya
46
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Status
Kepemilikan Lahan Sawah
46
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengaruh
Orang tua
47
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengaruh
Teman Sebaya
SIMPULAN DAN SARAN
47
48
Simpulan
48
Saran
49
DAFTAR PUSTAKA
50
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR TABEL
1. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Cileungsi,
tahun 2012
2. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Cileungsi,
tahun 2012
3. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang pendapatan pada
pekerjaan di sektor pertanian padi sawah
4. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang peranan pada
pekerjaan di sektor pertanian padi sawah
5. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang resiko usaha pada
pekerjaan di sektor pertanian padi sawah
6. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang kenyamanan kerja
pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah
7. Nilai signifikansi antara persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah dengan karakteristik remaja
8. Nilai signifikansi antara persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah dengan karakteristik lingkungan remaja
24
24
32
34
34
35
37
43
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah
2. Distribusi remaja berdasarkan tingkat pendidikan
3. Distribusi remaja berdasarkan pengalaman pribadi
4. Distribusi remaja berdasarkan status kepemilikan sawah
5. Distribusi remaja berdasarkan pengaruh orang tua
6. Distribusi remaja berdasarkan pengaruh teman sebaya
16
27
28
29
30
31
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
Lokasi Desa Cileungsi
Kerangka Sampling
Pengolahan Data
Matriks Analisis Data
53
54
56
64
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat berperan penting dalam
pembangunan ekonomi Indonesia. Dari ke empat sektor produksi yaitu pertanian,
perindustrian, pertambangan dan perdagangan (jasa), yang jumlahnya 100 persen
pada setiap tahun, maka peran sektor pertanian dalam PDB pada tahun 1939
adalah 61 persen, sedangkan peran atau kontribusi ke tiga sektor lainnya hanya 39
persen (Tarigan 2006). Selain itu, Mukhyi (2007) turut menambahkan “pertanian
juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat
peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan negara terhadap
impor atas komoditi pertanian”. Pada fase awal pembangunan ekonominya,
penduduk Indonesia juga banyak menggantungkan pendapatan hidupnya pada
sektor pertanian dan sebagian besar tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor
pertanian karena sektor pertanian berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja
dan tidak diperlukan keterampilan yang tinggi untuk mengerjakannya.
Lambat laun kontribusi sektor pertanian terhadap PDB (Produksi Domestik
Bruto) semakin menurun dari tahun ke tahun. Meskipun pembangunan pertanian
ditetapkan menjadi prioritas dengan target peningkatan produktivitas pangan
untuk mencapai swasembada beras, namun kenyataan menunjukkan gerakan
industrialisasi mengalami perkembangan lebih pesat. Perubahan pekerjaan sektor
pertanian ke sektor non-pertanian ini juga terlihat dalam arus migrasi desa ke
kota. Mereka yang terjun ke dunia kerja, lebih senang mengadu nasib untuk
bekerja di kota, dengan harapan akan mendapat kehidupan yang lebih baik.
Telah terjadi fenomena penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian
dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah
tangga usaha pertanian di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 5, 04 juta
rumah tangga dari 31,17 juta rumah tangga pada tahun 2003 (Sensus Pertanian 2003)
menjadi 26,13 juta rumah tangga pada tahun 2013, yang berarti rata-rata penurunan per
tahun sebesar 1,75 persen (BPS 2013). Penurunan jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian termasuk juga dari generasi muda. Penurunan jumlah petani usia muda
tersebut disebabkan oleh keinginan pemuda desa yang sudah memudar untuk
bekerja di sektor pertanian, dan lebih cenderung memilih pekerjaan di sektor luar
pertanian, baik di daerah desa tempat tinggalnya maupun di daerah perkotaan.
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1997, tenaga kerja didefinisikan
sebagai penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Tenaga kerja (man power) adalah
penduduk pada usia kerja berumur 15-64 tahun (menurut sensus penduduk tahun
1971). Oleh karena itu, usia remaja juga termasuk dalam usia angkatan kerja. Di
beberapa daerah, terutama di pedesaan, anak usia remaja bahkan sudah dijadikan
pekerja untuk menambah penghasilan orang tuanya, termasuk membantu dengan
menjadi tenaga kerja di sektor pertanian. Sebelum mereka menentukan untuk
memilih jenis pekerjaan yang akan mereka tekuni, mereka terlebih dahulu
mempunyai suatu pandangan mengenai jenis pekerjaan tersebut. Remaja dapat
menilai orang, dan membandingkan mereka satu dengan yang lainnya,
berdasarkan patokan catatan abstrak tentang baik dan buruk (Calhoun dan
Acocella 1995). Dalam hal ini, remaja desa mempunyai persepsi tersendiri
mengenai pekerjaan di sektor pertanian. Persepsi merupakan pemahaman individu
terhadap informasi lingkungan yang diperoleh melalui proses kognitif (Toha 1983
2
yang dikutip oleh Maria 2007). Proses pembentukan persepsi remaja dapat
terbentuk karena dipengaruhi faktor internal sebagai faktor yang berasal dari
dalam diri sendiri, dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri remaja tersebut.
Penilaian tentang pekerjaan di sektor pertanian yang dilakukan oleh remaja
berdasarkan pengamatan yang dilakukannya sendiri yang terkait dengan tingkat
pendidikan, pengalaman, dan jenis kelamin. Penilaian tersebut juga berdasarkan
proses sosialisasi yang dilakukan orang-orang di sekelilingnya, yaitu teman-teman
dan keluarganya, juga berdasarkan status kepemilikan lahan sawah.
Berdasarkan informasi dari BP3K (Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan,
Kehutanan), Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, merupakan
salah satu daerah yang memiliki gabungan kelompok tani (gapoktan) yang
tergolong maju. Para kelompok tani di Desa Cileungsi (Gapoktan Bina Sejahtera)
termasuk kelompok petani yang dapat menjalankan program yang diberikan oleh
pemerintah dengan baik dan cukup cepat dalam mengembangan usaha
pertaniannya. Gapoktan ini juga mampu mengoptimalkan kinerja organisasi dan
meningkatkan akumulasi dana keswadayaan dari anggotanya. Berdasarkan data
monografi tahun 2010, Desa Cileungsi juga memiliki lahan persawahan yang
cukup luas, yakni 160.309 hektar yang didominasi oleh tanaman pangan, sehingga
tak heran jika komoditas yang paling besarnya ialah padi sawah.
Sebagian besar penduduk Desa Cileungsi bermata pencaharian sebagai
petani dan buruh tani. Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil penjajakan
peneliti dengan pegawai kantor desa, hampir semua jumlah petani dan buruh tani
yang terdapat di Desa Cileungsi ialah petani-petani yang tergolong tua. Peneliti
ingin melihat apakah remaja di Desa Cileungsi tersebut akan mengikuti jejak para
orang tua mereka yang bekerja sebagai petani, terkait dengan faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, Desa Cileungsi menarik untuk
diteliti persepsi remajanya terhadap pekerjaan di sektor pertanian, dalam hal ini
sektor pertanian lebih difokuskan pada tanaman padi sawah.
Perumusan Masalah
Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik remaja dan karakteristik lingkungan remaja di Desa
Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah?
3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi remaja Desa
Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik remaja dan karakteristik lingkungan remaja di
Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah.
3. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi remaja Desa
Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah.
3
1.
2.
3.
4.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur
dan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya terkait dengan persepsi
sosial.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
terkait kebijakan-kebijakan dan perancangan program yang mempengaruhi
pandangan terhadap pekerjaan di sektor pertanian.
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dalam
memahami kehidupan remaja desa terutama dalam hal persepsi mereka.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian.
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah
Istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan
uang bagi seseorang. Pada pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap
sinonim dengan profesi1. Secara sederhana pertanian diartikan sebagai turutnya
campur tangan manusia dalam perkembangan tanaman atau hewan, agar dapat
lebih baik memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kebutuhan dan memperbaiki
kehidupan keluarga atau masyarakat (Pratomo 2010). Menurut Liu dan Madiono
(2013), pertanian adalah kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan peternakan. Oleh karena itu
dapat disimpulkan pekerjaan di sektor pertanian merupakan suatu kegiatan usaha
di bidang tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan,
dan peternakan, agar dapat menghasilkan uang dan dapat memenuhi kebutuhan
hidup keluarga atau masyarakat.
Sub sektor tanaman pangan dan hortikultura itu sendiri mencakup komoditi
bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, umbi-umbian,
kacang tanah, kacang kedele, kacang-kacangan lainnya, sayur-sayuran, dan buahbuahan (Tarigan 2006). Dalam penelitian ini akan lebih difokuskan pada pertanian
padi sawah.
Siregar (1989) mengatakan “sejalan dengan keadaan atau kondisi tanah
dimana padi itu dipertanamkan, menanam padi di tanah yang sengaja digenangi
air, yaitu tanah sawah, usaha penanaman padi itu disebut “menyawah”. Varietas
padi yang dipergunakan untuk tanah yang digenangi air disebut varietas padi
sawah”.
Adapun jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja sektor pertanian padi
sawah, yaitu persemaian, pengolahan tanah, penanaman, penyulaman,
pemupukan, pengendalian HPT, penyiangan, pengaturan air, dan panen (Jannah et
al. 2013). Oleh karena itu dalam penelitian ini pekerjaan di sektor pertanian padi
sawah lebih berfokus kepada kegiatan-kegiatan teknis di lahan pertanian, mulai
dari persemaian sampai dengan pemanenan, dan bukan pekerjaan yang
berhubungan dengan agribisnis, seperti halnya memasarkan produk pertanian.
Nilai Kerja
Paramagita (2008) merumuskan kerja sebagai aktivitas yang dilakukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga baik bersifat fisik, mental, maupun
sosial dengan imbalan berupa insentif ekonomi. Nilai merupakan pilihan moral
yang berkaitan dengan apa yang dianggap baik atau buruk. Dengan demikian,
nilai kerja dapat dirumuskan sebagai suatu persepsi atau penghargaan terhadap
aktivitas yang menghasilkan suatu bentuk materi maupun non meteri yang dapat
memberi kepuasan bagi keluarga (Herlina 2002 yang dikutip oleh Paramagita
2008). Menurut hasil penelitian Daulay (2006), keluarga buruh menganggap
pekerjaan perkebunan memiliki nilai kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian Paramagita (2008) yang membahas mengenai persepsi pemulung
1
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pekerjaan (diakses pada 14 Februari 2011, pukul 12:49)
5
terhadap nilai kerja dan harapannya, sebagian besar respondennya (pemulung
yang didominasi usia muda) mempunyai persepsi positif terhadap nilai kerjanya
dan menganggap memulung adalah suatu pekerjaan yang halal dan dapat
memenuhi kebutuhan hidup.
Di pedesaan masih berlaku norma tradisional yang umumnya mengharapkan
peranan anak dalam membantu perekonomian keluarga. Anak-anak tersebut
akhirnya terlatih melakukan pekerjaan yang ditekuni orang tuanya karena sudah
disosialisasikan oleh orang tuanya. Sosialisasi nilai kerja pada anak-anak
merupakan bagian dari kepatuhan terhadap tata karma (budaya) (Greenz 1983
yang dikutip oleh Daulay 2006).
Daulay (2006) berpendapat faktor penting yang mempengaruhi perubahan
sosialisasi nilai kerja buruh yaitu: (1) Ketergantungan keluarga buruh pada
perusahaan yang dianggap dapat menjamin akses ekonomi keluarga.
