Respon Pertumbuhan Dan Produksi 32 Genotipe Kedelai Di Tanah Latosol Dramaga Bogor
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI 32 GENOTIPE
KEDELAI DI TANAH LATOSOL DRAMAGA BOGOR
OKTA ULIANA MURTI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
(3)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Pertumbuhan dan Produksi 32 Genotipe Kedelai di Tanah Latosol Dramaga Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Okta Uliana Murti NIM A24134008
(4)
(5)
ABSTRAK
OKTA ULIANA MURTI. Respon Pertumbuhan dan Produksi 32 Genotipe Kedelai di Tanah Latosol Dramaga Bogor. Dibimbing oleh ISKANDAR LUBIS.
Penelitian dilakukan dengan menguji 32 genotipe kedelai di Kebun Percobaan IPB Sawah Baru Dramaga Bogor. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari respon pertumbuhan dan produksi 32 genotipe. Percobaan disusun dengan menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe Tidar dari Indonesia memiliki respon pertumbuhan yang baik dilihat dari jumlah polong yang banyak, persentase jumlah biji penuh yang tinggi, serta jumlah biji per tanaman yang banyak. Tanggamus dari Indonesia adalah genotipe yang berdaya hasil tinggi. Hal ini dilihat dari bobot biji per tanaman yang tinggi mengindikasikan produktivitas tanaman yang tinggi juga. Tanbaguro dari Jepang juga merupakan genotipe dengan respon pertumbuhaan yang kurang baik karena sebagian besar biji yang dihasilkan merupakan biji keriput. DS24-2 (HT 1) dari Amerika Serikat merupakan genotipe dengan umur yang genjah yaitu 79 hari. Respon pertumbuhan genotipe tersebut juga baik, namun produkstivitasnya rendah. Genotipe tersebut dapat digunakan sebagai sumber gen dalam perbaikan umur panen kedelai.
Kata kunci : genotipe, hasil tinggi, produksi, respon pertumbuhan
ABSTRACT
OKTA ULIANA MURTI. Growth Respone and Production of 32 Soyben Genotype at Dramaga Bogor with Latosol Soil. Supervised by ISKANDAR LUBIS.
The reseach objective is to study the growht response and production of 32 soyben genotypes under Sawah Baru experimental station condition in IPB, Bogor. The experiment was arranged using a Randomized Complete Block Design. The results showed that genotype Tidar from Indonesia has a good growth response. It is seen from the hingher pod number, percentagEComplate seed, and seed grain per plant. Tanggamus from Indonesia is genotype with high yield. It is seen from the higher seed weight per plant. Tanbaguro from Japan is a genotype with poor growh response because most of the seeds produced is shrivelled seeds. DS24-2 (HT 1) from United States is an early harvesting genotypes with age is 79 days. Growth response genotype was also good, but produktivity is low. This genotypes can be used a source for clearing early harvesting varieties of soyben.
(6)
(7)
RESPON PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI 32 GENOTIPE
KEDELAI DI TANAH LATOSOL DRAMAGA BOGOR
OKTA ULIANA MURTI
Skripsi
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(8)
(9)
(10)
(11)
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor dengan judul ”Respon Pertumbuhan dan Produksi 32 Genotipe Kedelai di Tanah Latosol Dramaga Bogor”. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Agustus 2015 di Kebun Percobaan IPB Sawah Baru Dramaga Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Iskandar Lubis, MS, selaku dosen pembimbing, dan seluruh pengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura yang telah membimbing dan memberikan materi yang berguna bagi penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Januari 2016
(12)
(13)
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL XIV
DAFTAR GAMBAR XIV
DAFTAR LAMPIRAN XV
PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kedelai 2
Fase Tumbuh Tanaman Kedelai 3
Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai 4
Respon Tanaman Kedelai Terhadap Lingkungan Tumbuh 5 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian 6
Bahan dan Peralatan Penelitian 6
Metode Penelitian 6
Prosedur Percobaan 7
Pengamatan 7
Analisis Data 9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian 9
Keragaan Karakter Agronomi dan Hasil Genotipe-Genotipe Kedelai 10
Persentase Tumbuh 12
Umur Berbunga (Fase R1), Waktu Muncul Polong (Fase R3), Waktu Pengisian Polong (Fase R5), Waktu Perubahan Polong Menjadi Kuning,
Coklat, Matang (R7), dan Umur Panen (Fase R8) 13
Tinggi Tanaman 15
Ketinggian Polong Terendah 17
Jumlah Buku per Tanaman 18
Jumlah Cabang per Tanaman 18
Jumlah Polong per Tanaman 21
Nilai Kehijauan Daun 23
Bobot dan Jumlah Biji per Tanaman 25
Bobot Kering Tanaman 27
Persentase Kondisi Biji 27
Ukuran dan Warna Biji 30
Indek panen 32
Analisis Korelasi dan Regrasi Antarkarakter 33
Peringkat Respon Pertumbuhan dan Produksi 35
(14)
Simpulan 37
Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 41
RIWAYAT HIDUP 52
DAFTAR TABEL
1 Karakteristik fase tumbuh vegetatif pada tanaman kedelai 3 2 Karakteristik fase tumbuh reproduktif pada tanaman kedelai 3 3 Kriteria kesesuaian agroklimat tanaman kedelai di wilayah tropika
Indonesia 4
4 Hasil analisis tanah kebun percobaan IPB Sawah Baru 10 5 Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman
kedelai yang diamati 11
6 Nilai tengah persentase daya tumbuh dari 32 genotipe yang diuji 12 7 Nilai tengah umur tanaman dari 32 genotipe kedelai yang diuji 14 8 Nilai tengah tinggi tanaman dari 32 genotipe yang diuji 16 9 Nilai tengah jumlah buku per tanaman dari 32 genotipe yang diuji 19 10 Nilai tengah jumlah cabang per tanaman dari 32 genotipe yang diuji 20 11 Nilai tengah jumlah polong dan jumlah polong potensial per tanaman
dari 32 genotipe yang diuji 22
12 Nilai tengah suhu daun dari 32 genotipe yang diuji 23 13 Nilai tengah nilai kehijauan daun dari 32 genotipe yang diuji 24 14 Nilai tengah bobot biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji 25 15 Nilai tengah jumlah biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji 26 16 Nilai tengah bobot kering tanaman dari 32 genotipe yang diuji 28 17 Nilai tengah persentase kondisi biji berdasarkan jumlah biji per
tanaman dari 32 genotipe yang diuji 29
18 Nilai tengah bobot 100 biji, kelompok ukuran biji, serta warna biji
dari 32 genotipe yang diuji 31
19 Nilai tengah indek panen dari 32 genotipe yang diuji 33 20 Peringkat respon pertumbuhan lima genotipe dengan bobot biji per
tanaman yang tinggi 36
DAFTAR GAMBAR
1 Fakor penyebab rendahnya persentase tumbuh. (a) benih yang tidak dapat berkecambah; (b) serangan layu; (c) serangan cendawan 13 2 Hama yang menyerang tanaman kedelai. (a) kumbang daun
(15)
polong (Riptorius linearis); (d) ulat bulu (Creatonatus lactineus); (e) ulat grayak (Prodenia litura); dan (f) belalang (Oxyaspp). 15 3 Nilai tengah tinggi polong terndah dan tinggi tanaman saat panen dari
32 genotipe yang diuji. 17
4 Tampilan kondisi biji. (a) genotipe dengan kondisi biji terburuk (Tanbaguro); (b) genotipe dengan kondisi biji terbaik (DS6-4(HT-4)). 30 5 Pengaruh bobot kering tanaman dan jumlah polong per tanaman
dengan bobot biji per tanaman. 34
6 Pengaruh jumlah biji per tanaman dan bobot 100 biji dengan bobot
biji per tanaman. 34
DAFTAR LAMPIRAN
1 Identitas genotipe kedelai yang digunakan pada penelitian 42 2 Tata letak penanaman tanaman kedelai penelitian respon pertumbuhan
dan produksi 32 genotipe kedelai di Kebun Percobaan IPB Sawah
Baru Dramaga Bogor 43
3 Tata letak penanaman tanaman kedelai penelitian respon pertumbuhan dan produksi 32 genotipe kedelai di Kebun Percobaan IPB Sawah
Baru Dramaga Bogor 43
4 Data rata-rata suhu harian di Lahan Percobaan IPB Sawah Baru 44 5 Data rata-rata kelembaban udara harian di Lahan Percobaan IPB
Sawah Baru 44
6 Data rata-rata intensitas radiasi matahari harian di Lahan Percobaan
IPB Sawah Baru 44
7 Persentase kondisi benih 45
8 Korelasi fenotipik antarkarakter komponen hasil dan hasil genotipe kedelai pada pengujian di tanah latosol Dramaga Bogor 51 9 Korelasi fenotipik antarkarakter komponen hasil dengan karakter
vegetatif genotipe kedelai pada pengujian di tanah latosol Dramaga
(16)
(17)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang termasuk dalam keluarga kacang-kacangan, yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Kedelai memiliki kandungan gizi yang tinggi seperti protein nabati yang baik untuk kesehatan. Menurut Agung dan Rahayu (2004), kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati dengan kandungan 39% protein. Umumnya petani mengusahakan palawija termasuk kedelai setelah padi di sawah yaitu pada saat irigasi dihentikan atau saat menjelang kemarau tiba.
Produktivitas tanaman kedelai secara nasional terus meningkat, namun produksi dan luas panennya terus mengalami penurunan. Menurut Badan Pusat Statistik (2014) luas panen tanaman kedelai pada tahun 1992 yang merupakan tertinggi selama 20 tahun terakhir mencapai 1 665 710 ha terus menurun hingga menjadi 622 254 ha pada tahun 2013. Hal ini juga mengakibatkan produksi nasional terus menurun dari 1 869 710 ton pada tahun 1992 menjadi 779 992 ton pada tahun 2013. Sudaryanto dan Swastika (2007) memproyeksikan konsumsi kedelai secara umum meningkat dari 1.84 juta ton pada tahun 2005 menjadi 2.64 juta ton pada tahun 2020 atau meningkat rata-rata 2.64% per tahun. Defisit kedelai diproyeksikan terus meningkat dari 1.03 juta ton pada tahun 2005 menjadi 2 juta ton pada tahun 2020 atau meningkat rata-rata 4.55% per tahun, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia harus mengimpor kedelai dari negara lain. Iklim dan tanah merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan keberhasilan budidaya kedelai. Sumarno dan Manshuri (2007) menerangkan bahwa kedelai memerlukan suhu yang sesuai, yaitu berkisar 22-27C dan curah hujan antara 100-150 mm bulan-1. Lahan yang tergolong baik bagi pertumbuhan kedelai adalah wilayah dengan pH 5.5-7.0 dan pH optimal 6.0-6.5, serta hara NPK cukup.
Perubahan lingkungan tumbuh dari subtropis ke tropis merupakan perubahan lingkungan yang sangat besar pengaruhnya terhadap perubahan fenologi dari seluruh fase pertumbuhan dan produksi, perubahan fenologi akan terjadi lebih besar lagi ketika di lingkungan tropis memiliki temperatur yang cukup tinggi (Nur et al. 2010). Menurut Sumarno dan Manshuri (2007) varietas kedelai dari wilayah subtropis yang sesuai untuk panjang hari 14-16 jam, jika ditanam di Indonesia yang panjang harinya 12 jam, akan mempercepat terjadinya pembungaan. Pembungaan terjadi pada umur tanaman 20-22 hari meskipun batang tanaman masih pendek. Di wilayah subtropis pembungaan terjadi pada umur tanaman 50 hari, saat batang tanaman kedelai sudah mencapai tinggi 60-70 cm.
Berdasarkan klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona iklim topika basah. Rentang suhu rata-rata di Indonesia tergolong tinggi yaitu bisa 20-35C (BPS 2012). Suhu berinteraksi dengan panjang penyinaran dalam menentukan waktu berbunga dan pertumbuhan polong. Suhu yang tinggi mengakibatkan terjadinya aborsi polong, sedangkan suhu kurang dari 15C menghambat pembentukan polong (Sumarno dan Manshuri 2007). Hal tersebut berpengaruh terhadap penurunan pertumbuhan dan produktivitas tanaman kedelai.
