Akumulasi Kalsium pada Selada (Lactuca sativaL.) denganPenambahan Tepung Cangkang Telur dalam Media Hidroponik

AKUMULASI KALSIUM PADA SELADA (Lactuca sativa L.)
DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG CANGKANG
TELUR DALAM MEDIA HIDROPONIK

HANA FILYA

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Akumulasi Kalsium
pada Selada (Lactuca sativa L.) dengan Penambahan Tepung Cangkang Telur
dalam Media Hidroponik adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Hana Filya
NIM G84100100

ABSTRAK
HANA FILYA. Akumulasi Kalsium pada Selada (Lactuca sativa L.) dengan
Penambahan Tepung Cangkang Telur dalam Media Hidroponik. Dibimbing oleh
EDY DJAUHARI PURWAKUSUMAH dan LAKSMI AMBARSARI.
Ketersediaan kalsium pada tanaman yang rendah mendorong adanya usaha
peningkatan kadar kalsium untuk menghasilkan tanaman dengan kualitas yang
lebih baik. Selada (Lactuca sativa L.) sebagai salah satu sayuran bernilai
komersial tinggi memiliki kadar kalsium yang rendah. Tujuan penelitian ini
adalah meningkatkan kadar kalsium selada dengan penambahan tepung cangkang
telur di media hidroponik dan mengevaluasi pengaruh akumulasi kalsium terhadap
kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium selada. Tepung cangkang telur dilarutkan
dengan HNO3 65 % lalu ditambahkan ke media hidroponik hingga konsentrasi
akhir media adalah 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm. Selada dipanen
pada umur 6 dan 8 minggu setelah tanam (MST) kemudian dianalisis kadar air,

abu, dan kalsiumnya. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar kalsium selada
meningkat dengan penambahan tepung cangkang telur. Kadar kalsium rata-rata
pada 6 MST dan 8 MST adalah 320.18 ± 119.76 ppm (0 ppm), 546.77 ± 141.56
ppm (100 ppm), 644.19 ± 91.46 ppm (200 ppm), dan 749.65 ± 127.22 ppm (300
ppm). Akumulasi kalsium mempengaruhi peningkatan kadar air, abu, dan kalsium
selada dibandingkan dengan selada tanpa penambahan tepung cangkang telur dan
ketiga parameter tersebut lebih tinggi pada umur 6 MST dibandingkan 8 MST.
Kata kunci: Cangkang telur, hidroponik, kalsium, L. sativa L.

ABSTRACT
HANA FILYA. Calcium Accumulation in Lettuce (Lactuca sativa L.) by Egg
Shell Powder Enhancement in Hydroponic Medium. Supervised by EDY
DJAUHARI PURWAKUSUMAH and LAKSMI AMBARSARI.
The availibility of low calcium in vegetables encourages the effort to
enhance calcium content to produce high quality vegetables. Lettuce (Lactuca
sativa L.) as one of the high comercial-valued vegetables has low calcium content.
The objective of this research were to enhance calcium content of lettuce by
adding egg shell powder to hydroponic medium and to evaluate calcium
accumulation to moisture, ash, and calcium content on lettuce. Egg shell powder
was dissolved by HNO3 65 % then it’s added to hydroponic medium until the total

concentration of medium were 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, and 300 ppm. Lettuces
were cropped in the 6th and 8th week after plantation (WAP) then analized the
moisture, ash, and calcium content. The result showed that calcium contentof
lettucesincreased by egg shell powder adding. The calcium content mean in the 6th
and 8th WAP were 320.18 ± 119.76 ppm (0 ppm), 546.77 ± 141.56 ppm (100
ppm), 644.19 ± 91.46 ppm (200 ppm), and 749.65 ± 127.22 ppm (300 ppm).
Accumulation of calcium affected to the increasing of moisture, ash, and calcium

content compared to the lettuces without the addition of egg shell powder and
those three parameters was higher at 6th WAP than at 8th WAP.
Keywords: Calcium, egg shell, hydroponic, L. sativa L.

AKUMULASI KALSIUM PADA SELADA (Lactuca sativa L.)
DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG CANGKANG
TELUR DALAM MEDIA HIDROPONIK

HANA FILYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Akumulasi Kalsium pada Selada (Lactuca sativaL.)
denganPenambahan Tepung Cangkang Telur dalam Media
Hidroponik
Nama
: Hana Filya
NIM
: G84100100

Disetujui oleh


Drs Edy Djauhari Purwakusumah, MSi
Pembimbing I

Dr Laksmi Ambarsari, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan.
Skripsi ini berjudul Akumulasi Kalsium pada Selada (Lactuca sativa L.) dengan
Penambahan Tepung Cangkang Telur dalam Media Hidroponik. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Januari hingga Juni 2014 di LPPM Pusat Studi
Biofarmaka IPB dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia, FMIPA, IPB.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Drs Edy Djauhari Purwakusumah,
MSi dan Dr Laksmi Ambarsari, MS selaku pembimbing. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada Dr Mega Safithri, MSi, Inda Setyawati, STp,
dan drh Sulistyani, MSc, PhD selaku tim kelayakan yang membantu dalam
penulisan karya ilmiah ini serta Bapak Wawan selaku analis di Laboratorium
Bersama Departemen Kimia IPB, para analis dan pegawai LPPM Pusat Studi
Biofarmaka IPB yang telah membantu selama proses penelitian. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga inti (Ayah, Ibu, Aa Adnan, Rizka,
dan Akbar), seluruh keluarga besar, teman-teman Biokimia angkatan 47, Pondok
Sabrina, dan semua pihak yang telah membantu dan memberikan doa selama
proses penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung.
Karya ilmiah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan
memberikan tambahan ilmu pengetahuan bagi para pembaca.
Bogor, Desember 2014
Hana Filya

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Bahan dan Alat

2

Prosedur Penelitian


2

Preparasi Tepung Cangkang Telur (TCT)

2

Pengukuran Kadar Airdan Kadar Abu

2

Analisis Kadar Kalsium

2

Pembuatan Larutan Pupuk Hidroponik

3

Penanaman Hidroponik


3

Pengolahan Data Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium

4

HASIL

4

Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium Tepung Cangkang Telur

4

Kadar Kalsium Pupuk Hidroponik

5

Kadar Air Selada (L. sativa L.)


5

Kadar Abu Selada (L. sativa L.)

6

Kadar Kalsium Selada (L. sativa L.)

7

PEMBAHASAN

8

Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium Tepung Cangkang Telur

8

Kadar Kalsium Pupuk Hidroponik


9

Kadar Air Selada (L. sativa L.)

10

Kadar Abu Selada (L. sativa L.)

11

Kadar Kalsium Selada (L. sativa L.)

11

SIMPULAN DAN SARAN

12

Simpulan

12

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

13

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

Sistem hidroponik nutrient film technique berundak
Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama
penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar air selada
Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama
penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar abu selada
Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama
penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar kalsium
selada
Transpor air, hara, dan mineral pada tanaman

4
6
7

8
10

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Komposisi larutan perlakuan
Kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium TCT
Kadar kalsium larutan pupuk hidroponik
Kadar air selada (L. sativa L.) dengan perlakuan konsentrasi tepung
cangkang telur terlarut pada 6 MST dan 8 MST
Kadar abu selada (L. sativa L.) dengan perlakuan cangkang telur
pada umur 6 MST dan 8 MST
Kadar kalsium selada (L. sativa L.) dengan perlakuan cangkang telur
pada umur 6 MST dan 8 MST

3
4
5
5
6
7

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Diagram alir penelitian
Kadar air tepung cangkang telur
Kadar abu tepung cangkang telur
Kadar air selada 6 MST
Kadar air selada 8 MST
Kadar abu selada 6 MST
Kadar abu selada 8 MST
Kadar kalsium selada 6 MST dan 8 MST
Analisis ragam kadar air selada (L. sativa L.) dengan perlakuan
cangkang telur pada 6 MST dan 8 MST
Analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan cangkang telur
dan lama penanaman terhadap kadar air selada (L. sativa L.)
Analisis ragam kadar abu selada (L. sativa L.) dengan perlakuan
cangkang telur pada 6 MST dan 8 MST
Analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan cangkang telur
dan lama penanaman terhadap kadar abu selada (L. sativa L.)
Analisis ragam kadar kalsium selada (L. sativa L.) dengan perlakuan
cangkang telur pada 6 MST dan 8 MST
Analisis ragam pengaruh konsentrasi penambahan cangkang telur
dan lama penanaman terhadap kadar kalsium selada (L. sativa L.)