Ketergantungan tersebut membuat keluarga selalu berusaha menjaga hubungan
dengan perusahaan, salah satu bentuknya yaitu melibatkan anak dalam proses
produksi perkebunan; (2) Produksi tembakau yang semakin merosot dan luas
lahan yang diusahakan semakin sempit. Keadaan ini mengakibatkan melorotnya
semangat para mandor dan buruh perkebunan dalam bekerja; (3) Muncul
kesempatan-kesempatan ekonomi di luar perkebunan yang dapat diakses oleh
keluarga buruh. Hal ini membuat para pekerja mulai melirik pekerjaan di industriindustri atau pabrik-pabrik. Dari ketiga faktor tadi, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi sosialisasi nilai kerja di sektor pertanian, yaitu semakin
menurunnya hasil produksi padi dan menyempitnya lahan sawah, serta munculnya
kesempatan-kesempatan bekerja di luar sektor pertanian.
Melalui hasil penelitiannya, Daulay (2006) juga menerangkan proses
sosialisasi nilai kerja yang dilakukan keluarga buruh kepada anak-anaknya yaitu:
1. Tahap pengenalan. Pada tahap ini, anak-anak yang sudah berusia dua
tahun dimana anak sudah bisa berjalan dan tahan terhadap sengatan
matahari mulai dibawa ke tempat kerja orang tuanya. Meski belum
dilibatkan dalam pekerjaan, paling tidak anak-anak sudah mengenal dan
mempelajari bagaimana cara berkebun sehingga kegiatan tersebut akan
membekas dalam pikiran anak-anak.
2. Tahap seleksi. Pada tahap ini, anak-anak dilibatkan dalam pekerjaan yang
mudah. Jenis pekerjaan yang diajarkan kepada anak-anak sesuai dengan
pembagian gender. Anak laki-laki lebih banyak dilibatkan dalam produksi
di kebun, sedangkan anak perempuan lebih banyak bekerja di dalam
rumah.
3. Tahap orientasi. Anak-anak diberi contoh melakukan pekerjaan yang
sama dengan orang dewasa. Pada tahap ini anak-anak dipisah-pisahkan
secara jelas antara anak yang akan menjadi buruh dan bekerja di luar
dengan penanaman nilai kerja yang berbeda.
4. Tahap pemantapan. Keluarga telah memutuskan akan menjadikan anak
sebagai pekerja. Sosialisasi semakin spesifik dan dilakukan secara intens
melalui pelibatan kerja yang lebih banyak.
Dari keempat tahap di atas, dapat berlaku juga pada RTP (RumahTangga
Petani), dimana para orang tua sudah mengenalkan bertani pada anak-anaknya
dari usia dini hingga melibatkan mereka pada saat mereka sudah beranjak dewasa.
6
Hasil penelitian Daulay (2006) menyatakan bahwa respon penolakan anak
terhadap sosialisasi nilai kerja buruh yang diberikan orang tuanya dikarenakan
anak-anak memandang pekerjaan di perkebunan sebagai pekerjaan yang
tradisional, kotor, dan tidak menjanjikan. Hal ini wajar menurut Daulay (2006)
karena:
“kondisi pekerja anak sebagai individu yang masih enerjik, perjalanan hidup
yang masih panjang, mobilitas yang masih tinggi, dan kaya dengan harapanharapan, menciptakan optimisme tertentu yang kontradiktif dengan apa yang
dikenalinya sebagai sifat dan kriteria pekerjaan perkebunan”
Begitu juga dengan pekerjaan di pertanian padi sawah yang bersentuhan langsung
dengan tanah dan lumpur serta pendapatannya yang tidak tetap, dapat membentuk
persepsi remaja desa akan pekerjaan pertanian padi sawah yang kotor dan tidak
menjanjikan, sementara mereka selaku remaja yang mempunyai perjalanan hidup
yang masih panjang dan mobilitas yang masih tinggi, masih mengharapkan
pekerjaan yang lebih menjanjikan.
Klasifikasi Petani
Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya
dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan
dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain lain), dengan harapan
untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk di gunakan sendiri ataupun
menjualnya kepada orang lain2. Petani dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi
pertanian. Menurut klasifikasi pertanian, petani dapat dibagi menjadi: (1) Petani
tradisionil atau petani modern; (2) Petani sawah atau petani darat; dan (3) Petani
spesialisasi atau petani diversifikasi. Petani juga dapat diklasifikasikan menurut
jenis usahanya, yaitu:
1. Petani padi bila dia mengusahakan tanaman padi.
2. Petani padi dan jagung, dia menanam padi dan jagung.
3. Petani/pekebun karet, dia mengusahakan tanaman karet.
4. Petani ikan mas, dia mengusahakan/memelihara ikan mas.
5. Peternak sapi perah, dia memelihara sapi perah, dan lain-lain.
Klasifikasi petani yang paling penting adalah menurut status sosial
ekonominya di perdesaan, yang dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Petani tanpa lahan dan modal. Petani ini paling miskin, paling rentan, dia
hanya memiliki tenaga kerja. Contohnya buruh-buruh, petani yang baru
kena PHK dari perkotaan, petani yang dirundung malang sepanjang tahun,
petani yang kena penggusuran dan sebagainya.
2. Petani punya lahan sempit tanpa modal. Petani ini hanya memiliki lahan
tempat berdiri rumah/gubuknya. Dia tidak dapat mengusahakan tanaman
secara memadai, mungkin dapat memelihara ayam/bebek sebanyak 2-5
ekor saja. Profil petani ini sama saja dengan profil petani pada nomor 1.
Petani nomor 1 dan 2 ini dapat dikembangkan dengan penanganan khusus,
serius dan konsisten.
2
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Petani (diakses pada 11 Januari 2011, pukul 12:14 WIB)
7
3. Petani punya lahan sedang tanpa modal. Petani ini masih rendah
produksinya karena tanpa modal dia susah berusahatani karena tak ada
modal. Petani semacam ini dapat dikembangkan dengan memberikan
bantuan modal dan penyuluhan.
4. Petani punya lahan cukup/luas dan modal cukup/besar. Hanya jenis petani
ini yang membutuhkan penyuluhan atau diberikan inovasi baru untuk
mengembangkan usahataninya (Tarigan 2006).
Dalam penelitian Chandra (2004), petani digolongkan berdasarkan status
kepemilikan sawah menjadi petani yang mempunyai sawah, penggarap, dan buruh
tani.
Peranan dan Kendala Pada Sektor Pertanian
Sektor pertanian di Indonesia adalah pemasok utama kebutuhan pangan
nasional. Peningkatan produksi dan produktivitas pertanian menjadi penting
karena pembangunan ekonomi akan mengalami kesulitan dan stagnasi apabila
tidak ditunjang dari pembangunan pertanian itu sendiri. Sektor pertanian dapat
digunakan untuk menutup kekurangan pertumbuhan perekonomian agar tidak
negatif sebab sektor pertanian dapat lebih bertahan dibanding dengan sektorsektor lain. Sektor pertanian juga berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja.
Menurut Mukhyi (2007), pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat
potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut: (1) Ekspansi dari sektorsektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang
pertanian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan
baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan
perdagangan; (2) Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan
permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya; (3) Sebagai
suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya; (4) Sebagai
sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa).
Lambat laun kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Produksi Domestik
Bruto semakin menurun dari tahun ke tahun. Sebagai contohnya pada tahun 1939
kontribusi pertanian terhadap sumbangan dalam PDB sebesar 61%, kemudian
pada tahun 1985 menurun menjadi 24% (Pusat Data dan Informasi Pertanian
2002). Salim (2006) juga menyatakan walaupun PDB sektor pertanian pada masa
krisis ekonomi mengindikasikan cukup baik, ternyata tidak diikuti oleh kenaikan
investasi di sektor pertanian.
Penyebab utama merosotnya kontribusi sektor pertanian karena
pembangunan ekonomi Indonesia lebih diarahkan kepada pengembangan sektor
industri. Dana-dana pembangunan yang cukup besar lebih banyak diinvestasikan
ke sektor industri dan bangunan, investasi nasional yang terkonsentrasi pada
sektor industri manufaktur dan bangunan inilah yang timpang dengan investasi
pada sektor pertanian.
Selain itu, menurut Lokollo et al. (2007), permasalahan yang terjadi pada
sektor pertanian yaitu: (1) semakin meningkatnya RTP, sementara lahan pertanian
relatif tetap, atau bahkan menurun akibat adanya konversi lahan ke non pertanian;
(2) tenaga kerja pertanian didominasi oleh tenaga kerja usia tua, serta tenaga kerja
muda dan berpendidikan tinggi semakin enggan bekerja di sektor pertanian; (3)
kecenderungan penurunan penggunaan berbagai input produksi (pupuk dan
8
pestisida) disebabkan daya beli dan nilai tukar petani yang makin menurun; (4)
produktivitas tenaga kerja pertanian relatif rendah dibanding sektor non-pertanian
mengakibatkan pendapatan rumah tangga petani yang rendah; (5) peranan sektor
pertanian pada PDB semakin turun, namun tidak diikuti menurunnya penyerapan
tenaga kerja; (6) upaya-upaya peningkatan produksi masih menghadapi berbagai
kendala.
Setelah pertanian sudah cukup jenuh dan tidak dapat menyerap tenaga kerja
dengan lebih cepat lagi, kelebihan angkatan kerja mencari nafkah di luar sektor
pertanian yaitu industri. Sektor industri menjanjikan penghasilan yang lebih besar
daripada di sektor pertanian. Selain itu, sektor industri bersifat tetap karena tidak
terpengaruh musim paceklik seperti halnya di sektor pertanian. Hal ini
menyebabkan penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun ke
tahun, terutama tenaga kerja dari generasi muda. Fenomena ini menunjukkan
bahwa tenaga kerja usia muda mulai kurang tertarik bekerja di sektor pertanian.
Faridah (2007) juga berpendapat beberapa alasan petani meninggalkan pekerjaan
pertanian berdasarkan hasil penelitiannya yaitu: (1) Lahan pertanian yang semakin
menyempit; (2) Desakan kekuatan pemilik modal terhadap petani kecil; (3)
Meningkatnya jumlah penduduk; (4) Ingin mencari bayaran atau pendapatan yang
lebih baik; (5) Jam kerja di luar pertanian lebih pendek; (6) Ketidakmungkinan
mensupport kebutuhan keluarga dengan tanah milik yang kecil (Small Holding);
(7) Kesulitan meningkatkan kenaikan sosial; (8) Kebijaksanaan pemerintah yang
mendorong pertumbuhan industri di pedesaan; (9) Sedikit atau banyaknya terpaan
informasi; (10) Pertanian tergantung sekali pada musim, sedangkan industri tali
tambang tidak; (11) Meneruskan usaha orang lain.
Remaja
Masa remaja adalah masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan
yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. WHO menetapkan batas usia 1020 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono 1995). Kaplan & Sadock (1997)
dalam bukunya Sinopsis Psikiatri, menyebutkan fase remaja terdiri atas remaja
awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17 tahun), dan remaja akhir (17-20)
tahun. Sementara F.J. Monks yang dikutip oleh Maria (2007) berpendapat bahwa
secara global masa remaja berlangsung antara 12 – 21 tahun, dengan pembagian
12 – 15 tahun sebagai masa remaja awal; 15 – 18 tahun sebagai masa remaja
pertengahan; dan 18 – 21 tahun sebagai masa remaja akhir.