(18)
Klasifikasi iklim menurut Oldeman menyatakan bahwa bulan basah bila rata-rata curah hujan lebih dari 200 mm per bulan, bulan kering bila rata-rata-rata-rata curah hujan kurang dari 100 mm per bulan, dan bulan lembab bila rata-rata curah hujan antara 100-200 mm per bulan (BMKG 2014). Dramaga bogor memiliki iklim tropika basah dengan curah hujan rata –rata adalah 3 552 mm per tahun atau rata-rata berkisar antara 290-350 mm per bulan (Deptan 2015). Subowo et al. (2010) menjelaskan permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan usahatani di kawasan tropika basah adalah tingkat curah hujan dan pelapukan tinggi, pencucian hara, erosi tanah, serta serangan hama dan penyakit.
Sebagai upaya mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui adaptasi beberapa genotipe tanaman kedelai. Setiap genotipe kedelai memiliki respon pertumbuhan yang berbeda pada lingkungan yang berbeda. Penelitian dilakukan dengan menguji 32 genotipe kedelai di Kebun Percobaan IPB Sawah Baru Dramaga Bogor yaitu jenis lahan dengan tanah latosol beriklim basah. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh perbedaan lingkungan tumbuh genotipe-genotipe kedelai tersebut. Tanaman kedelai yang memiliki respon pertumbuhan yang baik saat ditanam menunjukkan bahwa tanaman tersebut adaptif terhadap perubahan kondisi lingkungan. Genotipe yang memiliki karakter unggul selanjutnya dapat dikembangkan dan dimanfaatkan lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari respon pertumbuhan dan produksi 32 genotipe kedelai terhadap lingkungan tumbuh di Dramaga, Bogor.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan respon pertumbuhan dan produksi diantara genotipe kedelai yang digunakan.
2. Terdapat satu atau lebih genotipe kedelai yang memiliki pertumbuhan yang lebih baik dan produksi yang lebih tinggi dari genotipe lainnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Morfologi Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai merupakan anggota dari famili Leguminosae, subfamili Papilionoideae dan masuk dalam genus Glycine. Karakteristik tanaman kedelai yang dibudidayakan di Indonesia ( Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman semusim, tanaman tegak dengan tinggi 40-90 cm, bercabang, memiliki daun tunggal dan daun bertiga dalam fase vegetatif, terdapat bulu pada daun dan polong, serta umur tanaman antara 72- 90 hari. Kedelai merupakan tanaman menyerbuk
(19)
sendiri. Bentuk biji kedelai beragam dari lonjong hingga bulat. Sistem perakaran pada kedelai merupakan akar tunggang (Adie dan Krisnawati 2007).
Fase Tumbuh Tanaman Kedelai
Fehr dan Caviness (1977) menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman kedelai dibagi dalam dua fase, yaitu fase vegetatif dan fase generatif (reproduktif) ) (Tabel 1 dan Tabel 2).
Tabel 1 Karakteristik fase tumbuh vegetatif pada tanaman kedelai
Sandi Fase Fase pertumbuhan Keterangan
Ve Kecambah Tanaman baru muncul di atas tanah
Vc Kotiledon Daun keping (kotiledon) terbuka dan dua daun tunggal di atasnya juga mulai terbuka
V1 Buku kesatu Daun tunggal pada buku pertama telah berkembang penuh, dan daun berangkai tiga pada buku di atasnya telah terbuka V2 Buku kedua Daun berangkai tiga pada buku kedua
telah berkembang penuh, dan daun pada buku diatasnya telah terbuka V3 Buku ketiga Daun berangkai tiga pada buku ketiga
telah berkembang penuh, dan daun pada buku keempattelah terbuka
Vn Buku ke-n Daun berangkai tiga pada buku ke -n telah berkembang penuh
Tabel 2 Karakteristik fase tumbuh reproduktif pada tanaman kedelai
Sandi Fase Fase pertumbuhan Keterangan
R1 Mulai berbunga Terdapat satu bunga mekar pada batang utama.
R2 Berbunga penuh Pada dua atau lebih buku batang utama terdapat bunga mekar.
R3 Mulai pembentukan
polong
Terdapat satu atau lebih polong sepanjang 5 mm pada batang utama.
R4 Polong berkembang
penuh
Polong pada batang utama mencapai panjang 2 cm atau lebih.
R5 Polong mulai berisi Polong pada batang utama berisi biji dengan ukuran 2 mm x 1 mm.
R6 Biji penuh Polong pada batang utama berisi biji berwarna hijau atau biru yang telah memenuhi rongga polong.
R7 Polong mulai kuning, coklat, matang
Satu polong pada batang utama menunjukan warna matang (abu-abu atau kehitaman).
R8 Polong matang penuh 95 % telah matang (kuning kecoklatan atau kehitaman).
(20)
Fase vegetatif dilambangkan dengan huruf V, sedangkan fase generatif (reproduktif) dilambangkan dengan huruf R. Fase vegetatif dimulai sejak tanaman tumbuh dan berakhir saat satu bunga telah terbentuk pada batang utama. Fase generatif dimulai dengan terbentuknya satu bunga pada batang utama dan berakhir jika 95% polong telah matang (berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman).
Informasi mengenai fase tumbuh tanaman kedelai berguna sebagai pedoman dalam aplikasi perlakuan agronomis, seperti pengendalian hama dan penyakit, pengairan, pengamatan sifat-sifat morfologi, dan sebagainya. Penentuan waktu perlakuan agronomis berdasarkan umur tanaman dapat memberikan hasil yang berbeda dibandingkan yang berdasarkan fase tumbuh, karena setiap varietas kedelai memiliki lama fase tumbuh yang berbeda. Fase tumbuh ditentukan oleh faktor varietas dan faktor lingkungan (Adie dan Krisnawati 2007).
Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai
Tanah dan iklim merupakan dua komponen lingkungan tumbuh yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman kedelai. Pertumbuhan kedelai tidak bisa optimal bila tumbuh pada lingkungan dengan hanya salah satu komponen lingkungan tumbuh optimal. Kedua komponen lingkungan tumbuh tersebut harus saling mendukung satu sama lain. Ketika syarat tumbuh sudah memenuhi dan dikombinasikan dengan teknis budidaya kedelai yang tepat maka hasil produksi kedelai akan dapat mencapai titik maksimal (Budi et al.2013). Menurut Sumarno dan Manshuri (2007), tanaman kedelai mempunyai adaptasi agroklimat yang beragam seperti yang tersaji pada Tabel 3.
Tabel 3 Kriteria kesesuaian agroklimat tanaman kedelai di wilayah tropika Indonesia
Faktor agroklimat
Kriteria tingkat kesesuaian Sangat
sesuai
Sesuai Sesuai bersyarat
Kurang sesuai
Suhu rata-rata (C) 20-32 18-35 >35 <18 dan >40 Panjang hari (jam) 12-12.5 11.5-12 10-11 <10
Curah hujan tahunan (mm tahun-1)
1500–2000 1000-2500 2500-3500 >3500 Tekstur tanah Agak
halus-halus
Sedang Agak kasar Kasar Drainase Baik Sedang Lambat atau
cepat
Rendah Struktur tanah Gembur Bergumpal Berat atau
agak ringan
sangat berat sangat ringan Bahan organik tanah
Sedang-tinggi
Sedang Agak rendah Rendah pH tanah 6.0-6.5 5.0-7.0 4.5-5.0 <4.5 dan >7.0 Topografi (%) Datar (1-8) Sedikit
miring (8-16)
Agak miring (17-32)
Lereng (32-40) Elevasi (m dpl) 1-700 700-1000 1000-1300 >1300
(21)
Menurut Sumarno dan Manshuri (2007), faktor iklim yang menentukan pertumbuhan tanaman kedelai adalah panjang hari, suhu, kelembaban udara, dan curah hujan. Kedelai tergolong tanaman hari pendek, yaitu tidak mampu berbunga jika panjang hari melebihi 16 jam, dan mempercepat pembungaan bila lama penyinaran kurang dari 12 jam. Secara umum persyaratan panjang hari untuk pertumbuhan kedelai berkisar antara 11-16 jam. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 22-27C. kelembaban udara yang optimal bagi tanaman kedelai berkisar antara 75-90% selama periode tanaman tumbuh hingga pengisian polong dan 60-70% saat pematangan polong hingga panen.
Secara umum kebutuhan air untuk tanaman kedelai dengan umur panen 100-190 hari berkisar antara 450-825 mm dan kebutuhan air tanaman kedelai dengan umur panen 80-90 hari berkisar antara 360-405 mm selama masa pertumbuhannya, setara dengan 120-135 mm per bulan. Lahan yang tergolong baik bagi pertumbuhan kedelai adalah wilayah dengan pH 5.5-7.0 dan pH optimal 6.0-6.5 . Pengembangan areal tanaman kedelai dapat dilakukan pada lahan sawah, lahan kering (tegalan), lahan bukaan baru, dan lahan pasang surut yang telah direklamasi (Sumarno dan Manshuri 2007).
Respon Tanaman Kedelai Terhadap Lingkungan Tumbuh
Interaksi antara suhu, intensitas radiasi matahari, dan kelembaban tanah sangat menentukan laju pertumbuhan tanaman kedelai. Suhu tinggi berasosiasi dengan transpirasi yang tinggi, tanggapan uap air menjadi rendah, dan cekaman kekeringan pada tanaman. Suhu tanah dan suhu atmosfer berpengaruh terhadap pertumbuhan rhyzobium, akar, dan tanaman kedelai (Sumarno dan Manshuri 2007). Suhu yang tinggi dapat merusak tanaman bahkan mematikan tanaman dan suhu yang dingin dapat membekukan tanaman (Harjadi 1996). Menurut Baharsjah et al. (1985), pertumbuhan kedelai terbaik terjadi pada suhu 29.4°C dan menurun bila suhu menurun. Polong kedelai terbentuk optimal pada suhu antara 26.6°C hingga 32°C. Sumarno dan Manshuri (2007) menyebutkan bahwa pada suhu 23-26°C tanaman kedelai membentuk pertumbuhan vegetatif dan generatif yang maksimal. Suhu yang tinggi mengakibatkan aborsi polong dan berpengaruh negatif terhadap kualitas biji dan daya tumbuh benih, sedangkan suhu dibawah 15°C menghambat pembentukan polong.
Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Disamping suhu tanah, suhu lingkungan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanaman kedelai. Bila suhu lingkungan sekitar 40°C pada masa tanaman berbunga, bunga tersebut akan rontok sehingga jumlah polong dan biji kedelai yang terbentuk juga menjadi berkurang. Suhu yang terlalu rendah (10°C), seperti pada daerah subtropis, dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Suhu lingkungan optimal untuk pembungaan bunga yaitu 24 -25°C (Yassi 2011).
Dramaga bogor memiliki iklim tropika basah dengan curah hujan rata –rata adalah 3 552 mm per tahun atau rata-rata berkisar antara 290-350 mm per bulan. Daerah ini memiliki jenis tanah latosol kemerah-merahan dengan bahan induk tufvolkan intermidier dengan fisiografi vulkan (Deptan 2015). Kedelai dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah dengan syarat drainase dan aerasi tanah
(22)
cukup baik, kecuali tanah podzolik merah kuning dan tanah-tanah yang banyak mengandung pasir kwarsa. Sebaiknya kedelai ditanam pada bulan-bulan yang agak kering tetapi air tanah masih cukup tersedia agar pertumbuhan optimal. Air diperlukan sejak pertumbuhan awal sampai pada periode pengisian polong (Kementan 2013). Penanaman kedelai pada tanah basah akan menghambat perkecambahan dan pertumbuhan awal karena kekurangan oksigen. Biasanya populasi tanaman yang tumbuh akan berkurang pada tanah-tanah yang kelebihan air. Perbaikan drainase pada tanah-tanah seperti ini akan meningkatkan populasi tanaman, perakaran menjadi lebih baik sehingga tanaman menjadi lebih tegak dan berproduksi meningkat (Irwan 2005).
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2015 sampai dengan bulan Agustus 2015. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Sawah Baru Dramaga Bogor.
Bahan dan Peralatan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 32 genotipe kedelai dari beberapa negara (data genotipe yang digunakan disajikan dalam Lampiran 1), pupuk kandang, kapur pertanian, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk KCL, legin, dan karbofuran. Peralatan yang digunakan yaitu alat pertanian, kamera,moisture tester, timbangan digital, oven, meteran, paranet, alat pengukur laju fotosintesis (Licor 6400), alat pengukur nilai kehijaun daun (SPAD/Soil Plant Analytical Development),field router, dan alat tulis.
