Studi Fenologi dan Penentuan Masak Fisiologis Benih Mentimun (Cucumis sativus L.) Berdasarkan Unit Panas.

STUDI FENOLOGI DAN PENENTUAN MASAK
FISIOLOGIS BENIH MENTIMUN (Cucumis sativus L.)
BERDASARKAN UNIT PANAS

BADIA LUMBANGAOL

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Fenologi dan
Penentuan Masak Fisiologis Benih Mentimun (Cucumis sativus L.) Berdasarkan
Unit Panas adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir


ABSTRAK
BADIA LUMBANGAOL. Studi Fenologi dan Penentuan Masak Fisiologis Benih
Mentimun (Cucumis sativus L.) Berdasarkan Unit Panas. Dibimbing oleh
SATRIYAS ILYAS.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari fenologi perkembangan
bunga sampai menjadi buah dan mengetahui unit panas yang tepat untuk
menentukan masak fisiologis benih mentimun (Cucumis sativus L.). Studi
fenologi dilakukan sejak antesis sampai batas terakhir pemanenan. Unit panas
tanaman diperoleh dari pengukuran suhu harian. Studi penentuan masak fisiologis
benih mentimun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak satu faktor.
Faktor percobaan adalah umur panen mentimun yang terdiri atas 20 taraf, yaitu 15
sampai 34 hari setelah antesis (HSA). Hasil menunjukkan, masak fisiologis benih
mentimun varietas Vanesa dicapai pada umur panen 29 HSA dengan ciri-ciri
warna kulit buah kuning, benih berwarna putih kecoklatan, dan biji mudah dilepas
dari daging buah. Pada umur panen ini kadar air benih 41.5%, bobot kering benih
2.5 g, viabilitas benih maksimum (daya berkecambah 96%), serta vigor maksimun
(indeks vigor 93.5% dan keserempakan tumbuh 96%). Unit panas benih
mentimun varietas Vanesa saat masak fisiologis (29 HSA) adalah 979.80Cd.

Kata kunci: bobot kering benih, viabilitas, vigor
ABSTRACT
BADIA LUMBANGAOL. Study of Phenology and Determination of Seed
Physiological Maturity of Cucumber (Cucumis sativus L.) Based on Heat Unit.
Supervised by SATRIYAS ILYAS.

The objectives of this research were to study the phenological development
of flowers become fruits, and to determine the seed physiological maturity of
cucumber (Cucumis sativus L.) based on heat unit. Study of phenology was done
since anthesis until the last day of harvest. Heat unit was obtained from daily
temperature measurements. Experiment to determine seed physiological maturity
was conducted using a randomized complete block design with one factor. The
harvesting time as the factor, consisted of 20 levels, starting from 15 through 34
days after anthhesis (DAA). The results showed that seed physiological maturity
of cucumber cv Vanesa was achieved at 29 DAA. It was characterized by yellow
color of the pericarp, brownish white seeds, and the seeds were easily separated
from the flesh of the fruit. At this harvest time seed moisture content was 41.5%,
seed dry weight 2.5 g, seed viability (96% seed germination) and vigor (93.5%
vigor index and 96% synchronization of germination) were maximum. Heat unit
of seed physiological maturity (29 DAA) was 979.80Cd.

Keywords: seed dry weight, viability, vigor

STUDI FENOLOGI DAN PENENTUAN MASAK
FISIOLOGIS BENIH MENTIMUN (Cucumis sativus L.)
BERDASARKAN UNIT PANAS

BADIA LUMBANGAOL

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Judul Skripsi: Studi Fenologi dan Penentuan Masak Fisiologis Benih Mentimun
(Cucumis sativus L.) Berdasarkan Unit Panas.

Nama

: Badia Lumbangaol

NIM

: A24110015

Disetujui oleh

-

Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh


Tanggal Lulus:

"

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 ialah masak fisiologis
benih, dengan judul Studi Fenologi dan Penentuan Masak Fisiologis Benih
Mentimun (Cucumis sativus L.) Berdasarkan Unit Panas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS
selaku dosen pembimbing skripsi dan juga kepada bapak Dr Ir Ahmad Junaedi
selaku dosen pembimbing akademik. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan
kepada bapak Dr Ir Abdul Qadir, Msi dan ibu Dr Ir Faiza C. Suwarno, MS sebagai
penguji pada ujian skripsi yang telah memberikan saran dan masukan.
Terima kasih atas perhatian dan kasih sayang yang luar biasa penulis
sampaikan kepada Amson Lumbangaol beserta Jenti Sinambela (orang tua) dan
kepada saudara penulis Herty Lumbangaol, Gunawan Siadari, Henro Lumbangaol,
Wanti Siregar, Harry Lumbangaol, Friska Lumbangaol, Lamtodo Sinaga, dan
Manorang Lumbangaol. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada

Natasha Ginting, Melpa, Rielisa, Priyantika, Nina, Beta, PMK, KOMPERS,
PARTARU, COMBAT 48, AVENGERS, AGH 48, HIMAGRON, Perwira 12,
beserta keluarga, dan semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan karya
tulis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 21 September 2015

Badia Lumbangaol

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Mentimun

Syarat Tumbuh
Studi Fenologi
Viabilitas dan Vigor Benih
Masak Fisiologis Benih
Suhu dan Tanaman
Konsep Unit Panas
METODE
Waktu dan Tempat
Budidaya Tanaman Mentimun
Penyemaian benih
Pengolahan tanah dan pemasangan mulsa plastik hitam perak
Penanaman bibit
Pemupukan dan pemeliharaan
Panen dan pascapanen
Studi Fenologi Bunga, Buah, dan Benih
Penentuan Masak Fisiologis dengan Unit Panas (Heat Unit)
Pengujian Mutu Benih
HASIL DAN PEMBAHASAN
Fenologi Mentimun
Pengaruh Umur Panen terhadap Kadar Air, Viabilitas, dan Vigor Benih

Mentimun
Pengaruh Umur Panen terhadap Kadar Air dan Bobot Kering Benih
Pengaruh Umur Panen terhadap Viabilitas Benih
Pengaruh Umur Panen terhadap Vigor Benih
Penentuan Masak Fisiologis Benih Mentimun
Penentuan Unit Panas (Heat Unit)
KESIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vii
vii
vii
1
1
2
2

2
3
3
3
4
5
5
6
6
6
6
6
6
6
7
7
8
8
10
10

16
16
17
18
22
22
24
24
25
28
33

DAFTAR TABEL
1
2

Deskripsi bunga jantan dan bunga betina
Deskripsi buah mentimun pada setiap umur panen (hari setelah
antesis)
3 Deskripsi benih mentimun pada setiap umur panen (hari setelah

antesis)
4 Rekapitulasi uji F hasil analisis ragam pengaruh umur panen terhadap
kadar air, bobot kering benih, daya berkecambah, bobot kering
kecambah normal, indeks vigor, dan keserempakan tumbuh
5 Unit panas (heat unit) pada stadia pertumbuhan mentimun

11
12
13

16
23

DAFTAR GAMBAR
1 Stuktur kecambah normal benih mentimun
2 Selang perkembangan bunga jantan mulai dari kuncup, bunga mekar,
hingga bunga layu
3 Selang perkembangan bunga betina mulai dari kuncup, bunga mekar
hingga bunga layu
4 Buah pada umur panen 15-34 hari setelah antesis
5 Pengaruh umur panen terhadap kadar air dan bobot kering benih
6 Pengaruh umur panen terhadap viabilitas benih
7 Pengaruh umur panen terhadap vigor benih

