Tingkat Penggunaan Telepon Genggam Dan Kohesi Sosial Pada Masyarakat Pedesaan

TINGKAT PENGGUNAAN TELEPON GENGGAM DAN KOHESI
SOSIAL PADA MASYARAKAT PEDESAAN

VANY ARDIANTO

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini Saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Tingkat
Penggunaan Telepon Genggam dan Kohesi Sosial Pada Masyarakat Pedesaan” benarbenar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari pustaka yang diterbitkan atau tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam naskah dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2016

Vany Ardianto

ii

iii

Judul
Nama
NIM

: Tingkat Penggunaan Telepon Genggam dan Kohesi Sosial
Pada Masyarakat Pedesaan
: Vany Ardianto
: I34120092

Disetujui oleh

Dr. Nurmala K Pandjaitan, MS DEA

Dosen Pembimbing
Diketahui oleh

Dr. Ir.Siti Amanah, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Pengesahan : _______________________

iv

v

TINGKAT PENGGUNAAN TELEPON GENGGAM DAN KOHESI
SOSIAL PADA MASYARAKAT PEDESAAN

VANY ARDIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

vi

vii

ABSTRAK
VANY ARDIANTO. Tingkat Penggunaan Telepon Genggam dan Kohesi Sosial
Pada Masyarakat Pedesaan. Dibawah bimbingan NURMALA K. PANDJAITAN
Masuknya telepon genggam di pedesaan diduga akan membawa perubahan
pada interaksi sosial di dalam masyarakat sehubungan dengan semakin banyaknya
fasilitas yang tersedia. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan
karakteristik individu dan tingkat penggunaan telepon genggam, mengidentifikasi

hubungan anatar tingkat penggunaan telepon genggam dan interaksi sosial
masyarakat, mengidentifikasi hubungan antara tingkat penggunaan telepon genggam
dan kohesi sosial komunitas pedesaan. Metode penelitian ini dilakukan secara
kuantitatif dengan metode survey teknik dengan menggunakan kuesioner pada 60
responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penggunaan telepon
genggam di pedesaan tergolong tinggi. Namun, interaksi di antara masyarakat tetap
tinggi. Ini juga membuktikan bahwa tingkat penggunaan telepon genggam
berhubungan dengan karakteristik individu pada faktor jenis kelamin, umur, dan
tingkat pendidikan, tingkat penggunaan telepon genggam tidakberhubungan dengan
interaksi dan kohesi sosial komunitas pedesaan. Namun, interaksi sosial masyarakat
ini membawa pengaruh terhadap kohesi sosial di dalam komunitas.
Kata kunci: interaksi sosial, kohesi sosial, komunitas, telepon genggam.

ABSTRACT
VANY ARDIANTO. The Level of Handphone Usage and Social Cohesion In Rural
Community. Under the guidance of NURMALA K. PANDJAITAN
The include of mobile phones in rural areas is expected to bring changes in
the social interaction in the community with regard to the increasing number of
facilities available. The purpose of this study is to identify the relationship of
individual characteristics and level of mobile phone use, identify relationships anatar

level of mobile phone use and social interactions, identify the relationship between
the level of mobile phone use and social cohesion of rural communities. This research
method is done quantitatively by technical survey method using a questionnaire at 60
respondents. The results showed that the rate of mobile phone use in rural areas is
high. However, the interaction between communities remained high. It also proves
that the level of mobile phone use related to the individual characteristics of the
factors sex, age, and education level, the level of mobile phone use is not associated
with interaction and social cohesion of rural communities. However, these kinds of
social interaction had an impact on social cohesion in the community.
Keyword: community, handphone, social cohesion ,social interaction.

viii

ix

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Tingkat penggunaan telepon genggam dan kohesi sosial pada
masyarakat pedesaan” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat

kelulusan sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Nurmala K Pandjaitan, MS
DEA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan
masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih
kepada Prof Dr Ir Pudji Muljono, M.Si selaku penguji utama dan Dr Hamzah, M.Si
selaku penguji akademik.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua tercinta,
Bapak Budi Utomo dan Ibu Bibit Insiyah atas semangat dan doa yang tiada hentihentinya mengalir untuk kelancaran penulisan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan
banyak terimakasih kepada teman-teman SKPM angkatan 49 yang telah berkenan
menjadi rekan bertukar pikiran dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, Agustus 2016

Vany Ardianto

x

xi


DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Teknologi Komunikasi Telepon Genggam
Karakteristik Individu dan Penggunaan Telepon Genggam
Komunitas Pedesaan
Kohesi Sosial
Aksi Kolektif
Penggunaan Telepon genggam dan Kohesi Sosial
Interaksi Sosial
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian

Jenis dan Sumber Data
Lokasi dan Waktu
Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM LOKASI
Kelurahan Mulyaharja
KARAKTERISTIK RESPONDEN
Umur Responden
Jenis Mata Pencaharian Utama
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendapatan
TINGKAT PENGGUNAAN TELEPON GENGGAM
Intensitas Penggunaan Telepon Genggam
Frekuensi Penggunaan Telepon Genggam
Pemanfaatan Telepon Genggam
INTERAKSI SOSIAL
Intensitas Interaksi sosial
Bentuk Interaksi Sosial

KOHESI SOSIAL KOMUNITAS
Sense of Community
Aksi Kolektif

1
1
2
3
3
4
4
4
5
6
7
8
9
10
11
12

13
13
13
13
14
13
14
14
19
19
21
21
21
22
23
24
24
29
31
37

37
38
40
40
42

xii

HUBUNGAN TINGKAT PENGGUNAAN TELEPON GENGGAM DAN
INTERAKSI SOSIAL
HUBUNGAN INTERAKSI SOSIAL DAN TINGKAT KOHESI
SOSIAL
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

45
49
53
53
53
54
59

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Jumlah dan persentase sebaran luas wilayah menurut penggunaan di
Kelurahan Mulyaharja tahun 2015
Jumlah dan persentase sebaran penduduk menurut jenis kelamin di
Kelurahan Mulyaharja tahun 2015 (orang)
Jumlah sebaran penduduk menurut tingkat usia di Kelurahan Mulyaharja
tahun 2015 (orang)
Jumlah dan persentase penduduk berdasarkan mata pencaharian pada
tahun 2015 (orang)
Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis mata pencaharian
utama
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan
Jumlah dan persentase penggunaan telepon genggam berdasarkan fitur
Jumlah dan persentase responden berdasarkan intensitas penggunaan
telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan intensitas penggunaan
telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan intensitas
penggunaan telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan intensitas
penggunaan telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan dan
intensitas penggunaan telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan dan
intensitas penggunaan telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan dan
intensitas penggunaan telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan frekuensi penggunaan
telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan pemanfataan telepon
genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis kelamin dan
pemanfaatan telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur dan pemanfaatan
telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan dan
pemanfaatan telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan dan
pemanfaatan telepon genggam
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan dan
pemanfaatan telepon genggam