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor tunggal yaitu 32 genotipe kedelai. Setiap perlakuan terdiri dari 3 ulangan sehingga terdapat 96 satuan percobaan,setiap satuan percobaan terdiri atas 30 tanaman yang terbagi dalam 3 baris. Setiap petak percobaan berukuran 1.2 m x 2 m (terlihat pada Lampiran 2).
Menurut Mattjik dan Sumertajaya (2013) model rancangan yang digunakan yaitu:
Yij= μ + τi+ βj+ εij
Keterangan :
Yij = Respon pengamatan tanaman genotipe ke-i (1,2,3,4,...,32) dan ulangan ke-j (1,2,3)
(23)
τi = Pengaruh genotipe ke-i (i = 1, 2,3,4,…,32) βj = Pengaruh ulangan ke-j (j = 1, 2,3)
εij = Pengaruh galat percobaan genotipe ke-i dan ulangan ke-j
Prosedur Percobaan
Persiapan dan pengolahan lahan
Persiapan dan pengolahan lahan dilakukan 2 minggu sebelum penanaman, meliputi pencangkulan, pembuatan bedengan, dan pembersihan lahan dari gulma. Selain itu lahan juga diberi pupuk kandang dengan dosis 4 ton ha-1 dan kapur pertanian dengan dosis 2 ton ha-1. Pupuk kandang dan kapur pertanian diberikan 2 minggu sebelum penanaman. Masing-masing bedengan dibuat dengan ukuran sesuai rancangan yang digunakan dengan lebar saluran drainase 0.5 m.
Penanaman dan Pemupukan
Lubang tanam dibuat dengan menggunakan sistem tugal. Penanaman dilakukan dengan menanam 2 benih per lubang tanam dan pemberian karbofuran sebanyak 5-7 butir per lubang tanam. Jarak tanam yang digunakan yaitu 40 cm x 20 cm. Sebelum ditanam, benih direndam dengan legin selama 4-5 menit. Pemupukan dilakukan saat penanaman dengan cara dialur disamping barisan tanaman. Dosis pupuk yang digunakan yaitu 50 kg ha-1 urea, 150 kg ha-1 SP-36, dan 100 kg ha-1 KCL.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST), pada lubang tanam yang benihnya tidak tumbuh atau tumbuh abnormal. Sebelum penyulaman lubang tanam harus dibersihkan dari sisa benih atau tanaman. Penyulaman dilakukan dengan menanam bibit kedelai yang sudah dipersiapkan.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi penyiraman dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Pengendalian gulma dilakukan secara manual setiap minggu serta dilakukan pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi dengan menyemprot tanaman menggunakan insektisida, fungisida, dan bakterisida. Penjarangan dilakukan pada 3 MST dengan menggunting tanaman kedelai.
Pamanenan
Pemanenan dilakukan saat 90% dari populasi polong per tanaman contoh telah matang (berwarna kuning kecoklatan atau kehitaman) dan daun telah gugur (pada sebagian genotipe). Waktu panen pada setiap tanaman berbeda-beda tergantung pada masing-masing genotipe.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 3 tanaman contoh untuk setiap satu satuan percobaan pada pengamatan pra panen dan pada 6 tanaman contoh untuk setiap satu
(24)
satuan percobaan pada pengamatan saat panen dan pasca panen. Peubah tanaman yang diamati terdiri atas :
1. Persentase tanaman tumbuh (%) : daya tumbuh tanaman diamati pada 2 MST. Daya tumbuh dihitung dengan membandingkan jumlah benih yang tumbuh dengan jumlah benih yang ditanam.
2. Tinggi tanaman (cm) : diukur dari pangkal batang hingga bagian ujung (titik tumbuh) batang utama pada fase R1, R3, R5 dan panen.
3. Waktu muncul bunga (hari) : diamati saat ada tanaman contoh dan sebagian populasi tanaman berbunga (fase R1).
4. Waktu muncul polong (hari) : diamati saat terdapat polong normal sepanjang 5 mm pada batang utama di tanaman contoh dan sebagian populasi tanaman (fase R3).
5. Waktu polong mulai berisi (hari) : diamaati saat terdapat polong batang utama berisi biji dengan ukuran 2 mm x 1 mm di tanaman contoh dan sebagian populasi tanaman (fase R5).
6. Waktu polong mulai matang (hari) : diamati saat terdapat satu polong normal pada batang utama mencapai warna polong matang (fase R7).
7. Waktu panen (hari) : diamati saat 90% polong telah matang (kuning kecoklatan atau kehitaman) atau saat fase R8.
8. Nilai kehijauan daun : diukur pada saat tanaman berumur 4 MST, 6 MST, dan 8 MST.
9. Tinggi tanaman dari kotiledon (cm) : diukur dari kotiledon hingga bagian ujung (titik tumbuh) batang utama pada saat panen.
10. Ketinggian polong terendah (cm) : diukur dari kotiledon hingga titik polong terendah pada saat panen.
11. Jumlah buku per tanaman : diamati pada batang utama dan cabang pada saat fase R1, R3, R5, dan panen.
12. Jumlah cabang per tanaman : diamati pada saat fase R1, R3, R5, dan panen. 13. Jumlah polong per tanaman: diamati pada batang utama dan cabang saat panen. 14. Jumlah polong potensial (polong < 3 cm) : diamati pada saat panen.
15. Bobot kering tanaman (g) : dilakukan pada saat panen. Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan dengan memisahkan tiga bagian tanaman yaitu batang, polong tanpa biji (kulit polong), dan bagian daun ( tangkai daun dan daun). Setiap bagian tersebut dioven pada suhu 80°C selama 3 hari (kadar air 0%) dan ditimbang bobot masing-masing bagian.
16. Bobot biji per tanaman (g) : diamati setelah dilakukan pengeringan dan dilanjutkan pengamatan kadar air.
17. Total biji : dilakukan dengan mengamati presentase kondisi biji (%) dan bobot 100 butir biji (g). Pengamatan dilakukan dengan memisahkan biji sempurna, biji setengah keriput, biji keriput, dan biji rusak. Biji sempurna ditimbang dan diukur kadar airnya, dari biji sempurna ini diambil 100 butir biji kedelai yang kemudian ditimbang dan diukur kembali kadar airnya. Pengamatan bobot 100
(25)
butir ini dilakukan sebanyak 4 kali ulangan. Pengamatan persentase biji dilakukan dengan menghitung jumlah biji sempurna/penuh, biji setengah keriput, biji keriput, dan biji rusak serta menimbangnya.
18. Pengukuran suhu daun (°C): diamati jam 09.00-11.00 WIB saat 50% tanaman berada pada fase R5.
19. Indeks panen : ditentukan berdasarkan perbandingan antara bobot biji dengan bobot biomasa per tanaman.
20. Intensitas radiasi, suhu dan kelembaban udara : diamati dengan bantuan alat field router. Intensitas radiasi matahari diamati dari jam 08.00-16.00 WIB
Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis secara statistik dengan analisis ragam pada taraf α = 5% (pada selang kepercayaan 95%). Jika analisis ragam menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata makadilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test(DMRT) pada taraf α=5% (pada selang kepercayaan 95%). Pengujian dilakukan menggunakan software SAS 9.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Curah hujan rata-rata per bulan di wilayah Dramaga, Kabupaten Bogor pada bulan Maret sampai Juni 2015 masing-masing adalah 374.3 mm, 206.1 mm, 201.9 mm, dan 198.4 mm, atau rata-rata adalah 245.2 mm (BMKG 2015). Suhu rata-rata di Lahan percobaan IPB Sawah Baru dari bulan Maret hingga Juli 2015 masing-masing adalah 26.8°C, 26.2°C , 26.8°C , 26.8°C , 26.6°C atau rata-rata adalah 26.6°C, dan kelembaban rata-rata adalah 80%, 80%, 77%, 74%, 70% atau rata-rata adalah 76%. Rata-rata intensitas radiasi matahari pada bulan April sampai Juli 2015 adalah 497.6 µmol m-1 s-1, 512.8 µmol m-1 s-1, 491.8 µmol m-1 s-1, dan 468.7 µmol m-1 s-1, atau rata-rata adalah 492.7 µmol m-1 s-1. Data rata-rata suhu, kelembaban udara, dan intensitas radiasi matahari disajikan pada Lampiran 3.
Secara umum suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman kedelai berkisar antara 22-27°C. Kelembaban udara yang optimal bagi tanaman kedelai berkisar antara 75-90% selama periode tanaman tumbuh hingga pengisian polong dan 60-70% saat pematangan polong hingga panen. Kebutuhan air untuk tanaman kedelai berkisar antara 120-135 mm per bulan (Sumarno dan Manshuri 2007).
Menurut Reper dan Kramer (1987), intensitas radiasi matahari yang optimum untuk tanaman kedelai yaitu 350-700 µmol m-1 s-1. Sumarno dan Manshuri (2007) menyatakan bahwa pengurangan radiasi matahari pada awal pertumbuhan vegetatif akan menghambat pertumbuhan tanaman melalui penurunan laju fotosintesis. Secara umum seluruh wilayah di Indonesia memiliki intensitas radiasi matahari
(26)
yang cukup untuk tanaman kedelai, terutama saat musim kemarau. Data hasil analisis tanah kebun percobaan IPB Sawah Baru disajikan pada Tabel 4.
Lahan percobaan IPB Sawah Baru berada pada ketinggian 250 m dpl (BMKG 2015), yang berarti bahwa lahan tersebut sesuai untuk budidaya kedelai. Kedelai sangat sesuai dibudidayakan pada ketinggian 1-700 m dpl (Sumarno dan Manshuri 2007). Data suhu, curah hujan, kelembaban udara, dan intensitas radiasi matahari di lahan percobaan IPB Sawah Baru menunjukkan bahwa lahan percobaan tersebut layak untuk penelitian budidaya kedelai. Data analisis tanah juga menunjukkan bahwa lahan percobaan tersebut layak untuk penelitian. Menurut Sumarno dan Manshuri (2007) lahan yang tergolong baik bagi pertumbuhan kedelai adalah wilayah dengan pH 5.5-7.0 dan pH optimal 6.0-6.5.
Tabel 4 Hasil analisis tanah kebun percobaan IPB Sawah Baru
sampel (ulangan)
pH N Total
(%)
C-Organik (%)
Al-dd (cmol(+)/kg)
H-dd (cmol(+)/kg)
H2O KCL Kjeldahl
Walkey
and Black Titrimetri
Ulangan 1 6.20 5.51 0.19 1.49 0.00 0.23
Ulangan 2 6.03 5.50 0.19 1.95 0.00 0.23
Ulangan 3 6.25 5.60 0.20 1.87 0.00 0.23
Rata-rata 6.16 5.54 0.19 1.77 0.00 0.23
sampel (ulangan)
P Total (mg P2O5/100g)
K Total (mg K2O/100g)
P2O5Tersedia
(ppm)
K2O Tersedia
(ppm)
Ekstrak HCL 25% Olsen
Ulangan 1 154.70 87.40 195.94 254.72
Ulangan 2 160.80 79.00 143.29 256.75
Ulangan 3 143.60 67.70 112.01 199.74
Rata-rata 153.03 78.03 150.41 237.07
Sumber : Laboratorium Departemen Agronomi dan Hortikultura 2015
Keragaan Karakter Agronomi dan Hasil Genotipe-Genotipe Kedelai
Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman kedelai yang diamati ditunjukkan pada Tabel 5. Hasil rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah pengamatan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Susanto dan Sundari (2011) yang menyebutkan bahwa lingkungan tumbuh dan aksesi kedelai berpengaruh nyata terhadap karakter umur panen, tinggi tanaman, jumlah polong isi per tanaman, bobot biji per tanaman, dan bobot 100 biji. Rasyad dan Idwar (2010) juga menyebutkan bahwa keragaman genetik yang ditunjukkan oleh kuadrat tengah genotipe berbeda nyata pada karakter umur panen, jumlah polong bernas, jumlah biji per tanaman, bobot 100 biji, dan hasil biji per plot. Pengaruh yang nyata menunjukkan bahwa terdapat keragaman antar semua genotipe yang diuji, sehingga perlu dilakukan uji lanjut pada semua peubah pengamatan. Menurut Gomez dan
(27)
Gomez (2007), uji lanjut merupakan prosedur untuk membandingkan rataan perlakuan yang diuji dalam suatu percobaan.