9
11
11
14
19
20
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Deskripsi mentimun varietas Vanesa
Data unit panas (heat unit) 1 Februari-9 April 2015
Pengolahan lahan
Pemasangan mulsa plastik hitam perak
Persemaian benih mentimun pada umur 4 hari setelah semai
Pindah tanam (transplanting) bibit mentimun berumur 20-23 hari
setelah semai
7 Pemasangan ajir 5 hari setelah bibit ditanam

28
29
31
31
31
32
32

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) tersebar hampir di seluruh
wilayah Indonesia dan umumnya ditanam di dataran rendah sampai menengah
yaitu dengan ketinggian 200-800 mdpl (Puslitbanghorti 2013). Produksi
mentimun pada tahun 2009 sampai tahun 2013 secara berturut-turut adalah
sebagai berikut; 583 139 ton, 547 141 ton, 521 535 ton, 511 525 ton, dan 491 636
ton (BPS 2014). Luas panen mentimun pada tahun 2009 sampai tahun 2013 secara
berturut-turut adalah sebagai berikut: 56 099 ha, 56 921 ha, 53 596 ha, 51 283 ha,
dan 49 296 ha. Sementara produktivitas tanaman mentimun pada tahun 2009
sampai tahun 2013 secara berturut-turut adalah sebagai berikut: 103.90 ku/ha,
96.10 ku/ha, 97.30 ku/ha, 99.74 ku/ha, 99.73 ku/ha. Berdasarkan data tersebut
dapat diketahui bahwa produksi mentimun menurun tiap tahunnya. Luas panen
juga mengalami penurunan mulai tahun 2010 sampai tahun 2013 sedangkan
produktivitas mentimun relatif berfluktuatif.
Benih merupakan salah satu input dasar dalam kegiatan produksi tanaman.
Salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya produksi adalah mutu benih.
Mutu benih menyangkut mutu genetis, fisik, fisiologis dan patologis. Mutu
genetis berkaitan dengan sifat-sifat unggul yang diwariskan oleh tanaman induk.
Mutu fisik menyangkut struktur morfologis, ukuran, dan bobot benih. Mutu
patologis merujuk kepada ada atau tidaknya penyakit di dalam atau di permukaan
benih. Mutu fisiologis berhubungan dengan viabilitas dan vigor benih. Viabilitas
dan vigor benih dipengaruhi oleh: pertumbuhan pohon induk, kemasakan benih,
kadar air benih, suhu selama penyimpanan, serta kerusakan benih. Kemasakan
benih berkaitan dengan saat pemanenan yang tepat. Pemanenan sebaiknya
dilakukan pada saat masak fisiologis karena mutu benih mencapai maksimum
yang dicirikan oleh bobot kering benih dan vigor benih maksimum (Ilyas 2012).
Menurut Kartika dan Ilyas (1994) yang melakukan penelitian terhadap kacang
jogo, benih yang dipanen sebelum mencapai masak fisiologis ( 27-33 hari setelah
berbunga) mengakibatkan vigor benih rendah. Pada fase tersebut pembentukan
embrio belum sempurna dan akumulasi cadangan makanan dalam benih belum
cukup untuk proses perkecambahan. Benih yang dipanen lewat masak fisiologis
(39 hari setelah berbunga) sudah mengalami deteriorasi akibat adanya deraan
cuaca pada tanaman induk di lapangan.
Studi fenologi mendeskripsikan ciri-ciri bunga dan buah mentimun sesuai
tingkat kemasakan. Fenologi adalah ilmu tentang periode fase-fase yang terjadi
secara alami pada tumbuhan yang dipengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar,
seperti lama penyinaran, suhu, dan kelembaban udara (Fewless 2006). Buah yang
telah masak terlihat dari perubahan warna kulit buah yang warnanya tergantung
kultivar, dan tangkai buah sudah layu. Idealnya buah masih tetap berada pada
tanaman sampai mencapai masak penuh. Benih yang telah masak bisa
dikonfirmasi dengan membelah buah mentimun secara longitudinal dan diamati
benihnya. Benih mentimun yang telah masak dapat dengan mudah dipisahkan dari
daging buah (George 1999).
Penentuan waktu panen dapat dilakukan dengan menggunakan metode
unit panas. Metode unit panas adalah metode kuantitatif mengenai hubungan

2

antara suhu dan tanaman. Berdasarkan metode ini suhu merupakan faktor yang
mewakili tersedianya energi bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Metode ini dikenal dengan istilah degree-days, heat unit, dan growing degreedays (Wang 1960). Suhu dasar dan lama penyinaran pada tanaman perlu diketahui
terlebih dahulu untuk menghitung unit panas. Suhu dasar dari tanaman mentimun
adalah 550F atau 12.780C (Maynard and Hochmuth 2007). Menurut AVRDC
(1990) tanaman mentimun tergolong pada tanaman yang tidak dipengaruhi
panjang hari atau tergolong pada tanaman dengan panjang hari netral (neutral day
plants). Penggunaan metode unit panas diharapkan dapat meningkatkan
keakuratan dalam menentukan waktu panen.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari fenologi bunga, buah, dan biji
serta untuk mengetahui unit panas yang tepat untuk menentukan masak fisiologis
benih mentimun (Cucumis sativus L.).

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Mentimun
Menurut George (1999), tanaman mentimun berasal dari India Utara
tepatnya di kaki gunung Himalaya. Cucumis var. Hardwickii merupakan takson
liar yang berasal dari India dan dianggap sebagai tetua dari Cucumis sativus yang
telah didomestikasi (Rubatzky dan Yamaguchi 1997). Seiring dengan
perkembangan manusia, mentimun telah menyebar dan dibudidayakan hampir di
seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun subtropis. Budidaya mentimun di
Indonesia terdapat hampir di setiap daerah (Direktorat Budidaya Tanaman
Sayuran dan Biofarmaka 2008).
Tanaman mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.) merupakan
famili labu-labuan atau Cucurbitaceae yang menghasilkan buah dan dapat
dimakan. Mentimun diklasifikasikan sebagai berikut (Zulkarnain 2013) :
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatofita
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dikotiledon
Ordo
: Cucubitales
Famili
: Cucurbitaceae
Genus
: Cucumis
Spesies
: Cucumis sativus L.
Mentimun merupakan tanaman setahun dengan perilaku pertumbuhan
merambat atau memanjat dan beberapa kultivar memiliki pertumbuhan semak.
Sistem perakaran tanama luas tetapi dangkal. Batang bersudut empat dengan
rambut kaku tegak, sulur tidak bercabang, serta memiliki panjang antara 1-3 m.
Daun berbentuk bulat telur segitiga, lebar 7-25 cm dengan tiga atau lima bagian
yang menyudut, permukaan kasar, bagian ujung runcing, serta memiliki panjang
tangkai 5-15 cm. Sebagian besar kultivar mentimun merupakan monoecious,
tetapi ada juga bunga hermafrodit. Bunga berwarna kuning dengan bentuk seperti

