Gambaran Hiperplasia Endometrium Pada Kasus Mioma Uteri Di RSUP. H. Adam Malik Medan

GAMBARAN HIPERPLASIA ENDOMETRIUM PADA KASUS MIOMA UTERI DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN
Deri Edianto, Syamsul A. Nasution, Yostoto B. Kaban, Fadjrir, Iman H Effendi, Wahyu W
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara
Medan, Indonesia, November 2013
ABSTRAK
Tujuan : Mempelajari perubahan histopatologi pada endometrium dalam kasus – kasus mioma uteri (MU). Jumlah kasus MU yang bersamaan dengan kejadian hiperplasia endometrium (HE), mengetahui jenis HE yang paling sering dijumpai pada kasus MU dan kesesuaian hasil hispatologi jaringan endometrium pasca kuretase bertingkat dengan hasil histopatologi pasca histerektomi. Pasien dan metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran HE pada kasus MU di RSUP. H. Adam Malik Medan dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis tahun 2011 sampai 2013. Sampel merupakan seluruh rekam medis kasus MU pasca histerektomi dan memiliki hasil pemeriksaan jaringan endometrum. Hasil : Dari 80 kasus MU yang dikumpulkan dari Rekam Medis tahun 2011 sampai 2013 di RSUP. H. Adam Malik Medan, sebanyak 15 kasus diekslusi karena data kasus tidak lengkap dan diperoleh 65 data kasus MU sebagai sampel penelitian. Kami mendapatkan 49 (75.4%) penderita MU berasal dari kelompok usia >40 tahun (rata – rata 45 tahun; SD 6.204), sekitar 25 (38.5%) memiliki IMT normal (17 – 23 kg/m2), sekitar 60 (92.3%) memiliki usia menarche >12 tahun (rata – rata 13 tahun; SD 1.379) dan pada status paritas dijumpai 23 (35.4%) multipara. Pada hasil histopatologi dijumpai 11 (16.9%) mengalami HE dan jenis yang paling banyak adalah hiperplasia endometrium
Universitas Sumatera Utara

simpel non-atipik, yaitu 6 (9.2%) sampel. Pada hasil pemeriksaan histopatologi endometrium pasca kuretase bertingkat dijumpai 5 (7.7%) kasus mengalami HE, dan seluruhnya memiliki hasil yang berbeda pada pemeriksaan setelah histerektomi. Kata kunci: mioma uteri, hiperplasia endometrium
Universitas Sumatera Utara

Latar belakang Mioma uteri dan hiperplasia endometrium merupakan permasalahan
umum terjadi pada sistem reproduksi wanita. Identifikasi terhadap kedua penyakit ini terkadang sering membingungkan karena keduanya dapat memiliki gejala yang sama dan tidak khas.
Dalam praktik sehari – hari sering tanpa sengaja kita menemukan kasus mioma uteri dan hiperplasia endometrium yang terjadi secara bersamaan. Namun hal tersebut tidak menjadi perhatian khusus, karena biasanya pemeriksaan histopatologi yang dilakukan sebelum histerektomi merupakan proses penapisan ataupun sebagai prosedur tetap.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya reseptor estrogen dan progesteron di endometrium dan jaringan miometrium. Reseptor – reseptor tersebut memainkan peran penting dalam mengatur proses pertumbuhan. Reseptor hormon telah terbukti lebih tinggi dalam jaringan mioma uteri.
Sampai saat ini sangat sedikit penelitian yang membahas tentang kaitan hiperplasia endometrium dengan mioma uteri, apakah benar kejadian hiperplasia endometrium akan selalu bersamaan dengan kasus mioma uteri.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui
gambaran hiperplasia endometrium pada kasus mioma uteri di RSUP. H. Adam Malik Medan dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis tahun 2011 sampai 2013. Sampel merupakan seluruh rekam medis kasus mioma uteri pasca histerektomi dan memiliki hasil pemeriksaan jaringan endometrum.
Jumlah data kasus yang berhasil dikumpulkan adalah sebanyak 80 kasus mioma uteri dengan hasil pemeriksaan endometrium pasca histerektomi. Dari seluruh data kasus, sebanyak 15 kasus diekslusi dikarenakan data kasus tidak lengkap, sehingga diperoleh 65 data kasus
Universitas Sumatera Utara


mioma uteri sebagai sampel penelitian. Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data.