Tabel 5 Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai karakter genotipe tanaman kedelai yang diamati
Peubah U G KK (%)
Persentase tumbuh tn ** 16.98
Umur tanaman pada fase R1 ** ** 4.24
Umur tanaman pada fase R3 ** ** 4.46
Umur tanaman pada fase R5 tn ** 7.47
Umur tanaman pada fase R7 ** ** 2.39
Umur tanaman pada fase R8 ** ** 3.77
Nilai kehijauan daun 4 MST tn ** 6.31
Nilai kehijauan daun 6 MST * ** 10.26
Nilai kehijauan daun 8MST tn ** 6.12
Tinggi tanaman pada fase R1 ** ** 11.68
Tinggi tanaman pada fase R3 tn ** 11.73
Tinggi tanaman pada fase R5 * ** 9.70
Tinggi tanaman pada saat panen ** ** 12.48
Tinggi tanaman dari kotiledon (panen) ** ** 13.11
Ketinggian polong terendah ** ** a)13.55
Jumlah buku pada fase R1 ** ** 15.92
Jumlah buku pada fase R3 tn ** 18.62
Jumlah buku pada fase R5 tn ** 12.84
Jumlah buku pada saat panen ** ** 17.23
Jumlah cabang pada fase R1 tn ** 21.26
Jumlah cabang pada fase R3 tn ** 20.06
Jumlah cabang pada fase R5 tn ** 22.32
Jumlah cabang pada saat panen ** ** 24.96
Jumlah polong per tanaman tn ** 19.05
Jumlah polong potensial tn ** b)27.84
Bobot kering batang ** ** 29.79
Bobot kering kulit polong tn ** b)11.60
Bobot kering daun tn ** a)15.56
Bobot biji per tanaman tn ** 22.83
Jumlah biji per tanaman tn ** 18.16
Persentase jumlah biji penuh tn ** 21.42
Persentase jumlah biji setengah keriput ** ** 28.46
Persentase jumlah biji keriput tn ** b)24.58
Persentase jumlah biji rusak tn ** b)28.13
Bobot 100 biji ** ** a)11.69
Kadar air benih tn ** 5.16
Kadar air benih sempurna/penuh tn ** 4.57
Suhu daun tn ** 1.72
Indek panen ** ** 11.12
Keterangan: tn = tidak berbeda nyata nyata, * = berbeda nyata pada taraf 5%, **= berbeda sangat nyata pada taraf 5%, U = Ulangan, G = Genotipe, KK = Koefisien keragaman, a) = data ditransformasikan dengan rumus log (x+1), b) = data ditranformasikan dengan rumus log (x+2).
(28)
Perlakuan ulangan berpengaruh sangat nyata terhadap peubah umur tanaman fase R1, umur tanaman fase R3, umur tanaman fase R7, umur tanaman fase R8, tinggi tanaman pada fase R1, tinggi tanaman saat panen, tinggi tanaman dari kotiledon, ketinggian polong terendah, jumlah buku saat panen, jumlah cabang saat panen, berat kering batang, persentase jumlah biji setengah keriput, bobot 100 butir biji, dan indek panen, serta berpengaruh nyata pada peubah nilai kehijauan daun 6 MST dan tinggi tanaman pada fase R5. Pengaruh tersebut menunjukkan bahwa perlakuan ulangan benar diperlukan dalam penelitian ini. Ulangan pada penelitian ini dilakukan dengan mengelompokkan satuan percobaan. Menurut Gomez dan Gomez (2007), pengelompokkan satuan percobaan membuat keragaman dalam setiap kelompok menjadi minimum.
Persentase Tumbuh
Pengamatan persentase tumbuh dilakukan pada 2 MST. Tabel 6 menyajikan data nilai tengah persentase daya tumbuh benih dengan memberikan keterangan nomor dan nama genotipe yang dijelaskan pada Lampiran 1. Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa genotipe nomor 18 yaitu Merapi dari Indonesia memiliki persentase tumbuh paling tinggi dibanding genotipe yang lain yaitu 86.3%. Genotipe nomor 5 yaitu Tachinagaha dari Jepang merupakan genotipe yang memiliki persentase tumbuh paling rendah dibandingkan genotipe yang lain, namun tidak berbeda nyata dengan genotipe nomor 14 dan 31 yatiu N 2491 dari Nepal dan Miss 33 Dixi dari Filipina.
Tabel 6 Nilai tengah persentase daya tumbuh dari 32 genotipe yang diuji Nama Genotipe NKL Persentase
tumbuh (%)a
Nama Genotipe NKL Persentase tumbuh (%)a
Merapi 18 86.3 a Manshuu M. 6 75.2 abc SC-1-8 23 85.9 a Sandek S. 28 74.3 abc U 1290-i 9 85.8 a Wilis 25 74.9 abc 317 Ringgit 24 85.6 a Ichiguuhou 7 73.5 abc DS65-4 13 84.6 a DS24-2 20 71.7 abcd Tidar 22 84.5 a Tegineneng 27 70.6 abcd M 652 17 82.7 ab Tanggamus 19 69.8 abcd DS34-3 11 82.5 ab PI416937 2 69.3 abcd Akisengoku 32 80.8 ab M150-7B-41-10 16 69.2 abcd Dering 1 10 80.2 ab DS25-1 12 68.3 abcd EC 112828 29 79.8 ab UA4805 4 65.9 abcde M100-47-52-13 15 79.6 ab Miss 33 Dixi 30 58.8 bcde Enrei 1 79.6 ab Tanbaguro 3 54.7 cdef SJ4 26 78.2 abc Himeshirazu 31 47.9 def San Sai 21 77.5 abc N 2491 14 44.6 ef Fukuyutaka 8 75.8 abc Tachinagaha 5 39.7 f a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari persentase tumbuh terbesar hingga persentase tumbuh terkecil.
Salah satu syarat benih kedelai yang berkualitas adalah memiliki daya kecambah minimal 85% (Subandi et al. 2007). Genotipe dengan kualitas benih
(29)
yang baik pada penelitian ini antara lain U 1290-i, Merapi, SC-1-8, dan 317 Ringgit. Pada penelitian Butar Butar (2014), Tachinagaha memiliki daya tumbuh yang tinggi yaitu 80%, sedangkan pada penilitian ini Tachinagaha hanya memiliki persentase tumbuh 39.7%. Perbedaan kondisi persentase tumbuh ini disebabkan karena benih yang digunakan memiliki viabilitas yang rendah akibat umur simpan benih yang lama. Menurut Suhartanto et al. (2013), kemunduran viabilitas benih adalah suatu proses yang tidak dapat dicegah, semua benda hidup akan mengalami kemunduran dan mati. Kemunduran viabilitas benih dapat mengakibatkan turunnya daya berkecambah.
Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya persentase tumbuh genotipe tersebut adalah serangan penyakit tanaman. Penyakit yang menyerang tanaman adalah penyakit layu dan serangan cendawan yang menyebabkan tanaman menjadi busuk dan layu. Gambar 1 menampilkan benih yang tidak mampu berkecambah serta serangan penyakit yang menyerang tanaman muda.
Umur Berbunga (Fase R1), Waktu Muncul Polong (Fase R3), Waktu Pengisian Polong (Fase R5), Waktu Perubahan Polong Menjadi Kuning,
Coklat, Matang (R7), dan Umur Panen (Fase R8)
Data umur tanaman dari 32 genotipe yang diuji disajikan pada Tabel 7. Genotipe nomor 1 dan nomor 20 yaitu Enrei dari Jepang dan DS24-2 (HT 1) dari Amerika Serikat adalah genotipe yang paling cepat berbunga, muncul polong, pengisian polong, dan pematangan polong. Miss 33 Dixi adalah genotipe dengan umur tanaman yang lama, namun genotipe yang memiliki umur panen terlama adalah Tanbaguro.
Selain Enrei dan DS24-2 (HT 1), genotipe-genotipe lain yang tergolong cepat berbunga, muncul polong hingga pemasakan polong adalah genotipe nomor 2, 5, 8, 11, dan 12, yang merupakan genotipe dari Jepang dan Amerika Serikat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan. Sumarno dan Manshuri (2007), varietas kedelai dari wilayah subtropis yang sesuai untuk panjang hari 14-16 jam, jika ditanam di Indonesia yang panjang harinya 12 jam, akan mempercepat terjadinya pembungaan. Pembungaan terjadi pada umur tanaman 20-22 hari meskipun batang tanaman masih pendek. Tanaman kedelai di Indonesia umumnya berbunga pada umur 25-40 hari, sedangkan di wilayah subtropis tanaman kedelai baru berbunga umur 50-70 hari. Genotipe nomor 30 yaitu Miss 33 Dixi dari Filipina merupakan genotipe yang memiliki umur tanaman paling lama, namun genotipe yang memiliki umur panen
c
b
a
Gambar 1 Fakor penyebab rendahnya persentase tumbuh. (a) benih yang tidak dapat berkecambah; (b) serangan layu; (c) serangan cendawan
(30)
terlama adalah genotipe nomor 3 yaitu Tanbaguro dari Jepang dan tidak berbeda nyata dengan genotipe nomor 30. Umur panen yang lama pada genotipe asal Jepang diduga karena pengaruh genetik dari tanaman.
Tabel 7 Nilai tengah umur tanaman dari 32 genotipe kedelai yang diuji
Nama genotipe NKL Umur tanaman (hari)
a
Fase R1 Fase R3 Fase R5 Fase R7 Fase R8
Miss 33 Dixi 30 52 a 63 a 69 a 102 a 111 a
San Sai 21 44 b 51 b 57 bc 91 c 99 bc
Tanggamus 19 44 b 51 b 57 bc 87 de 93 cdef
SC-1-8 23 43 bc 51 b 56 bcd 86 ef 94 cdef
Sandek S. 28 43 bcd 51 b 59 b 94 b 103 b
Tegineneng 27 41 cde 49 bc 55 bcde 82 fghi 93 cdef
EC 112828 29 40 def 47 c 55 bcde 85 ef 91 defgh
N 2491 14 39 efg 46 cd 54 bcde 96 b 103 b
Dering 1 10 38 efgh 46 cd 55 bcde 86 ef 93 cdef
Wilis 25 38 efgh 46 cd 44 ghij 86 de 92 cdefg
Tidar 22 38 fghi 46 cd 52 cdef 82 ghij 86 ghijkl
M 652 17 38 fghi 43 de 54 bcde 87 de 93 cdef
Merapi 18 37 ghi 43 de 49 defg 82 fghi 87 fghijk
SJ4 26 37 ghij 43 def 48 efgh 90 cd 97 cd
M100-47-52-13 15 36 hijk 40 efg 46 fghi 77 k 82 klm 317 Ringgit 24 36 hijk 42 ef 48 efgh 79 ijk 86 hijkl M150-7B-41-10 16 35 ijk 40 efg 46 fghi 77 k 83 jklm
Manshuu M. 6 34 jk 40 fg 46 fghi 88 cde 93 cdef
U 1290-i 9 34 kl 38 gh 44 ghij 85 efgh 93 cdef
DS65-4 13 31 lm 35 hi 41 ijkl 73 l 82 klm
Tanbaguro 3 31 m 35 hi 42 hijk 96 b 113 a
Himeshirazu 31 31 m 35 hi 42 hijkl 81 hij 87 fghijk Akisengoku 32 30 mn 35 hi 42 hijkl 88 cde 94 cdef
UA4805 4 30 mno 34 i 39 ijkl 81 hij 89 efghij
DS34-3 11 29 mno 33 ij 40 ijkl 72 l 81 lm
DS25-1 12 29 mno 34 i 40 ijkl 78 k 84 ijklm
Fukuyutaka 8 29 mnop 33 i 40 ijkl 84 efgh 95 cde
PI416937 2 28 nop 32 ijk 40 ijkl 87 de 95 cde
Ichiguuhou 7 28 nop 33 i 38 jkl 74 l 81 klm
Tachinagaha 5 27 op 30 jk 36 kl 80 ijk 90 defghi
Enrei 1 26 p 29 k 35 l 70 l 81 lm
DS24-2 20 26 p 29 k 37 kl 71 l 79 m
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari umur fase R1 terlama hingga tercepat, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah.