16
17
17
17
18
19
19
20
20
20
21
21
21
21

1

PENDAHULUAN
Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang berperan penting dalam
pembentukan struktur tubuh (White et al. 2003). Kekurangan kalsium saat ini
menjadi salah satu masalah bagi manusia karena dapat mengakibatkan kerapuhan
tulang bahkan pada usia muda (Depkes RI 2008). Adapun kekurangan kalsium
dapat mengakibatkan kematian jaringan meristem apikal pada tanaman (Scott
2008) namun hal ini jarang terjadi (White et al. 2003).
Sumber kalsium utama berasal dari sumber hewani karena kadarnya lebih
tinggi dibandingkan sumber nabati. Walaupun demikian, kadar kalsium nabati,
seperti sayuran tetap berkontribusi bagi asupan kalsium manusia untuk mencapai
1000-1200 mg/hari (Depkes RI 2008). Kandungan kalsium yang tinggi pada
sayuran sangat bermanfaat bagi manusia namun tidak semua sayuran memiliki
kadar kalsium yang tinggi. Oleh karena itu, usaha peningkatan kadar kalsium pada
tanaman dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas tanaman dan kandungan
kalsium bagi manusia.
Selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman semusim dari ordo
Asterales. Kadar kalsium selada sebesar 36.11 mg/100 g bobot saji terbilang
rendah (NNDSR 2014) padahal selada merupakan salah satu komoditas sayuran
utama yang bernilai komersial tinggi. Selain itu, selada memiliki nutrisi yang
lengkap dan dapat dikonsumsi secara segar. Peningkatan kadar kalsium pada
selada pernah dilakukan melalui modifikasi genetik (Richardson 2009). Namun
demikian, modifikasi genetik memiliki kekurangan, diantaranya biaya yang
mahal, risiko resistensi yang mungkin terjadi, dan lain-lain. Oleh karena itu, cara
lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kadar kalsium tanaman adalah
menambahkan sumber kalsium melalui pemupukan.
Sumber kalsium yang memiliki potensi yang besar adalah cangkang telur.
Cangkang telur mengandung 95.60 % kalsium (Musfirah et al. 2012) dan
memberikan produktivitas panen yang sama dengan penggunaan pupuk kalsium
sintetik (Nurjayanti et al. 2012). Cangkang telur mudah ditemukan dari limbah
peternakan, industri makanan, ataupun rumah tangga. Pemanfaatan cangkang telur
masih belum optimal padahal produksi telur dunia mencapai 66.372.549 ton
dengan persentase bobot cangkang mencapai 10% dari bobot telur (FAO 2012).
Penambahan kalsium pada penelitian ini melalui budidaya hidroponik.
Budidaya ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya konvensional
karena pengaruh unsur hara ataupun organisme dari tanah dapat dikurangi, nutrisi
tanaman dan kondisi lingkungan dapat dikontrol, dan lebih bersih. Hidroponik
juga lebih murah dan lebih mudah diaplikasikan dibandingkan budidaya
aeroponik (Resh 2004).
Penambahan cangkang telur sebagai pupuk kalsium bagi selada melalui
budidaya hidroponik belum pernah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah
meningkatkan kadar kalsium selada (L. sativa L.) dengan penambahan tepung
cangkang telur dalam media hidroponik dan mengevaluasi efek akumulasi
kalsium terhadap kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium selada. Penelitian ini
diharapkan dapat menghasilkan tanaman dengan kandungan kalsium yang tinggi,
mengembangkan teknik hidroponik sebagai teknik penambahan nutrisi pada
tanaman, dan menambah nilai guna cangkang telur.

2

METODE

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan antara lain cangkang telur ayam ras, benih Selada
Unggul Belini, larutan pupuk hidroponik A B Mix (pupuk stok A dan stok B),
serabut bebatuan (rockwool), HNO3 65 %, H2SO4 9598 %, HClO4 85 %, KOH 1
M, air tanah, akuades, air demineralisasi, kertas saring, kertas tisu, dan gabus.
Alat yang digunakan meliputi alat gelas, eksikator, oven Memmert, tanur,
spektrofotometer serapan atom Hitachi AA-7000, pH meter EUTECH pH 510,
electrical conductivity meter HANNA HI 98130, neraca analitik, stirrer, batang
pengaduk magnet, hot plate, cawan porselin, selang, wadah air, dan gelas plastik.

Prosedur Penelitian
Preparasi Tepung Cangkang Telur (TCT)
Cangkang telur dicuci dengan air. Membran cangkang diambil. Cangkang
telur lalu cangkang dijemur hingga kering. Cangkang dioven pada suhu 80 oC
selama 10 menit lalu dikeringkan kembali dengan oven pada suhu 60 0C selama 3
jam. Cangkang telur dihaluskan hingga berukuran 100 mesh.
Pengukuran Kadar Air dan Kadar Abu (AOAC 2000)
Pengukuran kadar air dan kadar abu digunakan untuk TCT dan daun selada
yang telah dipotong kecil mewakili seluruh daun. Cawan ditempatkan di oven
pada suhu 105 oC selama 1 jam lalu didinginkan di eksikator selama 30 menit,
bobotnya ditimbang. Sampel kadar air ditimbang 34 gram lalu dioven pada suhu
105 oC selama 3 jam. Sampel kadar abu ditimbang 25 gram, dibakar di atas
bunsen hingga tidak ada asap yang keluar lalu diabukan dalam tanur pada suhu
600 oC selama 34 jam. Cawan sampel selanjutnya dipindahkan ke eksikator dan
didinginkan selama 30 menit lalu ditimbang. Prosedur pengeringan diulangi
hingga mendapat bobot konstan sebanyak 5 ulangan.
Analisis Kadar Kalsium
Analisis kadar kalsium digunakan untuk pupuk hidroponik, TCT dan daun
selada. Preparasi sampel dilakukan dengan teknik destruksi untuk mengukur kadar
kalsium total pada sampel. Destruksi basah dilakukan untuk larutan stok A dan
stok B sedangkan destruksi kering untuk TCT dan daun selada. Adapun pupuk
biasa dan perlakuan hanya diukur kadar kalsium terlarutnya saja. Analisis ini
menggunakan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422.7 nm.
Destruksi Basah (Reitz et al. 1960). Sampel ditimbang sebanyak 10 mg di
labu Erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan 15 mL HNO3 65% dan didiamkan
selama 1 jam. Sampel dipanaskan selama 4 jam lalu dibiarkan semalam. Sampel
ditambahkan 0.8 mL H2SO4 9598 % lalu dipanaskan selama 1 jam. Setelah
campuran dingin, sampel ditambahkan 12 tetes HNO3 65 % : HClO4 85 % (1:2),