19
19
20
20
21
21
22
23
24
25
26
26
27
28
28
29
30
31
32
33
34
35
36

ii

24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49

Jumlah dan persentase responden berdasarkan waktu berkumpul
Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama berkumpul
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kegiatan masyarakat
Jumlah dan persentase responden berdasarkan intensitas interaksi sosial
Jumlah dan persentase responden berdasarkan bentuk Interaksi Sosial
Jumlah dan persentase tingkat sense of community berdasarkan
reinforcement of Needs
Jumlah dan persentase tingkat sense of community berdasarkan
membership
Jumlah dan persentase tingkat sense of community berdasarkan influence
Jumlah dan persentase tingkat sense of community berdasarkan shared
emotional connection
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat sense of community
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kegiatan yang diikuti di
masyarakat
Jumlah dan persentase responden berdasarkan keterlibatan anggota
Jumlah dan persentase responden berdasarkan peran aksi kolektif
Jumlah dan persentase responden berdasarkan ketelibatan dalam aksi
kolektif
Jumlah dan persentase responden berdasarkan intensitas penggunaan
telepon genggam dan intensitas interaksi sosial
Jumlah dan persentase responden berdasarkan intensitas penggunaan
telepon genggam dan bentuk interaksi sosial
Jumlah dan persentase responden berdasarkan frekuensi penggunaan
telepon genggam dan intensitas interaksi sosial
Jumlah dan persentase responden berdasarkan frekuensi penggunaan
telepon genggam dan bentuk interaksi sosial
Jumlah dan persentase responden berdasarkan pemanfaatan telepon
genggam dan intensitas interaksi sosial
Jumlah dan persentase responden berdasarkan pemanfaatan telepon
genggam dan bentuk interaksi sosial
Jumlah dan persentase responden berdasarkan antara tingkat penggunaan
telepon genggam dan interaksi sosial
Jumlah dan persentase responden berdasarkan intensitas interaksi sosial
dan Sense of Community
Jumlah dan persentase responden berdasarkan intensitas interaksi sosial
dan aksi kolektif
Jumlah dan persentase responden berdasarkan bentuk interaksi sosial dan
Sense of Community
Jumlah dan persentase responden berdasarkan bentuk interaksi sosial dan
aksi kolektif
Jumlah dan persentase responden berdasarkan interaksi sosial dan tingkat
kohesi

37
37
37
38
38
40
41
41
42
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
49
49
50
50
51

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka analisis tingkat penggunaan telepon genggam dan
kohesi sosial pada masyarakat pedesaan

12

ii

DAFTAR LAMPIRAN
1

Peta lokasi penelitian

58

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang melakukan komunikasi untuk
menjalin interaksi dengan manusia lain di dalam komunitasnya. Komunikasi menjadi
salah satu bentuk sarana sosial bagi manusia. Komunikasi juga dapat diasumsikan
sebagai proses sosial antar individu-individu yang saling terlibat dalam bentuk
komunikasi verbal maupun non-verbal. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi
yang penyampaiannya menggunakan kata-kata, bahasa, maupun audio. Sedangkan
komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang menggunakan isyarat-isyarat untuk
menyampaikan pesan misalnya bahasa tubuh, ekspresi muka, tindakan, objek dan
tanda-tanda. Jadi di dalam proses komunikasi haruslah terdapat massage (pesan)
sebagai objek atau materi komunikasi yang harus disampaikan seseorang kepada
orang lain. Komunikasi pun tidak harus dilakukan secara langsung (tatap muka) tetapi
dapat dilakukan secara tidak langsung (dengan media perantara).
Perkembangan teknologi komunikasi saat ini semakin canggih dalam
kehidupan masyarakat dan tidak bisa dihindarkan. Perkembangan tersebut seperti
bertambah banyaknya masyarakat yang menggunakan media komunikasi berupa
telepon genggam. Pada awalnya, telepon genggam merupakan barang yang langka
dan dianggap mewah, namun seiring dengan perkembangan zaman, telepon genggam
menjadi barang primer dan mudah dibeli. Telepon genggam saat ini sudah menjadi
alat komunikasi yang penting dan paling digemari oleh masyarakat. Selain dijadikan
sebagai alat komunikasi, telepon genggam juga sudah menjadi trend atau gaya hidup
bagi masyarakat. Banyak sekali perubahan yang terjadi di bidang komunikasi.
Dimulai dari bentuk komunikasi yang sederhana sampai pada komunikasi elektronik.
Sekarang komunikasi sudah berkembang dengan pesat. Teknologi komunikasi seperti
handpnone sudah sangat familiar dikalangan masyarakat, tidak hanya masyarakat
kota tetapi masyarakat desa. Pada kehidupan bermasyarakat, sering kali kita menemui
perubahan-perubahan sosial, termasuk perubahan pada masyarakat itu sendiri, karena
pada dasarnya tidak ada masyarakat yang statis. Perkembangan teknologi komunikasi
yang pesat membuat perubahan pada sikap dan perilaku penggunanya.
Penggunaan telepon genggam sekarang bukan hanya sebagai alat komunikasi
semata, melainkan juga mendorong terbentuknya interaksi yang sama sekali berbeda
dengan interaksi tatap muka. Penggunaan telepon genggam menjadi kebutuhan yang
sangat penting bagi kehidupan saat ini yang memerlukan mobilitas tinggi. Fasilitasfasilitas yag terdapat didalamnya tidak hanya terbatas pada fungsi telepon dan SMS
(short massage service) saja. Dengan satu telepon genggam yang canggih, kita dapat
mendengarkan musik, bermain games internet, foto-foto, menonton video, dan lainlain meskipun kita berada dalam satu ruangan sendirian tanpa ada apapun. Menteri
Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) menyebutkan ada 270 juta pengguna
telepon genggam di Indonesia. Berdasarkan data dari survei indikator TIK
rumahtangga yang dilakukan oleh Puslitbang PPI Kominfo menyatakan bahwa 83,20
persen rumah tangga memiliki telepon genggam sedangkan hanya 17 persen