Umur tanaman kedelai dikelompokkan menjadi genjah (< 80 hari), sedang (80-85 hari), dalam (86-90 hari), sangat dalam (> 90 hari) (Adie dan Krisnawati 2007). Genotipe pada penelitian ini termasuk dalam empat kategori, yaitu umur genjah (HT 1), umur sedang (Enrei, HT 2, HT 3, HT 4, Tidar, M100-47-52-13, dan
(31)
M150-7B-41-10), umur dalam (UA4805, Merapi, Tidar, Tachinagaha, 317 Ringgit, dan Himeshirazu), umur sangat dalam (PI416937, Tanbaguro, Manshuu Masshokutou, Fukuyutaka, U 1290-1, Dering 1, N 2491, M652, Tanggamus, San Sai, SC 1-8, Willis, SJ4, Tegineneng, Sandek Sieng, EC 112828, Miss 33 Dixi, dan Akisengoku). Menurut Hakim (2012), varietas kedelai yang berumur sangat genjah diperlukan agar tanaman terhindar dari kekeringan, terutama pada lahan sawah tadah hujan musim kemarau I (April-Juni).
Setiap varietas kedelai memiliki fase tumbuh yang berbeda, hal tersebut dipengaruhi oleh faktor varietas dan faktor lingkungan (Adie dan Krisnawati 2007). Karakter umur berbunga pada beberapa genotipe kedelai berbeda antar genotipe (Susanto dan Sundari 2009). Salah satu faktor lingkungan yang mengganggu pertumbuhan tanaman adalah hama dan penyakit tanaman. Hama yang menyerang tanaman kedelai antara lain kumbang daun (Phaedonia inclusa), kepik hijau (Nezara viridula), kepik polong (Riptorius linearis), ulat bulu (Creatonatus lactineus), ulat grayak (Prodenia litura), dan belalang (Oxyaspp) yang ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar 2 Hama yang menyerang tanaman kedelai. (a) kumbang daun (Phaedonia inclusa); (b) kepik hijau (Nezara viridula); (c) kepik polong (Riptorius linearis); (d) ulat bulu (Creatonatus lactineus); (e) ulat grayak (Prodenia litura); dan (f) belalang (Oxyaspp).
Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman kedelai yang diuji pada penelitian ini sangat beragam, yaitu berkisar antara 23.8 cm sampai 111.4 cm pada akhir pertumbuhan yang disajikan pada Tabel 8. Genotipe Miss 33 Dixi dari Filipina adalah genotipe yang memiliki tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan genotipe yang lain, sedangkan genotipe Himeshirazu dari Jepang adalah Genotipe yang memiliki tinggi tanaman terendah dibandingkan dengan genotipe yang lain.
a
b
c
(32)
Arsyad et al. (2007) mengelompokkan tinggi tanaman kedelai berdasarkan lingkungan menjadi tiga kelompok yaitu lingkungan yang lebih baik atau subur, lingkungan yang kekurangan air, dan lingkungan yang kurang subur. Lingkungan tanam yang subur atau lebih baik membutuhkan tipe tanaman ideal yang memiliki tinggi tanaman 60-70 cm. Genotipe yang sesuai dengan kriteria tersebut antara lain M625 dari India, dan Merapi, Tanggamus, serta 317 Ringgit dari Indonesia.
Tabel 8 Nilai tengah tinggi tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL Tinggi tanmanan (cm)
a
Fase R1 Fase R3 Fase R5 Panen
Miss 33 Dixi 30 80.4 a 105.8 a 110.7 a 111.4 a
EC 112828 29 50.7 b 67.8 bc 84.3 b 86.7 b
Tegineneng 27 49.6 b 70.1 b 81.8 bc 83.3 bc
Merapi 18 48.4 bc 59.7 cde 66.7 de 67.8 def
San Sai 21 47.8 bcd 60.9 bcde 67.8 de 72.3 cdef
Wilis 25 46.8 bcde 61.3 bcde 75.4 bcd 73.2 cdef
SC-1-8 23 46.5 bcde 64.5 bcd 74.8 cd 80.6 bcd
Tanggamus 19 46.4 bcde 62.0 bcde 69.9 de 69.7 def
SJ4 26 45.6 bcde 55.7 def 62.7 e 52.8 ghi
Sandek S. 28 45.5 bcde 66.2 bc 76.2 bcd 71.5 cdef
Dering 1 10 44.6 bcdef 60.9 bcde 70.0 de 75.3 bcde
317 Ringgit 24 41.4 cdefg 54.2 ef 66.6 de 68.5 def
Tidar 22 39.9 defg 57.7 cdef 71.0 de 72.3 cdef
M100-47-52-13 15 39.2 efg 48.8 fgh 52.8 f 54.5ghi M150-7B-41-10 16 37.5 fg 45.3 ghi 53.1 f 51.6 ghij
M 652 17 35.1 gh 36.6 ijk 53.6 f 63.4 efg
U 1290-i 9 33.9 ghi 40.9 hij 46.5 fgh 47.3 hijkl
Tanbaguro 3 28.1 hij 34.6 jkl 37.7 hijk 37.6 klmn
N 2491 14 28.1 hij 33.1 jklm 35.2 ijkl 35.4 lmno
Manshuu M. 6 27.0 ij 33.8 jkl 47.9 fg 60.3 fgh
Enrei 1 26.2 ij 28.0 klmn 31.0 jklm 32.1 mno
DS34-3 11 26.2 ij 30.7 jklmn 42.4 ghi 49.3 hijkl
DS65-4 13 26.1 j 31.1 jklmn 40.5 ghij 48.5 hijkl
Ichiguuhou 7 26.0 j 35.9 ijkl 42.7 ghi 47.7 hijkl
DS25-1 12 24.9 jk 33.1 jklm 40.0 ghij 43.3 ijlm
DS24-2 20 24.5 jk 28.6 klmn 37.1 hijk 38.8 jklmn
Fukuyutaka 8 22.2 jk 28.0 klmn 30.0 klm 30.5 mno
Tachinagaha 5 24.8 jk 25.6 lmn 29.1 klm 30.5 mno
UA4805 4 22.0 jk 26.5 klmn 28.8 klm 29.2 no
Akisengoku 32 21.5 jk 26.2 klmn 28.5 klm 28.3 no
PI416937 2 21.0 jk 23.0 mn 26.7 lm 37.8 klmn
Himeshirazu 31 17.6 k 21.3 n 23.1 m 23.8 o
Deptan (2007) mengklasifikasikan tinggi tanaman kedelai menjadi empat kategori yaitu pendek (15-50 cm), sedang (>50-68 cm), tinggi (>68-86 cm), sangat a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = Nomor kode lapang, data diurutkan dari umur fase R1 terlama hingga tercepat.
(33)
tinggi (>86 cm). Genotipe yang tergolong memiliki tinggi sangat tinggi adalah EC 112828 dari India dan Miss 33 Dixi. Marlenasari (2012) menyatakan bahwa tanaman yang memiliki tinggi tanaman yang relatif tinggi berdasarkan pengamatan di lapang cenderung memiliki resiko rebah yang besar. Genotipe dengan tinggi tanaman yang pendek adalah Enrei, PI416937, Tanbaguro, Tachinagaha, Fukuyutaka, HT-1, HT-2, HT-3, HT-4, Himeshirazu, dan Akisingoku yang merpakan genotipe yang berasal dari negara subtropis. Data menunjukkan bahwa genotipe yang berasal dari Indonesia memiliki nilai tengah tinggi tanaman yang tinggi dan genotipe yang berasal dari Jepang memiliki nilai tengah tinggi tanaman yang rendah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Butar Butar (2014) bahwa sebagian besar genotipe yang berasal dari Jepang memiliki nilai tengah tinggi tanaman yang rendah dan berumur pendek.
Himeshirazu merupakan genotipe dengan umur panen yang tergolong cepat, sedangkan Miss 33 Dixi merupakan genotipe dengan umur panen yang tergolong lama. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa pada beberapa genotipe semakin rendah tinggi tanaman maka fase pertumbuhan akan semakin cepat, sebaliknya jika semakin tinggi tanaman maka akan semakin lama fase pertumbuhannya. Menurut Hakim (2012) tinggi tanaman berkorelasi nyata dengan umur berbunga tanaman kedelai.
Ketinggian Polong Terendah
Ketinggian polong terendah diukur dari kotiledon hingga polong pertama pada batang utama. Data mengenai nilai tengah tinggi polong terendah disajikan pada Gambar 3 dan disertakan dengan data tinggi tanaman saat panen.
Karakter ketinggian polong terendah sangat beragam yaitu berkisar antara 2.6-32.1 cm. Genotipe nomor 30 yaitu Miss 33 Dixi dari Filipina memiliki tinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 tinggi tanaman 32 38 38 29 30 60 48 30 47 75 49 43 49 35 54 52 63 68 70 39 72 72 81 69 73 53 83 71 87 11 24 28 tinggi polong 5 5 10 4 9 18 10 6 9 14 4 7 10 5 14 9 13 12 16 7 21 12 17 12 16 10 14 18 24 32 3 4
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
ti
ng
g
i
(c
m
)
NKL
Gambar 3 Nilai tengah tinggi polong terndah dan tinggi tanaman saat panen dari 32 genotipe yang diuji, NKL = nomor kode lapang.
(34)
polong terendah paling tinggi dan genotipe nomor 31 yaitu Himeshirazu dari Jepang memiliki tinggi polong terendah paling rendah. Data tinggi tanaman menunjukkan bahwa Miss 33 Dixi adalah genotipe dengan tinggi tanaman paling tinggi dan Himeshirazu adalah genotipe dengan tinggi tanaman paling rendah. Hal ini menjelaskan bahwa tanaman yang tinggi juga memiliki tinggi polong yang tinggi, sebaliknya tanaman yang pendek memiliki tinggi polong yang pendek juga.
Jumlah Buku per Tanaman
Jumlah buku tanaman kedelai yang diuji pada penelitian ini sangat beragam, yaitu berkisar antara 15 sampai 110 pada akhir pertumbuhan. Data hasil pengamatan jumlah buku ditunjukkan oleh Tabel 9. Data hasil pengamatan jumlah buku menjelaskan bahwa Tachinagaha adalah genotipe dengan jumlah buku yang terendah hingga masa pengisian polong dan Enrei adalah genotipe dengan jumlah buku terendah saat panen. Genotipe nomor 17 yaitu M625 dari India adalah genotipe yang memiliki jumlah buku tertinggi pada semua fase pertumbuhan.
Tachinagaha tergolong dalam tanaman yang memiliki tinggi tanaman yang rendah yaitu 30.5 cm saat panen. Genotipe M625 merupakan genotipe yang tergolong pada tanaman kedelai dengan tinggi tanaman sedang yaitu 63.4 cm saat panen. Hal ini berbeda dengan pernyataan Rusiva (2012) yang menyatakan bahwa tanaman kedelai yang memiliki tinggi tanaman tinggi cenderung memiliki jumlah buku yang banyak. Menurut Somaatmadja (1985), tinggi tanaman kedelai yang cukup adalah 75 cm, karena jika lebih dari itu maka jumlah buku tidak begitu bertambah akibat panjang ruas antar buku yang semakin meningkat pada ujung batang.
Jumlah buku genotipe Tachinagaha pada fase R1 dan panen adalah 8 dan 17, jumlah buku genotipe Enrei pada fase R1 dan panen adalah 10 dan 15. Genotipe dengan jumlah buku tertinggi memiliki jumlah buku 36 pada fase R1 dan 110 pada saat panen. Menurut Butar Butar (2014), jumlah buku Genotipe Enrei, Tachinagaha, dan M625 berturut-turut adalah 11, 9, dan 67 pada fase R1, serta 17, 17, dan 72 pada fase R8. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan yang jelas antar hasil pengamatan jumlah buku pada genotipe M625. Hal ini diduga disebabkan karena perbedaan waktu tanam yang menyebabkan perbedaan intensitas penyinaran matahari. Menurut Sumarno dan Manshuri (2007), intensitas penyinaran yang kurang dilaporkan dapat menekan pertumbuhan, mengurangi jumlah cabang, jumlah buku, dan jumlah polong. Ditinjau dari kelimpahan penyinaran matahari, tanaman kedelai lebih optimal ditanam di Indonesia pada akhir musim hujan (Maret-April) atau musim kemarau (Juli-Agustus) jika air tersedia. Percobaan ini dimulai pada bulan Maret, sedangkan percobaan Butar Butar (2014) dimulai pada bulan Februari.