3
dipanaskan 1 jam kemudian didinginkan. Sampel disaring dengan kertas saring ke
dalam labu ukur 100 mL lalu ditambahkan air demineralisasi hingga 100 mL
kemudian dihomogenkan.
Destruksi Kering (Alimuddin 2011). Abu hasil pengukuran kadar abu
cangkang telur atau daun selada ditambahkan HNO3 65 % sebanyak 10 mL
kemudian dipanaskan hingga semua abu larut dan keluar asap putih. Sampel
ditambahkan sedikit air demineralisasi kemudian disaring ke dalam labu takar 50
mL. Sampel ditambahkan air demineralisasi kembali hingga batas tera lalu
dihomogenkan.
Pembuatan Larutan Pupuk Hidroponik
Larutan Pupuk Biasa. Pupuk biasa merupakan pupuk campuran stok A
dan stok B. Larutan stok A sebanyak 5 mL ditambahkan air 1 L kemudian diaduk.
Larutan stok B ditambahkan sebanyak 5 mL lalu larutan pupuk diaduk hingga
homogen. Larutan ini digunakan untuk pupuk saat menyemai dan melarutkan
larutan stok perlakuan semua variabel.
Larutan Perlakuan. Larutan stok perlakuan merupakan larutan yang
mengandung TCT atau larutan tanpa TCT dengan konsentrasi yang tinggi. TCT
ditimbang sebanyak 20 gram di labu Erlenmeyer 500 mL lalu ditambahkan 40 mL
HNO3 65 % sedikit demi sedikit sambil digoyangkan hingga TCT larut sempurna.
Larutan ditambahkan akuades sebanyak 200 mL lalu ditambah KOH 1 M sambil
diaduk hingga didapat pH di rentang 5.006.25. Larutan stok perlakuan 0 ppm
dibuat dengan prosedur yang sama namun tanpa TCT. Komposisi larutan
perlakuan tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi larutan perlakuan
Perlakuan
konsentrasi
0 ppm
100 ppm
200 ppm
300 ppm

Larutan stok
blanko (mL)
300
-

Larutan stok
perlakuan (mL)
150
300
450

Pupuk stok
A (mL)
150
150
150
150

Pupuk stok
B (mL)
150
150
150
150

Air Tanah
(mL)
29400
29550
29400
29250

Penanaman Hidroponik
Penyemaian. Benih selada diletakkan di tisu yang telah dibasahi pupuk
biasa. Bibit disimpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung. Bibit
berumur 3 hari kemudian dipindahkan ke media serabut bebatuan berukuran 2 cm
x 2 cm x 2 cm yang telah dibasahi pupuk satu per satu. Kertas tisu dan serabut
bebatuan dijaga kelembabannya dengan menambahkan larutan pupuk biasa sesuai
kebutuhan hingga berumur 2 minggu.
Penanaman di Media Tetap. Teknik hidroponik yang digunakan adalah
nutrient film technique dengan model sistem berundak (Gambar 1). Bibit
dimasukkan ke wadah plastik sebagai pot lalu dimasukkan ke lubang pipa
sebanyak 22 bibit tiap perlakuan. Larutan perlakuan dipompa dari wadah larutan

4
menuju ke pipa paling atas kemudian bersirkulasi mengelilingi sistem. Larutan
perlakuan diganti setiap 1 minggu sekali. Pengambilan sampel dilakukan pada
selada berumur 6 minggu setelah tanam (MST) dan 8 minggu setelah tanam
(MST) sebanyak 4 tanaman tiap perlakuan dari semua sisi sistem hidroponik.

Larutan
pupuk
200 ppm

Larutan
pupuk
300 ppm

Larutan
pupuk
100 ppm

Larutan
pupuk
0 ppm

Gambar 1 Sistem hidroponik nutrient film technique berundak

Pengolahan Data Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi perlakuan terhadap kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium
selada pada 6 MST dan 8 MST dan Rancangan Acak Lengkap Faktorial untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi perlakuan (pada 6 MST dan 8 MST) dan lama
penanaman (semua konsentrasi perlakuan) terhadap air, kadar abu, dan kadar
kalsium selada. Data diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis
menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) for Window versi 9.1.3
dengan uji lanjut Duncan pada taraf 5 %.

HASIL
Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium Tepung Cangkang Telur
Hasil pengukuran kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium TCT tersaji pada
Tabel 2. Hasil pengukuran menunjukkan TCT memiliki kadar air sebesar 0.57 ±
0.04 %, kadar abu sebesar 96.14 ± 0.05 % dan kadar kalsium sebesar 64.81 %.
Data kadar abu dan kadar kalsium TCT telah dikoreksi kadar airnya sehingga data
yang tersaji merupakan kadar abu dan kalsium tanpa adanya kandungan air.
Tabel 2 Kadar air, kadar abu, dan kadar kalsium TCT
Parameter uji
Kadar air (%)
Kadar abu (%)
Kadar kalsium (%)

Sampel
TCT
0.57 ± 0.04
96.14 ± 0.05
64.81

TCT (Literatur)
0.25 (Liu et al. 2013)
9095 (Liu et al. 2013)
95.60 (Musfirah et al. 2012)

5
Kadar Kalsium Pupuk Hidroponik
Hasil pengukuran menunjukkan kadar kalsium larutan pupuk stok A lebih
besar dari stok B. Adapun kadar kalsium larutan pupuk biasa adalah 6.50 ppm.
Kadar kalsium pupuk perlakuan semakin tinggi dengan semakin besarnya
konsentrasi perlakuan TCT. Kadar kalsium pupuk 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan
300 ppm secara berturut-turut adalah 67.31 ppm, 72.73 ppm, 102.80 ppm, dan
132.98 ppm. Hasil pengukuran kadar kalsium larutan pupuk hidroponik tersaji
pada Tabel 3.
Tabel 3 Kadar kalsium larutan pupuk hidroponik
Larutan pupuk
Stok A
Stok B
Biasa
Perlakuan 0 ppm
Perlakuan 100 ppm
Perlakuan 200 ppm
Perlakuan 300 ppm

Kadar kalsium (ppm)
28 667.70
59.74
6.50
67.31
77.73
102.80
132.98

Kadar Air Selada (L. sativa L.)
Hasil analisis statistik menunjukkan konsentrasi tepung cangkang telur 0
ppm, 100 ppm, dan 200 ppm memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air
selada 6 MST sedangkan pada selada 8 MST tidak menunjukkan pengaruh yang
nyata pada taraf α = 0.05 (Tabel 4 dan Lampiran 9). Kadar air selada tertinggi dan
terendah pada 6 MST tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 100 ppm dan 0 ppm
yaitu 94.07 ± 0.35 % dan 93.25 ± 0.06 %. Kadar air selada tertinggi dan terendah
pada 8 MST tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan 0 ppm dan 100 ppm yaitu 93.01
± 0.44 % dan 93.01 ± 0.44 %.
Kadar air selada secara keseluruhan berdasarkan analisis statistik tidak
dipengaruhi secara nyata oleh variasi konsentrasi TCT sedangkan lama
penanaman mempengaruhinya secara nyata pada taraf α = 0.05 (Gambar 2 dan
Lampiran 10). Kadar air selada perlakuan 0 ppm (93.33 ± 0.25 %) merupakan
kadar air terendah dibandingkan perlakuan lainnya yaitu 93.60 ± 0.70 % (100
ppm), 93.43 ± 0.28 % (200 ppm), 93.40 ± 0.42 % (300 ppm). Adapun kadar air
selada 8 MST (93.24 ± 0.42 %) lebih rendah dibandingkan 6 MST (93.64 ± 0.38
%).
Tabel 4 Kadar air selada (L. sativa L.) dengan perlakuan konsentrasi tepung
cangkang telur terlarut pada 6 MST dan 8 MST
Konsentrasi tepung
cangkang telur (ppm)
0
100
200
300
a

Kadar air (%)
6 MST
93.25 ± 0.06 c
94.19 ± 0.14 a
93.62 ± 0.14 b
93.50 ± 0.14 b

8 MST
93.41 ± 0.34 a
93.01± 0.44 a
93.24 ± 0.36 a
93.29 ± 0.58 a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji lanjut Duncan)