Menurut Ahmadi dan Sholeh (2005), masa remaja dibagi menjadi dua,
yakni masa pra pubertas (12-14,0 tahun) dan masa pubertas (14-18,0). Masa pra
pubertas yakni masa peralihan dari masa sekolah dan menuju masa pubertas,
dimana seorang anak yang telah besar ini sudah ingin berlaku seperti orang
dewasa tetapi dirinya belum siap termasuk kelompok orang dewasa. Pada masa
pubertas, anak tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga mulai aktif mencapai
kegiatan dalam rangka menemukan dirinya, serta mencari pedoman hidup, untuk
bekal kehidupannya mendatang. Dari beberapa pendapat diatas dapat dibuat suatu
batasan usia remaja adalah dimulai dari umur 10 – 20 tahun.
Berdasarkan Undang-undang No. 25 tahun 1997, tenaga kerja didefinisikan
sebagai penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Tenaga kerja (man power) adalah
penduduk pada usia kerja berumur 15-64 tahun (menurut sensus penduduk tahun
1971). Oleh karena itu, remaja merupakan termasuk dalam angkatan kerja juga.
9
Seperti yang telah diketahui bahwa pada masyarakat desa umumnya sering
digunakan tenaga kerja anak-anaknya. Mereka adalah anggota keluarga yang
orang tuanya bertani, dan aktivitasnya adalah membantu orang tua dalam bertani
(Tarigan 2006). Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa yang termasuk usia remaja desa dan dapat digolongkan sebagai tenaga
kerja yaitu dari umur 15 – 20 tahun.
Tentang tanda-tanda masa pubertas ini menurut Spranger yang dikutip oleh
Ahmadi dan Munawar (2005), menyebutkan adanya tiga aktivitas yakni: (1)
Penemuan aku; (2) Pertumbuhan pedoman kehidupan; (3) Memasukkan diri pada
kegiatan kemasyarakatan. Muksin (2007) juga menambahkan bahwa anak muda
dengan rentang usia terbut memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) Perkembangan kognitif:
berpikir logis dan sudah dapat membentuk ide-ide masa depannya secara realistis,
serta sudah dapat berpikir positif dan menentukan cita-cita yang tinggi; (2)
Perkembangan afektif: terdapat emosi meninggi karena perubahan fisik, senang
terhadap kepemilikan simbol bagi status diri (penampilan diri, pakaian, prestasi,
uang, kemandirian); (3) Perkembangan psikomotorik: adanya perubahan jasmani
dari tidak seimbang menuju kesimbangan; (4) Perubahan moral: tahu bahwa
setiap orang punya arah dan jalan hidup sendiri-sendiri, keinginan melakukan
aktivias yang bebas, dan mulai dapat bertanggung jawab; (5) Perubahan sosial:
keinginan mengaktualisasikan dirinya, pilihan pekerjaan disebut periode realistis.
Selain itu, kemampuan kecerdasan yang semakin tinggi menjadikan dirinya
mampu mengorganisasikan banyak informasi yang berbeda-beda (Calhoun dan
Acocella 1995).
Persepsi
Persepsi memiliki implikasi penting dalam perilaku seseorang, sehingga
orang tersebut akan bersikap dan berinteraksi dengan obyek yang dipersepsi
tersebut. Persepsi menurut Robbins (2002), adalah suatu proses yang ditempuh
oleh setiap individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera
mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Toha (1983) yang
dikutip oleh Maria (2007) mengatakan bahwa persepsi merupakan pemahaman
individu terhadap informasi lingkungan yang diperoleh melalui proses kognitif.
Selanjutnya Rakhmat (1986) yang dikutip oleh Maria (2007) juga mengemukakan
persepsi adalah pengalaman terhadap objek, peristiwa atau hubungan yang
diperoleh dengan menafsirkan dan menyimpulkan informasi.
Menurut Tampubolon (2008), persepsi adalah gambaran seseorang tentang
sesuatu obyek yang menjadi fokus permasalahan yang sedang dihadapi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa persepsi adalah hasil dari suatu proses pengorganisasian dan
penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima indera sehingga stimulus
tersebut dimengerti dan mempengaruhi tingkah laku selanjutnya.
Dalam penelitian ini, objek yang dipersepsikan yaitu pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah dan subjek yang mempersepsikan ialah remaja desa.
Penelitian ini juga ingin melihat apakah remaja desa akan menekuni pekerjaan di
sektor pertanian padi sawah atau tidak. Oleh karena itu, persepsi remaja desa
terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah ialah proses pengorganisasian
dan penginterpretasian yang dilakukan remaja desa terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah yang akhirnya dapat mempengaruhi tingkah laku
selanjutnya, yakni menekuni pekerjaan di sektor pertanian padi sawah atau tidak.
10
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Dalam penelitiannya, Rohmad (1998) menunjukkan bahwa faktor yang
berada pada individu yang bersangkutan, disebut faktor internal, dan faktor yang
berasal dari luar yang langsung mempengaruhi individu, disebut faktor eksternal.
Faktor internal individu adalah kesatuan faktor yang mempengaruhi aktualisasi
individu, dan faktor tersebut mendorong individu untuk bertindak. Faktor
eksternal adalah faktor di luar individu yang langsung mempengaruhi individu
(disebut sebagai faktor lingkungan sosial).
Menurut Rochayah et al. (1996), persepsi seseorang dalam menangkap
informasi dan peristiwa-peristiwa dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1) orang
yang membentuk persepsi, 2) stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa
tertentu, dan 3) stimulasi dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat,
waktu maupun suasana. Calhoun dan Acocella (1995) juga turut mengemukakan
bahwa komponen-komponen yang mempengaruhi persepsi ada tiga faktor, yaitu:
1. Pelaku persepsi. Apabila seorang individu memandang suatu objek dan
mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu sendiri, seperti
sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.
2. Sasaran/objek. Karakteristik dari target yang akan diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan, sasaran itu mungkin berupa orang,
benda atau peristiwa.
3. Situasi. Unsur lingkungan sekitarnya bisa mempengaruhi persepsi. Jadi
persepsi harus dilihat secara kontekstual, artinya dalam situasi mana
persepsi itu timbul perlu mendapat perhatian.
Agustina (2011) mengatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor
internal, yaitu pengetahuan dan pengalaman.Suprihanto et al. (2003) yang dikutip
oleh Latifah (2007) menambahkan karakteristik individu yang mempengaruhi
persepsi adalah sikap, motivasi, pengalaman masa lampau, dan pengharapan.
Latifah (2007) sendiri menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
dapat berupa penginderaan (alat indra), perasaan, kemampuan berpikir,
pengalaman masa lalu, kebutuhan, dan motivasi, sedangkan faktor eksternal
merupakan faktor yang berasal dari lingkungan individu yang meliputi lingkungan
sosial dan lingkungan fisik. Faktor eksternal meliputi stimulus, keadaan,
penampilan yang terdapat pada objek yang dipersepsi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa persepsi remaja desa terhadap
pekerjaan di sektor pertanian adalah suatu aktivitas mental remaja desa dalam
proses pengorganisasian dan penerjemahan kesan-kesan, penilaian, dan pendapat
dalam merasakan serta menginterpretasikan pekerjaan di sektor pertanian padi
sawah berdasarkan informasi yang diterima mengenai usaha-usaha di bidang
pertanian. Dapat disimpulkan pula bahwa persepsi remaja desa terhadap pekerjaan
di sektor pertanian padi sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni:
(1) Faktor internal, yaitu terkait dengan karakteristik pribadi dari pelaku
persepsi individu itu sendiri. Dalam hal ini, remaja desa memiliki
karakteristik yang mempengaruhi persepsinya sendiri terhadap pekerjaan di
sektor pertanian padi sawah, yaitu dilihat dari tingkat pendidikan,
pengalaman yang dirasakan remaja, dan jenis kelamin.
11
(2) Faktor eksternal, yang terkait dengan situasi, yaitu dimana unsur lingkungan
sekitarnya bisa mempengaruhi persepsi. Dalam hal ini, persepsi remaja desa
diduga dipengaruhi melalui sosialisasi pekerjaan yang dilakukan oleh
keluarga dan teman-teman sebayanya, maupun melalui situasi
perekonomian keluarga yang diwakili oleh status kepemilikan lahan sawah
orang tua remaja tersebut.
Robbins (2002) yang dikutip oleh Mastari (2012) menambahkan
pemikirannya tentang persepsi positif dan persepsi negatif, yaitu munculnya
persepsi negatif seseorang disebabkan adanya ketidakpuasan individu terhadap
objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya ketidaktahuan individu serta
tidak adanya pengalaman inidvidu terhadap objek yang dipersepsikan dan
sebaliknya, penyebab munculnya persepsi positif seseorang karena adanya
kepuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya
pengetahuan individu, serta adanya pengalaman individu terhadap objek yang
dipersepsikan.
Proses Terjadinya Persepsi
Latifah (2007) menjelaskan proses terjadinya persepsi yakni sebagai berikut.
Objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor,
stimulus ini kemudian diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke
otak dan terjadilah proses pengamatan yang dipengaruhi oleh faktor pengalaman,
proses belajar, cakrawala dan pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Faktor
pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur
terhadap apa yang dilihat, sedangkan pengetahuan dan cakrawalanya memberikan
arti terhadap objek psikologi tersebut.
Sekuler (1990) yang dikutip oleh Wisti (1995) mengemukakan beberapa
aspek dalam proses persepsi sebagai berikut:
a. Sistem sensorik dan sistem persyarafan organisme,
b. Masukan rangsang-rangsang sensorik
c. Tindakan-tindakan atau interpretasi dalam otak, dan
d. Kemampuan intelektual untuk memberikan makna dalam melakukan
interpretasi.
Faktor Pembentuk Persepsi Remaja Desa terhadap Pekerjaan Di Sektor
Pertanian
Dalam melakukan penilaian dan pemaknaan terhadap suatu objek, terdapat
beberapa hal yang mendorong atau mempengaruhi pandangan terhadap objek
tersebut. Demikian halnya dengan persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di
sektor pertanian. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang dapat
mempengaruhi pembentukan persepsi remaja desa.
Sosialisasi
Lingkungan sosial mempunyai peranan besar terhadap perkembangan
remaja. Pada masa remaja lingkungan sosial yang dominan antara lain dengan
teman sebaya (Sumarni 2008). Dalam penelitiannya, Muksin (2007) juga
mengatakan bahwa pemuda (yang seusia dengan remaja) lebih sering berinteraksi
dengan temannya. Tingginya hubungan interpersonal pemuda (yang seusia
dengan remaja) dengan temannya karena pada fase ini umumnya mereka lebih
12
memiliki kebutuhan perasaan untuk didengarkan dan pencarian jati diri.
Hubungan persahabatan sangat kental pada masa usia ini. Dalam penelitiannya
Muksin (2007), mengatakan “pemuda memiliki persepsi bahwa mengolah lahan
atau sumberdaya lain dinilai belum menjadi kegiatan produktif dan tidak akan
banyak menghasilkan uang. Persepsi semacam ini dipengaruhi oleh teman-teman
sebaya yang sudah atau sedang bekerja di kota”. Jadi jika teman-temannya
memiliki pandangan negatif atau positif terhadap suatu pekerjaan, maka remaja
pun turut memiliki pandangan yang sama agar dapat diterima oleh temantemannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan persepsi remaja terhadap pekerjaan
sektor pertanian turut dipengaruhi juga oleh teman-teman sebayanya.