Jumlah Cabang per Tanaman
Jumlah cabang tanaman kedelai yang diuji pada penelitian ini sangat beragam, yaitu berkisar antara 1 sampai 7 pada fase berbunga dan 3 sampai 16 pada akhir pertumbuhan. Data hasil pengamatan jumlah cabang yang ditunjukkan oleh
(35)
Tabel 10 menjelaskan bahwa Tachinagaha adalah genotipe dengan jumlah cabang yang terendah dan M625 adalah genotipe yang memiliki jumlah cabang tertinggi pada semua fase pengamatan.
Tabel 9 Nilai tengah jumlah buku per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL Jumlah buku per tanmanan (cm)
a
Fase R1 Fase R3 Fase R5 Panen
M 652 17 36 a 50 a 83 a 110 a
San Sai 21 30 bc 49 ab 57 b 68 b
Sandek S. 28 30 bc 43 abcd 49 bcd 66 bc
EC 112828 29 32 ab 43 abcd 52 bc 65 bc
Miss 33 Dixi 30 28 bcd 40 bcd 40 e 62 bcd
SC-1-8 23 31 abc 47 abc 51 bc 62 bcd
Tidar 22 24 def 37 de 46 cde 60 bcd
Tegineneng 27 26 cde 42 abcd 54 b 56 bcde
Manshuu M. 6 22 ef 30 ef 41 e 54 cdef
Wilis 25 21 fg 36 de 50 bcd 54 cdef
Tanggamus 19 24 def 36 de 43 de 50 defg
Merapi 18 23 def 39 cde 48 bcd 46 efg
Dering 1 10 20 fgh 35 de 45 cde 43 fgh
317 Ringgit 24 17 ghi 25 fg 33 f 41 ghi
SJ4 26 16 ghij 26 fg 31 fg 34 hi
Tanbaguro 3 12 ijklm 17 ghijk 20 hijk 29 hij
U 1290-i 9 15 hij 23 fgh 28 fgh 28 ijkl
DS34-3 11 12 ijklm 15 hijk 23 hij 28 jkl
M150-7B-41-10 16 13 ijkl 17 ghijk 23 hij 27 jkl Ichiguuhou 7 11 jklm 17 ghijk 21 hijk 27 jkl
DS25-1 12 10 klm 14 hijk 20 hijk 25 jkl
Himeshirazu 31 12 ijklm 17 ghijk 20 hijk 25 jkl
N 2491 14 14 ijkl 22 fghi 25 fghi 25 jkl
M100-47-52-13 15 14 ijk 20 ghij 25 ghi 25 jkl
UA4805 4 10 klm 15 hijk 19 ijk 23 jkl
DS24-2 20 11 jklm 13 ijk 21 hijk 23 jkl
DS65-4 13 11 klm 15 hijk 19 ijk 21 jkl
Akisengoku 32 10 klm 15 hijk 18 ijk 21 jkl
Fukuyutaka 8 10 klm 13 hijk 16 jk 21 kl
PI416937 2 9 lm 11 k 14 k 20 kl
Tachinagaha 5 8 m 10 k 13 k 17 kl
Enrei 1 10 klm 11 jk 14 k 15 l
Data pengamatan jumlah buku per tanaman menunjukkan bahwa Tachinagaha adalah genotipe yang memiliki jumlah buku terendah dan M625 adalah genotipe yang memiliki jumlah buku tertinggi. Hal ini menjelaskan bahwa genotipe dengan jumlah cabang yang banyak relatif memiliki jumlah buku yang
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari jumlah buku terbanyak hingga tersedikit pada tanaman saat panen, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah.
(36)
banyak, sebaliknya genotipe yang memiliki jumlah cabang sedikit relatif memiliki jumlah buku yang sedikit. Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan Lestarina (2011) pada penelitiannya yang melaporkan bahwa jumlah buku produktif tanaman kedelai berkorelasi positif dengan jumlah cabang produktif tanaman kedelai.
Tabel 10 Nilai tengah jumlah cabang per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL Jumlah cabang per tanmanan (cm)
a
Fase R1 Fase R3 Fase R5 Panen
M 652 17 7 a 9 a 10 a 16 a
Sandek S. 28 6 abcd 6 bcde 7 bcd 15 ab
Miss 33 Dixi 30 5 def 5 cdefg 6 cdef 13 b
San Sai 21 7 a 8 b 8 bc 10 cd
EC 112828 29 7 ab 7 bcd 7 bcd 10 cd
Tidar 22 5 bcd 5 defgh 5 defg 9 d
Tegineneng 27 6 abcd 7 bcd 6 bcd 9 def
317 Ringgit 24 4 efg 5 defgh 6 defg 8 defg
Dering 1 10 4 efg 6 bcde 8 bc 9 defg
Tanggamus 19 5 def 6 bcdef 6 bcde 8 defgh
UA4805 4 3 ghi 3 hijkl 5 defgh 8 defgh
Wilis 25 5 def 6 bcde 7 bcd 8 defghi
Merapi 18 6 abc 7 bc 8 b 8 defghi
SC-1-8 23 7 a 7 bc 8 bc 7 defghij
Manshuu M. 6 5 cde 6 bcdef 6 bcde 7 defghijk
U 1290-i 9 4 efg 5 defgh 5 cdef 6 efghijkl
Tanbaguro 3 3 ghi 4 ijk 4 ghij 6 fghijkl
SJ4 26 4 fgh 5 efgh 5 defg 6 fghijkl
DS25-1 12 2 ghi 3 hijkl 4 fghij 5 ghijkl
PI416937 2 2 ghi 2 kl 3 ij 5 ghijkl
N 2491 14 3 gh 4 efghi 6 bcde 5 ghijkl
Himeshirazu 31 2 ghi 3 hijkl 4 fghij 5 hijkl M100-47-52-13 15 3 gh 4 fghijk 4 efghi 4 ijkl M150-7B-41-10 16 2 ghi 3 hijkl 4 efghij 4 ijkl
Fukuyutaka 8 2 hi 2 kl 3 fghij 4 ijkl
DS34-3 11 3 ghi 3 hijkl 4 efghi 4 jkl
Ichiguuhou 7 2 ghi 3 jkl 3 ij 4 jkl
Enrei 1 2 hi 2 kl 3 ghij 4 kl
DS24-2 20 2 hi 2 kl 4 fghij 4 kl
Akisengoku 32 2 hi 3 jkl 3 hij 4 kl
DS65-4 13 2 ghi 3 hijkl 4 fghij 3 l
Tachinagaha 5 1 i 2 l 2 j 3 l
Genotipe kedelai yang batangnya tinggi cenderung mempunyai jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan genotipe yang berbatang pendek (Hakim 2012). Tachinagaha tergolong dalam tanaman yang memiliki tinggi a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = Nomor kode lapang, data diurutkan dari jumlah cabang terbanyak hingga tersedikit pada tanaman saat panen, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah.
(37)
tanaman yang rendah dan memiliki jumlah cabang yang sedikit. Genotipe M625 merupakan genotipe yang tergolong pada tanaman kedelai dengan tinggi tanaman sedang dan memiliki jumlah cabang terbanyak pada penelitian ini. Hal ini menjelaskan bahwa jumlah cabang tidak hanya ditentukan oleh tinggi tanaman. Faktor genetik dari genotipe diduga juga menentukan jumlah cabang. Menurut Adie dan Krisnawati (2007), pola percabangan tanaman kedelai dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan, seperti panjang hari, jarak tanam, dan kesuburan tanah. Pola percabangan tersebut mempengaruhi jumlah cabang pada tanaman kedelai. M625 memiliki pola percabangan yang horizontal agak tegak. Pola percabangan horizontal cenderung memiliki jumlah cabang yang lebih banyak dibandingkan dengan pola percabangan tegak.
Jumlah Polong per Tanaman
Polong penuh adalah polong dengan ukuran minimal 2 cm (Fehr dan Caviness 1997). Pada penelitian ini jumlah polong dihitung dari jumlah polong dengan panjang minimal 3 cm. Polong yang memiliki panjang kurang dari 3 cm dikategorikan dalam polong potensial. Tabel 11 menunjukkan nilai tengah jumlah polong dan jumlah polong potensial per tanaman.
Data menunjukkan bahwa Tachinagaha adalah genotipe dengan jumlah polong terendah yaitu 24 buah dan Tidar adalah genotipe dengan jumlah polong tertinggi yaitu 178 buah. Genotipe dengan jumlah polong potensial terendah adalah Tanbaguro dan genotipe dengan jumlah polong potensial tertinggi adalah EC 112828 dari India. Hal tersebut menunjukkan tidak ada pengaruh yang nyata antara jumlah polong dengan jumlah polong potensial.
Tanaman dengan hasil polong yang tinggi didukung dengan tinggi tanaman yang tinggi dan jumlah cabang yang banyak (Yustia et al. 2004). Tachinagaha merupakan genotipe dengan jumlah polong sedikit dan merupakan tanaman dengan tinggi tanaman yang rendah dan memiliki jumlah cabang yang sedikit, sedangkan Tidar merupakan genotipe dengan jumlah polong tertinggi dan merupakan tanaman kedelai dengan kategori tinggi tanaman yang tinggi, tetapi bukan yang tertinggi serta memiliki jumlah cabang yang sedang. Menurut Adie et al. (2007), jumlah polong yang dihasilkan oleh tanaman tergantung pada kondisi tanaman pada masa berbunga, yaitu jumlah bunga yang berhasil mengalami polinasi dan fertilasi dengan baik. Menurut Adie dan Krisnawati (2007), terjadinya kekurangan air atau kelebihan air dan serangan hama atau penyakit dapat berpengaruh buruk pada proses pembentukan polong. Hama yang menyerang pada saat proses pembentukan polong tanaman kedelai pada penelitian ini adalah hama kepik polong (Riptorius linearis).
Jumlah bunga dari 20 varietas kedelai di Indonesia berkisar 47-75 buah dan kisaran jumlah polong isi dari 33 hingga 64 buah (Adie dan Krisnawati 2007). Data nilai tengah jumlah polong pada penelitian ini menunjukkan bahwa hampir semua genotipe yang diuji memiliki jumlah polong lebih dari 33 buah bahkan lebih dari 64 buah. Genotipe Tachinagaha dari Jepang memiliki jumlah polong yang kurang dari 33 buah, hal ini diduga karena faktor genetik genotipe tersebut.
(38)
Tabel 11 Nilai tengah jumlah polong dan jumlah polong potensial per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL Jumlah polonga Jumlah polong potensiala
Tidar 22 178 a 19 abcd
San Sai 21 161 ab 31 ab
Sandek S. 28 157 abc 20 abcd
M 652 17 153 abcd 15 abcd
Miss 33 Dixi 30 150 abcde 21 abcd
Tegineneng 27 143 bcdef 3 cd
Tanggamus 19 136 bcdef 21 abcd
SC-1-8 23 127 cdef 11 bcd
EC 112828 29 123 def 38 a
Manshuu M. 6 123 def 6 bcd
Dering 1 10 120 efgh 4 cd
Merapi 18 117 efgh 17 abcd
Wilis 25 114 fgh 29 abc
317 Ringgit 24 113 fgh 10 bcd
N 2491 14 98 ghi 14 abcd
SJ4 26 89 hij 8 bcd
DS25-1 12 77 ijk 11 bcd
DS34-3 11 65 jkl 18 abcd
Himeshirazu 31 60 jklm 3 cd
U 1290-i 9 59 jklm 5 bcd
Ichiguuhou 7 56 klmn 6 bcd
M100-47-52-13 15 56 klmn 1 d
M150-7B-41-10 16 55 klmn 1 d
DS65-4 13 53 klmn 5 cd
PI416937 2 52 klmn 4 cd
UA4805 4 49 klmn 9 bcd
DS24-2 20 50 klmn 2 d
Akisengoku 32 46 klmn 7 bcd
Tanbaguro 3 36 lmn 0 d
Fukuyutaka 8 36 lmn 8 bcd
Enrei 1 26 mn 4 cd
Tachinagaha 5 24 n 4 cd
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari total jumlah polong terbanyak hingga tersedikit, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah.
Suhu Daun
Suhu daun diukur menggunakan alat Licor 6400. Pengamatan suhu daun dilakukan pada bulan Mei atau pada saat rata-rata tanaman berada pada fase pengisian polong (fase R5). Tabel 12 menunjukaan data nilai tengah suhu daun dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini. Suhu daun berkisar antara 27.7-29.8°C.
(39)
Genotipe dengan suhu daun terendah adalah Tidar dari Indonesia dan genotipe dengan suhu daun tertinggi adalah M150-7B-41-10 dari Indonesia.