6

Kadar air selada (%)

95

a
a

94

a

a

a

b

6 Minggu
8 Minggu
0 ppm

93

100 ppm
92

200 ppm
300 ppm

91

Konsentrasi Perlakuan

Lama Penanaman

Gambar 2 Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama penanaman
(semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar air selada. Garis
vertikal di atas tiap balok menunjukkan galat baku dan huruf di atas
balok yang sama menunjukkan perbandingan rata-rata kadar air pada
tiap perlakuan tidak berpengaruh nyatapada taraf uji 5 % (uji lanjut
Duncan)
Kadar Abu Selada (L. sativa L.)
Hasil analisis statistik menunjukkan penambahan TCT memberikan
pengaruh yang nyata terhadap kadar abu selada 6 MST pada taraf α = 0.05 namun
tidak berpengaruh yang nyata pada kadar abu selada 8 MST (Tabel 5 dan
Lampiran 11). Kadar abu selada 6 MST meningkat menjadi 1 % dibandingkan
tanpa TCT yaitu 0.56 ± 0.32 %. Kadar abu selada perlakuan 0 ppm 8 MST
meningkat menjadi 1.03 ± 0.03 % sedangkan persentase kadar abu lainnya
mengalami penurunan.
Kadar abu selada secara keseluruhan tidak dipengaruhi secara nyata oleh
lamanya penanaman sedangkan penambahan TCT memberikan pengaruh yang
nyata pada taraf α = 0.05 dengan meningkatnya kadar abu selada dibandingkan
dengan selada tanpa penambahan TCT (Gambar 3 dan Lampiran 12). Kadar abu
selada perlakuan 0 ppm adalah 0.79 ± 0.33 % sedangkan kadar abu selada
perlakuan lainnya adalah 1.09 ± 0.14 % (100 ppm), 1.16 ± 0.08 % (200 ppm),
1.06 ± 0.10 % (300 ppm). Kadar abu selada 6 MST (1.00 ± 0.32) dan selada 8
MST (1.05 ± 0.08 %) tidak jauh berbeda namun kadar abu selada 6 MST lebih
tinggi dibandingkan kadar abu selada 8 MST.
Tabel 5 Kadar abu selada (L. sativa L.) dengan perlakuan cangkang telur pada
umur 6 MST dan 8 MST
Konsentrasi tepung
cangkang telur (ppm)
0
100
200
300
a

Kadar abu (% bobot kering)a
6 MST
8 MST
0.55 ± 0.32 b
1.03 ± 0.03 a
1.17 ± 0.13 a
1.01 ± 0.08 a
1.20 ± 0.08 a
1.12 ± 0.04 a
1.08 ± 0.08 a
1.03 ± 0.11 a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji lanjut Duncan).

7
1,5
Kadar abu selada
(% bobot kering)

b

a

a

a
a

6 Minggu

a

1,2

8 Minggu
0 ppm

0,9
100 ppm
0,6

200 ppm

0,3

300 ppm

0

Konsentrasi
Perlakuan
1

Lama Penanaman
2

Gambar 3 Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama penanaman
(semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar abu selada. Garis
vertikal di atas tiap balok menunjukkan galat baku dan huruf di atas
balok yang sama menunjukkan perbandingan rata-rata kadar air pada
tiap perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 5 % (uji lanjut
Duncan)
Kadar Kalsium Selada (L. sativa L.)
Hasil analisis statistik selada 6 MST menunjukkan bahwa penambahan TCT
mempengaruhi kadar kalsium selada secara nyata pada taraf α = 0.05. Adapun
kadar kalsium selada 8 MST dipengaruhi secara nyata oleh penambahan TCT
pada taraf α = 0.05 terhadap semua konsentrasi perlakuan. Selada perlakuan 0 dan
100 ppm 8 MST mengalami penurunan kadar kalsium sedangkan perlakuan 200
ppm dan 300 ppm mengalami peningkatan kadar kalsium dibandingkan pada
umur 6 MST. Kalsium terakumulasi paling banyak pada selada 300 ppm baik
pada 6 MST (649.68 ± 75.08 ppm) ataupun 8 MST (849.61 ± 76.14 ppm). Hasil
analisis kadar kalsium selada tersaji pada Tabel 6 dan Lampiran 13.
Kadar kalsium selada secara keseluruhan berdasarkan analisis statistik tidak
dipengaruhi secara nyata oleh lamanya penanaman sedangkan penambahan TCT
memberikan pengaruh secara nyata pada taraf α = 0.05. Kadar kalsium selada
meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi perlakuan (Gambar 4 dan
Lampiran 14). Kadar kalsium selada 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm
berurut-turut adalah 320.18 ± 119.76 ppm, 546.77 ± 141.56 ppm, 644.19 ± 91.46
ppm, dan 749.65 ± 127.22 ppm. Kadar kalsium selada 6 MST (572.54 ± 149.01
ppm) menurun pada umur selada 8 MST (557.85 ± 242.00 ppm).
Tabel 6 Kadar kalsium selada (L. sativa L.) dengan perlakuan cangkang telur
pada umur 6 MST dan 8 MST
Konsentrasi tepung
cangkang telur (ppm)
0
100
200
300
a

Kadar kalsium (ppm bobot kering)a
6 MST
8 MST
381.36 ± 71.13 b
259.01 ± 133.62 d
616.68 ± 134.98 a
476.85 ± 121.04 c
642.45 ± 122.01 a
645.92 ± 62.67 b
649.68 ± 75.08 a
849.61 ± 76.14 a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji lanjut Duncan)

8
a

Kadar kalsium selada
(% bobot kering)

1000

c

800
600

b

a
a

6 Minggu
8 Minggu
0 ppm

d

100 ppm

400

200 ppm

200

300 ppm

0

Konsentrasi
Perlakuan
1

Lama Penanaman2

Gambar 4 Pengaruh konsentrasi TCT (6 MST dan 8 MST) dan lama penanaman
(semua konsentrasi perlakuan) terhadap kadar kalsium selada. Garis
vertikal di atas tiap balok menunjukkan galat baku dan huruf di atas
balok yang sama menunjukkan perbandingan rata-rata kadar kalsium
pada tiap perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf uji 5 % (uji
lanjut Duncan)

PEMBAHASAN
Kadar Air, Kadar Abu, dan Kadar Kalsium Tepung Cangkang Telur
Cangkang telur yang digunakan pada penelitian ini merupakan cangkang
telur ayam ras. Telur ayam ras lebih banyak dikonsumsi sehingga limbah
cangkangnya lebih mudah didapatkan. Limbah cangkang telur dipreparasi terlebih
dahulu sebelum dibuat menjadi tepung. Pembuatan tepung ini dimaksudkan agar
penyerapan kalsium oleh selada dapat lebih optimal.
Preparasi cangkang diawali dengan mencuci cangkang dengan air dan
membuang bagian membrannya. Pencucian bertujuan membersihkan cangkang
dari mikroflora (Jones et al. 2005) sedangkan pelepasan membran bertujuan
mengoptimalkan penggunaan kalsium cangkang dan menghindari kontaminasi
bakteri. Cangkang dijemur untuk menurunkan kadar air dan menghindari
tumbuhnya jamur (Reu 2006). Cangkang selanjutnya disterilisasi dengan
pemanasan untuk mematikan bakteri yang tertinggal pada cangkang telur.
Hasil analisis menunjukkan kadar air TCT yaitu 0.57 ± 0.04 % berada di
rentang kadar air TCT menurut Liu et al. (2013) yaitu 0.2  5 %. Kadar air TCT
hasil analisis tergolong rendah yang diduga akibat beberapa kali pengeringan dan
pelepasan membran cangkang yang menurunkan kontribusi kandungan air dari
cangkang. Adapun kadar abu TCT yaitu 96.14 ± 0.05 % lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar abu TCT menurut Liu et al. (2013) yaitu 90  95 %. Hal ini
menunjukkan zat anorganik yang terdapat pada TCT hasil analisis lebih banyak
dihasilkan. Hal ini diduga akibat pelepasan membran cangkang yang merupakan
komponen organik yaitu protein mengakibatkan penyusun cangkang yang tersisa
adalah kandungan anorganiknya saja.
Kadar kalsium TCT yaitu 64.80 % lebih rendah dibandingkan dengan
penelitian Musfirah et al. (2012) yaitu 95.60 %. Hal ini diduga karena proses