2

rumahtangga yang menyatakan tidak memiliki telepon genggam. Dari sekian banyak
orang yang menggunakan telepon genggam bukan hanya orang dewasa saja yang
menggunakannnya namun anak-anak juga ikut menggunakannnya. Hasil survei
indikator TIK rumahtangga yang dilakukan oleh Puslitbang PPI Kominfo, didapatkan
data sebaran individu pengguna telepon genggam tertinggi pada usia muda yaitu 1625 tahun dan 26-35 tahun. Sedangkan responden pada usia 56-66 tahun memiliki
posisi yang paling rendah.
Dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi menimbulkan dampak
bagi masyarakat pedesaan. Dampak yang timbul akibat penggunaan telepon genggam
salah satunya kurangnya interaksi masyarakat akibat intensitas pertemuan antar
anggota masyarakat yang mulai berkurang. Seperti yang diungkapkan Budyatna
(2005) bahwa bentuk pendekatan komunikasi yang paling ideal adalah yang bersifat
transaksisonal, dimana proses komunikasi dilihat sebagai suatu proses yang dinamis
dan timbal balik. Budyatna melihat bahwa dengan munculnya penggunaan telepon
genggam mempengaruhi proses transaksional tersebut. Seringkali komunikasi yang
dinamis dan timbal balik dirasakan menurun kualitas dan kuantitasnya pada interaksi
tatap muka.
Contohnya ketika lebaran, dahulu masyarakat bertemu langsung untuk saling
bermaafan, namun sekarang dengan kecanggihan teknologi orang tidak harus bertemu
langsung cukup dengan mengirim pesan melalui telepon genggam. Orang tidak harus
bertatap muka dan berjabat tangan secara langsung jika sekedar untuk bermaafmaafan. Ini menunjukkan bahwa dalam masyarakat pedesaan telah terjadi pergeseran
nilai yang dulu dijunjung tinggi yaitu nilai kebersamaan dan saling bersilahturahmi.
Dengan berkurangnya interaksi sosial antar masyarakat juga akan berpengaruh pada
kohesi sosial masyarakat. Dimana kohesi sosial pada masyarakat salah satunya dilihat
dari interaksi sosial masyarakatnya. Apakah dengan masuknya telepon genggam ke
masyarakat pedesaan menyebabkan kohesi sosial masyarakat rendah, atau sebaliknya
dengan masuknya telepon genggam kohesi sosial masyarakat semakin tinggi karena
orang mudah melakukan komunikasi dengan orang lain?
Masalah Penelitian
Meningkatnya penggunaan telepon genggam diduga dapat dipengaruhi oleh
beberapa karakteristik, antara lain karakteristik yang berkaitan dengan diri individu
(internal) maupun dengan lingkungannya (eksternal). Karakteristik internal mencakup
jenis kelamin, status ekonomi keluarga, tujuan penggunaan ponsel serta aktivitasaktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh remaja tersebut. Karakteristik eksternal
mencakup pengaruh dari teman-teman dekat serta terpaan media massa. Bagaimana
hubungan karakteristik individu dan perilaku pemanfaatan telepon genggam?
Perkembangan jenis telepon genggam semakin hari semakin meningkat mulai
dari fasilitas yang disediakan, sampai bentuknya yang besar sampai kecil. Banyak
fasilitas-fasilitas baru yang disediakan telepon genggam semakin memberikan
kemudahan untuk berkomunikasi. Setiap inovasi diciptakan untuk memberikan
manfaat positif bagi kehidupan manusia. Telepon genggam tidak hanya bisa
digunakan untuk menerima dan melakukan telepon dan SMS (Short Massage

3

Service). Namun, juga telah dilengkapi dengan fitur-fitur yang canggih sehingga
orang dapat menyelesaikan pekerjaannya sendiri. Hal ini membuat interaksi antar
orang menjadi terganggu karena mereka merasa mampu mengerjakan semua sesuatu
sendiri. Bagaimana hubungan antara tingkat penggunaan dan interaksi sosial
masyarakat?
Dengan semakin banyaknya fasilitas yang ada di telepon genggam membuat
orang semakin sering menggunakan telepon genggam kapan pun dan dimana pun.
Hal ini akan mengurangi interaksi warga dalam komunitas. Sehingga kohesi sosial
masyarakat pun akan menurun, karena kohesi sosial terbentuk karena adanya
interaksi antar warga. Bagaimana hubungan antara interaksi sosial dan kohesi
sosial komunitas pedesaan?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengidentifikasi hubungan karakteristik individu dan tingkat penggunaan telepon
genggam
2. Mengidentifikasi hubungan antara tingkat penggunaan telepon genggam dan interaksi
sosial masyarakat
3. Mengidentifikasi hubungan antara interaksi sosial dan kohesi sosial komunitas
pedesaan
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna bagi peneliti dalam rangka mengembangkan studi dan
memperluas wawasannya mengenai kehidupan interaksi masyarakat pedesaaan saat
ini, terkait dengan perkembangan teknologi komunikasi telepon genggam. Penelitian
ini juga dapat menjadi informasi tambahan atau acuan literatur unutk penelitianpenelitian selanjutnya, khususnya bagi para akademisi atau bagi mereka yang tertarik
untuk memahami hubungan penggunaan teknologi komunikasi telepon genggam dan
kohesi sosial komunitas pedesaan. Untuk masyarakat penelitian ini dapat menambah
wawasan masyarakat tentang hubungan penggunaan telepon genggam dengan kohesi
sosial komunitas dipedesaan.