Tabel 12 Nilai tengah suhu daun dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL Suhu daun
(°C)a
Nama genotipe NKL Suhu daun
(°C)a
M150-7B-41-10 16 29.8 a SJ4 26 28.8 bcdefg
317 Ringgit 24 29.7 ab DS25-1 12 28.8 bcdefg
Enrei 1 29.3 abc Tachinagaha 5 28.7 cdefgh
UA4805 4 29.2 abc DS34-3 11 28.6 cdefgh
M 652 17 29.2 abc EC 112828 29 28.1 defgh
PI416937 2 29.2 abc Wilis 25 28.0 efgh
DS65-4 13 29.1 abcd Dering 1 10 28.0 efgh
Ichiguuhou 7 29.1 abcd Tegineneng 27 27.9 fgh
Akisengoku 32 29.1 abcd N 2491 14 27.9 fgh
U 1290-i 9 29.1 abcd Miss 33 Dixi 30 27.9 fgh
Tanbaguro 3 29.0 abcd SC-1-8 23 27.9 fgh
Manshuu M. 6 29.0 abcd Merapi 18 27.9 fgh
M100-47-52-13 15 29.0 abcd Sandek S. 28 27.9 fgh
Himeshirazu 31 28.9 abcde San Sai 21 27.9 fgh
DS24-2 20 28.8 bcdef Tanggamus 19 27.8 gh
Fukuyutaka 8 28.8 bcdef Tidar 22 27.7 h
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada peubah yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari suhu daun tertinggi hingga terendah.
Suhu rata-rata di lahan percobaan pada bulan Mei adalah 26.8°C. Data tersebut menunjukkan bahwa suhu daun lebih tinggi dibandingkan dengan suhu lingkungan. Suhu daun yang lebih tinggi dari suhu lingkungan diduga dipengaruhi oleh proses fotosintesis pada tanaman. Menurut Pantilu et al (2012), suhu daun dipengaruhi oleh energi cahaya yang tidak dilepas kembali ke lingkungan kemudian berubah menjadi energi panas yang menyebabkan suhu daun meningkat dan energi panas diubah menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis. Suhu daun tanaman kedelai tanpa naungan adalah 28.2°C. Suhu yang lebih rendah atau lebih tinggi dari suhu tersebut dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang yang diterima tanaman berbeda. Menurut Sumarno dan Manshuri (2007), radiasi matahari yang sangat tinggi mengakibatkan peningkatan suhu daun. Peningkatan suhu daun menyebabkan peningkatan laju evapotranspirasi sehingga terjadi difisit air pada tanaman. Kondisi sel yang difisit mengakibatkan laju fotosintesis berkurang, sehingga produksi biomasa tanaman juga berkurang.
Nilai Kehijauan Daun
Nilai kehijauan daun pada penelitian ini diukur menggunakan alat yang disebut Soil Plant Analytical Development (SPAD). Menurut Dobermann dan Fairhurst (2000), klorofil meter SPAD adalah alat untuk mengukur klorofil daun secara relatif yang dinyatakan dalam satuan unit. Kandungan klorofil daun yang
(40)
ditetapkan dengan SPAD berkorelasi positif sangat nyata dengan kandungan klorofil yang ditetapkan secara destruktif. Pengukuran klorofil daun secara destruktif berkorelasi positif sangat nyata dengan kadar N daun. Menggunakan alat SPAD sangat mudah untuk mengukur tingkat kehijauan daun yang disebabkan oleh kandungan klorofil daun. Data nilai tengah nilai kehijauan daun dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini disajikan pada Tabel 13 dengan memberikan keterangan nomor dan nama genotipe yang dijelaskan pada Lampiran 1.
Tabel 13 Nilai tengah nilai kehijauan daun dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL Nilai kehijauan daun
a
4 MST 6 MST 8 MST
UA4805 4 37.8 ab 50.2 a 48.4 ab
Tachinagaha 5 36.9 abcd 48.4 ab 47.0 abcdef
DS34-3 11 37.5 abc 48.3 ab 48.5 ab
Enrei 1 36.7 abcd 47.9 ab 42.0 efghijkl
DS24-2 20 36.9 abcd 47.9 ab 47.4 abcd
Wilis 25 34.2 bcdef 46.5 abc 41.7 fghijkl
Fukuyutaka 8 38.1 ab 45.8 abcd 47.6 abcd
Akisengoku 32 36.2 abcde 45.5 abcd 46.0 abcdefg
DS25-1 12 35.1 abcde 44.7 abcde 47.3 abcde
Tanbaguro 3 34.7 bcde 44.5 abcde 46.8 abcdef
DS65-4 13 37.7 ab 44.4 abcde 46.9 abcdef
PI416937 2 34.5 bcdef 43.4 abcdef 43.5 bcdefghij
Ichiguuhou 7 35.9 abcde 42.5 abcdefg 45.9 abcdefgh
SJ4 26 39.4 a 42.5 abcdefg 50.7 a
Himeshirazu 31 32.1 ef 41.6 bcdefg 42.4 defghijk
U 1290-i 9 33.8 bcdef 41.2 bcdefgh 45.4 bcdefgh
M100-47-52-13 15 35.4 abcde 40.7 bcdefghi 47.7 abc 317 Ringgit 24 36.5 abcde 40.7 bcdefghi 45.7 abcdefgh M150-7B-41-10 16 33.7 bcdef 39.4 cdefghi 47.8 abc Manshuu M. 6 33.6 bcdef 39.3 cdefghi 45.2 bcdefghi
N 2491 14 35.3 abcde 38.4 cdefghi 44.1 bcdefghij
Merapi 18 33.9 bcdef 37.5 defghi 44.9 bcdefghi
Tidar 22 33.7 bcdef 37.1 efhgi 45.5 abcdefgh
Tegineneng 27 35.2 abcde 36.4 efghi 40.9 ghijklm
EC 112828 29 33.8 bcdef 35.3 fghi 42.6 cdefghijk
Tanggamus 19 34.5 bcdef 35.2 fghi 40.6 hijklm
Miss 33 Dixi 30 34.6 bcdef 34.9 ghi 35.9 m
San Sai 21 32.7 def 34.8 ghi 38.3 klm
SC-1-8 23 34. bcdef 3 34.2 hi 39.4 jklm
Dering 1 10 33.1 cdef 34.1 hi 40.0 ijklm
Sandek S. 28 33.9 bcdef 34.0 hi 41.7 fghijkl
M 652 17 30.7 f 32.6 i 36.9 klm
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = nomor kode lapang, MST = minggu setelah tanam, data diurutkan dari nilai kehijauan daun tertinggi hingga terendah saat 6 MST, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah.
(41)
Nilai kehijauan daun pada penelitian ini berkisar antara 30.7-39.4 pada 4 MST, 32.6-50.2 pada 6 MST, dan 35.9-50.7 pada 8 MST. Hal ini menunjukkan bahwa nilai kehijauan daun relatif semakin bertambah pada umur tanaman yang semakin bertambah. Beberapa genotipe juga mengalami penurunan nilai kehijauan daun seiring bertambahnya umur tanaman. Menurut Wahid (2003), tingkat skala warna daun tanaman dipengaruhi oleh populasi tanaman, fase pertumbuhan tanaman, varietas yang digunakan, cara tanam, dan status hara N dalam tanah. Nilai kehijauan daun pada penelitian ini diduga dipengaruhi oleh faktor genetik atau varietas.
Genotipe nomor 17 yaitu M652 dari India memiliki nilai kehijauan daun terendah pada 4 MST dan 6 MST, sedangkan pada 8 MST genotipe yang memiliki nilai kehijauan daun terendah adalah Miss 33 Dixi dari Filipina. Miss 33 Dixi merupakan genotipe yang memiliki umur fase vegetatif terlama dibandingkan genotipe lain yang diuji pada penelitian ini, sehingga diduga nilai kehijauan daun yang rendah pada 8 MST dipengaruhi oleh hal tersebut. Genotipe nomor 26 yaitu SJ4 dari Thailand adalah genotipe yang memiliki nilai kehijauan daun tertinggi pada umur tanaman 4 MST dan 8 MST, sedangkan pada 6 MST genotipe yang memiliki nilai kehijauan daun tertinggi adalah UA4850 dari Amerika Serikat.
Bobot dan Jumlah Biji per Tanaman
Pemuliaan kedelai di Indonesia secara umum bertujuan untuk menghasilkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan beradaptasi untuk berbagai agroekologi (Sulastiningsih 2013). Salah satu indikator yang menunjukkan hasil yang tinggi adalah bobot biji per tanaman yang tinggi dan juga dipengaruhi oleh jumlah biji per tanaman. Data nilai tengah bobot biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Nilai tengah bobot biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL Bobot biji (g)a Nama genotipe NKL Bobot biji (g)a
Tanggamus 19 30.4 a Ichiguuhou 7 19.8 bcdefgh Manshuu M. 6 28.8 ab Merapi 18 19.5 bcdefgh San Sai 21 27.4 abc M150-7B-41-10 16 19.3 cdefgh Sandek S. 28 26.8 abcd U 1290-i 9 18.4 cdefh Wilis 25 26.7 abcd PI416937 2 18.3 cdefgh Tidar 22 26.7 abcd DS34-3 11 18.2 cdefh Tegineneng 27 26.2 abcde DS65-4 13 17.9 cdefgh SJ4 26 24.9 abcdef N 2491 14 17.3 defgh SC-1-8 23 24.5 abcdef UA4805 4 16.9 efgh Dering 1 10 23.9 abcdefg Fukuyutaka 8 16.8 efgh DS25-1 12 23.8 abcdefg Himeshirazu 31 16.7 fgh 317 Ringgit 24 21.8 abcdefgh DS24-2 20 16.1 fgh M100-47-52-13 15 21.2 abcdefgh Miss 33 Dixi 30 14.9 gh EC 112828 29 20.5 bcdefgh Enrei 1 14.7 gh Tanbaguro 3 20.0 bcdefgh Tachinagaha 5 13.3 h Akisengoku 32 20.0 bcdefgh M 652 17 12.5 h
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari bobot biji tertinggi hingga terendah.
(42)
Bobot biji yang tertera pada Tabel 14 merupakan bobot biji pada kadar air biji 14%. Bobot biji per tanaman dari genotipe yang diuji berkisar antara 12.5-30.4 g atau per hektar berkisar antara 1.56-3.80 ton (diasumsikan semua tanaman tumbuh). Data nilai tengah jumlah biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji pada penelitian ini disajikan pada Tabel 15. Jumlah biji per tanaman dari genotipe yang diuji berkisar 39-444 butir. Menurut BPS (2015) produktivitas rata-rata kedelai di Indonesia adalah 1.56 ton ha-1. Hal tersebut menunjukkan bahwa semua genotipe yang diuji pada penelitian ini memiliki produktivitas yang tinggi.
Genotipe yang memiliki bobot biji per tanaman terendah adalah M652 dari India dan yang memiliki bobot biji per tanaman tertinggi adalah Tanggamus dari Indonesia. Berbeda dengan genotipe yang memiliki jumlah biji per tanaman terendah dan tertinggi, genotipe yang memiliki jumlah biji per tanaman terendah adalah Tachinagaha dari Jepang dan genotipe yang memiliki jumlah biji tertinggi adalah Tidar dari Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa bobot biji tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah biji. Sulastiningsih (2013) menyebutkan bahwa selain jumlah biji per tanaman, ukuran biji juga menentukan produksi biji. Ukuran biji dapat dilihat dari bobot 100 biji. Menurut Hakim (2012) Bobot 100 biji menunjukkan korelasi positif nyata dengan bobot biji per tanaman.
Tabel 15 Nilai tengah jumlah biji per tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe
NKL Jumlah
bijia
Nama genotipe
NKL Jumlah
bijia
Tidar 22 444 a DS25-1 12 162 ghi
Tegineneng 27 346 b DS34-3 11 156 ghij
San Sai 21 315 bc M100-47-52-13 15 147 ghij
Tanggamus 19 312 bc M150-7B-41-10 16 143 ghij
Sandek S. 28 299 bcd Ichiguuhou 7 139 ghij
M 652 17 297 bcd Himeshirazu 31 138 ghijk
Wilis 25 296 bcd DS65-4 13 133 hijk
Manshuu M. 6 291 bcd DS24-2 20 122 hijk
EC 112828 29 288 bcd UA4805 4 117 hijkl
SC-1-8 23 269 cd U 1290-i 9 112 ijkl
Dering 1 10 245 de PI416937 2 109 jkl
317 Ringgit 24 237 def Akisengoku 32 100 jklm
Merapi 18 205 efg Fukuyutaka 8 72 klm
Miss 33 Dixi 30 184 efgh Enrei 1 55 lm
N 2491 14 181 efgh Tanbaguro 3 45 m
SJ4 26 178 fgh Tachinagaha 5 39 m
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari jumlah biji tertinggi hingga terendah.