9
pengabuan belum sempurna sehingga masih terdapat gangguan saat analisis
dilakukan. Gangguan utama dalam absorpsi atom adalah efek matriks sampel
yang dapat mempengaruhi proses pengabuan. Apabila pengabuan belum
sempurna maka komposisi kasar sampel masih banyak yang akibatnya laju proses
disosiasi menjadi lambat dan disosiasi untuk pembentukan atom menjadi bergeser
lebih jauh (Day et al. 2002).
Kadar Kalsium Pupuk Hidroponik
Hidroponik menggunakan media selain tanah dalam pembudidayaannya,
seperti air, sekam, dan lain-lain. Nutrient film technique merupakan teknik
hidroponik yang meletakkan akar tanaman pada lapisan air yang dangkal. Air ini
mengandung nutrisi untuk memenuhi kebutuhan tanaman dan disirkulasikan pada
pipa yang tertutup (Lingga 2007). Sirkulasi ini memungkinkan nutrisi yang
diterima tanaman akan sama banyak dan menyediakan oksigen terlarut bagi akar.
Untuk mempermudah sirkulasi, sistem hidroponik dibuat berundak. Selain dapat
menghemat tempat budidaya, jumlah tanaman yang ditanam dapat lebih banyak
(Resh 2004).
Larutan pupuk hidroponik mengandung mineral makro dan mikro. Pupuk
stok A mengandung kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan dengan pupuk B
karena stok A berisi mineral makro yang salah satunya adalah kalsium. Adapun
kalsium yang terdeteksi pada stok B diduga berasal dari penyusun stok larutan
mineral mikro itu sendiri namun konsentrasinya kecil atau dari penyusun senyawa
mineral mikro yang digunakan.
Kadar kalsium pupuk biasa yaitu 6.50 ppm terbilang cukup rendah
dibandingkan kebutuhan kalsium selada dalam budidaya hidroponik yaitu
150200 ppm (Resh 2004). Oleh karena itu, penambahan TCT pada larutan pupuk
perlakuan dibuat dengan variasi konsentrasi di rentang tersebut. Selain itu, hal
yang diperhatikan pada penentuan konsentrasi adalah pH dan konduktivitas listrik
(electrical conductivity; EC) yang menunjukkan banyaknya kandungan ion pada
larutan hidroponik. Valenzuela et al. (1980) menyatakan pH dan konduktivitas
listrik yang baik untuk selada adalah 66.5 dan 1.52.5 mS. Konsentrasi 100 ppm,
200 ppm, dan 300 ppm memiliki pH dan konduktivitas listrik yang sesuai dengan
kebutuhan selada. Semakin tinggi nilai EC-nya maka semakin pekat larutan
tersebut.
Cangkang telur tersusun atas kalsium karbonat yang tingkat kelarutannya
rendah terhadap air sedangkan pupuk hidroponik harus dapat larut dengan air.
Oleh karena itu, cangkang telur dilarutkan dengan HNO3 65 %. HNO3 merupakan
oksidator kuat yang dapat merusak komponen organik dengan baik. Selain itu,
nitrat juga dapat mengikat kalsium pada cangkang telur. Pupuk perlakuan 0 ppm
juga ditambahkan HNO3 65 % untuk menyamakan kondisi dengan pupuk
perlakuan TCT. Penambahan volume pupuk kontrol disamakan dengan pupuk
perlakuan 200 ppm agar kandungan ionnya sama dengan perlakuan 200 ppm.
Kadar kalsium pupuk 0 ppm mengalami peningkatan dibandingkan dengan
pupuk biasa menjadi 67.31 ppm. Hal ini terjadi karena penambahan HNO3 65 %
mengakibatkan senyawa kalsium yang terdapat pada pupuk terurai menjadi ion
kalsium bebas dan terikat oleh nitrat. Oleh karena itu, kadar kalsium yang
terdeteksi oleh spektrofotometer serapan atom lebih banyak.

10
Kadar Air Selada (L. sativa L.)
Air merupakan faktor abiotik yang paling membatasi faktor pertumbuhan
dan produktivitas suatu tanaman (McElrone et al. 2013). Ketersediaan air pada
tanaman dapat diketahui dengan mengukur kadar airnya. Selain itu, hasil kadar air
juga dapat memberikan informasi banyaknya hasil fotosintesis yang terukur dalam
bobot tanaman tanpa adanya kandungan air (bobot kering) (Lakitan 2008).
Pengukuran kadar air ini menggunakan teknik gravimetri.
Transpor air tanaman merupakan transpor pasif yang terjadi akibat adanya
transpirasi dan tekanan gradien potensial (McElrone et al. 2013). Transpor air,
hara, dan mineral memiliki skema yang sama (Gambar 5). Transpor diawali
dengan penempelan air yang membawa hara dan mineral pada permukaan bulu
akar lalu masuk ke dalam sel akar secara osmosis selanjutnya ditransporkan
melalui jalur apoplas (melewati ruang antar sel). Sebagian air dapat merembes ke
dalam sel dan bergerak melalui jalur simplas (sel ke sel melewati plasmodesmata).
Air hara, dan mineral bergerak menuju epidermis, korteks, endodermis lalu ke
pembuluh xilem untuk ditransporkan ke seluruh bagian tumbuhan (Lakitan 2008).
Kadar air selada penelitian lebih rendah dibandingkan dengan kadar air
selada menurut NNDSR (2014) yaitu 94.97 %. Hal ini menunjukkan penambahan
kalsium dari TCT dapat menurunkan kadar air selada. Kadar air selada tertinggi
selama perlakuan terdapat pada perlakuan 100 ppm 6 MST sebesar 94.19 ± 0.14
%. Hal ini terjadi karena selada 6 MST masih dalam tahap pertumbuhan sehingga
kebutuhan air lebih banyak untuk membawa zat terlarut dan melaksanakan
metabolisme tanaman. Di lain sisi penambahan kalsium menginduksi
pembentukan dinding sel lebih banyak, seperti pelebaran daun dan pemanjangan
akar dibandingkan tanpa adanya penambahan kalsium (White et al. 2003). Kadar
air selada 0 ppm adalah kadar air terendah yaitu 93.25 ± 0.06 %.
Kadar air selada 8 MST dengan penambahan TCT menurun dibandingkan
pada 6 MST sedangkan kadar air selada kontrol meningkat dan menjadi yang
tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya yaitu 93.41 ± 0.34 %. Adapun secara
keseluruhan, kadar air selada 8 MST menurun dibandingkan 6 MST. Hal ini
diduga akibat pemadatan jaringan yang dipengaruhi oleh ikatan antara kalsium
pektat yang semakin erat (Setijorini et al. 2002). Kalsium pektat merupakan
bentuk kalsium yang paling banyak terdapat pada dinding sel. Jaringan yang padat
mempersulit distribusi air sehingga ketersediaan air di jaringan menurun (Lakitan
2008). Selain itu, selada 8 MST sudah masuk pada fase penuaan. Ketika tanaman
semakin tua maka terjadi penurunan fungsi pembuluh xilem dan gradien potensial
air (De Freitas et al. 2012).
Membran
plasma
Jalur apoplast