4

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Teknologi Komunikasi Telepon Genggam
Menurut Saydam (2005), teknologi komunikasi pada hakikatnya adalah
penyaluran informasi dari suatu tempat ke tempat lain melalui perangkat
telekomunikasi (kawat, radio atau pereangkat elektromagnetik lainnya). Informasi
tersebut dapat berbentuk suara (telepon), tulisan dan gambar (telegraf), data
(komputer), dan sebagainya. Perkembangan yang terjadi dengan cepat di bidang
komunikasi membuat para ahli menyebutnya sebagai revolusi komunikasi. Perubahan
yang cepat ini didorong oleh adanya berbagai penemuan di bidang teknologi sehingga
apa yang dulu merupakan kendala dalam kegiatan komunikasi, sekarang sudah
terbuka lebar. Seseorang dapat berhubungan dengan seseorang atau kelompok orang
tanpa dibatasi oleh faktor waktu, jarak, jumlah, kapasitas dan kecepatan (Zamroni
2009). Bentuk-bentuk teknologi komunikasi menurut Kadir dan Terra (2003)
mencakup telepon, radio, dan televisi. Sedangkan menurut Tubbs dan Moss (2001)
yang dikutip oleh Utaminingsih (2006) bentuk-bentuk teknologi komunikasi
ditampilkan dalam tingkat antarpesona, kelompok, organisasional, dan publik.
Pada tingkat antarpesona yaitu telepon, telepon genggam (handphone), surat
elektronik, dan voicegram. Pada tingkat kelompok yaitu konferensi telepon,
telekomunikasi komputer, dan surat elektronik. Pada tingkat organisasional yaitu
interkom, konferensi telepon, surat elektronik, manajemen dengan bantuan komputer,
sistem informasi, dan faksimili. Sedangkan pada tingkat publik yaitu televisi radio,
film, videotape, videodisc, TV kabel, TV satelit langsung, video dengan teks, teleteks,
dan sistem informasi digital. Menurut Saydam (2005) telepon genggam atau telepon
seluler merupakan telepon yang termasuk dalam sambungan telepon bergerak,
dimana yang menghubungkan antar sesama telepon genggam tersebut adalah
gelombang-gelombang radio yang dilewatkan dari pesawat ke BTS (Base Tranceiver
Station) dan MSC (Mobile Switching Center) yang bertebaran di sepanjang jalur
perhubungan kemudian diteruskan ke pesawat yang dipanggil. Telepon genggam
sangat bervariasi tergantung pada modelnya, seiring dengan perkembangan teknologi
mempunyai fungsi-fungsi antara lain (Fiati, 2005) :
1. Penyimpanan
2. Pembuat daftar pekerjaan atau perencanaan kerja
3. Reminder (pengingat waktu)
4. Alat perhitungan (kalkulator)
5. Pengiriman atau penerimaan e-mail
6. Permainan (games)
7. Integrasi ke peralatan lain seperti PDA, MP3
8. Chatting dan Browsing internet
9. Video

5

Penggunaan telepon genggam sekarang bukan hanya sebagai alat komunikasi
semata, melainkan juga mendorong terbentuknya interaksi yang sama sekali berbeda
dengan interaksi tatap muka. Fasilitas-fasilitas yang terdapat didalamnya tidak hanya
terbatas pada fungsi telepon dan SMS (short massage service). Fasilitas lain yang
terdapat dalam telepon genggam antara lain :
1. Kamera, yang berguna sebagai alat dokumentasi
2. Transfer data, sebagai pertukaran data dari telepon genggam satu ke telepon
genggam lain. Pertukaran tersebut biasanya menggunakan Bluethooth, wifi,
infrared
3. Media hiburan, seperti games, musik player atau MP3, video player
4. Internet, sebagai alat browsing atau menjelajah ke dunia maya. Dengan internet
kita dapat mencari berbagai informasi dari seluruh dunia.
5. Sosial media, sebagai media ekspresi diri, dimana setiap orang dapat menulis atau
mengunggah kegaiatan atau aktivitas sehari-hari. Sosial media juga dapat
dijadikan sebagai media komunikasi karena dapat berbalas komentar dan chating
dengan orang lain. aplikasi yang biasa digunakan antara lain Facebook, Twitter,
Instagram, Path, Line, Blackberry Massanger (BBM), WhatsApp
Menurut Arminen (2007) seperti yang dikutip oleh Hendrastomo (2008),
telepon genggam atau ponsel memudahkan interaksi antar personal dan
mengintegrasikan hubungan komunikasi dengan lingkup yang lebih luas (global).
Telepon genggam atau ponsel juga berdampak pada aktivitas sosial dan masyarakat
dengan terjadinya perubahan perilaku, budaya dan politik. Dengan bantuan telepon
genggam, akan memunculkan tipe komunikasi baru yang berkontribusi langsung
dalam pembentukan tindakan sosial baru yang akan berimplikasi pada pengelolaan
jaringan sosial. Komunikasi melalui telepon genggam akan merubah cara kita
berinteraksi berkomunikasi dengan individu lain dengan lebih bebas. Akan tercipta
kebebasan yang tanpa batas ruang dan waktu yang memungkinkan individu
berkomunikasi satu hari penuh. Interaksi bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja,
dengan kata lain telepon genggam dapat mengisi waktu-waktu senggang/ kosong.
Telepon genggam bisa menghilangkan kohesi sosial karena ketika berada dalam
situais formal orang akan lebih mementingkan komunikasi via telepon genggam.
Karakteristik Individu dan Penggunaan Telepon Genggam
Berdasarkan data survey indikator akses dan penggunaan TIK yang dilakukan
oleh Puslitbang PPI Kominfo 2014 menunjukkan bahwa penggunaan telepon
genggam dipengaruhi oleh karakteristik individu, yaitu pendidikan, umur,
pengeluaran, jenis kelamin, dan pekerjaan. Data survey pendidikan berbanding lurus
dengan penggunaan telepon genggam. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka
semakin tinggi penggunaan dan kepemilikan telepon genggam baik pengguna yang
berpendidikan SMA lalu Sarjana (S1) dan Pasca Sarjana (S2/S3) masing masing
presentase penggunaan dan kepemilikan diatas 90 persen. Sedangkan pengguna
berpendidikan SD, SMP, dan Tidak Sekolah masing-masing sebesar 62,77 persen,
77,83 persen, 29,12 persen.