Sosialisasi perkerjaan pertanian bervariasi tergantung dari karakteristik asli
daerah pedesaan. Terdapat dorongan dari orang tua agar anak-anaknya mencari
pekerjaan yang “lebih baik” dan “lebih menjanjikan” di perkotaan (Muksin 2007).
Orang tua memberikan sosialisasi yang kurang tepat terkait pesimisme orang tua
atas pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan eksplorasi dan budidaya yang
memanfaatkan sumberdaya alam. Nilai-nilai tersebut (seperti persepsi) diterima
remaja dari orang tua mereka. Oleh karena itu, persepsi remaja mengenai
pekerjaan di sektor pertanian juga dipengaruh oleh keluarga. Jika keluarga
mendukung dan mensosialisasikan anaknya untuk bekerja di perkotaan (sektor
non pertanian), maka hal itu dapat menyebabkan persepsi yang kurang baik
terhadap pekerjaan sektor pertanian pada anak. Hasil penelitian Chandra (2004)
juga menunjukkan bahwa:
“sosialisasi pekerjaan pertanian kebanyakan diberikan oleh orang tua
kepada pemuda, yaitu sebanyak 80 persen dan 20 persen yang tidak
diajarkan oleh orang tuanya. Pemuda yang mendapat sosialisasi secara
tinggi mempunyai persepsi yang lebih tinggi daripada pemuda yang
mendapatkan sosialisasi rendah.”
Lubis dan Soetarto yang dikutip oleh Chandra (2004) juga mengatakan bahwa
pada golongan masyarakat kecil terdapat upaya orang tua dan kerabat untuk
melibatkan anak laki-laki mengenal pekerjaan bertani. Dengan begitu, dapat
dikatakan bahwa pengaruh keluarga juga menentukan persepsi remaja terhadap
pekerjaan di sektor pertanian, karena remaja akan menilai suatu pekerjaan yang
telah diajarkan oleh orangtuanya semenjak ia masih kecil.
Lahan
Di pedesaan umumnya mengalami permasalahan yang sama yakni
kekurangan lahan dan kepadatan penduduk yang tinggi. Diduga bertambahnya
penduduk dengan cepat membuat luasan tanah untuk bekerja di bidang pertanian
semakin sempit. Sempitnya lahan pertanian ini diperparah dengan kecenderungan
konversi lahan pertanian, bahkan lahan pertanian tersubur untuk pemakaian lain,
khususnya di Jawa yang mengalami urbanisasi dan industrialisasi. Usaha di sektor
pertanian tak heran lama-kelamaan mulai ditinggalkan dan masyarakat desa mulai
beralih ke sektor non pertanian karena merasa situasi dan kondisi alam, dalam hal
ini lahan, kurang mendukung untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun
menurut hasil penelitian Muksin (2007), dengan banyaknya pemuda yang
berpendapat bahwa sumberdaya alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
13
produktif, maka hal tersebut dapat memotivasi kelompok pemuda untuk
menjadikan pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber penghasilan. Dari hal
ini dapat disimpulkan bahwa ketersediaan sumberdaya alam, dalam hal ini lahan
pertanian, juga mempengaruhi persepsi seseorang untuk menjadikan sektor
pertanian sebagai mata pencaharian. Dalam penelitiannya Herlina (2002) yang
dikutip oleh Chandra (2004), mengatakan bahwa pemuda yang memiliki lahan
akan menilai pekerjaan pertanian secara lebih baik daripada pemuda yang tidak
memiliki lahan. Pemuda yang memiliki lahan menganggap usaha pertanian
sebagai usaha yang mendatangkan investasi yang menguntungkan. Pemuda yang
tidak mempunyai lahan beranggapan bekerja di sektor pertanian berarti bekerja
sebagai buruh tani. Pekerjaan sebagai buruh tani dengan tingkat upah yang
rendah, membuat pekerjaan tersebut berstatus sosial ekonomi rendah. Keadaan
tersebut membuat pemuda desa lebih memilih bekerja di luar sektor pertanian. Hal
serupa dapat terjadi pula pada remaja desa. Remaja yang keluarganya memiliki
lahan akan menilai pekerjaan pertanian secara lebih baik daripada remaja yang
keluarganya tidak memiliki lahan.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal di desa umumnya rendah, termasuk pendidikan
para remajanya juga. Muksin (2007) mengutarakan pendapatnya mengenai
pendidikan di pedesaan, yakni:
“...tingkat pendidikan formal pemuda desa umumnya rendah karena
persepsi terhadap pendidikan formal yang masih kurang positif dan
pesimisme pada responden yang juga tersosialisasikan melalui orang
tua bahwa tingginya pendidikan tidak menjamin seseorang mendapat
pekerjaan yang layak”.
Pendidikan juga mempengaruhi cara berpikir remaja yang nantinya dapat
berperan pula dalam pembentukan persepsi terhadap pekerjaan di sektor
pertanian. Muksin (2007) juga menyatakan pendidikan formal merupakan proses
belajar yang diharapkan mampu memberikan modal kemampuan berpikir dan
keterampilan (soft and hard skills). Dapat dikatakan bahwa semakin rendah
tingkat pendidikan yang dapat dicapai, maka remaja menyadari betul semakin
kecilnya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian yang secara umum dinilai
lebih baik dan bergengsi, serta merasa kemampuan yang dipunya hanya cukup
untuk menekuni pekerjaan di sektor pertanian. Hal ini juga didukung dengan
adanya anggapan bahwa di sektor pertanian tidak diperlukan kualifikasi pekerja
yang tinggi (Tarigan 2004). Begitu pun sebaliknya, remaja yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi mempunyai kecenderungan orientasi kerja keluar
sektor pertanian. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Ilham et al. (2007) bahwa
banyak petani menyekolahkan anaknya ke sekolah umum dengan tujuan dapat
bekerja di kota.
Pengalaman Pribadi
Pengalaman masa lalu, sebagai hasil dari proses belajar, akan sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu. Menurut Karyana
14
(1999) yang dikutip oleh Reza (2007), pengalaman berusaha tani didefinisikan
sebagai lamanya petani mengerjakan usaha padi sawah atau usahatani lahan
kering lainnya. Lestari (1994) yang dikutip oleh Reza (2007) juga mendefinisikan
pengalaman berusaha tani sebagai lamanya petani responden mulai
membudidayakan padi sawah. Demikian juga dengan remaja desa, semakin lama
bergerak di bidang usahatani, semakin banyak pengetahuan yang ia dapat dari
pengalamannya itu. Pengalaman yang dirasakan remaja tentang bagaimana
kehidupannya orang tuanya (beserta dirinya sendiri) ketika orang tuanya bekerja
di sektor pertanian, baik pengalaman yang menyenangkan maupun tidak, akan
menjadi informasi dan bahan dalam pembentukan persepsi remaja tersebut.
Jenis Kelamin
Selain itu, menurut Tarigan (2004), jenis kelamin juga turut menentukan
orientasi kerja pemuda. Pekerjaan pertanian membutuhkan tenaga yang kuat dan
dapat merusak penampilan karena ruang kerjanya berada di bawah terik matahari
dan kotor sehingga lebih sesuai untuk kaum pria. Pekerjaan pertanian juga lebih
banyak ditekuni oleh pria akibat tuntutan sebagai penanggung jawab ekonomi
keluarga.
Minat
Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan
apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1995 yang
dikutip oleh Sarwono, 2010). Sudarsono (2003) yang dikutip oleh Sarwono (2010)
juga menyatakan bahwa minat merupakan bentuk sikap ketertarikan dalam atau
sepenuhnya terlibat dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya atau
bernilainya kegiatan tersebut. Pernyataan minat menga
PADI SAWAH DI DESA CILEUNGSI KECAMATAN CIAWI
KABUPATEN BOGOR
YOSHINTA MEILINA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Remaja
Terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah Di Desa Cileungsi
Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Yoshinta Meilina
NIM 134070120
ABSTRAK
YOSHINTA MEILINA. Persepsi Remaja Terhadap Pekerjaan di Sektor Pertanian
Padi Sawah di Desa Cileungsi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Dibimbing
oleh RATRI VIRIANITA.
Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, merupakan salah satu
daerah yang memiliki potensi alam yang mendukung untuk pertanian padi sawah.
Remaja Desa Cileungsi sebagai salah satu orang dengan usia yang termasuk
dalam angkatan kerja, akan diteliti persepsinya terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik
remaja dan karakteristik lingkungan remaja di Desa Cileungsi, menganalisis
persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah,
dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi remaja
Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah. Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode penelitian survei. Adapun hasil penelitian
yang diperoleh yaitu faktor internal (tingkat pendidikan dan jenis kelamin)
berhubungan dengan persepsi remaja Desa Cileungsi (dalam hal peranan dan
kenyamanan kerja) terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah.
Kata kunci: padi sawah, persepsi, remaja
ABSTRACT
YOSHINTA MEILINA. Adolescent Perception of Lowland Rice Farming at
Cileungsi Village, Ciawi Subdistrict, Bogor Regency. Mentored by RATRI
VIRIANITA.
Cileungsi Village, Ciawi Subdistrict, Bogor Regency is one of the potential
areas of lowland rice farming. Adolescent of Cileungsi Village as the age of the
workforce will be observed for their perceptions in farming. This research aims to
identify the characteristics of adolescents and their environment, to analyze
adolescent perceptions of lowland rice farming and factors which related with the
adolescent of Cileungsi Village perception. The method of this research is survey
method. The result obtained by the internal factors (educational level and gender)
related with adolescent of the village’s perception (role and work comfort) about
lowland rice farming.
Keyword: lowland rice, perception, adolescent
PERSEPSI REMAJA TERHADAP PEKERJAAN DI SEKTOR PERTANIAN
PADI SAWAH DI DESA CILEUNGSI KECAMATAN CIAWI
KABUPATEN BOGOR
YOSHINTA MEILINA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan PengembanganMayarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Persepsi Remaja terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi
Sawah Di Desa Cileungsi Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
Nama
: Yoshinta Meilina
NIM
: I34070120
Disetujui oleh
Ratri Virianita, S.Sos, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat
gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah Persepsi
Remaja Terhadap Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah Di Desa Cileungsi
Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah memperoleh bantuan, dorongan,
semangat dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung atau secara
tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik, karena
tanpa bantuan dan dukungan dari mereka, mungkin penulisan skripsi ini tidak
akan terselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ratri Virianita, S.Sos, M.Si
selaku dosen pembimbing atas kesabarannya membimbing, berdiskusi, dan
memberikan saran agar skripsi ini segera terselesaikan. Ibu Kokom, Dewi, pihak
Kelurahan Desa Cileungsi yang selalu memberikan informasi terkait dengan
pertanian padi sawah di Desa Cileungsi, dan masyarakat Desa Cileungsi. Kedua
orangtua, (Alm) Panahatan Sitorus dan Manur Marisi serta kedua kakak penulis,
Renie Connie dan Daniel Panama, tercinta yang telah memberikan kesabaran,
kasih sayang, doa, dukungan moril dan materil serta semangat kepada penulis.