Jalur simplast

Pembuluh
Xilem

Rambut
akar
Endodermis

Epidermis

Stele

Korteks

Gambar 5 Transpor air, hara, dan mineral pada tanaman (McElrone et al. 2013)

11
Kadar Abu Selada (L. sativa L.)
Kadar abu menunjukkan banyaknya mineral penyusun tanaman. Semakin
tinggi kadar abu maka semakin banyak mineral yang terdapat pada suatu sampel.
Kadar abu berhubungan dengan efisiensi penggunaan air pada transpor pasif
mineral, akumulasinya selama pertumbuhan, dan jaringan yang bertranspirasi.
Semakin tinggi tingkat transpirasi maka semakin tinggi tingkat transpor mineral
ke jaringan yang bertranspirasi sehingga kadar abu tanaman akan meningkat
(Glenn et al. 2011).
Pengangkutan ion ke dalam sel endodermis dikendalikan oleh membran
plasma sel-sel endodermis. Membran ini mengendalikan laju pengangkutan dan
jenis ion yang akan diangkut ke pembuluh xilem. Sebagian ion-ion yang diangkut
oleh dinding sel dari epidermis ke pembuluh xilem akan diserap oleh sel-sel yang
dilaluinya. Ion tersebut kemudian masuk ke sitosol untuk dibawa menuju ke
vakuola (Lakitan 2008).
Kadar abu selada dengan penambahan TCT lebih tinggi dibandingkan
dengan kadar abu selada perlakuan tanpa TCT. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan TCT mengakibatkan mineral yang terdapat pada larutan pupuk
semakin tinggi sehingga terjadi transpor hara meningkat. Vakuola sebagai organel
sel yang berfungsi menyimpan air, hara, dan mineral dapat menyerap dan
menyimpan mineral lebih banyak dibandingkan dengan selada tanpa TCT.
Kadar abu selada menurut NNDSR (2014) adalah 0.62 %. Hal ini berbeda
dengan kadar abu selada 0 ppm 6 MST yang mencapai 0.55 ± 0.32 % sedangkan
kadar abu selada lainnya mencapai 1 %. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
TCT berdampak terhadap peningkatan kandungan mineral pada selada sedangkan
kadar abu selada kontrol lebih rendah diduga akibat ketersediaan nutrisi pada
pupuk yang lebih rendah.
Kadar abu selada 6 MST (0.55 ± 0.32 %) meningkat pada umur 8 MST
hingga hampir sama dengan kadar abu selada dengan penambahan TCT yaitu 1.03
± 0.03 %. Hal ini terjadi karena semakin lama hara diserap maka konsentrasi hara
dalam sel akan semakin meningkat (Lakitan 2008) dengan kapasitas sel untuk
menyimpan hara yang masih tersedia. Sebaliknya pada kadar abu selada perlakuan
lainnya mengalami penurunan. Hal ini diduga akibat ketersediaan hara pada sel
diduga sudah optimum. Ketika keberadaan ion ataupun air berlebih maka air
ataupun ion tersebut harus dikeluarkan oleh sel karena apabila dibiarkan penuh,
sel dapat pecah (lisis osmosis) (Heldt 2005).
Kadar abu selada secara keseluruhan menunjukkan penambahan TCT
memberikan pengaruh terhadap kadar abu selada. Penambahan kalsium
meningkatkan penyerapan mineral oleh sel sehingga mineral dapat terakumulasi
lebih banyak, khususnya kalsium. Lama penanaman tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar abu karena kadar abu 6 MST dan 8 MST sudah dalam
kondisi optimum.
Kadar Kalsium Selada (L. sativa L.)
Kalsium bagi tanaman berperan dalam pembentukan struktur tubuh,
penebalan dinding sel, pemanjangan sel akar, dan lain-lain (Easterwood 2002).
Ketersediaan kalsium yang cukup sangat penting bagi tanaman karena apabila

12
kekurangan, jaringan meristem apikal dapat mati (Scott 2008) sedangkan apabila
kelebihan, laju pertumbuhan akan menurun (White et al. 2003).
Kalsium diserap tanaman dalam bentuk kation divalen (Ca2+) (White et al.
2003). Ion Ca2+ ditransportasikan menuju akar umumnya melalui aliran massa air
dan dipengaruhi oleh transpirasi dan pertumbuhan. Ion Ca2+ dari permukaan akar
dapat menuju sel endodermal untuk selanjutnya dimuat ke pembuluh xilem
melalui mekanisme apoplast atau simplest (De Freitaset al. 2012). Kalsium
terakumulasi pada vakuola dan retikulum endoplasma (Heldt 2005).
Hasil analisis menunjukkan kadar kalsium selada mengalami peningkatan
dengan penambahan TCT pada minggu ke-6. Namun demikian, perbedaan
konsentrasi perlakuan TCT tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap
kadar kalsium selada. Kadar kalsium selada 0 ppm, 100 ppm, 200 ppm, dan 300
ppm berturut-turut adalah 381.36 ± 71.13 ppm, 616.68 ± 134.98 ppm, 642.45 ±
122.01 ppm, 649.68 ± 75.08 ppm. Hal ini diduga karena akumulasi kalsium pada
sel selada sudah optimum pada penambahan tepung cangkang telur konsentrasi
100 ppm sehingga tidak terdapat perbedaan yang nyata dengan selada pelakuan
konsentrasi 200 ppm atau 300 ppm. Adapun kadar kalsium selada 0 ppm memiliki
kadar kalsium yang tidak berbeda jauh dengan kadar kalsium selada berdasarkan
NNDSR (2014) yaitu 36.11 mg/100 g bobot saji atau setara dengan 361.10 ppm.
Namun demikian, kadar kalsium selada 0 ppm lebih tinggi.
Selada berumur 8 MST perlakuan 0 ppm dan 100 ppm mengalami
penurunan kadar kalsium dibandingkan minggu ke-6 sedangkan kadar kalsium
selada perlakuan 200 ppm dan 300 ppm mengalami peningkatan. Penurunan kadar
kalsium diduga karena secara normal terjadi penurunan fungsi pada xilem
sehingga berdampak pada jumlah kalsium yang dibawa oleh xilem menjadi
berkurang. Hal ini sesuai dengan penelitian Pomper et al. (2004) yang
menunjukkan adanya penurunan konsentrasi kalsium yang dibawa air di xilem
pada tanaman buncis berdasarkan perbedaan waktu tanam. Adapun peningkatan
kadar kalsium perlakuan 200 ppm dan 300 ppm diduga karena konsentrasi
kalsium yang diberikan terlalu tinggi sehingga tanaman mengalami stres abiotik
(McElrone et al. 2013).
Stres abiotik merupakan kondisi stres pada tanaman yang diakibatkan oleh
faktor abiotik seperti air, mineral, dan lain-lain. Stres abiotik ini diduga direspon
oleh protein aquaporin (McElrone et al. 2013). Aquaporin bertugas mengatur
transpor air melewati membran dan berpotensi juga berperan dalam transpor
nutrisi (White et al. 2003). Konsentrasi kalsium yang berlebihan pada air diduga
mengakibatkan aquaporin mengalami gangguan sehingga kalsium terus dapat
masuk ke dalam sel dan meningkatkan akumulasi kalsium.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan tepung cangkang telur dalam media hidroponik selada dapat
meningkatkan akumulasi kalsium selada (Lactuca sativa L.). Kadar kalsium ratarata pada 6 MST dan 8 MST adalah 320.18 ± 199.76 ppm (0 ppm), 546.77 ±