Hasil

Dari 65 kasus mioma uteri, kami mendapatkan kami melakukan

tabulasi data dengan mengevaluasi data karakteristik pasien, data jenis

kelainan endometrium, jenis hiperplasia endometrium yang ditemukan dan

data hasil histopatologi jaringan endometrium sebelum dan setelah

histerektomi.

Karakteristik
Usia (tahun)  < 40  > 40
Pendidikan  Tidak bersekolah  SD  SLTP  SLTA  Sarjana
Indeks Massa Tubuh  Kurus  Normal  Kegemukan ringan  Kegemukan berat
Keluhan  Benjolan abdomen  Perdarahan pervaginam  Gangguan Haid
Riwayat Haid  Teratur  Tidak teratur

Menarch  < 11 tahun  > 12 tahun
Paritas  Nulipara  Primipara  Multipara  Grandemulti

n
16 49
2 16 19 22
6
2 25 19 19
38 17 10
57 8
5 60
19 5
23 18

%
24.6 75.4
3.1 24.6 29.2 33.8
9.2
3.1 38.5 29.2 29.2
58.5 26.2 15.4

87.7 12.3
7.7 92.3
29.2 7.7
35.4 27.7

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 49 (75.4%) sampel yang menderita mioma uteri berasal dari kelompok usia >40 tahun. Dari segi status paritas, pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa mioma uteri paling banyak terjadi pada wanita multipara (jumlah paritas 2 – 3), yaitu sebesar 23 sampel (35,4%). Umur menarche pasien berkisar antara 10 hingga 17 tahun dengan nilai rata – rata (mean) 13.14 tahun dan nilai simpangan baku (SD) 1.379 tahun. Setelah dikategorikan maka hasil yang di dapat dari umur menarche pasien adalah sebagian besar pasien menarche > 12 tahun yaitu sebanyak 60 sampel (92,3%)). Pada penelitian ini IMT yang paling banyak dijumpai adalah IMT 17 – 23 kg/m2 (normal), yaitu sebanyak 25 sampel (38.5%). Pada riwayat menstruasi, pada penelitian ini hampir seluruhnya normal, yaitu 52 sampel (86.7%).

Karakteristik
Gambaran endometrium  Normal  Hiperplasia  Kel. Lain

n
25 11 29

(%)
38.5 16.9 44.6

Pada hasil pemeriksaan jaringan endometrium pasca histerektomi ditemukan gambaran hiperplasia pada 11 (16.9%) kasus mioma uteri.


Karakteristik
Hiperplasia Endometrium  Simpel non-atipik  Simpel atipik  Kompleks non-atipik  Kompleks atipik

n
6 1 3 1

(%)
9.2 1.5 4.6 1.5

Jenis hiperplasia yang banyak dijumpai adalah jenis hiperplasia simpel non-atipik sebanyak 6 kasus (9.2%) diikuti jenis hiperplasia kompleks nonatipik sebanyak 3 kasus (4.6%), kemudian hiperplasia simpel atipik dan hiperplasia kompleks atipik masing – masing 1 kasus (1.5%).

Universitas Sumatera Utara

Hasil histopatologi Endometrium
Hiperplasia Non hiperplasia Negatif

Sebelum operasi
(n)
5 26 34


Setelah operasi

%

% (n)

7.7 11 16.9

40.0 54 83.1

52.3 -

-

Pada perbandingan hasil pemeriksaan histopatologi sebelum (kuretase bertingkat) dan pasca histerektomi, 5 (7.7%) kasus dijumpai hiperplasia endometrium pada hasil histopatologi pasca kuretase dan seluruh hasil berbeda pada pemeriksaan ulang pasca histerektomi. Pasca histerektomi dijumpai 11 (16.9%) kasus mengalami hiperplasia endometrium dan pada pasien yang berbeda.