6

Masih menurut survey tersebut pengguna berumur 16 tahun hingga 45 tahun
merupakan sebaran individu paling banyak menggunakan dan memiliki telepon
genggam, dimana masing-masing presentase penggunaan dan kepemilikan di atas 80
persen, dan rentang umur paling tinggi dalam menggunakan dan memiliki telepon
genggam pada 16-25 tahun yaitu sebesar 84,82 persen.
Sedangkan berdasarkan pengeluaran, survey ini menunjukkan bahwa sebaran
individu pengguna telepon genggam menurut pengeluaran terlihat cukup berkorelasi
dimana semakin tinggi pengeluaran individu per bulan maka akan semakin tinggi
presentase penggunaan dan kepemilikan. Rentang pengeluaran Rp 2.000.000 – Rp
5.000.000 merupakan sebaran individu terbanyak menggunakan dan memiliki telepon
genggam yaitu sebesar 92,92 persen. Berdasarkan jenis kelamin pengguna yang
disilangkan dengan usia, menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
Pada rentang usia 16-25 tahun pada laki-laki menunjukkan presentase penggunaan
dan kepemilikan yang paling tinggi yaitu sebesar 85,9 persen sedangkan pada
perempuan sebesar 83,91 persen. Menurut data survey seberan individu pengguna
dan pemilik telepon genggam menurut pekerjaan paling tinggi adalah PNS/ TNI/
POLRI sebesar 93,6 persen, diikuti oleh Karyawan Swasta 90,6 persen, Wiraswasta
89,9 persen, Pensiunan 80 persen, Pelajar/ Mahasiswa 77,3 persen, Ibu Rumah
Tangga 73,4 persen, Petani/ Buruh Nelayan/ Pedagang/ Tukang 69,2 persen dan tidak
bekerja hanya 67,6 persen.
Komunitas Pedesaan
Menurut Norris et al. (2007) komunitas adalah suatu kesatuan yang
mempunyai batas geografi yang sama dan berbagi nasib yang sama. Komunitas
merupakan suatu organisasi sosial yang dibangun oleh lingkungan alam sosial dan
ekonomi yang saling mempengaruhui. Pedesaan adalah suatu sistem sosial ekologi
yang dibangun oleh berbagai komponen yang terdiri dari komponen ekologi,
ekonomi, dan sosial yang terkait sedemikian rupa sehingga menciptakan karakteristik
yang khas pedesaan (Schouten et al. 2009). Daerah pedesaan yang umumnya hidup
dari pertanian adalah daerah yang sering terkena dampak terhadap berbagai gangguan
eksternal seperti bencana alam maupun gangguan sosial. Keterbatasan kapasitas yang
dimiliki anggota komunitas pedesaan menjadikan mereka menjadi kelompok yang
rentan ketika menghadapi perubahan ataupun guncangan dalam kehidupan.
Menurut Kulig et al. (2008) komunitas pedesaan memiliki karakteristik yang
berbeda dari komunitas lainnnya, yakni memiliki latar belakang yang sama dengan
tingkat pendidikan yang setara, afiliasi keagamaan, dan etnik, juga rentang waktu
masyarakat berada dalam komunitas tersebut. Homogenitas ini mebuat kohesi sosial
pada komunitas pedesaan relatif lebih tinggi daripada komunitas perkotaan,
kepedulian antara anggota komunitas, komunikasi antar komunitas, dan berbagai
proses sosial yang asosiatif masih dapat ditemukan di komunitas pedesaan. Kohesi
sosial ini dapat menjadi dasar terpengaruhnya sense of community, sehingga ketika
adanya gangguan eksternal komunitas dapat melakukan aksi kolektif sebagai strategi
bertahan. Berdasarkan penelitian Kulig et al. (2008) pada 3 komunitas menunjukkan
bahwa komunitas petani rasa memiliki yang lebih tinggi dibandingkan dengan

7

komunitas pertambangan dan komunitas perkotaan. Komunitas petani memiliki
inisiatif dalam mengatasi masalah, sering membantu menanam dan panen serta
berinteraksi sebagai aksi kolektif. Hal tersebut menjadi aspek penting terbangunnya
resiliensi komunitas. Namun sejalannya dengan terbukanya desa saat ini melalui
maraknya pembangunan berbagai insfrastruktur dan perumahan serta perkembangan
teknologi komunikasi bisa mendatangkan perubahan pada pola interaksi sosial dan
nilai-nilai yang selama ini mengikat hubungan antara anggota komunitas.
Kohesi Sosial
Tousignant dan Sioui (2009) mengatakan bahwa komunitas memiliki modal
sosial yang menunjukkan interaksi yang terjalin antar anggotanya. Modal sosial
terdiri dari jaringan, norma-norma dan kepercayaan yang ada dalam komunitas.
Modal sosial akan membentuk hubungan kohesi sosial diantara anggota komunitas.
Kohesi sosial komunitas membuat anggota tidak bersifat individualis dalam
menciptakan aksi-aksi kolektif dari komunitas untuk mengatasi guncangan atau
bencana. Dalam proses pembentukan aksi-aksi kolektif peran pemimpin sangat
dibutuhkan didalamnya, kepemimpinan seorang pemimpin akan menetukan
perjuangan anggota dalam menjaga komunitasnya. Penelitian Forrest et a.l (2009) di
Amerika Serikat menyatakan bahwa kohesi sosial dan lingkungan perumahan sebagai
unsur penting dalam identitas sosial. Kohesi sosial di tingkat masyarakat dapat
berasal dari bentuk dan kualitas interaksi sosial di tingkat lokal. Kohesi sosial
dipandang sebagai proses bottom up. Pada modal sosial lokal, bukan dipandang
sebagai proses top down. Sementara modal sosial masyarakat tidak diasumsikan
menyiratkan kedekatan spasial. Pengamatan lain berpendapat bahwa semakin banyak
orang Amerika yang tidak peduli dan menyebabkan penurunan kepercayaan kepada
pemerintah. Karena asumsinya bahwa keterlibatan masyarakat meningkatkan kohesi
sosial.
Definisi lain tentang kohesi sosial dinyatakan Johson and Johnson (1991)
seperti yang dikutip oleh Noorkamilah (2008) menyatakan bahwa kohesi sosial dalam
sebuah komunitas terjadi ketika anggota-anggota kelompok saling menyukai dan
saling menginginkan kehadiran satu dengan lainnya. Kemudian Noorkamilah (2008)
menambahkan bahwa kohesi sosial dapat dilihat dari partisipasi anggota komunitas,
rasa solidaritas yang menumbuhkan rasa kebersamaan dan rasa memiliki terhadap
sebuah kelompok. Selain itu, Mollering (2001) seperti yang dikutip oleh Primadona
(2001) menyatakan bahwa salah satu fungsi penting kepercayaan (trust) dalam
hubungan-hubungan sosial kemasyarakatan adalah pemeliharan kohesi sosial sosial,
trust membantu merekatkan setiap komponen sosial yang hidup dalam sebuah
komunitas menjadi kesatuan yang tidak tercerai-berai. Selain itu, menurut
Faturochman (2006) seperti yang dikutip oleh Yuasidha (2014) faktor-faktor yang
membentuk kohesi sosial, yakni setiap anggotanya komitmen tinggi, interaksi
didominasi kerjasama bukan persaingan, mempunyai tujuan yang terkait satu dengan
yang lainnya dan sesuai dengan perkembangan waktu tujuan yang dirumuskan
meningkat, terjadi pertukaran antar anggota yang sifatnya mengikat, dan ada