3

lonceng. Bunga jantan tumbuh pada ketiak daun dalam kelompok atau tunggal
dengan tangkai bunga ramping. Bunga betina tumbuh tunggal pada ketiak daun
dengan tangkai bunga gemuk. Buah berbentuk bulat, kotak, lonjong atau
memanjang, posisi menggantung, serta terdapat duri atau kutil di permukaan buah.
Kulit buah berwarna hijau pucat hingga hijau sangat gelap dan bagian dalam buah
berwarna putih kekuningan. Biji berbentuk pipih dan berwarna putih (Rubatzky
dan Yamaguchi 1997).
Syarat Tumbuh
Tanaman mentimun umumnya ditanam di dataran rendah sampai
menengah dengan ketinggian sekitar 200 – 800 m dpl. Pertumbuhan optimal dapat
dicapai pada lahan dengan ketinggian 400 m dpl (Direktorat Budidaya Tanaman
Sayuran dan Biofarmaka 2008). Tanaman mentimun tumbuh baik pada tanah yang
mengandung banyak bahan organik, pH 6-7.5, gembur, serta memiliki drainase
yang baik (Tindall 1983). Jenis tanah yang cocok untuk budidaya mentimun
adalah tanah aluvial, latosol, dan andosol (Zulkarnain 2013).
Suhu yang optimum untuk pertumbuhan mentimun sekitar 21-280C. Suhu
yang tinggi mengurangi produksi bunga betina karena dapat mempengaruhi
produksi hormon (Williams et al. 1991). Kelembaban yang tinggi dapat
mendorong perkembangan penyakit daun dan mempengaruhi pembungaan.
Intensitas cahaya yang tinggi dapat meningkatkan produksi serbuk sari sedangkan
intensitas cahaya yang rendah menyebabkan produksi putik lebih banyak (Tindall
1983).
Studi Fenologi
Fenologi merupakan cabang ilmu ekologi yang mempelajari tentang
respon makhluk hidup terhadap perubahan musim dan iklim di lingkungan tempat
hidupnya, yang meliputi variasi lama penyinaran, presipitasi, suhu, dan faktor
pengontrol lainnya (Delahaut 2004). Menurut Fewless (2006) fenologi adalah
ilmu tentang periode fase-fase yang terjadi secara alami pada tumbuhan yang di
pengaruhi oleh keadaan lingkungan sekitar, seperti lama penyinaran, suhu, dan
kelembaban udara.
Studi fenologi bertujuan untuk mencatat perkembangan secara umum dari
tumbuhan yang dipengaruhi oleh iklim dan cuaca pada lokasi tertentu (Delahaut
2004). Menurut Tinche (2006) data fenologi dapat digunakan untuk menentukan
waktu tanam dan panen, mengetahui masa pembungaan dan pembuahan, dan
dapat digunakan untuk menentukan waktu aplikasi herbisida dan pestisida.
Pengamatan fenologi pembungaan mencakup munculnya bunga pertama, fase
perkembangan bunga, pembentukan buah, fase pematangan buah dan fase akhir
pembungaan (Prathama 2009).
Viabilitas dan Vigor Benih
Viabilitas benih merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan
benih untuk tumbuh normal pada kondisi optimum. Viabilitas memiliki dua tolok
ukur yakni daya berkecambah dan bobot kering kecambah normal (Sadjad 1994).
Viabilitas benih dapat menunjukkan tingkat kehidupan benih, aktivitas
metabolisme benih, dan kerja enzim yang mampu mengkatalisis proses
metabolisme dalam perkecambahan dan pertumbuhan benih. Tujuan pengujian

4

viabilitas benih adalah untuk mengetahui dengan cepat semua benih yang hidup,
apakah dorman atau tidak (Justice dan Bass 2002).
Vigor benih adalah kemampuan benih untuk menjadi tanaman normal
pada kondisi yang suboptimum di lapangan, atau setelah mengalami penyimpanan
dalam kondisi simpan yang suboptimun (Sadjad 1994). Menurut Ilyas (2012)
vigor benih merupakan sifat-sifat benih yang menentukan potensi pemunculan
kecambah yang cepat, seragam, dan perkembangan kecambah normal pada
kondisi lapang yang bervariasi. Uji vigor merupakan indeks mutu benih yang
lebih sensitif daripada uji daya berkecambah. Setiap kejadian yang mengawali
hilangnya daya berkecambah dapat digunakan sebagai dasar uji vigor (Ilyas
2012). Indeks vigor adalah nilai perkecambahan pada hitungan pertama yang
merupakan salah satu tolok ukur yang dapat digunakan untuk menentukan vigor
benih. Nilai kerserempakan tumbuh benih menggambarkan potensi untuk cepat
tumbuh, munculnya seragam, dan perkembangan bibit normal dalam berbagai
kondisi (Lesilolo et al. 2013). Keserempakan tumbuh menunjukkan kinerja
homogen dalam pertumbuhan di lapangan (Sadjad 1993).
Masak Fisiologis Benih
Menurut Sadjad (1980), proses perkembangan dan kemasakan benih
melalui tiga fase yaitu fase pertumbuhan, fase menghimpun makanan, dan fase
pemasakan. Pada fase pemasakan, bobot kering mencapai maksimum yang
disebut dengan masak fisiologis. Masak fisiologis merupakan stadia pertumbuhan
yang penting bagi tanaman karena berhubungan dengan akumulasi maksimum
bobot kering benih, vigor benih, serta hasil yang maksimum (Ilyas 2012). Studi
mengenai perkembangan biji dan masak fisiologis sangat penting karena benih
harus dipanen pada saat yang tepat untuk menjamin kualitas vigor dan viabilitas
benih (Khatun et al. 2012).
Penentuan masak fisiologis sangat penting karena kemasakan benih
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mutu benih (Copeland 1976).
Benih yang dipanen sebelum masak mempunyai periode hidup lebih pendek
daripada benih masak (Justice dan Bass 1979). Benih yang dipanen melampaui
masak fisiologis mengalami penurunan vigor (Taylor 1975). Benih yang dipanen
sebelum mencapai masak fisiologis mengakibatkan vigor benih rendah. Pada fase
tersebut pembentukan embrio belum sempurna dan akumulasi cadangan makanan
dalam benih belum cukup untuk proses perkecambahan. Benih yang dipanen
lewat masak fisiologis sudah mengalami deteriorasi akibat adanya deraan cuaca
pada tanaman induk di lapangan (Kartika dan Ilyas 1994).
Valdes dan Gray (1998) menyatakan bahwa persentase benih tomat yang
berkecambah maksimum terjadi pada saat stadia buah masak. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Hardiansyah (2009), masak fisiologis benih terung
ungu varietas Texas Blue dicapai pada umur panen 48 hari setelah bunga mekar
yang dicirikan dengan penampakan fisik warna kulit buah yang berwarna kuning
keemasan, serta bernilai maksimum pada tolok ukur viabilitas potensial, bobot
kering benih, bobot 1000 butir benih, kecepatan tumbuh benih, dan indeks vigor.
Benih buncis yang dipanen saat masak fisiologis setelah disimpan selama 12
minggu belum mengalami penurunan vigor kekuatan tumbuh maupun viabilitas
potensialnya. Benih yang dipanen sebelum dan sesudah masak fisiologis (27 dan