Diskusi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 49 (75.4%) sampel
yang menderita mioma uteri berasal dari kelompok usia >40 tahun. Mioma uteri ditemukan pada sekitar 40-50% pada wanita di atas usia 40 tahun. Ada beberapa alasan yang mendasari peningkatan jumlah mioma uteri yang terdiagnosis pada usia >40 tahun, antara lain karena peningkatan pertumbuhan atau peningkatan gejala yang dirasakan dari mioma yang telah ada jauh sebelum gejala tersebut dirasakan oleh penderita. Selain itu, pada usia ini kesediaan penderita untuk datang ke pusat pelayanan kesehatan untuk menjalani prosedur pembedahan ginekologi lebih besar sehingga mioma uteri ini terdiagnosis. Pendapat lain menyebutkan bahwa faktor hormonal yang disebabkan oleh akumulasi stimulasi hormon estrogen selama 20-30 tahun memuncak pada usia >40 tahun. Hal ini sesuai dengan literatur yang melaporkan usia 40 – 44 tahun pada wanita amerika (OR=6.3; 95% CI; 3.5 - 11.6) dan faktor risiko meningkat sesuai dengan pertambahan umur pada wanita afrika – amerika (usia 40 – 44 tahun, OR = 27.5; 95%CI; 5.6 - 83.6).
Dari segi status paritas, pada penelitian ini juga menunjukkan bahwa mioma uteri paling banyak terjadi pada wanita multipara (jumlah paritas 2 –


Universitas Sumatera Utara

3), yaitu sebesar 23 sampel (35,4%). Hal ini bertentangan dengan literatur yang mengatakan wanita multipara menurunkan risiko terjadinya mioma uteri dibandingkan dengan wanita nullipara. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Ayub menemukan mioma uteri lebih banyak dijumpai pada kasus multipara dibandingkan primipara (77.14% vs 22.86%). secara teori kehamilan akan mengurangi durasi pajanan terhadap estrogen yang tidak disertai pajanan progesteron, sedangkan nulipara berhubungan dengan siklus anovulatorik yang ditandai dengan pajanan estrogen jangka panjang.
Faktor risiko lain yang juga berperan dalam timbulnya mioma uteri, yaitu indeks massa tubuh, menarche dan riwayat menstruasi. Umur menarche pasien berkisar antara 10 hingga 17 tahun dengan nilai rata – rata (mean) 13.14 tahun dan nilai simpangan baku (SD) 1.379 tahun. Setelah dikategorikan maka hasil yang di dapat dari umur menarche pasien adalah sebagian besar pasien menarche > 12 tahun yaitu sebanyak 60 sampel (92,3%)). Kondisi ini tidak sesuai dengan penelitian terdahulu yang menemukan angka kejadian mioma uteri lebih banyak terjadi pada wanita dengan usia menarche yang normal (>12 tahun). Literatur lain juga mengatakan risiko mioma uteri meningkat dua kali pada wanita yang menarch dini dibandingkan menarche yang terlambat.
Pada penelitian ini Indeks massa tubuh (IMT) yang paling banyak dijumpai adalah 17 – 23 kg/m2 (normal), yaitu sebanyak 25 sampel (38.5%). Hal ini sesuai dengan teori peningkatan insidensi mioma uteri berhubungan dengan peningkatan IMT. Dan pada salah satu penelitiaan retrospektif dijumpai bahwa mioma uteri akan meningkat 21% pada setiap 10 kg peningkatan berat badan. Kondisi yang sama juga dilaporkan pada wanita dengan IMT > 30 kg/m2. Pada riwayat menstruasi, pada penelitian ini hampir seluruhnya normal, yaitu 52 sampel (86.7%).
Pada hasil pemeriksaan jaringan endometrium pasca histerektomi ditemukan gambaran hiperplasia pada 11 (16.9%) kasus mioma uteri. Sedangkan gambaran endometrium normal ditemukan pada 25 (38.5%)
Universitas Sumatera Utara