8

ketertarikan antar anggota sehingga relasi yang terbentuk menguatkan jaringan relasi
di dalam komunitas.
Menurut Taylor et al. (2009) seperti yang dikutipoleh Wulansari et al. (2012)
menyatakan bahwa kohesi sosial diartikan sebagai kekuatan, baik positif maupun
negatif, yang menyebabkan anggota tetap bertahan dalam komunitas. Kohesi sosial
dapat meningkat seiring dengan tingginya rasa suka antaranggota. Anggota dapat
saling menyukai ketika mereka saling menerima. Cartwright (1990) seperti yang
dikutip oleh Ramdhani dan Martono (1996) menambahkan bahwa kohesi sosial
merupakan derajat kekuatan ikatan dalam satu kelompok yang masing-masing
anggotanya secara psikologis menjadi saling tarik menarik dan saling tergantung. Hal
tersebut digambarkan oleh Ramdhani dan Martono (1996) pada penelitiannya
mengenai kohesi sosial pada masyarakat miskin, tingkat kohesi sosial yang paling
tinggi terdapat pada anggota yang sudah ikut KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat)
selama 2 tahun dibandingkan dengan anggota yang baru saja ikut dan belum ikut
KSM. Perbedaan tingkat kohesi sosial tersebut karena adanya pembinaan dari
sukarelawan, lamanya anggota dalam sebuah kelompok, saling ketergantungan antara
masing-masing anggota, dan kelompok-kelompok kecil yang sudah terdapat di dalam
masyarakat. Prinsip Tanggung Renteng diterapkan dalam rangka mempererat saling
ketergantungan antara masing-masing anggota kelompok yang telah mengakar pada
diri anggota sebagai bentuk budaya dari masyarakat setempat yang pada umumnya
masih memegang teguh nilai-nilai adat luhur menjadikan tingkat kohesi sosial
menjadi kuat.
Menurut Myers (2010) seperti yang dijelaskan oleh Kaslan (2014) kohesi
sosial merupakan perasaan “we feeling” yang mempersatukan setiap anggota menjadi
satu bagian. Rasa memiliki tersebut juga dapat membentuk kohesi sosial antar
individu dalam suatu komunitas. Rasa memiliki ini yang membuat individu
menyadari bahwa ia merupakan bagian dari komunitas. Sense of Community Index
(SCI) adalah ukuran adalah ukuran kuantitatif yang paling sering digunakan dalam
mengukur rasa komunitas pada ilmu sosial. SCI berdasarkan teori rasa komunitas
yang dibawa oleh McMilan dan Chavis (1986) seperti yang dikutip oleh Chavis et al.
(2008) dimana rasa komunitas dapat dilihat dari keanggotaan, pengaruh, pengutan
kebutuhan, dan berbagi hubungan emosional. Hasil studi rasa komunitas tersebut
telah menunjukkan bahwa SCI menjadi indikator yang kuat dari suatu perilaku
(seperti partisipasi) dan valid pengukurannya.
Aksi Kolektif
Kohesi sosial komunitas membuat anggota tidak bersifat individualis dalam
menciptakan aksi-aksi kolektif dari komunitas untuk mengatasi guncangan atau
bencana (Tousignant dan Sioui 2009). Aksi-aksi kolektif membutuhkan kerja sama
antar pemangku kepentingan dan kekokohan kelembagaan diperlukan dalam
pengaturan komunitas. Faktor intrinsik komunitas yang terdiri dari kepemimpinan,
aksi kolektif dan kekokohan kelembagaan serta kerja sama dengan pemangku
kepentingan akan berpengaruh dalam pembentukan resiliensi komunitas namun harus
di dukung juga oleh kebijakan yang dapat melindungi komunitas. Kebijakan di

9

keluarkan oleh pemerintah untuk peningkatan kapasitas komunitas (Schouten et al.
2009). Kebijakan ini terkait kebijakan ekonomi, sosial budaya dan politik yang
meningkatkan kapasitas komunitas untuk bertahan dalam menghadapi guncangan
Dalam penelitian Umiyati (1994), pengajian dijadikan sebagai sebuah lembaga
kemasyarakat yang berfungsi sebagai “penangkal” masyarakat dari pengaruh dunia
luar. Selain itu, pengajian dijadikan sebagai wadah bagi masyarakat untuk
mempererat tali silahturahmi serta sering diadakan pengumuman atau informasi
tentang pembangunan. Menurut Soekanto (1970) seperti yang dikutip oleh Umiyati
(1994) menyatakan bahwa lembaga kemasyarakatan adalah suatu sistem tata
kelakukan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi
kompleks-kompleks kebutuhan khusus dan kehidupan masyarakat. Ramdhani dan
Martono (1996) menambahkan bahwa masyarakat yang sudah berkohesi, kepentingan
individu sudah tidak diutamakan lagi. Berbagai keadaan yang biasanya muncul
sebagai akibat masyarakat yang berkohesi di antaranya adalah meningkatnya
kemauan anggota untuk berpartisipasi dalam segala bentuk aktivitas yang
dilaksanakan bersama. Kemauan ini timbul karena adanya keikatan dalam kelompok.
Penggunaan Telepon genggam dan Kohesi Sosial
Utaminingsih (2006) menerangkan bahwa seiring arus globalisasi dengan
tuntutan kebutuhan pertukaran informasi yang cepat membuat peranan teknologi
komunikasi menjadi sangat penting. Teknologi komunikasi dalam wujud ponsel
merupakan fenomena yang paling unik dan menarik dalam penggunaannya. Menurut
teori yang dikemukakan oleh Budyatna (2005), penggunaan ponsel dapat
mempengaruhi suatu proses yang bersifat transaksional dalam interaksi tatap muka.
Dalam kaitannya dengan kohesivitas komunitas masyarakat pedesaan interaksi tatap
muka merupakan salah datu indikator yang digunakan untuk mengukur kohesivitas.
Seperti penelitian Kogoya yang dilakukan di Desa Piungun, Papua, menunjukkan
bahwa interaksi tatap muka dengan cara bertukar informasi antar masyarakat melalui
mulut ke mulut membuat masyarakat tersebut menjadi kohesif karena selain bertukar
informasi interaksi seperti ini juga menambah kedekatan antar warga. Meskipun telah
hadir telepon genggam tidak membuat kohesivitas masyarakat menjadi lemah, sebab
mereka menggunakan telepon genggam hanya untuk berkomunikasi dengan keluarga
yang jauh, mereka tidak menggunakan telepon genggam untuk mencari informasi
maupun bertukar informasi. Mayampoh (2012) menambahkan bahwa dengan
hadirnya telepon genggam membuat kohesivitas masyarakat semakin menurun.
Telepon genggam membuat pengetahuan lokal mulai terpinggirkan dalam berbagai
aktivitas kehidupan. Selain itu telepo genggam membuat toleransi antar masyarakat
berkurang, perbedaan antara kaya dan miskin semakin terlihat.
Namun, berlawan dengan penelitian yang dilakukan oleh Harsha de Silva.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa dengan hadirnya telepon genggam membuat
kohesivitas menjadi lebih tinggi karena intensitas berkomunikasi antar anggota yang
memiliki telepon genggam semakin tinggi, sedangkan anggota yang tidak memiliki
telepon genggam interaksi antar anggotanya rendah. Selain itu menurut Harsha de
Silva telepon genggam membantu untuk mempertahankan dan meningkatkan