5

33 hari setelah berbunga sudah menurun vigor kekuatan tumbuhnya walaupun
baru disimpan 4 minggu (Waemata dan Ilyas 1986).
Suhu dan Tanaman
Suhu merupakan faktor penting dalam lingkungan yang menentukan
perkembangan tanaman (Hopkins dan Hüner 2004). Perubahan suhu beberapa
derajat menyebabkan perubahan yang tajam terhadap laju perkembangan tanaman.
Variasi suhu udara dapat ditimbulkan oleh ketinggian tempat yang dapat
memengaruhi fenologi dan produksi tanaman. Semakin tinggi tempat maka umur
tanaman cenderung lebih lama (Pratomo 2001).
Pada tahap tertentu dalam daur hidup dan pada kondisi tertentu, tiap
spesies atau varietas memiliki suhu minimum, suhu optimum dan suhu
maksimum. Lebih dari suhu maksimum tumbuhan tidak akan tumbuh bahkan
mati, pada rentang suhu optimum laju pertumbuhannya paling tinggi dan di bawah
suhu minimum tumbuhan tidak akan tumbuh (Salisbury dan Ross 1995). Suhu
yang optimum untuk tanaman mentimun berkisar antara 65-75OF (18.3-23.9 OC),
suhu maksimum 90OF (32.2 OC), dan tanaman mentimun akan mengalami chiling
injury dibawah suhu 45-50OF (7.2-10 OC) (Maynard dan Hochmuth 2007).
Suhu memengaruhi tanaman melalui pengaruhnya pada laju proses-proses
metabolisme. Pengaruh suhu terlihat terutama pada laju perkembangan tanaman
seperti perkecambahan, pembentukan daun, inisiasi organ reproduktif (Baharsjah
1991). Pengaruh suhu udara terhadap pertumbuhan terutama pada proses respirasi
dan kecepatan proses biokimia dalam fotosintesis (Nasir 1999).
Konsep Unit Panas
Metode unit panas adalah metode kuantitatif mengenai hubungan antara
suhu dan tanaman. Metode ini populer dengan istilah degree-days, heat unit, dan
growing degree-days (Wang 1960). Tanaman membutuhkan unit panas (heat unit)
yang spesifik untuk berkembang dari satu tahap ke tahap selanjutnya (Miller et al.
2001).
Menurut Newman dan Blair (1969), metode unit panas merupakan
pendekatan antara agronomi dan klimatologi dengan cara melihat huhungan antara
laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan suhu rata-rata harian di atas
suatu suhu dasar. Suhu di bawah suhu dasar akan mengakibatkan aktivitas
pertumbuhan tanaman terhenti (Gilmore dan Rogers 1958) atau suhu saat laju
pertumbuhan sama dengan nol (Brown 1960). Menurut Maynard dan Hochmuth
(2007) suhu dasar dari tanaman mentimun adalah 550F atau 12.780C.

6

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Mei 2015. Penelitian
bertempat di Kebun Percobaan Leuwikopo, dan Laboratorium Pengujian Mutu
Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Budidaya Tanaman Mentimun
Budidaya tanaman mentimun dilakukan sesuai SOP Puslitbanghorti (2013).
Penyemaian benih
Varietas mentimun yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas
Vanesa (varietas bersari bebas) yang diperoleh dari toko penjual benih.
Kemurnian benih 99% dan daya tumbuh benih 95% namun saat digunakan daya
berkecambah benih 81%. Benih mentimun disemai pada polibag semai.
Persemaian menggunakan media tanam yang merupakan campuran dari tanah,
pupuk kandang, dan arang sekam dengan perbandingan 1:1:1. Persemaian
dilakukan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari, hujan, dan juga OPT.
Kebutuhan benih sebanyak 5 g untuk luasan lahan 55 m2.
Pengolahan tanah dan pemasangan mulsa plastik hitam perak
Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum tanam. Penambahan
pupuk kandang sebanyak 92 kg untuk lahan seluas 55 m2. Pembuatan bedengan
dengan lebar 100 cm, panjang 600 cm lahan dan tinggi 20-30 cm. Jarak antar
bedengan 30 cm. Pemasangan mulsa plastik hitam perak .
Penanaman bibit
Bibit yang sudah mempunyai 2-3 helai daun sejati (berumur 20-23 hari)
siap ditanam. Cara tanam persegi panjang dengan jarak tanam 30 cm x 40 cm
(menggunakan sistem rambatan piramida). Pemberian Furadan pada setiap lubang
tanam untuk mencegah serangan fungi dan hama. Selanjutnya dilakukan
penyiraman.
Pemupukan dan pemeliharaan
Pupuk yang digunakan Urea (225 kg/ha), SP-36 (150 kg/ha), KCl (525
kg/ha), dan pupuk kandang (1,5-2 kg/tanaman). Pupuk kandang diaplikasikan
bersamaan dengan pengolahan lahan. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu
setengah dosis sebelum tanam dan setengah dosis sisanya pada saat tanaman
berumur 4 MST.
Pemeliharaan tanaman dilakukan hingga masa panen. Pemeliharaan
tanaman terdiri atas penyiraman, pemasangan ajir, penyiangan, pemangkasan,
pengendalian hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan secara rutin pagi dan sore
hari. Pemasangan ajir dilakukan 4-5 hari setelah bibit ditanam.

7

Panen, pascapanen, dan pengamatan
Panen dilakukan sesuai dengan perlakuan umur panen. Panen dan
pascapanen meliputi:
Buah dipanen 5-7 buah per
umur panen.
Kemudian buah segar diamati
untuk mengetahui deskripsi
buah mentimun (bobot buah,
panjang buah, diameter buah,
dan warna buah).

Ekstraksi benih:
1. Buah dibelah secara
longitudinal.
2. Pemisahan
benih
mentimun dari daging
buah
menggunakan
sendok makan.

Fermentasi benih:

Pengamatan deskripsi
benih
mentimun
(panjang benih, lebar
benih, dan warna benih)
pada setiap umur panen.

Pengeringan benih:
Benih diletakkan satu lapis
pada
nampan
yang
beralaskan strimin plastik
kemudian dikering anginkan
selama ± 6 jam pada suhu
ruang
27-31oC
hingga
permukaan benih tidak basah
lagi.

1. Benih dmasukkan ke dalam wadah
(kantong plastik volume 2 l) berisi air
(100 ml air per buah).
2. Wadah ditutup selama 2 hari pada
suhu 24-27oC.
3. Setelah 2 hari benih disaring
menggunakan kantong kasa nyamuk
dan benih digosok-gosok untuk
memisahkan lendir benih yang masih
menempel pada benih kemudian
dibilas dengan air mengalir selama 1
menit.

Pengujian mutu benih dengan
tolok ukur kadar air benih,
bobot kering benih, daya
berkecambah, bobot kering
kecambah
normal,
indeks
vigor,
dan
keserempakan
tumbuh.

8

Studi Fenologi Bunga, Buah, dan Benih
Pengamatan fenologi dilakukan untuk menentukan saat masak fisiologis
benih, dilakukan sejak antesis sampai batas terakhir pemanenan. Parameter yang
diamati adalah warna, bentuk, struktur, dan ukuran baik pada bunga, buah,
maupun benih
mentimun. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor. Faktor percobaan
adalah umur panen mentimun yang terdiri atas 20 taraf, yaitu 15 sampai 34 hari
setelah antesis (HSA).
Model linear dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
Yij = μ + αi + βj + εij
Keterangan :
Yij
αi
βj
εij

: respon tanaman terhadap perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
: pengaruh perlakuan umur panen ke-i
: pengaruh ulangan ke-j
: pengaruh galat percobaan

Data pengamatan yang diperoleh diuji menggunakan uji F pada taraf nyata
(α) 5%. Analisis dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf 5% apabila uji sebelumnya (uji F) berpengaruh nyata.
Penentuan Masak Fisiologis dengan Unit Panas (Heat Unit)
Penghitungan unit panas tanaman berdasarkan data yang didapatkan dari
pengukuran suhu menggunakan termometer. Suhu harian diukur tiga kali dalam
sehari (pagi pukul 07.00, siang pukul 13.00, dan sore pukul 17.00) mulai dari
penanaman hingga panen terakhir.
Penghitungan unit panas menggunakan rumus (Syakur 2012) :

Penghitungan rata-rata suhu harian menggunakan rumus (Handoko 1994):

Keterangan;
HU
Tb

= Unit panas (0Cd)
= Rata-rata suhu harian (0C)
= Suhu dasar (12.780C)
Pengujian Mutu Benih

Pengujian mutu benih meliputi tolok ukur: kadar air, bobot kering benih,
daya berkecambah, bobot kering kecambah normal, kecepatan tumbuh, dan indeks
vigor.
1. Kadar air (KA)
Pengujian kadar air benih secara langsung dengan menggunakan oven
pada suhu tinggi konstan yaitu 130-133 ºC selama 1 jam (ISTA 2014). Benih
yang telah dioven dimasukkan ke dalam desikator selama 15 hingga 30 menit,
kemudian ditimbang.