kasus dan 29 kasus ditemukan kelainan lain pada endometrium seperti atrofi endometrium, proliferasi disorders dan juga dijumpai endometriosis.
Jenis hiperplasia yang banyak dijumpai adalah jenis hiperplasia simpel non-atipik sebanyak 6 kasus (9.2%) diikuti jenis hiperplasia kompleks nonatipik sebanyak 3 kasus (4.6%), kemudian hiperplasia simpel atipik dan hiperplasia kompleks atipik masing – masing 1 kasus (1.5%).
Pada perbandingan hasil pemeriksaan histopatologi sebelum (kuretase bertingkat) dan pasca histerektomi, 5 (7.7%) kasus dijumpai hiperplasia endometrium pada hasil histopatologi pasca kuretase dan seluruh hasil berbeda pada pemeriksaan ulang pasca histerektomi. Pasca histerektomi dijumpai 11 (16.9%) kasus mengalami hiperplasia endometrium dan pada pasien yang berbeda. Hal ini sesuai dengan teori bahwa hiperplasia endometrium simpel non-atipik dapat sembuh sendiri, tanpa pemberian obat – obatan. Sebagian gambaran endometrium tidak dapat dibandingkan karena tidak dapat dilakukan pengambilan sampel endometrium karena belum menikah, serviks sulit diidentifikasi akibat terdorong/tertarik massa dan jaringan yang dikirim untuk pemeriksaan histopatologi tidak adekuat/representatif.
Referensi
1. Chethana E, et all. Endometrial changes in uterine meiomyomas. 2013. Kempegowda Institute of Medical Sciences. J Cin. Biomed Scientifica. Hal : 72 – 79
2. Wachidah, et al. Hubungan hiperplasia endometrium dengan mioma uteri : Studi kasus pada pasien ginekologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo. Mandala of Health. 2011.Vol 5, no.3.
3. Baziad A. Endokrinologi Ginekologi. Edisi III. Media Aeusculapius FK UI. Jakarta. 2008. Hal 215 – 222
Universitas Sumatera Utara

4. Witherspoon JT. The hormonal origin of uterine fibroids : an hypotesis. Tulane university. Amerika Serikat. 1933.
5. Tim. Ilmu Kandungan. Edisi II. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2008. Hal : 73 – 90; 338 – 345.
6. Speroff L, Fritz, MA. Clinical gynecologic endocrinology and infertility. edisi VII. Lippincott Williams & Wilkins. North Carolina. 2005. Hal : 136 – 140; 561 – 562

7. Nayak N, et al. Pharmacoepidemiological Study of Uterine Fibroids in Indore City. International Journal of Pharma and Bio Sciences. 2010. Vol.1, no.2.
8. Edward DRV, et al. Association of Age at Menarch with Increasing Number of Fibroids in a Cohort of Women Who Underwent Standardized Ultrasound Assessment. Oxford University Press. 2013.
9. Walker CL, et al. Protektif effect of pegnancy for development of uterine leiomyoma. Carcinogenesis. Anderson Cancer Center. Smithville. 2001. vol. 22, no.12. Hal 2049 – 52
10. Davis PC, et all. Sonohysterographic Findings of Endometrial and Subendometrial Conditions. 2002. Vol. 22, no.4.
11. Faerstein E, et al. Risk factors for uterine leiomyoma : A Practice – based case control study. I. African – American Heritage, Reproductive History, Body Size, and Smoking. American journal of Epidemiology. Oxford University Press. 2001. Vol. 153, no.1. Hal 1 – 10.
12. Katz, et al. Katz Comprehensive Gynecology : endometrial hyperplasia. Edisi 5. Mosby. USA. 2007.
13. Cunningham, et all. Williams gynecology. Edisi I. McGraw-Hill. China. 2008.
14. Gibs RS, et al. Danforth’s Obstetrics and Gynecologic. Edisi X. Lippincolt Williams and Wilkins. Amerika Serikat. 2008. Hal : 1003 – 6; 917 – 929.
Universitas Sumatera Utara