Mba Desi, Dorothy, Jeana, dan GP Sola Gratia lainnya yang mengasihi,
memfasilitasi, dan mendukung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Temanteman “AADC” Rusunawa yang tak pernah bosan mengingatkan dan mendoakan
penyelesaian skripsi ini. Hayako dan Tetet atas kesetiakawanannya. Keluarga
besar SKPM 44 atas perhatian, kasih sayang, dan kebersamaannya sampai saat ini
dan semua pihak, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah membantu
terselsaikannya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Yoshinta Meilina
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Kegunaan Penelitian
3
PENDEKATAN TEORITIS
4
Tinjauan Pustaka
4
Kerangka Pemikiran
15
Hipotesis Penelitian
17
Definisi Operasional
17
METODE
20
Metode Penelitian
20
Lokasi dan Waktu
20
Teknik Sampling
20
Pengumpulan Data
21
Prosedur Analisis Data
21
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
23
Letak Geografis dan Keadaaan Alam Desa Cileungsi
23
Keadaan Demografi dan Sosial
23
Sarana dan Prasarana
25
Potensi Sumber Daya Alam
25
KARAKTERISTIK REMAJA DAN LINGKUNGAN DESA CILEUNGSI
27
Faktor Internal Responden Penelitian
27
Faktor Eksternal Responden Penelitian
29
PERSEPSI
REMAJA
TERHADAP
PERTANIAN PADI SAWAH
PEKERJAAN
DI
SEKTOR
32
Persepsi tentang Pendapatan
32
Persepsi tentang Peranan
33
Persepsi tentang Resiko Usaha
34
Persepsi tentang Kenyamanan Kerja
35
PERSEPSI REMAJA MENURUT FAKTOR INTERNAL REMAJA
37
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Tingkat
Pendidikan
37
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengalaman
Pribadi
38
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Jenis Kelamin
38
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Tingkat Pendidikan
38
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengalaman Pribadi
39
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Jenis Kelamin
39
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Tingkat
Pendidikan
40
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengalaman
Pribadi
40
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Jenis Kelamin
40
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Tingkat
Pendidikan
40
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan
Pengalaman Pribadi
41
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Jenis
Kelamin
PERSEPSI REMAJA MENURUT FAKTOR EKSTERNAL REMAJA
42
43
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Status
Kepemilikan Lahan Sawah
43
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengaruh Orang
tua
44
Hubungan antara Persepsi tentang Pendapatan dengan Pengaruh Teman
Sebaya
44
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Status Kepemilikan
Lahan Sawah
44
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengaruh Orang tua
45
Hubungan antara Persepsi tentang Peranan dengan Pengaruh Teman
Sebaya
45
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Status
Kepemilikan Lahan Sawah
45
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengaruh
Orang tua
46
Hubungan antara Persepsi tentang Resiko Usaha dengan Pengaruh
Teman Sebaya
46
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Status
Kepemilikan Lahan Sawah
46
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengaruh
Orang tua
47
Hubungan antara Persepsi tentang Kenyamanan Kerja dengan Pengaruh
Teman Sebaya
SIMPULAN DAN SARAN
47
48
Simpulan
48
Saran
49
DAFTAR PUSTAKA
50
RIWAYAT HIDUP
65
DAFTAR TABEL
1. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Cileungsi,
tahun 2012
2. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian di Desa Cileungsi,
tahun 2012
3. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang pendapatan pada
pekerjaan di sektor pertanian padi sawah
4. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang peranan pada
pekerjaan di sektor pertanian padi sawah
5. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang resiko usaha pada
pekerjaan di sektor pertanian padi sawah
6. Jumlah remaja berdasarkan persepsi remaja tentang kenyamanan kerja
pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah
7. Nilai signifikansi antara persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah dengan karakteristik remaja
8. Nilai signifikansi antara persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah dengan karakteristik lingkungan remaja
24
24
32
34
34
35
37
43
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah
2. Distribusi remaja berdasarkan tingkat pendidikan
3. Distribusi remaja berdasarkan pengalaman pribadi
4. Distribusi remaja berdasarkan status kepemilikan sawah
5. Distribusi remaja berdasarkan pengaruh orang tua
6. Distribusi remaja berdasarkan pengaruh teman sebaya
16
27
28
29
30
31
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
Lokasi Desa Cileungsi
Kerangka Sampling
Pengolahan Data
Matriks Analisis Data
53
54
56
64
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat berperan penting dalam
pembangunan ekonomi Indonesia. Dari ke empat sektor produksi yaitu pertanian,
perindustrian, pertambangan dan perdagangan (jasa), yang jumlahnya 100 persen
pada setiap tahun, maka peran sektor pertanian dalam PDB pada tahun 1939
adalah 61 persen, sedangkan peran atau kontribusi ke tiga sektor lainnya hanya 39
persen (Tarigan 2006). Selain itu, Mukhyi (2007) turut menambahkan “pertanian
juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat
peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan negara terhadap
impor atas komoditi pertanian”. Pada fase awal pembangunan ekonominya,
penduduk Indonesia juga banyak menggantungkan pendapatan hidupnya pada
sektor pertanian dan sebagian besar tenaga kerja Indonesia bekerja di sektor
pertanian karena sektor pertanian berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja
dan tidak diperlukan keterampilan yang tinggi untuk mengerjakannya.
Lambat laun kontribusi sektor pertanian terhadap PDB (Produksi Domestik
Bruto) semakin menurun dari tahun ke tahun. Meskipun pembangunan pertanian
ditetapkan menjadi prioritas dengan target peningkatan produktivitas pangan
untuk mencapai swasembada beras, namun kenyataan menunjukkan gerakan
industrialisasi mengalami perkembangan lebih pesat. Perubahan pekerjaan sektor
pertanian ke sektor non-pertanian ini juga terlihat dalam arus migrasi desa ke
kota. Mereka yang terjun ke dunia kerja, lebih senang mengadu nasib untuk
bekerja di kota, dengan harapan akan mendapat kehidupan yang lebih baik.
Telah terjadi fenomena penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian
dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil Sensus Pertanian 2013, jumlah rumah
tangga usaha pertanian di Indonesia mengalami penurunan sebanyak 5, 04 juta
rumah tangga dari 31,17 juta rumah tangga pada tahun 2003 (Sensus Pertanian 2003)
menjadi 26,13 juta rumah tangga pada tahun 2013, yang berarti rata-rata penurunan per
tahun sebesar 1,75 persen (BPS 2013). Penurunan jumlah tenaga kerja di sektor
pertanian termasuk juga dari generasi muda. Penurunan jumlah petani usia muda
tersebut disebabkan oleh keinginan pemuda desa yang sudah memudar untuk
bekerja di sektor pertanian, dan lebih cenderung memilih pekerjaan di sektor luar
pertanian, baik di daerah desa tempat tinggalnya maupun di daerah perkotaan.
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1997, tenaga kerja didefinisikan
sebagai penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Tenaga kerja (man power) adalah
penduduk pada usia kerja berumur 15-64 tahun (menurut sensus penduduk tahun
1971). Oleh karena itu, usia remaja juga termasuk dalam usia angkatan kerja. Di
beberapa daerah, terutama di pedesaan, anak usia remaja bahkan sudah dijadikan
pekerja untuk menambah penghasilan orang tuanya, termasuk membantu dengan
menjadi tenaga kerja di sektor pertanian. Sebelum mereka menentukan untuk
memilih jenis pekerjaan yang akan mereka tekuni, mereka terlebih dahulu
mempunyai suatu pandangan mengenai jenis pekerjaan tersebut. Remaja dapat
menilai orang, dan membandingkan mereka satu dengan yang lainnya,
berdasarkan patokan catatan abstrak tentang baik dan buruk (Calhoun dan
Acocella 1995). Dalam hal ini, remaja desa mempunyai persepsi tersendiri
mengenai pekerjaan di sektor pertanian. Persepsi merupakan pemahaman individu
terhadap informasi lingkungan yang diperoleh melalui proses kognitif (Toha 1983
2
yang dikutip oleh Maria 2007). Proses pembentukan persepsi remaja dapat
terbentuk karena dipengaruhi faktor internal sebagai faktor yang berasal dari
dalam diri sendiri, dan faktor eksternal yang berasal dari luar diri remaja tersebut.
Penilaian tentang pekerjaan di sektor pertanian yang dilakukan oleh remaja
berdasarkan pengamatan yang dilakukannya sendiri yang terkait dengan tingkat
pendidikan, pengalaman, dan jenis kelamin. Penilaian tersebut juga berdasarkan
proses sosialisasi yang dilakukan orang-orang di sekelilingnya, yaitu teman-teman
dan keluarganya, juga berdasarkan status kepemilikan lahan sawah.
Berdasarkan informasi dari BP3K (Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan,
Kehutanan), Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, merupakan
salah satu daerah yang memiliki gabungan kelompok tani (gapoktan) yang
tergolong maju. Para kelompok tani di Desa Cileungsi (Gapoktan Bina Sejahtera)
termasuk kelompok petani yang dapat menjalankan program yang diberikan oleh
pemerintah dengan baik dan cukup cepat dalam mengembangan usaha
pertaniannya. Gapoktan ini juga mampu mengoptimalkan kinerja organisasi dan
meningkatkan akumulasi dana keswadayaan dari anggotanya. Berdasarkan data
monografi tahun 2010, Desa Cileungsi juga memiliki lahan persawahan yang
cukup luas, yakni 160.309 hektar yang didominasi oleh tanaman pangan, sehingga
tak heran jika komoditas yang paling besarnya ialah padi sawah.
Sebagian besar penduduk Desa Cileungsi bermata pencaharian sebagai
petani dan buruh tani. Berdasarkan informasi yang didapat dari hasil penjajakan
peneliti dengan pegawai kantor desa, hampir semua jumlah petani dan buruh tani
yang terdapat di Desa Cileungsi ialah petani-petani yang tergolong tua. Peneliti
ingin melihat apakah remaja di Desa Cileungsi tersebut akan mengikuti jejak para
orang tua mereka yang bekerja sebagai petani, terkait dengan faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, Desa Cileungsi menarik untuk
diteliti persepsi remajanya terhadap pekerjaan di sektor pertanian, dalam hal ini
sektor pertanian lebih difokuskan pada tanaman padi sawah.
Perumusan Masalah
Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik remaja dan karakteristik lingkungan remaja di Desa
Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah?
3. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan persepsi remaja Desa
Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik remaja dan karakteristik lingkungan remaja di
Desa Cileungsi, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis persepsi remaja Desa Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah.
3. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi remaja Desa
Cileungsi terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah.
3
1.
2.
3.
4.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut:
Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan literatur
dan referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya terkait dengan persepsi
sosial.
Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
terkait kebijakan-kebijakan dan perancangan program yang mempengaruhi
pandangan terhadap pekerjaan di sektor pertanian.
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran dalam
memahami kehidupan remaja desa terutama dalam hal persepsi mereka.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai persepsi remaja terhadap pekerjaan di sektor pertanian.
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pekerjaan Di Sektor Pertanian Padi Sawah
Istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan
uang bagi seseorang. Pada pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap
sinonim dengan profesi1. Secara sederhana pertanian diartikan sebagai turutnya
campur tangan manusia dalam perkembangan tanaman atau hewan, agar dapat
lebih baik memenuhi kebutuhan dan memperbaiki kebutuhan dan memperbaiki
kehidupan keluarga atau masyarakat (Pratomo 2010). Menurut Liu dan Madiono
(2013), pertanian adalah kegiatan usaha yang meliputi budidaya tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan peternakan. Oleh karena itu
dapat disimpulkan pekerjaan di sektor pertanian merupakan suatu kegiatan usaha
di bidang tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan,
dan peternakan, agar dapat menghasilkan uang dan dapat memenuhi kebutuhan
hidup keluarga atau masyarakat.
Sub sektor tanaman pangan dan hortikultura itu sendiri mencakup komoditi
bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, umbi-umbian,
kacang tanah, kacang kedele, kacang-kacangan lainnya, sayur-sayuran, dan buahbuahan (Tarigan 2006). Dalam penelitian ini akan lebih difokuskan pada pertanian
padi sawah.