9

Penghitungan kadar air benih menggunakan rumus berikut:

Keterangan :
KA = kadar air (%)
M1 = Bobot cawan dan tutup (g)
M2 = Bobot contoh kerja dan cawan beserta tutup sebelum dioven (g)
M3 = Bobot contoh kerja dan cawan beserta tutup setelah dioven (g)
2. Bobot kering benih (BKB)
Benih (4-5 g per ulangan) di dalam cawan dikeringkan berdasarkan
metode oven dengan suhu tinggi konstan (130-133°C) selama 1 jam (ISTA
2014), dua ulangan. Setelah pengeringan, benih beserta cawan dimasukkan ke
dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang bobot kering benihnya.
3. Daya berkecambah (DB)
Pengujian daya berkecambah dilakukan dengan metode antar kertas
(between paper) yaitu uji kertas digulung didirikan dalam plastik (UKDdp)
pada alat pengecambah benih terkontrol merek SEEDBURO tipe SDA 8300 B.
Kertas yang digunakan adalah kertas stensil. Pengamatan terhadap kecambah
normal dilakukan dua kali yaitu hitungan pertama pada hari ke-4 dan hitungan
terakhir pada hari ke-8 dengan suhu pengujian 25°C (ISTA 2014). Pada setiap
perlakuan dilakukan pengujian DB sebanyak empat ulangan. Setiap ulangan
terdiri atas 50 benih, dan tiap gulungan terdiri atas 25 benih.
Penghitungan daya berkecambah benih menggunakan rumus berikut:

Keterangan:
KN I = Jumlah kecambah normal hitungan pertama pada hari ke-4
KN II = Jumlah kecambah normal hitungan kedua pada hari ke-8
n
= Jumlah benih yang diuji

Gambar 1 Stuktur kecambah normal benih mentimun
(a = akar sekunder, b = akar primer,
c = kotiledon, d = epikotil, e = plumula)

10

4. Bobot kering kecambah normal (BKKN)
Pengukuran bobot kering kecambah normal dilakukan pada hari terakhir
pengujian daya berkecambah (hari ke-8) dengan metode antar kertas (between
paper). Seluruh kecambah normal dipisahkan dari kotiledon dan dimasukkan
ke dalam amplop kemudian dioven pada suhu 80°C selama 24 jam. Kecambah
yang telah dikeringkan kemudian ditimbang.
5. Keserempakan tumbuh
Pengujian keserempakan tumbuh dilakukan pada hari antara hitungan
pertama dengan hitungan kedua uji daya berkecambah yaitu hari keenam.
Pengujian keserempakan tumbuh dilakukan dengan metode antar kertas
(between paper) pada suhu pengujian 25°C .
6. Indeks vigor (IV)
Pengujian indeks vigor dilakukan dengan cara menghitung persentase
kecambah normal hitungan pertama pada 4 HST. Data diambil dari pengujian
daya berkecambah. Penghitungan indeks vigor benih menggunakan rumus
berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN
Fenologi Mentimun
Benih mentimun disemai pada polibag semai. Akar muncul pada umur 1-2
hari setelah semai (HSS) dan mulai muncul kecambah berkisar 3-4 HSS. Daun
muncul 15-16 HSS. Bibit dipindah tanam ketika sudah terbentuk 2-3 helai daun
yaitu berumur 20-23 HSS.
Bunga yang pertama kali terbentuk adalah bunga jantan. Bunga jantan
pertama kali mekar 27 HSS. Tanaman mentimun yang normal 10-20 bunga yang
pertama muncul merupakan bunga jantan (Relf et al. 2015). Bunga jantan terdiri
atas tangkai bunga, kelopak, mahkota bunga, dan benang sari. Pada hari pertama
perkembangan bunga jantan diawali dengan munculnya kuncup bunga baik dari
ketiak daun batang utama maupun dari cabang tanaman. Bersamaan dengan
munculnya kuncup bunga, kelopak bunga juga sudah terbentuk (Gambar 2a).
Pada hari kedua kuncup bunga semakin membesar (Gambar 2b) hari ketiga
mahkota bunga mulai muncul tetapi mahkota bunga tersebut masih berwarna hijau
yang terdiri atas empat sudut (Gambar 2c). Pada hari keempat kuncup bunga
semakin membesar dan sudut mahkota semakin nyata serta terdapat perubahan
warna mahkota menjadi kuning (Gambar 2d). Pada hari kelima bunga mekar
selama satu hari (Gambar 2e) kemudian layu dan gugur pada hari keenam
(Gambar 2f).
Bunga betina pertama kali mekar pada 34 HSS. Bunga betina muncul
setiap kemunculan 10-20 bunga jantan (Relf et al, 2015). Bunga betina terdiri
atas tangkai bunga, kelopak, mahkota bunga, putik dan ovari yang nantinya bakal
menjadi buah. Panjang tangkai, tinggi bunga, dan lebar mahkota bunga betina
lebih besar dibandingkan bunga jantan (Tabel 1). Pada hari pertama kemunculan
kuncup bunga betina, kuncup bunga masih kecil dan sudah terdapat kelopak

11

bunga beserta ovari (calon buah) (Gambar 3a). Pada hari kedua ovari dan kuncup
bunga semakin membesar (Gambar 3b). Pada hari keempat mahkota bunga sudah
mulai muncul (Gambar 3c) dan pada hari kelima bunga sudah mekar (Gambar
3d). Bunga mekar selama 1 hari kemudian layu pada hari keenam (Gambar 3e).
Bunga masih menempel pada ovari dan kemudian 3-4 hari akan gugur setelah
mengering. Apabila bunga betina terserbuki dengan baik maka akan terbentuk
buah. Bunga betina yang tidak terserbuki dengan baik akan kering dan kemudian
mati atau gugur.
Tabel 1 Deskripsi bunga jantan dan bunga betina
Komponen Bunga
Bunga Jantan
Bunga Betina
Panjang tangkai (cm)
2.25
2.47
Tinggi bunga (cm)
2.31
2.95
Lebar mahkota (cm)
4.97
5.14
Panjang ovari (cm)
4.67
Warna bunga
kuning cerah
kuning cerah

Gambar 2 Selang perkembangan bunga jantan mulai dari kuncup,
bunga mekar, hingga bunga layu (a = tangkai bunga,
b = kelopak bunga, c = mahkota bunga, d = benang
sari)

Gambar 3 Selang perkembangan bunga betina mulai dari kuncup,
bunga mekar hingga bunga layu (a = tangkai bunga, b =
ovari, c = kelopak bunga, d = mahkota bunga, e = putik)