15. DeCherney AH, Nathan L. Current Diagnosis and Treatements in Obstetrics and Gynecology : Benign Disorders of the Uterine Corpus. Edisi X. McGraw-Hill. Amerika Serikat. 2007.
16. Lumsden MA. Dewhurts Text book of Obstetrics and Gynaecology : Benign disease of the uterus. Edisi 7. Blackwell publishing. Massachusetts, 2007. hal 636 – 644.
17. Grings AO, et al. Protein Expression of Estrogen Receptors α and β and Aromatase in Myometrium and Uterine Leiomyoma. 2012. Gynecologic and Obstetric Investigation. No. 73. Hal 113 – 7
18. Hermon TL, et al. Estrogen receptor alpha (ER-α) phospho-serine-118 is highly expressed in human uterine leiomyomas compared to mathed myometrium. 2008. Virchow Arch. No. 453. Hal : 557 - 569
19. Yi Ye, et al. J Assist Reproductive Genetics. CYP1A1 and CYP1B1 genetic polymorphisms and uterine leiomyoma risk in Chinese women. Springer Science. 2008. Vol. 25.
20. Fortner KB, et all. John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics. Edisi III. Lippincott Williams and Wilkins. USA. 2007. Hal 399 – 401; 421 - 422
21. Mazur MT, Kurman RJ. Diagnosis of endometrial biopsies and curretings : endometrial hyperplasia, endometrial intraepitheal carcinoma, and epithelial cytoplasmic change. Edisi 2. Springer. Amerika serikat. 2005. Hal : 178 – 199.
22. Reed SD, et al. Insidensi of endometrial hyperplasia. Amerika journal obstetric and gynecology. 2009.
23. Pernoll ML. Benson and Pernoll’s handbook of Obstetric and Gynecology. Edisi X. McGraw-Hill. Amerika Serikat. 2001. Hal : 619 – 629.
24. Oehler MK, Rees M. The abnormal menstrual cycle : Excessive menstrual bleeding; Uterine fibroid. Taylor & Francis group. London. 2005. Hal 61 – 70; 79 - 92

Universitas Sumatera Utara

25. Childs AJ, et al. Conservative management of endometrial hyperplasia : new strategies and experimental option. Health University Medical Center. 2003. Hal : 15 – 26
26. Olive DL, Palter SF. Berek & Novak’s Gynecology. Edisi 14. Lippincott Williams & Wilkins. California. 2007. Hal : 469 – 471; 1346 – 9.
27. Meniru GI, Hopkins MP. Glass’ office gynecology : abnormal uterine bleeding. Edisi 6. Lippincott Williams and Wilkins. Amerika serikat. 2006. hal : 179 – 181
28. Mutter GL. Endometrial precancer : the benign endometrial hyperplasia squence and EIN. Dept. of pathology brigham and women’s hospital. Harvard medical school. Boston. 2008.
29. Trimble CL, et al. American college of obstetricians and gynecologists : Management of endometrial precancers. Vol. 120, no.5. 2012. 1160 – 1172.
30. Hernandez E, Houck KL. Clinical gynecology : Endometrial carcinoma. Churchill livingstone. Philadelphia. 2006. Hal : 665 – 670.
31. Walker JL, Zuna RE. Clinical gynecology oncology : Endometrial hyperplasia, estrogen therapy, and the prevention of endometrial cancer. Edisi 7. Mosby Elsevier. Filadelpia. 2007. Hal : 125 – 132.
32. Chu CS. NMS obstetrics and gynecology. Edisi 6. Lippincott Williams and Wilkins. New York. 2008. Hal : 428 – 429; 259 – 266.
33. Chethana M. Histopathologic Study of Endometrium in Uterine Leiomyoma. Dept. Of Pathology Sri Devaraj Urs Medical College. Kolar. 2010.
34. Robboy SJ, et al. Environmental Health Perspectives : Pathology and Pathophysiology of Uterine Smooth-Muscle Tumors. 2000. Vol. 108.
35. Chan CF, et al. Risk factors for uterine fibroids among woman undergoing tubal sterilization. 2001. A merican Journal of Epidemiology. Vol. 153. No.1. Hal : 20 – 26
Universitas Sumatera Utara

36. Ibrar A, et al. Frequency of fibroid uterus in multipara women in a tertiary care centre in Rawalpindi. 2010. J Ayub Med Coll Abbottabad. Vol. 22 No. 3. Hal : 155 – 7
37. Lilyani DV, et al. Hubungan faktor risiko dan kejadian mioma uteri di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. 2012. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. Vol. 1, No.1. Hal : 14 – 19
38. Terry KL et al. Anthropometric Characteristics and Risk of Uterine Leiomyoma. Epidemiology. 2007. V.18, No.6. Hal : 758
39. Parker WH. Etiology, Symptomatology, and Diagnosis of Uterine Myomas. 2007. Fertility and Sterility. Vol. 87. No.4. Hal : 725
Universitas Sumatera Utara