10

hubungan sosial. Hal yang sama ditunjukan oleh penelitian Konsbruck Robert Lee
bahwa teknologi komunikasi dapat membuat kohesivitas tinggi karena dapat menjaga
individu dengan individu lain tetap terhubung selama 24 jam.
Jadi telepon genggam dapat menurunkan kohesivitas apabila seseorang
menggunakan telepon genggam dengan intensitas yang tinggi dan jarangnya interaksi
yang terjadi dengan masyarakat sekitar, karena segala informasi telah didapatkan
melalui telepon genggam. Namun telepon genggam juga dapat meningkatkan
kohesivitas karena telepon genggam mampu menghubungkan setiap orang meskipun
jaraknya yang jauh. Meskipun tidak bertemu orang tetap dapat terhubung dan
berinteraksi satu sama lain.
Interaksi Sosial
Menurut Soekanto (2002) seperti yang diungkapkan oleh Utaminingsih
(2006), interaksi sosial adalah bentuk-bentuk yang tampak apabila orang-orang
perorangan ataupun kelompok-kelompok manusia mengadakan hubungan satu sama
lain terutama dengan mengetengahkan kelompok serta lapisan sosial sebagai unsur
pokok struktur sosial. Interaksi sosial dapat dipandang sebagai dasar proses-proses
sosial yang ada, menunjuk pada hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Interaksi
yang terjalin dianggap paling idela apabila terjadi secara tatap muka (langsung).
Interaksi tatap muka lebih memungkinkan suatu proses yang bersifat dinamis dan
timbal balik secara langsung. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi
apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu:
1. Adanya kontak sosial (social-contact)
2. Adanya komunikasi
Interaksi sosial dapat dipahami sebagai hubungan-hubungan sosial yang
terbangun secara dinamis antar individu, antar kelompok, maupun antara individu dan
kelompok (Soekanto 2010). Istilah interaksi sosial secara harfiah juga menunjukkan
identitas hingga nilai-norma suatu kelompok. Interaksi tersebut kerap berbeda antara
komunitas yang satu dengan yang lainnya atau antar masyarakat, konsep interaksi ini
dapat bermakna sangat beragam. Interaksi antar komunitas atau masyarakat yang
berbeda tidak akan lepas dari perbedaan penangkapan makna bersama (shared
meaning), dan tidak jarang kondisi tersebut akan menimbulkan berbagai dinamika
hingga konflik di dalamnya. Karena dalam proses interaksi sosial, ditunjukkan proses
bagaimana suatu kelompok masyarakat memposisikan dirinya dihadapan kelompok
yang lainnya, namun kerap kali suatu kelompok masyarakat tidak memperdulikan
atau menganggap proses-proses dalam interaksi sosial sebagai suatu cara untuk
memahami pihak lain dan upaya “menyatukan” diri mereka dalam kontruksi nilai dan
norma bersama.
Beberapa bentuk interaksi sosial yang terdapat dalam masyarakat (Soekanto 2010)
sebagai berikut:
1. Interaksi Sosial Asosiatif, pada dasarnya merupakan interaksi sosial yang
bermakna membangun atau saling menunjukkan peran dan kontribusi yang
positif antar pihak yang berinteraksi. Interaksi asosiatif dapat ditunjukkan

11

dalam berbagai bentuk, diantaranya adalah kerjasama. Kerjasama dapat terjadi
dalam bentuk tolong-menolong, gotong-royong, dan musyawarah. Bentuk
lainnya adalah asimilasi, atau sebuah proses yang ditandai dengan adanya
usaha mempertinggi kesatuan tindak, sikap, dan proses mental untuk
mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang perorang, antar kelompok
dengan memperhatikan kepentingan dan tujuan bersama, kondisi tersebut
dapat terbangun apabila salah satu pihak yang berasal dari berbeda kelompok
saling berhubungan dan berkumpul bersama, sering mengikuti pola atau
“gaya” kelompok tersebut, dan lain-lain.
2. Interaksi Sosial Disosiatif, pada dasarnya merupakan interaksi sosial yang
bermakna destruktif atau saling menunjukkan peran dan kontribusi yang
negatif antar pihak yang berinteraksi. Interaksi disosiafif erat kaitannya
dengan persaingan, perselisihan halus akibat perbedaan pendapat atau dapat
juga berbentuk pertikaian yang konfrontatif. Persaingan terjadi karena usaha
untuk mencari keuntungan melalui bidang kehidupan yang menjadi pusat
perhatian umum. Sebuah persaingan berkaitan erat dengan kepribadian
seseorang, kemajuan masyarakat, solidaritas kelompok, dan disorganisasi.
Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial dimana individu atau
kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak
lawan dengan ancaman atau tindak kekerasan.
Kerangka Pemikiran
Masuknya teknologi berupa telepon genggam ke pedesaan secara tidak
langsung membawa perubahan pada masyarakat. Telepon genggam dijadikan media
interaksi bagi masyarakat. Masyarakat tidak perlu lagi bertemu secara langsung jika
ingin menanyakan sesuatu atau sekedar memberi kabar, cukup dengan pesan singkat
melalui telepon genggam. Selain itu, telepon genggam juga digunakan media
informasi. Hal ini membuat masyarakat dapat terus terhubung satu dengan yang
lainnya. Namun di sisi lain dapat mengurangi interaksi sosial dalam masyarakat
karena sudah terwakili dengan hadirnya telepon genggam. Masuknya telepon
genggam mempengaruhi tingkat kohesi sosial komunitas di pedesaan. Masuknya
telepon genggam dilihat dari intensitas individu menggunakan telepon genggam
dalam sehari, frekuensi penggunaan telepon genggam dalam sehari, dimanfaatkan
untuk apa telepon genggam yang dipengaruhi oleh karakteristik individu. Perilaku
penggunaan telepon genggam tersebut akan mempengaruhi interaksi sosial yang
dilihat dari intensitas interaksi soail , dan bentuk interaksi soail yang selanjutnya akan
mempengaruhi kohesi sosial komunitas. Kemudian tingkat kohesi sosial komunitas
diukur dari sense of community dan aksi kolektif. Sense of community diukur dari 4
indikator yaitu pemenuhan kebutuhan (Reinforcement of Need), keterlibatan sebagai
anggota komunitas (Membership), dipengaruhi dan mempengaruhi (Influence),
berbagai kontak emosiaonal (Shared Emotional)Indikator tersebut digunakan untuk
mengukur kohesi sosial komunitas yang dipengaruhi oleh masuknya telepon
genggam ke pedesaan.