12

Buah mentimun terbentuk dari ovari setelah bunga betina terserbuki
dengan baik. Buah mentimun berbentuk silindris. Terdapat duri pada kulit buah,
dimana semakin tua umur buah maka jumlah dan ketajaman duri akan berkurang.
Pada bagian luar buah terdapat garis-garis berwarna putih yang memanjang dari
pangkal hingga ujung buah. Daging buah mentimun berwarna putih dengan
terkstur yang halus.
Tabel 2 menunjukkan, dari lima buah yang diukur pada setiap umur panen
diperoleh bobot buah mentimun tertinggi saat umur panen 25 hari setelah antesis
(HSA) yakni 677 ± 178 g. Bobot buah terkecil terdapat pada umur panen 15 HSA
yaitu 255 ± 24 g. Buah mentimun terpanjang ialah 27.9 ± 5.1 cm (25 HSA) dan
yang terpendek 16.6 ± 4.8 cm (16 HSA). Sementara diameter terbesar 7.9 ± 0.4
cm (34 HSA) dan yang terkecil 4.7 ± 0.2 cm (29 HSA).
Warna kulit buah mentimun berubah seiring bertambahnya umur buah
tersebut (Tabel 2). Terdapat kesamaan warna buah yaitu umur panen 15-17 HSA
hijau keputihan, umur panen 18-19 HSA putih kehijauan, umur panen 20-21 HSA
putih kekuningan, umur panen 22-28 HSA kuning keputihan, serta umur panen
29-34 HSA berwarna kuning (Gambar 4). Perubahan warna kulit buah bisa
digunakan menjadi suatu indikator pematangan pada buah mentimun. Seperti
perubahan warna kulit terong belanda dari warna hijau menjadi merah merupakan
proses pemasakan buah (Julianti 2011). Perubahan warna ini disebabkan oleh
degradasi klorofil. Menurut Radzevicius et al (2014) perubahan lapisan perikarp
dari hijau menjadi merah disebabkan oleh perubahan klorofil menjadi kromoplas
sepanjang perkembangan buah tomat. Selain itu perubahan warna pada tomat juga
disebabkan oleh degradasi klorofil maupun sintesis likopen serta akumulasi
karotenoid.
Benih mentimun varietas Vanesa berbentuk oval pipih serta berwarna putih
kecoklatan. Berdasarkan Tabel 3, lebar benih mentimun maksimum pada umur
panen 23 HSA yaitu 3.82 ± 1.10 mm dan terkecil pada umur panen 21 HSA yaitu
3.35 ± 0.18 mm. Panjang benih maksimum pada umur panen 34 HSA yaitu 11.43
± 0.33 mm dan terkecil pada umur panen 15 HSA yaitu 9.65 ± 0.69 mm.
Tabel 2 Deskripsi buah mentimun pada setiap umur panen (hari setelah antesis)
Umur
Bobot buah
Panjang
Diameter buah
Panen
Warna buah
(g)
buah (cm)
(cm)
(HSA)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

255 ± 24
256 ± 66
264 ± 67
268 ± 52
285 ± 50
320 ± 23
295 ± 20
627 ± 337
561 ± 320
458 ± 25

20 ± 0.9
16.6 ± 4.8
19.6 ± 0.8
17.1 ± 5.9
17.6 ± 2
19.5 ± 1.8
22.7 ± 4.9
25.2 ± 5.6
24.3 ± 7.8
22.4 ± 0.9

7.3 ± 0.4
7.3 ± 0.7
6 ± 0.7
6.9 ± 0.6
7.1 ± 0.5
7.6 ± 0.5
7 ± 1.4
5.7 ± 0.7
5.5 ± 0.7
5 ± 0.7

hijau keputihan
hijau keputihan
hijau keputihan
putih kehijauan
putih kehijauan
putih kekuningan
putih kekuningan
kuning keputihan
kuning keputihan
kuning keputihan

13

Umur
Panen
(HSA)

Bobot buah
(g)

Panjang
buah (cm)

Diameter buah
(cm)

Warna buah

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

677 ± 178
547 ± 184
382 ± 112
544 ± 230
573 ± 215
527 ± 295
480 ± 21
382 ± 50
444 ± 157
393 ± 68

27.9 ± 5.1
24.9 ± 2.1
21.1 ± 5.2
23.4 ± 4.5
22.9 ± 3.8
22.8 ± 4.5
23.7 ± 2
21.2 ± 1.5
21.4 ± 4.3
25.8 ± 2

5.1 ± 1.1
5.3 ± 0.8
5.1 ± 1.8
4.9 ± 1
4.7 ± 0.2
5.8 ± 0.5
7.6 ± 1
7.5 ± 0.1
7.1 ± 1.8
7.9 ± 0.4

kuning keputihan
kuning keputihan
kuning keputihan
kuning keputihan
kuning
kuning
kuning
kuning
kuning
kuning

Tabel 3 Deskripsi benih mentimun pada setiap umur panen (hari setelah antesis)
Lebar biji
Umur Panen (HSA) Panjang biji (mm)
Warna biji
(mm)
15

9.65 ± 0.69

3.53 ± 0.21

putih kecoklatan

16
17
18

10.15 ± 10
10.56 ± 0.38
10.2 ± 0.43

3.59 ± 0.44
3.65 ± 0.26
3.41 ± 0.22

putih kecoklatan
putih kecoklatan
putih kecoklatan

19
20

10.49 ± 0.63
10.48 ± 0.63

3.54 ± 0.20
3.63 ± 0.18

putih kecoklatan
putih kecoklatan

21
22

10.17 ± 0.41
10.47 ± 0.51

3.35 ± 0.18
3.52 ± 0.22

putih kecoklatan
putih kecoklatan

23
24
25

10.21 ± 0.42
10.36 ± 0.52
9.91 ± 0.52

3.82 ± 1.10
3.61 ± 0.23
3.48 ± 0.21

putih kecoklatan
putih kecoklatan
putih kecoklatan

26
27

10.45 ± 0.37
10.94 ± 0.56

3.64 ± 0.22
3.52 ± 0.20

putih kecoklatan
putih kecoklatan

28

11.05 ± 0.56

3.61 ± 0.18

putih kecoklatan

29
30

10.8 ± 1.86
10.89 ± 0,44

3.62 ± 0.2
3.55 ± 0.7

putih kecoklatan
putih kecoklatan

31
32

10.97 ± 0.64
10.93 ± 0.65

3.73 ± 0.21
3.55 ± 0.18

putih kecoklatan
putih kecoklatan

33
34

10.95 ± 0.46
11.43 ± 0.33

3.62 ± 0.23
3.64 ± 0.19

putih kecoklatan
putih kecoklatan

14

15 HSA

16 HSA

a
18 HSA

17 HSA

b
19 HSA

d
21 HSA

20 HSA

e
22 HSA

g
25 HSA

f
23 HSA

h
26 HSA

j

c

i
27 HSA

k

Gambar 4 Buah pada umur panen 15-34 hari setelah antesis

l

15

28 HSA

29 HSA

m
31 HSA

30 HSA

n

o

32 HSA

p

33 HSA

q

r

34 HSA

s
Gambar 4 Buah pada umur panen 15-34 hari setelah antesis (lanjutan)

16

Pengaruh Umur Panen terhadap Kadar Air, Viabilitas, dan Vigor Benih
Mentimun
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa umur panen buah mentimun
berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, bobot kering benih, viabilitas dan
vigor benih mentimun (Tabel 4). Menurut Khatun et al. (2012) yang melakukan
penelitian pada lentil (Lens culinaris L.), waktu panen memengaruhi vigor,
viabilitas, dan juga daya simpan benih. Pada penelitian ini viabilitas ditentukan
dengan menggunakan tolok ukur daya berkecambah dan bobot kering kecambah
normal, sedangkan vigor benih mentimun ditentukan tolok ukur indeks vigor dan
keserempakan tumbuh.
Tabel 4 Rekapitulasi uji F hasil analisis ragam pengaruh umur panen terhadap
kadar air, bobot kering benih, daya berkecambah, bobot kering kecambah
normal, indeks vigor, dan keserempakan tumbuh
Perlakuan
Tolok Ukur
Umur Panen