Siregar (1989) mengatakan “sejalan dengan keadaan atau kondisi tanah
dimana padi itu dipertanamkan, menanam padi di tanah yang sengaja digenangi
air, yaitu tanah sawah, usaha penanaman padi itu disebut “menyawah”. Varietas
padi yang dipergunakan untuk tanah yang digenangi air disebut varietas padi
sawah”.
Adapun jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja sektor pertanian padi
sawah, yaitu persemaian, pengolahan tanah, penanaman, penyulaman,
pemupukan, pengendalian HPT, penyiangan, pengaturan air, dan panen (Jannah et
al. 2013). Oleh karena itu dalam penelitian ini pekerjaan di sektor pertanian padi
sawah lebih berfokus kepada kegiatan-kegiatan teknis di lahan pertanian, mulai
dari persemaian sampai dengan pemanenan, dan bukan pekerjaan yang
berhubungan dengan agribisnis, seperti halnya memasarkan produk pertanian.
Nilai Kerja
Paramagita (2008) merumuskan kerja sebagai aktivitas yang dilakukan
dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga baik bersifat fisik, mental, maupun
sosial dengan imbalan berupa insentif ekonomi. Nilai merupakan pilihan moral
yang berkaitan dengan apa yang dianggap baik atau buruk. Dengan demikian,
nilai kerja dapat dirumuskan sebagai suatu persepsi atau penghargaan terhadap
aktivitas yang menghasilkan suatu bentuk materi maupun non meteri yang dapat
memberi kepuasan bagi keluarga (Herlina 2002 yang dikutip oleh Paramagita
2008). Menurut hasil penelitian Daulay (2006), keluarga buruh menganggap
pekerjaan perkebunan memiliki nilai kerja yang tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian Paramagita (2008) yang membahas mengenai persepsi pemulung
1
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pekerjaan (diakses pada 14 Februari 2011, pukul 12:49)
5
terhadap nilai kerja dan harapannya, sebagian besar respondennya (pemulung
yang didominasi usia muda) mempunyai persepsi positif terhadap nilai kerjanya
dan menganggap memulung adalah suatu pekerjaan yang halal dan dapat
memenuhi kebutuhan hidup.
Di pedesaan masih berlaku norma tradisional yang umumnya mengharapkan
peranan anak dalam membantu perekonomian keluarga. Anak-anak tersebut
akhirnya terlatih melakukan pekerjaan yang ditekuni orang tuanya karena sudah
disosialisasikan oleh orang tuanya. Sosialisasi nilai kerja pada anak-anak
merupakan bagian dari kepatuhan terhadap tata karma (budaya) (Greenz 1983
yang dikutip oleh Daulay 2006).
Daulay (2006) berpendapat faktor penting yang mempengaruhi perubahan
sosialisasi nilai kerja buruh yaitu: (1) Ketergantungan keluarga buruh pada
perusahaan yang dianggap dapat menjamin akses ekonomi keluarga.
Ketergantungan tersebut membuat keluarga selalu berusaha menjaga hubungan
dengan perusahaan, salah satu bentuknya yaitu melibatkan anak dalam proses
produksi perkebunan; (2) Produksi tembakau yang semakin merosot dan luas
lahan yang diusahakan semakin sempit. Keadaan ini mengakibatkan melorotnya
semangat para mandor dan buruh perkebunan dalam bekerja; (3) Muncul
kesempatan-kesempatan ekonomi di luar perkebunan yang dapat diakses oleh
keluarga buruh. Hal ini membuat para pekerja mulai melirik pekerjaan di industriindustri atau pabrik-pabrik. Dari ketiga faktor tadi, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi sosialisasi nilai kerja di sektor pertanian, yaitu semakin
menurunnya hasil produksi padi dan menyempitnya lahan sawah, serta munculnya
kesempatan-kesempatan bekerja di luar sektor pertanian.
Melalui hasil penelitiannya, Daulay (2006) juga menerangkan proses
sosialisasi nilai kerja yang dilakukan keluarga buruh kepada anak-anaknya yaitu:
1. Tahap pengenalan. Pada tahap ini, anak-anak yang sudah berusia dua
tahun dimana anak sudah bisa berjalan dan tahan terhadap sengatan
matahari mulai dibawa ke tempat kerja orang tuanya. Meski belum
dilibatkan dalam pekerjaan, paling tidak anak-anak sudah mengenal dan
mempelajari bagaimana cara berkebun sehingga kegiatan tersebut akan
membekas dalam pikiran anak-anak.
2. Tahap seleksi. Pada tahap ini, anak-anak dilibatkan dalam pekerjaan yang
mudah. Jenis pekerjaan yang diajarkan kepada anak-anak sesuai dengan
pembagian gender. Anak laki-laki lebih banyak dilibatkan dalam produksi
di kebun, sedangkan anak perempuan lebih banyak bekerja di dalam
rumah.
3. Tahap orientasi. Anak-anak diberi contoh melakukan pekerjaan yang
sama dengan orang dewasa. Pada tahap ini anak-anak dipisah-pisahkan
secara jelas antara anak yang akan menjadi buruh dan bekerja di luar
dengan penanaman nilai kerja yang berbeda.
4. Tahap pemantapan. Keluarga telah memutuskan akan menjadikan anak
sebagai pekerja. Sosialisasi semakin spesifik dan dilakukan secara intens
melalui pelibatan kerja yang lebih banyak.
Dari keempat tahap di atas, dapat berlaku juga pada RTP (RumahTangga
Petani), dimana para orang tua sudah mengenalkan bertani pada anak-anaknya
dari usia dini hingga melibatkan mereka pada saat mereka sudah beranjak dewasa.
6
Hasil penelitian Daulay (2006) menyatakan bahwa respon penolakan anak
terhadap sosialisasi nilai kerja buruh yang diberikan orang tuanya dikarenakan
anak-anak memandang pekerjaan di perkebunan sebagai pekerjaan yang
tradisional, kotor, dan tidak menjanjikan. Hal ini wajar menurut Daulay (2006)
karena:
“kondisi pekerja anak sebagai individu yang masih enerjik, perjalanan hidup
yang masih panjang, mobilitas yang masih tinggi, dan kaya dengan harapanharapan, menciptakan optimisme tertentu yang kontradiktif dengan apa yang
dikenalinya sebagai sifat dan kriteria pekerjaan perkebunan”
Begitu juga dengan pekerjaan di pertanian padi sawah yang bersentuhan langsung
dengan tanah dan lumpur serta pendapatannya yang tidak tetap, dapat membentuk
persepsi remaja desa akan pekerjaan pertanian padi sawah yang kotor dan tidak
menjanjikan, sementara mereka selaku remaja yang mempunyai perjalanan hidup
yang masih panjang dan mobilitas yang masih tinggi, masih mengharapkan
pekerjaan yang lebih menjanjikan.
Klasifikasi Petani
Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya
dengan cara melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan
dan memelihara tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain lain), dengan harapan
untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk di gunakan sendiri ataupun
menjualnya kepada orang lain2. Petani dapat diklasifikasikan menurut klasifikasi
pertanian. Menurut klasifikasi pertanian, petani dapat dibagi menjadi: (1) Petani
tradisionil atau petani modern; (2) Petani sawah atau petani darat; dan (3) Petani
spesialisasi atau petani diversifikasi. Petani juga dapat diklasifikasikan menurut
jenis usahanya, yaitu:
1. Petani padi bila dia mengusahakan tanaman padi.
2. Petani padi dan jagung, dia menanam padi dan jagung.
3. Petani/pekebun karet, dia mengusahakan tanaman karet.
4. Petani ikan mas, dia mengusahakan/memelihara ikan mas.
5. Peternak sapi perah, dia memelihara sapi perah, dan lain-lain.
Klasifikasi petani yang paling penting adalah menurut status sosial
ekonominya di perdesaan, yang dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Petani tanpa lahan dan modal. Petani ini paling miskin, paling rentan, dia
hanya memiliki tenaga kerja. Contohnya buruh-buruh, petani yang baru
kena PHK dari perkotaan, petani yang dirundung malang sepanjang tahun,
petani yang kena penggusuran dan sebagainya.
2. Petani punya lahan sempit tanpa modal. Petani ini hanya memiliki lahan
tempat berdiri rumah/gubuknya. Dia tidak dapat mengusahakan tanaman
secara memadai, mungkin dapat memelihara ayam/bebek sebanyak 2-5
ekor saja. Profil petani ini sama saja dengan profil petani pada nomor 1.
Petani nomor 1 dan 2 ini dapat dikembangkan dengan penanganan khusus,
serius dan konsisten.
2
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Petani (diakses pada 11 Januari 2011, pukul 12:14 WIB)
7
3. Petani punya lahan sedang tanpa modal. Petani ini masih rendah
produksinya karena tanpa modal dia susah berusahatani karena tak ada
modal. Petani semacam ini dapat dikembangkan dengan memberikan
bantuan modal dan penyuluhan.
4. Petani punya lahan cukup/luas dan modal cukup/besar. Hanya jenis petani
ini yang membutuhkan penyuluhan atau diberikan inovasi baru untuk
mengembangkan usahataninya (Tarigan 2006).
Dalam penelitian Chandra (2004), petani digolongkan berdasarkan status
kepemilikan sawah menjadi petani yang mempunyai sawah, penggarap, dan buruh
tani.
Peranan dan Kendala Pada Sektor Pertanian
Sektor pertanian di Indonesia adalah pemasok utama kebutuhan pangan
nasional. Peningkatan produksi dan produktivitas pertanian menjadi penting
karena pembangunan ekonomi akan mengalami kesulitan dan stagnasi apabila
tidak ditunjang dari pembangunan pertanian itu sendiri. Sektor pertanian dapat
digunakan untuk menutup kekurangan pertumbuhan perekonomian agar tidak
negatif sebab sektor pertanian dapat lebih bertahan dibanding dengan sektorsektor lain. Sektor pertanian juga berkontribusi dalam penyerapan tenaga kerja.
Menurut Mukhyi (2007), pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat
potensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut: (1) Ekspansi dari sektorsektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada pertumbuhan output di bidang
pertanian, baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan
baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan
perdagangan; (2) Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan
permintaan domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya; (3) Sebagai
suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi lainnya; (4) Sebagai
sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa).
Lambat laun kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Produksi Domestik
Bruto semakin menurun dari tahun ke tahun. Sebagai contohnya pada tahun 1939
kontribusi pertanian terhadap sumbangan dalam PDB sebesar 61%, kemudian
pada tahun 1985 menurun menjadi 24% (Pusat Data dan Informasi Pertanian
2002). Salim (2006) juga menyatakan walaupun PDB sektor pertanian pada masa
krisis ekonomi mengindikasikan cukup baik, ternyata tidak diikuti oleh kenaikan
investasi di sektor pertanian.
Penyebab utama merosotnya kontribusi sektor pertanian karena
pembangunan ekonomi Indonesia lebih diarahkan kepada pengembangan sektor
industri. Dana-dana pembangunan yang cukup besar lebih banyak diinvestasikan
ke sektor industri dan bangunan, investasi nasional yang terkonsentrasi pada
sektor industri manufaktur dan bangunan inilah yang timpang dengan investasi
pada sektor pertanian.