13
141.56 ppm (100 ppm), 644.19 ± 91.46 ppm (200 ppm), dan 749.65 ± 127.22 ppm
(300 ppm). Akumulasi kalsium mengakibatkan kadar air, kadar abu, dan kadar
kalsium selada lebih tinggi pada umur 6 MST dibandingkan umur 8 MST.
Saran
Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah penambahan tepung
cangkang telur dalam ukuran partikel nano sehingga tidak diperlukan pelarut
untuk melarutkan tepung cangkang telur. Berdasarkan hasil penelitian, selada
masing-masing perlakuan memiliki perbedaan rasa dan tekstur. Oleh karena itu
diperlukan analisis organoleptik, toksisitas, kadar serat dan metabolit sekunder
pada selada yang diperkaya kalsium. Selain itu, pengukuran aspek agronomis juga
diperlukan untuk membedakan selada biasa dan yang diperkaya kalsium.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2000. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist 17th Edition.
Gaithersburg (US): AOAC.
Alimuddin. 2011. Kandungan kalsium pada daun dan umbi ubi kayu (Manihot
utilisima L.). J Kim Mulawarman. 8(2):116119.
[BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta.
2013. Budidaya Selada [Internet]. [diacu 2014 Feb 4]. Tersedia pada:
http://yogya.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&vie
w=article&id=487:budidaya-selada&catid=14:alsin
Day RA, AL Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Iis Sopyan,
penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari: Quantitative
Analysis.
De Freitas ST, Elizabeth JM. 2012. Factors Involved in Fruit Calcium Deficiency
Disorder. Jules Janick, editor. Hort Reviews. 40: 107144. California
(US): J Wiley.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman
Pengendalian Osteoporosis. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 1142/MENKES/SK/XII/2008. Jakarta (ID):
Depkes RI.
Easterwood GW. 2002. Calcium’s role in plant nutrition. Fluid
Journal.36(1):1619.
[FAO] Food and Agricultural of United Nations. 2012. Production Egg, hen, in
shell
[Internet].
[diacu
2014
Ags
27].
Tersedia
pada:http://faostat.fao.org/site/569/DesktopDefault.aspx?PageID=569#anc
or
Glenn DM, Carole B. 2011. Apple 13C discrimination is related to shoot ash
content. HortScience. 46(2):213216.
Heldt HW. 2005. Plant Biochemistry Third Edition. California (US): Elsevier
Academic Pr.

14
Jones DR, Musgrove MT, Northcutt JK. 2005. Variation in external and internal
microbial population in shell eggs during extended storage. J Food
Protection. 67:26572660.
Lakitan B. 2008. Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. Jakarta (ID): Grafindo
Persada.
Lingga P. 2007. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah Edisi Revisi. Jakarta
(ID): Penebar Swadaya.
Liu Y, Michael B, Clive L, Gary M. Tyson Food, Inc. 2013 Mei 23. Eggshell
powder compositions and methods of producing eggshell powder
compositions. Paten Amerika Serikat US WO2013075003 A1.
McElrone AJ, Choat B, Gambetta GA, Brodersen CR. 2013. Water uptake and
transport in vascular plants. Di dalam Physiologycal Ecology, Irwin
Forseth, editor. Nature. 4(5):6
Musfirah CFT, Elda R, Sukmawati. 2012. Identifikasi pengaruhi variasi ukuran
butiran terhadap unsur dan struktur kristal cangkang telur ayam ras dengan
menggunakan X-Ray Flourescence. ProsidingSNaPP: Sains, Teknologi,
dan Kesehatan [Internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui].
Bandung (ID): Universitas Islam Bandung. hlm 353-360; [diunduh 2014
Agst 28]. Tersedia pada: http://prosiding.lppm.unisba.ac.id/index.php/
Sains/article/view/ 261-1272-1-PB.pdf
Nelson DL, Michael MC. 2008. Lehninger Principles of Biochemistry Fifth
Edition. New York (US): WH Freeman.
[NNDSR] National Nutrition Database for Standard Reference. 2014. Nutrient
Lists, Lettuce Green Leaf Raw [Internet]. [diacu 2014 Feb 17]. Tersedia
pada:
http://ndb.nal.usda.gov/ndb/nutrients/report?nutrient1=301&
nutrient2=255&nutrient3=207&fg=11&max=25&subset=0&offset=300&s
ort=f&totCount=780&measureby=m
Nurjayanti, Zulfita D, Dwi R. 2012. Pemanfaatan tepung cangkang telur sebagai
substitusi kapur dan kompos keladi terhadap pertumbuhan dan hasil cabai
merah pada tanah aluvial. J Sains Mahasiswa Pertanian.1: 1621.
Pomper KW, Michael AG. 2004. Calcium uptake and whole-plant water use
influence pod calcium concentration in snap bean plants. J. Amer. Soc.
Hort. Sct. 129(6):890895.
Reitz LL, WH Smith, MP Plumlee. 1960. A Simple Wet Oxidation Procedure for
Biological Materials.West Lafayette (US): Purdue University Pr.
Resh HM. 2004. Hydroponic Food Production Sixth Edition. New Jersey (US):
Newconcept Pr.
Reu KD. 2006. Bacteriologial contamination and infection of shell eggs in the
production chain [tesis]. Ghent (BE): Ghent University
Richardson L. 2009. Calcium-fortified lettuce next. Specialty/Field Crops
[Internet].
[diunduh
2014
Feb
17].
Tersedia
pada:www.
CaliforniaFarmer.com.
Scott P. 2008. Physiology and Behaviour of Plants. West Sussex (GB): J Wiley.
Setijorini LE, Susi S. 2002. Studi pemberian kalsium klorida (CaCl2) pada proses
pemasakan buah tomat (Lycopersium esculentum Mill.) setelah panen
[Internet]. [Ags 27 2014]. [diunduh 2014 Feb 4] Tersedia
pada:http://www.ut.ac.id/html/jmst/Jurnal_2002.1/ludivicia%20endang/sist
em_distribusi_bahan_ajar.htm

15
Valenzuela HR, Bernard K, John C. 1980. Lettuce Production Guidelines for
Hawaii. Hawaii (US): Hawaii Institute of Tropical Agriculture and Human
Resources.
White PJ, Martin RB. 2003.
Calcium in plants [ulasan]. Ann Bot.
92:487511.doi: 10.1093/aob/mcg164.

16
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
1.

Preparasi tepung cangkang telur dan pupuk hidroponik

2. Hidroponik Selada

Preparasi cangkang telur

Pupuk hidroponik

Penggilingan ukuran 100 mesh

Benih

Disemai 2 minggu
Stok A

Stok B

Tepung cangkang telur

Bibit
Pupuk Biasa

Analisis kadar air,
kadar abu, kadar
kalsium

Dipindahkan ke media tetap
yang berisi larutan perlakuan

Preparasi
larutan tepung
cangkang telur

Analisis kadar kalsium
Pembesaran

larutan tepung
cangkang telur

Pencampuran

Pupuk Biasa
Panen umur 6 MST dan 8 MST

Analisis pH, EC, kadar kalsium
Keterangan :
EC = Electrical conductivity
MST = Minggu Setelah Tanam

Analisis kadar air, kadar abu,
kadar kalsium
Konsentrasi Perlakuan
Pengolahan data

17
Lampiran 2 Kadar air tepung cangkang telur
Bobot (g)
Cawan + sampel
sebelum
dikeringkan
3.0022
7.9835
3.0035
7.9422
3.0394
7.6153
Rata-rata

Cawan
kosong
(W1)
4.9813
4.9387
4.5759

Ulangan
1
2
3

Sampel
(W2)

Cawan + sampel
setelah
dikeringkan (W3)
7.9670
7.9235
7.5973

Kadar air (%)
0.55
0.62
0.59
0.59 ± 0.04

Contoh perhitungan (ulangan 1) :
Kadar air (%) =
=
= 0.5495 %
= 0.55 %

Lampiran 3 Kadar abu tepung cangkang telur

Ulangan
1
2
3

Cawan
kosong
(W1)
25.7790
16.8510
18.9909

Bobot (g)
Cawan + sampel
sebelum
diabukan
5.0326
30.8116
5.0095
21.8605
5.0294
24.0203
Rata-rata