Koefisien Keragaman (%)

Kadar air
**
Bobot kering benih
**
Daya berkecambah
**
Bobot kering kecambah normal
**
Indeks vigor
**
Keserempakan tumbuh
**
Keterangan : ** = Berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%

5.27
9.93
10.35
21.34
14.77
13.55

Pengaruh Umur Panen terhadap Kadar Air dan Bobot Kering Benih
Kadar air benih mentimun cenderung mengalami penurunan seiring
pertambahan umur panen. Nilai pengamatan atau deviasi kadar air merupakan
rata-rata dari dua ulangan dengan bobot awal benih 4-5 g (Gambar 5). Kadar air
paling tinggi pada saat umur panen 15 hari setelah antesis (HSA) yaitu 70.6% dan
paling rendah pada 33 HSA yaitu 40.3%. Hal ini sesuai dengan Hardiansyah
(2009) yang menyatakan bahwa kadar air benih terung ungu (Solanum melongena
var. Serpentinum) menurun sejalan dengan peningkatan kemasakan buah. Sama
halnya dengan kadar air benih buncis (Phaseolus vulgaris L.), pada umur panen
12 hari setelah bunga mekar kadar air benih masih sangat tinggi 81.9% kemudian
menurun seiring bertambahnya umur panen, dan pada umur panen 33 hari setelah
bunga mekar sudah mencapai 21.7% (Waemata dan Ilyas 1986).
Terjadi penurunan kadar air yang signifikan (berbeda nyata) dari umur
panen 15 HSA ke 18 HSA (70.6% menjadi 51.9%). Kemudian terjadi peningkatan
kadar air pada umur panen 19-21 HSA tetapi tidak berbeda nyata. Pada umur
panen 24 HSA hingga 32 HSA, penurunan kadar air tidak berbeda nyata (Gambar
5). Seiring dengan perubahan warna buah dari hijau keputihan menjadi putih
kehijauan terjadi penurunan kadar air yang berbeda nyata. Sementara perubahan
warna buah dari warna putih kehijauan menjadi putih kekuningan dan dari kuning
keputihan menjadi kuning, tidak mengalami penurunan kadar air yang berbeda
nyata. Menurut Valdes and Gray dalam Hardiasyah (2009) kadar air benih tomat
yang mengalami penurunan signifikan dari stadia kemasakan buah berwarna hijau
sampai buah berwarna merah tua. Namun penurunan kadar air tidak berbeda nyata

17

diantara stadia kemasakan buah berwarna breaker dan merah tua. Warna breaker
pada buah tomat tercapai apabila warna permukaan buah tidak lebih dari 10%
berwarna kekuningan, merah muda atau merah (PUSLITBANGHORTI 2015).
Artinya 90% permukaan buah masih berwarna hijau.
Bobot kering maksimum benih mentimun diperoleh pada umur panen 33
HSA (2.6 g) dan yang paling rendah pada umur panen 15 HSA yaitu sebesar 1.3
g. Nilai pengamatan atau deviasi bobot kering benih merupakan rata-rata dari dua
ulangan dengan bobot awal benih 4-5 g (Gambar 5). Bobot kering benih yang
tinggi dapat menggambarkan pemanfaatan cadangan makanan dalam benih efisien
(Hakim 2014). Bobot kering benih meningkat cepat dari 15 HSA hingga 18 HSA.
Pada umur panen 19 HSA bobot kering benih menurun tetapi tidak berbeda nyata
dengan umur panen sebelumnya. Kemudian bobot kering benih terus meningkat
hingga mencapai titik maksimum pada umur panen 33 HSA. Setelah mencapai
maksimum bobot kering benih turun pada umur panen 34 HSA. Menurut
Hardiansyah (2009) bobot kering benih terung ungu (Solanum melongena var
Serpentinum) meningkat dengan cepat sampai maksimum pada umur panen 48
HSA. Setelah lewat umur panen 48 HSA (masak fisiologis) bobot kering benih
menurun secara perlahan.
Pengaruh Umur Panen terhadap Viabilitas Benih
Sebagian benih sudah mulai berkecambah pada umur panen pertama (15
HSA). Daya berkecambah pada taraf tersebut merupakan yang paling rendah
dibanding umur panen yang lainnya yaitu 16.5%. Menurut Hakim (2014) benih
dapat berkecambah pada semua tingkat kemasakan yang dilihat dari umur panen
tetapi terdapat perbedaan daya berkecambah pada setiap tingkat kemasakan yang
disebabkan ketersediaan cadangan makan yang belum cukup bagi pertumbuhan
embrio. Gambar 6 menunjukkan terdapat peningkatan daya berkecambah dari
umur panen 15 HSA hingga 20 HSA yang kemudian penurunan pada umur panen
21 HSA, namun tidak berbeda nyata. Pada umur panen 22 HSA terdapat
penurunan daya berkecambah yang berbeda nyata dan kemudian meningkat
hingga umur panen 25 HSA. Tedapat penurunan yang tidak berbeda nyata pada
umur panen 26 HSA, tetapi pada umur panen 27 HSA terus meningkat hingga
tercapai daya berkecambah yang tertinggi pada umur panen 29 HSA. Selanjutnya
daya berkecambah menurun hingga umur panen 34 HSA.
Salah satu penyebab penurunan daya berkecambah seperti pada umur
panen 22 HSA, 32 HSA, dan 34 HSA (Gambar 6) adalah dormansi benih.
Menurut Saadiah dan Junaidah (1986) rendahnya daya berkecambah pada
mentimun varietas Mti2 disebabkan oleh dormansi yang disebabkan oleh lapisan
pada benih. Menurut Thorthon di dalam Saadiah Dan Junaidah (1986) yang
menyatakan bahwa terjadi dormansi pada benih semangka yang disebabkan oleh
tumpukan cutin pada lapisan nucellar. Kulit benih merupakan unsur fisik benih
yang mempengaruhi masuknya air maupun gas ke dalam benih. Permeabilitas
kulit yang tinggi mempermudah masuknya air dan gas ke dalam benih sehingga
dapat mengaktifkan enzim-enzim yang berperan dalam metabolisme benih
(Purwanti 2004).
Bobot kering kecambah normal benih mentimun cenderung meningkat
seiring bertambahnya umur panen. Hal ini terjadi karena cadangan makanan
semakin banyak serta daya berkecambah benih juga semakin tinggi. Benih yang