12

Karakteristik Individu
1. Jenis kelamin
2. Umur
3. Tingkat pendidikan
4. Jenis pekerjaan
5. Tingkat pendapatan
Tingkat Penggunaan Telepon Genggam
1. Intensitas penggunaan telepon genggam
2. Frekuensi penggunaan telepon genggam
3. Pemanfataan telepon genggam

Interaksi Sosial
1. Intensitas interaksi
sosial
2. Bentuk interaksi sosial

Kohesi Sosial Komunitas
1. Tingkat Sense of Community
2. Keterlibatan dalam Aksi Kolektif

Keterangan
: berhubungan
Gambar 1 Kerangka analisis tingkat penggunaan telepon genggam dan kohesi sosial pada masyarakat
pedesaan

Hipotesis Penelitian
1. Diduga terdapat hubungan antara karakteristik individu dan tingkat penggunaan
telepon genggam.
2. Diduga terdapat hubungan antara tingkat penggunaan telepon genggam dan interaksi
sosial masyarakat
3. Diduga terdapat hubungan antara interaksi sosial dan kohesi sosial komunitas di
pedesaan.

13

PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif yang didukung dengan
data kualitatif. Metode kuantitatif menggunakan kuesioner kepada responden.
Kuesioner disusun sesuai dengan kerangka pemikiran yang telah dibuat sebelumnya.
Data kualitatif dilakukan dengan observasi dan pengamatan langsung. Selain itu,
untuk memperjelas gambaran tentang keadaan sosial dilakukan beberapa wawancara
mendalam dengan informan yang merupakan tokoh-tokoh masyarakat.
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor
Selatan, Kota Bogor. Lokasi penelitian tersebut dipilih secara sengaja (purposive.)
Lokasi dipilih dengan pertimbangan bahwa telepon genggam sudah cukup lama
dikenal oleh anggota masyarakat di Kelurahan Mulyaharja. Penelitian dilaksanakan
selama empat bulan, yaitu terhitung sejak awal bulan Februari 2016 sampai bulan
Agustus 2016. Selama penelitian berlangsung, pengumpulan data dan informasi
dilakukan oleh peneliti melalui interaksi langsung dengan masyarakat yang menjadi
responden dan berberapa pihak yang menjadi informan.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh langsung dari lapangan dan melalui metode survey berupa
kuesioner. Kuesioner diisi responden dengan pendampingan. Selain itu, diperlukan
juga data sekunder yakni data yang diperoleh melalui data-data yang sudah tersedia di
desa seperti profil desa, data monografi desa, dan data dari Badan Pusat Statistik
mengenai potensi desa.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara, yaitu data primer dan data
sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara dan pengisian kuesioner. Responden akan diwawancarai dengan
menggunakan kuesioner, namun untuk mengatasi kesulitan responden dalam
memahami data yang diminta maka pengisian kuesioner akan didampingi oleh
peneliti. Kemudian untuk mendapatkan data kualitatif dilakukan wawancara pada
beberapa informan. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menggunakan
studi literatur dan data monografi desa. Tujuannya untuk memperoleh data akurat
mengenai karakteristik informan dan responden dan mendukung analisis dalam
penelitian.

14

Teknik Pemilihan Responden dan Informan
Populasi penelitian adalah komunitas di Kelurahan Mulyaharja Kecamatan
Bogor Selatan. Populasi diambil melalui survei lapangan. Pemilihan responden
dilakukan dengan teknik accindental sampling dikarenakan sulit untuk mengetahui
berapa besar jumlah populasi masyarakat yang memiliki dan menggunakan telepon
genggam. Responden dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya,
yaitu orang yang memiliki telepon genggam dan umur yang telah ditentukan. Agar
data menjadi beragam maka pemilihan responden digolongkan dalam beberapa
kategori umur yaitu 16-25 tahun, 26-35 tahun dan 36-45 tahun yang masing-masing
kategori umur diambil 20 responden sehingga jumlah responden diambil sebenyak 60
orang. Informan berasal dari tokoh-tokoh masyarakat yang mengetahui kondisi sosial
masyarakat.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Unit analisis dalam penelitian ini adalah komunitas dan data diperoleh dari
individu. Data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data
kuantitatif diolah menggunakan Microsoft Excel dan aplikasi SPSS for windows 20.0
dengan pengodean dan memberikan skor dari jawaban-jawaban yang terdapat dalam
kuesioner. Uji korelasi menggunakan uji rank spearman untuk mengetahui ada atau
tidaknya hubungan antara penggunaan telepon genggam dan tingkat kohesi sosial
masyarakat. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk memperdalam analisis
pada data-data kuantitatif.
Definisi Operasional
Penelitian ini terdiri atas beberapa variabel yang terbagi menjadi beberapa
indikator. Masing-masing variabel dan indikator diberi rentang skor terlebih dahulu
sehingga dapat ditemukan skala pengukurannya. Definisi operasional untuk masingmasing variabel adalah sebagai berikut.
1. Karakteristik individu yaitu karakteristik yang mencirikan responden dan berkaitan
dengan diri individu. Karakteristik tersebut dilihat dari :
a. Jenis kelamin adalah perbedaan penampilan seks yang terdiri dari laki-laki dan
perempuan. Jenis kelamin dikategorikan menjadi :
1. Laki-laki
2. Perempuan
b. Umur adalah selisih antara tahun responden dilahirkan sampai tahun pada saat
dilaksanakan penelitian. Umur responden dikategorikan menjadi :
1. 16 tahun – 25 tahun
2. 26 tahun – 35 tahun
3. 36 tahun – 45 tahun

15

c. Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan/ sekolah tertinggi yang pernah diikuti
oleh responden. Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi :
1. Tidak sekolah
2. Tamat SD/ sederajat
3. Tamat SMP/ sederajat
4. Tamat SMA/ sederajat
5. Strata 1/ Diploma 3
6. Strata 2/ Strata 3
d. Jenis pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan oleh responden untuk
menghasilkan uang. Jenis pekerjaan dikategorikan menjadi :
1. Tidak Bekerja
2. Karyawan Swasta
3. Pelajar/ Mahasiswa
4. PNS/ TNI/ POLRI
5. Wiraswasta
6. Ibu Rumah Tangga
7. Petani/ Buruh/ Pedagang/ Tukang
e. Tingkat pendapatan adalah besarnya penghasilan responden per bulan dalam
rupiah. Tingkat pendapatan dikategorikan menjadi :
1. Rendah, pendapatan < Rp 1.000.000,2. Sedang, pendapatan antara Rp 1.000.000,- hingga Rp 2.000.000,3. Tinggi, pendapatan > Rp 2.000.000,2. Tingkat penggunaan telepon genggam adalah perilaku responden dalam
menggunakan telepon genggam dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat penggu