Selain itu, menurut Lokollo et al. (2007), permasalahan yang terjadi pada
sektor pertanian yaitu: (1) semakin meningkatnya RTP, sementara lahan pertanian
relatif tetap, atau bahkan menurun akibat adanya konversi lahan ke non pertanian;
(2) tenaga kerja pertanian didominasi oleh tenaga kerja usia tua, serta tenaga kerja
muda dan berpendidikan tinggi semakin enggan bekerja di sektor pertanian; (3)
kecenderungan penurunan penggunaan berbagai input produksi (pupuk dan
8
pestisida) disebabkan daya beli dan nilai tukar petani yang makin menurun; (4)
produktivitas tenaga kerja pertanian relatif rendah dibanding sektor non-pertanian
mengakibatkan pendapatan rumah tangga petani yang rendah; (5) peranan sektor
pertanian pada PDB semakin turun, namun tidak diikuti menurunnya penyerapan
tenaga kerja; (6) upaya-upaya peningkatan produksi masih menghadapi berbagai
kendala.
Setelah pertanian sudah cukup jenuh dan tidak dapat menyerap tenaga kerja
dengan lebih cepat lagi, kelebihan angkatan kerja mencari nafkah di luar sektor
pertanian yaitu industri. Sektor industri menjanjikan penghasilan yang lebih besar
daripada di sektor pertanian. Selain itu, sektor industri bersifat tetap karena tidak
terpengaruh musim paceklik seperti halnya di sektor pertanian. Hal ini
menyebabkan penurunan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian dari tahun ke
tahun, terutama tenaga kerja dari generasi muda. Fenomena ini menunjukkan
bahwa tenaga kerja usia muda mulai kurang tertarik bekerja di sektor pertanian.
Faridah (2007) juga berpendapat beberapa alasan petani meninggalkan pekerjaan
pertanian berdasarkan hasil penelitiannya yaitu: (1) Lahan pertanian yang semakin
menyempit; (2) Desakan kekuatan pemilik modal terhadap petani kecil; (3)
Meningkatnya jumlah penduduk; (4) Ingin mencari bayaran atau pendapatan yang
lebih baik; (5) Jam kerja di luar pertanian lebih pendek; (6) Ketidakmungkinan
mensupport kebutuhan keluarga dengan tanah milik yang kecil (Small Holding);
(7) Kesulitan meningkatkan kenaikan sosial; (8) Kebijaksanaan pemerintah yang
mendorong pertumbuhan industri di pedesaan; (9) Sedikit atau banyaknya terpaan
informasi; (10) Pertanian tergantung sekali pada musim, sedangkan industri tali
tambang tidak; (11) Meneruskan usaha orang lain.
Remaja
Masa remaja adalah masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan
yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. WHO menetapkan batas usia 1020 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono 1995). Kaplan & Sadock (1997)
dalam bukunya Sinopsis Psikiatri, menyebutkan fase remaja terdiri atas remaja
awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17 tahun), dan remaja akhir (17-20)
tahun. Sementara F.J. Monks yang dikutip oleh Maria (2007) berpendapat bahwa
secara global masa remaja berlangsung antara 12 – 21 tahun, dengan pembagian
12 – 15 tahun sebagai masa remaja awal; 15 – 18 tahun sebagai masa remaja
pertengahan; dan 18 – 21 tahun sebagai masa remaja akhir.
Menurut Ahmadi dan Sholeh (2005), masa remaja dibagi menjadi dua,
yakni masa pra pubertas (12-14,0 tahun) dan masa pubertas (14-18,0). Masa pra
pubertas yakni masa peralihan dari masa sekolah dan menuju masa pubertas,
dimana seorang anak yang telah besar ini sudah ingin berlaku seperti orang
dewasa tetapi dirinya belum siap termasuk kelompok orang dewasa. Pada masa
pubertas, anak tidak lagi hanya bersifat reaktif, tetapi juga mulai aktif mencapai
kegiatan dalam rangka menemukan dirinya, serta mencari pedoman hidup, untuk
bekal kehidupannya mendatang. Dari beberapa pendapat diatas dapat dibuat suatu
batasan usia remaja adalah dimulai dari umur 10 – 20 tahun.
Berdasarkan Undang-undang No. 25 tahun 1997, tenaga kerja didefinisikan
sebagai penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Tenaga kerja (man power) adalah
penduduk pada usia kerja berumur 15-64 tahun (menurut sensus penduduk tahun
1971). Oleh karena itu, remaja merupakan termasuk dalam angkatan kerja juga.
9
Seperti yang telah diketahui bahwa pada masyarakat desa umumnya sering
digunakan tenaga kerja anak-anaknya. Mereka adalah anggota keluarga yang
orang tuanya bertani, dan aktivitasnya adalah membantu orang tua dalam bertani
(Tarigan 2006). Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa yang termasuk usia remaja desa dan dapat digolongkan sebagai tenaga
kerja yaitu dari umur 15 – 20 tahun.
Tentang tanda-tanda masa pubertas ini menurut Spranger yang dikutip oleh
Ahmadi dan Munawar (2005), menyebutkan adanya tiga aktivitas yakni: (1)
Penemuan aku; (2) Pertumbuhan pedoman kehidupan; (3) Memasukkan diri pada
kegiatan kemasyarakatan. Muksin (2007) juga menambahkan bahwa anak muda
dengan rentang usia terbut memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) Perkembangan kognitif:
berpikir logis dan sudah dapat membentuk ide-ide masa depannya secara realistis,
serta sudah dapat berpikir positif dan menentukan cita-cita yang tinggi; (2)
Perkembangan afektif: terdapat emosi meninggi karena perubahan fisik, senang
terhadap kepemilikan simbol bagi status diri (penampilan diri, pakaian, prestasi,
uang, kemandirian); (3) Perkembangan psikomotorik: adanya perubahan jasmani
dari tidak seimbang menuju kesimbangan; (4) Perubahan moral: tahu bahwa
setiap orang punya arah dan jalan hidup sendiri-sendiri, keinginan melakukan
aktivias yang bebas, dan mulai dapat bertanggung jawab; (5) Perubahan sosial:
keinginan mengaktualisasikan dirinya, pilihan pekerjaan disebut periode realistis.
Selain itu, kemampuan kecerdasan yang semakin tinggi menjadikan dirinya
mampu mengorganisasikan banyak informasi yang berbeda-beda (Calhoun dan
Acocella 1995).
Persepsi
Persepsi memiliki implikasi penting dalam perilaku seseorang, sehingga
orang tersebut akan bersikap dan berinteraksi dengan obyek yang dipersepsi
tersebut. Persepsi menurut Robbins (2002), adalah suatu proses yang ditempuh
oleh setiap individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera
mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Toha (1983) yang
dikutip oleh Maria (2007) mengatakan bahwa persepsi merupakan pemahaman
individu terhadap informasi lingkungan yang diperoleh melalui proses kognitif.
Selanjutnya Rakhmat (1986) yang dikutip oleh Maria (2007) juga mengemukakan
persepsi adalah pengalaman terhadap objek, peristiwa atau hubungan yang
diperoleh dengan menafsirkan dan menyimpulkan informasi.
Menurut Tampubolon (2008), persepsi adalah gambaran seseorang tentang
sesuatu obyek yang menjadi fokus permasalahan yang sedang dihadapi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa persepsi adalah hasil dari suatu proses pengorganisasian dan
penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima indera sehingga stimulus
tersebut dimengerti dan mempengaruhi tingkah laku selanjutnya.
Dalam penelitian ini, objek yang dipersepsikan yaitu pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah dan subjek yang mempersepsikan ialah remaja desa.
Penelitian ini juga ingin melihat apakah remaja desa akan menekuni pekerjaan di
sektor pertanian padi sawah atau tidak. Oleh karena itu, persepsi remaja desa
terhadap pekerjaan di sektor pertanian padi sawah ialah proses pengorganisasian
dan penginterpretasian yang dilakukan remaja desa terhadap pekerjaan di sektor
pertanian padi sawah yang akhirnya dapat mempengaruhi tingkah laku
selanjutnya, yakni menekuni pekerjaan di sektor pertanian padi sawah atau tidak.
10
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Dalam penelitiannya, Rohmad (1998) menunjukkan bahwa faktor yang
berada pada individu yang bersangkutan, disebut faktor internal, dan faktor yang
berasal dari luar yang langsung mempengaruhi individu, disebut faktor eksternal.
Faktor internal individu adalah kesatuan faktor yang mempengaruhi aktualisasi
individu, dan faktor tersebut mendorong individu untuk bertindak. Faktor
eksternal adalah faktor di luar individu yang langsung mempengaruhi individu
(disebut sebagai faktor lingkungan sosial).
Menurut Rochayah et al. (1996), persepsi seseorang dalam menangkap
informasi dan peristiwa-peristiwa dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1) orang
yang membentuk persepsi, 2) stimulus yang berupa obyek maupun peristiwa
tertentu, dan 3) stimulasi dimana pembentukan persepsi itu terjadi baik tempat,
waktu maupun suasana. Calhoun dan Acocella (1995) juga turut mengemukakan
bahwa komponen-komponen yang mempengaruhi persepsi ada tiga faktor, yaitu:
1. Pelaku persepsi. Apabila seorang individu memandang suatu objek dan
mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat dipengaruhi
oleh karakteristik pribadi dari pelaku persepsi individu itu sendiri, seperti
sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan harapan.
2. Sasaran/objek. Karakteristik dari target yang akan diamati dapat
mempengaruhi apa yang dipersepsikan, sasaran itu mungkin berupa orang,
benda atau peristiwa.
3. Situasi. Unsur lingkungan sekitarnya bisa mempengaruhi persepsi. Jadi
persepsi harus dilihat secara kontekstual, artinya dalam situasi mana
persepsi itu timbul perlu mendapat perhatian.
Agustina (2011) mengatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh faktor
internal, yaitu pengetahuan dan pengalaman.Suprihanto et al. (2003) yang dikutip
oleh Latifah (2007) menambahkan karakteristik individu yang mempengaruhi
persepsi adalah sikap, motivasi, pengalaman masa lampau, dan pengharapan.
Latifah (2007) sendiri menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
dapat berupa penginderaan (alat indra), perasaan, kemampuan berpikir,
pengalaman masa lalu, kebutuhan, dan motivasi, sedangkan faktor eksternal
merupakan faktor yang berasal dari lingkungan individu yang meliputi lingkungan
sosial dan lingkungan fisik. Faktor eksternal meliputi stimulus, keadaan,
penampilan yang terdapat pada objek yang dipersepsi.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa persepsi remaja desa terhadap
pekerjaan di sektor pertanian adalah suatu aktivitas mental remaja desa dalam
proses pengorganisasian dan penerjemahan kesan-kesan, penilaian, dan pendapat
dalam merasakan serta menginterpretasikan pekerjaan di sektor pertanian padi
sawah berdasarkan informasi yang diterima mengenai usaha-usaha di bidang
pertanian. Dapat disimpulkan pula bahwa persepsi remaja desa terhadap pekerjaan
di sektor pertanian padi sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni:
(1) Faktor internal, yaitu terkait dengan karakteristik pribadi dari pelaku
persepsi individu itu sendiri. Dalam hal ini, remaja desa memiliki
karakteristik yang mempengaruhi persepsinya sendiri terhadap pekerjaan di
sektor pertanian padi sawah, yaitu dilihat dari tingkat pendidikan,
pengalaman yang dirasakan remaja, dan jenis kelamin.