18

memiliki daya berkecambah yang tinggi berarti memiliki bobot kering kecambah
normal yang tinggi pula (Lestari 2009). Bobot kering kecambah normal tertinggi
diperoleh pada umur panen 29 HSA (0.38 g). Tingginya bobot kering kecambah
normal pada stadia ini menunjukkan bahwa cadangan makanan dan daya
berkecambah tinggi. Bobot kering kecambah normal terendah pada umur panen
15 HSA yaitu 0.04 g (Gambar 6). Hal ini terjadi karena persentase benih yang
berkecambah dan cadangan makanan pada taraf ini masih rendah.
Pengaruh Umur Panen terhadap Vigor Benih
Nilai indeks vigor yang tinggi menunjukkan benih berkecambah lebih
cepat, sehingga benih digolongkan dalam vigor kuat (Taliroso 2008). Nilai indeks
vigor benih terendah pada umur panen 15 HSA yaitu 12% dan tidak berbeda nyata
dengan indeks vigor pada umur panen 16 HSA yaitu 22% (Gambar 7). Menurut
Kartika dan Ilyas (1994) pemanenan benih yang dilakukan sebelum mencapai
masak fisiologis mengakibatkan vigor rendah. Pada fase tersebut pembentukan
embrio dan membran belum sempurna dan akumulasi cadangan makanan dalam
benih belum cukup untuk proses perkecambahan. Indeks vigor meningkat pada
umur 17 HSA hingga 19 HSA dan nilai indeks vigor pada umur panen tersebut
tidak berbeda nyata (Gambar 7). Indeks vigor terus meningkat dari umur panen 20
HSA hingga umur panen 24 HSA, tetapi terdapat penurunan indeks vigor pada
umur panen 22 HSA. Indeks vigor yang tinggi diperoleh mulai dari umur panen
25 HSA hingga 33 HSA dengan nilai indeks vigor lebih besar dari 78%. Indeks
vigor tertinggi atau maksimum tercapai pada umur panen 29 HSA yaitu 93.5%.
pada umur panen 34 HSA indeks vigor sudah menurun tajam.
Nilai keserempakan tumbuh maksimal diperoleh pada umur panen 29
HSA sebesar 96%. Sementara nilai keserempakan tumbuh terendah sebesar 17%
yaitu pada umur panen 15 HSA Keserempakan tumbuh mengalami peningkatan
dari umur panen 16 HSA hingga 21 HSA, tetapi menurun pada umur panen 22
HSA. Keserempakan tumbuh terus meningkat hingga mencapai maksimum pada
umur panen 29 HSA kemudian menurun mulai umur panen 30 HSA dan tedapat
penurunan yang signifikan pada 34 HSA (Gambar 7). Keserempakan tumbuh
benih yang tinggi mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh absolut yang tinggi
karena suatu kelompok benih yang menunjukkan pertumbuhan serempak dan kuat
akan memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi (Lesilolo et al 2013).

19

Gambar 5 Pengaruh umur panen terhadap kadar air dan bobot kering benih

20

Gambar 6 Pengaruh umur panen terhadap viabilitas benih
Keterangan: Garis vertikal pada garis grafik menunjukkan nilai standar deviasi

21

Gambar 7 Pengaruh umur panen terhadap vigor benih
Keterangan: Garis vertikal pada garis grafik menunjukkan nilai standar deviasi

22

Penentuan Masak Fisiologis Benih Mentimun
Masak fisiologis benih mentimun dicapai pada umur 29 hari setelah
antesis (HSA). Pada taraf ini buah mentimun berwarna kuning, tangkai buah
mulai layu, biji mudah dilepaskan dari daging buah, serta biji berwarna putih
kecoklatan. Menurut George (2009) buah mentimun yang sudah masak dapat
dilihat dari warna kulit buah. Warna kulit buah beragam dari hijau pucat hingga
hijau, tergantung jenis varietas. Selain itu dapat dilihat dari layunya tangkai buah.
Menurut Kartika dan Ilyas (1994) benih kacang jogo dipanen pada saat
masak fisiologis (36 hari setelah berbunga) karena pada umur panen ini diperoleh
bobot kering dan vigor benih yang maksimum. Benih buncis juga dipanen pada
saat sudah mencapai masak fisiologis (30 hari setelah berbunga) karena pada
stadia ini diperoleh bobot kering benih maksimum (5.61 g) dan kekuatan tumbuh
yang maksimum (48.44% per etmal) (Waemata dan Ilyas 1986).
Benih mentimun pada umur panen 29 HSA diperoleh kadar air 41.5%.
Bobot kering benih (BKB) maksimum sebesar 2.6 g (33 HSA) sedangkan pada 29
HSA sebesar 2.5 g. Namun BKB pada kedua umur panen ini tidak berbeda nyata
dan standar deviasi pada umur panen 33 HSA lebih besar dibanding 29 HSA
(Gambar 5). Vigor benih yang maksimum ditunjukkan nilai indeks vigor sebesar
93.5% dan keserempakan tumbuh 96% saat umur panen 29 HSA (Gambar 7).
Pada saat 29 HSA nilai viabilitas benih juga maksimum dilihat dari nilai daya
berkecambah dan bobot kering kecambah normal yang tinggi sebesar 96% dan
0.38 g (Gambar 6).
Menurut Lenisastri (2000), umur panen kacang tanah tercapai pada 90 hari
setelah tanam (HST) (untuk varietas Trenggiling, Panter, Singa, dan Jerapah), 95
HST (untuk varietas Simpai, Pelanduk, Zebra, dan Tupai), dan 100 HST (untuk
varietas Macan). Kacang tanah varietas Landak dan Kidang mencapai masak
fisiologis pada umur panen 93 hari setelah tanam dimana pada umur panen ini
diperoleh kualitas hasil, viabilitas dan vigor kekuatan tumbuh tertinggi (Maria
2000).
Penentuan Unit Panas (Heat Unit)
Pada Tabel 5 ditampilkan unit panas yang dibutuhkan tanaman mentimun
varietas Vanesa untuk fase vegetatif seperti munculnya akar, munculnya
kecambah, dan bibit berdaun 3 helai secara berturut-turut adalah 21.30Cd,
44.60Cd, dan 263.50Cd. Terdapat perbedaan unit panas yang dibutuhkan bunga
jantan dan bunga betina pada tanaman mentimun. Hal ini terjadi karena bunga
jantan (27 HST) muncul lebih awal dibanding bunga betina (33 HST). Unit panas
yang dibutuhkan untuk munculnya kuncup bunga jantan sebesar 321.20Cd dan
mekar pada 368.10Cd. Sementara kuncup bunga betina muncul pada 397.80Cd dan
mekar saat unit panas sebesar 472.10Cd. Unit panas yang dibutuhkan tanaman
mentimun untuk mencapai masak fisiologis benih (29 HSA) adalah 979.80Cd.

23

Tabel 5 Unit panas (heat unit) pada stadia pertumbuhan mentimun
Stadia Pertumbuhan
Muncul akar
Muncul kecambah
Bibit berdaun 3 helai
Muncul kuncup bunga jantan
Bunga jantan mekar
Muncul kuncup bunga betina
Bunga betina mekar
Masak fisiologis benih

Unit panas (OCd)
21.3
44.6
263.5
321.2
368.1
397.8
472.1
979.8

Keterangan: oCd=degree Celcius day. Muncul akar pada 2 hari setelah semai, muncul kecambah 4
hari setelah semai, bibit berdaun 3 helai pada 20 hari setelah semai, muncul kuncup
bunga jantan 24 hari setelah semai, bunga jantan mekar 27 hari setelah semai,
muncul kuncup bunga betina pada 29 hari setelah semai, bunga betina mekar pada
34 hari setelah semai, dan masak fisiologis benih pada 29 hari setelah antesis. Unit
panas diperoleh berdasarkan pengukuran suhu pada Februari hingga April 2015.

Menurut Maria (2000) kacang tanah varietas Landak dan Kidang mencapai
masak fisiologis pada saat unit panas 1497.50Cd. Menurut Lenisastri (2000)
metode umur panen berdasarkan unit panas untuk kondisi lingkungan yang
berbeda lebih akurat dan tepat karena tidak dipengaruhi oleh keragaman suhu.
Umur panen kacang tanah varietas Trenggiling, P