Polong merupakan komponen hasil utama yang akan menentukan perolehan hasil biji sehingga jumlah polong yang dihasilkan diharapkan dapat menggambarkan potensi hasil (Adie et al. 2007). Marlenasari (2012) juga melaporkan bahwa jumlah polong total dan jumlah polong bernas berkorelasi positif dengan bobot biji per tanaman kedelai hitam yang ditanam di lahan kering. Tachinagaha memiliki jumlah polong dan jumlah biji per tanaman terendah pada
(43)
penelitian ini tetapi yang memiliki bobot biji terendah adalah M625. Tidar merupakan genotipe yang memiliki jumlah polong dan jumlah biji per tanaman tertinggi pada penelitian ini tetapi bukan merupakan genotipe yang memiliki bobot biji tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah polong hanya berkorelasi positif dengan jumlah biji per tanaman.
Tanggamus memiliki bobot biji pertanaman tertinggi yang juga merupakan genotipe kedelai dalam kategori tanaman berbatang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumarno dan Zuraida (2006) bahwa karakter yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi genotipe kedelai berdaya hasil tinggi adalah tinggi tanaman dan jumlah polong per tanaman. Hakim (2012) juga melaporkan bahwa genotipe kedelai yang batangnya tinggi berpotensi memberikan bobot biji dan hasil biji yang tinggi.
Bobot Kering Tanaman
Pengamatan bobot kering tanaman dilakukan dengan memisahkan tiga bagian tanaman yaitu batang, polong tanpa biji (kulit polong), dan bagian daun ( tangkai daun dan daun). Tabel 16 menyajikan data nilai tengah bobot kering tanaman dari genotipe yang diuji. Data bobot kering tanaman menunjukkan bahwa genotipe nomor 31 yaitu Himeshirazu adalah genotipe dengan bobot kering batang terkecil yaitu 2.4 g, sedangkan Tachinagaha adalah genotipe dengan bobot kering kulit polong serta bobot kering daun terkecil yaitu 5.2 g dan 2.4 g. Miss 33 Dixi adalah genotipe dengan bobot kering batang serta bobot kering daun terbesar yaitu 29.0 g dan 25.6 g, tetapi genotipe dengan bobot kering kulit polong tertinggi adalah Sandek Sieng dari Kamboja yaitu 17.8 g. Bobot kering kulit polong pada genotipe Sandek Sieng tidak berbeda nyata dengan bobot kulit polong pada Miss 33 Dixi.
Data pengamatan menunjukkan bahwa Miss 33 Dixi adalah genotipe dengan tinggi tanaman dan ketinggian polong tertinggi dari genotipe lain yang diuji pada penelitian ini. Himeshirazu dan Tachinagaha merupakan genotipe dengan kategori tinggi tanaman yang rendah. Hal ini menjelaskan bahwa genotipe dengan tinggi tanaman yang tinggi cenderung memiliki bobot kering tanaman yang tinggi dan sebaliknya genotipe dengan tinggi tanaman yang rendah cenderung memiliki bobot kering tanaman yang rendah juga. Hal ini sesuai dengan penelitian Hakim (2012) yang menyatakan bahwa varietas kedelai yang batangnya tinggi cenderung memiliki bobot brangkasan yang lebih tinggi daripada varietas yang berbatang pendek.
Persentase Kondisi Biji
Persentase kondisi biji dihitung dengan mengelompokkan biji berdasarkan empat kategori yaitu biji penuh, setengah keriput, keriput, dan biji rusak sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. Kriteria kondisi biji tersebut disajikan dalam Lampiran 3. Data persentase kondisi biji disajikan pada Tabel 17. Persentase kondisi biji dihitung berdasarkan jumlah biji per tanaman.
Data kisaran persentase biji penuh yaitu antara 0.2-95.3%, persentase biji setengah keriput yaitu antara 1.2-18.8%, persentase biji keriput yaitu antara
(44)
0.8-82.6%, dan persentase biji rusak yaitu antara 0.9-37.2 %. Genotipe dengan kondisi biji terbaik adalah genotipe yang memiliki persentase biji penuh yang tinggi dan persentase biji setengah keriput, biji keriput, serta biji rusak yang rendah. Sebaliknya, genotipe dengan kondisi biji terburuk adalah genotipe dengan persentase biji penuh yang rendah sedangkan persentase biji setengah keriput, biji keriput, atau biji rusak yang tinggi. Genotipe nomor 3 yaitu Tanbaguro dari Jepang adalah genotipe dengan kondisi biji terburuk karena memiliki nilai tengah persentase biji penuh terendah dan memiliki nilai tengah persentase biji keriput tertinggi.
Tabel 16 Nilai tengah bobot kering tanaman dari 32 genotipe yang diuji
Nama genotipe NKL Bobot kering
batang (g)a
Bobot kering kulit polong (g)a
Bobot kering daun (g)a
Miss 33 Dixi 30 29.0 a 17.1 a 25.6 a
Sandek S. 28 22.1 b 17.8 a 19.2 b
San Sai 21 17.1 c 16.1 ab 9.5 cdefgh
Tanggamus 19 13.0 d 11.6 cdefg 12.7 c
Tegineneng 27 12.4 d 15.1 abc 7.9 cdefghij
Willis 25 9.7 defg 13.7 bcde 11.5 cd
Dering 1 10 10.6 def 11.7 cdefg 10.7 cde
Tanbaguro 3 9.3 defgh 11.5 defg 12.2 c
EC 112828 29 11.4 de 11.7 cdefg 9.9 cdefg
SJ4 26 9.2 defgh 12.6 cdef 10.7 cde
Manshuu M. 6 6.3 fghi 14.6 abcd 9.1 cdefgh
SC-1-8 23 10.8 def 11.2 defgh 8.0 cdefghi
N 2491 14 6.4 fghi 12.7 cdef 10.6 cdef
Tidar 22 10.5 def 11.5 defg 5.9 defghij
U 1290-i 9 6.3 fghi 11.3 defgh 7.6 cdefghij
Akisengoku 32 5.4 ghi 9.6 fghi 8.0 cdefghij
Merapi 18 6.6 fghi 9.3 fghi 5.4 defghij
M 652 17 6.9 efghi 9.8 efghi 4.5 fghij
317 Ringgit 24 6.9 efghi 10.0 efghi 4.2 ghij
DS25-1 12 4.7 hi 10.7 efghi 4.4 fghij
M100-47-52-13 15 5.5 ghi 9.7 efghi 4.1 ghij
Ichiguuhou 7 5.5 ghi 9.6 fghi 2.8 ij
M150-7B-41-10 16 4.7 hi 9.0 fghij 3.6 ghij
Fukuyutaka 8 3.4 i 9.0 fghij 4.7 efghij
PI416937 2 3.0 i 7.8 hijk 5.6 defghij
DS65-4 13 4.9 hi 8.3 ghijk 2.9 ij
DS34-3 11 3.8 i 8.9 fghij 2.8 j
Himeshirazu 31 2.4 i 8.5 ghijk 3.7 ghij
Enrei 1 2.8 i 7.2 ijk 4.6 efghij
DS24-2 20 3.7 i 7.2 ijk 2.9 ij
UA4805 4 2.5 i 5.5 jk 2.8 j
Tachinagaha 5 2.6 i 5.2 k 2.4 j
a
angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan), NKL = nomor kode lapang, data diurutkan dari total berat kering tanaman tertinggi hingga terendah, huruf yang dicetak tebal pada tabel menandakan genotipe yang memiliki nilai tengah tertinggi dan terendah.
(1)
Lampiran 6 Persentase kondisi benih (lanjutan) 13. DS65-4 (HT 4)
14. N 2491
15. M100-47-52-13
16. M150-7B-41-10
17. M 652
(2)
Lampiran 6 Persentase kondisi benih (lanjutan) 19. Tanggamus
20. DS24-2 (HT 1)
21. SAN SAI
22. TIDAR
23. SC-1-8
(3)
Lampiran 6 Persentase kondisi benih (lanjutan) 25. Wilis
26. SJ4
27. LOKAL VAR. (TEGINENENG)
28. SANDEK SIENG
29. EC 112828
(4)
Lampiran 6 Persentase kondisi benih (lanjutan) 31. HIMESHIRAZU
(5)
Lampiran 8 Korelasi fenotipik antarkarakter komponen hasil dan hasil genotipe kedelai pada pengujian di tanah latosol Dramaga Bogor
Jumlah polong per tanaman
Bobot 100 biji Persentase jumlah biji
penuh
Bobot kering tanaman 0.602 ** 0.561 ** -0.413 **
Jumlah polong per tanaman 0.883 ** 0.073 tn
Bobot 100 biji -0.120 tn
Jumlah biji per tanaman
Indek panen Bobot biji per tanaman
Bobot kering tanaman 0.419 ** 0.189 tn 0.541 **
Jumlah polong per tanaman 0.927 ** -0.631 ** 0.882 **
Bobot 100 biji 0.618 ** 0.094 tn -0.363 **
Persentase jumlah biji penuh 0.123 tn -0.241 tn 0.134 tn
Jumlah biji per tanaman 0.891 ** 0.492 **
Indek panen -0.129 tn
Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%; * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%
Lampiran 9 Korelasi fenotipik antarkarakter komponen hasil dengan karakter vegetatif genotipe kedelai pada pengujian di tanah latosol Dramaga Bogor
Berat kering tanaman Jumlah polong per tanaman Bobot 100 biji Jumlah biji per tanaman Nilai kehijauan daun 6 MST -0.361 ** -0.675 ** -0.529 ** -0.675 ** Umur tanaman pada fase R1 0.664 ** 0.807 ** 0.756 ** 0.771 ** Umur tanaman pada fase R8 0.681 ** 0.366 ** 0.419 ** 0.285 ** Tinggi tanaman pada fase R1 0.635 ** 0.732 ** 0.760 ** 0.779 ** Tinggi tanaman saat panen 0.554 ** 0.796 ** 0.796 ** 0.862 ** Jumlah buku pada saat panen 0.387 ** 0.917 ** 0.611 ** 0.862 ** Jumlah cabang pada saat
panen
0.499 ** 0.803 ** 0.567 ** 0.697 ** Keterangan : tn = tidak berpengaruh nyata pada taraf 5%; * = berpengaruh nyata pada taraf 5%; ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 5%
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Metro, Provinsi Lampung pada tanggal 20 Oktober 1991. Penulis dilahirkan sebagai anak dari Bapak Sukani Abdi Murti dan Ibu Sudarmi Harjo Suwito, dan memiliki dua adik perempuan bernama Citra Ayu Murti dan Shela Ayu Nugrahini Murti.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Seputih Banyak, Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2010 dan diterima sebagai mahasiswa Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Keahlian Teknologi Industri Benih (TIB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa di IPB penulis aktif dalam beberapa kegiatan organisasi, yaitu sebagai sekretaris II lembaga kemahasiswaan Kelompok Pemerhati Lingkungan Angsana (KPL Angsana) pada periode 2010-2011; sebagai anggota minat profesi Mahasiswa Ternak, Benih, Ikan (MASTERBIN) pada periode 2010-2011; dan sebagai Wakil Ketua Departemen Pendidikan dan Profesi mipro Gabungan Mahasiswa Pertainan (GAMAPERTA) pada periode 2011-2012. Pada tahun 2012, penulis pernah mendapatkan penghargaan akademik dari Diploma Award Program Diploma Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa terbaik Program Keahlian Teknologi Industri Benih.
Penulis menyelesaikan Program Diploma pada tahun 2013 dan melanjutkan Program Sarjana Institut Pertanian Bogor di Departemen Agronomi dan Hortikultura. Selama menjadi mahasiswa di Program Sarjana Institut Pertanian Bogor penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Gentra Kaheman. Penulis juga pernah mengikuti kepanitian dalam acaraField Day pada tahun 2013 dan Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN) pada tahun 2014.