11
(2) Faktor eksternal, yang terkait dengan situasi, yaitu dimana unsur lingkungan
sekitarnya bisa mempengaruhi persepsi. Dalam hal ini, persepsi remaja desa
diduga dipengaruhi melalui sosialisasi pekerjaan yang dilakukan oleh
keluarga dan teman-teman sebayanya, maupun melalui situasi
perekonomian keluarga yang diwakili oleh status kepemilikan lahan sawah
orang tua remaja tersebut.
Robbins (2002) yang dikutip oleh Mastari (2012) menambahkan
pemikirannya tentang persepsi positif dan persepsi negatif, yaitu munculnya
persepsi negatif seseorang disebabkan adanya ketidakpuasan individu terhadap
objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya ketidaktahuan individu serta
tidak adanya pengalaman inidvidu terhadap objek yang dipersepsikan dan
sebaliknya, penyebab munculnya persepsi positif seseorang karena adanya
kepuasan individu terhadap objek yang menjadi sumber persepsinya, adanya
pengetahuan individu, serta adanya pengalaman individu terhadap objek yang
dipersepsikan.
Proses Terjadinya Persepsi
Latifah (2007) menjelaskan proses terjadinya persepsi yakni sebagai berikut.
Objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor,
stimulus ini kemudian diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke
otak dan terjadilah proses pengamatan yang dipengaruhi oleh faktor pengalaman,
proses belajar, cakrawala dan pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Faktor
pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur
terhadap apa yang dilihat, sedangkan pengetahuan dan cakrawalanya memberikan
arti terhadap objek psikologi tersebut.
Sekuler (1990) yang dikutip oleh Wisti (1995) mengemukakan beberapa
aspek dalam proses persepsi sebagai berikut:
a. Sistem sensorik dan sistem persyarafan organisme,
b. Masukan rangsang-rangsang sensorik
c. Tindakan-tindakan atau interpretasi dalam otak, dan
d. Kemampuan intelektual untuk memberikan makna dalam melakukan
interpretasi.
Faktor Pembentuk Persepsi Remaja Desa terhadap Pekerjaan Di Sektor
Pertanian
Dalam melakukan penilaian dan pemaknaan terhadap suatu objek, terdapat
beberapa hal yang mendorong atau mempengaruhi pandangan terhadap objek
tersebut. Demikian halnya dengan persepsi remaja desa terhadap pekerjaan di
sektor pertanian. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa hal yang dapat
mempengaruhi pembentukan persepsi remaja desa.
Sosialisasi
Lingkungan sosial mempunyai peranan besar terhadap perkembangan
remaja. Pada masa remaja lingkungan sosial yang dominan antara lain dengan
teman sebaya (Sumarni 2008). Dalam penelitiannya, Muksin (2007) juga
mengatakan bahwa pemuda (yang seusia dengan remaja) lebih sering berinteraksi
dengan temannya. Tingginya hubungan interpersonal pemuda (yang seusia
dengan remaja) dengan temannya karena pada fase ini umumnya mereka lebih
12
memiliki kebutuhan perasaan untuk didengarkan dan pencarian jati diri.
Hubungan persahabatan sangat kental pada masa usia ini. Dalam penelitiannya
Muksin (2007), mengatakan “pemuda memiliki persepsi bahwa mengolah lahan
atau sumberdaya lain dinilai belum menjadi kegiatan produktif dan tidak akan
banyak menghasilkan uang. Persepsi semacam ini dipengaruhi oleh teman-teman
sebaya yang sudah atau sedang bekerja di kota”. Jadi jika teman-temannya
memiliki pandangan negatif atau positif terhadap suatu pekerjaan, maka remaja
pun turut memiliki pandangan yang sama agar dapat diterima oleh temantemannya. Oleh karena itu, dapat dikatakan persepsi remaja terhadap pekerjaan
sektor pertanian turut dipengaruhi juga oleh teman-teman sebayanya.
Sosialisasi perkerjaan pertanian bervariasi tergantung dari karakteristik asli
daerah pedesaan. Terdapat dorongan dari orang tua agar anak-anaknya mencari
pekerjaan yang “lebih baik” dan “lebih menjanjikan” di perkotaan (Muksin 2007).
Orang tua memberikan sosialisasi yang kurang tepat terkait pesimisme orang tua
atas pekerjaan-pekerjaan yang berkaitan dengan eksplorasi dan budidaya yang
memanfaatkan sumberdaya alam. Nilai-nilai tersebut (seperti persepsi) diterima
remaja dari orang tua mereka. Oleh karena itu, persepsi remaja mengenai
pekerjaan di sektor pertanian juga dipengaruh oleh keluarga. Jika keluarga
mendukung dan mensosialisasikan anaknya untuk bekerja di perkotaan (sektor
non pertanian), maka hal itu dapat menyebabkan persepsi yang kurang baik
terhadap pekerjaan sektor pertanian pada anak. Hasil penelitian Chandra (2004)
juga menunjukkan bahwa:
“sosialisasi pekerjaan pertanian kebanyakan diberikan oleh orang tua
kepada pemuda, yaitu sebanyak 80 persen dan 20 persen yang tidak
diajarkan oleh orang tuanya. Pemuda yang mendapat sosialisasi secara
tinggi mempunyai persepsi yang lebih tinggi daripada pemuda yang
mendapatkan sosialisasi rendah.”
Lubis dan Soetarto yang dikutip oleh Chandra (2004) juga mengatakan bahwa
pada golongan masyarakat kecil terdapat upaya orang tua dan kerabat untuk
melibatkan anak laki-laki mengenal pekerjaan bertani. Dengan begitu, dapat
dikatakan bahwa pengaruh keluarga juga menentukan persepsi remaja terhadap
pekerjaan di sektor pertanian, karena remaja akan menilai suatu pekerjaan yang
telah diajarkan oleh orangtuanya semenjak ia masih kecil.
Lahan
Di pedesaan umumnya mengalami permasalahan yang sama yakni
kekurangan lahan dan kepadatan penduduk yang tinggi. Diduga bertambahnya
penduduk dengan cepat membuat luasan tanah untuk bekerja di bidang pertanian
semakin sempit. Sempitnya lahan pertanian ini diperparah dengan kecenderungan
konversi lahan pertanian, bahkan lahan pertanian tersubur untuk pemakaian lain,
khususnya di Jawa yang mengalami urbanisasi dan industrialisasi. Usaha di sektor
pertanian tak heran lama-kelamaan mulai ditinggalkan dan masyarakat desa mulai
beralih ke sektor non pertanian karena merasa situasi dan kondisi alam, dalam hal
ini lahan, kurang mendukung untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun
menurut hasil penelitian Muksin (2007), dengan banyaknya pemuda yang
berpendapat bahwa sumberdaya alam dapat dimanfaatkan untuk kegiatan
13
produktif, maka hal tersebut dapat memotivasi kelompok pemuda untuk
menjadikan pemanfaatan lingkungan alam sebagai sumber penghasilan. Dari hal
ini dapat disimpulkan bahwa ketersediaan sumberdaya alam, dalam hal ini lahan
pertanian, juga mempengaruhi persepsi seseorang untuk menjadikan sektor
pertanian sebagai mata pencaharian. Dalam penelitiannya Herlina (2002) yang
dikutip oleh Chandra (2004), mengatakan bahwa pemuda yang memiliki lahan
akan menilai pekerjaan pertanian secara lebih baik daripada pemuda yang tidak
memiliki lahan. Pemuda yang memiliki lahan menganggap usaha pertanian
sebagai usaha yang mendatangkan investasi yang menguntungkan. Pemuda yang
tidak mempunyai lahan beranggapan bekerja di sektor pertanian berarti bekerja
sebagai buruh tani. Pekerjaan sebagai buruh tani dengan tingkat upah yang
rendah, membuat pekerjaan tersebut berstatus sosial ekonomi rendah. Keadaan
tersebut membuat pemuda desa lebih memilih bekerja di luar sektor pertanian. Hal
serupa dapat terjadi pula pada remaja desa. Remaja yang keluarganya memiliki
lahan akan menilai pekerjaan pertanian secara lebih baik daripada remaja yang
keluarganya tidak memiliki lahan.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal di desa umumnya rendah, termasuk pendidikan
para remajanya juga. Muksin (2007) mengutarakan pendapatnya mengenai
pendidikan di pedesaan, yakni:
“...tingkat pendidikan formal pemuda desa umumnya rendah karena
persepsi terhadap pendidikan formal yang masih kurang positif dan
pesimisme pada responden yang juga tersosialisasikan melalui orang
tua bahwa tingginya pendidikan tidak menjamin seseorang mendapat
pekerjaan yang layak”.
Pendidikan juga mempengaruhi cara berpikir remaja yang nantinya dapat
berperan pula dalam pembentukan persepsi terhadap pekerjaan di sektor
pertanian. Muksin (2007) juga menyatakan pendidikan formal merupakan proses
belajar yang diharapkan mampu memberikan modal kemampuan berpikir dan
keterampilan (soft and hard skills). Dapat dikatakan bahwa semakin rendah
tingkat pendidikan yang dapat dicapai, maka remaja menyadari betul semakin
kecilnya peluang untuk bekerja di luar sektor pertanian yang secara umum dinilai
lebih baik dan bergengsi, serta merasa kemampuan yang dipunya hanya cukup
untuk menekuni pekerjaan di sektor pertanian. Hal ini juga didukung dengan
adanya anggapan bahwa di sektor pertanian tidak diperlukan kualifikasi pekerja
yang tinggi (Tarigan 2004). Begitu pun sebaliknya, remaja yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi mempunyai kecenderungan orientasi kerja keluar
sektor pertanian. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Ilham et al. (2007) bahwa
banyak petani menyekolahkan anaknya ke sekolah umum dengan tujuan dapat
bekerja di kota.
Pengalaman Pribadi
Pengalaman masa lalu, sebagai hasil dari proses belajar, akan sangat
mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan sesuatu. Menurut Karyana
14
(1999) yang dikutip oleh Reza (2007), pengalaman berusaha tani didefinisikan
sebagai lamanya petani mengerjakan usaha padi sawah atau usahatani lahan
kering lainnya. Lestari (1994) yang dikutip oleh Reza (2007) juga mendefinisikan
pengalaman berusaha tani sebagai lamanya petani responden mulai
membudidayakan padi sawah. Demikian juga dengan remaja desa, semakin lama
bergerak di bidang usahatani, semakin banyak pengetahuan yang ia dapat dari
pengalamannya itu. Pengalaman yang dirasakan remaja tentang bagaimana
kehidupannya orang tuanya (beserta dirinya sendiri) ketika orang tuanya bekerja
di sektor pertanian, baik pengalaman yang menyenangkan maupun tidak, akan
menjadi informasi dan bahan dalam pembentukan persepsi remaja tersebut.
Jenis Kelamin
Selain itu, menurut Tarigan (2004), jenis kelamin juga turut menentukan
orientasi kerja pemuda. Pekerjaan pertanian membutuhkan tenaga yang kuat dan
dapat merusak penampilan karena ruang kerjanya berada di bawah terik matahari
dan kotor sehingga lebih sesuai untuk kaum pria. Pekerjaan pertanian juga lebih
banyak ditekuni oleh pria akibat tuntutan sebagai penanggung jawab ekonomi
keluarga.
Minat
Minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan
apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih (Hurlock, 1995 yang
dikutip oleh Sarwono, 2010). Sudarsono (2003) yang dikutip oleh Sarwono (2010)
juga menyatakan bahwa minat merupakan bentuk sikap ketertarikan dalam atau
sepenuhnya terlibat dengan suatu kegiatan karena menyadari pentingnya atau
bernilainya kegiatan tersebut. Pernyataan minat menga