Sampel
(W2)

Cawan + sampel
setelah diabukan
(W3)
30.6188
21.6687
23.8229

Kadar abu (%
bobot kering)
96.74
96.74
96.65
96.71 ± 0.05

Contoh perhitungan (ulangan 1) :
Bobot abu
= W 3 – W1
= 30.6188 g  25.7790 g
= 4.8398
Bobot sampel kering = W3 – (W2 x kadar air TCT)
= 5.0326 g – (5.0326 g x 0.59 %)
= 5.0326 g – 0.0296 g
= 5.003 g
Kadar abu (%) =
=
= 96.7380 %
= 96.74 %

Lampiran 4 Kadar air selada 6 MST

Sampel

Cawan
kosong

Bobot (g)
Sampel
(a)

Perlakuan 0.1
Perlakuan 0.2

4.5326
4.7564

3.0067
3.0064

Setelah
dikeringkan
(b)
4.7386
4.9592

Kadar air
(%)

Kadar air ratarata (%)

93.15
93.25

93.25 ± 0.06

18
Lampiran 4 Kadar air selada 6 MST (Lanjutan)
Sampel
Perlakuan 0.3
Perlakuan 0.4
Perlakuan 0.5
Perlakuan 100.1
Perlakuan 100.2
Perlakuan 100.3
Perlakuan 100.4
Perlakuan 100.5
Perlakuan 200.1
Perlakuan 200.2
Perlakuan 200.3
Perlakuan 200.4
Perlakuan 200.5
Perlakuan 300.1
Perlakuan 300.2
Perlakuan 300.3
Perlakuan 300.4
Perlakuan 300.5

Cawan
kosong
4.9426
5.0112
4.7991
4.5326
4.9498
4.4123
5.1590
5.1892
5.1866
4.3794
4.4322
4.4185
4.5080
4.7964
4.5026
4.4291
4.9416
4.3624

Bobot (g)
Sampel
(a)
3.0064
3.0068
3.0065
3.0070
3.0074
3.0033
3.0054
3.0073
3.0027
3.0062
3.0028
3.0041
3.0083
2.9770
3.0149
3.0028
3.0530
3.0081

Setelah
dikeringkan (b)
5.1452
5.2119
5.0023
4.7147
5.1221
4.5861
5.3376
5.3556
5.3755
4.5662
4.6261
4.6156
4.6992
4.9968
4.6982
4.6283
5.1368
4.5555

Kadar air
(%)
93.26
93.33
93.24
93.95
94.27
94.21
94.06
94.47
93.71
93.79
93.54
93.44
93.64
93.31
93.57
93.40
93.65
93.60

Kadar air ratarata (%)
93.25 ± 0.06

94.19 ± 0.20

93.62 ± 0.14

93.51 ± 0.14

Lampiran 5 Kadar air selada 8 MST
Sampel

Cawan
kosong

Bobot (g)
Sampel
(a)

Perlakuan 0.1
Perlakuan 0.2
Perlakuan 0.3
Perlakuan 0.4
Perlakuan 0.5
Perlakuan 100.1
Perlakuan 100.2
Perlakuan 100.3
Perlakuan 100.4
Perlakuan 100.5
Perlakuan 200.1
Perlakuan 200.2
Perlakuan 200.3
Perlakuan 200.4
Perlakuan 200.5
Perlakuan 300.1
Perlakuan 300.2
Perlakuan 300.3
Perlakuan 300.4
Perlakuan 300.5

27.1460
25.6060
26.5201
25.5383
26.2537
24.4402
25.5186
26.3608
27.8714
25.7750
27.0479
24.4964
25.8364
25.7768
27.0313
25.6982
29.2372
18.9901
28.3360
28.8880

3.0048
3.0042
3.0062
3.0030
3.0080
3.0036
3.0044
3.0056
3.0050
3.0038
3.0075
3.0093
3.0034
3.0057
3.0078
3.0080
3.0060
3.0072
3.0098
3.0037

Setelah
dikeringkan (b)

Kadar air
(%)

27.3614
25.8054
26.7131
25.7283
26.4466
24.6702
25.7251
26.5712
28.0645
25.9844
27.2410
24.7019
26.0506
25.9778
27.2332
25.8863
29.5368
19.2117
28.5548
29.0789

92.83
93.36
93.58
93.67
93.59
92.34
93.13
93.00
93.57
93.03
93.58
93.17
92.87
93.31
93.29
93.75
93.77
92.62
92.70
93.64

Kadar air ratarata (%)
93.41 ± 0.34

93.01± 0.44

93.24 ± 0.26

93.30 ± 0.58

19
Lampiran 6 Kadar abu selada 6 MST
Bobot (g)
Sampel
Perlakuan 0.1
Perlakuan 0.2
Perlakuan 0.3
Perlakuan 0.4
Perlakuan 0.5
Perlakuan 100.1
Perlakuan 100.2
Perlakuan 100.3
Perlakuan 100.4
Perlakuan 100.5
Perlakuan 200.1
Perlakuan 200.2
Perlakuan 200.3
Perlakuan 200.4
Perlakuan 200.5
Perlakuan 300.1
Perlakuan 300.2
Perlakuan 300.3
Perlakuan 300.4
Perlakuan 300.5

Cawan
kosong
28.5061
26.3744
25.5517
26.2703
30.4597
25.8515
24.4962
24.4411
27.1488
25.6968
26.0362
26.5194
29.2376
23.3424
27.0471
18.9906
25.7816
26.5208
25.6364
25.7769

Sampel
(a)

Setelah
dikeringkan (b)

Kadar abu
(% bobot
kering)

2.0067
2.0089
2.0

Dokumen yang terkait

Studi Pemanfaatan Kalsium Karbonat (CaCO3) dari Serbuk Cangkang Telur Sebagai Adsorben Terhadap Ion Raksa (Hg+)

32 206 72

Studi Kandungan Mineral Kalium, Natrium, Magnesium Pada Selada (Lactuca sativa L.) Hidroponik Dan Non-Hidroponik Secara Spektrofotometri Serapan Atom

1 37 120

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Kadmium (Cd2+)

11 116 61

PENGUJIAN BEBERAPA NUTRISI HIDROPONIK PADA SELADA (Lactuca sativa L.) DENGAN TEKNOLOGI HIDROPONIK SISTEM TERAPUNG (THST) TERMODIFIKASI

37 169 52

Respon Pertumbuhan Selada (Lactuca sadva) Dalam Media Arang Sekam, Kasting, Dan Larutan Hara (Hidroponik)

0 8 30

Pengaruh Volume dan Jenis Media Tanam pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Selada (Lactuca sativa) dalam Teknologi Hidroponik Sistem Terapung

1 8 7

PERTUMBUHAN TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.) Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Secara Hidroponik Pada Media Pupuk Organik Cair Dari Kotoran Kambing Dan Kotoran Kelinci.

0 3 10

PERTUMBUHAN TANAMAN SELADA (Lactuca sativa L.) SECARA HIDROPONIK PADA MEDIA PUPUK ORGANIK CAIR DARI Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Secara Hidroponik Pada Media Pupuk Organik Cair Dari Kotoran Kambing Dan Kotoran Kelinci.

0 4 15

PENGARUH VOLUME DAN JENIS MEDIA TANAM PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SELADA (Lactuca

0 2 15

PENGARUH MEDIA DAN KONSENTRASI HARA TERHADAPPERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN SELADA (Lactuca sativaL.)SECARA HIDROPONIK SISTEM SUBTRAT SKRIPSI

0 0 40